3
individu atau kelompok-kelompok yang berbeda.
Menurut Sarantakos
dalam Poerwandari, 2005 menyatakan bahwa
penelitian kualitatif menghasilkan dan mengelola data yang sifatnya deskriptif,
seperti
transkrip wawancara,
catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video
dan lain sebagainya. Dalam metode ilmiah, metode riset kualitatif menggunakan
pendekatan naturalistic yang menekankan pentingnya pengalaman subjektif individu.
Realitas sosial dianggap sebagai suatu ciptaan kesadaran individu dengan makna
dan evaluasi kejadian-kejadian dilihat sebagai sebuah konstruksi pribadi dan
subjektif.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka peneliti menilai bahwa pendekatan
kualitatif dipandang lebih tepat digunakan untuk mengetahui gambaran coping skill
pada
penderita Penyakit
Parkinson. Metode kualitatif, dengan pengumpulan
data melalui metode wawancara dan observasi, serta pemeriksaan psikologis
sebagai alat bantu dalam persiapan partisipan penelitian; dapat memperoleh
data yang bersifat deskriptif, menyeluruh, mendalam dan detail mengenai gambaran
coping skill pada penderita Penyakit Parkinson.
Adapun karakteristik partisipan dalam penelitian ini adalah:
a 1
orang penderita
penyakit Parkinson.
b Berjenis kelamin perempuan c Usia 44 tahun
Dalam penelitian kualitatif data dikumpulkan oleh peneliti sendiri, tidak
menggunakan angket, atau alat tes tertentu yang disusun terlebih dahulu. Dalam
penelitian ini peneliti menjadi instrumen utama
dan berusaha
sendiri mengumpulkan
informasi sebanyak-
banyaknya melalui
observasi dan
wawancara mendalam
in-depth interviewing. Untuk pelengkap data akan
digunakan alat-alat bantu, yaitu perekaman dengan recorder.
3. Hasil dan Pembahasan
Individu yang menderita Penyakit Parkinson cenderung mengalami beberapa
perubahan dalam
aspek fisik
dan psikologis, termasuk tremor, rigiditas,
bradikinesia, sikap Parkinson, dan depresi PERDOSSI, 2013.
Dari hasil
penelitian yang
dilakukan oleh peneliti terhadap partisipan bahwa partisipan mengalami perubahan
fisik, seperti: tremor terutama tangan sebelah kiri, tangan dan kaki menjadi
kaku, gerakan tangan semakin lambat, kaki terasa berat dan sulit untuk berjalan seperti
biasanya, kakinya menjadi menyeret, dan terkadang bahkan sulit untuk mengangkat
badan untuk berdiri. Selain itu, melalui observasi juga diketahui bahwa partisipan
mengalami perubahan dalam hal mimik wajah yang menjadi kaku atau kurang
ekspresif, gerakan bola mata menjadi lebih aktif ke kanan dan kiri, serta kepala yang
sering
bergerak-gerak ketika
sedang berbicara.
Disamping perubahan secara fisik, partisipan juga mengalami perubahan
psikologis. Ia cenderung merasa minder, malu, merasa cemas atau takut kalau orang
lain mengetahui atau melihat keadaannya saat
ini. Terkadang
ia juga
mau mengurung diri atau memilih untuk
berdiam diri di kamar dari pada harus beraktivitas di luar, ataupun menjadi sulit
untuk tidur atau sering terbangun saat tengah malam ketika tidur. Selain itu,
seringkali ia menjadi merasa menjadi beban dan merasa bersalah karena telah
merepotkan orang lain. Gejala-gejala depresi yang muncul tersebut sesuai
dengan definisi depresi menurut American Psychological Association, yaitu sebagai
perasaan sedih atau kosong yang disertai dengan penurunan minat terhadap aktivitas
yang menyenangkan, gangguan tidur dan pola
makan, penurunan
kemampuan berkonsentrasi, perasaan bersalah yang
berlebihan, dan munculnya pikiran tentang kematian atau bunuh diri. Hal tersebut
sejalan dengan yang dikatakan oleh Schrag
4
2001, bahwa depresi memiliki hubungan yang erat dengan penyakit Parkinson,
kondisi yang kronis dan pengobatan jangka panjang dapat mempengaruhi
morbiditas
dan kepatuhan
dalam pengobatan.
Dalam mengatasi
penyakitnya tersebut, Partisipan melakukan berbagai
bentuk coping skill, diantaranya adalah emotional - focused coping dan problem-
focused
coping. Partisipan
tidak melakukan Confrontive Coping dalam
penelitian ini, namun ia melakukan coping dengan bentuk Planful Problem-Solving
dan Seeking Social Support, yaitu usaha menyelesaikan masalah yang berfokus
pada masalah. Coping yang paling banyak digunakan partisipan adalah seeking social
support, dimana partisipan mendapat dukungan sosial yaitu motivasi dan
perhatian dari orang tua, saudara kandung, suami dan anaknya, hingga kini ia melalui
penyakitnya hingga saat ini. Selain itu, pendeta dari gerejanya yang juga mau
mendoakan dan mendukungnya untuk sembuh memberikan motivasi yang besar
padanya hingga ia mau bertahan dan kuat menghadapi penyakitnya. Partisipan juga
melakukan
Planful Problem-Solving,
dengan tidak memakan makanan yang menjadi pantangannya dan melakukan
olahraga rutin.
Selain itu
partisipan juga
melakukan coping yang berfokus pada emosi,
dengan bentuk
Self-Control, Distancing,
Positive Reappraisal,
Accepting Responsibility, dan Escape Avoidance.
Partisipan melakukan
pengobatan rutin dengan meminum obat secara teratur karena memahami dampak
langsung dari obat tersebut pada kekuatan fisiknya.
Ia juga
memahami tanggungjawabnya
untuk mengatasi
penyakitnya tersebut, dengan berpasrah pada Tuhan serta mengharapkan mujizat
dan pertolongan
Tuhan Accepting
Responsibility. Partisipan melakukan Self- Control, yaitu menahan diri dari amarah
ketika merasa
tersinggung dengan
perkataan dan perbuatan orang lain, serta berusaha melakukan pendekatan dengan
pihak gereja. Ia melakukan Positive Reappraisal, yaitu dengan mengambil
hikmah positif dari keadaannya saat ini. Ia dapat merasakan pertolongan Tuhan dalam
hidupnya, hingga ia diberi kekuatan untuk bertahan hingga saat ini, dan ia percaya
bahwa ia dapat disembuhkan oleh Tuhan. Namun disamping itu, Partisipan juga
melakukan
coping yang
kurang mendukungnya, coping Distancing, yaitu
dengan mengurung diri dan berdiam diri di kamar, terutama saat merasa sedang tidak
bertenaga; disamping melakukan Escape Avoidance, yaitu dengan tidak memakan
obatnya secara rutin, atau mengurangi dosis
obatnya, karena
tidak ingin
tergantung pada obat. ringkasan hasil penelitian terlampir dalam
tabel 1
6
4. Kesimpulan dan Saran