Kajian Infeksi Virus Newcastle Disease pada Itik dan Ayam di Beberapa Lokasi di Kabupaten Subang

KAJIAN INFEKSI VIRUS NEWCASTLE DISEASE
PADA ITIK DAN AYAM DI BEBERAPA LOKASI
DI KABUPATEN SUBANG

APRIZAL PANUS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Infeksi Virus
Newcastle Disease pada Itik dan Ayam di Beberapa Lokasi di Kabupaten
Subang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Aprizal Panus
B253110041

RINGKASAN
APRIZAL PANUS. Kajian Infeksi Virus Newcastle Disease pada Itik dan
Ayam di Beberapa Lokasi di Kabupaten Subang. Dibimbing oleh SURACHMI
SETIYANINGSIH dan NI LUH PUTU IKA MAYASARI
Newcastle Disease (ND) merupakan penyakit endemik di Indonesia
termasuk di Kabupaten Subang. Meskipun saat ini tingginya tingkat kematian
yang disebabkan oleh ND dapat dikendalikan dengan vaksinasi, namun ND masih
menyebabkan gangguan pada produksi. Selama ini penyidikan tentang ND di
Kabupaten Subang masih jarang dan terbatas dilakukan. Diagnosa umumnya
ditentukan hanya berdasarkan gejala klinis, perubahan patologi anatomi (PA) dan
serologik.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui keberadaan dan keragaman
antigenik virus Newcastle Disease (VND) di Kabupaten Subang, sehingga dapat
diambil tindakan pengendalian dan pencegahan ND yang efektif. Sampel usapan
kloaka, orofaring dan serum diambil dari 149 ekor itik dan 393 ekor ayam dari

penampungan, peternakan dan pasar unggas di 10 kecamatan di Kabupaten
Subang. Screening VND pada sampel pool dari 5–7 individu dilakukan dengan
Real Time Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (rRT-PCR) matrix
(M). Sampel individu yang dipilih berdasarkan jenis usapan, unggas, lokasi dan
waktu pengambilan sampel diinokulasi pada telur ayam berembrio SPF melalui 2
kali pasase, sedangkan deteksi antibodi spesifik terhadap ND pada serum diuji
dengan hambatan hemaglutinasi (HI). Karakterisasi isolat dilakukan dengan uji
hambatan hemaglutinasi (HI) menggunakan antisera LaSota dan Komarov, rRTPCR fusion (F), dan uji waktu elusi.
Hasilnya menunjukkan 19 dari 67 pool kloaka (28.3%) dan 8 dari 67 pool
orofaring (11.9%) ayam terdeteksi VND; 18 pool dari 67 pool ayam (26.9%)
menunjukkan virus diekskresikan melalui kloaka dan orofaring. Sementara pada
sampel itik, VND terdeteksi hanya pada kloaka yaitu 8 dari 30 pool (26.7%).
Selain itu rute ekskresi virus ditunjukkan dari hasil inokulasi virus pada telur.
Isolasi VND dari sampel individu asal pool positif diperoleh 18 isolat.
Karakterisasi keragaman epitop permukaan VND menggunakan antisera LaSota
(lentogenik) hasilnya diperoleh rataan (mean) titer HI berkisar 6–8 Log2 dan
dengan antisera Komarov (mesogenik) berkisar 9–13 Log2. Afinitas isolat dengan
antisera LaSota menunjukkan karakter antigenik yang relatif homogen, hanya
beberapa isolat yang menunjukkan variasi yang mencapai 2 Log2, begitu juga
dengan antisera Komarov, hanya beberapa isolat yang menunjukkan variasi yang

mencapai 4 Log2. Semua isolat VND menunjukkan afinitas yang lebih tinggi
terhadap antisera Komarov dibandingkan dengan antisera LaSota yang
mengindikasikan semua isolat cenderung masuk ke virus galur ganas. Deteksi
patogenisitas dengan rRT-PCR F menunjukkan 100% isolat merupakan galur
ganas (mesogenik/velogenik), sesuai dengan hasil uji elusi yang menunjukkan 3
isolat masuk ke galur mesogenik dan 15 isolat masuk ke galur velogenik. Deteksi
antibodi spesifik terhadap ND pada 408 serum menunjukkan titer antibodi
terdeteksi pada 48 (12%) unggas dengan kisaran titer 1–8 Log2, dimana
diantaranya hanya 37 dari 212 (13%) serum ayam yang divaksinasi menunjukkan

titer yang protektif. Analisa pada 6 flok ayam ras yang divaksinasi menunjukkan
respon antibodi yang tidak merata.
Newcastle disease masih endemik di wilayah Subang dan infeksinya bisa
bersifat subklinis. Delapan belas isolat VND yang ditemukan mayoritas memiliki
karakter yang relatif homogen, hanya beberapa isolat menunjukkan keragaman
baik patogenisitas maupun antigenisitasnya. Itik dari Kecamatan Cipeundeuy
belum pernah terpapar VND. Vaksinasi ND pada ayam broiler kurang optimal
karena sebaran titer antibodi tidak merata. Kajian terhadap sampel yang lebih
banyak dan cakupan area yang lebih luas diperlukan agar diperoleh informasi
yang lebih menyeluruh. Hasil penelitian ini merupakan sumbangan informasi

tentang ND di wilayah Subang dan dapat menjadi masukan bagi pemerintah
daerah dalam menentukan program pengendalian dan pencegahan infeksi VND
pada unggas di Kabupaten Subang.
Kata Kunci: Newcastle Disease, deteksi molekuler, deteksi virulensi, keragaman
antigenik, antibodi

SUMMARY
APRIZAL PANUS. Study of Newcastle Disease Virus (VND) Infection on ducks
and chickens in Areas of Subang district. Under the direction of SURACHMI
SETIYANINGSIH and NI LUH PUTU IKA MAYASARI
Newcastle Disease (ND) is endemic in Indonesia, including in Subang
district. Vaccination has been practised to control its high morbidity and mortality
rate; however, cases are still reported. Investigation on the disease in Subang
district is limited; diagnosis is generally determined based on clinical symptoms,
pathological and serological findings.
The objectives of this research were to study Newcastle Disease virus
(NDV) infection in Subang areas and to examine the diversity of the circulating
ND viruses. The infection was determined by detecting NDV in swab samples and
specific antibody in serum samples. Swabs of cloacal, oropharynx and serum were
sampled from total of 149 ducks and 393 chickens in backyard farms and live bird

markets located in 10 subdistricts. Real Time Reverse Transcription Polymerase
Chain Reaction (rRT-PCR) matrix (M) was used to screen pools of 5–7 samples.
Selected individual samples representing type of bird, sample, and location were
inoculation in SPF embryonated chicken eggs following 2 passages. Specific
antibody againts ND was tested by Haemagglutination Inhibition (HI).
Characteristics of isolates were examined by HI test using LaSota and Komarov
antisera, rRT-PCR fusion (F), and the elution time test.
The results showed NDV were detected in 19/67 (28.3%) cloacal and 8/67
(11.9%) pharyngeal pools of chicken samples; 18/67 (26.9%) of the pools
excreted virus via cloaca and oropharynx, while the duck pools of 8/30 (26.7%)
shed virus from cloaca. The routes of viral shedding was further shown by virus
inoculation result. Characterization of 18 NDV isolates indicated that majority of
them have homogeneous antigenic characteristic, only a few showed variations up
to 2 Log2 and 4 Log2 with LaSota and Komarov antisera, respectively. The
isolates had a higher affinity to Komarov antiserum indicating their propensity to
virulent strains. This finding was supported by the elution patterns which grouped
3 isolates to mesogenic strain and 15 isolates to velogenic strain, and further
confirmed by rRT-PCR F. Specific antibody was detected in 48 out of 408 (12%)
birds with titres ranging from 1–8 Log2. Small percentage of vaccinated chickens
(37/212) demonstrated protective titers. Analysis in 6 vaccinated flocks indicated

poor vaccination responses. Eighteen of NDV isolates were found to have the
majority of characters are relatively homogeneous, only a few isolates showed
diversity of pathogenicity and antigenicity. Newcastle Disease vaccination in
broiler chickens is suboptimal due to the uneven distribution of antibody titers.
Newcastle disease was confirmed in 9 subdistricts, but absent in Cipeundeuy
subdistrict which represented by a limited number of ducks. This study emphasis
the need for further investigation employing bigger sample size and wider areas to
provide a comprehensive information to the local government for better
implementation of NDV prevention and control programs in poultry in Subang.
Keywords: Newcastle Disease, molecular detection, detection of virulence,
Antigenic diversity, antibody

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN INFEKSI VIRUS NEWCASTLE DISEASE
PADA ITIK DAN AYAM DI BEBERAPA LOKASI
DI KABUPATEN SUBANG

APRIZAL PANUS

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi Medik

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Drh I Wayan T. Wibawan, MS


Judul Tesis : Kajian Infeksi Virus Newcastle Disease pada Itik dan Ayam di
Beberapa Lokasi di Kabupaten Subang
Nama
: Aprizal Panus
NIM
: B253110041
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Drh Surachmi Setiyaningsih, PhD
Ketua

Dr Drh Ni Luh Putu Ika Mayasari
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Mikrobiologi Medik


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Drh Fachriyan H. Pasaribu, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: 07 Nopember 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013–April 2014 ini
ialah Newcastle Disease, dengan judul Kajian Infeksi Virus Newcastle Disease
pada Itik dan Ayam di Beberapa Lokasi di Kabupaten Subang
Terima kasih penulis ucapkan kepada United State Department of
Agriculture Civillian Research and Development Foundation (USDA CRDF)
yang telah mendanai biaya penelitian ini, dan Biosecurity Engagement Program

(BEP), United State Department of Agriculture Animal and Plant Health
Ispection Service (USDA APHIS) yang telah memberikan beasiswa pendidikan,
kepada Ibu drh. Surachmi Setiyaningsih, Ph.D dan Ibu Dr. drh. Ni Luh Putu Ika
Mayasari selaku pembimbing, serta Bapak drh. Muhammad Syibli dan Ibu drh.
Liliek yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melanjutkan studi.
Ibu drh. Rince Morita Butar-butar, Bapak drh. Sodirun, Msi dan Bapak drh. Putut
Wibowo beserta teman-teman di Balai Veteriner Subang (BVET Subang) yang
telah banyak membantu. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Bapak drh. Agus Sugama, Bapak Rahmat, drh. Lina dari Dinas Peternakan
Subang, serta drh. Ali Rahmawan, drh. Agus Setiadi, Eni Trimurningsih Amd,
Bapak Yaya Sunarji atas bantuannya selama pengambilan sampel. Bapak drh.
Satriyo Utomo, Firman dan Redi yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda (alm), ibunda,
kakanda dan adinda, Awan serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014
Aprizal Panus


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Hipotesis

1
1
2
3
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
4
Newcastle Disease
4
Epidemiologi Newcastle Disease
8
Diagnosis Laboratorium
12
Pencegahan dan Pengendalian Newcastle Disease
14
Situasi Perunggasan dan Kejadian Newcastle Disease di Kabupaten Subang
15
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Pengambilan Sampel
Isolasi RNA
Uji Real Time Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction
(rRT-PCR) Matrix (M)
Isolasi Virus Newcastle Disease dari Telur Ayam Berembrio (TAB)
Specific Pathogen Free (SPF)
Uji Hemaglutinasi (HA)
Uji Hambatan Hemaglutinasi (HI)
Uji Real Time Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction
(rRT-PCR) Fusion (F)
Uji Waktu Elusi
Analisis Data

18
18
18
18
19
19
19
20
20
20
20
21
21
21
22

HASIL DAN PEMBAHASAN
23
Deteksi Virus Newcastle Disease pada Pool Usapan Kloaka dan Orofaring
dengan Real Time Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction
23
(rRT-PCR) Matrix (M)
23
Isolasi Virus Newcastle Disease pada Telur Ayam Berembrio (TAB)
24
Spesific Pathogen Free (SPF)
24

Deteksi Antibodi terhadap Virus Newcastle Disease dengan Uji Hambatan
Hemaglutinasi (HI)
26
Keragaman Antigenik
32
Karakterisasi Sifat Fisik Virus Newcastle Disease dengan Uji Waktu Elusi
34
Karakterisasi Virus Newcastle Disease dengan Real Time Reverse
Transcription Polymerase Chain Reaction (rRT-PCR) Fusion (F)
36
Penyebaran virus Newcastle Disease di 10 Kecamatan di Kabupaten Subang
36
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

41
41
41

DAFTAR PUSTAKA

42

DAFTAR TABEL
Pasangan primer dan probe untuk mendeteksi Virus Newcastle Disease ........ 13
Populasi ternak unggas di Kabupaten Subang tahun 2013............................... 16
Jadwal vaksinasi Newcastle Disease pada unggas di Kabupaten Subang........ 17
Jumlah unggas dan pool sampel asal 10 kecamatan di Kabupaten
Subang serta hasil uji rRT-PCR M dan jumlah isolat VND yang
diperoleh ..................................................................................................... 23
Hasil deteksi antibodi spesifik terhadap VND pada serum unggas dari 10
kecamatan di Kabupaten Subang berdasarkan jenis komoditas unggas..... 26
Hasil perhitungan rataan dan sebaran titer antibodi ayam ras yang
divaksinasi di Kabupaten Subang menggunakan geomteric mean titre
(GMT) dan coefisien variation (CV).......................................................... 28
Hasil deteksi antibodi spesifik VND dengan uji HI pada serum 16
individu unggas yang berhasil diisolasi VND di Kabupaten Subang ........ 31
Hasil uji waktu elusi isolat VND yang diperoleh dari itik dan ayam di 10
kecamatan di Kabupaten Subang ............................................................... 35

DAFTAR GAMBAR
Struktur virus Newcastle Disease ..................................................................... 5
Struktur genom virus Newcastle Disease .......................................................... 6
Skematis Siklus Hidup virus Newcastle Disease ............................................... 7
Gejala klinis ayam yang terinfeksi Newcastle Disease. ................................... 10
Perubahan anatomi patognomonis pada infeksi Newcastle Disease. .......... 11
Perbandingan antigenik 18 isolat dengan uji hambatan hemaglutinasi............ 33
Kondisi Pemeliharaan, penampungan, pemasaran dan penanganan unggas
mati di Kabupaten Subang............................................................................. 38
Penyebaran infeksi virus Newcastle Disease di Kabupaten Subang................ 39

DAFTAR LAMPIRAN
Hasil rRT-PCR matrix cairan alantois yang berhasil diperoleh isolat
VND dari usapan kloaka dan orofaring itik dan ayam di 10
kecamatan di Kabupaten Subang ............................................................... 49
Hasil rataan titer antibodi sampel serum ayam ras yang divaksinasi di
Kabupaten Subang yang diuji dengan hambatan hemaglutinasi (HI) ........ 50

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Newcastle Disease (ND) adalah salah satu penyakit penting dalam dunia
perunggasan, karena sangat menular (contagious), cepat menyebar dan menyerang
unggas pada segala umur. Umumnya wabah penyakit ini menyerang peternakan
unggas yang intensif, baik pada peternakan ayam, kalkun, itik, burung puyuh
ataupun burung merpati. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan memiliki
potensi menyebabkan kerugian ekonomi dalam industri unggas (Lancaster 1976;
Spradbrow 1988). Selain menyerang ternak unggas, penyakit ini juga menyerang
burung liar dan dapat menimbulkan kematian. Wabah penyakit ini pertama kali
terjadi di Pulau Jawa, Indonesia dan di Inggris yang dilaporkan pada pertengahan
tahun 1920-an (Kraneveld 1926; Doyle 1927) dan dalam beberapa tahun
kemudian penyakit ini menyebar ke seluruh dunia dan endemik dibanyak negara
(Spradbrow 1988). Saat ini hampir seluruh wilayah di Indonesia merupakan
daerah tertular dan belum ada satu daerah atau satu pulau yang dapat dibebaskan
dari ND. Meskipun saat ini tingginya tingkat kematian yang disebabkan oleh ND
sudah dapat dikendalikan, namun gangguan pada produksi masih menjadi
masalah. Selain kematian, dampak kerugian lainnya yang ditimbulkan adalah
besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian dan adanya penghentian
ekspor dari negara-negara yang terserang wabah ND (Brown et al. 1999).
Kejadian ND dapat bersifat akut sampai kronis dan menyerang semua jenis
unggas terutama ayam, baik ayam ras maupun ayam bukan ras (buras). Newcastle
Disease yang terjadi di lapangan dapat disebabkan oleh galur virus yang
bervariasi. Berdasarkan tingkat keparahan penyakit ini pada unggas, virus
Newcastle Disease (VND) diklasifikasikan menjadi tiga patotipe yaitu lentogenik,
mesogenik dan velogenik. Galur velogenik dibedakan lagi menjadi bentuk
neurotropik dan bentuk viscerotropik (Aldous dan Alexander 2001).
Kerugian yang disebabkan oleh ND adalah angka kesakitan (morbiditas)
maupun angka kematian (mortalitas) pada unggas terinfeksi dapat mencapai 100%
akibat infeksi VND galur velogenik terutama pada kelompok ayam yang peka,
dan dibawah 10% pada galur mesogenik (Beard dan Hanson 1981). Pada negara
berkembang dimana industri peternakan berkembang sangat pesat, kerugian yang
ditimbulkan karena wabah VND bukan hanya kematian, tetapi juga pengeluaran
biaya ekstra yang digunakan untuk vaksinasi, biosekuriti dan depopulasi. Bahkan
negara yang bebas dari ND juga harus mengeluarkan dana untuk melakukan
pengujian berkala sebagai upaya mempertahankan status bebas terhadap ND yang
diperlukan untuk pendukung izin perdagangan. Selain itu pada negara
berkembang yang endemik ND, efek yang ditimbulkan bukan hanya kerugian
ekonomi tetapi juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan dan sosial ekonomi
masyarakat yang tidak mampu, dimana kualitas dan kuantitas telur dan daging
yang dikonsumsi menurun akibat ND (Alexander dan Senne 2008a). Pada tahun
2002, wabah ND di California, Amerika Serikat (AS) menyebabkan kerugian
200.000.000 dolar AS akibat depopulasi (Kapzynski dan King 2005). Kerugian

2
yang ditimbulkan oleh penyakit ND pada ayam petelur antara lain berupa
kematian ayam, penurunan produksi telur, sedangkan pada ayam pedaging
menyebabkan gangguan pertumbuhan dan penurunan berat badan. Data OIE
(2009) menunjukkan pada tahun 2007 sekitar 1.500–8.000 ekor ayam terinfeksi
VND tiap bulannya di Indonesia. Selain itu menurut Xiao (2012) pada tahun 2009
dan 2010, wabah ND terjadi pada ayam komersial di Indonesia yang
menyebabkan tingkat kematian sebesar 70–80%. Meskipun vaksinasi rutin
diberikan pada ayam komersial di Indonesia, tetapi ND tetap menjadi masalah
besar di industri peternakan unggas (Samal 2011). Oleh karena itu kasus ND
merupakan ancaman serius bagi industri peternakan di Indonesia.
Kabupaten Subang di Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah
penyangga produksi ternak ayam, baik pedaging maupun petelur, dengan populasi
unggas yang ada di Kabupaten Subang adalah 44.049.739 ekor pada tahun 2013
(DISNAK 2013). Newcastle Disease endemik di Indonesia, termasuk di
Kabupaten Subang. DISNAK (2010) mencatat 258 kasus unggas mati mendadak
akibat ND sepanjang 2010. Kematian massal pun bisa terjadi jika tidak ditangani
dengan benar. Survei tahunan Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV)
Subang tahun 2011 menemukan 10 dari 131 serum unggas pekarangan yang diuji
positif terhadap ND (BPPV 2011), tahun 2012 sebanyak 12 dari 37 serum yang
diuji positif terhadap ND (BPPV 2012), dan pada tahun 2013, sebanyak 184 dari
359 serum yang diuji positif terhadap ND (BPPV 2013). Hal ini menunjukkan
bahwa ND masih endemik di Kabupaten Subang. Untuk itu, sebagai dasar
pertimbangan agar dapat dilakukan tindakan pengendalian dan pencegahan yang
efektif, maka perlu dilakukan isolasi dan deteksi VND serta deteksi antibodi
terhadap ND pada itik dan ayam di Kabupaten Subang.

Perumusan Masalah
Newcastle Disease merupakan penyakit endemik yang telah bertahun-tahun
bertahan hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Penyakit ini mempunyai dampak
penting dalam industri perunggasan karena menyebabkan penurunan kuantitas
produksi dan kualitas telur, gangguan pertumbuhan, biaya penanggulangan
penyakit yang tinggi dan dapat memicu timbulnya penyakit lain (DISNAK 2010).
Subang merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Barat dengan
jumlah populasi unggas yang cukup besar. Ternak unggas yang terdapat didaerah
Subang antara lain adalah ayam kampung, ayam ras pedaging, ayam ras petelur,
dan itik. Ternak unggas tersebut selain memenuhi kebutuhan lokal dan nasional
juga diekspor ke beberapa negara di Asia. Sebagai sentra produksi unggas, maka
Kabupaten Subang bertanggung jawab dalam upaya mencegah dan mengurangi
kerugian yang diakibatkan oleh ND.
Penyidikan tentang ND di Kabupaten Subang selama ini masih terbatas
pada diagnosa berdasarkan gejala klinis, perubahan patologi anatomi (PA) dan
serologik. Aplikasi teknik deteksi virus yang sensitif perlu dilakukan sebagai
peneguhan adanya infeksi VND pada itik dan ayam di Kabupaten Subang.

3
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji infeksi dan
keragaman VND pada itik dan ayam di 10 kecamatan di Kabupaten Subang.
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk melihat distribusi infeksi VND,
melihat rute ekskresi VND, mendeteksi VND dengan teknik Real Time Reverse
Transcription-Polymerase Chain Reaction (rRT-PCR), mengisolasi dan
mengkarakterisasi virus, baik patogenisitas dan antigenisitasnya, mendeteksi dan
menentukan titer antibodi spesifik, serta mengkaji hubungan antara infeksi VND
dengan titer antibodi pada individu unggas yang terinfeksi.

Manfaat Penelitian
Informasi tentang keberadaan dan keragaman VND pada unggas, terutama
itik dan ayam, di beberapa lokasi di Kabupaten Subang, diharapkan dapat
digunakan sebagai pertimbangan dalam melakukan tindakan pengendalian dan
pencegahan ND yang efektif.

Ruang Lingkup Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan serangkaian kegiatan mencakup koleksi
sampel usapan orofaring dan kloaka serta serum dari itik dan ayam di 10
kecamatan di Kabupaten Subang: pooling sampel usapan, deteksi VND dengan
rRT-PCR matrix (M), isolasi VND pada Telur Ayam Berembrio (TAB),
identifikasi VND dengan uji hemaglutinasi (HA) dan hambatan hemaglutinasi
(HI). Karakterisasi VND dengan uji HI, uji Waktu Elusi dan rRT-PCR fusion (F).
Deteksi dan titrasi antibodi spesifik dengan uji HI.

Hipotesis
Newcastle Disease pada itik dan ayam di Kabupaten Subang disebabkan
oleh infeksi VND yang beragam, infeksinya dapat bersifat subklinis pada ayam,
virus ND diekskresikan melalui orofaring dan kloaka, dan vaksinasi ND yang
telah dilakukan pada unggas di Kabupaten Subang mampu menggertak antibodi
yang optimal.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Newcastle Disease
Sejarah Penyebaran Penyakit
Newcastle Disease (ND) pertama kali diidentifikasi dan dilaporkan oleh
Professor Kraneveld yang bekerja di laboratorium yang sekarang dikenal sebagai
Balai Besar Penelitian Veteriner (BBalitvet) di Bogor, Jawa Barat, Indonesia pada
tahun 1926. Kemudian pada tahun 1927 di Inggris terjadi wabah penyakit yang
ganas pada unggas di daerah Newcastle, Upon Tyne yang diidentifikasi oleh
Doyle. Karena pada saat itu kejadian wabah tersebut belum diketahui
penyebabnya, maka oleh pelapor penyakit tersebut disebut sebagai Newcastle
Disease, sesuai dengan tempat pertama kali ditemukannya. Kemudian setelah
tahun 1935 nama ND baru digunakan oleh Doyle (Samal 1997). Menurut Doyle
(1927) dan Levine (1964) sebelumnya penyakit yang menunjukkan gejala yang
sama dengan ND pernah diidentifikasi pada tahun 1924 di Semenanjung Korea
dan di Eropa dipertengahan tahun 1926, selanjutnya ND menyebar dengan cepat
ke beberapa negara (panzootik).
Newcastle Disease di Indonesia dikenal sebagai penyakit tetelo. Penyakit ini
telah menyebar ke berbagai daerah, baik di Jawa maupun diluar Jawa. Serangan
ND umumnya mulai meningkat pada awal musim hujan dan mencapai puncaknya
pada pertengahan musim tersebut, serta wabah biasanya terjadi pada saat
peralihan dari musim hujan ke musim kemarau (Darminto 1992).

Etiologi
Newcastle Disease disebabkan oleh Avian Paramyxovirus tipe 1 (APMV1) yang diklasifikasikan ke dalam genus Avulavirus, subfamili Paramyxovirinae,
dan famili Paramyxoviridae (Mayo 2002; OIE 2012). Avian Paramyxovirus
(APMV) terdiri dari 10 serotipe yaitu APMV-1 sampai APMV-10. Virus ND
berbentuk pleomorfik, biasanya berbentuk bulat dengan diameter 100–500 nm,
namun ada pula yang berbentuk filamen dan beramplop (Gambar 1). Genom VND
adalah RNA, untai negatif dengan panjang 15–16 Kb. Berdasarkan panjang
genom, Czegledi et al. (2006) membagi VND menjadi 2 kelas yaitu virus kelas I
terdiri dari 15.198 nukleotida dan virus kelas II terdiri dari 15.186 atau
15.192 nukleotida. Mayoritas galur APMV-1 termasuk ke dalam kelas II, yang
terbagi ke dalam 16 genotipe. Genom VND mengandung enam open reading
frames (ORF) yang mengkode nucleocapsid protein (NP), fospoprotein (P),
matrix protein (M), fusion protein (F), hemaglutinin-neuraminidase (HN) dan
large RNA-directed RNA polymerase (L). Selain itu terdapat non-structural
protein (V) dan second protein (W) (Gambar 2). Glikoprotein pada amplop VND
yaitu F dan HN berperan penting dalam patogenesis (Rout 2007).

5
Perbedaan virulensi antara galur virulen dan avirulen pada VND
disebabkan oleh adanya variasi sekuen nukleotida pada daerah pembelahan
protein F0 (Alexander 2000). Virus lentogenik mempunyai motif single basic
amino acid pada F cleavage site 112G/E-K/R-Q-G/E-R116 dan L (leucine) pada
residu 117 dan dapat dibelah oleh enzim protease seperti tripsin yang ditemukan
pada saluran pencernaan dan pernafasan (Kim et al. 2008; Choi et al. 2010),
sedangkan galur mesogenik dan velogenik mempunyai motif multiple basic amino
acid (arginine atau lysine) pada F cleavage site 112R/K-R-Q/K/R-K/R-R116 dan F
(phenylalanine) pada residu 117 (Meulemans et al. 2002) dan dapat dibelah secara
intraseluler oleh enzim protease seperti furin yang terdapat di berbagai jaringan
inang, sehingga mampu mengakibatkan infeksi sistemik yang fatal (OIE 2012).
Perbedaan komposisi protein ini mempengaruhi kecepatan replikasi virus dan
menentukan tingkat virulensi. Efisiensi pembelahan protein F0 dan virulensi VND
tergantung kehadiran satu atau kedua arginin pada posisi 112 dan 115 serta
phenylalanine pada posisi 117 (Hines dan Miller 2012). Protein F berperan pada
saat virus menginfeksi sel inang, karena selama proses replikasi, protein fusion
(precursor F glycoprotein, F0) akan terbelah menjadi menjadi F1 dan F2 yang
memperantarai fusi virus dengan membran sel inang. Polipeptida aktif F1
memperantarai fusi antara membran lipid virus dengan membran sel inang (Rout
2007).
Hemaglutinin-Neuraminidase (HN) adalah immunoprotective glycoprotein
(immunogenic determinant) yang berperan sebagai antigen permukaan envelope
partikel VND (Samal 1997). Selain itu juga protein ini berperan pada beberapa
fungsi esensial dari partikel VND dalam mekanisme infeksi, antara lain :
1. Attachment phase : merupakan sisi perlekatan dari partikel virus dengan
reseptor cialic acid pada sel induk semang.
2. Entry phase : fasilitator pada saat terjadi aktifitas fusi dari protein F
terhadap membran sel induk semang.
3. Release phase : menghilangkan cialic acid pada saat terjadinya
pelepasan progeni partikel virus dari sel induk semang yang terinfeksi.
Menurut Huang et al. (2004) HN selain berperan menentukan sel tropisma
dari jaringan yang akan diinfeksi, juga berkontribusi menentukan keganasan VND.

Gambar 1 Struktur virus Newcastle Disease (Yusoff dan Tan 2001)

6

Gambar 2 Struktur genom virus Newcastle Disease (Yusoff dan Tan 2001)

Siklus Replikasi Virus
Infeksi virus diawali dengan perlekatan virion pada cialic acid yang
merupakan protein permukaan sel dan berperan sebagai reseptor pada sel target.
Ikatan ini akan menggertak pembelahan protein F0 menjadi F1 dan F2 yang
menyebabkan bergabungnya amplop virus dengan membran plasma sel inang
melalui mekanisme pH-independent (Lamb dan Parks 2007) dan membentuk pori
pada permukaan sel sehingga nucleocapsid virus dapat masuk ke dalam sel.
Setelah nucleocapsid virus (ribonukleoprotein complex/RNP) yang mengandung
RNA masuk ke dalam sel, nucleocapsid akan terpisah dari protein M dan
dilepaskan ke dalam sitoplasma. Transkripsi genom RNA terjadi melalui complex
viral polymerase (P-L), aktivitas katalitik dari polymerase. Complex viral
polymerase mentranskripsikan genom RNA virus untuk menghasilkan mRNAs
yang dibutuhkan untuk sintesis protein virus. Ikatan kompleks virus dengan
nucleocapsid diperantarai oleh protein P, sedangkan protein L berfungsi pada
proses katalitik (Dortmans et al. 2011).
Peralihan dari transkripsi ke replikasi genom terjadi apabila jumlah protein
viral yang terakumulasi sudah mencukupi. Complex polymerase bertanggung
jawab dalam sintesis long-length RNA antigenomik positif yang berfungsi sebagai
template untuk sintesis untai RNA genomik negatif. Kemudian nucleocapsid viral
dibentuk dengan bersatunya NP dengan RNA genomik yang baru dengan complex
polymerase. Semua komponen partikel virus dibawa ke membran plasma, dimana
komponen-komponen tersebut dirakit oleh protein M. Setelah itu virion akan
dilepaskan dari sel melalui proses pertunasan (budding) (Harrison et al. 2010).
Pada akhirnya melalui aktivitas neuraminidase yang difasilitasi oleh protein HN,
virus melepaskan diri dari sel inang dan membuang sisa cialic acid dari sisa
partikel virus untuk mencegah penyatuan kembali (Takimoto dan Portner 2004;
Lamb dan Parks 2007). Siklus hidup VND dapat dilihat pada gambar 3.

7

Gambar 3 Skematis Siklus Hidup virus Newcastle Disease (Yusoff dan Tan 2001)
Penentuan Virulensi Virus Newcastle Disease
Alexander dan Senne (2008b) mengelompokkan galur VND menjadi 5
patotipe berdasarkan gejala klinis yang terlihat pada ayam yang terinfeksi, yakni :
1. Viscerotropic Velogenic, yaitu bentuk patogenik berat yang sering
ditandai lesi hemoragi pada usus.
2. Neurotropic Velogenic, yaitu ditandai adanya tingkat kematian yang
tinggi disertai gejala pernafasan dan syaraf.
3. Mesogenic, yaitu bentuk yang ditandai dengan gangguan pernafasan,
terkadang disertai gejala syaraf, tetapi tingkat kematian rendah.
4. Lentogenic , yaitu bentuk yang ditandai gejala infeksi pernafasan yang
ringan.
5. Asymptomatic, yaitu bentuk infeksi saluran pencernaan subklinis.
Penentuan galur VND berdasarkan keganasannya dapat dilakukan dengan
beberapa uji, diantaranya mean death time (MDT), intra cerebral pathogenicity
index (ICPI) dan intra venous pathogenicity index (IVPI). Penentuan galur VND
dengan uji MDT dilakukan berdasarkan lamanya waktu kematian dari embrio
yang diinfeksi dengan VND (Allan et al. 1978). Embrio yang mati dalam waktu <
60 jam setelah inokulasi virus berarti virus tersebut termasuk galur velogenik, jika
kematian embrio dalam waktu antara 60–90 jam maka termasuk galur mesogenik
dan jika kematian embrio dalam waktu >90 jam, maka virus lapang tersebut
termasuk galur lentogenik (Allan et al. 1978; Ozai et al. 1987). Penentuan galur
VND dengan uji ICPI dilakukan pada anak ayam umur sehari (Day Old Chicken)
dan uji IVPI dilakukan pada anak ayam umur 6 minggu (OIE 2008). Uji ICPI dan
IVPI menggunakan sistem skoring yang mengevaluasi tingkat kesakitan
(morbiditas) atau kematian (mortalitas) pada ayam. Nilai pada uji ICPI berkisar
pada angka 0.0–2.0, virus virulen akan mencapai angka 2.0, sementara galur
lentogenik akan mendekati angka 0.0. Pada uji IVPI nilainya berkisar 0.0–3.0:

8
galur velogenik akan mencapai angka 3.0, sedangkan galur lentogenik dan
mesogenik akan memiliki nilai 0 (OIE 2008).

Epidemiologi Newcastle Disease
Inang dan Penyebaran Geografis Virus Newcastle Disease
Virus ND dapat menyerang lebih dari 250 spesies unggas yang termasuk
dalam 27 dari 50 ordo yang tersebar di seluruh dunia (Alexander et al. 2004;
CFSPH 2005). Pada umumnya VND menyerang unggas seperti itik, angsa,
merpati, betet, dan beberapa jenis burung lainnya (Alexander 1991), namun
menurut OIE (2008) umumnya ayam lebih rentan terinfeksi penyakit ND
dibandingkan dengan unggas lain.
Avian Paramyxovirus (APMV)-1 endemik di Asia, Timur Tengah, Afrika,
Amerika Selatan dan Tengah, dan sebagian daerah Meksiko. Galur virulen
endemik di Amerika dan Kanada, tetapi pada peternakan unggas komersial bebas
dari galur velogenik. Isolat lentogenik ditemukan pada unggas diseluruh dunia
termasuk Amerika, sedangkan galur mesogenik jarang ditemukan.

Penularan
Virus ND dapat ditularkan melalui pernafasan atau pencernaan (fekal/oral).
Virus dapat dilepaskan melalui feses maupun ekskresi saluran pernafasan dari
unggas yang terinfeksi. Unggas akan mengeluarkan virus setelah 1–2 minggu
terinfeksi. Unggas galiinaceous dapat mengeksresikan VND hanya selama 1−2
minggu, tetapi unggas psittacine dapat mengeksresikan virus lebih dari setahun
(CFSPH 2005). Penularan melalui aerosol jarak jauh masih belum jelas, dari hasil
studi virus masih dapat ditemukan pada jarak 64 m, tetapi tidak ditemukan pada
jarak 165 m dari peternakan yang terinfeksi. Penularan VND dapat terjadi secara
langsung antar unggas dalam satu kelompok ternak terinfeksi. Sumber virus
biasanya berasal dari pakan, air minum, lendir, feses, maupun udara serta
peralatan dan pekerja kandang yang terkontaminasi VND. Anak ayam yang baru
menetas juga dapat tertular dari cangkang telur atau telur retak dan pecah yang
terkontaminasi feses yang mengandung VND (OIE 2008).
Ketahanan virus di lingkungan dipengaruhi oleh kelembaban, suhu, agen
suspensi dan paparan cahaya. VND dilaporkan dapat bertahan pada lantai kandang
selama 10–14 hari, dan pada suhu 20 oC di tanah selama 22 hari.
Epidemiologi VND belum sepenuhnya diketahui, namun unggas liar
terutama unggas air dapat menjadi reservoir dari galur lentogenik (OIE 2012).
Virus galur lentogenik dan mesogenik endemik pada burung merpati dan dapat
menjadi lebih virulen jika masuk dan bersirkulasi ke kelompok unggas peliharaan
(OIE 2008).

9
Gejala Klinis
Masa inkubasi penyakit ND pada unggas bervariasi pada kisaran 2–15 hari
tergantung virulensi virus dan kerentanan dari induk semang. Pada ayam yang
diinfeksi dengan isolat virus velogenik, masa inkubasi umumnya 2–6 hari. Pada
beberapa studi dilaporkan bahwa periode inkubasi pada beberapa spesies unggas
bisa mencapai 25 hari. Ayam yang tertular VND akan mulai mengeluarkan virus
melalui alat pernapasan antara 1 sampai dengan 2 hari setelah infeksi. Infeksi
oleh VND di alam yang tidak menyebabkan kematian akan menimbulkan
kekebalan selama 6–12 bulan, demikian juga halnya kekebalan yang diperoleh
dari vaksinasi.
Gejala klinis yang muncul bervariasi tergantung beberapa faktor seperti
galur virus, spesies inang, umur inang, infeksi dengan organisme lain, stres
lingkungan dan status kekebalan, sebagai contoh hewan muda cenderung
menunjukkan gejala yang lebih parah dan akut dibandingkan hewan yang lebih
tua. Pada ayam, infeksi galur lentogenik bersifat subklinis yang ditandai dengan
gangguan respirasi ringan seperti gejala batuk, sesak, bersin dan keluar leleran
dari hidung. Galur mesogenik dapat menyebabkan penyakit pernafasan akut,
ditandai dengan gangguan respirasi dan gejala gangguan syaraf, penurunan nafsu
makan, jengger dan pial sianosis, pembengkakan di daerah kepala, bersin, batuk,
ngorok dan diare putih kehijauan, tetapi biasanya tingkat kematian rendah. Pada
infeksi galur lentogenik dan mesogenik gejala dapat terlihat lebih berat jika
disertai infeksi patogen lain. Galur velogenik menyebabkan gejala yang lebih
parah dan bersifat fatal, seringkali diikuti dengan kematian yang tinggi. Gejala
klinis yang muncul lebih bervariasi, kebanyakan ayam terlihat lesu dan tidak
nafsu makan dan bulu terlihat kusam. Awalnya biasanya mata memerah
(konjungtivitis) dan berair (edema), diare berair kehijauan atau putih, gangguan
pernafasan, pembengkakan jaringan di kepala dan leher, tremor, kejang,
kelumpuhan pada sayap dan/atau kaki, serta tortikolis (leher melintir) kadang
muncul (Ghiamirad et al. 2010). Produksi telur akan turun dan bentuknya tidak
beraturan, warnanya abnormal, cangkang tipis dan kasar dengan albumin lebih
encer. Kematian mendadak dengan gejala ringan atau tanpa gejala juga sering
terjadi. Unggas terinfeksi yang bertahan selama 2 minggu dapat hidup tetapi
mengalami kerusakan syaraf permanen dan/atau penurunan telur yang permanen.
Gejala mungkin dapat terlihat lebih ringan pada unggas yang divaksinasi.
Gejala klinis yang sama dapat terlihat pada spesies unggas lain, namun
gejala syaraf dan pernafasan dapat lebih menonjol pada beberapa spesies. Pada
burung merpati umumnya gejala yang dapat terlihat berupa diare, sesak nafas,
konjungtivitis dan gejala syaraf, sedangkan pada angsa dan itik biasanya infeksi
bersifat subklinis tetapi dapat juga timbul gejala syaraf, diare, anoreksia, dan mati
mendadak. Pada unggas air gejala pernafasan jarang terlihat (OIE 2008).

10

a

b

c

d

Gambar 4 Gejala klinis ayam yang terinfeksi Newcastle Disease. Peradangan
pada selaput mata (konjungtivitis), edema, pembengkakan jaringan
dikepala dan leher (a), tortikolis (b), kelumpuhan pada sayap dan/atau
kaki (c), bentuk telur abnormal (d) (Buckles et al. 2005; USDA 2013)
Perubahan Patologi Anatomi (PA)
Lesi yang signifikan biasanya ditemukan pada unggas yang diinfeksi oleh
galur velogenik. Kepala atau daerah periorbital membengkak, dan jaringan
interstisial pada leher edematous, terutama didekat toraks. Kongesti atau hemoragi
terlihat pada faring bagian bawah dan mukosa orofaring, dan dipteritis membran
kadang terjadi pada orofaring dan esophagus. Perubahan PA ditandai dengan
adanya ptechie pada proventrikulus, ventrikulus, usus (peyer’s patches), seka
tonsil, orofaring, dan paru-paru merupakan perubahan patognomonis pada
penyakit ND (Kencana et al. 2012). Timus dan bursa juga mengalami hemoragi,
tetapi sulit terlihat pada unggas dewasa. Limpa membengkak, rapuh dan merah
kehitaman atau belang-belang. Nekrosis pankreas dan pulmonary edema dapat
terlihat pada beberapa unggas. Pada beberapa burung yang mati mendadak akibat
infeksi ND biasanya lesi yang terlihat hanya sedikit atau tidak ada. Pada ayam
yang diinfeksi dengan galur tidak virulen, lesi yang muncul hanya kongesti dan
ada eksudat pada organ pernafasan, kantung hawa yang menebal dan kehitaman.

11

a

b

c

d

e

f

Gambar 5 Perubahan anatomi patognomonis pada infeksi Newcastle Disease.
Ptechie pada proventrikulus (a), ventrikulus (b), usus (c), seka tonsil
(d), orofaring (e), dan paru-paru (f) (Buckles et al. 2005)
Morbiditas dan Mortalitas
Tingkat morbiditas dan mortalitas sangat bervariasi tergantung virulensi dari
galur virus dan kerentanan induk semang. Pada peternakan unggas yang diinfeksi
virus galur lentogenik dan mesogenik, tingkat mortalitas dapat mencapai 10%,
sedangkan isolat velogenik memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas mencapai
100% pada ayam yang tidak divaksinasi. Pada peternakan unggas didaerah
endemik yang divaksinasi tingkat mortalitas berkisar 30–90% (OIE 2008). Pada
infeksi yang disertai infeksi lain, keparahan penyakit dapat meningkat dan
menimbulkan tingkat kematian lebih besar.

12
Diagnosis
Tujuan dilakukan diagnosis terhadap infeksi ND adalah untuk memperoleh
bukti pendukung dalam penyidikan secara epidemiologi. Diagnosis sementara ND
dilakukan berdasarkan atas pemeriksaan epidemiologi, gejala klinis, dan
perubahan patologi anatomi yang patognomonis, sedangkan metode isolasi virus
pada telur ayam berembrio (TAB) masih merupakan ‘gold standard’ untuk
identifikasi VND (Hines dan Miller 2012).

Diferensial Diagnosa
Diferensial diagnosa ND velogenik untuk gejala yang muncul seperti
septisemia, enteritis, gangguan pernafasan dan/atau gejala syaraf adalah fowl
cholera, highly pathogenic avian influenza (HPAI), laryngotracheitis, fowl pox
bentuk dipteritic, psittacosis, mycoplasmosis, infectious bronchitis (IB),
aspergillosis, dan masalah manajemen seperti kekurangan air dan pakan serta
kurang ventilasi, dan diferensial diagnosa infeksi VND pada burung peliharaan
adalah penyakit psittacosis, Penyakit patheco’s, salmonellosis, adenovirus,
defisiensi nutrisi dan juga infeksi Paramyxovirus lainnya (OIE 2008).

Diagnosis Laboratorium
Peneguhan diagnosis ND dapat dilakukan dengan beberapa metode,
diantaranya adalah:
Isolasi Virus
Telur yang sering digunakan untuk isolasi virus adalah telur ayam
berembrio specific pathogen free (SPF) umur 9–11 hari, karena dianggap sebagai
inang yang paling sensitif untuk isolasi virus dan dapat digunakan pada semua
tipe sampel (organ, usapan kloaka/orofaring).

Uji Hemaglutinasi (HA) dan Uji Hambatan Hemaglutinasi (HI)
Salah satu cara untuk mengidentifikasi virus ND adalah dengan uji hemaglutinasi
(HA). Aktifitas HA terdapat pada 10 serotipe Avian Paramyxovirus (APMV) dan
16 subtipe Avian Influenza (AI) (Cattoli et al. 2009; OIE 2012), sehingga untuk
konfirmasi VND dilanjutkan dengan uji hambatan hemaglutinasi (HI)
menggunakan antisera poliklonal spesifik terhadap ND. Menurut Alexander et al.
(2004) prinsip dari uji HI adalah proses aktifitas aglutinasi sel darah merah oleh
hemaglutinin pada envelope virus dapat dihambat oleh antibodi yang spesifik. Uji
HI adalah uji serologi yang paling sering digunakan untuk identifikasi VND
(Aiello et al. 2003).

13
Karakterisasi Sifat Virus Newcastle Disease dengan Uji Waktu Elusi
Penentuan patogenisitas galur VND dapat dilakukan dengan uji waktu elusi.
Waktu elusi adalah waktu yang dibutuhkan neuraminidase untuk menguraikan
ikatan hemaglutinin dengan reseptor sel darah merah pada saat terjadi
hemaglutinasi. Perbedaan nilai waktu elusi yang signifikan dapat digunakan untuk
membedakan galur VND di lapangan. Menurut Ezeibe dan Ndip (2005) virus
patotipe velogenik mempunyai waktu elusi 84–189 menit, sedangkan virus
mesogenik 43–78 menit, dan virus lentogenik (LaSota ) 20–45 menit. Menurut
Wibowo et al. (2012) beberapa galur VND dapat menunjukkan elusi cepat dengan
waktu kurang dari 24 jam tetapi beberapa galur menunjukkan elusi lambat, yaitu
lebih dari 24 jam.

Deteksi Virus Newcastle Disease dengan Teknik Molekuler
Pada saat ini teknik diagnostik untuk mendeteksi virus ND dari spesimen
klinis sudah dikembangkan yaitu menggunakan teknik Reverse Transcription
Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Creelan et al. (2002) mengembangkan
teknik one-step RT-PCR sebagai metode yang cepat dan spesifik untuk
mendeteksi RNA dan menentukan tipe galur APMV-I menggunakan gen fusion
(F) dari sampel klinis asal unggas, sedangkan Wise et al. (2004) mengembangkan
teknik Real Time Reverse Transcription Polimerase Chain Reaction (rRT-PCR)
menggunakan primer dan probe yang didesain untuk mendeteksi sekuens daerah
lestari (conserve) dari gen matrix (M) dan gen fusion (F). Kim et al. (2008)
mengembangkan teknik rRT-PCR untuk mendeteksi APMV-1 kelas I
menggunakan gen large RNA-directed RNA polymerase (L) dengan
mengkombinasikan pasangan primer untuk APMV-1 kelas I dan II. Terdapat dua
jenis pengujian rRT-PCR untuk deteksi VND yang telah divalidasi oleh United
States Department of Agriculture (USDA) yaitu rRT-PCR menggunakan gen
matrix (M) dan gen fusion (F). Penggunaan gen M adalah untuk screening test
semua galur APMV-1, sedangkan gen F adalah untuk membedakan VND
virulensi tinggi (mesogenik/velogenik) dengan VND virulensi rendah (lentogenik
dan virus vaksin) (Kim et al. 2006). Menurut Gohm et al. (2000) sampel jaringan
dan feses dapat digunakan untuk deteksi VND dengan PCR. Referensi pasangan
primer dan probe yang digunakan untuk rRT-PCR dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Pasangan primer dan probe untuk mendeteksi virus Newcastle Disease
Gen target

Primer
/probe

APMV-1
(Matrix)

M+4100
M+4169
M-4220

vNDV
(fusion)

F + 4839
F + 4894
F - 4939

Sekuen
(5’→3’)

Ukuran
fragmen

Referensi

AGTGATGTGCTCGGACCTTC
FAM-TTCTCTAGCAGTGGGACAGCCTGC-[BHQ]
CCTGAG GAG AGG CAT TTG CTA

121 bp

CVL
(2007)

TCCGGAGGATACAAGGGTCT
FAM-AAGCGTTTCTGTCTCCTTCCTCCA-TAMRA
AGCTGTTGCAACCCAAG

101 bp

Wise et al.
(2004)

14

Sampel untuk Pengujian
Isolasi VND diambil menggunakan usapan orofaring dan kloaka pada
unggas hidup. Jika sampel usapan tidak memungkinkan untuk diambil, maka feses
segar juga dapat digunakan sebagai sampel. Pengambilan sampel usapan orofaring
dan kloaka sebaiknya dilakukan pada saat stadium awal penyakit dimana unggas
sudah menunjukkan gejala sakit, karena masa inkubasi ND adalah 2–15 hari dan
pada masa ini virus akan diekskresikan melalui orofaring dan kloaka. Selain itu
sampel organ juga bisa diambil seperti limpa, orofaring, paru-paru, usus (terutama
caecal tonsil), hati, ginjal, jantung dan otak (OIE 2012). Usapan oronasal bisa
diambil pada unggas yang baru mati. Jaringan dapat dikoleksi secara terpisah atau
dipool, biasanya sampel usus dipisahkan tersendiri, kemudian sampel-sampel
tersebut disimpan pada suhu dingin (-80 oC), dan sampel usapan disimpan
menggunakan media. Jaringan dan feses diambil digunakan untuk RT-PCR dan
uji molekuler lainnya, sedangkan sampel serum digunakan untuk uji serologi.

Pencegahan dan Pengendalian Newcastle Disease
Tindakan vaksinasi merupakan langkah yang tepat sebagai upaya
pencegahan terhadap penyakit ND. Prinsip vaksinasi terhadap penyakit virus
adalah untuk mendapatkan respon imun terhadap virus sehingga tidak terinfeksi
penyakit. Jenis vaksin yang digunakan untuk vaksinasi ND ada 2 yaitu vaksin
aktif dan inaktif. Vaksin aktif adalah vaksin ND yang mengandung VND yang
telah dilemahkan melalui pasase dengan cara VND diinokulasi beberapa kali
pada telur ayam berembrio. Vaksin aktif yang digunakan ada dua yaitu vaksin
aktif lentogenik dan vaksin aktif mesogenik. Vaksin aktif lentogenik biasanya
berasal dari virus-virus lapang yang mempunyai patogenisitas rendah tetapi
menghasilkan respon imun yang cukup, contoh galur virus vaksin ini antara lain
B1, LaSota, galur F, V4 dan Ulster 2C. Selain vaksin aktif lentogenik yang sering
digunakan adalah vaksin aktif mesogenik, contoh galur virus vaksin ini adalah
Komarov dan Mukteswar. Penggunaan vaksin ini masih menyebabkan efek
postvaksinasi yang cukup keras jika diberikan pada kelompok unggas yang belum
pernah divaksinasi, sehingga vaksin ini biasanya digunakan sebagai vaksin kedua
setelah vaksinasi pertama dengan vaksin strain lentogenik. Vaksin aktif
mesogenik belum digunakan di Indonesia. Vaksin aktif lentogenik dapat diberikan
melalui air minum, spray (aerosol), tetes (mata atau hidung), sedangkan vaksin
aktif mesogenik diberikan dengan cara inokulasi pada kulit dibawah sayap (OIE,
2012). Keuntungan pemberian vaksin melalui air minum adalah aplikasi mudah
untuk dilakukan karena vaksin bisa dicampur langsung ke dalam air minum,
sedangkan dengan metode spray keuntungannya adalah dapat meminimalkan
handling sehingga unggas tidak stres, respon mukosal baik dan tidak mahal.
Kekurangan metode vaksinasi melalui air minum dan spray adalah kemungkinan
dosis vaksin yang diterima tiap individu ayam tidak sama, sehingga respon imun
yang dihasilkan tidak seragam. Pemberian vaksin melalui tetes mata dan hidung
keuntungannya adalah efektif, akurat dan dapat menimbulkan imunitas baik
humoral maupun mukosal. Vaksin inaktif adalah vaksin ND yang mengandung

15
VND yang telah diinaktifkan dengan cara ditambahkan formaldehyde atau betapropiolactone (OIE, 2012). Galur virus yang digunakan untuk vaksin inaktif
adalah velogenik. Vaksin inaktif biasanya diberikan setelah vaksin aktif dan
pemberiannya dilakukan dengan cara injeksi intramuskular. Keuntungan
pemberian vaksinasi inaktif adalah titer antibodi yang dihasilkan tinggi dan lebih
lama (6–12 bulan) serta dapat diturunkan pada keturunannya. Kekurangan
penggunaan vaksin inaktif adalah harganya relatif mahal dan aplikasinya harus
dilakukan secara individual. Program vaksinasi ND yang secara umum diterapkan
yaitu (1) pada ayam broiler, pemberian vaksin dilakukan melalui aerosol atau tetes
mata pada anak ayam umur sehari dengan menggunakan vaksin Hitchner B1 dan
dilanjutkan dengan booster melalui air minum atau aerosol, (2) pada ayam
indukan (parent stock), pemberian vaksin dilakukan menggunakan vaksin aktif
(Hitchner B1) secara aerosol atau tetes mata pada hari ke-10. Vaksinasi
berikutnya dilakukan pada umur 24 hari dan 8 minggu dengan vaksin Hitchner B1
atau LaSota melalui air minum, diikuti dengan pemberian vaksin inaktif (killed)
pada umur 18–20 minggu. Vaksin inaktif ini dapat diberikan lagi pada umur 45
minggu, tergantung kepada titer antibodi flok ayam, resiko terjangkitnya penyakit
dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan pemeliharaan (OIE 2012;
Alexander dan Senne 2008a)
Selain vaksinasi, tindakan lain adalah sanitasi, biosekuriti dan manajemen
yang baik dapat mencegah infeksi VND pada peternakan unggas. Unggas yang
dipelihara tidak diperbolehkan untuk kontak dengan unggas lain yang status
kesehatannya belum jelas. Selain itu pekerja kandang dilarang kontak dengan
unggas diluar peternakan.
Eradikasi wabah ND dilakukan dengan karantina, pengendalian lalu lintas,
depopulasi semua unggas yang terinfeksi dan terpapar virus, pencucian dan
desinfeksi. Jenis desinfektan yang dapat digunakan adalah chlorhexidine, sodium
hypochlorite (6%), phenolic dan oxidizing agent (CFSPH 2005). Program
eradikasi juga harus disertai juga dengan kontrol serangga dengan insektisida.

Situasi Perunggasan dan Kejadian Newcastle Disease di Kabupaten Subang
Subang adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang secara
geografis terletak di antara 10731°–10754° Bujur Timur dan 611°–649° Lintang
Selatan. Wilayah Kabupaten Subang berbatasan dengan Laut