KAJIAN TANDA KEBERADAAN TIDAK LANGSUNG KELELAWAR PEMAKAN BUAH (Megachiroptera) DI SUB BLOK PERHUTANAN SOSIAL HUTAN PENDIDIKAN KONSERVASI TERPADU TAHURA WAN ABDUL RACHMAN

(1)

ABSTRAK

KAJIAN TANDA KEBERADAAN TIDAK LANGSUNG KELELAWAR PEMAKAN BUAH (Megachiroptera) DI SUB BLOK PERHUTANAN SOSIAL

HUTAN PENDIDIKAN KONSERVASI TERPADU TAHURA WAN ABDUL RACHMAN

Oleh Edo Firnanda

Studi tentang sisa pakan kelelawar pemakan buah telah dilaksanakan di Sub Blok Perhutanan Sosial Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman pada bulan Desember 2014 sampai Maret 2015. Survei langsung dilakukan untuk tanda keberadaan tidak langsung dan Jaring kabut dilakukan untuk mengetahui jenis kelelawar. Tiga jenis kelelawar pemakan buah yang ditemukan dari famili Pteropodidae yaitu Cynopterus horsfieldii, Cynopterus sphinx dan Macroglossus sobrinus. Tujuh jenis tumbuhan sisa pakan kelelawar dengan enam jenis dikonsumsi daging buah dan satu jenis dikonsumsi bagian daun. Jenis tumbuhan pakan tersebut meliputi luwingan (Ficus hispida), duku (Lancium domesticum), jambu bol (Syzygium malaccense), jambu air (Syzygium aqueum), jambu biji (Psidium guajava), ketapang (Terminalia cattapa), dan dadap (Erythrina lithosperma). Buah luwingan (Ficus hispida) adalah buah yang paling banyak dijadikan kelelawar sebagai pakannya.

Kata kunci : Kelelawar pemakan buah, tanda keberadaan tidak langsung, Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu, Tahura Wan Abdul Rachman.


(2)

ABSTRACT

INDIRECT SIGNS OF FRUIT BATS IN SUB BLOK PERHUTANAN SOSIAL HUTAN PENDIDIKAN KONSERVASI TERPADU

TAHURA WAN ABDUL RACHMAN

By Edo Firnanda

Study on fruit bats’ food remains was conducted in Sub Blok Perhutanan Sosial

Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman in December 2014–March 2015. Direct survey was done for indirect signs and mist net for bat species. Three bats species found were family Pteropodidae, Cynopterus horsfieldii, Cynopterus sphinx and Macroglossus sobrinus. Seven food remains identified were six fruits and one leaf. The food plants are luwingan (Ficus hispida), duku (Lancium domesticum), jambu bol (Syzygium malaccense), jambu air (Syzygium aqueum), jambu biji (Psidium guajava), ketapang (Terminalia cattapa), and dadap (Erythrina lithosperma). Luwingan (Ficus hispida) is the most consumed.

Keywords: Fruit bats, indirect signs, Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu, Tahura Wan Abdul Rachman.


(3)

KAJIAN TANDA KEBERADAAN TIDAK LANGSUNG KELELAWAR PEMAKAN BUAH (Megachiroptera) DI SUB BLOK PERHUTANAN

SOSIAL HUTAN PENDIDIKAN KONSERVASI TERPADU TAHURA WAN ABDUL RACHMAN

Oleh Edo Firnanda

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEHUTANAN

Pada

Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Segala puji hanya milik Allah SWT, penulis dilahirkan di Way Jepara Lampung Timur pada tanggal 1 Februari 1991, merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Muharor dan Ibu Amnah Dewi. Jenjang studi dimulai pada tahun 1997 dari SD Negeri 1 Braja Sakti selesai pada tahun 2003, melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Way Jepara dan selesai pada tahun 2006. Melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Way Jepara dan selesai pada tahun 2009. Tahun 2009 penulis terdaftar sebagi mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Mandiri.

Selama menjadi mahasiswa di Universitas Lampung, penulis pernah melakukan turun

lapang di Cagar Alam Anak Gunung Krakatau, Hutan Repong Damar Pahmungan Krui,

Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman, Taman Nasional Way Kambas, dan Taman

Nasional Bukit Barisan Selatan. Penulis pernah mengikuti Kuliah Lapang Kehutanan

(KLK) dengan mengunjungi Museum Manggala Wanabakti Jakarta, Seameo Biotrop

Bogor, Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, dan Pusat Penelitian dan

Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Bogor. Tahun 2012 penulis melakukan Praktek Umum selama ± 1 bulan di KPH Purwakarta BKPH Pangkalan, Jawa Barat dan selama ± 1 bulan di Taman Nasional Way Kambas Resort Plang Ijo pada tahun


(7)

yang sama. Penulis juga pernah melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama ± 40 hari di Desa Suma Mukti Kecamatan Way Tuba Kabupaten Way Kanan pada tahun 2013. Selain menjalani perkuliahan sebagai peningkatan hardskill penulis juga aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan sebagai wadah pembelajaran dan peningkatan kapasitas softskill. Penulis aktif menjadi anggota utama Himasylva (Himpunan Mahasiswa Jurusan Kehutanan) Universitas Lampung serta selama menjadi mahasiswa terdaftar sebagai anggota Sylva Indonesia.


(8)

PERSEMBAHAN

Dengan kerendahan hati kupersembahkan karya kecil ini kepada kedua

orangtuaku, Ayahanda (Muharor) dan Ibunda (Amnah Dewi) tercinta

yang telah memberikan tetes keringat dan air mata, selalu berdoa untuk

keberhasilan, kasih sayang yang belimpah dan tak kenal lelah. Kakakku

(Eka Istifayudha) (Eva Restia) dan adikku (Echi Septiara) (Eccha Nanda Putri)

tercinta yang senantiasa menantikan keberhasilanku. Seseorang yang selalu

dihati (Ginda Mutiara Subing) terima kasih atas perhatian yang diberikan.

Seluruh keluarga besar, Sahabat, serta Almamater tercinta.

Saudara- saudaraku se-angkatan 2009 (Forestafariant 09) terimakasih atas

bantuan dan motivasi yang diberikan selama ini, serta kebersamaan yang

takkan pernah terlupakan mulai dari awal di Kehutanan hingga sekarang.


(9)

OTO

Tiada suatu kesusahan pun melainkan pasti akan ada akhirnya

dan tiada suatu keadaan pahit pun yang dialami oleh seseorang,

melainkan akan datang sesudahnya keadaan lainnya yang manis.

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

(Q.S. Al Insirah 94:6)

Seseorang yang optimis akan melihat adanya kesempatan

dalam setiap malapetaka, sedangkan orang pesimis

melihat malapetaka dalam setiap kesempatan.

(Nabi Muhammad SAW)

Ku olah kata, ku baca makna, ku ikat dalam alinea, ku bingkai dalam bab

sejumlah lima, jadilah mahakarya, gelar sarjana ku terima,

orangtua pun bahagia.

(Edo Firnanda)


(10)

SANWACANA

Asslamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Kajian Tanda Keberadaan Tidak Langsung Kelelawar Pemakan Buah (Megachiroptera) Di Sub Blok Perhutanan Sosial Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman” skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW, dengan harapan di hari akhir akan mendapatkan syafa’atnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini disebabkan oleh keterbatasan yang ada pada penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna langkah penulis berikutnya yang lebih baik. Namun terlepas dari keterbatasan tersebut, penulis mengharapkan skripsi ini akan bermanfaat bagi pembaca.

Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan saran berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si. selaku Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas


(11)

bimbingan, arahan, dan motivasi yang telah diberikan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

2. Ibu Dra. Elly Lesrtari Rustiati, M.Sc sebagai pembimbing kedua atas bimbingan, arahan, dan motivasi yang telah diberikan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., dosen penguji atas saran dan kritik serta bimbingan yang telah diberikan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Abah Adik dan Eka Sulpin Ariyanti S.Si sebagai pebimbing lapangan.

6. Radit, Andre, Gilang, Nazori dan Adit yang telah membantu pengumpulan data.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka semua yang telah diberikan kepada penulis. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Bandar Lampung, 10 Juli 2015


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Kerangka Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA... 7

A. Biologi Kelelawar ... 7

B. Morfologi Kelelawar ... 9

C. Penyebaran Jenis Kelelawar... 11

D. Perilaku Kelelawar ... 11

E. Perilaku Makan Kelelawar ... 13

F. Peranan Kelelawar ... 14

G. Identifikasi Kelelawar ... 15

III. METODE PENELITIAN... 18

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

B. Alat dan Obyek Penelitian ... 19

C. Batasan Penelitian ... 20

D. Jenis data ... 20

E. Cara Pengumpulan Data... 21

F. Analisis Data ... 22

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 23

A. Status Hutan Pendidikan ... 23

B. Kondisi Biologi ... 23

C. Topografi dan Tanah ... 24

D. Hidrologi ... 25


(13)

ii

F. Vegetasi... 26

G. Aksesibilitas ... 27

H. Gambaran Umum Lokasi Hutan Pendidikan ... 28

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 29

A. Tanda Tidak Langsung Keberadaan Kelelawar ... 29

1. Jenis tumbuhan sisa pakan kelelawar... 29

2. Perbedaan sisa pakan kelelawar dengan satwa lain ... 31

3. Karakteristik tumbuhan sisa pakan kelelawar... 33

B. Titik Sebaran Penemuan Sisa Pakan Kelelawar... 39

C. Pengenalan Kelelawar Pemakan Buah... 40

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 44

A. Kesimpulan ... 44

B. Saran... 44 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jenis tumbuhan pakan kelelawar di Sub Blok Perhutanan Sosial Hutan


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan alir kerangka pemikiran kajian tanda keberadaan tidak langsung kelelawar pemakan buah di Sub Blok Perhutanan Sosial Hutan

Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR ... 6

2. Morfologi kelelawar ... 8

3. Ukuran tubuh kelelawar... 10

4. Peta lokasi penelitian di Sub Blok Perhutanan Sosial Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR... 18

5. Bentuk sisa pakan kelelawar yang ditemukan di Sub Blok Perhutanan Sosial Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR... 30

6. Bekas gigitan pada kulit buah duku (Lancium domesticum) sisa pakan kelelawar ... 32

7. Bekas gigitan pada buah kakao sisa pakan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) ... 32

8. Buah luwingan (Ficus hispida) sisa pakan kelelawar... 33

9. Buah duku (Lancium domesticum) sisa pakan kelelawar ... 34

10. Buah jambu bol (Syzygium malaccense) sisa pakan kelelawar... 35

11. Buah jambu air (Syzygium aqueum) sisa pakan kelelawar ... 36

12. Buah jambu biji (Psidium guajava) sisa pakan kelelawar ... 37

13. Buah ketapang (Terminalia cattapa) sisa pakan kelelawar ... 37

14. Daun dadap (Erythrina lithosperma) sisa pakan kelelawar ... 38

15. Titik sebaran penemuan sisa pakan kelelawar di Sub Blok Perhutanan Sosial Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR ... 39

16. Persemaian tumbuhan kopi (Coffea arabica) ... 40

17.Cynopterus horfieldiiyang ditemukan di Sub Blok Perhutanan Sosial Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR... 41

18.Cynopterus Sphinxyang ditemukan di Sub Blok Perhutanan Sosial Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR... 42

19.Macroglossus sobrinusyang ditemukan di Sub Blok Perhutanan Sosial Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR... 43


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, budaya, pariwisata dan rekreasi (UU No. 5 Tahun 1990). Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR)ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 679/Kpts-II/1999, 1 September 1999 memiliki luas 22.249,31 Ha dengan potensi sumber daya alam yang terdapat didalamnya berupa keanekaragaman tumbuhan dan satwa, objek wisata alam, perbukitan dan pegunungan serta sungai dan anak sungai didalamnya merupakan wilayah kawasan hutan yang mempunyai karakter dan fungsi strategis dalam menunjang pembangunan di wilayah Provinsi Lampung (Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, 2009).

Hutan pendidikan merupakan wahana bagi masyarakat khususnya pelajar, mahasiswa dan peneliti untuk mempelajari hutan dan hubungan timbal balik antar komponen ekosistemnya. Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu (HPKT) berada di dalam kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Hutan pendidikan ini merupakan wujud dari perjanjian kerjasama antara Dinas


(17)

2

Kehutanan Propinsi Lampung dengan Fakultas Pertanian Universitas Lampung dengan luas 1.143 ha (UPTD Tahura WAR, 2009).

Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman mempunyai 2

blok yang terdiri dari Blok Lindung dan Blok Perhutanan Sosial. Pada Sub Blok

Lindung umumnya berada pada daerah perbukitan dan didominasi oleh pohon-pohon

kehutanan, sedangkan Sub Blok Perhutanan Sosial merupakan areal kawasan yang dikelola oleh masyarakat dan dijadikan lahan usaha pertanian, tanaman semusim dan pemeliharaan tanaman komoditas perkebunan seperti kopi, cokelat dan tanaman buah-buahan (UPTD Tahura, 2009). Kawasan ini merupakan sumber penghasilan bagi masyarakat dan salah satu sumber pakan bagi kelelawar pemakan buah.

Kelelawar merupakan mamalia kecil yang dapat terbang. Kelelawar termasuk ke dalam ordo Chiroptera dan dibagi menjadi dua sub ordo yaitu sub ordo Megachiroptera dengan satu famili yakni Pteropodidae yang memiliki 163 spesies dan sub ordo Microchiroptera dengan 17 famili yang meliputi 814 spesies (Corbet and Hill, 1992). Suyanto (2001) menyatakan bahwa 205 spesies (21%) dari seluruh spesies kelelawar yang ada di dunia ditemukan di Indonesia. Jumlah jenis ini meliputi 72 spesies kelelawar pemakan buah (Megachiroptera) dan 133 spesies kelelawar pemakan serangga (Microchiroptera).

Kelelawar adalah mamalia yang aktif pada malam hari (nokturnal) sedangkan pada siang hari kelelawar tidur dalam keadaan bergantung terbalik agar memudahkan kelelawar untuk siap terbang bila terancam predatornya. Kelelawar


(18)

3

membutuhkan tempat bertengger untuk melakukan berbagai aktifitasnya seperti tidur, istirahat, makan dan reproduksi (Suyanto, 2001).

Sebagian besar masyarakat menganggap kelelawar sebagai hama perusak tanaman perkebunan maupun pertanian sehingga sering terjadi pengusiran, pembunuhan, atau bahkan perusakan habitat kelelawar. Secara ekologi, kelelawar memiliki peranan penting dalam mengatur keseimbangan ekosistem. Kelelawar pemakan buah berperan dalam polinator penyerbukan bunga pada tanaman dan memencarkan biji dari buah-buahan yang dimakannya, sedangkan kelelawar pemakan serangga berperan dalam mengatur keseimbangan serangga pengganggu tanaman (Suyanto, 2001). Perusakan dan fragmentasi habitat mengakibatkan pengurangan keanekaragaman dan populasi kelelawar karena sifatnya yang peka (Estrada, 2001).

Peranan kelelawar sebagai pemencar biji memungkinkan memiliki pengaruh terhadap penyebaran tanaman hutan dan tanaman pertanian. Keberadaan kelelawar di Tahura belum banyak diketahui, oleh karena itu dilakukan penelitian tentang tanda keberadaan tidak langsung kelelawar pemakan buah berdasarkan sisa pakan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana bentuk tanda keberadaan tidak langsung kelelawar pemakan buah di Sub Blok Perhutanan Sosial Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR ?


(19)

4

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tanda keberadaan tidak langsung kelelawar pemakan buah di Sub Blok Perhutanan Sosial Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai sumber data dan informasi tentang tanda keberadaan tidak langsung kelelawar pemakan buah di Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR.

2. Menjadi dasar ilmiah untuk upaya konservasi, perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian di Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR.

E. Kerangka Penelitian

Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai fungsi pokok sebagai penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Hutan pendidikan merupakan wahana bagi masyarakat khususnya pelajar, mahasiswa dan peneliti untuk mempelajari hutan dan hubungan timbal balik antarkomponen ekosistemnya. Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu (HPKT) berada di dalam kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR khususnya pada sub blok perhutanan sosial merupakan salah satu habitat


(20)

5

kelelawar, kawasan ini membentuk komponen ekosistem bagi habitat kelelawar pemakan buah yang tinggal di tajuk pohon atau di batang pohon sebagai tempat untuk bertahan hidup.

Untuk mengetahui keberadaan kelelawar diperlukan data habitat yang dapat diketahui dengan berbagai cara salah satunya melalui survei tanda-tanda tidak langsung dari kelelawar tersebut. Data habitat dapat diperoleh dari metode survei pendahuluan dan metode rapid asessment yang bertujuan untuk mengetahui keadaan umum habitat. Sedangkan untuk mengetahui tanda-tanda tidak langsung dapat dikumpulkan dari jenis-jenis sisa pakan yang ditemukan dengan metode jelajah.

Data yang akan diperoleh yaitu sisa pakan kelelawar yang berupa biji, buah, daun, dan sepahan. Dengan data tersebut dapat dikaji tentang keberadaan kelelawar pemakan buah di Sub Blok Perhutanan Sosial Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR (Gambar 1).


(21)

6

Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikiran kajian tanda keberadaan tidak langsung kelelawar pemakan buah di Sub Blok Perhutanan Sosial Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR.

Tahura Wan Abdul Rachman

Keberadaan kelelawar

Tanda tidak langsung Habitat kelelawar

Metode survei pendahuluan & metode

Rapid asessment

Metode Langsung (jelajah)

Jenis sisa pakan (Biji, buah, daun dan sepahan)

Kajian tanda keberadaan kelelawar Hutan Pendidikan


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biologi Kelelawar

Kelelawar adalah mamalia dari ordo Chiroptera dengan dua sub ordo yang dibedakan atas jenis pakannya. Ordo Chiroptera memiliki 18 famili, 188 genus, dan 970 spesies yang terbagi dalam sub ordo Megachiroptera dan Microchiroptera. Kelelawar pemakan buah atau Megachiroptera terdiri atas satu famili, yakni Pteropodidae, yang mencakup 41 genus dan 163 spesies, sedangkan Microchiroptera atau kelelawar pemakan serangga memiliki keanekaragaman yang besar dengan 17 famili, 147 genus, dan 814 spesies (Corbet and Hill, 1992).

Jenis kelelawar yang telah diketahui di Indonesia sekitar 205 spesies, yang terbagi di dalam 9 famili dan 52 genus. Kesembilan famili tersebut adalah Pteropodiae, Megadermatidae, Nycteridae, Vespertilionidae, Rhinolophidae, Hipposideridae, Embllonuridae, Rhinopomatidae, dan Molossidae (Suyanto, 2001).

Kelelawar adalah satu-satunya mamalia yang dapat terbang. Chiroptera berarti

memiliki “sayap tangan” karena kaki depannya termodifikasi sebagai sayap. Perbedaan nyata antara sayap burung dan sayap kelelawar adalah pada perluasan tubuhnya yang berdaging dan sayapnya tidak berbulu yang terbuat dari membran elastis berotot. Sayap ini dinamakan patagium, yang membentang dari tubuh sampai jari kaki depan, kaki belakang dan ekor (Medway, 1978) (Gambar 2).


(23)

8

Gambar 2. Morfologi kelelawar. Sumber: Djuri dan Madya (2009).

Pada kelelawar betina patagium berfungsi untuk memegang anaknya yang baru dilahirkan dengan posisi kepala di bawah. Selain untuk terbang, sayap kelelawar berfungsi untuk menyelimuti tubuhnya ketika bergantung terbalik (Standbury, 1970). Ukuran tubuh dari jenis-jenis Megachiroptera relatif besar, memiliki telinga luar yang sederhana tanpa tragus, jari kedua kaki depan bercakar, dan mata berkembang dengan baik. Cakar yang terdapat pada kedua kaki depan ini merupakan adaptasi dari jenis pakan yang berupa berbagai jenis buah-buahan (Feldhamer, 1999).

Saat terbang kelelawar membutuhkan oksigen lebih banyak dibandingkan saat tidak terbang. Saat terbang kelelawar membutuhkan 24 ml oksigen /gram bobot tubuhnya, sedangkan saat tidak terbang membutuhkan 7 ml oksigen/ gram bobot tubuhnya. Denyut nadi pada saat terbang pun berdetak lebih kencang yaitu 822


(24)

9

kali/menit, sedangkan saat istirahat berdetak 522 kali/menit. Untuk mendukung kebutuhan akan oksigen yang tinggi, jantung kelelawar berukuran relatif lebih besar dibandingkan dengan kelompok lain. Jantung kelelawar berukuran 0,09% dari bobot tubuhnya, sedangkan hewan lainnya hanya 0,05% dari bobot tubuhnya (Suyanto, 2001).

B. Morfologi Kelelawar

Secara morfologi terdapat perbedaan antara Megachiroptera dan Microchiroptera. Microchiroptera menggunakan ekolokasi yang rumit untuk orientasi (navigasi) dan tidak menggunakan penglihatan saat terbang serta umumnya memiliki mata yang kecil. Megachiroptera lebih menggunakan penglihatan saat terbang, memiliki mata yang menonjol dan terlihat dengan jelas, meskipun ada jenis dari genus Rousettus yang menggunakan ekolokasi. Selain itu, sebagian besar Microchiroptera memiliki telinga yang besar dan kompleks, memiliki tragus dan anti tragus yaitu bagian yang menyerupai tangkai dan datar yang terletak dalam telinga. Megachiroptera memiliki kuku pada jari kedua yang tidak dimiliki pada Microchiroptera (Wund and Myers, 2005).

Keragaman ukuran tubuh hewan disebabkan faktor genetik dan lingkungan. Martojo (1992) menyatakan bahwa pengaruh genetik dan lingkungan merupakan dua hal penting untuk menghasilkan keragaman fenotipik pada individu dalan satu kelompok. Pengaruh genetik dan lingkungan yang diekspresikan sebagai fenotipik merupakan hasil dari perpaduan atau interaksi kedua pengaruh tersebut. Menurut Ihdia (2006) faktor lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap ukuran tubuh kelelawar adalah kompetisi untuk mendapatkan pakan. Maryati (2008)


(25)

10

menyatakan bahwa area untuk mencari pakan dan komposisi pakan sangat dipengaruhi musim bunga dan panen buah. Wijayanti (2011) menjelaskan bahwa kelelawar cenderung memilih sarang yang dekat dengan sumber pakan.

Ukuran tubuh luar dapat dijadikan indikator dalam penentuan jenis pada kelelawar. Ukuran dinyatakan dalam satuan milimeter, seperti panjang ekor (E) yang diukur dari pangkal ekor sampai ujung ekor, panjang kaki belakang (KB) yang diukur dari tumit sampai ujung jari terpanjang tanpa cakar, panjang kaki belakang yang diukur dari tumit sampai ujung jari dengan cakar terpanjang, panjang telinga (T) yang diukur pada jarak dari pangkal sampai ujung telinga yang terjauh, panjang betis yang diukur dari lutut sampai pergelangan kaki, panjang lengan bawah sayap (LB) yang diukur dari luar siku sampai sisi luar pergelangan tangan pada sayap melengkung (Gambar 3)(Suyanto, 2001).

Gambar 3. Ukuran tubuh kelelawar. Sumber: Suyanto (2001)

Keterangan: E = panjang ekor T = panjang telinga


(26)

11

C. Penyebaran Jenis Kelelawar

Menurut Vaughan (1978), selain memiliki tingkat adaptasi yang baik, kelelawar juga memiliki daerah penyebaran yang bersifat kosmopolit karena ditemukan hampir di seluruh wilayah di muka bumi kecuali di daerah kutub dan pulau-pulau terisolasi. Standbury (1970), menyatakan kelelawar dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali pada wilayah kutub. Suyanto (2001), menyatakan bahwa di Indonesia dapat ditemukan 205 spesies atau 21% jenis kelelawar dunia yang telah diketahui, sembilan famili dari jenis tersebut termasuk ke dalam 52 genus. Sedangkan menurut Corbet dan Hill (1992) menyatakan bahwa kelelawar dapat ditemukan terbesar di wilayah tropika dan sub tropika.

D. Perilaku Kelelawar

Kelelawar termasuk hewan nokturnal, karena mencari makan pada malam hari dan di siang hari melakukan aktivitas tidur dengan cara bergantung dengan kakinya, menyelimuti tubuhnya dengan sayap ketika dingin dan mengipaskan sayapnya jika keadaan panas. Terdapat dua alasan kelelawar lebih memilih aktif pada malam hari. Pertama, pada siang hari dapat terjadi pengaruh radiasi yang merugikan pada sayap. Sayap yang terkena sinar matahari akan lebih banyak menyerap panas daripada yang dikeluarkan. Hal ini karena sayap kelelawar hanya berupa selaput kulit tipis dan sangat rentan terkena sinar matahari. Kedua, kelelawar telah mengalami proses adaptasi khusus yaitu memiliki indera yang sangat mendukung bagi aktivitas pada malam hari, sehingga dapat menghilangkan persaingan dengan hewan diurnal, seperti burung. Kelelawar sering terlihat makan diatas pohon dan menjatuhkan sisa makanannya ke tanah. Bagi induk yang


(27)

12

memiliki anak, maka induk memberikan makan kepada anaknya sebelum induk tersebut makan (Apriandi, 2004).

Famili Pteropodidae memakan buah, bunga, madu dan serbuk sari dan aktif pada sore hari dan malam hari. Suku ini dapat terbang menempuh jarak yang jauh untuk mencari makan. Sebagian memilih tempat bertengger di pepohonan atau di dinding gua (Corbet and Hill, 1992). Kelelawar pemakan buah sering dijumpai bergantungan pada daerah yang sumber makanannya melimpah. Kondisi kelelawar dapat mencerminkan sumber makanan yang dikonsumsi, seperti dijumpainya serbuk sari di ujung rambut tubuh dan saluran pencernaannya pada kelelawar pemakan serbuk sari dan dijumpainya biji pada saluran pencernaan kelelawar pemakan buah. Selain pemakan buah, beberapa jenis anggota sub ordo Megachiroptera juga mengkonsumsi nektar bunga (Fleming and Heithaus, 1981).

Beberapa jenis kelelawar hidup secara berkoloni, berkelompok kecil, berpasangan, dan bahkan hidup soliter (Corbet and Hill, 1992). Nowak (1995), menyatakan bahwa pada umumnya kelelawar berkembang biak hanya satu kali dalam setahun dengan masa kehamilan 3 – 6 bulan, dan hanya bisa melahirkan satu ekor kelelawar setiap periode kelahiran. Kelelawar muda yang baru dilahirkan mempunyai berat yang dapat mencapai 25 – 30% dari berat induknya, lebih besar dari bayi manusia yang hanya mencapai 5% dari bobot tubuh induknya. Berbeda dengan jenis mamalia lain, kelelawar lebih lama dalam menyusui anaknya.

Pada musim dingin di kawasan sub tropis, kelelawar tidur dan mampu menurunkan laju metabolisme tubuhnya sehingga bisa bertahan hidup tanpa


(28)

13

makan. Keadaan seperti ini disebut sebagai masa dorman. Menurut Constantine (1970), kelelawar masih mampu bertahan hidup pada kadar amonia sebesar 5000 ppm dan karbon dioksida sebesar 21.000 ppm, atau setara dengan 50 kali kadar karbon dioksida dalam keadaan normal. Disisi lain kemampuan manusia untuk bertahan hidup pada kadar karbon dioksida yang sama hanya 25 %, dan hanya mampu bertahan selama satu jam dalam kadar amonia sebesar 100 ppm.

E. Perilaku makan Kelelawar

Hampir 260 jenis kelelawar masuk kedalam kelompok frugivora dan nektavora. Frugivora adalah kelompok hewan pemakan buah-buahan sedangkan nektavora adalah kelompok hewan pemakan nektar. Kelompok tersebut masuk dalam famili Pteropodidae di dalam area Old World dan beberapa anak famili dari Phyllostomidae di dalam areaNew Word(Nowak, 1994).

Mamalia yang termasuk frugivora cenderung membawa, memakan, dan menelan buah kemudian mensekresikan fases yang mengandung biji. Biji yang termakan biasanya tercenderung mempunyai rata-rata waktu semai lebih tinggi dari pada biji yang tidak termakan (Voughan, Terry, James and Nicholas, 2000). Moermond dan Denslow (1985) menyatakan bahwa mamalia frugivora harus memakan sebanyak dua gram buah setiap gram berat tubuh. Flemming (1988) memperkirakan bahwaCarollia perspicillatamembutuhkan 4,7 kilo kalori/malam mg dan 14 miligram nitrogen dari protein untuk menyeimbangkan energinya. Selain itu kelelawar akan memakan 6 buah Chlorophola tinctoria dan 80 buah Ficus ovalis. Kelelawar membutuhkan energi dan nitrogen dengan kombinasi


(29)

14

makanannya. Oleh karena itu, kelelawar akan mengurangi aktivitas hariannya hanya untuk aktivitas makan guna mendapatkan protein tinggi (Flemming, 1988).

Buah mempunyai daya tarik sehingga kelelawar dapat tertarik untuk datang dan melakukan interaksi. Hal ini jelas dari kesukaan kelelawar tersebut. Buah mempunyai variasi rasa dan kekerasan antara masam keras hingga manis lunak. Kelelawar mempunyai perilaku dan indera yang dapat mengetahui hal ini. Kelelawar pemakan buah mempunyai organ olfaktori yang tajam. Buah yang disukai kelelawar cenderung berbau apek (Pijl, 1990).

Menurut Yustian (2012) Kelelawar cendreung makan buah yang mempunyai warna pucat kekuningan. Hal ini didukung dengan pernyataan Kunz and Parson (2009) bahwa organ mata kurang berkembang sehinnga kelelawar tidak dapat menangkap cahaya yang menyolok. Pakan kelelawar yang sering ditemukan antara lain Termenalia bellrica, Termenalia cattapa, Syzygium spp., Nephelium spp.,Strombosia javanica,Mangifera sp.,Ficus sp.,Piper aduncum,Solanum sp., Achras zapota, buah rau,Psidium guajava,Erithryna indica danCeiba petandra. Dari jenis pakan-pakan tersebut masuk kedalam famili Combrataceae, Mytaceae, Sapindaceae, Anacardiaceae, Moraceae, Piperceae, Olaceae, Fabaceae, dan Bombaceae (Yustian, 2012).

F. Peranan Kelelawar

Kelelawar memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Kelelawar pemakan buah dan nektar memainkan peranan penting secara ekologi sebagai penyebar biji dan penyerbuk (Dumont and Reilly, 2004). Kelelawar


(30)

15

merupakan penyebar biji buah-buahan seperti sawo (Manilkara kauki), jambu air (Eugenia aquea), jambu biji (Psidium guajava), duwet (Eugenia cuminii) dan cendana (Santalum album). Jenis kelelawar yang memiliki peranan ini mayoritas adalah jenis dari famili Pteropodidae. Kelelawar juga berperan sebagai penyerbuk bunga dari tanaman bernilai ekonomis seperti durian (Durio zibethinus), bakau (Rhizophora conjugate), kapuk (Ceiba pentandra) dan mangga (Mangifera indica) (Satyadharma, 2007 ; Maryati, 2008). Penyerbukan bunga terbantu dengan keberadaan kelelawar, saat kelelawar memasukkan kepalanya ke dalam kelopak bunga untuk memakan madu. Serbuk benang sari bunga tersebut akan menempel di rambut kelelawar dan membuahi bunga berikutnya yang dikunjungi oleh kelelawar (Satyadharma, 2007).

Di daerah tropis kira-kira terdapat 300 tanaman yang pembuahannya tergantung kelelawar dan diperkirakan 95% regenerasi hutan dilakukan oleh kelelawar jenis pemakan buah dan madu (Satyadharma, 2007). Selain itu kelelawar juga berfungsi sebagai obat asma, serta penghasil pupuk guano yang banyak dibutuhkan bagi pertanian. Kelelawar pemakan serangga merupakan predator dan pengendali biologis serangga yang membantu mengurangi serangan hama serangga pada tanaman budidaya (Satyadharma, 2007; Maryati, 2008).

G. Identifikasi kelelawar

Pengetahuan mengenai ciri-ciri penting kelelawar merupakan kunci utama dalam identifikasi jenis. Berikut beberapa ciri penting kelelawar sebagai kunci identifikasi Suyanto (2001) yaitu:


(31)

16

1. Cakar jari kedua: beberapa jenis kelelawar, terutama dari famili Pteropodidae memiliki cakar pada jari kedua, sedangkan kebanyakan kelelawar lain tidak memiliki.

2. Rambut: beberapa jenis kelelawar memiliki rambut sangat jarang, sementara yang lainnya berambut sangat tebal. Warna rambut dapat digunakan sebagai pembeda pada beberapa spesies kelelawar, meskipun tidak semua kelelawar dapat dibedakan berdasarkan warna rambut. Sebagai contoh, Genus Nyctimene terdapat garis coklat/hitam di sepanjang punggung tengah tubuhnya; Stylotenium dan Neopteryx memiliki garis putih pendek pada kening; NyctimenedanBalionycterismemiliki warna totol-totol putih pada sayap.

3. Selaput kulit antar paha: pada kebanyakan kelelawar, terutama pemakan serangga (Microchiroptera), kecuali Rhinopomatidae selaput ini berkembang, sedangkan pada jenislain seperti pemakan buah (Megachiroptera) dan Rhinopomatidae (Microchiroptera) tidak berkembang.

4. Ekor: Kelelawar yang tidak mempunyai ekor atau ekornya sangat mengecil adalah: Pteropus, Acerodon, Harpyionycteris, Styloctenium, Balionycteris, Aethalops, Megaerops, Syconycteris, Thoopterus, Chironax, Macroglossus, Megaderma dan Coelops. Jenis dari genus Nycteris ujung ekor bercabang dan membentuki huruf T.

5. Telinga: bentuk dan ukuran daun telinga serta ada tidaknya tragus dan antitragus merupakan penciri jenis. Demikian pula ukuran dan arah tragus.


(32)

17

Sebagai contoh genus Myotis memiliki bentuk tragus pandjang dan runcing pada ujungnya serta menghadap depan.

6. Lipatan kulit sekitar lubang hidung (Noseleaf): Rhinolophidae dan Hipposideridae memiliki bagian khusus pada wajah, terutama di sekitar lubang hidung yang disebut daun hidung. Daun hidung ini berupa tonjoloan kulit yang terdiri dari tiga bagian yaitu daun hidung belakang (posterior), tengah (intermediate) dan depan (anterior). Sementara, jenis kelelawar lain memiliki daun hidung yang sangat sederhana, hanya berupa lipatan kulit yang kecil tunggal dan tumbuh di ujung moncong saja.

7. Gigi : susunan gigi dapat menjadi penciri jenis-jenis kelelawar. Susunan gigi pada kelelawar terdiri dari: I =Incises(gigi seri); C =Canine(gigi taring); P = Premolar(geraham depan) dan M =Molar(gerahan belakang).

8. Rigi Palatum adalah tonjolan kulit pada langit-langit. Biasanya ada tiga tipe, yaitu: bagian depan berupa garis-garis tidak terputus; bagian tengah berupa garis terputus dan bagian belakang berupa garis-garis yang tidak terputus menyerupai busur. Rumus rigi palatum dibuat berdasarkan jumlah garis pada masing-masing bagian.


(33)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian tentang tanda keberadaan tidak langsung kelelawar pemakan buah telah dilakukan pada bulan Desember 2014 - Maret 2015. Penelitian dilaksanakan di sub blok perhutanan sosial Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR Provinsi Lampung (Gambar 4). Penelitian didampingi oleh Abah Adik dan Eka Sulpin Ariyanti, S.Si sebagai pebimbing lapangan.

Gambar 4. Peta lokasi penelitian di Sub Blok Perhutanan Sosial Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman (UPTD Tahura, 2009).


(34)

19

B. Alat dan Obyek Penelitian

Alat dan obyek yang digunakan dibagi atas dua kelompok yaitu kegiatan inventarisasi kelelawar dan koleksi sisa pakan kelelawar :

1. Pengenalan keanekaragaman Kelelawar

a. Peralatan dalam proses penangkan kelelawar

Jaring kabut (Mist Net), tiang mist net, dan jaring tangan (handnet) yang digunakan sebagai alat untuk menangkap kelelawar. Kantung kelelawar (blacu) untuk menyimpan kelelawar sebelum di identifikasi.

b. Peralatan identifikasi kelelawar

Buku Seri Panduan Lapangan Kelelawar di Indonesia (Suyanto, 2001) dan Bats of Krau Wildlife Reserve (Kingston, Lim Boo Liat and Zubait Akbar, 2006). Kaliper (jangka sorong) digunakan untuk mengukur tubuh kelelawar. Timbangan gantung (pesola) digunakan untuk mengukur berat kelelawar. Penanda kelelawar (wing punch) digunakan untuk memberi lubang pada sayap kelelawar. Lembar kerja digunakan untuk mencatat pada saat identifikasi. Lampu kepala (head lamp)digunakan sebagai penerangan dalam proses penangkapan kelelawar. Kamera Canon EOS 1200D digunakan untuk dokumentasi.

2. Koleksi sisa pakan kelelawar

Alat yang digunakan untuk koleksi sisa pakan kelelawar antara lain, kantung plastik kecil yang digunakan sebagai tempat koleksi sisa pakan, cawan petri yaitu wadah yang berbentuk bulat yang terbuat dari plastik sebagai wadah


(35)

20

sampel sisa pakan kelelawar dan pinset yang digunakan untuk mengambil sampel sisa pakan kelelawar. Sedangkan obyek yang diamati yaitu sampel sisa pakan kelelawar berupa buah, biji, daun, dan sepahan yang ditemukan di lokasi penelitian.

C. Batasan Penelitian

Batasan penelitian meliputi:

1. Penelitian dilaksanakan sesuai dengan kondisi cuaca yaitu cuaca cerah dan hujan, apabila hujan maka penelitian tidak dilaksanakan dan diganti dengan hari lain.

2. Spesimen yang dikoleksi adalah sisa pakan kelelawar yang berupa buah, biji, kulit, daun dan sepahan yang ditemui di kawasan atau lokasi penelitian.

D. Jenis data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer meliputi jenis kelelawar dan koleksi sisa pakan kelelawar yang dijumpai di kawasan pengamatan.

2. Data Sekunder

Data sekunder meliputi studi literatur yang mendukung penelitian, data ini seperti: a. Karakteristik lokasi penelitian berupa keadaan umum lokasi penelitian.


(36)

21

b. Data pendukung lainnya seperti kondisi hutan, pengelolaan hutan, data iklim, serta data yang sesuai dengan topik penelitian.

E. Cara Pengumpulan Data

1. Pengumpulan Data Primer a. Survei Pendahuluan

Survei pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan lokasi dan habitat kelelawar dengan metode Rapid Assesment yang bertujuan untuk mengetahui keadaan umum habitat sekitar (Brower and Zar, 1990). Survei pendahuluan dilakukan untuk melihat secara langsung lokasi yang representatif di Sub Blok Perhutanan Sosial Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman.

b. Metode Observasi langsung (Jelajah)

Pengambilan data di lapangan dilakukan dengan observasi langsung dengan menjelajahi lokasi penelitian yang diduga lokasi dan habitat kelelawar. Pengambilan sampel sisa pakan kelelawar akan dapat ditemukan berupa buah, daun, biji, kulit dan sepahan. Sisa pakan kelelawar yang berupa buah, dapat dikenali berdasarkan bekas gigitan yang khas pada daging buahnya yaitu berbentuk seperti segitiga yang merupakan bentuk gigi pada kelelawar, sedangkan sepahan merupakan sisa pakan kelelawar berupa daging buah yang telah dikunyah untuk di ambil cairannya sementara serabut buah dan bijinya dibuang kembali, sepahan biasanya terkumpul bersama sisa pakan lainnya (Ariyanti, 2012). Jenis sisa pakan kelelawar yang ditemukan diidentifikasi berdasarkan karakteristik sisa pakan yang diduga menjadi pakan kelelawar.


(37)

22

c. Inventarisasi Kelelawar

Koleksi kelelawar dilakukan dengan menggunakan jaring kabut (Mist Net). Jaring kabut dipasang dengan menggunakan bantuan tiang atau mengikatkan tali pada pohon yang lebih tinggi. Pemasangan jaring kabut dilakukan mulai dari pukul 17.00 hingga pukul 21.00 dan dilakukan pengecekan setiap 15 menit sekali. Kelelawar yang tertangkap dilakukan identifikasi berdasarkan ciri-ciri morfologi. Selain melihat ciri-ciri morfologi, identifikasi juga dilakukan melalui pengukuran anggota tubuh. Pengukuran morfologi kelelawar yang dilakukan meliputi panjang lengan bawah, paha, tulang kering, ekor, telinga, ibu jari dan berat tubuh (Suyanto, 2001).

2. Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, misalnya dengan studi literatur yang mendukung penelitian, seperti karakteristik lokasi penelitian dan data pendukung lainnya yang sesuai dengan topik penelitian.

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif, yaitu penjelasan mengenai data yang telah dikumpulkan selama penelitian meliputi sisa pakan kelelawar dan jenis kelelawar yang ditemukan di lokasi penelitian.


(38)

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Status Hutan Pendidikan

Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu merupakan bagian dari Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman ditetapkan sebagai Kawasan Pelestarian Alam berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan No. 408/Kpts-II/1993. Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu merupakan hasil dari Perjanjian Kerjasama antara Dinas Kehutanan Propinsi Lampung dengan Fakultas Pertanian Universitas Lampung tentang Pengembangan Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Nomor: G/745.A/III.16/HK/2009 dan Nomor: 3632/H26/4/DT/2009. (UPTD Tahura WAR, 2009).

B. Kondisi Biologi

1. Flora

Jenis-jenis flora yang terdapat di kawasan Tahura Wan Abdul Rachman terutama pada hutan primer (Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, 2009) antara lain jenis merawan (Hopea mangarawan), medang (Litsea firmahoa), rasamala (Altingia excelsa), bayur (Pterospermum sp.), jabon (Antocepalus cadamba), cempaka (Beilschildia sp.), pulai (Alstonia scholaris), kenanga (Cananga odorata) dan lain-lain, serta jenis anggrek hutan dan paku-pakuan.


(39)

24

Pada hutan sekunder dapat dijumpai jenis durian (Durio sp), makaranga (Macaranga gigantea), kenanga (Cananga odorata), jabon (Antocepalus cadamba), vitex (Vitexsp), dan bambu betung.

2. Fauna

Fauna yang terdapat di kawasan ini dan diperkirakan menghuni hutan primer adalah Siamang (Symphalagus syndactilus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), beruang madu (Helarctos malayanus), babi hutan (Sus scrofa), ayam hutan (Gallus gallus) serta berbagai jenis burung (Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, 2009).

C. Topografi Dan Tanah

Kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman dibentuk oleh daerah perbukitan dan pegunungan dengan topografi kawasan bervariasi mulai dataran landai, curam dan sangat curam. Dataran landai meliputi kawasan dengan luas ± 675 ha, bergelombang-agak curam ± 3.650 ha dan curam ± 17.924,31 ha. Kawasan ini memiliki ketinggian mulai 50 m s/d 1661 m dari permukaan air laut(dpl). Daerah tertinggi terdapat di puncak pegunugan Gunung Pesawaran (1.661 m), Gunung Betung (1.240 m) dan Gunung Tangkit Ulu Padang Ratu (1.660 m).

Daerah kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman dibentuk dari komposisi geologi basalt endesit dan lapisan tufa intermedier dengan bahan plato basalt dan sedikit endapan kwarter dan sedimen tufa masam. Dari komposisi geologi tersebut, jenis tanah yang dibentuk di kawasan Taman Hutan Raya terdiri


(40)

25

dari jenis tanah andosol coklat kekuningan, jenis tanah latosol cokelat tua kemerahan dan latosol kemerahan.

D. Hidrologi

Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman merupakan wilayah Catchment Area (tangkapan air) dari beberapa sungai/anak sungai yang terdapat di kawasan ini. Di bagian Selatan kawasan mengalir sungai Way Sabu yang merupakan aliran sungai yang cukup panjang di kawasan ini dan bermuara di Teluk Ratai. Sungai Way Ngeluk, Way Langka dan Way Berenung yang bermuara di sungai Way Sekampung yang terdapat di bagian Utara kawasan. Selain itu Way Semah, Way Harong, Way Padang Ratu, Way Kedondong, dan Way Awi merupakan sungai/anak sungai yang terdapat di barat kawasan. Di sisi Timur kawasan mengalir sungai/anak sungai Way Balak, Way Betung, Way Jernih dan Way Simpang Kanan, dll (Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, 2009).

E. Tipe Iklim

Klasifikasi iklim menurut koppen dikenal dan digunakan secara internasional. Klasifikasi ini didasarkan pada curah hujan dan temperatur. Berdasarkan klasifikasi koppen, daerah dengan curah hujan tahunan rata-rata sebesar 1.627,5 mm dan temperatur lebih dari 18 C secara umum diklasifikasikan ke dalam tipe iklim A. dengan rata-rata hujan pada bulan kering lebih besar dari 60 mm (yakni bulan Juni, Juli, dan Agustus) maka wilayah Tahura WAR termasuk pada zona iklim A (Iklim monsoon tropis) (Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, 2006).


(41)

26

Klasifikasi iklim Schmidt Ferguson umumnya digunakan dalam bidang kehutanan dan perkebunan. Untuk membuat klasifikasi dengan cara ini diperlukan paling sedikit data hujan selama 10 tahun. Klasifikasi ini didasarkan pada banyaknya bulan basah (>100mm), bulan lembab (60-100 mm), dan bulan kering (<60 mm). Dalam areal penelitian terdapat 5 (lima) bulan basah, 6 (enam) bulan lembab, dan 1 (satu) bulan kering. Dengan demikian, berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson wilayah Tahura WAR termasuk zona iklim B yakni daerah Basah (Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, 2009).

F. Vegetasi

Hasil interpretasi citra Quick Bird hasil pemotretan Juli 2006 memperlihatkan bahwa keadaan vegetasi kawasan Tahura Wan Abdul Rachman terdiri dari:

a) Vegetasi Hutan Primer

Vegetasi hutan primer dikawasan ini pada umumnya terdapat di daerah-daerah perbukitan dan pegunungan, yaitu daerah sekitar puncak Gunung Betung, Gunung Tangkit Ulu Padang Ratu dan Gunung Pesawaran.

b) Vegetasi Hutan Sekunder

Vegetasi hutan sekunder terdapat pada bagian kawasan yang telah mengalami gangguan, terutama akibat pencurian kayu dan penebangan liar, kemudian berangsur mengalami suksesi alam menjadi hutan sekunder.

c) Semak Belukar dan Alang-alang

Semak belukar dan alang-alang merupakan bagian kawasan hutan bekas areal perambahan yang sudah ditinggalkan oleh masyarakat penggarap. Vegetasi


(42)

27

semak belukar ini pada umumnya dijumpai pada daerah kawasan yang bergelombang dan lereng perbukitan di bagian selatan dan utara kawasan.

d) Kebun dan Tanaman Pertanian

Kebun dan tanaman pertanian didalam kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan areal kawasan yang dirambah oleh masyarakat dan dijadikan lahan usaha pertanian, tanaman semusim dan pemeliharaan tanaman komoditas perkebunan seperti; kopi, kakao, dan tanaman buah-buahan (Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, 2006).

G. Aksesibilitas

Tahura Wan Abdul Rachman relatif mudah dicapai dari Kota Bandar Lampung karena dilingkari oleh poros jalan Kota Bandar Lampung ke Padang Cermin (kota kecamatan) sepanjang ± 40 Km di sebelah Selatan kawasan, dan rute jalan raya Kota Bandarlampung–Gedong Tataan–Kedondong (kota kecamatan) sepanjang ± 50 Km di sebelah Utara kawasan.

Dengan demikian untuk mencapai bagian tertentu dari kawasan ini seperti air terjun di Hurun, Wiyono dan lokasi Youth Camp Center (areal wisata perkemahan) dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat (mobil) dan kendaraan roda dua (sepeda motor), dengan waktu tempuh ± 30 menit. Beberapa areal lain seperti lokasi pemanfaatan hutan kemasyarakatan (social forestry) di lokasi Sumber Agung dapat ditempuh ± 15 menit (jarak ± 15 Km) (Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, 2009).


(43)

28

H. Gambaran Umum Lokasi Hutan Pendidikan

Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak di antara 105009′ 22,17″ s/d 105011′ 39,13″ BT dan 050

24′ 09,78″ s/d 050 26′ 11,41″ LS. Secara administratif, sebagian besar wilayah hutan pendidikan berbatasan langsung dengan 2 (dua) kelurahan, yaitu Kelurahan Sumber Agung dan Kelurahan Batu Putu, sehingga sebagian besar masyarakat yang ikut menggarap pada lokasi hutan pendidikan berasal dari 2 kelurahan tersebut.

1. Keadaan penduduk Kelurahan Sumber Agung

Sebagian besar penduduk Kelurahan Sumber Agung bersuku Sunda dan Jawa, yang pada awalnya datang sebagai kaum transmigran sejak jaman penjajahan Belanda. Berdasarkan data dari Demografi Kelurahan Sumber Agung jumlah penduduk pada tahun 2007 tercatat 1.610 jiwa atau lebih kurang 318 KK. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani.

2. Keadaan Penduduk Kelurahan Batu Putu

Tidak berbeda jauh dengan kelurahan Sumber Agung, sebagian besar penduduk kelurahan batu putu juga berasal dari suku Sunda dan Jawa yang berasal dari kaum transmigran sejak dari penjajahan Belanda. Berdasarkan data dari Demografi Kelurahan Batu Putu jumlah penduduk pada tahun 2007 mencapai 3536 jiwa atau lebih kurang 351 KK. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani (Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, 2009).


(44)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan:

1. Sisa pakan kelelawar yang ditemukan di Sub Blok Perhutanan Sosial Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR ditemukan dalam bentuk buah, daun, biji, kulit dan sepahan dari 7 jenis tumbuhan meliputi luwingan (Ficus hispida), duku (Lancium domesticum), jambu bol (Syzygium malaccense), jambu air (Syzygium aqueum), jambu biji (Psidium guajava), ketapang (Terminalia cattapa), dan dadap (Erythrina lithosperma).

2. Jenis Kelelawar yang ditemukan di Sub Blok Perhutanan Sosial Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR yaitu Cynopterus horsfieldii, Cynopterus sphinxdanMacroglossus sobrinus.

B. Saran

Dari hasil penelitian, disarankan:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keberadaan kelelawar dan vegetasi sumber pakan pada saat musim berbunga dan berbuah.

2. Perlu dilakukan penelitian tentang kandungan nutrisi dari pakan kelelawar yang telah dilakukan.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Albrecht, KL, Kalko EKV. 2010.Invasive Plant Ecology. Journal of Zoology, London 230:221-230.

Apriandi J. 2004. Keanekaragaman dan kekerabatan jenis kelelawar berdasarkan kondisi fisik mikroklimat tempat bertengger pada beberapa gua di

kawasan gua Gudawang. Skripsi Sarjana Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Ariyanti, E. S.2012. Pemanfaatan Buah Sebagai Pakan Kelelawar Fitofagus

Dengan Metode Survey Roost Di Perkebunan Kopi Lampung Barat Sumatera. Jurnal Biologi Fakultas MIPA Unila. Lampung. ISBN No. 978-602-98559-1-3.

Brower JE, Zar JH. 1990. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Third Editon. Dubuque, Lowa: C. Brown Publisher.

Constantine DG. 1970. Bats in Relation to the Health, Welfare, and Economy of Man. In: A Suyanto. 2001. Kelelawar di Indonesia. Bogor: Pusat

Penelitian Dan Pengembangan Biologi–LIPI.

Corbert, G. B and J. E Hill. 1992.The Mamals of the Indomalayan Region: A Systematic Review. Oxford: Oxford University Press.

Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. 2006.Buku Informasi Tahura.Buku.Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan

_____________________. 2009.Buku Informasi Tahura.Buku.Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Djuri, S. & W. Madya. 2009. Mengenal dunia kelelawar. Balai Diklat Kehutanan Bogor.Bogor.

Dumont ER and O Reilly. 2004. Food hardness and Feeding behavior in Old World fruit Bats (Pteropodiae). Journal of Mammalogy 85 (1) : 8-14. Estrada, A. 2001. Food hardness and Feeding behavior in Old World Fruit Bats


(46)

Feldhamer GA, CD Lee, HV Stephe and FM Joseph. 1999. Mammalogy: Adaption, diversity, and ecology. New York: McGraw Hill.

Flemming TH and ER Heithaus. 1981. Frugivorous bats, seed shadows, and the structure of tropical forests. Journal of Biotropica13:45-53.

___________. 1988. The Short-tailed Fruits Bat: A Study in Plant-animal Interactions. Univ. Chicago Press. Chicago.

Ihdia, W. 2006. Variasi morfologi antar populasi kelelawar Chironax

melanocephalus di Indonesia . Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kingston, T., Lim Boo Liat and Zubait Akbar. 2006. Bat of Krau Wildlife Reserve. University Kebanggaan Malaysia Press. Malaysia.

Kunz, TH. and Parson, S. 2003. Ecology of Cavity and Foliage Roosting Bats. pp. 3-89 in Kunz, T.H & Fenton, M.B (ed.). Bat Ecology. The University of Chicago Press. United States of America.

________________. 2009.Ecological Behavioral Methods For the Study of Bats. The Johns Hopkins University Press. Baltimore, United Stated of America. Journal of Tropical Forest Science28(2): 212–215 (2009).

Martojo, H. 1992. Peningkatan Mutu Genetika Ternak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Maryati. 2008. Identifikasi sumber pakan kelelawar pemakan buah dan nektar sub ordo Megachiroptera berdasarkan analisis pollen di kawasan Taman Nasional Gunung Cermai.Journal of RepositoryIPB. 23-24.

Medway L. 1978. The Wild Mammals of Malaya (Peninsular Malaysia) and Singapore.Oxford: Oxford Univ. Pr.

Moermond, T. C. And J. S. Denslow. 1985. Neoprotical Avian Frugivorous: Patterns of Behavior, Morphology, and Nutrition with consequances for fruit selection, 865-897.Neotropical Ornithology. Monographs.

Nowak, I. 1994.Walker’s Mammals of the World, Vol I. John Hopkins University Press. Baltimore and London.

_______. 1995. Walker’s bats of the World. John Hopkins, University Press.

Baltimore and London.InA Suyanto. 2001. Kelelawar di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi–LIPI. Bogor.


(47)

Prasetyo PN, Noerfahmy S dan Tata HL. 2011. Jenis-jenis Kelelawar Agroforest Sumatera. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office. 75p.

Satyadharma, A. 2007. Conservation Bats. Diakses pada 29 April 2014 pukul 04.20. http://Conservation.or.id./tropical/.

Standbury, P. 1970. Looking at Mammals. Sydney: Angus and Robertson. Suyanto, A. 2001.Seri Panduan lapangan kelelawar di Indonesia. Puslitbang

-LIPI.Bogor.

UPTD Tahura WAR, 2009.Rencana Detail Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu TAHURA WAR. UPTD Tahura WAR. Lampung.

Pemerintah Republik Indonesia. 1990.Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Pijl, L. 1990.Asas-asas pemencaran Pada Tumbuhan Tinggi. Terjemahan dari Gadjah Mada University Press.

Vaughan TA. 1978. Mammalogy. Third Edition. Flagstaff, Arizona: Northern Arizona University.

_________, James M. R., Nicholas J. 2000.Mammalogy Fouth Edition. Harcourt College Publisher. United Stated of America. ISBN; 0-03-025034.

Wijayanti, F. 2011. Ekologi, relung pakan, dan strategi adaptasi kelelawar penghuni gua di Karst Gombong Kebumen Jawa Tengah. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wund M, Myers P. 2005. Chiroptera. Animal Diversity Web.Tersedia pada: http://animaldiversity.ummz.umich.eu/site/accounts/information/Chiropter a.html. Di akses pada 29 april 2014.

Yustian, K. 2012. Kajian pakan kelelawar pemakan buah (Megachiroptera) di taman nasional Bukit Barisan Selatan dan Perkebunan di sekitar. Universitas Lampung. Lampung.


(1)

27

semak belukar ini pada umumnya dijumpai pada daerah kawasan yang bergelombang dan lereng perbukitan di bagian selatan dan utara kawasan.

d) Kebun dan Tanaman Pertanian

Kebun dan tanaman pertanian didalam kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan areal kawasan yang dirambah oleh masyarakat dan dijadikan lahan usaha pertanian, tanaman semusim dan pemeliharaan tanaman komoditas perkebunan seperti; kopi, kakao, dan tanaman buah-buahan (Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, 2006).

G. Aksesibilitas

Tahura Wan Abdul Rachman relatif mudah dicapai dari Kota Bandar Lampung karena dilingkari oleh poros jalan Kota Bandar Lampung ke Padang Cermin (kota kecamatan) sepanjang ± 40 Km di sebelah Selatan kawasan, dan rute jalan raya Kota Bandarlampung–Gedong Tataan–Kedondong (kota kecamatan) sepanjang ± 50 Km di sebelah Utara kawasan.

Dengan demikian untuk mencapai bagian tertentu dari kawasan ini seperti air terjun di Hurun, Wiyono dan lokasi Youth Camp Center (areal wisata perkemahan) dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat (mobil) dan kendaraan roda dua (sepeda motor), dengan waktu tempuh ± 30 menit. Beberapa areal lain seperti lokasi pemanfaatan hutan kemasyarakatan (social forestry) di lokasi Sumber Agung dapat ditempuh ± 15 menit (jarak ± 15 Km) (Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, 2009).


(2)

28

H. Gambaran Umum Lokasi Hutan Pendidikan

Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak di antara 105009′ 22,17″ s/d 105011′ 39,13″ BT dan 050 24′ 09,78″ s/d 050 26′ 11,41″ LS. Secara administratif, sebagian besar wilayah hutan pendidikan berbatasan langsung dengan 2 (dua) kelurahan, yaitu Kelurahan Sumber Agung dan Kelurahan Batu Putu, sehingga sebagian besar masyarakat yang ikut menggarap pada lokasi hutan pendidikan berasal dari 2 kelurahan tersebut.

1. Keadaan penduduk Kelurahan Sumber Agung

Sebagian besar penduduk Kelurahan Sumber Agung bersuku Sunda dan Jawa, yang pada awalnya datang sebagai kaum transmigran sejak jaman penjajahan Belanda. Berdasarkan data dari Demografi Kelurahan Sumber Agung jumlah penduduk pada tahun 2007 tercatat 1.610 jiwa atau lebih kurang 318 KK. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani.

2. Keadaan Penduduk Kelurahan Batu Putu

Tidak berbeda jauh dengan kelurahan Sumber Agung, sebagian besar penduduk kelurahan batu putu juga berasal dari suku Sunda dan Jawa yang berasal dari kaum transmigran sejak dari penjajahan Belanda. Berdasarkan data dari Demografi Kelurahan Batu Putu jumlah penduduk pada tahun 2007 mencapai 3536 jiwa atau lebih kurang 351 KK. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani (Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, 2009).


(3)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan:

1. Sisa pakan kelelawar yang ditemukan di Sub Blok Perhutanan Sosial Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR ditemukan dalam bentuk buah, daun, biji, kulit dan sepahan dari 7 jenis tumbuhan meliputi luwingan (Ficus hispida), duku (Lancium domesticum), jambu bol (Syzygium malaccense), jambu air (Syzygium aqueum), jambu biji (Psidium guajava), ketapang (Terminalia cattapa), dan dadap (Erythrina lithosperma).

2. Jenis Kelelawar yang ditemukan di Sub Blok Perhutanan Sosial Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR yaitu Cynopterus horsfieldii, Cynopterus sphinxdanMacroglossus sobrinus.

B. Saran

Dari hasil penelitian, disarankan:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keberadaan kelelawar dan vegetasi sumber pakan pada saat musim berbunga dan berbuah.

2. Perlu dilakukan penelitian tentang kandungan nutrisi dari pakan kelelawar yang telah dilakukan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Albrecht, KL, Kalko EKV. 2010.Invasive Plant Ecology. Journal of Zoology, London 230:221-230.

Apriandi J. 2004. Keanekaragaman dan kekerabatan jenis kelelawar berdasarkan kondisi fisik mikroklimat tempat bertengger pada beberapa gua di

kawasan gua Gudawang. Skripsi Sarjana Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Ariyanti, E. S.2012. Pemanfaatan Buah Sebagai Pakan Kelelawar Fitofagus

Dengan Metode Survey Roost Di Perkebunan Kopi Lampung Barat Sumatera. Jurnal Biologi Fakultas MIPA Unila. Lampung. ISBN No. 978-602-98559-1-3.

Brower JE, Zar JH. 1990. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Third Editon. Dubuque, Lowa: C. Brown Publisher.

Constantine DG. 1970. Bats in Relation to the Health, Welfare, and Economy of Man. In: A Suyanto. 2001. Kelelawar di Indonesia. Bogor: Pusat

Penelitian Dan Pengembangan Biologi–LIPI.

Corbert, G. B and J. E Hill. 1992.The Mamals of the Indomalayan Region: A Systematic Review. Oxford: Oxford University Press.

Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. 2006.Buku Informasi Tahura.Buku.Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan

_____________________. 2009.Buku Informasi Tahura.Buku.Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Djuri, S. & W. Madya. 2009. Mengenal dunia kelelawar. Balai Diklat Kehutanan Bogor.Bogor.

Dumont ER and O Reilly. 2004. Food hardness and Feeding behavior in Old World fruit Bats (Pteropodiae). Journal of Mammalogy 85 (1) : 8-14. Estrada, A. 2001. Food hardness and Feeding behavior in Old World Fruit Bats


(5)

Feldhamer GA, CD Lee, HV Stephe and FM Joseph. 1999. Mammalogy: Adaption, diversity, and ecology. New York: McGraw Hill.

Flemming TH and ER Heithaus. 1981. Frugivorous bats, seed shadows, and the structure of tropical forests. Journal of Biotropica13:45-53.

___________. 1988. The Short-tailed Fruits Bat: A Study in Plant-animal Interactions. Univ. Chicago Press. Chicago.

Ihdia, W. 2006. Variasi morfologi antar populasi kelelawar Chironax

melanocephalus di Indonesia . Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kingston, T., Lim Boo Liat and Zubait Akbar. 2006. Bat of Krau Wildlife Reserve. University Kebanggaan Malaysia Press. Malaysia.

Kunz, TH. and Parson, S. 2003. Ecology of Cavity and Foliage Roosting Bats. pp. 3-89 in Kunz, T.H & Fenton, M.B (ed.). Bat Ecology. The University of Chicago Press. United States of America.

________________. 2009.Ecological Behavioral Methods For the Study of Bats. The Johns Hopkins University Press. Baltimore, United Stated of America. Journal of Tropical Forest Science28(2): 212–215 (2009).

Martojo, H. 1992. Peningkatan Mutu Genetika Ternak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Maryati. 2008. Identifikasi sumber pakan kelelawar pemakan buah dan nektar sub ordo Megachiroptera berdasarkan analisis pollen di kawasan Taman Nasional Gunung Cermai.Journal of RepositoryIPB. 23-24.

Medway L. 1978. The Wild Mammals of Malaya (Peninsular Malaysia) and Singapore.Oxford: Oxford Univ. Pr.

Moermond, T. C. And J. S. Denslow. 1985. Neoprotical Avian Frugivorous: Patterns of Behavior, Morphology, and Nutrition with consequances for fruit selection, 865-897.Neotropical Ornithology. Monographs.

Nowak, I. 1994.Walker’s Mammals of the World, Vol I. John Hopkins University Press. Baltimore and London.

_______. 1995. Walker’s bats of the World. John Hopkins, University Press.

Baltimore and London.InA Suyanto. 2001. Kelelawar di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi–LIPI. Bogor.


(6)

Prasetyo PN, Noerfahmy S dan Tata HL. 2011. Jenis-jenis Kelelawar Agroforest Sumatera. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office. 75p.

Satyadharma, A. 2007. Conservation Bats. Diakses pada 29 April 2014 pukul 04.20. http://Conservation.or.id./tropical/.

Standbury, P. 1970. Looking at Mammals. Sydney: Angus and Robertson. Suyanto, A. 2001.Seri Panduan lapangan kelelawar di Indonesia. Puslitbang

-LIPI.Bogor.

UPTD Tahura WAR, 2009.Rencana Detail Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu TAHURA WAR. UPTD Tahura WAR. Lampung.

Pemerintah Republik Indonesia. 1990.Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Pijl, L. 1990.Asas-asas pemencaran Pada Tumbuhan Tinggi. Terjemahan dari Gadjah Mada University Press.

Vaughan TA. 1978. Mammalogy. Third Edition. Flagstaff, Arizona: Northern Arizona University.

_________, James M. R., Nicholas J. 2000.Mammalogy Fouth Edition. Harcourt College Publisher. United Stated of America. ISBN; 0-03-025034.

Wijayanti, F. 2011. Ekologi, relung pakan, dan strategi adaptasi kelelawar penghuni gua di Karst Gombong Kebumen Jawa Tengah. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wund M, Myers P. 2005. Chiroptera. Animal Diversity Web.Tersedia pada: http://animaldiversity.ummz.umich.eu/site/accounts/information/Chiropter a.html. Di akses pada 29 april 2014.

Yustian, K. 2012. Kajian pakan kelelawar pemakan buah (Megachiroptera) di taman nasional Bukit Barisan Selatan dan Perkebunan di sekitar. Universitas Lampung. Lampung.