Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis

(1)

Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009

Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita

Penyakit Kronis

Mika Vera Aritonang

Skripsi

Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Medan


(2)

Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009

Judul : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis

Peneliti : Mika Vera Aritonang

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Tahun Akademik : 2008/2009 Pembimbing

... (Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep) NIP: 132 255 301

Penguji

... Penguji I (Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep NIP. 132 255 301

... Penguji II (Siti Saidah, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat) NIP. 132 238 510

... Penguji III (Siti Zahara Nasution, S.Kp,MNS) NIP. 132 296 510

Program Studi Ilmu Keperawatan telah menyetujui skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan


(3)

3 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

... ………..

Erniyati, S.Kp, MNS Prof.Dr.Guslihan Dasa Tjipta,Sp.A(K) NIP.132 238 510 NIP. 140 105 363


(4)

4 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

Judul : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis

Peneliti : Mika Vera Aritonang

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

NIM : 041101045

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis. Desain penelitian eksploratif dengan metoda penelitian kualitatif digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Sebanyak tujuh orang anggota keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis telah dipilih secara purposif dan acak untuk memberikan data kualitatif tentang bagaimana pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis.

Melalui analisa isi diklassifikasikan dan diuraikan dalam empat kategori. Pertama, pengalaman awal mengasuh anak yang menderita penyakit kronis yang terdiri dari: respon emosional, membawa anaknya ke pengobatan di luar medis, mencari informasi, dan aspek budaya. Kedua, pengalaman tanpa akhir yang terdiri dari stress, tekanan ekonomi, gangguan fisiologis dan fisik, pasrah dan menunjukkan penerimaan, mencari bantuan dari keluarga, lingkungan maupun lembaga terkait. Ketiga, dampak penyakit kronis terhadap keluarga terdiri dari keterbatasan, persaingan saudara sekandung, lebih perhatian dengan pola hidup dan nutrisi anak dan yang keempat adalah kekhawatiran masa depan anak dengan penyakit kronis.

Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat sebagai sumber pengetahuan dan informasi dalam memberikan asuhan keperawatan kepada anak yang menderita penyakit kronis , yaitu: untuk memberikan informasi sedini mungkin kepada keluarga tentang antisipasi kelainan yang dialami anak, pengembangan program intervensi krisis kepada keluarga, pengembangan program intervensi dini bagi anak dengan penyakit kronis, pelatihan untuk orang tua.


(5)

5 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan anugerah keselamatan kepada Penulis. Karena hikmat dan pertolonganNya maka Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis”, yang menjadi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama proses penulisan skripsi ini Penulis banyak mendapatkan dukungan dan bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, Penulis ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep sebagai dosen Pembimbing Skripsi yang banyak memberikan masukan, motivasi dan bimbingan yang sangat berharga selama penulisan skripsi ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Prof.dr.Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof.dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A (K) selaku Pembantu Dekan I, kepada Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kepada Ibu Siti Saidah, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat sebagai penguji dua, dan kepada Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS sebagai penguji tiga.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Rika Endah Nurhidayah, S.Kp selaku dosen Pembimbing Akademik, seluruh staff pengajar dan


(6)

6 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

administrasi di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Terimakasih kepada Direktur SDM dan Pendidikan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan izin kepada Peneliti untuk melakukan penelitian dan terimakasih juga kepada seluruh responden yang mau meluangkan waktu untuk menjadi responden dalam penyelesaian skripsi ini.

Terimakasih banyak Penulis ucapkan kepada keluarga yang selalu ada untuk memberi dukungan. Untuk kedua orang tua Penulis yang selalu mencurahkan kasih sayang, yaitu Bapak A.Aritonang dan Ibu P. Ginting atas segala dukungan, doa dan motivasi yang selalu dicurahkan kepada Penulis. Terimakasih atas semua hal yang diberikan sehingga Penulis dapat menyelesaikan pendidikan selama berada di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran USU. Abangku Effendy dan adik-adikku Nani, Eva, dan Esra, terimakasih atas pengertian dan dukungannya. Tuhan selalu memberkati kita.

Terimakasih buat semua sahabat-sahabat yang selalu memberi dukungan , kritik dan saran untuk Penulis. Terimakasih untuk Betty Sirait, dan Ida Sitopu yang selalu memberi semangat. Untuk teman-teman kelompok kecilku “Faniatheola”, Kak Winda, Kak Mantha, Efi, Tio, Jubeletha, dan Vida. Untuk semua teman-teman stambuk 2004, khususnya Juliana, Eva, Grace, Lilis, Dame, Connie, Lisbeth , Henny, Jawad, Khairida, Nina, Aini, Martha dan Julidia. Terimakasih buat semua kenangan yang tercipta selama empat tahun ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Keperawatan khususnya dan masyarakat pada umumnya.


(7)

7 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

Medan, Januari 2009 Penulis

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Tujuan Penelitian ... 4

3. Pertanyaan Penelitian ... 4

4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Keluarga ... 6

1.1 Defenisi Keluarga ... 6

1.2 Karaktersitik Keluarga ... 7

1.3 Tipe Keluarga ... 7

1.4 Fungsi Keluarga... 8

1.5 Tugas Kesehatan Keluarga ... 9

2. Anak yang Menderita Penyakit Kronis ... 10


(8)

8 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

2.2 Keadaan Sakit Kronis dan Perkembangan Anak ... 11

2.3 Reaksi Anak terhadap Hospitalisasi ... 13

3. Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis ... 13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 17

2. Populasi dan Sampel ... 17

2.1 Populasi ... 17

2.2 Sampel... 18

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

4. Pertimbangan Etik ... 20

5. Pengumpulan Data ... 20

6. Analisa Data ... 21

7. Tingkat Kepercayaan Data ... 22

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian... 24

1.1 Karakteristik Responden ... 24

1.2 Hasil Wawancara ... 26

1.3 Pembahasan ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 70

2. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(9)

9 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

2. Kuesioner Data Demografi 3. Panduan Wawancara 4. Transkip data

5. Surat Izin Penelitian 6. Curriculum Vitae

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penyakit kronis merupakan suatu kondisi yang mempengaruhi fungsi sehari-hari selama lebih dari 3 bulan dalam setahun, yang menyebabkan hospitalisasi lebih dari 1 bulan dalam setahun, atau ( pada saat didiagnosis) cenderung melakukan hospitalisasi (Wong, 2004). Penyakit kronis juga didefenisikan sebagai keadaan sakit yang berlangsung selama 12 bulan atau lebih yang membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit ataupun di rumah dan beberapa di antaranya dapat menimbulkan keterbatasan dan ketidakmampuan pada penderita (JAMA, 2008).

Anak-anak dapat menderita penyakit kronis dalam berbagai bentuk penyakit. Penyakit kronis yang diderita di antaranya: asthma, diabetes, kelainan jantung bawaan, kanker, epilepsy, HIV/AIDS, sickle cell anemia, obesitas, penyakit mental dan penyakit yang berhubungan dengan ketidakmampuan seperti autis, hiperaktif, dan kecacatan (Boyse,2007).


(10)

10 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

Penyakit kronis diderita oleh lebih dari 10 % populasi anak-anak di dunia dan 1-2% di antaranya dalam kondisi yang sangat serius (Eiser, 2008). Berdasarkan penelitian University Of Michigan, ada sekitar 15-18% anak-anak di Amerika Serikat menderita penyakit kronis. Di Indonesia sendiri belum ada data pasti jumlah penderita penyakit kronis. Namun, berdasarkan data Departemen Kesehatan Indonesia, penyakit kardiovaskuler menempati urutan kedua sebagai penyakit yang banyak diderita anak-anak setelah penyakit saluran pernafasan. Hasil SKRT tahun 1995, gangguan perinatal dan penyakit syaraf yang cenderung berakhir menjadi penyakit kronis menempati urutan kedua dan ketiga sebagai penyebab kematian pada anak-anak. Sementara itu, HIV/AIDS, anemia dan obesitas meningkat setiap tahunnya (Andra dalam farmacia, 2007).

Dari pra penelitian yang Peneliti lakukan di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan di Rindu B4 pada tanggal 13 September 2008, diketahui bahwa pada bulan Januari-Juni 2008, persentase pasien baru dengan penyakit thalasemia 44,33%, hemophilia 22,66%, penyakit jantung bawaan 3%, meningitis 6,8%, enchepalitis 3,16%, ephilepsy 6%, dan asma sebesar 3,16 %. Ini menunjukkan bahwa insidensi anak-anak yang harus menjalani perawatan dan hospitalisasi karena penyakit kronis cukup besar.

Menurut Boyse tahun 2008, meskipun jenis penyakitnya berbeda-beda, namun kondisi yang dirasakan anak-anak dengan penyakit kronis pada umumnya sama. Mereka akan hidup dengan ketergantungan pada keluarga, teman dan lingkungan akibat dari keterbatasan dan ketidakmampuan sebagai respon dari rasa


(11)

11 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

sakit dan trauma. Penyakit kronis akan menimbulkan stress pada anak dan keluarga (Mussatto, 2006).

Banyak hal yang mempengaruhi kondisi kesehatan dan psikologis anak-anak yang menderita penyakit kronis. Terkadang anak-anak akan merasa bersalah kepada keluarga, namun di satu sisi anak akan menuntut perhatian lebih karena merasa tidak berdaya (Boyse, 2008). Perasaan bersaing dengan saudara sekandung dapat memperburuk kesehatan anak karena merasa tidak berguna dan tidak diperlukan dibandingkan dengan saudaranya yang sehat. Oleh karena itu, peran serta seluruh anggota keluarga sangat diperlukan dalam perawatan anak yang menderita penyakit kronis (AAP,2002)

Keluarga telah lama diketahui sebagai sumber utama pola prilaku sehat. Banyak studi yang telah menguji peran keluarga dalam bebagai prilaku yang berhubungan dengan kesehatan, seperti aktivitas fisik, pola-pola nutrisi, dan penggunaan substansi, dimana masing-masing prilaku tersebut memiliki hubungan yang kuat dengan perkembangan dan pemeliharaan penyakit kronis (Andra dalam Farmacia 2008). Namun, anak yang menderita penyakit kronis sangat membutuhkan perhatian yang serius, komitmen dan perjuangan yang berat bagi anggota keluarga untuk merawatnya. Tidak semua anggota keluarga dapat menerima dan menyesuaikan diri dengan cepat. Keluarga mungkin akan merasa bersalah, marah, lelah dan stress menghadapi kondisi tersebut. Oleh karena itu, penyakit kronis yang diderita anak juga memberi dampak pada kehidupan keluarga dalam hal psikologis, ekonomi, emosi dan sosial sehingga membutuhkan penyesuaian (Mussatto, 2006).


(12)

12 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

Dari pra penelitian yang peneliti lakukan, rata-rata orang tua akan mengalami stress dan emosional yang tinggi dalam menghadapi dan merawat anak mereka yang terkena penyakit kronis. Mereka kesulitan untuk memahami perasaan dan kondisi yang dialami karena ketidaktahuan kebutuhan dan perawatan. Keadaan finansial keluarga dan kehidupan sosial juga mempengaruhi psikologis dan fisik orang tua.

Berdasarkan penelitian dan literature yang berasal dari luar negeri khususnya China dan Amerika, terdapat banyak penjelasan dan keterangan yang menyatakan adanya stress dan ketegangan psikologis dan sosial pada keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis. Oleh karena itu, Peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis di Indonesia. Selain itu, issue atau pokok masalah yang dialami keluarga belum banyak dibahas dengan mendalam khususnya di Indonesia dan literature yang berhubungan dengan pengalaman orang tua yang memiliki anak dengan penyakit kronis di Indonesia sangat terbatas.

2. Tujuan Penelitian

Mengeksplorasi pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis.

3. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis?


(13)

13 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009 4. Manfaat Penelitian

4.1. Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi dalam ilmu keperawatan khususnya bidang keperawatan keluarga tentang pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis.

4.2. Praktik Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan menjadi sumber pengetahuan dan strategi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang lebih komprehensif pada keluarga yang memiliki anak dengan penyakit kronis. 4.3. Penelitian Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berharga bagi peneliti selanjutnya, dan sebagai data tambahan untuk memperkaya pengetahuan khususnya mengenai asuhan keperawatan keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis.


(14)

14 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Keluarga

1.1. Defenisi Keluarga

Pengertian keluarga akan berbeda tergantung pada orientasi yang digunakan dan orang yang mendefenisikannya. Menurut Friedman 1998, keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama, dengan keterikatan aturan dan emosional dari individu yang mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Menurut Departemen Kesehatan (1980) dalam Sudiharto (2005), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal dalam satu atap


(15)

15 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut UU No.10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

Dalam bidang kesehatan, keluarga dalam berbagai defenisi menurut para peneliti, adalah unit pelayanan kesehatan terdepan dalam meningkatkan kesehatan komunitas. Sehingga, apabila setiap keluarga sehat, akan tercipta komunitas yang sehat. Hal ini dikarenakan masalah kesehatan yang dialami oleh salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain. Masalah yang dihadapi anggota keluarga dapat mempengaruhi sistem keluarga tersebut dan komunitas setempat (Sudiharto,2005).

1.2. Karakteristik Keluarga

Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi dimana anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial keluarga seperti suami-istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan , saudara, saudara dan saudari. Selain itu, keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri (Friedman, 1998).


(16)

16 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009 1.3. Tipe Keluarga

Menurut Sudiharto (2005), pembagian tipe keluarga tergantung pada konteks keilmuan dan orang yang mengelompokkan. Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi dua yaitu, keluarga inti (nuckear family) dan keluarga besar (extended family). Keluarga inti adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya. Sedangkan keluarga besar adalah keluarga inti ditambah keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah.

Namun, dengan berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa individualisme menyebabkan defenisi keluarga telah meluas. Pengelompokan tipe keluarga berkembang menjadi 6 kelompok yaitu, keluarga bentukan kembali (dyadic family) yaitu keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau karena kehilangan pasangannya, orang tua tunggal (single parents family) dengan anaknya, ibu remaja dengan anak tanpa perkawinan (the unmarriage teenage mother), orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa menikah (the single adult living alone), keluarga dengan anak tanpa pernikahan, dan keluarga yang dibentuk oleh pasangan berjenis kelamin sama (gay or lesbian family).

1.4. Fungsi Keluarga

Keluarga memiliki beberapa fungsi yang harus dijalankan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Friedman (1998) mengidentifikasikan lima fungsi dasar keluarga yaitu: fungsi afektif, fungsi


(17)

17 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi dan fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan. Fungsi Afektif (The Affective Function) berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial yang meliputi: saling mengasuh, saling menghargai, dan hidup dalam ikatan yang dapat diidentifikasi. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (Socialisation and social placement function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah. Fungsi reproduksi yaitu untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga, seperti kebutuhan makanan, pakaian, dan tempat berlindung (rumah). Dan terakhir, fungsi perawatan kesehatan adalah fungsi untuk melaksanakan praktik asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit (Friedman, 1998)

Keluarga juga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan anggota-anggota keluarga sesuai dengan tahap perkembangannya. Bagi pasangan suami-istri atau anggota keluarga yang dewasa , keluarga berfungsi menstabilkan kehidupan mereka yaitu memenuhi kebutuhan kasih sayang, sosial ekonomi, dan kebutuhan seksual. Bagi anak-anak, keluarga memberikan perawatan fisik dan perhatian emosional, dan seiring dengan itu, keluarga juga mengarahkan perkembangan kepribadian (Friedman, 1998).


(18)

18 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

1.5. Tugas Kesehatan Keluarga

Menurut Sudihartos (2005), keluarga memiliki polanya tersendiri dalam membina hubungan dengan anggota keluarga, antara lain: pola komunikasi, mengambil keputusan, sikap dan nilai dalam keluarga serta kebudayaan, dan gaya hidup. Kemandirian anggota keluarga sangat bergantung pada pola-pola yang diaktualisasikan keluarga, tingkat maturitas dan perkembangan individu, pendidikan, kesehatan dan budaya komunikasi setempat. Pola-pola terbut juga mempengaruhi kemampuan keluarga dalam menjalankan tugas kesehatan keluarga.

Setiap keluarga memiliki cara yang unik dalam melaksanakan tugas kesehatan keluarga khususnya dalam menyelesaikan masalah kesehatan anggota keluarga. Keluarga memiliki budaya yang unik yang diaktualisasikan dalam mengatasi permasalahan kesehatan walaupun memiliki garis keturunan yang sama. Masih ada budaya yang dipertahankan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan keluarga, meskipun telah ratusan tahun berselang. (Sudiharto, 2005).

Ada lima tugas kesehatan keluarga yaitu: mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga, mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat, memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit (yang tidak dapat membantu diri karena cacat atau usianya terlalu muda), memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga, dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga. Kelima hal di atas menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya, bahwa peran dari keluarga dalam menyelesaikan


(19)

19 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

masalah kesehatan sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota keluarga secara individu, mulai dari strategi-strategi hingga rehabilitasi (Friedman, 1999).

2. Anak yang Menderita Penyakit Kronis

2.1. Defenisi Anak yang Menderita Penyakit Kronis

Menurut Vickers (2008), penyakit kronis didefenisikan sebagai suatu keadaan sakit, atau ketidakmampuan baik itu psikis, kognitif dan emosi, dan berlangsung minimal 6 bulan yang memerlukan intervensi medis terus-menerus untuk merawat episode akut atau masalah kesehatan yang timbul berulang. Penyakit kronis menurut Boyse (2008) adalah masalah kesehatan yang berlangsung selama lebih dari tiga bulan, yang mempengaruhi aktivitas normal anak, sering mengalami hospitalisasi, dan memerlukan tindakan medis yang lebih luas serta membutuhkan perawatan di rumah.

Penyakit kronis merupakan suatu penyakit yang penuh dengan ketidakpastian. Meskipun banyak intervensi medis yang diberikan, kemungkinan sakit ataupun sembuh tidak dapat diprediksi dan dipastikan. Kekambuhan bisa terjadi kapan saja dan bila hal itu tiba, anak-anak yang menderita penyakit kronis cenderung memerlukan perwatan segera dan cepat. Contoh penyakit kronis diantaranya adalah: asthma, hemophilia, celebral palsy, ephilepsy, kelainan jantung, kanker, HIV/AIDS, keadaan dan kondisi sakit bawaan sejak dilahirkan yang membutuhkan perawatan lama dan terus –menerus, dalan lain-lain (Martini, 2008).


(20)

20 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

2.2. Keadaan Sakit Kronis dan Perkembangan Anak

Penyakit kronis sangat mempengaruhi kualitas hidup dan perkembangan anak. Berdasarkan laporan Boyse (2008), anak dengan penyakit kronis akan lebih sering mengalami hosptalisasi, pengobatan, dan kunjungan untuk pemeriksaan kesehatan dengan paramedis. Keadaan sakit kronis dan disabilitas fisik dapat membawa tantangan berbeda pada anak dan keluarga tergantung pada stadium perkembangan anak. Keadaan sakit kronis pada masa bayi, bersamaan dengan ketidaknyamanan fisik yang menyertai serta rutinitas, dapat menganggu kekonsistenan serta kemampuan lingkungan bayi dan anak-anak untuk dapat dipercaya, juga menghambat perkembangan kepercayaan dasar. Keadaan sakit juga dapat membawa tantangan serius kepada kesadaran akan kompetensi serta percaya diri orangtua dalam peran mereka yang baru sebagai orang tua (Rudolph1999).

Beberapa perawatan akan membuat anak-anak takut atau merasa kesakitan sehingga menimbulkan trauma pada dirinya. Oleh karena itu, diperlukan perhatian lebih besar dari keluarga untuk mengatasinya (Boyse, 2008). Namun, dalam perkembangan stadium yang lebih lanjut, keterlibatan orangtua dalam mengelola keadaan sakit anak dapat menganggu kebutuhan anak untuk belajar berjalan atau anak yang lebih besar untuk mencapai tingkat kemandirian yang lebih tinggi dan menghambat kesadaran akan kontrol diri serta otonominya. Anak usia sekolah dan remaja juga dapat merasa khawatir karena pembatasan, kebutuhan pengobatan dan disabilitas yang terlihat nyata yang berhubungan


(21)

21 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

dengan kondisi mereka dapat membuat mereka berbeda dari teman sebayanya ( dan karenanya “ tidak sempurna”) serta mengganggu penerimaan mereka di dalam lingkungan teman sebaya. Keterbatasan yang dibawa oleh kondisi kronis tersebut dapat bertentangan dengan kebutuhan meningkatkan kemandirian selama masa remaja, dan hal ini dapat mengganggu hubungan dengan teman sebaya serta kemunculan identitas fisik dan seksual yang aman (Rudolph, 1999).

Kesulitan penyesuaian dan prilaku di antara anak yang menderita keadaan sakit kronis adalah sekitar dua kali lebih sering dibandingkan yang terdapat pada anak sehat pada semua usia. Berdasarkan penelitian yang ada Anak dengan kondisi kronis adalah yang paling mungkin menunjukkan keadaan rendah diri, ansietas, depresi serta penarikan diri secara sosial. Meskipun prevalensi dan tipe masalah penyesuaian mungkin sebagiannnya bergantung pada ciri khas setiap kondisi spesifik, kebanyakan kesulitan yang dihadapi anak serta keluarga mereka terjadi akibat tantangan yang lazim ada pada spektrum luas dari keadaan sakit (Rudolph, 1999).

2.3. Reaksi Anak terhadap Hospitalisasi

Seringkali sulit untuk memisahkan stress akibat hospitalisasi dan stress akibat keadaan sakit itu sendiri serta pengobatannya. Bahkan pada kenyataannya, dampak tersebut dapat sinergistik dan tidak sekedar bersifat aditif. Hospitalisasi hampir secara universal mengakibatkan stress karena berbagai faktor yang berkaitan dengan stress perpisahan, perubahan rutinitas, kondisi tidak familiar dengan orang dan lingkungan sekitar, dan ketakutan serta nyeri yang berhubungan dengan keadaan sakit serta pengobatannya. Perpisahan dari orangtua dan anggota


(22)

22 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

keluarga bermakna lain merupakan masalah yang terutama menyakitkan untuk anak antara yang berusia 6 bulan sampai 4 tahun karena immaturitas fisik, sosial, serta kognitif yang dan hubungan dekat serta bergantung dengan orang tua mereka. Hospitalisasi dapat menjadi tempat yang menakutkan dan menimbulkan rasa kesepian pada dirinya (Boyse, 2008).

Penting untuk meminimalkan perumah sakitan dengan memanfaatkan pemanfaatan perawatan-berbasis rumah atau unit bedah-harian, serta untuk membatasi penggunaan prosedur invasif atau nyeri pada situasi yang sudah tidak memiliki alternatif. Kontrol optimal untuk setiap nyeri yang berhubungan dengan keadaan sakit atau pengobatannya harus merupakan tujuan utama pada perawatan pediatrik (Rudolph, 1999)

3. Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis

Setiap orang dengan penyakit kronis tumbuh dan berkembang dalam suatu lingkungan keluarga dan budaya yang unik / spesifik, juga dengan berbagai variasi kebutuhan, ketakutan, perhatian dan harapan yang berbeda-beda. Setiap kasus mempunyai permasalahan yang berbeda, akibat dari adanya perbedaan latar belakang budaya, agama ataupun etnik, juga system penanggulangan kesehatan yang tidak sama dalam setiap keluarga (Widyawati, 2002).

National Jewish Health (2008) menyatakan bahwa setiap keluarga dengan atau tanpa anak yang menderita penyakit kronis selalu memiliki masalah yang biasanya muncul dalam keluarga. Masalah itu antara lain: financial, persaingan antar saudara sekandung, perhatian terhadap anak-anak, proses


(23)

23 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

menjadi orang tua dan tekanan dalam pernikahan, kemampuan untuk mengatasi periode penting dalam perkembangan anak, dan sekaligus keluarga dituntut untuk mempertahankan kehidupan sosialnya. Ketika anak menderita penyakit kronis , tugas dan tanggungjawab yang secara normal dihadapi keluarga akan bertambah dan kemungkinan akan menyulitkan anggota keluarga untuk menghadapinya dengan normal. Oleh karena adanya perubahan kondisi, maka keluarga sebagai manusia, harus mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan yang berubah-ubah dalam keluarganya sebagaimana interaksi antara jasmani, rohani dan lingkungannya (Sunaryo, 2004).

Penyakit kronis tidak hanya merupakan masalah medis atau biologis semata, namun juga mempunyai dampak psikososial yang dalam bagi anak dengan penyakit kronis maupun keluarganya. Masalah psikososial ini harus ditangani dengan hati-hati. Sebaiknya keluarga tidak hanya memperhatikan pengaruh dari anak dengan kondisi kesehatan kronis dari segi masalah fisiologi-nya saja ataupun pencegahan timbulfisiologi-nya disabilitas fisik, tetapi juga diharapkan mempunyai perhatian pada berbagai gangguan alam perasaannya, rasa tidak amannya, rasa terisolasi dan masalah keluarga terdekatnya (orangtua, istri, anak dan saudara kandung). Mengontrol masalah kesehatan fisik dan keadaan yang mengancam jiwa anak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan seorang anak , namun anak juga berhak menjalani kehidupan yang manis dan menyenangkan layaknya anak-anak lain seusianya. Kini kita mengetahui semakin banyak data yang menunjukkan bahwa faktor-faktor psikologis tidak hanya mempunyai efek


(24)

24 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

pada kualitas hidup seseorang tetapi juga dapat mempengaruhi berbagai fungsi biologisnya (Widyawati, 2002).

Apabila seseorang mengalami hambatan atau kesulitan dalam beradaptasi , baik berupa tekanan, perubahan, maupun ketegangan emosi dapat menimbulkan stress (Sunaryo, 2004). Demikian juga halnya dengan keluarga dari anak yang menderita sakit kronis. Mereka sangat beresiko pada keadaan yang memberatkan emosi dan ketidakmampuan dalam penyesuaian diri yang sangat penting dalam merawat anak dengan kondisi penyakit kronis (Farmer, 2004).

Timbulnya suatu penyakit yang kronis dalam suatu keluarga memberikan tekanan pada system keluarga tersebut dan menuntut adanya penyesuaian antara si penderita sakit dan anggota keluarga yang lain. Penderita sakit ini sering kali harus mengalami hilangnya otonomi diri, peningkatan kerentanan terhadap sakit, beban karena harus berobat dalam jangka waktu lama. Sedangkan anggota keluarga yang lain juga harus mengalami “hilangnya” orang yang mereka kenal sebelum menderita sakit (berbeda dengan kondisi sekarang setelah orang tersebut sakit), dan kini (biasanya) mereka mempunyai tanggungjawab pengasuhan (Widyawati, 2002)..

Kondisi anak dengan penyakit kronis sangat beresiko menimbulkan stress dan depresi pada anggota keluarga yang lain. Sebagai contoh, Madden dan kawan-kawan meneliti respon emosi ibu yang menpunya anak hemofilia, dikatakan bahwa respon ibu bervariasi dari sikap menerima sampai mengalami distres psikologis yang berat. Rasa takut akan akibat pengobatan yang bakal diterima anaknya, seperti kesakitan, handicap, bahkan kemungkinan meninggal,


(25)

25 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

menjadi masalah utama bagi para ibu ini. Sikap ibu yang bisa menerima kondisi anak sepenuhnya akan dapat berpengaruh positif pada menyesuaian disi si anak tersebut( Widyawati, 2002).

Banyak stressor yang mempengaruhi peningkatan resiko stress dan depressi pada keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis. Adanya perasaan bingung karena ketidakpastian kondisi sakit dan hasil pengobatan, konflik sehari-hari dengan peraturan medis, isolasi sosial, aturan-aturan yang membatasi, dan tekanan financial adalah stressor yang selalu dijumpai (King, 2001).Hal ini akan menambah beban psikologis pada anak dan keluarga, menurunkan kemampuan keluarga untuk meningkatkan kesehatan anak-anak, dan berdampak dalam mencari dan pemanfaatan pelayanan medis secara berlebihan (Farmer, 2004). Selain itu keluarga juga sering mengalami masalah dalam memberikan perawatan dan menyediakan kebutuhan medis dengan sistem yang kompleks, kesehatan mental, pendidikan dan kebutuhan sosial (King, 2001). Aldridge (2001) mengatakan bahwa penyakit yang kronis ini juga dapat berpengaruh pada stabilitas ekonomi keluarga, yang akan berdampak pada kelanjutan pengobatan (misalnya putus obat, tidak teratur mendapatkan terapi), dan dapat menimbulkan berbagai masalah kejiwaan seperti rasa pustus asa, cemas, depresi dan lain-lain.

BAB 3


(26)

26 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009 1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dengan menggunakan metode kualitatif fenomenologi yang bertujuan untuk mengidentifikasi pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang hal yang dapat dialami subjek penelitian. Fenomenologi yang diteliti adalah pengalaman manusia melalui deskripsi dari orang yang menjadi partisipan penelitian, sehingga peneliti dapat memahami pengalaman hidup partisipan (Cresswell, 1994).

Dengan penelitian kualitatif, penelitian lebih ditekankan pada pengunaan diri peneliti sebagai alat. Peneliti harus mampu mengungkapkan gejala sosial yang terdapat di lapangan dengan mengerahkan segenap fungsi inderawinya. Dengan demikian, peneliti harus dapat diterima oleh responden dan lingkungannya agar mampu mengungkap bahasa tutur , bahasa prilaku maupun ungkapan-ungkapan yang berkembang dalam diri dan lingkungan responden (Moleong, 2002).

2. Populasi dan Sampel

2.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah anggota keluarga dari anak yang menderita penyakit kronis yang bertempat tinggal di Medan, Sumatera Utara. Anggota keluarga yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah anggota keluarga inti yang memiliki hubungan darah yaitu: ayah, ibu, kakak dan adik. Penyakit kronis menurut Vickers (2008), penyakit kronis didefenisikan sebagai suatu


(27)

27 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

keadaan sakit, atau ketidakmampuan baik itu psikis, kognitif dan emosi, dan berlangsung minimal 6 bulan yang memerlukan intervensi medis terus-menerus untuk merawat episode akut atau masalah kesehatan yang timbul berulang. Mengingat banyaknya jenis penyakit kronis, peneliti membatasinya pada penyakit-penyakit yang bersifat hematologis seperti haemofili, leukemia, thallasemia, penyakit jantung kongenital, dan lain-lain.

2.2. Sampel

Pada penelitian ini jumlah sampel direncanakan 7 orang dengan harapan terjadi saturasi data dengan jumlah sampel tersebut. Saturasi data maksudnya, kekhususan makna dari informasi yang diberikan oleh responden telah ditemukan. Pengambilan sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling, yaitu menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal ( Arikunto, 2006) . Peneliti melakukan kontak yang informal dengan keluarga, berbincang-bincang dan menggunakan teknik snowball yaitu peneliti memilih responden secara berantai dalam mencari responden berikutny(Arikunto, 2006). Jika pengumpulan data dari responden ke-1 sudah selesai, peneliti meminta agar responden tersebut memberikan rekomendasi untuk responden ke-2, dan begitu untuk seterusnya. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita penyakit kronis dan pernah mengalami perawatan di rumah sakit


(28)

28 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

3. Merupakan anggota keluarga yang bertanggungjawab secara langsung dalam perawatan penderita

4. Bersedia menjadi responden

Penelitian ini juga mengikutsertakan beberapa anak yang menjalani perawatan di rumah sakit di Medan. Usia anak dalam penelitian ini dibatasi dari 1-18 tahun. Sedangkan usia orang tua dibatasi dari 22-50 tahun. Anggota keluarga yang bertanggungjawab secara langsung dengan si penderita dianggap sebagai data utama, namun tidak menutup kemungkinan untuk memasukkan responden yang merupakan anggota keluarga inti tetapi tidak bertanggungjwab secara langsung seperti adik, kakak atau abang sebagai data tambahan.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Medan, Sumatera Utara. Adapun alasan pemilihan lokasi adalah berdasarkan data di Rumah Sakit Adam Malik, insidensi anak dengan penyakit kronis pada daerah ini sering ditemukan. Selain itu, karakteristik keluarga di daerah ini sangat beragam sehingga diharapkan penelitian ini dapat mewakili pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis dengan latar belakang budaya, agama, suku dan kehidupan sosial yang berbeda. Penelitian ini akan dilakukan pada tanggal 10 November sampai 20 Desember 2008.


(29)

29 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009 4. Pertimbangan Etik

Dalam penelitian ini dilakukan pertimbangan etik, yaitu memberi penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian, maka responden dipersilahkan untuk menandatangani informed Consent. Jika responden menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa dan menghormati hak-haknya.

Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi responden, baik resiko fisik maupun psikis. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada instrument, tetapi hanya menggunakan inisial saja. Dan seluruh data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

5. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Setelah mendapatkan izin Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Sumatera Utara, peneliti akan mengajukan surat penelitian kepada puskesmas atau camat di daerah responden berdomisili bila sampel terbut berada diambil dari masyarakat. Kemudian, mengadakan pendekatan kepada calon resonden untuk mendapatkan peretujuan menjadi sampel penelitian. Khusus responden yang menjalani perawatan di rumah sakit, peneliti terlebih dahulu mendapatkan izin dari Rumah Sakit tersebut untuk selanjutnya mendapatkan persetujuan dari responden.


(30)

30 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

2. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan kuosioner data demografi sebagai data dasar, dan depth interview yaitu wawancara mendalam dengan menggunakan tape recorder dan catatan lapangan. Wawancara dilakukan sekitar 60 menit dan dua kali pertemuan dengan satu responden. Untuk responden lainnya didapat dengan cara snow ball. Setelah mencapai saturasi data maka pengumpulan dapat dihentikan.

6. Analisa Data

Analisis data bertujuan untuk menyusun data dalam cara yang bermakna sehingga dapat dipahami. Analisis dilakukan terhadap data berdasarkan logika induktif. Analisis akan bergerak dari sesuatu hal yang khusus atau spesifik, yaitu yang diperoleh di lapangan, ke arah suatu temuan yang bersifat umum, yang akan muncul lewat analisis data berdasarkan teori yang digunakan (Creswell, 1994)..

Proses analisa data meliputi:

1. Membaca semua deskripsi untuk mendapatkan perasaan partisipan. Dalam hal ini, peneliti membaca semua deskripsi dan mendengarkan tape recorder beberapa waktu untuk mendapatkan rasa keakraban terhadap makna ekspresi partisipan dan untuk kepekaan peneliti terhadap cara setiap partisipan berbicara.

2. Mengutip frase atau kalimat yang secara langsung menyinggung fenomena. Dalam langkah ini, frase dan kalimat signifikan yang menyinggung tentang pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis. Pernyataan signifikan diformulasikan ke dalam bentuk yang lebih umum


(31)

31 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

atau yang dinyatakan kembali untuk mentransformasikan bahasa konkrit partisipan ke dalam bahasa ilmiah.

3. Formulasikan arti dari setiap pernyataan yang signifikan. Dalam hal ini, pernyataan yang signifikan dipelajari untuk diambil dan direkam pengertiannya.

4. Mengorganisasikan kumpulan makna formulasi tersebut ke dalam kelompok tema. Dalam langkah ini, peneliti mengidentifikasi tema dari makna yang diformulasikan ke dalam kelompok dan kategori untuk mendapatkan tema yang umum pada deskripsi semua partisipan.

5. Menyilangkan hasil deskripsi yang lengkap. Dalam analisis ini, deskripsi mendalam tentang pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis yang diperoleh, yaitu integrasi narasi dari semua tema, kelompok tema dan kategori tema.

6. Formula deskripsi mendalam dengan pernyataan tegas dari struktur penting fenomena tersebut. Dalam langkah ini peneliti mengembangkan deskripsi mendalam untuk memperoleh pengetahuan dalam struktur pengalaman hidup. Peneliti memformulasikan struktur esensial dari pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis.

7. Tingkat Kepercayaan Data

Tingkat kepercayaan data diperiksa dengan cara member checking. Cara ini merupakan suatu teknik untuk mempertahankan kepercayaan data, dengan cara ini partisipan memverifikasi dan menguraikan data yang telah diperoleh. Jadi


(32)

32 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

dengan cara ini peneliti mengklarifikasi dan menguraikan data yang telah diperoleh. Kemudian peneliti mengklarifikasi kembali data yang telah diperoleh kepada partisipan untuk mengetahui kesesuaiannya.

Proses member checking dilakukan saat peneliti bertemu dengan partisipan, memberi fotokopi transkrip, untuk kemudian mendiskusikan kembali dengan partisipan.


(33)

33 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis. Dalam penelitian ini seyogyanya ada tujuh orang responden yang berpartisipasi, namun satu orang responden mengundurkan diri. Jenis penyakit kronis yang diderita oleh anggota keluarga dibatasi pada jenis penyakit kronis yang bersifat hematologis.

1. Hasil Penelitian

1.1 Karakteristik Responden

a. Responden A

Responden A adalah seorang wanita berumur 26 tahun, beragama Islam, suku Mandailing dan memiliki dua orang anak. Anak pertama berumur 9 tahun, dan anak kedua berumur 5 tahun yang mengidap penyakit leukemia. Pendidikan terakhirnya adalah SMP dengan pekerjaan sebagai wiraswasta. Tingkat penghasilannya dan suaminya kurang dari Rp.800.000 setiap bulan.

b. Responden B

Responden B adalah seorang wanita berumur 33 tahun, beragama Islam, suku Jawa, dan memiliki 3 orang anak. Anak pertama berumur 13 tahun, Anak kedua telah meninggal karena thalasemia dan anak ketiga yang menderita


(34)

34 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

thalasemia juga berusia 10 tahun. Pendidikan terakhirnya SMU dengan pekerjaan sebagai wiraswasta dengan tingkat penghasilannnya dan suaminya antara Rp.800.000-1.000.000 setiap bulan.

c. Responden C

Responden C adalah seorang wanita berumur 56 tahun, beragama Islam, suku Aceh, dan memiliki 10 orang anak. Anak ke enam menderita haemophilia di usia 15 tahun, anak kesembilan telah meninggal dunia karena haemophilia di usia 10 tahun dan anak ke 10 berumur 11 tahun, menderita haemophilia juga. Pendidikan terakhirnya SD dengan pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga tanpa ada penghasilan.

d. Responden D

Responden D adalah seorang wanita berumur 33 tahun, beragama Islam, suku Batak, dan memiliki 2 orang anak. Anak pertama berumur 13 tahun, anak kedua yang menderita thalasemia berusia 6 tahun. Pendidikan terakhirnya SD dengan pekerjaan sebagai wiraswasta dengan tingkat penghasilannnya dan suaminya antara Rp.800.000 setiap bulan.

e. Responden E

Responden E adalah seorang Pria berumur 56 tahun, beragama Kristen Protestan, suku Batak, dan memiliki 7 orang anak . Anak kelima berumur 11 tahun menderita Anemia Aplastik. Pendidikan terakhirnya SMU dengan pekerjaan sebagai petani dengan tingkat penghasilannnya dan istrinya kurang dari Rp.800.000 setiap bulan.


(35)

35 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

Responden F adalah seorang wanita berumur 25 tahun, beragama Islam, suku Melayu, dan memiliki anak 3 orang. Anak pertama berumur 7 tahun, Anak kedua berumur 5 tahun dan anak ketiga yang menderita Anemia Aplastik berusia setahun 2 bulan. Pendidikan terakhirnya SD dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga tanpa penghasilan, dengan penghasilan suaminya antara Rp.800.000-1.000.000 setiap bulan.

g. Responden G

Responden G adalah seorang wanita berumur 45 tahun, beragama Kristen, suku Batak Toba, dan memiliki seorang anak berumur 10 tahun dengan penyakit jantung congenital yaitu rheumatic jantung. Pendidikan terakhirnya Sarjana dengan pekerjaan sebagai PNS dengan penghasilannnya dan suaminya lebih dari Rp.2.000.000 setiap bulan. Namun, Ibu ini akhirnya mengundurkan diri sebagai responden dengan alasan tidak mau membicarakan kondisi anaknya dan merasa semuanya baik-baik saja, sehingga tidak ada yang bisa dia ceritakan.

1.2 Hasil Wawancara

Dari hasil wawancara dengan responden secara langsung mengenai pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis, maka peneliti mengidentifikasikan uraian hasil wawancara tersebut dalam empat katagori, yaitu pengalaman awal mengasuh anak dengan penyakit kronis , pengalaman tanpa akhir, dampak penyakit kronis terhadap keluarga dan kekhawatiran masa depan anak dengan penyakit kronis.


(36)

36 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

1. Respon Emosional

Masing-masing responden merasakan respon emosional yang berbeda-beda pada awal pengasuhan anak mereka. Perasaan sedih, bingung dan cemas merupakan hal pertama yang dirasakan oleh keluarga. Hal itu dapat dilihat dari beberapa pernyataan responden yang mengungkapkan hal tersebut secara langsung maupun melalui ekspresi responden. Dua orang responden mengaku sedih begitu mengetahui anak mereka menderita penyakit kronis.

Responden A :“Ya.. kek gitulahh…” (Menunduk)

(Ya, seperti itulah…) (Sambil menunduk)

Responden B :”Yah… Sedihlah Dek… Apalagi anakku yang kedua kan kena thalasemia juga… Meninggal… Kok bisalah dua anakku kena sakit ini, padahal kan cuma tiga orang anakku…”

Tiga orang responden merasa bingung begitu mengatahui kondisi penyakit kronis yang diderita anak mereka dan salah satu di antaranya tetap optimis mengharapkan kesembuhan meskipun Ia merasa bingung. Sementara Responden terakhir merasakan cemas dengan kondisi anaknya.

Responden C : (Tersenyum)

“Awak bisa bilang apa lagi?”

”Macemmanalah…! Orang anak awak ada tiga orang yang kena…!Apa boleh buatlah… Awak mana tau kenapa bisa begini…” (Saya bisa bilang apa? Bagaimanalah…! Anak saya ada tiga orang yang sakit hemophilia. Apa boleh buatlah… Saya tidak tahu kenapa bisa begini…)

Responden D :”Apalah ya…, ga ngertilah bilangnya… Gitu ajalah…”

“Gimanalah ya kan, namanya anak, kurawatlah. Akupun nggak tahunya sebenarnya sakitnya. Nggak pernahpun kutengok sakit kek gitu dulu. Ga tahulah kenapa anakku kena. Tapi kurawat jugalah…”

Responden E :”Saya tetap optimis, artinya saya nggak boleh pesimis dengan keadaan anak saya ini. Saya masih tetap mengharapkan


(37)

37 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

kesembuhan. Cuma, saya tidak tahu akan berlangsung berapa lama, akan sampai kapan dia seperti ini. Tapi, saya tidak mau pesimis,Dek. Saya punya keyakinan dia akan sembuh…”

Responden E :”Bagaimanalah perasaan seorang Ibu, ada cemas dan stresslah. Apalagi masih kecil seperti ini anakku.”

2. Membawa Anaknya ke Pengobatan di luar Medis

Dua orang responden membawa anaknya ke pengobatan non medis berupa pengobatan alternatif ataupun tradisional dan sekaligus memanfaatkan pelayanan medis untuk merawat anaknya. Namun, akhirnya mereka memilih untuk konsisten membawa anak mereka ke pelayanan medis.

Responden B : ”Oh…, sering… Ke mana-mana sudah Ibu bawa… Sambil berobat rumah sakit, sambil obat kampung atau alternatif Namanya juga usaha, bagaimana supaya sembuh. Ada orang kasih tau, ya Ibu bawa… Tapi, mikir-mikir kok nggak sembuh-sembuh ya? Malah sering drop Hbnya… Padahal kalau nggak dibawa berobat kampung, cuma dijaga makanannya, bisa jarang drop. Paling kontrol aja.”

Responden C :”Pernah. Kubawa berobat kampunglah dia… Biar cepat sembuh Ibu pikir, tapi nggak juga. Macemmanalah.., apalagi yang tua-tua itu sudah menyarankan, di suruh bawa ke sana, ada pengobatan tradisional katanya, harus kubawalah… Apalagi waktu yang ke enam itu masih yang sakit., semualah Ibu ikuti. Kalau nggak dilaksanakan, nggak hormat sama yang tua-tua katanya… Terpaksalah…”

Tapi, tidak semua responden melakukan hal yang sama, beberapa mengaku tidak mempercayai pengobatan di luar medis dan enggan membawa anak mereka ke pengobatan tradisional meskipun keluarga atau orang di lingkungannya menyarankan


(38)

38 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

Responden A :“Oh, banyak memang yang ajak… Adalah yang bilang dibawa ke sanalah, sinilah.. Aku pernah sembuh dibuat, katanyalah… Tapi, nggak pernah kami mau… Pokoknya sebaik dijelaskan sakit Adek ini,nggak pernah kami bawa kemana-kemana. Cuma ke rumah sakit aja. Ya memang, cuma ini nya cara pengobatannya… Kan udah dibilang Dokter, harus di rumah sakit ya Bu… Jangan dikasih yang lain-lain.. Kalau ada apa-apa karena minum obat selain yang dari rumah sakit, kami nggak mau tanggungjawab katanya…. Yah, takutlah aku bawa ke mana-mana… Lagian kalau mau orang-orang bawa anaknya yang sakit kayak gini ke pengobatan kampung, karena nggak percayanya mereka itu… Dah banyak orang kulihat yang menyesal kayak gitu… Sampai meninggalpun anaknya…, tapi kalau aku, nggaklah… Biarlah kek gini. Yang penting berdoa.., kubuat semampuku…”

Responden D :”Nggak pernah. Ibu nggak percaya! Pernah disuruh ke berobat kampung, tapi nggak percaya aku, nggak ada gunanya. “

Responden E :”Nggak, biarpun ada yang ngajak, nggaklah.. Saya tidak percaya pengobatan yang begituan…”

Responden F :”Nggak, tetanggaku cuma menyarankan supaya dibawa ke Adam Malik aja, karena selama ini kami cuma berobat ke puskesmas.“

3. Mencari Informasi

Semua responden menyatakan bahwa mereka bertanya dan mencari informasi tentang penyakit kepada petugas kesehatan maupun orang di sekitar tentang penyakit dan bagaimana perawatannnya. Namun, tidak semua responden melakukan hal tersebut secara aktif, beberapa di anataranya cukup menerima informasi yang diberikan oleh Dokter ataupun Perawat ketika anak mereka dirawat di rumah sakit.

Responden A :“Pokoknya dia di BNP dulu, trus keluarlah protokolnya, trus dijelaskanlah samaku kayakmana sakit Adek ini. Pokoknya harus sering-sering kontrollah kubawa dia, karena kambuh-kambuhannya dia katanya.”


(39)

39 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

RespondenB :“Nggak terlalu pahamlah… Tapi, dijagalah makannya, mainnya, supaya nggak sering-sering kambuh… Kata Dokter kan begitu, orang-orang juga bilang gitu… ”

Responden C :”Ya! Ibu juga sudah dijelaskan sama Dokter sama perawatnya juga kayak gitu… Makanya Ibu jaga jangan sampai Anak Ibu luka…”

“Kalau waktu itu memang Ibu nggak mengerti. Kan sekarang, Ibu sudah tahu dan dikasih tau sama dokter dan perawat-perawatnya.”

Responden D :”Pokoknya kata dokter, adalah kelainan darahnya, jadinya dia sering kuat-kumat nanti sakitnya, harus teratur dibawa kontrol, ga boleh lupa… Trus, katanya kalau sakit nanti, harus sering transfusi.”

Responden E :”Ya, saya diajari untuk selalu menjaga pola makannya, agar mendapatkan gizi yang baik. Diatur aktivitasnya agar jangan terlalu banyak bermain dan cepat lelah. Selalu rajin membawa kontrol, karena ada surat kontrolnya.”

Responden F :”Iya, kalau matanya pucat, putih. Wajahnya pucat, lemah… Pokoknya gitulah…. Kata Dokterpun kalau udah gitu langsung bawa aja ke rumah sakit.“

4. Aspek Budaya

Dua responden mengakui adanya suatu doa atau upacara bersama yang biasa dilakukan untuk anak yang sakit menurut budaya mereka.

Responden B :” Ada! Famili-famili nanti datang bawa makanan untuk Dia… Supaya sehat. Banyak Saudara yang datang! Bikin acara! Untuk kesembuhan”

(Ada! Keluarga akan datang membawa makanan untuknya, agar dia sehat. Banyak saudara yang akan datang membuat acara untuk kesembuhannya.)

Responden C :”Ada! Tapi, itu kalau di kampung Ibu. Tapi, Ibu nggak pernah buat di sini. Nggak usahlah. Ngurus ini aja udah cukup. Nggak usah sampai kayak gitu. Tapi , kayak itu tadilah disuruh sering kita berobat ke tempat lain menurut tua-tua itu.”

(Ada! Tapi, itu kalau di kampung Ibu. Tapi, Ibu tidak pernah melakukannya di sini. Tidak perlulah. Merawatnya dengan baik


(40)

40 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

saja sudah cukup. Tidap perlu sampai melakukan acara seperti itu. Tapi, kadang-kadang saya disuruh berobat kampung oleh para penatua saya.)

Dua responden mengakui bahwa menurut suku atau budaya, mereka mengenal acara-acara tersebut, namun memilih untuk tidak memanfaatkannya sementara seorang responden yang tidak tahu.

Responden D :”Nggaklah.., sebenarnya adanya., tapi Ibu nggak jalani. Bukan itu yang membuat sembuh. Lagian beda-bedanya adat Ibu dengan suami. Jadi ya nggak usahlah”.

Responden E :”Kami tidak percaya hal seperti itu. Semua kami serahkan pada Tuhan.”

Responden F :” Nggak, nggak pernah. Saya tidak mengerti hal seperti itu… “ B. Pengalaman Tanpa Akhir

1. Stres

Semua responden menyatakan adanya stress selama mengasuh anak mereka ketika merawat di rumah dan di rumah sakit.

Responden A :“Ya… Stresslah…, tapi kekmana lagi mau kubilang?”

“Yang kutau dia kanker darah katanya. Itu aja. Kalau anak kita sakit kayak gitukan, streslah…”

“Yah… Rewellah dia… Mau kadang-kadang dia nanya kapan kita pulang, mak… Gitulah katanya kalau pas lagi jenuh dia di rumah sakit.”

“Tapi, memang terkadang kalau pas di rmah sakit, suka tambah stress juga kita menunggu anak kita ditangani,lama kali dek… Kadang harusnya kita bisa cuma seminggu aja paling lama di sana, mau jadi dua minggu.”

Responden D : “Memang waktu 2 bulan pertama itu, waktu dia masuk rumah sakit dia selama sebulan, trus disuruh aku bawa kontrol setiap bulan, stress juganya. Tapi, sejak itulah Ibu sadar…, oh, mungkin kayak ginilah aku terus-terusan nanti. Gitulah pikiranku. Capek


(41)

41 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

memang, sedih jugalah lihat anak awak kek gitu. Tapi, kek tadilah kan, akupun harus menerima…”

Responden F : ”Bagaimanalah perasaan seorang Ibu, ada cemas dan stresslah. Apalagi masih kecil seperti ini anakku.”

”Sebenarnya, Kakak nggak terlalu memikirkan ke depannya gimana. Kakak ini tipikalnya enjoy ajalah jadi Ibu. Hadapilah semua sesuai alurnya. Bagaimana dia dewasanya, lihat nanti aja. Pasrahlah… Tapi, memang kadang sakit kepala juga. Rontok juga rambutku karena mikirkan dia…“

Responden B tidak mengatakan stressnya secara langsung dengan komunkasi verbal, tetapi terlihat melalui ekspresinya:

Responden B : (Tersenyum….) “Ginilah…!”

(Diam dan menunduk…) (Beginilah keadaanya…)

(Responden mengatakannya dengan muka yang menunduk)

Responden E mengatakan tidak begitu stress dengan kondisi anaknya karena dia sudah menerimanya sebagai efek dari penyakit yang diderita namun ketidakpuasan pelayanan rumah sakit yang dia terima setiap kali membawa anaknya ke rumah sakitlah yang menyebabkan stress. Hal itu juga dialami oleh responden F.

Responden E :”Saya memang kurang merasa puas dengan apa yang saya dapatkan di rumah sakit, tapi saya tidak menyalahkan siapapun, setiap orang bisa melakukan kesalahan. Mungkin, banyak hal yang perlu mendapat perhatian selain anak saya kalau di rumah sakit. Tapi, itu yang membuat saya agak nggak enak jadinya”

Responden F : ”Bukan mau menyalahkan siapa-siapa, tapi perawatan yang lama, lambat, trus perawat yang kurang bersahabat juga, bikin stress juga. Lama penanganannya kalau di rumah sakit…, itu kan bikin makin besar biaya… Kadang-kadang aku kasihan lihat mereka nggak pelan-pelan mengurus anakku.., apalagi kalau ngasih transfusi atau infus, trus disuntik.”


(42)

42 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

Untuk Responden C, dia sudah lebih bisa menerima beban yang dirasakan selama mengasuh anaknya karena sudah terbiasa dan berpengalaman, tapi Ia mengakui bahwa fikiran dan perasaannya terganggu ketika tiga orang anaknya didiagnosa haemophili dan anaknya yang ke sembilan meninggal karena ketidaktahuaannya dalam perawatan.

Responden C :”Macemmanalah…! Orang anak awak ada tiga orang yang kena…!”

“Nggak ada. Karena sudah biasa, jadinya nggak repot lagi. Kan dulu waktu kakaknya yang ke 9 kakaknya Mayang kena itu meninggal. Karena waktu itu nggak taulah awak kayak gitu kan.”

(Bagaimanalah…! Anak saya ada tiga orang yang terkena hemophilia..! Karena sudah terbiasa, saya jadi tidak merasa repot lagi. Kalau dulu kakaknya meninggal, itu karena saya belum tahu tentang penyakit hemophilia)

2. Tekanan Ekonomi

Rata-rata responden merasakan tekanan ekonomi yang semakin berat dalam mengasuh anak yang sakit kronis disebabkan oleh berbagai macam alasan. Orang tua harus mengeluarkan dana untuk biaya perawatan rutin dan harus memenuhi kebutuhan sehari-hari sekaligus memenuhi biaya pendidikan anaknya. Responden A :“Kan, untungnya dia dapat Jamkesmas… Gratis obatnya,

darah juga kalau mau ditransfusi…, walaupun agak lama-lama datang. Harus dibilang berkali-kali dulu. Tapi, uang makan kan kita biayai sendiri. Kek ginilah…, oppungnya dua-dua yang jaga…, kan kami belilah sendiri makanannya… Tapi, apa boleh buatlah…, demi anak…”

“Cuma lapan ratus ribunya… Tapi, udah itulah gaji suami kakak, hasil jual gorengnya…, itu juganya dipake untuk sekolah abangnya, uang makan, semualah… Untung adanya


(43)

43 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

Oppungnya menjaga, biar bisa kakak kerja.., kalau nggak? Yah…, manalah bisa…”

Responden B :”Ya adalah Dek…, duitnya kan kurang”

“Iya, tapi kan kalau di rumah sakit ada biaya makan kita, belum lagi ongkos-ongkos sama bayar obat lagi yang lain. Ada perlu juga buat sekolahnya… Ya, harus dicukup-cukupkanlah”

Responden D : ”Semua mendukunglah…, membantu kalau bisa membantu. Tapi, seberapalah itu.”

”Ya, cuma kek gitulah Dek…, Bagaimana supaya Ibu bisa ikhlas, terus menjaga, bisa cari uang , itu ajanya yang berat Ibu rasa. Tapi, kalau soal penyakitnya ini, sudah bisa Ibu menerimanya.”

Responden E : ”Ya, memang sangat kuranglah ekonomi kami apalagi untuk biaya pengobatan dia. Jadi, untuk sementara ini, ada yang bantu. Adek kandung saya yang bantu untuk membeli darah dan biaya ongkos kami kalau kontrol. Kami memang diberi keringanan untuk membayar setengah saja harga darahnya. Tapi kayaknya sudah nggak bisa lagi dia membantu nanti. Udah dibilangnya sama saya untuk mencoba berusaha semampunya karena dia juga udah mulai kewalahan. Karena memang biaya makan selama menjaga di rumah sakit kemarin kan, dari dia dan biaya transfusi beberapa kali dengan obatnya.”

Responden F :”Ya, sekarang sudah mulai terasa. Sudah mulai kesulitan. Kami pun harus beli darah,cari biaya untuk ongkos pengobatan dan biaya transportasi. Sementara kebutuhan untuk anak-anak yang lain juga harus difikirkan. Sudah mulai terasalah tekanan ekonominya. Padahal, suami kakak cuma jual ikan.“

Berbeda halnya dengan Responden C karena tanggunggjawab biaya perawatan ada pada anaknya yang sudah bekerja.

Responden C :“Ada Abangnya dan kakaknya. Kan abangnya banyak, ada yang sudah kerja. Dialah yang mengingatkan Ibu untuk membawa Anak Ibu ini ke rumah sakit kalau mau kontrol dan membiayai makanan dan ongkos Ibu. Kalau Ibu kan nggak kerja, Suami Ibu juga sakit stoke. Jadi, cuma bisa menjaga ajalah, nggak bisa cari uang lagi.”


(44)

44 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

3.Gangguan Fisiologis dan fisik

Gangguan fisiologis dan fisik seperti ganggguan tidur dan kelelahan adalah hal yang biasa dialami oleh responden selama merawat anak yang sakit terutama ketika harus menjaga di rumah sakit.

Responden A : “Oh…, maulah aku kurang tidur memang… Apalagi kalau dia rewel…, trus, kalau jaga di rumah sakit… Maulah aku mual, muntah, masuk angin… Kan capek juga perjalanan dari rumah sampai ke rumah sakit. Sejamanlah kita di jalan. Itu aja… “ Responden B :”Cuma kadang sulit tidur, kalau barus selesai jaga di rumah

sakit.”

Responden C :”Ya, terganggulah sesekali, apalagi kalau dia di rumah sakit. Nggak bisa tidur, capek… Kalau di rumah kan, nggak susah… Hanya nggak bisa kemana-manalah…”

Responden D :”Memang kadang Ibu kurang tidurlah karena dia rewel, apalagi pas lemah. Kalau di rumah sakit, capeknya itulah. Si Zul ini kan belum bisa mandiri walaupun sudah 6 tahun, pipis di celanalah, berakpun gitu. Kalau masak Ibu, mestilah Ibu gendong terus, pas kerja juga, jadi capeklah, memang maunya kurang tidur. Sesekali maulah kepikiran, kok capek kalilah kek gini terus….”

Responden E : ”Itulah… Selama merawat Edi di rumah sakit kan, capek! Ternyata diperiksa, saya kena gula. Sampai luka kaki ini. Saya juga merasa kecapekan, stress, masuk angin,badan pegal-pegal, leher saya sakit. Kalau di rumah bisa bergantian menjaga atau ngurusnya. Kalau nanti ke rumah sakit, cuma saya juga yang bisa menjaga. Abang-abangnya tidak pintar menjaga di rumah sakit. Sering kurang tidur jugalah saya jadinya.”

Responden F : ”Sebenarnya, Kakak nggak terlalu memikirkan ke depannya gimana. Kakak ini tipikalnya enjoy ajalah jadi Ibu. Hadapilah semua sesuai alurnya. Bagaimana dia dewasanya, lihat nanti aja. Pasrahlah… Tapi, memang kadang sakit kepala juga. Rontok juga rambutku karena mikirkan dia…“


(45)

45 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

Setelah menjalani dan mengikuti beberapa kali pengobatan terhadap anaknya, stress responden mengalami penurunan. Keluarga menjadi pasrah dan sudah menerima keaadaan anak mereka termasuk masa depannya maupun semua prosedur perawatan yang akan mereka jalani untuk anaknya.

Responden A :“Ga adalah apa-apa Dek…! Cuma sampai kapanlah aku sanggup kayak gini terus-terusan…, gitu aja! Tapi, kan harus kujalaninya… ”

Responden B :“Nggak, biasa aja…!Ibu nggak pernah dan nggak mau mikir kayak gitu. Ibu mikirnya, ini kan sakit. Sakit ya diobati, gitu aja.”

“Sudah biasa! Sudah lima tahun bergini…”

Responden C :“Nggak ada. Karena sudah biasa, jadinya nggak repot lagi.” ”Gimanalah… Kan sakit. Tapi, semua mendukung dan membantunya… Sudah taunya orang itu, kalau sakit adeknya, harus berobat, harus dijaga dulu… Kalau kambuh ada yang antar, tapi kalau Mayang, karena masih kecil, harus ikutlah Ibu menjaga. Semuanya saling tolong menolong… Di bantulah biayanya, kalau Mayangnya sakit dan kambuh, ada yang kasih duitnya. Karena kan sudah tiga yang kena, jadi sudah terbiasa.”

”Habis gimanalah… Pernah memang Ibu stress, terkejut juga Ibu melihat nasib Ibu ini , kok kek ginilah penyakit anak awak ini, tiga orang lagi. Sudah meninggal satu. Jadi, Ibu cuma pasrahlah. Mengikuti aja. Namanya juga anak, itu yang dikasih, itulah yang kita terima. Banyak berdoa ajalah. Mau maccam mana lagi kan? Kalau kulihat lagi tangannya sudah biru-biru bekas suntik sama infus, dah kayak pecah lah pembuluh darahnya kutengok. Tapi, bisanya dia sekolah, sudah senang Ibu. Kakaknya kan nggak sering sakit. Jadi, nggak takut kali Ibu. Cuma, Mayang suka sakit, jadi Ibu nggak bisa kemana-mana. Yang penting dijagalah…”

Responden D :”Kek manalah mau dibilang, memang kek gitulah di kasih Tuhan. Kalau ada orang yang susah menerima keadaan seperti itu, yang nggak percaya nya itu sama Tuhan. Tapi, kalau awak, ikhlasnya menerima. Kek manapun itu pemberian Tuhan, titipan Tuhan, haruslah Ibu jaga. Orang-orangpun, keluargapun, nggaknya disalahkan Ibu. Malah didukung, dibantu kalau lagi bisa. Memang waktu 2 bulan pertama itu, waktu dia masuk


(46)

46 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

rumah sakit dia selama sebulan, trus disuruh aku bawa kontrol setiap bulan, stress juganya. Tapi, sejak itulah Ibu sadar…, oh, mungkin kayak ginilah aku terus-terusan nanti. Gitulah pikiranku. Capek memang, sedih jugalah lihat anak awak kek gitu. Tapi, kek tadilah kan, akupun harus menerima…”

Responden E :”Biasa saja! Kami bisa menyesuaikan diri. Kami bisa menerima ini semua. Ini kan di luar kuasa kita sebagai manusia…”

”Tidak, kami kan sudah bisa menerima ini. Ini adalah ujian. Kita tidak tahu kapan bisa terjadi hal seperti ini. Kalau terganggu sekali, ya tidaklah. Anak saya belum ada yang menikah. Semua membantu bekerja di Ladang.”

Responden F :”Sebenarnya, Kakak nggak terlalu memikirkan ke depannya gimana. Kakak ini tipikalnya enjoy ajalah jadi Ibu. Hadapilah semua sesuai alurnya. Bagaimana dia dewasanya, lihat nanti aja. Pasrahlah… Tapi, memang kadang sakit kepala juga. Rontok juga rambutku karena mikirkan dia…“

5. Mencari Bantuan dari Keluarga, Lingkungan maupun Lembaga Terkait

Responden mengatakan membutuhkan bantuan dari keluarga mereka, lingkungan maupun lembaga-lembaga yang behubungan dengan penyakit anak mereka dalam bentuk dukungan, materi maupun informasi.

Responden A :“Untung adanya Oppungnya menjaga, biar bisa kakak kerja.., kalau nggak? Yah…, manalah bisa…”

“Akh.., untungnya ada Neneknya ini ma Atoknya yang jaga dua-dua… Kalau nggak, dari mana uang… Mesti kerjanya kami dua-dua.”

“Kan, untungnya dia dapat Jamkesmas… Gratis obatnya, darah juga kalau mau ditransfusi…,”

Responden B :“Nggak! Paling, adekku mau ngasih makanan sama dia dan Bapaknya. Kalau di rumah, Bapaknya sering jaga, tapi kalau rumah sakit, Ibu sendirian”

Responden C :“Ada Abangnya dan kakaknya. Kan abangnya banyak, Abangnya yang sudah kerja. Dialah yang mengingatkan Ibu untuk membawa Anak Ibu ini ke rumah sakit kalau mau kontrol


(47)

47 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

dan membiayai makanan dan ongkos Ibu. Kalau Ibu kan nggak kerja, Suami Ibu juga sakit stoke. Jadi, cuma bisa menjaga ajalah, nggak bisa cari uang lagi.”

“Abangnya kan sudah kerja… Dialah yang bantu. Memang kami pasien jamkesmas, jadi kalau soal darah, pemeriksaan dan obat sudah bisa diringankan. Apalagi ada yayasan yang membantu, yaitu yayasan haemophilia. Orang itu bantu Ibu mencarikan darah, obat dan mengajari Ibu bagaimana cara merawat anak Ibu. Jadi, nggak terlalu repot soal darah. Kalau sudah ada kartu itu, sudah gampang nagambil darahnya ke PMI”

Responden D :”Semua mendukunglah…, membantu kalau bisa membantu. Tapi, seberapalah itu. Kalau orang tua Ibu selalu mengingatkan supaya nggak lupa bawa anakku ke rumah sakit. Kek waktu lebaran kemarin kan, nggak pulanglah Ibu ke kampung, nggak bisa nengok orang tua Ibu karena kumat dia. Jadi, dibilang suami dan keluarga ku, lebih baik nggak usah pulang kampung, asalkan ada biaya ke rumah sakit. Biarpun lebaran, makanya trus cepat-cepat aku ke rumah sakit.”

Responden E :”Adek kandung saya yang bantu untuk membeli darah dan biaya ongkos kami kalau kontrol”.

”Dari orang-orang dirumah sakit itu, dikenalkan kawan-kawan yang ada di sana yayasan namanya Yayasan Buddha Tsu Chi, mereka mau membantu mencari donor darah dan membiayai darah dari PMI sama mengurus surat dan keperluannya. Tapi, belum saya hubungi rencananya seperti itulah… Karena saya tahu, tidak bisa lagi Adek saya itu membantu terus-menerus, sementara ekonomi saya juga kurang, jadi mungkin saya akan menghubungi yayasan itu. Saya sudah dikasih kartu namanya.” Responden F :“Kakak-kakak saya, ya paling membantu menjaga anak-anak

kalau yang paling kecil ini masuk rumah sakit, atau membantu jaga di sana. “

”Ada teman-teman yang kasih tahu yayasan yang bisa membantu. Tapi, tunggulah dia benar-benar positif anemia aplastik, karena sejauh ini menurut pemeriksaan terakhir sih anemia aplastik, tapi masih ada pemeriksaan lanjutan untuk kemungkinan penyakit yang lain, jadi masih sangkaan… Tapi udah ada yang kasih tahu alamatnya waktu di rumah sakit.“


(48)

48 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009 1. Keterbatasan

Keluarga yang bertanggungjawab dalam perawatan anak atau anggota keluarga mereka yang sakit kronis memiliki keterbatasan dalam ruang gerak karena pengaruh dari penyakit kronis yang diderita anak mereka.

Responden A :” Yah…, kayak ginilah…, dia kan lagi di ruang isolasi, gampang kali dia sakit. Kayak sekarang…,dia baru kena batuk, demam…, jadi rewel.. Ditelponlah aku biar datang dulu untuk menjaga, kan jadi nggak bisa kerja lagilah aku.”

Responden B :“Paling Ibu takut kalau dia main jauh-jauh.. Dia suka naik sepeda! Ibu harus perhatikan.”

Responden C :”Nggak marahnya dia… Malah kawan-kawannyapun membantu. Cuman, nggak bisalah dia banyak-banyak main! Di rumah aja terus.”

Responden D : “Manalah bisa, nggak bisa aku jauh-jauh… Orang si Zulnya gak bisa ditinggal. Paling kalau ada orang yang nyuruh pergi kerja ke ladangnya, ikutlah dia. Kubiarkanlah dia main-main di situ. Cuma Bapaknya yang bisa pergi kerja. Itupun gitu-gitu ajalah.”

Responden E : “Tapi, kalau di rumah, memang cuma saya yang bisa menjaga bergantian dengan Ibunya.”

”Kakak maunya gitu…, cuma sekarang lagi butuh penjagaan sama perhatian semuanya kan? Masih kecil-kecil anak Kakak. Gimana mau kerja kalau harus ngurus Adek ini kalau sakit?

2.Persaingan Saudara Sekandung

Dua responden mengeluhkan adanya persaingan antar saudara sekandung dalam bentuk perasaan cemburu dan iri karena perbedaan perhatian dari orang tua. Responden A :“Oh…, kalau itu pernah lah… Contohnya kalau soal mainan,

kayak tembak-tembak-an itu, mau rebutan.., Abangnyalah mau menguasai. Sesekali pernah dibilangnya, kenapa terus-terusan Adek ke rumah sakit? Gitu katanya… Tapi, ya kujelaskanlah…” Responden B :“Oh…, itu. Ya iya! Kan si Adeknya yang sering dibeliin mainan


(49)

49 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

Diurusin terus! Katanya! Soalnya, kita kan jadi lebih menuruti kemauan Adeknya dari pada Abangnya… Lebih perhatikan adeknya…”

3. Lebih Perhatian dengan Pola Hidup dan Nutrisi Anak

Lima orang Responden menyadari bahwa pola hidup dan nutrisi yang dijalani oleh anak-anak mereka akan mempengaruhi kehidupan dan kesehatan anak mereka. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi bagian dari tugas keluarga untuk lebih menjaga dan memperhatikannya.

Responden B :”Nggak terlalu pahamlah… Tapi, dijagalah makannya, mainnya, supaya nggak sering-sering kambuh…”

Responden C :”Kan sudah diajari dari dulu… Dia nggak boleh capek. Saya jaga dia. Makanannya saya atur, trus dia nggak boleh banyak main, takut luka! Dia ini kan gampang sakit, jadi nggak bisa capek. Mau ke sekolah atau pulang selalu dijemput. Takut kenapa-kenapa.”

Responden D :”Selalulah kujaga makannya. Jangan dia capek, sesekali kalau ada uang kubelilah susunya. Ga boleh lupa tanggal kontrolnya. Pokoknya, jangan sampai Hbnya turunlah.”

Responden F:”Ya, aku mulai menjaga makanannya lah, nggak mau sembarangan lagi, kayak dulu, suka pakai penyedap. Harus berubah, harus ngasih makanan sehat. Cuma yang kutakutkan, kalau dia sudah mulai besar, nanti dia sembarangan makan, main, takut jadinya…., salah-salah.. Tapi, ya sudahlah…, lihat nanti aja semuanya… “


(50)

50 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

Tiga orang responden menunjukkan adanya kekhawatiran terhadap masa depan anaknya jika ditanyakan tentang bagaimana harapan mereka terhadap anaknya di masa yang akan datang.

Responden A :“Ga adalah apa-apa Dek…! Cuma sampai kapanlah aku sanggup kayak gini terus-terusan…, gitu aja! Tapi, kan harus kujalaninya… Ekonomi inilah yang kupikirkan. Tapi, ngutang pun gak pa-palah… Tapi, besarnya dia nanti kekmana ya…?”

Responden D:”Ya, nggak ada apa-apalah… Gimana juga dia mau sekolah kalau kek gitu sakitnya. Kakinya kecil juga, nggak bisa masih jalan.”

Responden F :”Sebenarnya, Kakak nggak terlalu memikirkan ke depannya gimana. Kakak ini tipikalnya enjoy ajalah jadi Ibu. Hadapilah semua sesuai alurnya. Bagaimana dia dewasanya, lihat nanti aja. Pasrahlah… Tapi, memang kadang sakit kepala juga.”

Responden C memang tidak khawatir akan masa depan anaknya karena menurutnya anaknya tetap bisa hidup normal bila sedang tidak sakit. Namun Ia menunjukkan kekhawatirannya teradap tindakan medis yang diterima anaknya terus menerus dan tidak menaruh harapan besar kepada anaknya.

Responden C: “Mengikuti aja. Namanya juga anak, itu yang dikasih, itulah yang kita terima. Banyak berdoa ajalah. Mau maccam mana lagi kan? Kalau kulihat lagi tangannya sudah biru-biru bekas suntik sama infuse, dah kayak pecah lah pembuluh darahnya kutengok. Tapi, bisanya dia sekolah, sudah senang Ibu.”

Responden B tidak menunjujukkan kekhawatirannya secara verbal namun ekspressi wajahnya menunjukkan adanya kekhawatiran.

Responden : (Diam…) (Tersenyum)

Mau ndak mau, ya harus siap….!”

Berbeda dengan responden E, Ia tetap merasa optimis dan mengharapkan kesembuhan bagi anaknya di masa yang akan datang.


(51)

51 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009 1.3 Pembahasasan

Anak-anak yang menderita penyakit kronis adalah anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dalam mempertahankan kesehatan tubuhnya, memerlukan perawatan rutin dan cenderung mengalami hospitalisasi atau membutuhkan perhatian tenaga medis (Miller, 2004). Mereka akan tergantung pada orang-orang di sekitar terutama keluarganya. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi tubuh kembang anak.

Keluarga dengan atau tanpa anak yang menderita penyakit kronis selalu memiliki masalah yang biasanya muncul dalam keluarga. Oleh karena itu , ketika anak menderita penyakit kronis , tugas dan tanggungjawab yang secara normal dihadapi keluarga akan bertambah dan kemungkinan akan menyulitkan anggota keluarga untuk menghadapinya dengan normal (NJH,2008).

Timbulnya suatu penyakit yang kronis dalam suatu keluarga memberikan tekanan pada system keluarga tersebut dan menuntut adanya penyesuaian antara si penderita sakit dan anggota keluarga yang lain (Widyawati, 2002). Menurut Walsh (2008), keluarga akan menghadapi tantangan dalam menerima dan menyesuaikan diri dengan anak-anak mereka seperti stress, perubahan pola hidup keluarga dan tekanan finansial. Selain berusaha untuk beradaptasi dengan kondisi anak, keluarga juga berjuang untuk mampu menghadapi tekanan dalam menjalani pengobatan dan kebingungan dalam menghadapi masa depan untuk anaknya.

Berikut diuraikan pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronis yang peneliti bagi dalam empat katagori, yaitu pengalaman awal mengasuh anak dengan penyakit kronis , pengalaman tanpa akhir, dampak


(52)

52 Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008.

USU Repository © 2009

penyakit kronis terhadap keluarga dan kekhawatiran masa depan anak dengan penyakit kronis.

a. Pengalaman Awal Mengasuh Anak dengan Penyakit Kronis

Melalui wawancara yang dilakukan peneliti diketahui bahwa seluruh responden tidak bisa langsung menerima dan menyesuaikan diri terhadap penyakit kronis yang diderita oleh anggota keluarga mereka. Dibutuhkan penyesuaian bertahap pada awal mengasuh anak mereka sampai akhirnya mereka bisa menerima dan terbiasa menghadapi kondisi anak mereka (Cohen, 1999).

1. Respon Emosional

Respon emosional berupa perasaan sedih, bingung dan cemas merupakan hal pertama yang dirasakan oleh keluarga ketika mengetahui anak mereka menderita penyakit kronis dan akan bergantung seumur hidupnya terhadap pengobatan dan perawatan. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perasaan tersebut baik dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungannya. Faktor-faktor tersebut jugalah yang mempengaruhi penurunan tingkat emosi keluarga (Cohen, 1999).

Dari hasil penelitian ini pada umumnya perasaan sedih dialami oleh seluruh partisipan. Hal ini disebabkan adanya ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan yang dialami keluarga karena penyakit yang diderita anak mereka (Kozier et al, 2004). Responden A sampai tidak mampu mengatakan apa-apa untuk menunjukkan kesedihan mendalam yang dirasakannya. Perasaaan sedih itu


(1)

121

Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009

Peneliti :”Bagaimana dengan kondisi Kakak selama mengurus dan merawat Adik ini? “

Responden :”Sebenarnya, Kakak nggak terlalu memikirkan ke depannya gimana. Kakak ini tipikalnya enjoy ajalah jadi Ibu. Hadapilah semua sesuai alurnya. Bagaimana dia dewasanya, lihat nanti aja. Pasrahlah… Tapi, memang kadang sakit kepala juga. Rontok juga rambutku karena mikirkan dia…“

Peneliti :”Pokoknya dijalani aja ya Kak…? “

Responden :”Yah…, nggak suntuk-suntuk kalilah…, tapi kalau sakit dia, barulah… “

Peneliti :”Kakak masih merasa bebas nggak kalau mau pergi?“

Responden :”Yah itulah… Gimana mau kerja kalau dia nggak bisa ditinggal, cuma kalau dia sudah dekat dia dengan Waknya, bisalah ditinggal sebentar. Tapi, kalau dia sehat, anaknya lincah kok…“

Peneliti :”Kakak sudah mengerti bagaimana kondisinya kalau mulai drop? Atau kambuh?“

Responden :”Iya, kalau matanya pucat, putih. Wajahnya pucat, lemah… Pokoknya gitulah…. Kata Dokterpun kalau udah gitu langsung bawa aja ke rumah sakit.“

Peneliti :”Bagaimana dengan hubungannya dengan Saudaranya? “

Responden :”Baik, mereka bisa ngerti kalau adeknya dibawa-bawa terus itu karena mau berobat. Lagian kakaknya itu lebih dekat dengan Bapaknya. Jadi nggak pernah cemburu, mereka mengerti…“

Peneliti :”Kakak nggak mencari bantuan dari orang lain yang bisa membantu pengobatan atau membantu donor darah? “

Responden :”Ada teman-teman yang kasih tahu yayasan yang bisa membantu. Tapi, tunggulah dia benar-benar positif anemia aplastik, karena sejauh ini menurut pemeriksaan terakhir sih anemia aplastik, tapi masih ada pemeriksaan lanjutan untuk kemungkinan penyakit yang lain, jadi masih sangkaan… Tapi udah ada yang kasih tahu alamatnya waktu di rumah sakit.“


(2)

122

Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009

Responden :”Bukan mau menyalahkan siapa-siapa, tapi perawatan yang lama, lambat, trus perawat yang kurang bersahabat juga, bikin stress juga. Lama penanganannya kalau di rumah sakit…, itu kan bikin makin besar biaya… Kadang-kadang aku kasihan lihat mereka nggak pelan-pelan mengurus anakku.., apalagi kalau ngasih transfusi atau infus, trus disuntik.”

Peneliti :” Perubahan apa lagi yang kakak alami berhubungan dengan penyakit adek ini?“

Responden :”Ya, aku mulai menjaga makanannya lah, nggak mau sembarangan lagi, kayak dulu, suka pakai penyedap. Harus berubah, harus ngasih makanan sehat. Cuma yang kutakutkan, kalau dia sudah mulai besar, nanti dia sembarangan makan, main, takut jadinya…., salah-salah.. Tapi, ya sudahlah…, lihat nanti aja semuanya… “

Peneliti :” Terimakasih ya kak.., sudah mau berbagi… “ Responden :”Iya, sama-sama.. “

Lampiran 1: LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bernama Mika Vera Aritonang adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang ”Pengalaman Keluarga dengan Anak yang


(3)

123

Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009

Menderita Penyakit Kronis”. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Ilmu Keperawatan.

Penelitian ini sangat bermanfaat bagi ilmu keperawatan, yaitu sebagai strategi pendekatan bagi perawat dalam melakukan intervensi dan membantu dalam memberikan pelayanan kesehatan yang efektif pada klien dengan anak yang menderita penyakit kronis.

Saya berharap, jawaban yang Saudara/i berikan sesuai dengan pendapat Saudara/i sendiri. Saya menjamin kerahasiaan identitas dan pendapat Saudara/i. Informasi yang saya dapatkan hanya akan dipergunakan untuk untuk mengembangkan ilmu keperawatan dan tidak dipergunakan untuk maksud-maksud lain.

Partisipasi Saudara/i dalam penelitian ini bersifat ”bebas” sehingga bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun.

Terimakasih atas partisipasi yang telah diberikan dalam penelitian ini.

Medan, Oktober 2008

Peneliti Responden

Mika Vera Aritonang ________________ Lampiran 2:

KUESIONER PENELITIAN PENGALAMAN KELUARGA DENGAN ANAK YANG MENDERITA PENYAKIT KRONIS


(4)

124

Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009

Petunjuk Pengisian:

1. Isilah pertanyaan pada tempat yang tersedia.

2. Untuk soal nomor 3-6 berilah tanda check list (√) pada tempat yang tersedia. 3. Setiap pertanyaan dijawab hanya satu jawaban yang sesuai.

Contoh menjawab soal: Pekerjaan Saudara/i sekarang: 1. ( ) PNS

2. ( ) Pegawai Swasta 3. (√) Wiraswasta

4. ( ) Pelajar/Mahasiswa 5. ( ) Pengangguran

6. lain-lain, sebutkan...

1. Nama :

2. Usia : tahun

3. Agama : 1. ( ) Islam 4. ( ) Budha 2. ( ) Protestan 5. ( ) Hindu

3. ( ) Katolik 6. ( ) Lain-lain, sebutkan... 4. Suku :

5. Hubungan keluarga dengan penderita:

6. Pekerjaan : 1. ( ) PNS 4. ( ) Pelajar/mahasiswa 2. ( ) Pegawai swasta 5. ( ) Pengangguran


(5)

125

Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009

7. Penghasilan : 1. ( ) Tidak ada 2. ( ) < Rp.800.000

3. ( ) Rp. 800.000 – Rp. 1.000.000 4. ( ) Rp.1.000.000 – Rp. 2.000.000 5. ( ) >Rp.2.000.000

8. Pendidikan Terakhir:

1. ( ) Tidak Sekolah 2. ( ) SD

3. ( ) SMP 4. ( ) SMU

5. ( ) Diploma/Sarjana 9. Jenis penyakit kronis yang diderita:


(6)

126

Mika Vera Aritonang : Pengalaman Keluarga dengan Anak yang Menderita Penyakit Kronis, 2008. USU Repository © 2009

Nama Lengkap : Mika Vera Aritonang Tanggal Lahir : Sidikalang, 5 July 1986

Alamat : Jalan Sisingamangaraja No.94 Sidikalang, Dairi. Agama : Kristen Protestan

Status : Belum Menikah

Nama Orang Tua : A. Aritonang dan P.Ginting

Pendidikan : 1992-1998 SD Negeri 030306 Sidikalang 1998-2001 SLTP Negeri 3 Sidikalang 2001-2004 SMU Negeri 1 Sidikalang 2004-2009 PSIK FK USU