Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Fiscall Stress Terhadap Kinerja Keuangan Di Kabupaten Dan Kota Propinsi Sumatera Utara

(1)

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI

UMUM DAN

FISCALL STRESS

TERHADAP KINERJA

KEUANGAN DI KABUPATEN DAN KOTA

PROPINSI SUMATERA UTARA

   

      

TESIS

Oleh

FRISKA SIHITE

087017096/Akt

 

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

S

E K O L A H

P A

S C

A S A R JA


(2)

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI

UMUM DAN

FISCALL STRESS

TERHADAP KINERJA

KEUANGAN DI KABUPATEN DAN KOTA

PROPINSI SUMATERA UTARA

  

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

FRISKA SIHITE

087017096/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis

: PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH,

DANA ALOKASI UMUM, DAN

FISCAL STRESS

TERHADAP KINERJA KEUANGAN DI

KABUPATEN DAN KOTA PROPINSI SUMATERA

UTARA

Nama Mahasiswa

: Friska Sihite

Nomor Pokok

: 087017096

Program Studi

: Akuntansi

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak)

Ketua

Anggota

Ketua Program Studi

Direktur

(Prof. Dr.Ade Fatma Lubis MAFIS, MBA, Ak) (Prof. Dr.Ir.T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 30 September 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

: Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak

Anggota

: 1. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak

2. Fahmi Natigor Nasution, SE, M.Acc, Ak

3. Dr. Murni Daulay, M.Si


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “

Pengaruh

Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan

Fiscal Stress

terhadap

Kinerja Keuangan di Kabupaten dan Kota Propinsi Sumatera Utara”.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun

sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan

secara benar dan jelas.

Medan, September 2010

Yang membuat Pernyataan,


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Fiscal Stress Terhadap Kinerja Keuangan di Kabupaten dan Kota Propinsi Sumatera Utara selama tahun 2005-2008.

Data yang digunakan adalah Laporan Realisasi Anggaran Kabupaten dan Kota yang dijadikan sampel, yang dipublikasikan melalui website yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan analisis data panel atau pooling least square (PLS). Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan metode data panel yang merupakan hasil penggabungan data cross section dan data time series. Variabel penelitian ini adalah pendapatan asli daerah (PAD) sebagai variabel X1, dana alokasi umum (DAU) sebagai X2, dan fiscal stress sebagai X3 serta kinerja keuangan sebagai variabel Y dengan total sampel per tahun sebanyak 15 Kabupaten dan 7 Kota.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Fiscal Stress berpengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan. Sedangakan variabel Dana Alokasi Umum (DAU) negatif terhadap Kinerja Keuangan.


(7)

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of region income, the General Allocation and Fiscal Stress On The Financial Performance in the District and City of Propinsi Sumatera Utara during 2005-2008.

The data used is the Budget Realization Report County and Cities used as a sample, which was published through the website www.djpk.depkeu.go.id, www.bpk.go.id, and the Biro Pusat Statistik (BPS) of Propinsi Sumatera Utara. The method of analysis used in this research is quantitative method, with panel data analysis or pooling least square (PLS). The sampling method used is the method of panel data which is the result of combining cross section data and time series data. The variable is local rebenue (PAD) as the variables X1, the general allocation fund (DAU) as X2, X3 and fiscal stress as well as financial performance as a variable Y with a total of 15 samples per year and 7 City District.

Research results show that the Revenue (PAD), and Fiscal Stress positive effect on financial performance. Variable while the General Allocation Fund (DAU) negative for Financial Performance.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan penyertaannya, sehingga penulisan tesis yang berjudul ”Pengaruh PAD, DAU, dan Fiscal Stress terhadap Kinerja Keuangan di Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Utara” dapat berjalan lancar.

Tesis ini juga penulis persembahkan untuk keluarga besarku, keluarga yang sangat luar biasa, kedua orangtuaku A. Sihite, SE dan M.R. Hutabarat, S.Pd dan adik penulis Henry Simon Sihite, terima kasih buat segala hal yang kalian berikan, kalian adalah orang-orang yang sangat berharga, kalian adalah orang-orang yang menjadi inspirasi dan kekuatan bagi penulis dalam menjalani kehidupan.

Adapun tesis ini berjudul ”Pengaruh PAD, DAU dan Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara”, dan disusun bertujuan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sain pada Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan, dorongan semangat, nasehat, dan bantuan selama proses penyusunan tesis ini.

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H. M.Sc (CTM), Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak, selaku Ketua Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen pembanding yang telah banyak memberikan kritik dan saran untuk perbaikan sehingga selesainya tesis ini.

4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen pembanding


(9)

yang telah banyak memberikan kritik dan saran untuk perbaikan sehingga selesainya tesis ini.

5. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam proses penelitian dan penulisan untuk menyusun tesis ini.

6. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam proses penelitian dan penulisan untuk menyusun tesis ini.

7. Bapak Fahmi Natigor Nasution, SE, M.Acc, Ak, selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan kritik dan saran untuk perbaikan sehingga selesainya tesis ini. 8. Bapak dan Ibu para dosen serta seluruh pegawai pada Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara atas ilmu dan bantuan yang diberikan.

9. Teman-teman penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namanya, terima kasih buat dukungannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis dalam pengetahuan dan pengulasan tesis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat dijadikan acuan dalam penulisan karya-karya ilmiah selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini menjadi bahan bacaan yang bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Agustus2010 Penulis,

Friska Sihite NIM: 087017096


(10)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Friska Sihite 2. Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 25 Oktober 1986.

3. Alamat : Jl. Bajak 5, Komplek Villa Mutiara Blok E No.6 Amplas – 20147.

4. Agama : Kristen Protestan 5. Jenis Kelamin : Perempuan

6. Pekerjaan : Auditor

7. Status : Belum Menikah 8. No. Telepon/HP : 061-76612508/0819612421 9. Pendidikan :

a. Lulus SD Serdang Murni 1, Lubuk Pakam tahun 1998. b. Lulus SMP Serdang Murni 1, Lubuk Pakam tahun 2001.

c. Lulus SMA Negeri 1 (Plus) Matauli, Tapanuli Tengah tahun 2004. d. Lulus Sarjana Sastra Jepang (S1) Universitas Sumatera Utara tahun 2008. e. Lulus Sarjana Ekonomi Akuntansi (S1) Universitas Sumatera Utara tahun 2010. 10. Riwayat Pekerjaan :

a. Agust ‘08 – April ‘09 : Auditor Junior di KAP Pam Situmorang. b. Juni ’09 – Sept ‘09 : Auditor Junior di KAP Ade Fatma Lubis.

c. Okt ‘09 - Sekarang : Auditor Junior di KAP Grant Thornton Hendrawinata, Gani dan Hidayat, Member of Grant Thornton International.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT

... ii

KATA PENGANTAR...

iii

RIWAYAT HIDUP...

v

DAFTAR ISI...

vi

DAFTAR TABEL...

ix

DAFTAR GAMBAR...

x

DAFTAR LAMPIRAN...

xi

BAB I PENDAHULUAN...

1

1.1. Latar Belakang Masalah ...

1

1.2. Rumusan Masalah Penelitian ...

13

1.3. Tujuan

Penelitian... 13

1.4. Manfaat

Penelitian... 14

1.5. Originalitas Penelitian ...

14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...

16

2.1. Landasan Teori...

16

2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ...

16

2.1.2. Dana Alokasi Umum (DAU) ...

20

2.1.3. Fiscal Stress... 22

2.1.4. Kinerja Keuangan...

23

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu... 28

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ...

32

3.1. Kerangka Konseptual ...

32


(12)

BAB IV METODE PENELITIAN...

35

4.1. Jenis

Penelitian... 35

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian...

35

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian...

35

4.4. Metode Pengumpulan Data...

37

4.5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ...

38

4.6. Metode Analisis Data...

41

4.6.1 Model Analisis Ekonometrika...

42

4.6.2 Metode Analisis... 44

4.6.3. Pendekatan Pooled Least Square (PLS)... 45

4.6.4. Pendekatan Fixed Effect Model (FEM)... 45

4.6.5. Pendekatan Random Effect Model (FEM)... 46

4.7. Pengujian Model... ...

47

4.7.1. Uji F dan Uji Chow... ...

47

4.7.2. Uji Hausman...

49

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN...

51

5.1. Gambaran Umum Sumatera Utara...

51

5.1.1 Lokasi dan Keadaan Geografis…...

51

5.1.2 Iklim………...

52

5.1.3 Kondisi Demografis………... 53

5.1.4 Potensi Wilayah..………...

54

5.2. Perkembangan Perekonomian Sumatera Utara...

55

5.3. Analisis Hasil Penelitian………...

57

5.3.1 Analisis Hasil Estimasi dengan Generalized Least Square

57

5.3.2 Uji Hausman………...……...

59

5.3.3 Random Effect Model (REM) ...……...……...

60


(13)

5.3.4.1 Pendapatan Asli Daerah terhadap kinerja

keuangan 22 kabupaten dan kota Propinsi

Sumatera Utara ...

61

5.3.4.2 Dana Alokasi Umum Terhadap Kinerja

Keuangan 22 Kabupaten dan kota Propinsi

Sumatera Utara ...

61

5.3.4.3 Fiscal Stress Terhadap Kinerja Keuangan pada 22

kabupaten dan kota Propinsi Sumatera Utara ...

62

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...

76

6.1. Kesimpulan………... 76

6.2. Keterbatasan………... 77

6.3. Saran………...

78


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul

Halaman

1.1 Anggaran dan Realisasi PAD...

5

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu...

31

3.1 Populasi dan Sampel ...

37

3.2 Definisi Operasional dan Pengukuran Varibel ...

41

5.1 Hasil Estimasi GLS (FEM dan REM) ...

58

5.2 Hasil Uji Hausman untuk model FEM dan REM ...

59


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul

Halaman


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Halaman

1. Populasi Penelitian... 83

2. Sampel Penelitian ... 84

3. Data Awal Penelitian ... 85

4. Data dalam Bentuk Rasio... 88

5. Hasil Regresi Model FEM ... 91

6. Hasil Regresi Model REM... 93


(17)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Fiscal Stress Terhadap Kinerja Keuangan di Kabupaten dan Kota Propinsi Sumatera Utara selama tahun 2005-2008.

Data yang digunakan adalah Laporan Realisasi Anggaran Kabupaten dan Kota yang dijadikan sampel, yang dipublikasikan melalui website yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan analisis data panel atau pooling least square (PLS). Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan metode data panel yang merupakan hasil penggabungan data cross section dan data time series. Variabel penelitian ini adalah pendapatan asli daerah (PAD) sebagai variabel X1, dana alokasi umum (DAU) sebagai X2, dan fiscal stress sebagai X3 serta kinerja keuangan sebagai variabel Y dengan total sampel per tahun sebanyak 15 Kabupaten dan 7 Kota.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Fiscal Stress berpengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan. Sedangakan variabel Dana Alokasi Umum (DAU) negatif terhadap Kinerja Keuangan.


(18)

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of region income, the General Allocation and Fiscal Stress On The Financial Performance in the District and City of Propinsi Sumatera Utara during 2005-2008.

The data used is the Budget Realization Report County and Cities used as a sample, which was published through the website www.djpk.depkeu.go.id, www.bpk.go.id, and the Biro Pusat Statistik (BPS) of Propinsi Sumatera Utara. The method of analysis used in this research is quantitative method, with panel data analysis or pooling least square (PLS). The sampling method used is the method of panel data which is the result of combining cross section data and time series data. The variable is local rebenue (PAD) as the variables X1, the general allocation fund (DAU) as X2, X3 and fiscal stress as well as financial performance as a variable Y with a total of 15 samples per year and 7 City District.

Research results show that the Revenue (PAD), and Fiscal Stress positive effect on financial performance. Variable while the General Allocation Fund (DAU) negative for Financial Performance.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya ketergantungan Daerah terhadap Pusat. Pemerintah Daerah tidak mempunyai keleluasaan dalam menetapkan program-program pembangunan di daerahnya. Demikian juga dengan sumber keuangan penyelenggaraan pemerintahan yang diatur oleh Pusat. Beranjak dari kondisi tersebut mendorong timbulnya tuntutan agar kewenangan pemerintahan dapat didesentralisasikan dari Pusat ke Daerah. Untuk mengatasi hal ini maka ditetapkanlah Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menegaskan kembali pelaksanaan Otonomi Daerah.

Undang-Undang No.32 Tahun 2004 ini menitikberatkan otonomi pada daerah Kabupaten dan Kota, dengan tujuan untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain UU No.32 Tahun 2004 ditetapkan juga UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar mengenai pengaturan hubungan Pusat dan Daerah, khususnya dalam administrasi pemerintahan maupun dalam hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang dikenal sebagai era otonomi.

Undang–undang ini menetapkan pemberian kewenangan otonomi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah. Konsekuensi dari kewenangan ototnomi yang luas ini adalah pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan


(20)

pelayanan dan kesejahteraan masyarakat secara demokratis, adil, merata, dan berkesinambungan. Kewajiban itu bisa dipenuhi apabila pemerintah daerah mampu mengelola potensi daerahnya yaitu potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan potensi sumber daya keuangan secara optimal. Pasal 4 Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah menegaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan atas keadilan dan kepatuhan. Masyarakat selaku stakeholder keuangan pemerintah daerah dapat memantau aliran dana yang ada dipemerintahan sehingga kecurangan dapat dihilangkan dapat dihilangkan.

Salah satu instrumen untuk menilai kinerja Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangan daerah adalah dengan melakukan analisa rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan disahkan. Hasil rasio keuangan ini selanjutnya digunakan untuk tolak ukur dalam:

1. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membangun penyelenggaraan otonomi daerah.

2. Mengukur efektifitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah.

3. Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan pendapatan daerahnya.

4. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah.

5. Melihat pertumbuhan atau perkiraan perolehan pendapatan dan pengelolaan yang dilakukan selama periode waktu tertentu.


(21)

Penggunaan analisis rasio sebagai alat analisis keuangan secara luas sudah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat komersial sedangkan pada lembaga publik khususnya pemerintah daerah masih sangat terbatas.

Hal ini disebabkan oleh:

1. Keterbatasan penyajian laporan keuangan pada lembaga pemerintahan daerah yang sifat dan cakupannya berbeda dengan penyajian laporan keuangan oleh lembaga perusahaan yang bersifat komersial,

2. Selama ini penyusunan APBD masih dilakukan berdasarkan pertimbangan incremental budget yaitu besarnya masing-masing komponen pendapatan dan pengeluaran dihitung dengan meningkatkan sejumlah persentase tertentu (biasanya berdasarkan tingkat inflasi). Karena disusun dengan pendekatan incremental maka sering kali mengabaikan bagaimana rasio keuangan dalam APBD. Misalkan adanya prinsip “yang penting pendapatan naik meskipun untuk menaikkan itu diperlukan biaya yang tidak efisien”. Menurut Pasal 20 Peraturan Pemerintah No. 105 tahun 2000, APBD seharusnya disusun dengan pendekatan kinerja (performance budget),

3. Penelitian keberhasilan APBD sebagai penilaian pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah lebih ditekankan pada pencapaian target, sehingga kurang memperhatikan bagaimana perubahan yang terjadi pada komposisi ataupun struktur APBDnya.

Adapun pihak-pihak yang berkepentingan dengan rasio keuangan APBD ini adalah:

1. DPRD sebagai wakil dari pemilik daerah,


(22)

3. Pemerintah pusat/propinsi sebagai bahan masukan dalam pembinaan pelaksanaan pengelolan keuangan daerah,

4. Masyarakat dan kreditor sebagai pihak yang akan turut memiliki saham pemerintah daerah, bersedia memberikan pinjaman ataupun membeli obligasi.

Otonomi berujuan agar masyarakat dapat kembali merasakan pertumbuhan ekonomi yang pesat di daerah tersebut. Namun ditengah perjalanan otonomi, kita selaku masyarakat harus mengetahui apakah otonomi di Propinsi Sumatera Utara berjalan di jalur yang benar. Dengan otonomi maka daerah memperoleh banyak tambahan dana. Diharapkan dengan dana yang banyak ini maka kesejahteraan rakyat di Propinsi Sumatera Utara dapat naik ataupun menjadi lebih baik dari sebelumnya, diiringi dengan meningkatnya kinerja pemerintah daerah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan tulang punggung pembiayaan daerah. Karena itu, kemampuan suatu daerah menggali PAD akan mempengaruhi perkembangan dan pembangunan daerah tersebut. Di samping itu semakin besar kontribusi PAD terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), maka akan semakin kecil pula ketergantungan terhadap bantuan pemerintah pusat. Sumber keuangan yang berasal dari PAD lebih penting dibanding dengan sumber yang berasal dari luar PAD. Hal ini karena PAD dapat dipergunakan sesuai dengan kehendak dan inisiatif pemerintah daerah demi kelancaran penyelenggaraan urusan daerahnya. Sementara sumber keuangan yang berasal dari bantuan pemerintah pusat, umumnya sudah ditentukan untuk pembiayaan tertentu yang sifatnya mengikat. Oleh karena itu sangat wajar jika pemerintah daerah berusaha bagaimana memperoleh PAD semaksimal mungkin agar bisa memperoleh pendapatan yang


(23)

sebesar-besarnya demi perkembangan dan pembangunan daerahnya, khususnya di Propinsi Sumatera Utara.

Sebagai gambaran Pendapatan Asli Daerah yang dianggarkan Propinsi Sumatera Utara disajikan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 1.1 Anggaran dan Realisasi PAD

No Tahun APBD Realisasi Kinerja Keuangan

1 2004 Rp.1.004.695.201.000,- Rp. 1.143.128.727.376.94- 113,78% 2 2005 Rp.1.286.252.481.000,- Rp. 1.361.818.034.067.77,- 105,87% 3 2006 Rp. 1.451.767.221.000,- Rp. 1.502.145.595.787.42,- 103,47% 4 2007 Rp.1.594.015.781.604,- Rp. 1.708.296.297.382.99,- 107,17% 5 2008 Rp.1.897.496.352.000,- Rp.1.866.411.847.288.57,- 98,36%

Dari gambaran ini dapat kita lihat kinerja keuangan Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Utara dari tahun 2004-2008 terus meningkat. Hal ini menunjukkan kinerja keuangan pemerintah daerah Propinsi Sumatera Utara semakin maksimal untuk setiap tahunnya dalam merealisasikan target Anggaran Pendapatan Asli Daerahnya.

Teori keagenan (Agency theory)

Teori keagenan (Agency theory) merupakan basis teori yang mendasari

praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi

teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini

menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal)


(24)

yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam

bentuk kontrak kerja sama yang disebut ”nexus of contract”.Implikasi penerapan teori

ini dapat menimbulkan perilaku efisiensi ataukah perilaku opportunistik bagi si Agen.

Di organisasi publik, khususnya di pemerintahan daerah secara sadar atau

tidak, teori keagenan ini telah dipraktikkan, termasuk pemerintahan daerah di

Indonesia. Apalagi sejak otonomi dan desentralisasi diberikan kepada pemerintah

daerah sejak tahun 1999.Akhir-akhir ini, pemerintah daerah, baik pemerintah

provinsi, kota, dan kabupaten sibuk dengan salah satu kegiatan utamanya yaitu

menyusun anggaran APBD 2008.Dalam proses penyusunan dan perubahan anggaran

daerah, ada dua perspektif yang dapat ditelaah dalam aplikasi teori keagenan, yaitu

hubungan antara eksekutif dengan legislatif, dan legislatif dengan pemilih (voter) atau

rakyat.

Implikasi penerapan teori keagenan dapat menimbulkan hal positif dalam

bentuk efisiensi, tetapi lebih banyak yang menimbulkan hal negatif dalam bentuk

perilaku opportunistik (opportunistic behaviour). Hal ini terjadi karena pihak agensi

memiliki informasi keuangan daripada pihak prinsipal (keunggulan informasi),

sedangkan dari pihak prinsipal boleh jadi memanfaatkan kepentingan pribadi atau

golongannya sendiri (self-interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan

(discretionary power).


(25)

Masalah keagenan yang timbul di kalangan eksekutif adalah cenderung

memaksimalkan utiliti (self-interest) dalam pembuatan atau penyusunan anggaran

APBD, karena memiliki keunggulan informasi (asimetri informasi).Akibatnya

eksekutif cenderung melakukan ”budgetary slack”. Hal ini terjadi dikarenakan pihak

eksekutif akan mengamankan posisinya dalam pemerintahan di mata legislatif dan

masyarakat/rakyat, bahkan boleh jadi untuk kepentingan pilkada berikutnya.

Namun demikian budgetary slack APBD lebih banyak untuk kepentingan

pribadi kalangan eksekutif (self interest) ketimbang untuk kepentingan masyarakat.

Masalah keagenan yang timbul di kalangan legislatif (anggota dewan) terjadi dari dua

tinjauan perspektif, sebagai prinsipal atas eksekutif dan sebagai agen dengan rakyat

(pemilih). Masalah keagenan yang timbul dalam perspektif prinsipal akan cenderung

melakukan ”kontrak semu” dengan pihak eksekutif karena memiliki discretionary

power. Dalam proses penyusunan anggaran, pihak legislatif cenderung melakukan

”titipan” proyek/kegiatan, hal ini terjadi untuk kepentingan pribadi secara jangka

panjang demi menjaga kesinambungan dan mengharumkan nama politisi/anggota

dewan.Masalah keagenan anggota legislatif sebagai agen, dimana posisi legislatif

sebagai pihak agen dan rakyat/pemilih sebagai pihak prinsipal.

Pihak legislatif sebagai agen akan membela kepentingan rakyat atau

pemilihnya, namun seringkali ini tidak terjadi, karena pendelegasian kewenangan

rakyat/pemilih terhadap legislatornya tidak memiliki kejelasan aturan konsekuensi

kontrol keputusan yang disebut ”abdication”. Akibatnya, legislator cenderung


(26)

menyusun anggaran untuk kepentingan pribadi atau golongannya dan kondisi sebagai

political corruption dalam proses penyusunan anggaran, dan sekiranya anggaran

tersebut dilaksanakan akan menimbulkan administration corruption. Kalau kondisi di

atas terjadi, maka proses penyusunan/perubahan anggaran APBD yang semestiya

akan menghasilkan outcome yang efisien dan efektif dari alokasi sumber daya dalam

anggaran akan terdistorsi karena adanya perilaku opportunistik untuk kepentingan

pribadi dan politisi.

Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pendapatan Asli Daerah

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Bappenas (2003), serta Setiaji dan Adi (2007) tentang peta kemampuan daerah (propinsi, maupun kabupaten dan kota) dalam era otonomi menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pemerintah daerah berupaya mengoptimalkan potensi pendapatan asli daerah sebagai bagian utama dalam penyusunan APBD sebagai upaya meminimalkan ketergantungan penerimaan dari pemerintah pusat. Dalam kondisi fiscal stress, pemerintah daerah akan mengoptimalkan potensi pendapatan daerah sebagai upaya meningkatkan pembiayaan daerah.

Penelitian yang dilakukan oleh Halim (2001) menunjukkan bahwa fiscal stress dapat mempengaruhi APBD suatu daerah. Hal tersebut dibuktikan dari adanya pergeseran (kenaikan/penurunan) dari komponen penerimaan dan pengeluaran APBD. Terkait dengan hal itu, penelitian Halim (2001) memberikan fakta empirik bahwa kondisi fiscal stress yang terjadi di tahun 1997 ternyata secara umum tidak menurunkan peran PAD


(27)

terhadap total anggaran penerimaan/pendapatan daerah. Komponen dari sektor penerimaan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) yang terpengaruh secara signifikan dengan kondisi fiscal stress adalah proporsi retribusi daerah, sedangkan proporsi pajak daerah relatif tidak terpengaruh, bahkan proporsinya sedikit naik dalam komposisi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Purnaninthesa (2006) membuktikan bahwa fiscal stress berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah. Purnaninthesa (2006) menyimpulkan bahwa fiscal stress pada suatu daerah dapat menyebabkan motivasi bagi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya guna mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat. Penelitian lain yang dilakukan Dongori (2006) menunjukkan fakta empirik bahwa fiscal stress mempunyai pengaruh negative terhadap tingkat ketergantungan daerah. Semakin tinggi tingkat fiscal stress maka ada terdapat upaya daerah untuk meningkatkan kemandiriannya, yaitu dengan cara mengoptimalkan potensi asli daerahnya, yang salah satunya tercermin pada pendapatan asli daerah.

Fiscal Stress terhadap Dana Alokasi Umum

Dongori (2006) menyatakan bahwa dampak diberlakukannya undang-undang otonomi daerah dan dikeluarkannya undang-undang No. 34 tahun 2000 yang membatasi pungutan pajak daerah dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penerimaan daerah. Ketersediaan sumber-sumber daya potensial dan kesiapan daerah menjadi faktor penting keberhasilan daerah dalam era otonomi ini.


(28)

Keuangan daerah, terutama pada sisi penerimaan bisa menjadi tidak stabil dalam memasuki era otonomi ini. Sobel dan Holcombe (1996) dalam Andayani (2004) mengemukakan bahwa terjadinya krisis keuangan disebabkan tidak cukupnya penerimaan atau pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pengeluaran. Daerah-daerah yang tidak memiliki kesiapan memasuki era otonomi bisa mengalami hal yang sama, tekanan fiskal (fiscal stress) menjadi semakin tinggi dikarenakan adanya tuntutan peningkatan kemandirian yang ditunjukkan dengan meningkatnya penerimaan sendiri untuk membiayai berbagai pengeluaran yang ada. Shamsub & Akoto (2004) mengelompokkan penyebab timbulnya fiscal stress ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu:

1. Menekankan bahwa peran siklus ekonomi dapat menyebabkan fiscal stress. Penyebab utama terjadinya fiscal stress adalah kondisi ekonomi seperti pertumbuhan yang menurun dan resesi.

2. Menekankan bahwa ketiadaan perangsang bisnis dan kemunduran industri sebagai penyebab utama timbulnya fiscal stress. Yu dan Korman (1987) dalam (Shamsub & Akoto, 2004) menemukan bahwa kemunduran industri menjadikan berkurangnya hasil pajak tetapi pelayanan jasa meningkat, hal ini dapat menyebabkan fiscal stress.

3. Menerangkan fiscal stress sebagai fungsi politik dan faktor-faktor keuangan yang tidak terkontrol. Ginsberg dalam (Shamsub & Akoto, 2004) menunjukkan bahwa sebagian dari peran ketidakefisienan birokrasi, korupsi, gaji yang tinggi untuk pegawai, dan tingginya belanja untuk kesejahteraan sebagai penyebab fiscal stress.


(29)

Otonomi daerah menuntut daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Seiring dengan peningkatan kemandirian, daerah diharapkan mampu melepaskan (atau paling mengurangi) ketergantungan terhadap pemerintah pusat dalam hal penerimaan daerah yang berasal dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah seperti dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil bukan pajak. Dalam era ini, PAD idealnya menjadi komponen utama pembiayaan daerah. Namun upaya pemerintah daerah ini mengalami hambatan karena diberlakukannya UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah. Keberadaan UU ini seringkali dinilai justru menjadi disinsentif bagi daerah, dikarenakan membatasi daerah untuk melakukan ekstensifikasi pajak-pajak daerah.

Pada saat fiscal strees tinggi, pemerintah cenderung menggali potensi penerimaan pajak untuk meningkatkan penerimaan daerahnya (Shamsub dan Akoto, 2004). Oleh karena itu, tingginya angka upaya pajak dapat diidentikkan dengan kondisi fiscal stress. Upaya Pajak (Tax Effort) adalah upaya peningkatan pajak daerah yang diukur melalui perbandingan antara hasil penerimaan (realisasi) sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan potensi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah.

Tax effort menunjukkan upaya pemerintah untuk mendapatkan pendapatan bagi daerahnya dengan mempertimbangkan potensi yang dimiliki. Potensi dalam pengertian ini adalah seberapa besar target yang ditetapkan pemerintah daerah dapat dicapai dalam tahun anggaran daerah tersebut.


(30)

Fiscal Stress terhadap Kinerja Keuangan

Seiring dengan penerapan otonomi daerah, pemerintah daerah harus lebih meningkatkan pelayanan publiknya. Upaya ini akan terus mengalami perbaikan sepanjang didukung oleh tingkat pembiayaan daerah yang memadai. Alokasi belanja yang memadai untuk peningkatan pelayanan publik diharapkan memberikan timbal balik berupa peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah, baik yang berasal dari retribusi, pajak daerah maupun penerimaan lainnya.

Penelitian Haryadi (2002) menunjukkan fiscal stress secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten/kota di Jawa Timur sebelum dan sesudah krisis. Hasil dari penelitian tersebut adalah tingkat kemampuan pembiayaan daerah sebelum krisis relatif lebih besar dibandingkan sesudah krisis, dari segi kemampuan mobilisasi daerah relatif lebih baik sesudah krisis, dari segi tingkat ketergantungan secara relatif menunjukkan perkembangan yang positif sesudah krisis.

Penelitian Andayani (2004) yang menguji fiscal stress pada saat krisis ekonomi dan sebelum krisis ekonomi menunjukkan bahwa disaat daerah mengalami fiscal stress yang tinggi (yaitu pada saat krisis ekonomi) maka terdapat kecenderungan peningkatan belanja daerah. Purnaninthesa (2006) dan Dongori (2006) menunjukkan fakta empiris yang hampir sama bahwa, fiscal stress mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat pembiayaan daerah. Secara komprehensif, Dongori (2006) memberikan gambaran empirik bahwa dibandingkan dengan era sebelum otonomi daerah, pengaruh fiscal stress


(31)

terhadap tingkat pembiayaan sesudah otonomi lebih besar dibandingkan sebelum otonomi.

Perubahan pembiayaan ini lebih banyak disebabkan adanya tuntutan peningkatan pelayanan publik yang ditunjukkan dengan peningkatan alokasi ataupun terjadi pergeseran belanja untuk kepentingan-kepentingan pelayanan publik secara langsung, dalam hal ini belanja pembangunan. Implementasi Undang-undang otonomi daerah diharapkan dapat memberikan motivasi bagi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya. Pemerintah diharapkan menggali potensi yang ada di daerahnya, sehingga pendapatan asli daerahnya dapat digunakan untuk membiayai belanja daerah, khususnya yang berkaitan langsung dengan pelayanan public ataupun peningkatan prasarana yang mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi daerah. Pada gilirannya harapan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dapat terpenuhi. Berarti fiscal stress benar-benar memberikan pengaruh terhadap pembelanjaan daerah.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Fiscal Stress terhadap Kinerja Keuangan di Kabupaten dan Kota Propinsi Sumatera Utara?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Bedasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi


(32)

Umum dan Fiscal Stress terhadap Kinerja Keuangan di Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi yang berarti bagi daerah yang menjadi lokasi penelitian, yaitu:

1) Bagi peneliti dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam menganalisis tekanan fiskal (fiscal stress) di Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Utara sejak diberlakukannya otonomi daerah.

2) Bagi pemerintah daerah dalam hal ini Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara yang menjadi lokasi penelitian, untuk dapat menganalisis kekuatan daerahnya, dilihat dari sisi pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan fiscal stress serta potensi pergerakan kinerja keuangan.

3) Bagi akademisi diharapkan dapat memberikan referensi bagi peneliti selanjutnya terutama pada bidang penelitian yang sejenis.

1.5 Originalitas Penelitian

Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian seperti ini pernah dilakukan. Penelitian yang peneliti lakukan ini, merupakan pengembangan ide dari penelitian yang dilakukan oleh Asha Florida (2007).


(33)

1.

Variabel independen penelitian terdahulu adalah pendapatan asli daerah (PAD),

sedangkan dalam penelitian ini yang menjadi variabel independennya adalah

pendapatan asli daerah (PAD), dana alokasi umum (DAU) dan fiscal stress.

2.

Populasi penelitian terdahulu dan penelitian saat ini adalah seluruh Kabupaten

dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. Namun dalam pengambilan sampel

mengalami perbedaan dikarenakan perbedaan kriteria pengambilan sampel

penelitian.

3.

Penelitian terdahulu memiliki tahun amatan antara tahun 2001-2005, sedangkan

dalam penelitian ini memiliki tahun amatan antara tahun 2005-2008.

4.

Metode penelitian terdahulu menggunakan regresi linier berganda, sedangkan

dalam penelitian ini menggunakan pooling least squre (PLS).


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Bab ini akan menguraikan pengertian pendapatan asli daerah (PAD), dana alokasi umum (DAU) dan fiscal stress terhadap Kinerja Keuangan. Menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa penelitian terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian.

2.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Daerah adalah hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan

pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala

bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut (PP

RI No. 58 Tahun 2005). Adapun sumber pendapatan daerah otonom menurut Halim

(2004 : 67) adalah:

1.

Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari:

a. Pajak Daerah

Pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk investasi publik. Adapun yang termasuk jenis pajak daerah yaitu:

1. Jenis pajak daerah Propinsi terdiri dari : 1) Pajak kenderaan bermotor

2) Bea balik nama kenderaan bermotor


(35)

3) Pajak bahan bakar kenderaan bermotor 2. Jenis pajak dearah Kabupaten / Kota terdiri dari :

1) Pajak hotel dan restoran 2) Pajak hiburan

3) Pajak reklame

4) Pajak penerangan jalan

5) Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C. 6) Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan b. Retribusi Daerah

Retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakain jasa atau kerena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keluasaan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan. Adapun jenis-jenis retribusi terdiri dari:

1. Jenis retribusi daerah untuk Propinsi terdiri dari: 1) Retribusi Pelayanan Kesehatan

2) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta


(36)

4) Retribusi Pengujian Kapal Perikanan

2. Jenis retribusi daerah untuk Kabupaten / Kota terdiri dari: 1) Retribusi Pelayanan Kesehatan

2) Retribusi Pelayan Persamapahan / Kebersihan 3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP

4) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Akta Catatan Sipil 5) Retribusi Pelayanan Pemakaman

6) Retribusi Pelayanan Pengabuan Mayat

7) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi jalan Umum 8) Retribusi Pelayanan Pasar

9) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

10)Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran 11)Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta

12)Retribusi Pengujian Kapal Perikanan 13)Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

14)Retribusi Jasa Usaha Pasar Grosir atau Pertokoan 15)Retribusi Jasa Usaha Tempat Pelelangan

16)Retribusi Jasa Usaha Terminal

17)Retribusi Jasa Usaha Tempat Khusus Parkir

18)Retribusi Jasa Usaha Tempat Penginapan / Persenggrahan / Villa 19)Retribusi Jasa Usaha Penyedotan Kakus

20)Retribusi Jasa Usaha Rumah Potong Hewan 21)Retribusi Jasa Usaha Pelayanan Pelabuhan Kapal


(37)

22)Retribusi Jasa Usaha Tempat Rekreasi dan Olahraga 23)Retribusi Jasa Usaha Penyeberangan di atas Air 24)Retribusi Jasa Usaha Pengolahan Limbah Cair

25)Retribusi Jasa Usaha Penjualan Produksi Usaha Daerah 26)Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

27)Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol 28)Retribusi Izin Gangguan

29)Retribusi Izin Trayek

c. Hasil perusahaan dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yaitu penerimaan dari laba badan usaha milik pemerintah daerah dimana pemerintah tersebut bertindak sebagai pemiliknya. Jenis pendapatan ini meliputi:

1) Bagian Laba Perusahaan Milik Daerah 2) Bagian Laba Lembaga Keuangan Bank 3) Bagian Laba Lembaga Keuangan Non Bank 4) Bagian Laba atas Penyertaan Modal / Investasi d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

Pendapatan ini merupakan pendapatan daerah yang berasal bukan dari pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis-jenisnya yaitu meliputi:

1) Hasil Penjualan Asset Daerah yang Tidak Dipisahkan 2) Penerimaan Jasa Giro

3) Penerimaan Bunga Deposito


(38)

5) Penerimaan Ganti Rugi Atas Kerugian / Kehilangan Kekayaan Daerah (TP-TGR)

2.1.2 Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan.

Sejak akhir dekade 1950-an, dalam literature ekonomi dan keuangan daerah, hubungan pendapatan dan belanja daerah didiskusikan secara luas, serta berbagai hipotesis tentang hubungan ini diuji secara empiris. Seperti yang dinyatakan oleh Holtz-Eakin et al (1985), yang dikutip oleh Maemunah (2006), bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari Pemerintah Pusat dengan belanja Pemerintah Daerah. Analisisnya menggunakan model maximing under uncertainty of intertemporal utility fuction dengan menggunakann data runtun waktu selama tahun 1934-1991 untuk mengetahui seberapa jauh pengeluaran daerah dapat dirasionalisaikan sebagai model.

Diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, maka Pemerintah Daerah diberi kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengelola daerahnya sendiri.

Seiring pemberlakuan daerah otonom, Pemerintah Daerah sangat bergantung

pada dana perimbangan dari Pemerintah Pusat berupa bagi hasil pajak, bagi hasil

SDA, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi

Umum yang merupakan penyangga utama pembiayaan APBD sebagian besar terserap


(39)

untuk belanja pegawai, sehingga belanja untuk proyek-proyek pembangunan menjadi

sangat berkurang.

Kendala utama yang dihadapi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi daerah adalah minimnya pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Proporsi PAD yang rendah, di lain pihak, juga menyebabkan Pemerintah Daerah memiliki derajat kebebasan rendah dalam mengelola keuangan daerah. Sebagian besar pengeluaran, baik langsung maupun tidak langsung, dibiayai dari dana perimbangan, terutama dana alokasi umum. Alternatif jangka pendek peningkatan penerimaan Pemerintah Daerah adalah menggali dari PAD.

Pungutan pajak dan retribusi daerah yang berlebihan dalam jangka panjang dapat menurunkan kegiatan perekonomian, yang pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya PAD.Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan bagian dari Dana Bagi Hasil yang terdiri dari Pajak dan sumber daya alam. Disamping dana perimbangan tersebut, Pemerintah Daerah mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Seharusnya dana transfer dari Pemerintah Pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Kebijakan penggunaan dana tersebut sudah seharusnya pula secara transparan dan akuntabel.


(40)

2.1.3

Fiscal Stress

Otonomi daerah disatu sisi memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah, namun disisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang lebih besar bagi pemerintah daerah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kemandirian untuk mengelola dan mengatur rumah tangga sendiri akan terwujud dengan baik apabila terdapat dukungan (partisipasi) publik (Adi,2007).

Hal ini relatif akan dapat terwujud bila terjadi proses distribusi, baik pada kebutuhan masyarakat maupun perolehan serta pembagian pendapatan untuk daerah dan masyarakat secara merata. Meskipun memberikan manfaat positif bagi pengembangan daerah, kebijakan otonomi dinilai terlalu cepat dilakukan, terlebih ditengah-tengah upaya daerah melepaskan diri dari belenggu krisis moneter (Saragih, 2003). Otonomi daerah dilaksanakan pada saat daerah mempunyai tingkat kesiapan yang berbeda, baik dari segi sumber daya maupun kemampuan manajerian daerah. Nanga (2005) menunjukkan adanya disparitas (kapasitas ) fiskal yang tinggi antar daerah memasuki era otonomi.

Beberapa daerah tergolong sebagai daerah yang beruntung karena memiliki sumber-sumber penerimaan yang potensial, yang berasal dari pajak, retribusi daerah, maupun ketersediaan sumber daya alam yang memadai yang dapat dijadikan sumber penerimaan daerah. Namun, disisi lain bagi beberapa daerah, otonomi bisa jadi menimbulkan persoalan tersendiri mengingat adanya tuntutan untuk meningkatkan kemandirian daerah. Daerah mengalami peningkatan tekanan fiskal (fiscal stress) yang lebih tinggi dibanding era sebelum otonomi. Daerah dituntut untuk mengoptimalkan setiap potensi maupun kapasitas fiskalnya dalam rangka untuk mengurangi tingkat


(41)

ketergantungan terhadap Dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah.

Pada saat fiscal strees tinggi, pemerintah cenderung menggali potensi penerimaan pajak untuk meningkatkan penerimaan daerahnya (Shamsub dan Akoto, 2004). Oleh karena itu, tingginya angka upaya pajak dapat diidentikkan dengan kondisi fiscal stress. Upaya Pajak (Tax Effort) adalah upaya peningkatan pajak daerah yang diukur melalui perbandingan antara hasil penerimaan (realisasi) sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan potensi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah.

Tax effort menunjukkan upaya pemerintah untuk mendapatkan pendapatan bagi daerahnya dengan mempertimbangkan potensi yang dimiliki. Potensi dalam pengertian ini adalah seberapa besar target yang ditetapkan pemerintah daerah dapat dicapai dalam tahun anggaran daerah tersebut.

2.1.4 Kinerja Keuangan

Republik Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Seluruh pihak termasuk pemerintah sendiri mencoba mengatasi hal ini dengan melakukan reformasi di segala bidang. Salah satu usaha memulihkan kondisi ekonomi, sosial dan politik adalah dengan mengembalikan kepercayaan rakyat kepada pemerintah dengan mencoba mewujudkan suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa atau yang dikenal dengan istilah good governance. Upaya ini juga didukung oleh banyak pihak baik pemerintah sendiri sebagai lembaga eksekutif, DPR sebagai lembaga legislatif,


(42)

pers dan juga oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Unsur-unsur pokok upaya perwujudan good governance ini adalah transparency, fairness, responsibility dan accountability.

Hal ini muncul sebenarnya sebagai akibat dari perkembangan proses demokratisasi di berbagai bidang serta kemajuan profesionalisme. Dengan demikian pemerintah sebagai pelaku utama pelaksanaan good governance ini dituntut untuk memberikan pertanggungjawaban yang lebih transparan dan lebih akurat. Hal ini semakin penting untuk dilakukan dalam era reformasi ini melalui pemberdayaan peran lembaga-lembaga kontrol sebagai pengimbang kekuasaan pemerintah. Ada beberapa perbedaan pertanggungjawaban keuangan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah adalah diantaranya:

1. Pertanggungjawaban pembiayaan pelaksanaan dekonsentrasi. 2. Pertanggungjawaban pembiayaan pelaksanaan pembantuan

3. Pertanggungjawaban anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Sementara di tingkat pemerintah pusat, pertanggungjawaban keuangan tetap dalam bentuk pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Saat ini di Indonesia sedang dilakukan persiapan penyusunan suatu standar akuntansi pemerintahan yang lebih baik serta pembicaraan yang intensif mengenai peran akuntan publik dalam memeriksa keuangan negara maupun keuangan daerah. Namun tampak bahwa akuntabilitas pemerintahan di Indonesia masih berfokus pada sisi pengelolaan keuangan negara atau daerah.


(43)

Memasuki era reformasi, masyarakat di sebagian besar wilayah Indonesia, baik di propinsi, kota maupun kabupaten mulai membahas laporan pertanggungjawaban kepala daerah masing-masing dengan lebih seksama. Beberapa kali terjadi pernyataan ketidakpuasan atas kepemimpinan kepala daerah dalam melakukan manajemen pelayanan publik maupun penggunaan anggaran belanja daerah. Melihat pengalaman di negara-negara maju, ternyata dalam pelaksanaannya, keingintahuan masyarakat tentang akuntabilitas pemerintahan tidak dapat dipenuhi hanya oleh informasi keuangan saja. Masyarakat ingin tahu lebih jauh apakah pemerintah yang dipilihnya telah beroperasi dengan ekonomis, efisien dan efektif.

Pemerintah dalam menyikapi kemajuan pola pikir masyarakat saat ini harus dapat membuat suatu pelaporan pengukuran kinerja (performance measurement) berkaitan erat dengan suatu proses yang dinamakan managing for results (pengelolaan pencapaian). Proses ini timbul terhadap tuntutan yang meningkat bahwa manajemen pemerintahan perlu memakai pendekatan yang sama dengan manajemen di sektor swasta maupun organisasi-organisasi nir laba lainnya. Proses ini merupakan pendekatan komprehensif untuk memfokuskan suatu organisasi terhadap misi (mission), sasaran (goals ) dan tujuan (objectives).

Pengertian kinerja keuangan pemerintah daerah adalah tingkat capaian dari

satu hasil kerja di bidang keuangan daerah dengan menggunakan indikator keuangan

yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama

satu periode anggaran. Bentuk dari pengukuran kinerja tersebut berupa pengukuran

dalam rasio keuangan. Pemerintah Daerah sebagai pihak yang diserahi tugas

menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat wajib


(44)

menyampaikan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah

pemerintah daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Hal ini

juga disampaikan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006.

Adapun rasio yang digunakan dalam pengukuran kinerja keuangan

Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut ( Abdul Halim, 2000):

Rasio Aktivitas

Diukur dengan dua buah kriteria yaitu rasio belanja langsung dan rasio belanja tidak langsung.

Total Belanja Tidak Langsung Rasio Belanja Tidak langsung =

Total APBD

Total Belanja Langsung Rasio Belanja Langsung =

Total APBD

Di dalam pengukuran kinerja, kita juga perlu mengetahui berapa kontribusi

masing-masing komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Realisasi

Pendapatan Asli Daerah. Kontribusi ini bisa juga diukur juga dalam bentuk

rasio-rasio. Besar kecilnya kontribusi masing-masing komponen Pendapatan Asli Daerah

(PAD) ini untuk setiap tahunnya berbeda-beda. Pemerintah daerah juga sangat perlu

dalam memperkirakan hal ini. Karena mereka dapat mengetahui komponen


(45)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) mana yang memiliki kontribusi yang terbesar atau

mungkin terkecil. Sehingga pemerintah daerah dapat merencanakan strategi-strategi

apa saja yang bisa dilakukan dalam mengantisipasi hal ini.

Untuk dapat mengetahui besar kecilnya kontribusi yang dihasilkan oleh

masing-masing komponen tersebut dapat dilakukan dengan perhitungan

dibawah ini:

1.

Kontribusi Pajak Daerah terhadap Realisasi PAD, dapat dihitung dengan:

Total Realisasi Pajak Daerah

Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

2.

Kontribusi Retribusi Daerah terhadap Realisasi PAD, dapat dihitung dengan:

Total Realisasi Retribusi Daerah

Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

3.

Kontribusi Hasil Perusahaan dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Realisasi

PAD, dapat dihitung dengan:

Total Realisasi Laba BUMD

Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

4.

Rasio penerimaan lain-lain yang sah terhadap PAD, dapat dihitung dengan:

Total Realisasi Penerimaan Lain-lain yang Sah

Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

1. Asha Florida (2007)


(46)

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD)

terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara

yang diukur dengan rasio aktivitas. Data yang digunakan adalah laporan realisasi

anggaran (LRA) selama periode tahun 2002-2006. Dalam penelitian ini

menggunakan populasi penelitian seluruh Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara.

Kesimpulan dari penelitian menunjukkan bahwa secara parsial hanya pajak

daerah, retribusi daerah, lain-lain pendapatan asli daerah saja yang berpengaruh

signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi

Sumatera Utara, sedangkan hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang

dipisahkan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah

Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. Sementara secara simultan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan

pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara.

2. Dian N. (2008)

Penelitian ini bertujuan untuk melihat Pengaruh Rasio Efektifitas PAD dan DAU terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemkab dan Pemko di Sumatera Utara. Penelitian ini hanya mengambil empat buah variabel independen yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan dan kekayaan daearah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, terhadap variabel dependen kinerja keuangan. Periode pengamatan dalam penelitian ini terbatas karena hanya mencakup tahun 2005-2007.


(47)

Kesimpulan yang dapat diambil adalah secara parsial hanya pajak daerah, retribusi daerah, lain-lain pendapatan asli daerah saja yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara, sedangkan hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. Sementara secara simultan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. Hal ini dikarenakan pengukuran kinerja yang digunakan adalah dengan rasio upaya fiskal, yaitu Total Pendapatan Asli Daerah dibagi Total Anggaran Pendapatan Asli Daerah, yang mengindikasikan daerah-daerah tersebut terkadang tidak bisa mencapai Anggaran Pendapatan Asli Daerah yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini bisa terjadi, daerah tersebut tidak secara rasional dalam menyusun Anggaran Pendapatan Asli Daerah.

3. Marsaulina L. Tobing (2009)

Penelitian ini bertujuan untuk melihat Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara sebelum dan sesudah Otonomi Daerah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya perubahan kinerja keuangan daerah sebelum dan sesudah otonomi daerah meskipun tidak signifikan.


(48)

Penelitian ini ingin melihat Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal. Hasil dalam penelitian ini adalah fiscal stress mempunyai pengaruh yang positif terhadap tingkat pertumbuhan belanja pembangunan/modal. Fiscal Stress yang tinggi menunjukkan semakin tingginya upaya daerah untuk meningkatkan PAD-nya. Sejalan dengan hal itu, harapan untuk terus meningkatkan penerimaan sendiri ini akan sulit terwujudapabila alokasi belanja untuk modal/ pembangunan tidak ditingkatkan. Hasil penelitian ini memperkuat temuan penelitian sebelumnya yang dilakukan Andayani (2004) yang menunjukkan adanya peningkatan belanja yang semakin tinggi pada saat fiscal stress semakin tinggi.

Hasil penelitian ini memberikan implikasi diperlukannya suatu upaya yang lebih intensif melalui penggalian potensi sumber-sumber penerimaan daerah kabupaten/kota di propinsi Jawa Tengah agar mampu meningkatkan pertumbuhan PAD. Salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah pemerintah kabupaten/kota harus lebih efektif dalam pengalokasian belanja modal/pembangunan dalam guna memenuhi kepentingan publik, baik yang mendukung pertumbuhan ekonomi maupun untuk pelayanan publik secara langsung.

Ketebatasan lain dalam penelitian ini adalah belum adanya kesepakatan secara bulat mengenai pengukuran fiscal stress, sehingga pengukuran fiscal stress dengan tax effort belum tentu mengindikasikan adanya fiscal stress. Sehingga diharapkan untuk penelitian mendatang diharapkan dapat mengukur fiscal stress dengan indikator empiris yang lain, sehingga benar-benar dapat diperoleh gambaran fiscal stress yang lebih utuh.


(49)

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian

1 Asha Florida 2007 Analisa Pengaruh Pendapatan Assli Daerah (PAD) terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara

Variabel independen adalah Pajak Daerah (X1),

Retribusi Daerah (X2), Laba BUMD (X3), dan Lain-lain Pendapatan yang Sah (X4), sedangkan variabel dependen adalah kinerja keuangan (Y). .

Secara simultan ada pengaruh PAD terhadap kinerja keuangan pemerintah, namun secara parsial, hanya pajak daerah dan retribusi daerah yang dominan mempengaruhi kinerja keuangan kab/kota di Propinsi Sumut. 2 Dian N.

2008

Pengaruh Rasio Efektivitas PAD dan DAU Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemkab/Pemko di Sumatera Utara

Variabel independen adalah PAD (X1) dan DAU (X2), sedangkan variabel dependen adalah kemandirian keuangan daerah (Y).

PAD dan DAU mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah. 3 Marsaulina L. Tobing 2009 Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota Sumut Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah.

Variabel yang digunakan adalah tingkat kemandirian pembiayaan diukur dengan kemampuan daerah dalam pembiayaan dan kemampuan mobilisasi daerah, tingkat ketergantungan dan desentralisasi fiskal Adanya perubahan kinerja keuangan daerah sebelum dan sesudah otonomi meskipun tidak signifikan. 4 Budy Setyawan dan Priyo Hadi Adi 2009

Pengaruh Fiscal Stress Terhadap

Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal

(Studi Empiris Pada Kabupaten/Kota se Jawa Tengah)

Variabel dependen adalah Pendapatan Asli Daerah (Y1) dan Belanja Modal (Y2), sedangkan variabel independen adalah Fiscall Stress(X).

Fiscal Stress berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal.


(50)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didentifikasikan sebagai masalah penting (Sumarni, 2006:27). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independennya adalah pendapatan asli daerah (PAD), dana alokasi umum (DAU) dan fiscal stress. Sedangkan yang menjadi variabel dependennya adalah kinerja keuangan.

Kerangka konseptual penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual

PAD (X1) 

 DAU(X2) 

 

       

Kinerja  Keuangan 

(Y) 


(51)

Sehubungan dengan tujuan otonomi daerah, yaitu menuntun kemandirian daerah maka upaya yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD) sebagai sumber pendanaan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah dengan meningkatkan jumlah pendapatan asli daerah yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. UU Nomor 32 tahun 2004 dan UU Nomor 33 tahun 2004 merupakan tantangan bagi pemerintah daerah untuk melakukan kerja keras guna mengembangkan kesejahteraan masyarakat lokal, khususnya dalam bidang kesehatan pendidikan, dan perumahan. Kerja keras tersebut salah satunya di wujudkan dalam pengembangan model keuangan daerah baik itu intensifikasi maupun ekstenfikasi pemerintah Kabupaten dan Kota Se- Sumatera Utara dalam mewujudkan visi.

Pajak dan retribusi daerah yang menjadi komponen utama dari PAD juga terpengaruh akibat terjadinya krisis ekonomi. Menurunnya aktivitas ekonomi masyarakat akibat adanya krisis ekonomi menyebabkan terganggunya penerimaan masyarakat yang kemudian mempengaruhi penerimaan pendapatan daerah yang mengakibatkan pendapatan daerah menjadi lebih rendah dan tidak menentu. Dengan keadaan pemerintah yang mengalami tekanan keuangan mengakibatkan penyusunan APBD menjadi tidak pasti sehingga menyebabkan kemungkinan adanya pergeseran pada komponen-komponen pendapatan dan belanja daerah. Tekanan keuangan (Fiskal Stress) berakibat pada tidak stabilnya kesiapan Pemerintah Kabupaten dan Kota terutama pada segi keuangannya, kinerja keuangan merupakan salah satu tolak ukur dari kesiapan suatu daerah dalam menghadapi otonomi daerah.

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka kinerja keuangan diperkirakan baik

secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh beberapa variable


(52)

independen yaitu pendapatan asli daerah (PAD), dana alokasi umum dan fiscal stress

dengan uraian sebagai berikut:

a. Semakin tinggi besaran Pendapatan Asli Daerah maka semakin tinggi Kinerja

Keuangan Pemerintah Daerah.

b. Semakin tinggi besaran Dana Aloksi Umum maka semakin tinggi Kinerja

Keuangan Pemerintah Daerah.

c. Semakin tinggi Fiscal Stress maka akan semakin tinggi Kinerja Keuangan

Pemerintah Daerah.

3.2

Hipotesis Penelitian

Menurut Indriantoro (2002:73), “hipotesis menyatakan hubungan yang diduga

secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan proposisi yang dapat diuji

secara empiris”. Hipotesis dikembangkan dari telaah teoritis sebagai jawaban

sementara dari masalah atau pertanyaan penelitian yang memerlukan pengujian

secara empiris (Sugiyono, 2007:51).

Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Fiscal Stress berpengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan di Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara.


(53)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kausal (causal), Umar (2008) menyebutkan desain kausal berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variable mempengaruhi variable lain, dan juga berguna pada penelitian yang bersifat eksperimen, dimana variabel independennya diperlakukan secara terkendali oleh peneliti untuk melihat dampaknya pada variabel dependennya secara langsung.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian yaitu pada laporan keuangan Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu antara tahun 2005-2008. Sedangkan rencana waktu penelitian yakni selama 16 minggu (Mei - Agustus).

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Sugiyono (2007:72) menyatakan bahwa “populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara yang berjumlah


(54)

25 Kabupaten dan 8 Kota. Sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 22 kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Utara.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2007:73). Kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini adalah kabupaten dan kota di Sumatera Utara yang rutin menerbitkan laporan keuangan dari tahun 2005-2008. Sampel dalam penelitian ini adalah berjumlah 22 kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Utara. Data yang diperoleh adalah kombinasi antara time series dan data cross-section. Data time-series adalah data yang secara kronologis disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu dan data cross-section yaitu data yang dikumpulkan pada suatu titik tertentu (Kuncoro, 2003:125) yang disebut dengan pooling data atau combined model.


(55)

Tabel 3.1 Populasi dan Sampel

4.4 Metode Pengumpulan Data

No. Nama Kabupaten/Kota Kriteria Jumlah

1 2

1 Kabupaten Asahan √ √ Sampel 1

2 Kabupaten Batu Bara x x -

3 Kabupaten Dairi √ √ Sampel 2

4 Kabupaten Deli Serdang √ √ Sampel 3

5 Kabupaten Humbang Hasundutan √ √ Sampel 4

6 Kabupaten Tanah Karo √ √ Sampel 5

7 Kabupaten Labuhanbatu √ √ Sampel 6

8 Kabupaten Labuhanbatu Selatan x x - 9 Kabupaten Labuhanbatu Utara x x -

10 Kabupaten Langkat √ √ Sampel 7

11 Kabupaten Mandailing Natal √ √ Sampel 8

12 Kabupaten Nias √ x -

13 Kabupaten Nias Barat x x -

14 Kabupaten Nias Selatan √ x -

15 Kabupaten Nias Utara x x -

16 Kabupaten Padang Lawas x x -

17 Kabupaten Padang Lawas Utara x x -

18 Kabupaten Pakpak Bharat √ √ Sampel 9

19 Kabupaten Samosir √ x -

20 Kabupaten Serdang Bedagai √ √ Sampel 10

21 Kabupaten Simalungun √ √ Sampel 11

22 Kabupaten Tapanuli Selatan √ √ Sampel 12 23 Kabupaten Tapanuli Tengah √ √ Sampel 13 24 Kabupaten Tapanuli Utara √ √ Sampel 14

25 Kabupaten Toba Samosir √ √ Sampel 15

26 Kota Binjai √ √ Sampel 16

27 Kota Gunung Sitoli x x -

28 Kota Medan √ √ Sampel 17

29 Kota Padang Sidempuan √ √ Sampel 18

30 Kota Pematang Siantar √ √ Sampel 19

31 Kota Sibolga √ √ Sampel 20

32 Kota Tanjung Balai √ √ Sampel 21


(56)

Sumber data penelitian merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam penentuan metode pengumpulan data. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang sudah diolah secara statistik.

Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan dua tahapan. Tahap pertama dilakukan melalui studi pustaka, yakni jurnal akuntansi dan buku- buku yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pada tahap yang kedua, pengumpulan data dilakukan dengan cara melengkapi data dari data yang dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara

4.5

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1.

Kinerja Keuangan (Y)

Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah tingkat capaian dari satu hasil

kerja di bidang keuangan daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang

ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu

periode anggaran. Bentuk dari pengukuran kinerja tersebut berupa pengukuran dalam

rasio keuangan. Pemerintah Daerah sebagai pihak yang diserahi tugas menjalankan

roda pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat wajib menyampaikan

pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah

berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Hal ini juga disampaikan

dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006.

Adapun rasio yang digunakan dalam pengukuran kinerja keuangan

Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut ( Abdul Halim, 2000):


(57)

Rasio Aktivitas

Diukur dengan dua buah kriteria yaitu rasio belanja langsung dan rasio belanja tidak langsung.

Total Belanja Tidak Langsung Rasio Belanja Tidak langsung =

Total APBD

Total Belanja Langsung Rasio Belanja Langsung =

Total APBD

2.

Pendapatan Asli Daerah (X

1

)

Pendapatan Daerah adalah hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan

pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala

bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.

Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari:

1)

Pajak Daerah

2)

Retribusi Daerah

3)

Laba Badan Usaha Milik Daerah

4)

Pendapatan lain-lain yang sah.

3.

Dana Alokasi Umum (X

2

)


(58)

Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan. Diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, maka Pemerintah Daerah diberi kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengelola daerahnya sendiri.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai daerah otonom, Pemerintah Daerah sangat bergantung pada dana perimbangan dari Pemerintah Pusat berupa bagi hasil pajak, bagi hasil SDA, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum yang merupakan penyangga utama pembiayaan APBD sebagian besar terserap untuk belanja pegawai, sehingga belanja untuk proyek-proyek pembangunan menjadi sangat berkurang.

4.Fiscal Stress (X

3

)

Otonomi daerah menuntut daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Seiring dengan peningkatan kemandirian, daerah diharapkan mampu melepaskan (atau paling mengurangi) ketergantungan terhadap pemerintah pusat dalam hal penerimaan daerah yang berasal dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah seperti dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil bukan pajak. Dalam era ini, PAD idealnya menjadi komponen utama pembiayaan daerah. Namun upaya pemerintah daerah ini mengalami hambatan karena diberlakukannya UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah. Keberadaan UU ini seringkali dinilai justru menjadi disinsentif bagi daerah, dikarenakan membatasi daerah untuk melakukan ekstensifikasi pajak-pajak daerah.


(59)

Pada saat fiscal strees tinggi, pemerintah cenderung menggali potensi penerimaan pajak untuk meningkatkan penerimaan daerahnya (Shamsub dan Akoto, 2004). Oleh karena itu, tingginya angka upaya pajak dapat diidentikkan dengan kondisi fiscal stress. Upaya Pajak (Tax Effort) adalah upaya peningkatan pajak daerah yang diukur melalui perbandingan antara hasil penerimaan (realisasi) sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan potensi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah.

Tax effort menunjukkan upaya pemerintah untuk mendapatkan pendapatan bagi daerahnya dengan mempertimbangkan potensi yang dimiliki. Potensi dalam pengertian ini adalah seberapa besar target yang ditetapkan pemerintah daerah dapat dicapai dalam tahun anggaran daerah tersebut.

Tabel 3.2 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

No. Variabel Definisi Operasional Pengukuran

Variabel

Skala

1. Kinerja Keuangan (Y)

Tingkat capaian dari satu hasil kerja di bidang keuangan daerah dengan menggunakan indikator keuangan.

Rasio Aktivitas= Belanja(LRA)/ APBD

Ratio

2. Pendapatan Asli Daerah (X1)

Seluruh pendapatan yang bersumber dari daerah masing-masing. Terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, laba hasil BUMD, dan lain-lain pendapatan yang sah.

PAD=PAD(LRA)/PA D(APBD)

Ratio

3. Dana Alokasi Umum (X2)

Dana perimbangan daripusat ke daerah yang digunakan untuk tujuan umum.

DAU=DAU(LRA)/D AU(APBD)

Ratio

4. Fiskal Stress (X3)

Tekanan keuangan yang dialami oleh daerah akibat pemberlakuan


(60)

otonomi daerah. Pajak(APBD)

4.6 Metode Analisis Data

Model analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah model ekonometrika yaitu model yang menyatakan antara deret waktu ( time series ) dan data kerat lintang ( cross section ) menghasilkan data yang disebut panel data (pooled data). Sehingga dalam data panel mempunyai deret waktu T > 1 dan kerat lintang N>1. Menurut Mudrajad ( 2001 ) data panel merupakan data kombinasi antara data deret / runtut waktu, yang memiliki observasi – observasi pada suatu unit analisis pada suatu titik waktu tertentu. Ciri khusus data deret waktu adalah berupa urutan numerik dimana interval antar observasi atas sejumlah variabel bersifat konstan dan tetap. Sedangkan data silang tempat adalah suatu unit analisis pada suatu titik waktu tertentu dengan observasi atas sejumlah variabel.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan data panel yaitu dengan menggunakan data antarwaktu dan data antardaerah yang disebut data panel. Menggunakan data panel memiliki beberapa keuntungan, yaitu:

a. Dapat mengontrol heterogenitas individu;

b. Memberikan data yang lebih informatif, lebih bervariasi, derajat kebebasan yang lebih efisien, serta menghindarkan kolinieritas antar variabel;

c. Data panel lebih baik dalam hal untuk studi mengenai dynamics of adjustment, yang memungkinkan estimasi masing-masing karakteristik individu maupun karakteristik antar waktu secara terpisah;


(61)

d. Mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur pengaruh yang biasa tidak dapat dideteksi oleh data cross section ataupun time series saja.

4.6.1 Model Analisis Ekonometrika

Fungsi persamaan Y= f(PAD, DAU, FS) ditransformasikan ke dalam model ekonometrika sebagai berikut :

Yit = α+β1PADit + β2DAUit + β3FS3it + eit

Dalam menganalisis data pada tesis ini, penulis menggunakan metode analisis data panel. Dimana data panel merupakan data campuran cross section dan time series. Penggunaan data panel didasarkan pada kenyataan bahwa data yang tersedia, seriesnya tidak mencukupi untuk dilakukan analisis.

Dimana :

t = Tahun

i = Kabupaten/kota Y = Kinerja Keuangan

= Intercept/konstanta

3 2 1

,

,

= Koefisien regresi PAD = Pendapatan Asli Daerah DAU = Dana Alokasi Umum FS = Fiscal Stress


(62)

Secara matematis bentuk hipotesisnya adalah:

0 1

X

Y , artinya pendapatan asli daerah di kabupaten / kota di Sumatera Utara mengalami

kenaikan, maka kinerja keuangan ( Y ) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

0 2

X

Y , artinya dana alokasi umum di kabupaten / kota di Sumatera Utara mengalami

kenaikan, maka kinerja keuangan ( Y ) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

0 3

X

Y , artinya fiscal stress mengalami kenaikan, maka kinerja keuangan ( Y ) akan

mengalami kenaikan, ceteris paribus.

4.6.2 Metode Analisis

Menurut Gujarati (2003), yang menemukan bahwa mengestimasi jenis data panel dengan metode OLS tidak konsisten dan efisien (inefisiensi), sehingga disarankan untuk menggunakan metode Generalized Least Square (GLS). Dimana dalam metode ini dapat dianalisis dengan dua model pendekatan, yaitu fixed effects model (FEM) dan rendom effects model (REM). Kemudian dari kedua model tersebut dapat ditentukan model yang terbaik untuk digunakan dalam model persamaan ekonometrika.

Dengan data panel, jumlah pengamatan menjadi banyak. Dengan analisis data regresi panel, dapat menangkap dinamika yang lebih baik dari hubungan antara kinerja keuangan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam random effect diasumsikan bahwa


(63)

komponen error individual tidak berkorelasi satu sama lain dan tidak ada otokorelasi baik cross section maupun time series. Kedua variabel random tersebut yaitu variabel cross section dan variabel time series diasumsikan berdistribusi normal dengan derajat bebas yang tidak berkurang. Model random effect dapat diestimasi sebagai regresi Generalized Least-Square ( GLS )yang akan menghasilkan penduga yang memenuhi sifat Best Linier Unbiased Estimation (BLUE). Dengan demikian adanya gangguan asumsi klasik dalam model ini telah terdistribusi secara normal, sehingga tidak diperlukan lagi treatment terhadap model bagi pelanggaran asumsi klasik, yaitu asumsi adanya autokorelasi, multikolinearitas dan heterokedastik.

Untuk menentukan model mana yang terbaik dalam metode GLS tersebut maka dapat dilakukan dengan Uji Hausman, 1978 (Gujarati, 2003).

4.6.3. Pendekatan Pooled Least Square (PLS)

Pada metode ini, penggunaan data panel dilakukan dengan mengumpulkan semua data cross section dan time series dan selanjutnya dilakukanlah pendugaan. Pada metode ini, model mengasumsikan bahwa nilai intersep dari masing – masing variable adalah sama dan slope koefisien dari variable – variable yang digunakan adalah identik untuk semua unit cross section. Persamaan yang digunakan adalah :

Yit = α+β1PADit + β2DAUit + β3FS3it + eit


(64)

Model ini memiliki intercept persamaan yang tidak konstan atau terdapat perbedaan pada setiap individu (data cross section). Sementara itu, slope koefisien dari regresi tidak berbeda pada setiap individu dan waktu.

Y it =

α

+

β21

X1

it 2W2t 3W3t

+…+

N WNt

+

2+ Z12

+

3+….+ T ZIt+ it

Dimana :

Yit = variable terikat untuk individu ke –i dan waktu ke-t

Xit = Variabel bebas untuk individu ke-I dan waktu ke-t

Wit dan Zit variable dummy yang didefenisikan sebagai berikut:

Wit = 1; untuk individu i; i=1,2,…,N= 0; lainnya

Zit = 1; untuk periode t; t= 1,2,…,N =0 ; lainnya

Persamaan Fixed Effect Model atau pendekatan efek tetap adalah :

Yit = α+β1PADit + β2DAUit + β3FS3it +µi + eit

Dari model di atas terlihat bahwa sesungguhnya pendekatan efek tetap adalah sama dengan regresi yang menggunakan Dummy Variabel sehingga dapat diestimasi dengan Ordinary Least Square (OLS), maka akan memperoleh estimasi yang tidak bias dan konsisten (Nachrowi, 2006).


(65)

Pada model ini, perbedaan karakteristik individu dan waktu yang diakomodasikan pada error dari model. Ada dua komponen yang mempunyai kontribusi pada pembentukan error yaitu individu dan waktu, maka random error pada pendekatan random effect model juga perlu diurai menjadi error untuk komponen individu, error komponen waktu dan error gabungan.Dengan demikian, persamaan random effect model diformulasikan sebagai berikut:

Y

it

=

α

+

β

1

PAD

it

+

β

2

DAU

it

+

β

3

FS

it

+E

it

; E

it

= u

i

+v

t

+w

it

ui = komponen error cross section

vt = komponen error time series

wit = komponen error gabungan

.

Ada beberapa hasil terkait output estimasi REM, yaitu :

Penjumlahan dari nilai random effect adalah 0, karena komponen error (Eit)

merupakan penjumlahan dari time series error dan cross section error. Nilai R2 diperoleh dari transformasi regresi Generalized Least Square (GLS).

Oleh karena ada dua metode yang sesuai untuk data panel, maka kita harus memilih salah satu dari keduanya untuk mencari model yang paling tepat. Masing-masing model memiliki kelebihan. Metode random effect model (REM) mempunyai parameter yang lebih sedikit, sehingga model yang dibentuk akan memiliki derajat kebebasan (degree of freedom) yang lebih banyak dibandingkan model dengan metode fixed effect model (FEM). Sementara itu, metode FEM juga mempunyai keunggulan yaitu metode ini dapat membedakan efek


(1)

Log likelihood 365.1294 F-statistic 16.57170 Durbin-Watson stat 1.037185 Prob(F-statistic) 0.000000

       


(2)

Lampiran 6 

 

HASIL REGRESI MODEL GLS RANDOM EFFECT MODEL  ( REM ) 

Dependent Variable: KK?

Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 08/01/10 Time: 21:50

Sample: 2005 2008 Included observations: 4 Cross-sections included: 22

Total pool (unbalanced) observations: 88

Swamy and Arora estimator of component variances Cross sections without valid observations dropped

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.452065 0.072213 -6.260119 0.0000 PAD? 0.02510 0.003689 -0.984883 0.3261 DAU? -0.0036337 0.004806 5.224181 0.0000

FS? 0.019287 0.005581 3.455664 0.0007 Random Effects

(Cross)

_ASAHAN--C 0.038343 _DAIRI—C 0.026109 _DELI--C 0.023118 _KARO--C 0.030634


(3)

_LABUHANBATU--C 0.024405 _LANGKAT--C 0.001435 _MADINA--C 0.015416 _NIAS--C 0.065300 _SAMOSIR--C 0.022695 _SERDANG--C 0.024364 _SIMALUNGUN--C 0.019368 _TAPSEL--C 0.011708 _TAPTENG--C 0.054469 _TAPUT--C 0.072670 _TOBASA--C 0.038573 _BINJAI--C 0.020765 _MEDAN--C 0.007537 _PADANG--C 0.018600 _SIANTAR--C 0.014669 _SIBOLGA--C 0.009374 _TANJUNGBALAI--C 0.003002 _TEBING--C 0.000789

Effects Specification

Cross-section random S.D. / Rho 0.043760 0.6501 Idiosyncratic random S.D. / Rho 0.032101 0.3499

Weighted Statistics

R-squared 0.317887 Mean dependent var 0.014845


(4)

Adjusted R-squared 0.305707 S.D. dependent var 0.038012 S.E. of regression 0.031673 Sum squared resid 0.168534 F-statistic 26.09788 Durbin-Watson stat 0.888091 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.309308 Mean dependent var 0.053505 Sum squared resid 0.465291 Durbin-Watson stat 0.330155

 

 

 

 

 

 

 

     


(5)

Lampiran 7 

HASIL UJI HAUSMAN 

Correlated Random Effects - Hausman Test

Pool: POOL2

Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 0.777857 3 0.8548

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.

PAD? -0.001746 -0.003633 0.000005 0.3919

DAU? 0.025603 0.025107 0.000003 0.7741

FS? 0.018279 0.019287 0.000002 0.4125

Cross-section random effects test equation:

Dependent Variable: KK?

Method: Panel Least Squares

Date: 08/01/10 Time: 21:52

Sample: 2005 2008

Included observations: 4

Cross-sections included: 22

Total pool (unbalanced) observations: 88

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.475110 0.081523 -5.827959 0.0000


(6)

DAU? 0.025603 0.005108 5.012831 0.0000

FS? 0.018279 0.005715 3.198191 0.0017

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.785842 Mean dependent var 0.053505

Adjusted R-squared 0.738421 S.D. dependent var 0.062766

S.E. of regression 0.032101 Akaike info criterion -3.873597

Sum squared resid 0.144269 Schwarz criterion -3.288017

Log likelihood 365.1294 F-statistic 16.57170

Durbin-Watson stat 1.015563 Prob(F-statistic) 0.000000

   

                   


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal terhadap Pendapatan Perkapita pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara

2 77 79

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Terhadap Kinerja Keuangan Dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening Di Kabupaten Dan Kota Propinsi Riau

7 67 103

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Indeks Pembagunan Manusia Di Kabupaten Dan Kota Propinsi Sumatera Utara

1 36 123

Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Lain-lain Pendapatan terhadap Belanja Daerah (Studi Kasus Kabupaten/ Kota di Propinsi Sumatera Utara)

1 39 84

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad) Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Dan Kota Di Propinsi Sumatera Utara

3 47 94

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah di Sumatera Utara

2 7 98

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

0 5 95

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA DAERAH (BD) PADA PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA DAERAH (BD) PADA KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI SUMATERA UTARA.

0 2 16

PENDAHULUAN PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA DAERAH (BD) PADA KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI SUMATERA UTARA.

0 2 22

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

0 0 13