PENGARUH DANA ALOKASI UMUM DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH Di KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(1)

ABSTRAK

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH Di KABUPATEN

LAMPUNG TENGAH Oleh

DEVI NOVITA SARI

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap alokasi belanja daerah Kabupaten Lampung Tengah. Penelitian ini menggunakan ,metode analisis kuantitatif dengan model regresi berganda. Data yang digunakan adalah data sekunder yang di dapatkan dari Badan Pusat Statistik Lampung Tengah Tahun 2000 - 2013, yaitu berupa Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Daerah

Kabupaten/Kota di Lampung Tengah.

Hasil peneletian menunjukkan DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Langsung. DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Tidak Langsung. PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Langsung. PAD berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Belanja Tidak Langsung.

Saran dalam penelitian ini adalah Untuk meningkatkan alokasi belanja daerah maka Pemerintah Daerah diharapkan bisa terus menggali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah baik secara intensifikasi maupun extensifikasi untuk meningkatkan pendapatan daerah, demikian juga Pemerintah Daerah agar terus mengupayakan untuk bisa menarik Dana Alokasi Umum semaksimal mungkin. Kata kunci : Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Belanja Daerah.


(2)

ABSTRACT

EFFECT Of GENERAL ALLOCATION FUND AND REVENUE AGAINST EXPENDITURE ALLOCATION IN CENTRAL LAMPUNG

By

DEVI NOVITA SARI

This study aims to analyze the influence of the General Allocation Fund and revenue of the expenditure allocations Central Lampung regency. This research uses, methods of quantitative analysis with multiple regression models. The data used are secondary data get from the Central Statistics Agency Central Lampung Year 2000 - 2013, which formed the General Allocation Fund, Local Revenue and Expenditure District / town in Central Lampung.

The results showed General Allocation Fund peneletian positive and significant effect on the direct expenditure. General Allocation Fund positive and significant effect on Indirect Expenses.

the original income positive and significant effect on the direct expenditure. the original income and no significant negative effect on Indirect Expenses.

Suggestions in this research is to improve allocation of the Local Government area of expenditure is expected to continue to explore the sources of the original income both intensification and extensifikasi to increase local revenues, as well as provincial governments to continue to work for the General Allocation Fund can withdraw as much as possible.


(3)

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH DI KABUPATEN

LAMPUNG TENGAH

Oleh

DEVI NOVITA SARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Devi Novita Sari lahir pada tanggal 14 November 1992 di Bandar Jaya, Lampung Tengah. Penulis lahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Drs. Suharto.

Penulis memulai pendidikan di TK Pertiwi Bandar jaya pada tahun 1997 dan tamat pada tahun 1998. Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan di SD Kristen Bandar jaya kemudian pindah ke SD N 3 Yukum Jaya yang diselesaikan pada tahun 2004. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan di SMP N 1 Terbanggi Besar dan tamat pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis meneruskan pendidikan di SMA N 1 Seputih Agung dan tamat pada tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis diterima di perguruan tinggi Universitas Lampung pada Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi yang sekarang berganti nama menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Penulis menyelesaikan pendidikan di Universitas Lampung pada tahun 2014.


(7)

MOTO

“…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri…”

(Qs: Ar- Ra’d Ayat 11)

“Entah akan berkarir atau menjadi ibu rumah tangga, seorang wanita wajib berpendidikan tinggi karena ia akan menjadi ibu. Ibu-ibu yang cerdas akan

menghasilkan anak yang cerdas. (Dian Sastro)

No action nothing happen. Take action miracle happen” (Tung Desem Waringin)

“Sesudah Kesulitan pasti ada kemudahan, You can when you believe, good is not enough.

Believe in yourself, you can do it”. (Devi Novita Sari)


(8)

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada:

Bapakku yang paling aku sayang dan paling aku cinta Bapak Drs. Suharto yang selalu memberikan limpahan cinta dan kasih sayangnya yang tulus, dukungan do’a, moril, dan materi yang tak terbatas serta didikannya agar aku menjadi pribadi yang mandiri dan disiplin. Kakakku

Deddy Setiawan Wicaksono dan adikku tercinta Daffa Zulvia Risnanda yang telah memberikan semangat dan perhatiannya. Serta semangat dan keinginan kerasku meraih gelar SARJANA

EKONOMI.

Almamater tercinta. Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung.


(9)

SANWACANA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi dengan berjudul “Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Alokasi Belanja Daerah Di Kabupaten Lampung Tengah” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung;

2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan;

3. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.Si.,selaku Pembimbing Skripsi atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi;

4. Bapak Dr. Saimul, S.E.,M.Si., selaku penguji utama ujian skripsi. Terima kasih atas masukan dan saran-saran yang diberikan.


(10)

6. Bapak Heru Wahyudi, S.E., M.Si., selaku Pembimbing Akademik.

7. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yang telah memberikan ilmu dan pelajaran dengan baik.

8. Bapakku Drs. Suharto yang paling ku sayang dan ku cinta yang tidak pernah lelah untuk mendoakan, memberikan kasih sayang,cinta, semangat dan motivasi, berusaha dengan segenap daya upaya serta kesabaran untuk

terciptanya keberhasilan masa depanku, semoga Allah SWT senantiasa selalu menyayangi dan mencintai beliau.

9. Kakakku Deddy Setiawan Wicaksosno dan adikku tercinta Daffa Zulvia Risnanda terima kasih telah memberikan dukungan moril maupun materil selama ini.

10. Terima kasih kepada seluruh keluarga besarku atas doa dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.

11. Sahabat-sahabat terbaikku yang berjuang bersama-sama. Sahabat tercinta, teman susah, senang, dan segalanya yang selalu saya repotkan dan

merepotkan saya, pemberi semangat, doa, dan warna dikehidupan saya. 12. Teman-teman satu angkatan Ekonomi Pembangunan 2010. Terima kasih

untuk kepeduliannya selama ini Latifa, Eni, Uncu santi, Tutwuri, Dina citul dan yang lainnya yang tidak dapat dituliskan satu persatu. Semoga

kedepannya kita akan selalu sukses amin.

13. Teman-teman satu Konsentrasi Ekonomi Publik 2010. Terima kasih untuk kepeduliannya selama ini. Semoga kedepannya kita akan selalu sukses amin.


(11)

14. Kakak-kakak EP, Mba Putri (EP 09), dkk terima kasih atas segala arahan yang kalian berikan.

15. Sahabat-sahabat SMA terbaikku yang selalu memberi dukungan di kala bahagia dan susah Eko Aprianto, Nopitek, Ayu Apong.

16. Staff dan karyawan di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis serta pegawai lainnya yang telah banyak membantu kelancaran proses penyelesaian skripsi ini.

17. Keluarga besar KKN Desa Mada Raya Kecamatan Pagelaran Utara

Kabupaten Pringsewu Januari 2013 yang telah memberikan pengalaman yang luar biasa.

18. Beberapa pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih.

19. Almamater ku tercinta, Universitas Lampung.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 26 Juni 2014 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ... i

DAFTAR TABEL... ... iv

DAFTAR GAMBAR... ...v

DAFTAR LAMPIRAN... ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...6

C. Tujuan Penelitian ...6

D. Kerangka Pemikiran ...6

1. Pengaruh PAD terhadap ABL ...7

2. Pengaruh DAU terhadap ABL ...7

E. Hipotesis...9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoristis. ...10

1. Anggaran Daerah ...10

2. Alokasi Anggaran Belanja Daerah ...13

3. Dana Alokasi Umum ...16

4. Pendapatan Asli Daerah...18

5. Belanja daerah ...20

5.1. Belanja Tidak Langsung ...22

5.2. Belanja Langsung...24

6. Pengaruh DAU terhadap Alokasi Belanja Daerah ...25

6.1. Pengaruh DAU terhadap BL ...27


(13)

ii

7. Pengaruh PAD terhadap Alokasi Belanja Daerah...28

7.1. Pengaruh PAD terhadap BL...29

7.2. Pengaruh PAD terhadap BL...29

B. Penelitian Terdahulu ...30

III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data ...33

B. Batasan Variabel ...33

C. Metode Analisis ...35

1. Statistik Deskriptif...35

2. Uji Asumsi Klasik ...35

2.1. Uji Normalitas ...36

2.2. Multikolineraritas ...36

2.3. Autokorelasi...37

2.4. Heterokedastisitas ...37

2.5. Uji Statistik ...38

3. Model Regresi ...38

4. Pengujian Hipotesis ...39

4.1. Uji t – statistik...39

4.2. Uji Bersama (uji f) ...40

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskriktif Objek PenelitianKabupaten Lampung Tengah ...41

1. PDRB Berdasarkan Sektor Kabupaten Lampung Tengah. ...41

2. Keadaan Penduduk...42

3. Keadaan Wilayah ...43

4. Belanja Daerah ...44

5. Dana Alokasi Umum...45

6. Pendapatan Asli Daerah ...46

7. Keuangan Daerah ...46

B. Hasil Perhitungan ...47

1. Persamaan untuk alokasi Belanja Langsung (ABL) ...47


(14)

1.2. Pengujian Asumsi Klasik ...48

1.2.1. Uji Normalitas ...48

1.2.2. Multikolineraritas ...49

1.2.3. Autokorelasi ...49

1.2.4. Heterokedastisitas...50

1.3. Pengujian Hipotesis...51

1.3.1. Uji t-Student test...51

1.3.2. Uji Bersama (uji f) ...52

2. Persamaan untuk alokasi Belanja Tidak Langsung (ABTL) ...52

2.1. Hasil Estimasi...52

2.2. Pengujian Asumsi Klasik ...53

2.2.1. Uji Normalitas ...53

2.2.2. Multikolineraritas ...54

2.2.3. Autokorelasi ...55

2.2.4. Heterokedastisitas...55

2.3. Pengujian Hipotesis...56

2.3.1. Uji t-Student test...56

2.3.2. Uji Bersama (uji f) ...57

C. Pembahasan Hasil Penelitian...58

1. Pengaruh Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Daerah ...58

1.1. Belanja Langsung ...58

1.2. Belanja Tidak langsung ...59

2. Pengaruh Pendapatan Asli daerah Terhadap Belanja Daerah ...60

2.1. Belanja langsung...60

2.2. Belanja Tidak Langsung ...61

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...63

B. Saran ...63


(15)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perkembangan Belanja Daerah Kabupaten Lampung Tengah... 3

2. Perkembangan Dana Alokasi Umum Kabupaten Lampung Tengah ... 4

3. Perkembangan PAD Kabupaten Lampung Tengah ... 5

4. Jumlah Penduduk Kabupaten Lampung Tengah... 42

5. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lampung ... 43

6. Perkembangan Belanja Daerah Kabupaten Lampung Tengah... 44

7. Perkembangan DAU Kabupaten Lampung Tengah... 45

8. Perkembangan PAD Kabupaten Lampung Tengah ... 46

9. Ringkasan Hasil Uji Hipotesis ... 58


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Kerangka Pemikiran ... 9


(17)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Lahirnya Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang telah disempurnakan dengan Undang-undang No.32 tahun 2004 dan Undang-Undang-undang No.25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang telah disempurnakan dengan Undang-undang No.33 tahun 2004 membawa perubahan pada sistem dan mekanisme pengelolaan pemerintah daerah

Dalam upaya memacu pembangunan daerah, membutuhkan alokasi dana dari pemerintah daerah yang cukup besr yang tercermin pada pos belanja yang terdiri dari belanja rutin dan belanja pembangunan. Belanja pemerintah daerah yang oleh pemerintah daerah dilaporkan dalam APBD merupakan kegiatan rutin pengeluaran kas daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan dalam pemerintahan. Semakin tinggi pengeluaran pemerintah maka dibutuhkan dana yang besar pula agar belanja untuk kebutuhan pemerintah daerah dapat terpenuhi. Semakin meningkatnya belanja pemerintah, maka diharapkan pelayanan terhadap masyarakat menjadi lebih baik.


(18)

Belanja daerah merupakan pengalokasian dana yang harus dilakukan secara efektif dan efisien, dimana belanja daerah dapat menjadi tolak ukur keberhasilan pelaksanaan kewenangan daerah.

Provinsi Lampung dalam menyikapi pradigma baru sistem pemerintahan saat ini telah banyak melakukan perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah dengan melakukan pemekaran wilayah yang semula hanya 4 kabupaten/kota menjadi 14 kabupaten/kota, guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Salah satu kabupaten yang

merupakan wilayah pemekaran adalah kabupaten Lampung Tengah, dengan ibu kotanya Gunung Sugih. Kabupaten Lampung Tengah pada awalnya memiliki wilayah yang cukup luas, dengan pusat pemerintahan di Metro. Namun sejak tahun 2001 kabupaten Lampung Tengah dimekarkan menjadi tiga kabupaten yaitu kabupaten Lampung Tengah sendiri dengan ibu kota Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Timur dengan ibu kota Sukadana, dan Kota Metro dengan ibu kota Metro. Pemekaran wilayah ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dan sekaligus memperpendek rentangkendali pengawasan pemerintahan.

Pemerintah daerah Kabupaten Lampung Tengah dalam upaya mendorong pembangunan di daerahnya, melalui kebijakan anggaran telah memperbesar pengeluaran untuk belanja daerah baik belanja pembangunan maupun belanja rutin (pegawai). Diharapkan dengan meningkatnya belanja daerah, kegiatan perekonomian dan pembangunan akan terus meningkat. Meningkatnya pembangunan ekonomi ini diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perkembangan Belanja Daerah Kabupaten Lampung Tengah selama periode 5 tahun terakhir seperti terlihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1, terlihat bahwa belanja daerah kabupaten Lampung Tengah terus mengalami peningkatan dari tahun ke


(19)

3

tahun. Pada tahun 2009 besarnya belanja daerah kabupaten Lampung Tengah adalah sebesar

775.566.234 juta rupiah meningkat menjadi 1.455.637.136 juta rupiah pada tahun 2013, atau mengalami kenaikan rata-rata 17,81 persen per tahun. Dari besaran relaisasi belanja daerah tersebut diharapkan pembangunan di kabupaten Lampung Tengah sudah semakin berkembang dan masyarakatnya semakin sejahtera.

Tabel 1. Perkembangan Belanja Daerah Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2009 – 2013

Tahun Belanja Daerah (Dalam Juta Rp) % Kenaikan

2009 775.566,234 -

2010 824.290,133 6,28

2011 900.277,306 9,21

2012 1.273.550,477 41,46

2013 1.455.637,136 14,29

Rata-rata 17,81

Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, Tahun 2000 - 2013

Dalam merealisasikan pengeluaran (belanja) daerah, pemerintah daerah sangat

tergantung pada besaran pendapatan (penerimaan) daerah yang diperoleh selama periode tertentu. Secara umum penerimaan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan lain-lain pendapatan yang syah. Dana perimbangan biasanya diberikan pemerintah pusat dalam upaya mengatasi ketimpangan fiskal guna membiaya pembangunan di daerah. Salah satu komponen dana ini yang memberikan kontribusi terbesar adalah Dana Alokasi Umum. Dalam beberapa tahun berjalan, proporsi DAU terhadap peneriman daerah pada sebagian besar daerah di Indonesia (termasuk Lampung Tengah) masih relatif tinggi (Adi, 2006). Hal ini menunjukkan masih tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pasokan dana dari pemerintah pusat ini. Namun demikian, dalam jangka panjang, ketergantungan semacam ini harus menjadi semakin kecil. Berbagai investasi yang


(20)

dilakukan pemerintah daerah diharapkan memberikan hasil positif yang tercermin dalam peningkatan PAD. Gambaran tentang perkembangan Dana Alokasi Umum yang

diberikan oleh pemerintah pusat ke Kabupaten Lampung Tengah selama 5 tahun terakhir seperti terlihat pada data berikut.

Tabel 2. Perkembangan Dana Alokasi Umum Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2009 – 2013

Tahun DAU (dalam Juta Rp) % Kenaikan

2009 699.102,531 -

2010 669.111,784 -4,28

2011 706.867,550 5,7

2012 784.773,652 11,02

2013 954.226,843 21,59

Rata-rata 8,49

Sumber: BPS, Kabupaten Lampung Tengah, Tahun 2009 – 2013

Dari Tabel 2 di atas terlihat DAU yang ditransfer oleh pemerintah pusat ke kabupaten Lampung Tengah terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2009 besarnya DAU yang diterima kabupaten Lampung Tengah adalah sebesar 699.102.531 juta rupiah, dan pada tahun 2013 telah meningkat menjadi 954.226.843 juta rupiah, atau rata-rata mengalami kenaikan sebesar 8,49 persen per tahun. Diharapkan dengan adanya DAU akan mendorong aktivitas ekonomi di daerah dan pada akhirnya akan

meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Selain DAU, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pada suatu daerah perlu upaya-upaya dari pemerintah daerah untuk meningkatkan sumber penerimaan yang berasal dari daerah sendiri melalui Pendapatan Asli Daerah. PAD Kabupaten Lampung Tengah terlihat masih relatif rendah kontribusinya terhadap total penerimaan daerah. Meskipun demikian jika dilihat dari perkembangannya terlihat


(21)

5

sudah relatif cukup tinggi, yaitu rata-rata mengalami peningkatan 60,68 persen per tahun selama periode lima tahun terakhir. Tabel 3 menunjukan bahwa perkembangan PAD kabupaten Lampung Tengah cukup baik. Pada tahun 2009 total PAD kabupaten Lampung Tengah mencapai 16.523.133 juta rupiah telah meningkat menjadi

101.060.354 juta rupiah pada tahun 2013, atau rata-rata mengalami kenaikan sebesar 60,68 persen per tahun. Kenaikan ini cukup baik dan diharapkan akan mampu membantu pembiayaan bagi pembangunan daerah.

Tabel 3. Perkembangan PAD Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2009 – 2013

Tahun PAD (Dalam Juta Rp) % Kenaikan

2009 16.523,133 -

2010 20.289,640 22,79

2011 37.086,491 82,78

2012 49.840,384 34,38

2013 101.060,354 102,76

Rata-rata 60,68

Sumber: BPS, Kabupaten Lampung Tengah, Tahun 2009 – 2013

Dari uraian latar belakang di atas, terlihat bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi belnja daerah di kabupaten Lampung Tengah sudah mengalami peningkatan yang cukup siginifikan, seperti DAU, PAD kabupaten Lampung Tengah dari tahun ke tahun mengalami kenaikan antara 8 sampai dengan 61 persen per tahun. Namun demikian jika dikaitkan dengan kenaikan belanja daerah yang meningkat rata-rata hanya sebesar 17,81 persen per tahun, terlihat masih belum proporsional. Di satu pihak kenaikan sumber pendapatan daerah terutama PAD sudah cukup tinggi dan juga dana perimbangan terutama DAU juga cukup besar, namun kenaikan belanja daerah masih relative rendah. Atas dasar inilah maka penulis tertarik untuk meneliti “Pengaruh dana perimbangan terutama DAU dan penerimaan daerah dalam hal ini PAD terhadap alokasi belanja daerah di Kabupaten Lampung Tengah”.


(22)

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap alokasi belanja daerah

Kabupaten Lampung Tengah?

2. Bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap alokasi belanja daerah Kabupaten Lampung Tengah?

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap alokasi belanja daerah di Kabupaten Lampung Tengah.

2. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap alokasi belanja daerah di Kabupaten Lampung Tengah.

D. Kerangka Pemikiran

Belanja daerah adalah semua pengeluaran Pemerintah Daerah pada suatu periode anggaran. Alokasi belanja daerah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Sedangkan belanja langsung

merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan program dan kegiatan yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal.


(23)

7

1. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Alokasi Belanja Daerah Alokasi belanja daerah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Sedangkan belanja langsung merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan program dan kegiatan yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Peran PAD cukup signifikan dalam menentukan kemampuan daerah untuk melakukan aktivitas pemerintah dan program-program pembangunan daerah. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat serta menjaga dan memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. Jadi, PAD berpengaruh terhadap belanja langsung (Puspita Sari, 2009).

Selain itu Pendapatan Asli Daerah juga sangat berpengaruh terhadap alokasi belanja tidak langsung, karena belanja tidak langsung dialokasikan untuk membiayai Belanja pegawai berupa gaji dan tunjangan, belanja hibah, belanja bantuan sosial,dan lainnya.

2. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Alokasi Belanja Daerah

Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap alokasi belanja langsung. DAU

dialokasikan untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota. Tujuan dari pemberian Dana Alokasi Umum ini adalah pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan. DAU merupakan sumber dana yang dominan dan dapat meningkatkan pelayanan pada masyarakat. Sebagai tujuan dari desentralisasi yaitu untuk mempercepat pembangunan


(24)

disamping itu tetap memaksimalkan potensi daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Jadi, DAU memiliki pengaruh terhadap belanja langsung (Puspita Sari,2009).

Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap alokasi belanja tidak langsung dapat dilihat dari alokasi pembiayaan untuk belanja pegawai berupa gaji dan tunjangan, dan lainnya. Adanya kewajiban untuk mengalokasikan belanja hibah sebagai

komponen belanja tidak langsung menyebabkan DAU memiliki pengaruh terhadap belanja tidak langsung. Dari Uraian di atas dapat digambarkan secara skema alur kerangka pikir penelitian sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Pikir Pengaruh DAU dan PAD Terhadap Alokasi Brelanja Daerah

BELANJA

LANGSUNG

DANA ALOKASI

UMUM

PENDAPATAN

ASLI DAERAH

BELANJA TIDAK

LANGSUNG


(25)

9

E.Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Diduga Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap alokasi belanja langsung.

2. Diduga Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap alokasi belanja tidak langsung.

3. Diduga Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja langsung.

4. Diduga Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja tidak langsung.


(26)

II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Anggaran Daerah

Untuk melaksanakan hak dan kewajibannya serta melaksanakan tugas yang dibebankan oleh rakyat, pemerintah harus mempunyai suatu rencana yang matang untuk mencapai suatu tujuan yang dicita-citakan. Rencana-rencana tersebut yang disusun secara matang nantinya akan dipakai sebagai pedoman dalam setiap langkah pelaksanaan tugas Negara. Oleh karena itu rencana-rencana pemerintah untuk melaksanakan keuangan Negara perlu dibuat dan rencana tersebut dituangkan dalam bentuk anggaran (Ghozali, 1997).

Berbagai definisi atau pengertian anggaran menurut Djayasinga (2007) dalam Nurul (2008) antara lain:

a. APBD menggambarkan segala bentuk kegiatan Pemerintah daerah dalam mencari sumber-sumber penerimaan dan kemudian bagaimana dana-dana tersebut

digunakan untuk mencapai tujuan pemerintah.

b. APBD menggambarkan perkiraan dan pengeluaran daerah yang diharapakan terjadi dalam satu tahun kedepan yang didasarkan atas realisasinya masa yang lalu. c. APBD merupakan rencana kerja operasional Pemerintah Daerah yang akan


(27)

11

dilaksanakan satu tahun kedepan dalam satuan angka rupiah. APBD ini merupakan terjemahan secara moneteris dari dokumen perencanaan daerah yang ada dan disepakati yang akan dilakasanakan selama setahun. Penyusunan APBD yang perlu menjadi acuan (BPKP, 2005 dalam Warsito, dkk 2008) sebagai berikut:

1. Transparansi dan akuntabilitas anggaran

Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa, transparansi anggaran merupakan hal yang penting, APBD merupakan salah satu sarana evaluasi kinerja pemerintah yang memberikan informasi mengenai tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek.

2. Disiplin anggaran

Anggaran yang disusun perlu diklarifikasikan dengan jelas agar tidak terjadi tumpang tindih yang dapat menimbulkan pemborosan dan kebocoran dana. Oleh karena itu penyusunan anggaran harus bersifat efisien, tepat guna, tepat waktu dan dapat dipertanggungjawabkan.

3. Keadilan anggaran

Pembiayaan pemerintah daerah dilakukan melalui mekanisme pajak dan retribusi yang dikenakan kepada masyarakat. Ole karena itu, penggunaannya harus dialokasikan secara adil dan proposional agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat.

4. Efisiensi dan efektifitas anggaran

Dana yang dihimpun dan digunakan untuk pembangunan harus dapat dirasakan manfaatnya oleh sebagian besar masyarakat. Oleh karena itu, perencanaan perlu ditetapkan secara jelas tujuan, sasaran, hasil dan


(28)

manfaat yang diperoleh masyarakat dengan melakukan efisiensi dan efektifitas.

5. Disusun dengan pendekatan kinerja

APBD disusun dengan pendekatan kinerja, yaitu mengutamakan upaya pencapaian hasil kinerja dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan. Hasil kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau input yang telah ditetapkan. Selain itu harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja setiap organisasi kerja yang terkait.

Anggaran adalah rencana kegiatan keuangan yang berisi perkiraan belanja yang

diusulkan dalam satu periode dan sumber pendapatan yang diusulkan untuk membiayai belanja tersebut. Anggaran merupakan alat penting di dalam penyelenggaran pemerintahan (Arif, 2002). Adanya keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah menjadi alasan mengapa penganggaran menjadi mekanisme terpenting untuk pengalokasian sumber daya.

Menurut Susanti (2008) dalam Nurul (2008) menjelaskan bahwa anggaran tidak hanya sebagai rencana keuangan yang menetapkan biaya dan pendapatan pusat pertanggungjawaban dalam suatu perusahaan tetapi juga merupakan alat bagi manajer tingkat atas untuk mengendalikan, mengkoordinasikan,

mengkomunikasikan,mengevalusi kinerja dan memotivasi bawahannya. Anggaran daerah merupakan salah satu alat yang memegang peranan penting dalam rangka meningkatakan pelayanan publik dan didalamnya tercermin kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan daerah. Sedangkan APBN merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat/DPR (UU Keuangan Negara, 2002).


(29)

13

2. Alokasi Anggaran Belanja Daerah

Belanja daerah adalah semua pengeluaran Pemerintah Daerah pada suatu periode Anggaran. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri dari tiga komponen utama, yaitu unsur penerimaan, belanja rutin dan belanja pembangunan. Ketiga komponen itu meskipun disusun hampir secara bersamaan, akan tetapi proses penyusunannya berada di lembaga yang berbeda.

Proses penyusunan APBD secara keseluruhan berada di tangan Sekretraris Daerah yang bertanggung jawab mengkoordinasikan seluruh kegiatan penyusunan APBD. Sedangkan proses penyusunan belanja rutin disusun oleh Bagian Keuangan Pemerintah Daerah, proses penyusunan penerimaan dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah dan proses penyusunan belanja pembangunan disusun oleh Bappeda (Pratiwi, 2007).

Menurut penelitian Pambudi (2007) belanja juga dapat dikategorikan menurut karakteristiknya menjadi dua bagian, yaitu: (1) Belanja selain modal (Belanja administrasi umum; Belanja operasi, pemeliharaan sarana dan prasarana publik; Belanja transfer; Belanja tak terduga). (2) Belanja modal. Secara umum belanja dalam APBD dikelompokan menjadi lima kelompok (Pambudi,2007), yaitu:

a. Belanja administrasi umum.

Merupakan semua pengeluaran Pemerintah Daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja administrasi umum terdiri atas empat jenis, yaitu:

1. Belanja pegawai merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk

orang/personal yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau dengan kata lain merupakan biaya tetap pegawai.


(30)

2. Belanja barang merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk penyediaan barang dan jasa yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan publik.

3. Belanja perjalanan dinas merupakan pengeluaran pemerintah untuk biaya perjalanan pegawai dan dewan yang tidak berhubungan secara langsung dengan pelayanan publik.

4. Belanja pemeliharaan merupukan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk pemeliharaan barang daerah yang tidak berhubugan secara langsung dengan pelayanan publik.

b. Belanja operasi, pemeliharaan sarana dan prasarana publik merupakan semua pengeluaran Pemerintah Daerah yang berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja ini meliputi:

1. Belanja pegawai (Kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan sarana dan prasarana Publik) merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk orang/peronal yang berhubugan langsung dengan suatu aktivitas atau dengan kata lain merupakan belanja pegawai yang bersifat variabel.

2. Belanja barang (Kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan sarana dan prasarana Publik) merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk penyediaan barang dan jasa yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik.

3. Belanja perjalanan (Kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan sarana dan prasarana Publik) merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk biaya perjalanan pegawai yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik. 4. Belanja pemeliharaan (Kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan sarana dan


(31)

15

prasarana Publik) merupukan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk pemeliharaan barang daerah yang mempunyai hubugan langsung dengan pelayanan publik.

c. Belanja modal merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan pemeliharaan. Belanja modal dibagi menjadi:

1. Belanja publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum.

2. Belanja aparatur, yaitu belanja yang manfaatnya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi dirasakan langsung oleh aparatur.

d. Belanja transfer merupakan pengalihan uang dari pemerintah daerah kepada pihak ketiga tanpa adanya harapan untuk mendapatkan pengembalian imbalan maupun keuntungan dari pengalihan uang tersebut. Kelompok belanja ini terdiri atas pembayaran:

1. Angsuran pinjaman. 2. Dana bantuan. 3. Dana cadangan.

e. Belanja tak tersangka adalah pengeluaran yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan tak terduga dan kejadian-kejadian luar biasa. Menurut Nurlan (2008) menyatakan bahwa belanja tidak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan


(32)

penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup.

3. Dana Alokasi Umum

Menurut UU No. 25 tahun 1999, DAU adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU ditetapkan minimal 25% dari penerimaan Dalam Negeri. 10% untuk DAU daerah provinsi, 90% untuk DAU daerah kabupaten/kota. DAU Provinsi = jml DAU seluruh provinsi x bobot daerah provinsi yang bersangkutan bobot seluruh daerah provinsi DAU Kab/Kota = jml DAU seluruh kab/kota x bobot daerah kab/kota yang bersangkutan bobot seluruh daerah kab/kota. Menurut UU No. 32 tahun 2004, DAU adalah dana yang

bersumber dari APBN yang bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah.

UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang “Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan

Daerah” menyebutkan bahwa Dana Alokasi Umum merupakan dana yang bersumber

dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemeratan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU bersifat Block Grant yakni hibah yang penggunaannya cukup fleksibel (dalam artian tidak banyak larangan) seperti halnya hibah kategori. Hibah ini dapat digunakan untuk banyak tujuan sesuai dengan kebutuhan. Dana alokasi umum merupakan jenis transfer dana antar tingkat pemerintahan yang tidak terikat dengan program pengeluaran tertentu. Adapun tujuan dari transfer ini adalah untuk menutup


(33)

17

kesenjangan fiskal (fiscal gap) dan pemerataan kemampuan fiskal antara daerah antar daerah sehingga dana alokasi umum tiap daerah tidak akan sama besarnya.

Selain itu, DAU juga berfungsi sebagai equalization grant yang menetralisir

ketimpangan keuangan karena adanya dana bagi hasil yang diterima daerah. Daerah yang mempunyai pendapatan asli daerah rendah akan mendapatkan dana alokasi umum yang tinggi, dan begitu juga sebaliknya daerah yang mempunyai pendapatan asli daerah tinggi akan mendapatkan dana alokasi umum yang rendah (Prakosa, 2004). Mengacu pada

Peraturan Pemerintah (PP) No. 104/2000 tentang “Dana Perimbangan” (Mardiasmo,

2002) mengatakan bahwa tujuan DAU adalah untuk horizontal equity dan suffiency. Tujuan horizontal equity merupakan kepentingan pemerintah pusat dalam rangka melakukan distribusi pendapatan secara adil dan merata agar tidak terjadi kesenjangan yang lebar antar daerah. Sementara itu, yang menjadi kepentingan daerah adalah

suffiency (kecukupan) terutama adalah untuk menutupi fiscal gap. Suffiency dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kewenangan, beban, dan Standar Pelayanan Minimum (SPM). Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa sebagaimana dijelaskan oleh sekretariat bidang perimbangan keuangan pusat dan daerah tahun 2001 bahwa penyeimbang.

Faktor murni adalah perhitungan dana alokasi umum berdasarkan formula, sedangkan faktor penyeimbang adalah suatu mekanisme untuk menghindari kemungkinan

penurunan kemampuan daerah dalam pembiayaan beban pengeluaran yang menjadi tanggung jawab daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang “Dana

Perimbangan” menyatakan bahwa jumlah keseluruhan DAU ditetapkan

sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Celah


(34)

fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal Daerah. Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Kebutuhan fiskal Daerah merupakan kebutuhan pendanaan Daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Setiap kebutuhan pendanaan diukur secara berturutturut dengan jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia. Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan Daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil.

4. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang di peroleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pendapatan asli daerah merupakan salah satu wujud dari

desentralisasi fiskal untuk memberikan sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali da digunakan sendiri sesuai dengan potensinya. Menuru Permendagri No.

13/2006 tentang “Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan bahwa

Pendapatan Asli Daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas: a. Hasil pajak daerah,

b. Hasil retribusi daerah,

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan meliputi bagian laba atas

penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD; bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN; dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah, dan


(35)

19

hasil pengelolaan kekyaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan mencakup: hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; jasa giro;

pendapatan bunga; keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah; penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; pendapatan denda pajak; pendapatan denda retribusi; pendapatan hasil eksekusi atas jaminan; pendapatan dari pengembalian; fasilitas sosial dan fasilitas umum; pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

Menurut Undang-Undang No. 33/2004 tentang “Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah” menyebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah bertujuan

memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Pada Pasal 7 Undang-Undang No. 33/2004 Dalam disebutkan bahwa dalam upaya

meningkatkan PAD, daerah dilarang:

a. Menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi; dan

b. Menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan impor/ekspor. 5. Belanja Daerah

Menurut Permendagri No. 13 tahun 2006 pasal 23, Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan


(36)

kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten atau kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang undangan. Belanja diklasifikasikan sebagai berikut. Urusan pemerintahan terdiri dari belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan. Belanja menurut urusan wajib mencakup:

a. pendidikan, b. kesehatan, b. pekerjaan umum, c. perumahan rakyat, d. penataan ruang,

e. perencanaan pembangunan, f. perhubungan,

g. lingkungan hidup, h. pertanahan,

i. kependudukan dan catatan sipil, j. pemberdayaan perempuan,

k. keluarga berencana dan keluarga sejahtera, l. sosial,

m.tenaga kerja,

n. koperasi dan usaha kecil dan menengah, o. penanaman modal,


(37)

21

p. kebudayaan,

q. pemuda dan olah raga,

r. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, s. pemerintahan umum,

t. kepegawaian,

u. pemberdayaan masyarakat dan desa, v. statistik,

w.arsip, dan

x. komunikasi dan informatika.

Belanja menurut urusan pilihan mencakup hal-hal sebagai berikut: a. pertanian,

b. kehutanan,

c. energi dan sumber daya mineral, d. pariwisata,

e. kelautan dan perikanan, f. perdagangan,

g. perindustrian, dan h. transmigrasi.

Fungsi yang digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari hal-hal sebagai berikut.

a. pelayanan umum,

b. ketertiban dan ketentraman, c. ekonomi,


(38)

e. perumahan dan fasilitas umum, f. kesehatan,

g. pariwisata dan budaya, h. pendidikan, dan i. perlindungan sosial.

Alokasi belanja daerah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung.

a. Belanja Tidak Langsung

Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah, terdiri dari hal-hal berikut ini.

1. Belanja pegawai.

Belanja pegawai merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang

ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 2. Bunga.

Belanja bunga digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang (principal outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

3. Subsidi.

Belanja subsidi digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu (perusahaan/lembaga yang menghasilkan produk atau jasa pelayanan umum masyarakat) agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak.


(39)

23

4. Hibah.

Belanja hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat/ perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan

peruntukannya. Hibah kepada pemerintah bertujuan untuk menunjang peningkatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan di daerah. Hibah kepada perusahan daerah bertujuan untuk menunjang peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Hibah kepada pemerintah daerah Iainnya bertujuan untuk menunjang peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan layanan dasar umum. Hibah kepada badan/lembaga/organisasi swasta dan/atau kelompok masyarakat/ perorangan bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dalam penyelenggaraan pembangunan daerah.

5. Bantuan sosial.

Bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan

kesejahteraan masyarakat. 6. Belanja bagi hasil.

Belanja bagi hasil digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah Iainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

7. Bantuan keuangan.

Bantuan keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa,


(40)

dan kepada pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan. Bantuan keuangan yang bersifat umum

peruntukan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah

daerah/pemerintah desa penerima bantuan. Bantuan keuangan yang bersifat khusus peruntukan dan pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan.

8. Belanja tidak terduga.

Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahuntahun sebelumnya yang telah ditutup. Kegiatan yang bersifat tidak biasa yaitu untuk tanggap darurat dalam rangka pencegaha gangguan terhadap stabilitas penyelenggaraan pemerintahan demi terciptanya keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat di daerah.

b. Belanja Langsung.

Belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung terdiri dari hal-hal berikut ini:

1. Belanja pegawai.

Belanja pegawai untuk pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah.


(41)

25

Belanja barang dan jasa digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah.

3. Belanja modal.

Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasidan jaringan, dan aset tetap lainnya.

6. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Alokasi Belanja Daerah

Untuk memberikan dukungan terhadap pelaksanaan otonomi daerah telah diterbitkan UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerinath Pusat dan Daerah. Sumber pembiayaan Pemerintah Daerah didalam rangka perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi,

dekonsentralisasi, dan pembatuan. Adapun sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah.

Menurut Vidi (2007) Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk mebiayai kebutuhan pengeluarannya di dalam pelaksanaan desentralisasi. Berkaitan dengan dana perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah secara leluasa dapat menggunakan dana ini


(42)

untuk member pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.

Dalam literatur ekonomi dan keuangan daerah, hubungan Pendapatan dan Belanja Daerah didiskusikan secara luas sejak akhir dekade 1950-an dan berbagai hipotesis tentang hubungan diuji secara empiris menyatakan bahwa pendapatan mempengaruhi belanja. Sementara studi tentang pengaruh grants dari Pemerintah Pusat terhadap keputusan pengeluaran atau Belanja Pemerintah Daerah sudah berjalan lebih dari 30 tahun (Bambang Prakosa, 2004). Holtz-Eakin, 1985 dalam Bambang Prakosa (2004) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari Pemerintah Pusat dengan Belanja Pemerintah Daerah.

Melihat beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia, menunjukan bahwa Dana Alokasi Umum merupakan sumber pendapatan penting bagi suatu daerah dalam memenuhi belanjanya. Dana Alokasi Umum ini sekaligus dapat

menunjukan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin banyak Dana Alokasi Umum yang diterima maka berarti daerah tersebut masih sangat tergantung terhadap Pemerintah Pusat dalam memenuhi belanjanya, ini menandakan bahwa daerah tersebut belum mandiri, dan begitu juga sebaliknya (Pambudi, 2007).

Secara teori Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap alokasi belanja daerah. Belanja daerah adalah semua pengeluaran Pemerintah Daerah pada suatu periode anggaran. Alokasi belanja daerah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Sedangkan belanja langsung


(43)

27

merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan program dan kegiatan yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal (Puspita Sari, 2009).

a. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap alokasi belanja langsung. Secara teori Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap alokasi belanja langsung. DAU dialokasikan untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota. Tujuan dari pemberian Dana Alokasi Umum ini adalah pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat

pendapatan. Jaminan keseimbangan penyelenggaraan Pemerintah Daerah dalam rangka penyediaan pelayanan dasar kepada masyarakat. Oleh karena itu DAU

merupakan sumber dana yang dominan dan dapat meningkatkan pelayanan pada masyarakat. Sebagai tujuan dari desentralisasi yaitu untuk mempercepat pembangunan disamping itu tetap memaksimalkan potensi daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Jadi, DAU memiliki pengaruh terhadap belanja langsung (Puspita Sari, 2009).

b. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap alokasi belanja tidak langsung. Secara teori Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap alokasi belanja tidak langsung yang dialokasikan untuk membiayai belanja pegawai berupa gaji dan tunjangan, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil kepada Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa, belanja bantuan Keuangan kepada Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa, belanja tidak tersangka. Setiap tahun

terjadi peningkatan belanja tidak langsung disebabkan oleh kebijakan Pemerintah Pusat yang terus menambah jumlah PNS, serta kenaikan gaji PNS. Dengan demikian


(44)

Dana Alokasi Umum tidak terlalu segnifikan, jika dibandingkan dengan kenaikan gaji pegawai tersebut. Namun didorong kewajiban untuk mengalokasikan belanja hibah sebagai komponen belanja tidak langsung. Sehingga DAU memiliki pengaruh terhadap belanja tidak langsung.

7. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Alokasi Belanja Daerah Studi tentang pengaruh pendapatan daerah (local own resources revenue) terhadap pengeluaran daerah sudah banyak dilakukan, sebagai contoh penelitian yang pernah dilakukan oleh Bambang Prakosa (2004), Syukriy & Halim (2003) menyatakan pendapatan (terutama pajak) akan mempegaruhi Anggaran Belanja Pemerintah Daerah dikenal dengan nama tax spend hyphotesis. Dalam hal ini pengeluaran Pemerintah Daerah akan disesuaikan dengan perubahan dalam penerimaan Pemerintah Daerah atau perubahan pendapatan terjadi sebelum perubahan pengeluaran.

Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan kemandirian daerah, Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat (UU 32/2004). Kemampuan daerah untuk menyediakan pendanaan yang berasal dari daerah sangat tergantung pada kemampuan merealisasikan potensi ekonomi tersebut menjadi bentuk-bentuk kegiatan ekonomi yang mampu menciptakan perguliran dana untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan.

Colombatto (2001) dalam Syukriy dan Halim (2003) menemukan adanya perbedaan preferensi antara eksekutif dan legislatif dalam pengalokasian spread PAD ke


(45)

29

dalam belanja sektoral. Alokasi untuk infrastruktur dan DPRD mengalami kenaikan, tapi alokasi untuk pendidikan dan kesehatan justru mengalami penurunan. menduga power legislatif yang sangat besar menyebabkan diskresi atas penggunaan spread PAD tidak sesuai dengan preferensi publik.

Melihat beberapa hasil penelitian diatas telah menunjukan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan penting bagi sebuah daerah dalam memenuhi belanjanya. Dan Pendapatan Asli Daerah ini sekaligus dapat menujukan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin banyak Pendaptan Asli Daerah yang didapat semakin memungkinkan daerah tersebut untuk memenuhi kebutuhan belanjanya sendiri tanpa harus tergantung pada Pemerintah Pusat, yang berarti ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah tersebut telah mampu untuk mandiri, dan begitu juga sebaliknya.

a. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Alokasi Belanja Langsung Secara teori Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja langsung. PAD memiliki peran yang cukup signifikan dalam menentukan kemampuan daerah untuk melakukan aktivitas pemerintah dan program-program pembangunan daerah. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat serta menjaga dan memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat. Jadi, PAD berpengaruh terhadap belanja langsung (Puspita Sari, 2009).


(46)

b. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Alokasi Belanja Tidak Langsung Secara teori Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja tidak langsung, karena belanja tidak langsung dialokasikan untuk membiayai Belanja pegawai berupa gaji dan tunjangan, Belanja hibah, Belanja bantuan sosial, Belanja Bagi Hasil kepada Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa, Belanja Bantuan Keuangan kepada Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa, Belanja tidak tersangka. Peningkatan pendapatan yang diperoleh dari PAD mengalami pertambahan karena alokasi belanja tidak langsung cenderung digunakan untuk membiayai belanja pegawai berupa gaji dan tunjangan yang tiap tahun terjadi kenaikan gaji pegawai, dibanding untuk

pengalokasian belanja tidak langsung lainnya. Dengan adanya kenaikan belanja pegawai mengorbankan komitmen pemerintah untuk mensejahterakan rakyat.

B. Penelitian Terdahulu

1. Fhino Andrea Christy dan Priyo Hari Adi

Dalam Penelitiannya yang berjudul Hubungan antara dana alokasi umum, belanja daerah. Hasil penelitian mendapatkan bahwa pengujian tentang pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Belanja Modal (BM) konsisten dengan penelitian sebelumnya. Besarnya Belanja pemerintah daerah selama ini sangat ditentukan oleh faktor Dana Alokasi Umum.

2. Kesit Bambang Prakosa (2004)

Dalam Penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah. Menyatakan Bahwa semakin besar Dana Alokasi Umum yang diterima oleh daerah dari


(47)

31

pemerintah pusat dan Pendapatan Asli Daerah yang di dapat akan menentukan besarnya alokasi Belanja Daerah.

3. Maimunah (2006)

Dalam Penelitiannya yang berjudul fly paper effect pada dana alokasi umum (DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap belanja daerah pada

kabupaten/kota dipulau Sumatera. Hasil penelitian di dapatkan bahwa Besarnya nilai DAU dan PAD mempengaruhi besarnya nilai Belanja daerah

(pengaruhpositif). Telah terjadi fly paper effect pada Belanja Daerah pada

Kabupaten/Kota diSumatera. Pengaruh fly paper effect dalam memprediksi Belanja Daerah periode kedepan. Tidak terdapat perbedaan terjadinya fly paper effect baik pada daerah yang PAD-nya rendah maupun daerah yang PAD-nya tinggi

diKabupaten/Kota pulau Sumatera. Semakin besar Dana Alokasi Umum yang diterima oleh daerah dari pemerintah pusat dan Pendapatan Asli Daerah yang didapat akan menentukan besarnya alokasi Belanja Daerah

4. Noni Puspita sari, Idhar Yahya (2009)

Pada penelilitian yang dilakukannya, meneliti tentang analisis DAU dalam era otonomi daerah studi kasus pada 30 Propinsi, teknik Analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda, hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang positif antara Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Daerah yang mempengaruhi Belanja Daerah.

5. Syukriy Abdullah dan Abdul Halim (2003)

Melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Pemerintah Daerah: Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Jawa dan Bali”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik


(48)

secara parsial maupun simultan terdapat pengaruh antara Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang menitikberatkan pada pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Daerah, maka dalam penelitian ini penulis akan menganalisis pengaruh DAU dan PAD terhadap alokasi belanja daerah yang terdiri dari belanja langsung dan belanja tidak langsung.


(49)

III. METODE PENELITIAN

A.Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari badan pusat statistik (BPS) kabupaten Lampung Tengah.

B.Batasan Variabel

Batasan atau definisi variable-variable yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dana Alokasi Umum adalah transfer yang bersifat umum dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah untuk mengatasi ketimpangan horisontal dengan tujuan utama pemerataan kemampuan keuangan antar daerah (Halim, 2009). Dana Alokasi Umum diperoleh dengan melihat dari Dana Perimbangan yang ada di Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah.

2. Pedapatan Asli Daerah adalah Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari Hasil Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Pendapatan dari Laba Perusahaan Daerah dan lain-lain Pendapatan Yang Sah. Pendapatan Asli Daerah dalam penelitian ini dapat diketahui dari pos belanja daerah dalam Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah dari tahun 2000 sampai dengan 2013. Rumus untuk menghitung Pendapatan Asli Daerah yaitu:


(50)

yang dipisahkan + Lain-lain PAD yang sah

3. Belanja daerah adalah semua pengeluaran Pemerintah Daerah pada suatu periode Anggaran. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri dari tiga komponen utama, yaitu unsur penerimaan, belanja rutin dan belanja pembangunan. Ketiga komponen itu meskipun disusun hampir secara bersamaan, akan tetapi proses penyusunannya berada di lembaga yang berbeda. Dalam rangka

memudahkan penilaian kewajaran biaya suatu program atau kegiatan, belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja Daerah dalam penelitian ini dapat diketahui dari pos belanja daerah dalam Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dari tahun 2000 sampai dengan 2013.

Alokasi belanja daerah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah yang terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Rumus untuk menghitung alokasi belanja tidak langsung yaitu: ABTL = belanja pegawai + belanja bunga + belanja subsidi + belanja hibah + belanja bantuan sosial + belanja bagi hasil + bantuan keuangan + belanja tidak terduga

Belanja langsung merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan program dan kegiatan pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal (Puspita sari, 2009). Rumus untuk menghitung alokasi belanja langsung yaitu:


(51)

35

ABL = belanja pegawai + belanja barang dan jasa + belanja modal

C. Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Secara umum, pendekatan kuantitatif lebih fokus pada tujuan untuk generalisasi, dengan melakukan pengujian statistik dan steril dari pengaruh subjektif peneliti (Sekaran, 1992). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Teknik yang digunakan untuk mencari nilai persamaan regresi yaitu dengan analisis Least Squares (kuadrat terkecil) dengan meminimalkan jumlah dari kuadrat kesalahan.

Beberapa langkah yang dilakukan dalam analisis regresi linier masing- masing akan dijelaskan di bawah ini:

1. Statistik Deskriptif

Penyajian statistik deskriptif bertujuan agar dapat dilihat profil dari data penelitian tersebut dengan hubungan yang ada antar variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah Pendapatan Asli

Daerah, Dana Alokasi Umum, dan alokasi belanja daerah.

2. Uji Asumsi Klasik

Pengujian regresi linier berganda dapat dilakukan setelah model dari penelitian ini memenuhi syarat-syarat yaitu lolos dari asumsi klasik. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah data tersebut harus terdistribusikan secara normal, tidak


(52)

pengujian regresi linier berganda perlu dilakukan lebih dahulu pengujian asumsi klasik, yang terdiri dari:

a. Uji Normalitas

Uji Normalitas adalah untuk mengetahui apakah residual terdistribusi secara normal atau tidak, pengujian normalitas dilakukan menggunakan metode Jarque Bera. Residual di katakan memiliki distribusi normal jika jarque Bera > Chi square, dan atau probabilita (p-value) > α=5%.

Ho : Jarque – Bera star > Chi square, p-value < 5%, data tidak tersistribusi dengan normal.

Ha : Jarque – Bera star < Chi square, p-value > 5%, data tersistribusi dengan normal.

b. Multikolineraritas

Multikolineraritas adalah hubungan linier yang terjadi diantara variable-variable independen, meskipun terjadinya multikolineraritas tetap menghasilkan estimator yang BLUE. Pengujian terhadap gejala multikolineraritas dapat dilakukan dengan menghitung Variance Inflation Factor (VIF) dengan hasil estimasi. Menurut studenmund (2001) jika VIF < 5 maka antara variable independen tidak terjadi hubungan yang linier (tidak ada multikolineraritas ).

Ho : VIF > 5, terdapat multikolineraritas antar variable independen Ha : VIF < 5, tidak ada multikolineraritas antar variable independen


(53)

37

c. Autokorelasi

Autokorelasi adalah keadaan dimana faktor-faktor penggunaan yang satu dengan yang lain tidak saling berhubungan, pengujian terhadap gejala autokorelasi dalam model analisa regresi dilakukan dengan pengujian Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test dengan membandingkan nilai Obs*R square dengan nilai Chi-square. Jika obs*R square (X² hitung ) > Chi-square (X² - tabel), berarti hasil uji Breusch-Godfrey Serial

Correlation LM Test mengindikasikan bahwa tidak ada masalah autokorelasi. Dalam hal ini, hipotesis pendugaan masalah autokorelasi adalah sebagai berikut :

Ho : Obs*R square (X² - hitung) > Chi – square (X² - tabel), Model mengalami masalah autokorelasi.

Ha : Obs*R square (X² - hitung ) < Chi-square (X² - tabel), Model terbebas dari masalah autokorelasi.

d. Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah variasi dari residual model regresi yang digunakan dalam penelitian tidak homokedastis atau dengan kata lain tidak konstan. Data yang diambil dari pengamatan satu ke lain atau data yang diambil dari observasi satu ke yang lain tidak memiliki residual yang konstan atau tetap. Untuk menguji ada tidaknya

heteroskedastisitas maka dapat digunakan metode uji White. Uji keberadaan heteroskedastisitas dilakukan dengan menguji residual hasil estimasi menggunakan metode White Heteroskedasticity Test ( No Cross Term ) dengan membandingkan nilai Obs*R square dengan nilai Chi-square. Jika Obs*R square (X2– hitung) > Chi- square (X² - tabel), berarti terdapat masalah heterokedastis didalam model. Dan jika Obs*R


(54)

square (X² - hitung ) < Chi- square (X² - tabel), berarti tidak ada masalah heteroskedastis. Dalam hal ini, hipotesis pendugaan masalah heteroskedastisitas adalah sebagai berikut : Ho : Obs*R square (X² - hitung) > Chi – square (X² - tabel), Model mengalami masalah

heteroskedastisitas.

Ha : Obs*R square (X² - hitung) < Chi – square (X² - tabel), Model terbebas masalah heteroskedastisitas.

e. Uji Statistik

Untuk memperoleh regresi yang terbaik secara satatistik disebut BLUE (Best Linier Unbiase d Estimator ) beberapa kriteria untuk memenuhi kriteria BLUE adalah : Uji F, Uji t, Uji R² ( Gujarati, 2003). Kriteria digunakan untuk menguji hipotesis secara statistika didalam analisis regresi sederhana dan regresi berganda dilakukan melalui pendekatan uji signifikan. Uji signifikan secara umum merupakan prosedur untuk mengetahui seberapa besar signifikan keberadaan suatu hipotesis nol (H0) atau untuk menentukan apakah sampel yang diamati bebeda secara nyata dari hasil yang

diharapkan.

Perhitungan statistik dikatakn signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah krisis ( daerah dimana H0 ditolak). Sebaliknya, disebut tidak signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima. Dalam pengujian hipotersis ini dapat dilakukan dengan cara-cara berikut :


(55)

39

3. Model Regresi

Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda linier yang digunakan untuk melihat pengaruh pendapatan yaitu PAD dan DAU terhadap pengeluaran pemerintah yang berupa alokasi belanja daerah (belanja langsung dan belanja tidak langsung). Data diolah dengan bantuan software eviews 6.0

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model analisis regresi variabel independen terhadap variabel dependen (sekaran, 1992). Ada dua persamaan regresi, persamaan regresi adalah:

BL = a1 + b1DAU+ b2PAD + e1t Dan

BTL = a2 + b1DAU + b2PAD+ e2t

4. Pengujian Hipotesis a. Uji t – Statistik

Uji t merupakan suatu pengujian secara statistik yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi masing- masing variable bebas berpengaruh atau tidak terhadap variable terikat dengan mengangap variable bebas lainnya adalah konstan. Pengujian hipotesis untuk setiap koefisien regresi dilakukan dengan uji t (t student). Untuk

variabel bebas desentralisasi fiskal akan dilakukan uji satu arah pada tingkat kepercayaan

95% atau α = 0,05. Derajat kebebasan yanng digunakan adalah df = n – k – 1, dimana

n = jumlah observasi dan k = jumlah variabel bebas yang digunakan. Hipotesis yang digunakan adalah :


(56)

Ha : β1 ≠ 0 : Berpengaruh positif

Apabila : t hitung < t tabel : Ho diterima dan Ha ditolak t hitung > t tabel : Ho ditolak dan Ha diterima

jika H0 diterima, berarti variable bebas tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika H0 ditolak, berarti variable bebas berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

b. Uji Bersama (Uji F)

Untuk mengetahui peranan variable bebas secara keseluruhan dilakukan dengan uji F. Kesimpulan uji F dapat diperoleh dengan membandingkan antara F statistik dengan F tabel pada tingkat tertentu dan derajat bebas tertentu (Gujarati, 1997:121). Penngujian ini dilakukan denga rumus :

1. Bila F hitung . F tabel maka H0 ditolak, berarti secara bersama-sama variable bebas berpengaruh secara nyata dan signifikansi terhadap variabel terkait.

2. Bila F hitung < F tabel maka H0 diterima, berarti secara bersama-sama variabel bebas tidak berpengaruh secara nyata dan signifikansi terhadap variabel terikat. Di dalam penelitian ini nilai uji F dilihat dari tingkat signifikasi pada hasil


(57)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap alokasi belanja daerah baik dari belanja langsung dan belanja tidak langsungnya. Pemerintah Daerah yang memiliki DAU tinggi maka pengeluaran untuk alokasi belanja daerahnya juga semakin tinggi.

2. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja langsung tetapi berpengaruh negatif terhadap belanja tidak langsung. Pemerintah Daerah yang memiliki PAD tinggi maka pengeluaran untuk alokasi belanja daerahnya juga semakin tinggi.

B. Saran

Untuk meningkatkan alokasi belanja daerah maka Pemerintah Daerah diharapkan bisa terus menggali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah baik secara intensifikasi dengan cara mengaktifkan sumner pendapatan yang sudah ada dengan cara memberi pajak progesif untuk dua kendaraan bermotor dengan satu nama pemilik maupun

extensifikasi dengan cara mencari sumber-sumber pendapatan baru dengan cara memberi pajak rumah kos atau rumah sewaan untuk meningkatkan pendapatan daerah, demikian


(58)

juga Pemerintah Daerah agar terus mengupayakan untuk bisa menarik Dana Alokasi Umum semaksimal mungkin.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Priyo Hari. 2006. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi pada Kabupaten dan Kota Se Jawa Bali). Jurnal Studi Pembangunan KRITIS. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.

Arif, Bahtiar. 2002. Akuntansi pemerintahan. Penerbit. Salemba 4: Jakarta. Darise, Nurlan. 2008. Akuntansi Keuangan Daerah. Penerbit PT. Indeks: Jakarta. Ghozali, Imam, Arifin Sabeni. 1997. Pokok-pokok Akuntansi Pemerintahan. Edisi 4.

Penerbit BPFE: Yogyakarta.

Holtz-Eakin, Doglas, Harvey S, & Schuyley Tilly. 1994. Intertempora Analysis of State An Local Government Spending: Theory and Tests. Journal of Urban Economics 35: 159-174

Kawedar, Warsito, Abdul Rohman, dan Sri Handayani. 2007. Akuntansi Sektor Publik: Pendekatan Penganggaran Daerah dan Akuntansi Keuangan Daerah. Penerbit UNDIP: Semarang.

Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen keuangan daerah. Penerbit Andi: Yogyakarta.

Pratiwi, Novi. 2007. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Prediksi Belanja Daerah Pada

Kabupaten/Kota di Indones ia. Skripsi Sarjana (dipublikasikan). Fakultas Ekonomi UII: Yogyakarta.

Prakosa, Kesit Bambang, 2004. “Analisa Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap prediksi Belanja Daerah (Studi

Empirik di Provinsi Jawa Tengah dan DIY”. JAAI Vol. 8 No. 2, 101-118.

Puspita Sari, Noni dan Idhar Yahya. 2009. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendaptan Asli Daerah (PAD) terhadap belanja langsung.Universitas Sumatera Utara, Medan.

Safitri, Nurul Aisyiyah, Susanti. 2008. Analisis Kinerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Sebelum dan Sesudah Pemberlakuan

Pemendagri Nomor 13 Tahun 2006 Studi Pada Pemerintah Kabupaten Kudus. Skripsi Sarjana (Tidak dipublikasikan). Fakultas Ekonomi UNDIP:


(60)

Semarang.

Sekaran, Uman, Research Method for Business : A skill Building Approach, 7th Edition, New York: John Wiley and Sons, 2002.

Sukriy dan Halim Abdullah (c), Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadapBelanja Pemerintah Daerah:Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Jawa dan Bali, Simposium Nasional Akuntansi VI:1140-1159, Surabaya 16-17 Oktober 2003.

Triwidodo, Pambudi. 2007. Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah pada

Kabupaten/Kota di Bali. Skripsi Sarjana (dipublikasikan). Fakultas Ekonomi UII: Yogyakarta.

______.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

______.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan.

______.Undang-undang RI No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Direktorat Jenderal Otonomi Daerah. Jakarta.

______.Undang-undang RI No.25 tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.Direktorat Jenderal Otonomi Daerah. Jakarta. ______.Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Direktorat Jenderal Otonomi Daerah. Jakarta.

______.Undang-undang RI Nomor 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.Direktorat Jenderal Otonomi


(1)

39

3. Model Regresi

Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda linier yang digunakan untuk melihat pengaruh pendapatan yaitu PAD dan DAU terhadap pengeluaran pemerintah yang berupa alokasi belanja daerah (belanja langsung dan belanja tidak langsung). Data diolah dengan bantuan software eviews 6.0

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model analisis regresi variabel independen terhadap variabel dependen (sekaran, 1992). Ada dua persamaan regresi, persamaan regresi adalah:

BL = a1 + b1DAU+ b2PAD + e1t Dan

BTL = a2 + b1DAU + b2PAD+ e2t

4. Pengujian Hipotesis a. Uji t – Statistik

Uji t merupakan suatu pengujian secara statistik yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi masing- masing variable bebas berpengaruh atau tidak terhadap variable terikat dengan mengangap variable bebas lainnya adalah konstan. Pengujian hipotesis untuk setiap koefisien regresi dilakukan dengan uji t (t student). Untuk

variabel bebas desentralisasi fiskal akan dilakukan uji satu arah pada tingkat kepercayaan 95% atau α = 0,05. Derajat kebebasan yanng digunakan adalah df = n – k – 1, dimana n = jumlah observasi dan k = jumlah variabel bebas yang digunakan.

Hipotesis yang digunakan adalah : Ho : β1 = 0 : Tidak berpengaruh


(2)

40

Ha : β1 ≠ 0 : Berpengaruh positif

Apabila : t hitung < t tabel : Ho diterima dan Ha ditolak t hitung > t tabel : Ho ditolak dan Ha diterima

jika H0 diterima, berarti variable bebas tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika H0 ditolak, berarti variable bebas berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

b. Uji Bersama (Uji F)

Untuk mengetahui peranan variable bebas secara keseluruhan dilakukan dengan uji F. Kesimpulan uji F dapat diperoleh dengan membandingkan antara F statistik dengan F tabel pada tingkat tertentu dan derajat bebas tertentu (Gujarati, 1997:121). Penngujian ini dilakukan denga rumus :

1. Bila F hitung . F tabel maka H0 ditolak, berarti secara bersama-sama variable bebas berpengaruh secara nyata dan signifikansi terhadap variabel terkait.

2. Bila F hitung < F tabel maka H0 diterima, berarti secara bersama-sama variabel bebas tidak berpengaruh secara nyata dan signifikansi terhadap variabel terikat. Di dalam penelitian ini nilai uji F dilihat dari tingkat signifikasi pada hasil


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap alokasi belanja daerah baik dari belanja langsung dan belanja tidak langsungnya. Pemerintah Daerah yang memiliki DAU tinggi maka pengeluaran untuk alokasi belanja daerahnya juga semakin tinggi.

2. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja langsung tetapi berpengaruh negatif terhadap belanja tidak langsung. Pemerintah Daerah yang memiliki PAD tinggi maka pengeluaran untuk alokasi belanja daerahnya juga semakin tinggi.

B. Saran

Untuk meningkatkan alokasi belanja daerah maka Pemerintah Daerah diharapkan bisa terus menggali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah baik secara intensifikasi dengan cara mengaktifkan sumner pendapatan yang sudah ada dengan cara memberi pajak progesif untuk dua kendaraan bermotor dengan satu nama pemilik maupun

extensifikasi dengan cara mencari sumber-sumber pendapatan baru dengan cara memberi pajak rumah kos atau rumah sewaan untuk meningkatkan pendapatan daerah, demikian


(4)

64

juga Pemerintah Daerah agar terus mengupayakan untuk bisa menarik Dana Alokasi Umum semaksimal mungkin.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Priyo Hari. 2006. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi pada Kabupaten dan Kota Se Jawa Bali). Jurnal Studi Pembangunan KRITIS. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.

Arif, Bahtiar. 2002. Akuntansi pemerintahan. Penerbit. Salemba 4: Jakarta. Darise, Nurlan. 2008. Akuntansi Keuangan Daerah. Penerbit PT. Indeks: Jakarta. Ghozali, Imam, Arifin Sabeni. 1997. Pokok-pokok Akuntansi Pemerintahan. Edisi 4.

Penerbit BPFE: Yogyakarta.

Holtz-Eakin, Doglas, Harvey S, & Schuyley Tilly. 1994. Intertempora Analysis of State An Local Government Spending: Theory and Tests. Journal of Urban Economics 35: 159-174

Kawedar, Warsito, Abdul Rohman, dan Sri Handayani. 2007. Akuntansi Sektor Publik: Pendekatan Penganggaran Daerah dan Akuntansi Keuangan Daerah. Penerbit UNDIP: Semarang.

Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen keuangan daerah. Penerbit Andi: Yogyakarta.

Pratiwi, Novi. 2007. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli

Daerah (PAD) terhadap Prediksi Belanja Daerah Pada

Kabupaten/Kota di Indones ia. Skripsi Sarjana (dipublikasikan). Fakultas Ekonomi UII: Yogyakarta.

Prakosa, Kesit Bambang, 2004. “Analisa Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap prediksi Belanja Daerah (Studi Empirik di Provinsi Jawa Tengah dan DIY”. JAAI Vol. 8 No. 2, 101-118.

Puspita Sari, Noni dan Idhar Yahya. 2009. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU)dan Pendaptan Asli Daerah (PAD) terhadap belanja langsung.Universitas Sumatera Utara, Medan.

Safitri, Nurul Aisyiyah, Susanti. 2008. Analisis Kinerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Sebelum dan Sesudah Pemberlakuan

Pemendagri Nomor 13 Tahun 2006 Studi Pada Pemerintah Kabupaten Kudus. Skripsi Sarjana (Tidak dipublikasikan). Fakultas Ekonomi UNDIP:


(6)

66

Semarang.

Sekaran, Uman, Research Method for Business : A skill Building Approach, 7th

Edition, New York: John Wiley and Sons, 2002.

Sukriy dan Halim Abdullah (c), Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadapBelanja Pemerintah Daerah:Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Jawa dan Bali, Simposium Nasional Akuntansi VI:1140-1159, Surabaya 16-17 Oktober 2003.

Triwidodo, Pambudi. 2007. Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah pada

Kabupaten/Kota di Bali. Skripsi Sarjana (dipublikasikan). Fakultas Ekonomi UII: Yogyakarta.

______.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

______.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan.

______.Undang-undang RI No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Direktorat Jenderal Otonomi Daerah. Jakarta.

______.Undang-undang RI No.25 tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.Direktorat Jenderal Otonomi Daerah. Jakarta. ______.Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Direktorat Jenderal Otonomi Daerah. Jakarta.

______.Undang-undang RI Nomor 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.Direktorat Jenderal Otonomi


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal pada Kota di Pulau Sumatera

3 155 93

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening Di Kabupaten Dan Kota Provinsi Aceh

5 75 107

Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Pendapatan lain-lain yang Dianggap Sah Terhadap Belanja Pemerintahan Daerah : Studi Kasus Kabupaten/ Kota di Propinsi Sumatera Utara.

7 108 82

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Jumlah Penduduk Dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Belanja Daerah Pada Pemda Di Sumatera Utara

0 46 101

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Fiscall Stress Terhadap Kinerja Keuangan Di Kabupaten Dan Kota Propinsi Sumatera Utara

6 85 122

Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Lain-lain Pendapatan terhadap Belanja Daerah (Studi Kasus Kabupaten/ Kota di Propinsi Sumatera Utara)

1 39 84

Pengaruh Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) Pada Pemerintahan Kota Tanjung Balai

2 42 103

Pengalokasian Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah Dalam Belanja Pemerintah Kota Di Sumatera Utara

3 30 131

The influence of original local government revenues, general allocation funds and special allocation funds to local government expenditures

0 12 99

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH Pengaruh Dana Alokasi Umum Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Alokasi Belanja Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Surakarta).

0 2 12