PENDAPATAN DAN KESEJAHTERAAN PETERNAK KAMBING PE ANGGOTA DAN NON ANGGOTA KELOMPOK TANI DI DESA SUNGAI LANGKA KECAMATAN GEDUNG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN

(1)

ABSTRACT

THE INCOME AND WELFARE OF MEMBERS AND NON-MEMBERS OF GOAT FARMERS GROUP IN SUNGAI LANGKA VILLAGE, GEDUNG

TATAAN SUB-DISTRICT OF PESAWARAN REGENCY

By

HANI FITRIA ANGGRAINI

This study aims to determine : 1) The factors affecting the farmer’s decision become farmers group members, 2) The income of members and non-members of goat farmers group, 3) The welfare level of members and non-members of goat farmers group. This study was conducted in Sungai Langka Village, Gedung Tataan Sub-district, Pesawaran Regency used by survey method. Respondents were 18 farmers group members and 45 farmers group non-members. Data collection was carried out in Juli-August 2014. The data analysis methods were done by qualitative descriptive and quantitative were used by Logit models, income of tabulation, and welfare analysis based on BPS’s criteria (2012). The results showed that 1) The income and sell price of goat farmers gave possitive effect against of the farmer’s decision become farmers group members, but their experiences gave negative effect, 2) There was differences of the farmer’s average income of goat farming. The income of farmers group members was higher than farmers group non-members, 3) The farmers group members and non-members classified as rich household.


(2)

ABSTRAK

PENDAPATAN DAN KESEJAHTERAAN PETERNAK KAMBING PE ANGGOTA DAN NON ANGGOTA KELOMPOK TANI DI DESA SUNGAI

LANGKA KECAMATAN GEDUNG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN

Oleh

HANI FITRIA ANGGRAINI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak untuk menjadi anggota kelompok tani, (2) pendapatan peternak kambing PE anggota kelompok tani dan non-anggota kelompok tani, (3) tingkat kesejahteraan peternak kambing PE anggota kelompok tani dan non-anggota kelompok tani. Penelitian dilaksanakan di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedung Tataan Kabupaten Pesawaran dengan menggunakan metode survei. Responden dalam penelitian ini yaitu 18 peternak anggota kelompok tani dan 45 peternak non anggota kelompok tani. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli hingga Agustus 2014. Metode analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif menggunakan model Logit, tabulasi pendapatan, dan kriteria kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) faktor pendapatan usaha ternak kambing, pelatihan, dan harga jual kambing berpengaruh positif terhadap keputusan peternak dalam mengikuti kelompok tani, sedangkan faktor pengalaman usaha ternak berpengaruh negatif, (2) terdapat perbedaan rata-rata pendapatan peternak kambing PE, dimana pendapatan peternak anggota kelompok tani lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan peternak non-anggota kelompok tani, (3) peternak kambing PE anggota kelompok tani dan non-anggota kelompok tani sudah termasuk dalam kategori sejahtera.


(3)

PENDAPATAN DAN KESEJAHTERAAN PETERNAK KAMBING PE ANGGOTA DAN NON-ANGGOTA KELOMPOK TANI

DI DESA SUNGAI LANGKA KECAMATAN GEDUNG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN

Oleh

HANI FITRIA ANGGRAINI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

PENDAPATAN DAN KESEJAHTERAAN PETERNAK KAMBING PE ANGGOTA DAN NON-ANGGOTA KELOMPOK TANI

DI DESA SUNGAI LANGKA KECAMATAN GEDUNG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN

(Skripsi)

Oleh

HANI FITRIA ANGGRAINI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan alir pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga peternak kambing PE anggota kelompok tani dan non-anggota

kelompok tani di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedung


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 14

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Kegunaan Penelitian ... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 16

A. Tinjauan Pustaka ... 16

1. Usaha Ternak Kambing Perah ... 16

2. Kambing Peranakan Etawa (PE) ... 17

3. Susu Kambing ... 19

4. Budidaya Kambing Perah ... 22

5. Teori Kelompok Tani ... 30

6. Teori Pengambilan Keputusan ... 33

7. Teori Pendapatan ... 39

8. Model Logit ... 46

9. Teori Kesejahteraan ... 47

10. Kajian Penelitian Terdahulu ... 51

B. Kerangka Pemikiran ... 60

C. Hipotesis ... 63

III. METODE PENELITIAN ... 64

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional ... 64

B. Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data Penelitian ... 69


(7)

D. Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 72

1. Analisis Logit ... 72

2. Pendapatan Usahatani Ternak Kambing PE ... 73

3. Pendapatan Rumah Tangga dan Kesejahteraan Peternak Kambing PE ... 75

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 78

A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran ... 78

B. Keadaan Umum Kecamatan Gedung Tataan ... 80

C. Keadaan Umum Desa Sungai Langka ... 82

1. Letak Geografi ... 82

2. Keadaan Topografi dan Iklim ... 82

3. Keadaan Demografi ... 83

4. Keadaan Sarana dan Prasarana ... 83

5. Keadaan Umum Pertanian ... 85

6. Potensi Peternakan Kambing di Desa Sungai Langka ... 86

7. Kelembagaan Pertanian ... 87

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 89

A. Keadaan Umum Responden ... 89

1. Umur ... 89

2. Tingkat Pendidikan ... 90

3. Jumlah Anggota Keluarga Responden ... 92

4. Lama Usaha Ternak ... 93

5. Pekerjaan di Luar Usaha Ternak Kambing PE ... 94

6. Kepemilikan Jumlah Ternak Kambing PE ... 95

B. Budidaya Ternak Kambing Peranakan Etawa (PE) ... 97

1. Pemberian Pakan ... 98

2. Reproduksi ... 100

3. Penanganan Penyakit/ Pemeliharaan Kesehatan Kambing PE ... 102

4. Penjualan Produksi dari Usaha Ternak Kambing PE ... 103

C. Biaya Usaha Ternak Kambing PE di Desa Sungai Langka ... 104

1. Biaya Pakan ... 105

2. Biaya Obat-obatan ... 107

3. Biaya Peralatan ... 108

4. Biaya Tenaga Kerja ... 109

D. Keikutsertaan Kelompok tani ... 111

E. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Peternak dalam Mengikuti Kelompok tani ... 114


(8)

F. Analisis Pendapatan Rumah Tangga Responden ... 121

1. Pendapatan Usaha Ternak Kambing PE ... 121

2. Pendapatan Usahatani di Luar Usaha Ternak Kambing PE (On-farm) ... 127

3. Pendapatan Usahatani di Luar Kegiatan Budidaya (Off-farm) ... 128

4. Pendapatan Usaha Non Pertanian (Non-farm) ... 130

G. Analisis Kesejahteraan ... 135

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 148

A. Kesimpulan ... 148

B. Saran ... 148

DAFTAR PUSTAKA ... 150


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Populasi kambing menurut provinsi di Indonesia,

tahun 2011 - 2013 ... 4

2. Populasi kambing di Provinsi Lampung per kabupaten / kota, tahun 2010 - 2012 ... 7

3. Jumlah bantuan kambing perah di Provinsi Lampung, tahun 2013 .. 8

4. Populasi ternak kambing berdasarkan desa di Kecamatan Gedung Tataan, tahun 2011 ... 9

5. Populasi ternak kambing di Desa Sungai Langka, tahun 2013 ... 10

6. Jumlah peternak kambing PE yang menjadi anggota Kelompok tani Sehati Jaya periode Desember 2013 ... 13

7. Komposisi susu kambing ... 21

8. Garis kemiskinan di Provinsi Lampung ... 50

9. Kajian penelitian terdahulu ... 53

10. Sebaran penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin di Kecamatan Gedung Tataan, tahun 2013 ... 81

11. Sarana dan prasarana di Desa Sungai Langka, tahun 2013 ... 84

12. Penggunaan lahan di Desa Sungai Langka, tahun 2013 ... 85

13. Sebaran peternak kambing PE anggota dan non-anggota kelompok tani berdasarkan umur ... 89

14. Sebaran peternak kambing PE anggota kelompok tani dan non-anggota kelompok tani berdasarkan tingkat pendidikan ... 91


(10)

15. Sebaran peternak kambing PE anggota kelompok tani dan non-anggota kelompok tani berdasarkan jumlah anggota

keluarga ... 92 16. Sebaran peternak anggota dan non-anggota kelompok tani

berdasarkan tingkat pengalaman usaha ternak ... 93 17. Sebaran peternak kambing PE anggota dan non-anggota

kelompok tani menurut pekerjaan di luar usaha ternak

kambing PE ... 95 18. Sebaran peternak kambing PE anggota dan non-anggota

kelompok tani menurut kepemilikan jumlah ternak

kambing PE ... 96 19. Rata-rata penggunanaan pakan ternak kambing PE dalam satu

tahun terakhir pada anggota dan non-anggota kelompok tani

di Desa Sungai Langka, tahun 2014 ... 105 20. Rata-rata curahan tenaga kerja pada anggota dan non-anggota

kelompok tani di Desa Sungai Langka, tahun 2014 ... 109 21. Alasan/manfaat mengikuti kelompok tani pada peternak kambing

PE anggota kelompok tani ... 112 22. Keikutsertaan peternak kambing PE anggota dan non-anggota

kelompok tani pada pelatihan ... 113 23. Hasil regresi binary logit faktor-faktor yang mempengaruhi

peternak kambing PE terhadap keikutsertaan kelompok tani

pada anggota dan non-anggota kelompok tani ... 115 24. Rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan, dan R/C usaha ternak

kambing PE pada peternak anggota kelompok tani per satu

tahun terakhir tahun 2014 dan per ekor ... 122 25. Rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan, dan R/C usaha ternak

kambing PE pada peternak non-anggota kelompok tani per satu

tahun terakhir tahun 2014 dan per ekor ... 123 26. Hasil uji beda rata-rata pendapatan usaha ternak kambing PE

anggota kelompok tani dan non-anggota kelompok tani di

Desa Sungai Langka, tahun 2014 ... 126 27. Rata-rata pendapatan on-farm non-usaha ternak kambing PE

anggota kelompok tani dan non-anggota kelompok tani


(11)

28. Rata-rata pendapatan off-farm peternak kambing PE anggota kelompok tani dan non-anggota kelompok tani per tahun

di Desa Sungai Langka, tahun 2014 ... 129 29. Rata-rata pendapatan non-farm peternak kambing PE anggota

kelompok tani dan non-anggota kelompok tani di Desa Sungai

Langka, tahun 2014 ... 131 30. Rata-rata pendapatan rumah tangga peternak kambing PE

anggota kelompok tani dan non-anggota kelompok tani di

Desa Sungai Langka, tahun 2014 ... 133 31. Rata-rata pengeluaran rumah tangga peternak kambing PE

anggota kelompok tani dan non-anggota kelompok tani,

tahun 2014 ... 136 32. Sebaran peternak kambing PE anggota kelompok tani dan

non-anggota kelompok tani berdasarkan tingkat kesejahteraan

menurut indikator Garis Kemiskinan (GK) BPS 2012 ... 145 33. Identitas responden peternak kambing PE anggota

kelompok tani di Desa Sungai Langka ... 158 34. Identitas responden peternak kambing PE non-anggota

kelompok tani di Desa Sungai Langka ... 159 35. Keikutsertaan kelompok tani pada peternak kambing PE

anggota kelompok tani ... 160 36. Keikutsertaan kelompok tani pada peternak kambing PE

non-anggota kelompok tani ... 161 37. Kepemilikan jumlah kambing pada peternak kambing PE

anggota kelompok tani ... 162 38. Kepemilikan jumlah kambing pada peternak kambing PE

non-anggota kelompok tani ... 163 39. Jenis pakan yang digunakan dalam usaha ternak kambing PE pada

anggota kelompok tani ... 164 40. Jenis pakan yang digunakan dalam usaha ternak kambing PE pada

non-anggota kelompok tani ... 165 41. Jenis obat-obatan yang digunakan dalam usaha ternak kambing


(12)

42. Jenis obat-obatan yang digunakan dalam usaha ternak kambing

PE pada non-anggota kelompok tani ... 169 43. Penyusutan peralatan peternak kambing PE pada anggota

kelompok tani ... 171 44. Penyusutan peralatan peternak kambing PE pada non-anggota

kelompok tani ... 173 45. Rincian penggunaan tenaga kerja selama 1 tahun pada peternak

kambing PE anggota kelompok tani ... 175 46. Rincian penggunaan tenaga kerja selama 1 tahun pada peternak

kambing PE non-anggota kelompok tani ... 178 47. Rincian penerimaan dari penjualan susu, kambing, dan kompos

pada usaha ternak kambing PE anggota kelompok tani ... 181 48. Rincian penerimaan dari penjualan susu, kambing, dan kompos

pada usaha ternak kambing PE non-anggota kelompok tani ... 183 49. Rincian penerimaan pendapatan dari usaha ternak kambing PE

pada peternak anggota kelompok tani ... 185 50. Rincian penerimaan pendapatan dari usaha ternak kambing PE

pada peternak non-anggota kelompok tani ... 187 51. Faktor – faktor yang mempengaruhi keputusan peternak kambing

PE dalam mengikuti kelompok tani ... 189 52. Hasil regresi faktor – faktor yang mempengaruhi keputusan

peternak kambing PE dalam mengikuti kelompok tani ... 190 53. Hasil uji pebedaan pendapatan per ekor kambing pada anggota

dan non-anggota kelompok tani dalam satu tahun terkahir ... 191 54. Rata-rata pendapatan usahatani non utama (kambing PE) pada

peternak anggota kelompok tani ... 192 55. Rata-rata pendapatan usahatani non utama (kambing PE) pada

peternak non-anggota kelompok tani ... 193 56. Rata-rata pendapatan rumah tangga peternak dari aktivitas

off-farm pada peternak kambing PE anggota kelompok tani ... 194 57. Rata-rata pendapatan rumah tangga peternak dari aktivitas


(13)

58. Rata-rata pendapatan rumah tangga peternak dari aktivitas

non-farm pada peternak kambing PE anggota kelompok tani ... 196 59. Rata-rata pendapatan rumah tangga peternak dari aktivitas

non-farm pada peternak kambing PE non-anggota

kelompok tani ... 197 60. Rekapitulasi pendapatan rumah tangga peternak kambing PE

anggota kelompok tani ... 198 61. Rekapitulasi pendapatan rumah tangga peternak kambing PE

non-anggota kelompok tani ... 199 62. Rata-rata pengeluaran pangan rumah tangga peternak kambing

PE anggota kelompok tani ... 200 63. Rata-rata pengeluaran pangan rumah tangga peternak kambing

PE non-anggota kelompok tani ... 203 64. Rata-rata pengeluaran non-pangan rumah tangga peternak

kambing PE anggota kelompok tani ... 206 65. Rata-rata pengeluaran non-pangan rumah tangga peternak

kambing PE non-anggota kelompok tani ... 210 66. Rekapitulasi pengeluaran rumah tangga pada peternak anggota

kelompok tani dan kriteria kesejahteraan menurut BPS 2012 ... 214 67. Rekapitulasi pengeluaran rumah tangga pada peternak non-

anggota kelompok tani dan kriteria kesejahteraan menurut


(14)

(15)

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung tanggal 2 April 1992 dari pasangan Bapak Achmad Fauzi, S.E. dan Ibu Dra. ec. Yulia Farida. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Penulis menyelesaikan studi tingkat Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Beringin Raya Bandar Lampung pada tahun 2004, tingkat SLTP di SMP Negeri 4 Bandar Lampung pada tahun 2007, dan tingkat SLTA di SMA Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 2010. Penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis pada tahun 2010 melalui jalur PKAB (Penjaringan melalui Kemampuan Akademik dan Bakat).

Penulis melakukan kegiatan Homestay di Kecamatan Adi Luwih Kabupaten Pringsewu pada tahun 2011. Pada tahun 2013 penulis melakukan Praktik Umum (PU) di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Labuhanratu Kabupaten Lampung Timur. Penulis juga pernah menjadi Surveyor Pemantauan Harga periode Desember 2013 – Maret 2014 di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung


(17)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT, yang telah memberikan cahaya dan hikmah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Muhammad Rasulullah SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap kehidupan, juga kepada keluarga, para sahabatnya.

Banyak pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Pendapatan Dan Kesejahteraan Peternak Kambing Pe Anggota Dan Non-Anggota Kelompok Tani Di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedung Tataan Kabupaten Pesawaran”. Dalam kesempatan ini, dengan segala hormat dan rendah hati penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Dr. Ir. Dyah Aring Hepiana L, M.Si., sebagai Pembimbing Pertama, atas bimbingan, masukan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan.

2. Ir. Rabiatul Adawiyah, M.Si., sebagai Pembimbing Kedua, atas bimbingan, masukan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan.

3. Dr. Ir. Sudarma Widjaya, M.S., sebagai Dosen Penguji Skripsi ini atas masukan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan.

4. Dr. Ir. Fembriarti Ery Prasmatiwi, M.S., selaku Ketua Jurusan Agribisnis atas arahan, bantuan dan nasehat yang telah diberikan.


(18)

kakakku M. Fariz Pratama, kembaranku Hana Fitria Azzahra dan adik-adikku M. Rifki Firdaus dan Sofia Aisyah Yasmin, M. Husain Haekal atas semua limpahan kasih sayang, dukungan, doa, dan bantuan yang telah diberikan.

6. Seluruh Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian atas semua ilmu yang telah diberikan selama Penulis menjadi mahasiswi di Universitas Lampung.

7. Karyawan-karyawan di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian atas semua bantuan yang telah diberikan.

8. Sahabat sepermainan Dwi, Wanda, Aya, Sinta, Kinoy, Ike, dan Inaya atas kebersamaannya dalam mendengarkan keluh kesah dan berbagi canda tawa.

9. Teman-teman sepejuangan Agribisnis 2010 (Ervina, Hasni, Marcela, Reza, Dimas, Yoan, Kholis, Ajus, Ludi, Riza, Jale, Hendra, Maul, Tania, Jeny, Nita, Huda, Meta, Vanesa, Deby, Vega, Septa, Wida, Tyas, Ita, Andini, Fitria, Asih, Lina, Yuni, Ayi, dkk) yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

10. Almamater tercinta dan Semua pihak yang telah membantu demi terselesainya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, akan tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang

membutuhkan

Bandar Lampung, Oktober 2015 Penulis,


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Indonesia dikenal sebagai negara agraris, dimana mata pencaharian penduduknya mayoritas di bidang pertanian. Hal tersebut didukung oleh keadaan geografis negara Indonesia yang beriklim tropis sehingga sangat cocok untuk lahan pertanian. Pertanian mencakup berbagai sektor seperti perikanan, peternakan, perkebunan, dan kehutanan. Sektor peternakan cukup banyak digemari masyarakat Indonesia, tetapi pada kenyataannya sektor peternakan belum dikembangkan secara maksimal walaupun sebenarnya pengembangan agribisnis peternakan mempunyai peluang yang sangat besar dalam hal peningkatan permintaan baik dalam negeri maupun luar negeri.

Pengembangan peternakan bertujuan untuk meningkatkan produksi ternak sehingga kebutuhan akan protein hewani berupa daging, telur, dan susu dapat terpenuhi. Tujuan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam periode tahun 2010 – 2014 salah satunya adalah meningkatkan produksi ternak dan produk peternakan dan kesehatan hewan yang berdaya saing serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak.

Jumlah penduduk Indonesia yang besar sangat potensial bagi permintaan produk peternakan. Menurut pangsanya pada tahun 2012, konsumsi produk


(20)

peternakan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah daging sebesar 7,05 kg/kapita/tahun, telur sebesar 5,68 kg/kapita/tahun, dan susu sebesar 11,01 kg/kapita/tahun. Perkembangan konsumsi produk hasil peternakan dalam lima tahun terakhir dari tahun 2008 hingga 2012 menunjukkan peningkatan dengan pertumbuhan rata-rata 6,8 persen untuk daging, 5,38 persen untuk telur, dan 11,9 persen untuk susu. Peningkatan konsumsi produk hasil ternak yaitu daging, telur, dan susu dari tahun ke tahun merupakan peluang bagi pengembangan di sektor peternakan (Badan Ketahanan Pangan, 2013).

Pengembangan peternakan berkaitan dengan peningkatan pendapatan. Pendapatan yang meningkat dari suatu usaha peternakan akan memberikan motivasi untuk berusaha lebih baik. Sukses dan gagalnya suatu usaha peternakan sangat dipengaruhi oleh kemampuan ternaknya berproduksi dan harga input produksi serta output yang dihasilkan. Keadaan tersebut erat kaitannya dengan kemampuan peternak dalam mengelola usahanya dan tingkat keuntungan maksimum yang dicapainya. Peternak dengan jumlah ternak pemilikan yang banyak, mempunyai kesempatan untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi.

Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukkan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian. Salah satu hewan ternak yang memiliki banyak manfaat bagi masyarakat adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak yang banyak dipelihara oleh masyarakat luas, karena memiliki sifat yang


(21)

menguntungkan bagi pemeliharaannya seperti, ternak kambing mudah berkembang biak, tidak memerlukan modal yang besar dan tempat yang luas, dapat digunakan memanfaatkan tanah yang kosong, dan membantu

menyuburkan tanah (Sasroamidjojo dan Soeradji, 1978).

Menurut pendapat Williamson dan Payne (1993), kambing memberi sumbangan bagi kesehatan dan gizi penduduk di berbagai negara berkembang, terutama mereka yang hidup pada garis kemiskinan.

Pemeliharaan kambing dapat menyediakan kebutuhan akan protein hewani yang sangat penting untuk kesehatan, terutama bagi wanita hamil dan

menyusui serta anak kecil. Sumber daging dan susu ini menyebabkan adanya perbedaan antara yang cukup gizi dan yang kekurangan gizi pada penduduk pedesaan yang tidak mampu membeli daging dan susu.

Kambing telah lama dipelihara oleh masyarakat pedesaan di Indonesia. Peranan kambing sampai saat ini belum banyak berarti, baik sebagai sumber daging maupun sumber air susu. Hal ini karena usaha peternakan kambing masih sederhana dengan jumlah pemilikan sedikit dan masih merupakan usaha sampingan dan sebagai tabungan, sebenarnya ternak kambing

mempunyai potensi cukup besar untuk berkembang, karena termasuk ternak yang mempunyai adaptasi cukup tinggi, disamping modal yang diperlukan relatif sedikit. Peternakan kambing di Indonesia banyak terdapat di daerah Pulau Jawa, Lampung, Sumatra Utara, dan Aceh. Pada daerah tropis

peternakan kambing umumnya bertujuan sebagai ternak potong dan di daerah sub tropis diarahkan pada produksi susu. Perkembangan jumlah populasi


(22)

kambing berdasarkan provinsi di Indonesia tahun 2011 hingga 2013 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Populasi kambing berdasarkan provinsi di Indonesia, tahun 2011 -2013.

No Provinsi

Tahun/ Year Pertumbuhan

2012-2013 (%)

2011 2012 2013

1 Aceh 566.837 581.676 615.220 5,77

2 Sumatra Utara 762.180 781.774 805.065 2,98

3 Sumatra Barat 248.082 257.361 267.655 4

4 Riau 196.115 208.429 214.707 3,01

5 Jambi 371.326 430.014 501.656 16,66

6 Sumatera Selatan 331.589 343.065 370.510 8

7 Bengkulu 217.478 243.487 303.117 24,49

8 Lampung 1.090.647 1.159.543 1.089.176 -6,07

9 Bangka Belitung 7.184 8.389 9.228 10

10 DKI Jakarta 7.055 6.248 6.448 3,2

11 Jawa Barat 2.016.867 2.303.256 2.324.828 0,94

12 Jawa Tengah 3.724.452 3.889.878 3.996.544 2,74

13 Yogyakarta 343.647 352.223 381.341 8,27

14 Jawa Timur 2.830.915 2.879.369 2.951.463 2,5

15 Banten 774.629 767.757 807.561 5,18

16 Bali 75.046 70.188 73.150 4,22

17 NTB 579.250 627.282 643.658 2,61

18 NTT 559.755 578.829 577.220 -0,28

19 Kalimantan Barat 167.591 171.222 187.923 9,75

20 Kalimantan Tengah 44.739 46.674 45.922 -1,61

21 Kalimantan Selatan 111.161 105.500 102.629 -2,72

22 Kalimantan Timur 61.691 62.288 63.534 2

23 Sulawesi Utara 44.763 47.448 48.160 1,5

24 Sulawesi Tengah 477.445 530.627 634.459 19,57

25 Sulawesi Selatan 513.858 572.587 644.583 12,57

26 Sulawesi Tenggara 124.113 139.974 145.327 3,82

27 Gorontalo 83.570 92.168 76.982 -16,48

28 Sulawesi Barat 208.279 217.925 219.755 0,84

29 Maluku 246.320 265.163 285.448 7,65

30 Papua 32.648 32.536 34.631 6,44

Indonesia 16.946.186 17.905.862 18.576.192 3,74


(23)

Tabel 1 menunjukkan populasi kambing berdasarkan provinsi pada tahun 2011 hingga 2013 di Indonesia sebesar 18.576.192 ekor yang tersebar di 33 provinsi, jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 3,74 persen dari tahun 2012. Populasi kambing terbesar berada di Jawa Tengah, diikuti dengan Jawa

Timur, Jawa Barat, dan Provinsi Lampung. Pertumbuhan populasi kambing di Provinsi Lampung mengalami penurunan pada tahun 2012 ke tahun 2013 sebesar 6,07 persen, ini berbanding terbalik dari pertumbuhan pada tahun sebelumnya yang mengalami peningkatan (6 %) pada 2011 ke 2012.

Populasi kambing di Indonesia cukup tinggi tetapi data mengenai jenis kambing perah di Indonesia tidak ada, karena data tersebut masih secara umum dan tidak dikelompokkan menurut tipe kambing perah maupun kambing potong. Pengembangan produksi susu merupakan upaya yang bertujuan meningkatkan dan memanfaatkan potensi yang ada di dalam negeri sehingga terjadi peningkatan produksi susu. Peningkatan produksi susu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, mengurangi impor dan sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan.

Jenis kambing perah yang ada di Indonesia adalah kambing Peranakan Etawa (PE). Kambing PE tersebut banyak terdapat di daerah Kali Gesing,

Purworejo, Jawa Tengah. Kambing Peranakan Etawa atau yang biasa disebut kambing PE, merupakan hasil bestar atau persilangan. Kambing PE berasal dari persilangan antara kambing Etawa dengan kambing Kacang. Kambing Etawa berasal dari India sedangkan kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia. Kambing PE telah mampu beradaptasi dengan kondisi dan habitat


(24)

Indonesia walaupun kambing PE merupakan kambing bestar (Suparman, 2007 ). Kambing PE merupakan kambing tipe dwiguna, yaitu sebagai penghasil daging dan susu (perah). Peranakan yang penampilannya mirip kambing Kacang disebut Bligon atau Jawa Randu yang merupakan tipe pedaging (Pamungkas et al, 2009).

Persediaan dan permintaan susu kambing di Pulau Jawa sudah cukup banyak karena banyaknya peternak kambing yang berada di Pulau Jawa. Bisnis susu kambing sudah menjamur di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Hal ini didukung dengan banyaknya kedai yang menjual susu segar baik itu susu sapi segar maupun susu kambing segar. Maraknya bisnis susu segar di Pulau Jawa tidak diikuti untuk Pulau Sumatera. Bisnis susu kambing segar baik itu susu sapi ataupun kambing belum banyak ditemui di daerah Pulau Sumatera.

Provinsi Lampung merupakan provinsi dengan populasi kambing terbesar di Pulau Sumatera. Populasi kambing di Provinsi Lampung sebesar 1.089.176 ekor pada tahun 2013 (Direktorat Jenderal Peternakan, 2013). Sebaran populasi kambing di Provinsi Lampung per kabupaten / kota disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan bahwa populasi kambing dari tahun 2010 sampai 2012 per kabupaten/kota di Provinsi Lampung. Terjadi penurunan populasi di Kabupaten Tulang Bawang dan Kota Bandar Lampung, sedangkan daerah lain mengalami peningkatan. Kabupaten Pesawaran memiliki populasi


(25)

kambing terendah keempat di Provinsi Lampung, dengan jumlah ternak kambing pada tahun 2012 sebanyak 29.943 ekor.

Tabel.2. Populasi kambing di Provinsi Lampung per kabupten / kota, tahun 2010 – 2012.

No Kabupaten/Kota Popuasi kambing (ekor)

2010 2011 2012

1. Lampung Barat 78.502 87.679 91.539

2. Tanggamus 142.637 147.116 164.325

3. Lampung Selatan 233.750 245.437 257.218

4. Lampung Timur 117.421 127.988 134.387

5. Lampung Tengah 129.980 131.562 146.912

6. Lampung Utara 48.017 52.971 58.459

7. Way Kanan 49.823 50.307 51.071

8. Tulang Bawang 56.456 50.614 45.489

9. Pesawaran 28.221 28.787 29.943

10. Pringsewu 66.976 72.133 78.553

11. Mesuji 27.792 27.108 28.261

12. Tulang Bawang Barat 55.146 54.569 57.998

13. Bandar Lampung 5.763 4.834 5.303

14. Metro 9.936 9.542 10.029

Provinsi Lampung 1.050.330 1.090.647 1.159.543

Sumber: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, 2013

Pemerintah Provinsi Lampung, melalui Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, memberikan bantuan kambing perah PE ke beberapa kelompok ternak yang ada di Provinsi Lampung. Bantuan ini bertujuan agar produksi susu kambing di Provinsi Lampung dapat ditingkatkan, sehingga usaha susu kambing dapat berkembang seperti di daerah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Daerah penerima dan jumlah bantuan kambing perah yang diberikan kepada kelompok ternak di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 3.


(26)

Tabel 3. Jumlah bantuan kambing perah di Provinsi Lampung, tahun 2013.

No Lokasi Nama

Kelompok

Jumlah Ternak Jantan Betina Total 1. Desa Poncorejo Kec. Padang.

Cermin Kab. Pesawaran Suka Makmur I 1 33 34

2. Desa Sungai Langka Kec.

Gedung. Tataan Kab. Pesawaran

Sehati Jaya 1 33 34

3. Desa Labuhan Makmur Kec.

Way Serdang Kab Mesuji Karya Makmur 1 33 34

4. Desa. Suka Agung Kec. Way

Serdang Kab. Mesuji Bina Karya 1 33 34

5. Desa. Suka Bhakti Kec. Palas

Kab. Lampung Selatan Pancoran Mas 1 33 34

6. Desa Rajabasa Lama Kec.

Labuhan Ratu Kab. Lampung Timur

Sumber Rejeki 1 33 34

Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, 2013

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa terdapat dua daerah di Kabupaten Pesawaran yang mendapatkan bantuan kambing perah dari pemerintah, yaitu Desa Sungai Langka Kecamatan Gedung Tataan dan Desa Poncorejo

Kecamatan Padang Cermin.

Desa Sungai Langka merupakan salah satu daerah yang terdapat peternak kambing PE di Provinsi Lampung. Desa Sungai Langka berada di

Kecamataan Gedung Tataan Kabupaten Pesawaran dengan luas 900 ha. Jumlah penduduk di Desa Sungai Langka sebanyak 5146 jiwa. Berdasarkan data statistik Gedung Tataan dalam angka tahun 2013, terdapat 1313 rumah tangga dimana terdiri dari 10 dusun dengan 32 rukun tetangga (BPS

Kabupaten Pesawaran, 2013).

Semua ternak kambing adalah binatang pegunungan yang hidup di lereng-lereng bukit sampai lereng-lereng yang curam (Williamson dan Payne, 1993). Desa


(27)

Sungai Langka sangat cocok untuk peternakan khususnya peternakan kambing perah. Hal ini didukung oleh keadaan geografisnya berupa lereng atau perbukitan pada kaki Gunung Betung yang berada pada ketinggian 500 meter di atas permukaan laut. Selain Desa Sungai Langka, Desa Wiyono juga berupa lereng atau perbukitan tetapi populasi kambingnya tidak sebanyak di Desa Sungai Langka. Data populasi ternak kambing berdasarkan desa di Kecamatan Gedung Tataan, tahun 2011 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Populasi ternak kambing berdasarkan desa di Kecamatan Gedung Tataan, tahun 2011.

No. Desa/Kelurahan Populasi Kambing (ekor)

1 Padang Ratu 457

2 Cipadang 970

3 Pampangan 105

4 Waylayap 451

5 Sukadadi 203

6 Bogorejo 202

7 Sukaraja 0

8 Gedung Tataan 0

9 Kutoarjo 301

10 Karang Anyar 201

11 Bagelen 300

12 Kebagusan 5.000

13 Wiyono 3.500

14 Tamansari 470

15 Bernung 355

16 Sungai Langka 6.300

17 Negeri Sakti 475

18 Kurungannyawa 465

19 Sukabanjar 2.775

Jumlah 22.530


(28)

Populasi kambing di Desa Sungai Langka cukup banyak. Data populasi kambing di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedung Tataan per September, tahun 2013 disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Populasi ternak kambing di Desa Sungai Langka, tahun 2013.

Dusun

Jumlah Kepala keluarga

Jumlah Ternak (ekor)

Total (ekor)

Anak Dewasa

Jantan Betina) Jantan Betina

1 25 10 32 33 101 176

2 7 0 6 16 30 52

3 37 35 41 26 102 204

4 27 36 28 15 64 143

5 50 33 68 38 177 316

6 31 31 47 24 93 195

7 30 41 54 11 112 218

8 50 57 79 28 122 286

9 41 56 61 43 85 245

10 24 29 43 7 76 155

Total 322 328 459 241 962 1990

Sumber : Desa Sungai Langka, 2013

Tabel 5 menunjukkan populasi ternak kambing di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedung Tataan per September 2013 sebesar 1990 ekor yang berada di 10 dusun. Desa Sungai Langka merupakan desa dengan populasi kambing PE terbesar di Kabupaten Pesawaran yang dimiliki oleh 322 Kepala Keluarga. Jenis kambing yang dipelihara di Desa Sungai Langka adalah kambing peranakan etawa atau biasa disebut kambing PE.

Cara pemeliharaan ternak kambing oleh peternak di Desa Sungai Langka masih bersifat tradisional sama halnya dengan daerah Indonesia lainnya yang belum mengenal cara pemeliharaan yang maju. Pemeliharaan yang dilakukan


(29)

secara tradisional berlangsung dalam lingkungan keluarga dan

pengawasannya dilakukan secara berkala. Pada umumnya ternak kambing dilepaskan di padang penggembalaan dan melakukan perkawinan bebas secara alam yang pada akhirnya berpengaruh pada penurunan mutu genetik ternak kambing. Penurunan mutu genetik ternak kambing akan

mempengaruhi produktivitas sehingga secara tidak langsung akan berdampak pada penurunan terhadap pendapatan peternak.

Sektor pertanian di Desa Sungai Langka cukup beragam sehingga terdapat gapoktan yang berjalan disana. Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Pada sebuah bukunya, Mosher (1968) yang dikutip oleh Djiwandi (1994), mengemukakan bahwa salah satu syarat pelancar

pembangunan pertanian adalah adanya kegiatan petani yang tergabung dalam kelompok tani. Kelompok tani secara tidak langsung dapat dipergunakan sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan produktivitas usahatani melalui pengelolaan usahatani secara bersamaan.

Ada beberapa alasan mengapa keberadaan kelompok tani di pedesaan relatif penting dalam menunjang pengembangan penyuluhan. Pertama, dapat dikembangkan sebagai sarana media atau alat, baik bagi pemerintah atau instansi terkait maupun lembaga-lembaga non-pemerintah dalam

menyampaikan pesan-pesan pembangunan. Kedua, dapat dimanfaatkan lebih baik atau optimal semua sumber-sumber yang tersedia sehingga mampu menjadi wahana belajar yang efektif (Syamsu, 2011).


(30)

Gapoktan Manunggal Jaya berdiri pada tahun 2008 di Desa Sungai Langka dengan tujuh unit kelompok tani. Kelompok tani yang menangani bidang peternakan khususnya ternak kambing adalah Kelompok tani Sehati Jaya. Kelompok tani Sehati Jaya selama terbentuk kurang berjalan baik. Hal ini dikarenakan kurangnya minat peternak untuk bergabung ke dalam kelompok tani, padahal dengan adanya kelompok tani khusus ternak peternak dapat memperoleh berbagai manfaat yaitu adanya bantuan dari pihak luar yaitu pemerintah dan instansi lain seperti Universitas Lampung.

Bantuan yang diberikan contohnya peralatan pasteurisasi susu dan

penyuluhan mengenai cara budidaya kambing perah yang baik dan efektif. Bagi anggota yang tidak memiliki kambing, dapat memperoleh bantuan dengan adanya kegiatan kambing bergulir yang dilakukan kelompok tani Sehati Jaya. Pada Tabel 3 terlihat bahwa Kelompok tani Sehati Jaya memperoleh bantuan berupa 34 ekor kambing PE. Kambing bergulir ini merupakan bantuan dari pemerintah yang memberikan indukan (induk kambing betina dan jantan) kepada kelompok tani.

Berdasarkan manfaat yang dapat diperoleh dengan menjadi anggota kelompok tani tersebut secara otomatis dapat menurunkan biaya produksi pemeliharaan ternak kambing dan meningkatkan pendapatan peternak yang berdampak pada kesejahteraan peternak kambing PE itu sendiri. Jumlah peternak kambing PE yang menjadi anggota Kelompok tani Sehati Jaya disajikan dalam Tabel 6.


(31)

Tabel 6. Jumlah peternak kambing PE yang menjadi anggota Kelompok tani Sehati Jaya Periode Desember, tahun 2013.

No. Nama Peternak Jumlah Ternak (ekor)

Jantan Betina Total

1 Sudiyanto 1 9 10

2 Effendi 6 4 10

3 Kusnadi 22 48 70

4 Junaidi 4 8 12

5 Ponimin 0 3 3

6 Rismanto 5 5 10

7 M Toha 4 34 38

8 Juned 4 4 8

9 Ashuri 8 2 10

10 Wahari 3 9 12

11 Edi 1 13 14

12 Mukholid 0 1 1

13 Joni 5 3 8

14 Hendra 2 4 6

15 Darno 3 2 5

16 Budi Winarto 2 13 15

17 Sukoco 2 8 10

18 Prasetyo 1 2 3

Jumlah 73 172 245

Sumber : KelurahanSungaiLangka Kecamatan Gedung Tataan, 2013

Tabel 6 menunjukkan bahwa masih banyak peternak kambing PE yang belum menjadi anggota kelompok tani. Terdapat hanya 18 peternak kambing PE yang menjadi anggota dari jumlah 322 peternak kambing PE yang ada di Sungai Langka, untuk itu maka perlu diketahui mengapa banyak peternak yang tidak menjadi anggota kelompok tani. Faktor-faktor apa yang menjadi keputusan peternak untuk menjadi anggota dan tidak menjadi anggota kelompok tani. Penelitian ini juga akan mengkaji pendapatan dan


(32)

kelompok tani di Desa Sungai Langka, Kecamatan Gedung Tataan, Kabupaten Pesawaran.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu:

1) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan peternak untuk menjadi anggota kelompok tani?

2) Berapakah pendapatan peternak kambing PE yang menjadi anggota kelompok tani dan pendapatan peternak kambing non-anggota kelompok tani ?

3) Bagaimana tingkat kesejahteraan peternak kambing PE yang menjadi anggota kelompok tani dan non-anggota kelompok tani?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan masalah yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak untuk menjadi anggota kelompok tani

2) mengetahui berapakah pendapatan peternak kambing PE yang menjadi anggota kelompok tani dan pendapatan peternak kambing non-anggota kelompok tani

3) mengetahui bagaimana tingkat kesejahteraan peternak kambing PE anggota kelompok tani dan non-anggota kelompok tani


(33)

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1) Peternak kambing PE di Provinsi Lampung, khususnya di Kabupaten Pesawaran sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan kegiatan usahanya agar mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. 2) Pemerintah, sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam

pengambilan keputusan kebijakan pertanian/ peternakan yang

berhubungan dengan masalah pengentasan kemiskinan dan peningkatan taraf hidup petani/peternak.

3) Peneliti lain, sebagai bahan informasi dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya.


(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Usaha Ternak Kambing Perah

Kambing perah dikembangbiakan dan diseleksi sejak dahulu untuk

menghasilkan susu dalam jumlah banyak sama seperti sapi perah. Struktur dari masing-masing kelenjar ambing pada kambing perah dalam

memproduksi susu sama dengan sapi. Karakteristik yang berbeda dalam memproduksi susu antara kambing dan sapi yaitu bila sapi memiliki empat puting dan empat ambing yang terpisah, kambing hanya memiliki dua ambing saja. Kambing perah sangat efisien dalam memproduksi susu. Umumnya, tujuh ekor kambing dapat menghasilkan susu yang sama banyaknya dengan produksi satu ekor sapi, tetapi jumlah pakan sepuluh ekor kambing baru sama dengan jumlah pakan seekor sapi. Kambing betina dengan berat 55 kg akan memproduksi lebih dari 2000 kg susu dalam sekali laktasi yang panjangnya 305 hari.

Besar kambing perah kira-kira hanya sepersepuluhnya sapi, karena itu lebih mudah untuk memeliharanya. Makanan (nutrient) yang dibutuhkan lebih sedikit, kambing akan memakan bermacam-macam bahan pakan dan mengubahnya menjadi susu. Hal ini yang menyebabkan mengapa


(35)

kambing perah dapat dipelihara baik skala kecil hingga perusahaan besar yang memelihara ratusan ekor (Blakely dan Bade, 1992).

Jenis/rumpun kambing perah yang ada di dunia antara lain Bangsa Alpines (Perancis), Nubians (Afrika), Toggenburg (Alpen Swiss), Saanens (Swiss), La Mancha (Amerika), dan Jamnapari (India). Kambing perah yang banyak diusahakan di Indonesia ialah kambing Peranakan Etawa (PE) (Sutama, 2007).

2. Kambing Peranakan Etawa (PE)

Kambing Peranakan Etawa (PE) merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Etawa (asal India) dengan kambing Kacang. Kambing ini tersebar hampir di seluruh Indonesia. Penampilannya mirip kambing Etawa, tetapi lebih kecil. Kambing PE merupakan kambing tipe dwiguna, yaitu sebagai penghasil daging dan susu (perah).

Ciri-ciri Kambing PE yaitu telinga panjang dan terkulai, panjang telinga 18 - 30 cm, warna bulu bervariasi dari coklat muda sampai hitam. Bulu kambing PE jantan bagian atas leher dan pundak lebih tebal dan agak panjang. Bulu kambing PE betina pada bagian paha panjang. Berat badan kambing PE jantan dewasa 40 kg dan betina 35 kg, tinggi pundak 76 - 100 cm (Sasongko et al, 2009).

Beternak kambing PE lebih menguntungkan bila dibanding dengan


(36)

Jawa Tengah (2011), terdapat beberapa nilai ekonomis dari beternak kambing PE antara lain :

a) Penghasil susu

Susu kambing di Indonesia dikonsumsi sebagai obat alternatif, bukan sebagai pelengkap gizi. Umumnya, orang mengonsumsi susu ini untuk membantu penyembuhan penyakit seperti asma, tuberkolosis ( TBC ), dan membantu penyehatan kulit. Pada masa laktasi kambing PE mampu menghasilkan 0,8 hingga 2,5 liter susu per hari, dengan harga jual antara Rp 15.000,00 - 20.000,00 per liter. Contoh sebagai

gambaran, jika seorang peternak memelihara 7 hingga 10 ekor kambing PE dan diperkirakan terdapat 5 ekor yang laktasi dengan rata-rata menghasilkan 1 liter per hari, artinya penghasilan peternak tersebut setiap hari adalah sekitar 5 liter susu dengan harga rata-rata Rp 15.000,00 per liter, maka pendapatan peternak tersebut adalah sekitar Rp 75.000,00 / hari.

b) Penghasil Daging

Kambing PE juga potensial sebagai penghasil daging, sehingga pejantan kambing PE banyak digunakan oleh peternak untuk memperbaiki kualitas kambing lokal pedaging. Hal tersebut karena perkawinan silang menghasilkan kambing dengan sosok badan lebih besar layaknya kambing PE.


(37)

c) Penghasil Pupuk & Kulit

Kotoran kambing PE dapat digunakan sebagai pupuk organik, sedangkan kulitnya karena mempunyai ukuran yang lebih besar daripada kulit kambing lokal, maka kulit kambing PE banyak dicari orang untuk digunakan sebagai bahan kerajinan kulit.

d) Sebagai Sumber Pendapatan

Beternak kambing PE, dapat digunakan sebagai sumber pendapatan alternatif di pedesaan yang sangat menjanjikan bila ditekuni secara serius, biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan kandang dan biaya perawatan relatif sama bila dibandingkan dengan biaya memelihara kambing lokal.

3. Susu Kambing

Susu kambing mengandung berbagai manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan susu sapi, dan telah lama diakui oleh dunia

kedokteran untuk dimanfaatkan oleh orang-orang yang memiliki gangguan pencernaan dan paru-paru. Pada daerah Timur Tengah, susu kambing lebih populer dibandingkan susu sapi. Susu kambing menjadi bahan baku beberapa jenis makanan dan minuman, seperti puding dan yoghurt.

Susu kambing belum banyak dikonsumsi di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan tentang manfaat susu kambing. Aroma khas yang ada pada susu kambing membuat susu kambing kurang digemari oleh


(38)

masyarakat sehingga hanya sedikit yang mengkonsumsi susu kambing dalam keadaan segar (Susanto dan Budiana, 2005).

Menurut Blakely dan Bade (1992), dibandingkan dengan susu sapi, susu kambing mempunyai perbedaan karakteristik sebagai berikut:

a) Warnanya lebih putih.

b) Globul lemak susunya lebih kecil dan beremulsi dengan susu. Lemak harus dipisahkan dengan mesin pemisah (mechanical separator), karena lemak tersebut tidak dengan sendirinya akan muncul ke permukaan. c) Lemak susu kambing lebih mudah dicerna.

d) Card proteinnya lebih lunak, hingga memungkinkan untuk dibuat kerja yang spesial.

e) Susu kambing mengandung mineral : kalsium, fosfor, vitamin A, E, dan B kompleks yang lebih tinggi.

f) Susu kambing dapat diminum oleh orang yang alergi minum susu sapi dan untuk orang-orang yang mengalami berbagai gangguan

pencernaanya.

Komposisi kimia susu kambing secara umum tidak berbeda dengan susu sapi atau air susu ibu (ASI). Perbedaannya terletak pada persentase kandungannya saja. Perbedaan antara susu sapi dan susu kambing secara fisik dapat terlihat dari warna susu kambing lebih putih daripada susu sapi hal ini karena susu kambing tidak mengandung karoten. Komposisi susu kambing dibandingkan dengan susu sapi dan air susu ibu (ASI) disajikan pada Tabel 7.


(39)

Tabel 7. Komposisi susu kambing

Komposisi Kambing Sapi ASI

Air 83-87,5 87,2 88,3

Hidrat arang 4,6 4,7 6,9

Energi KCL 67 66 69,1

Protein 3,3-4,9 3,3 1

Lemak 4,0-7,3 3,7 4,4

Ca (mg) 129 117 33

P (mg) 106 151 14

Fe (mg) 0,05 0,05 0,05

Vit. A. (mg) 185 138 240

Rhiboflamin 0,14 0,17 0,04

Niacin (mg) 0,3 0,08 0,2

Vit. B-12 0,07 0,36 0,84

Thiamin mg) 0,04 0,03 0,01

Sumber : Ernawati, 2010

Berdasarkan Tabel 7, dengan komposisi yang mendekati komposisi air susu ibu (ASI), susu kambing dapat diberikan kepada bayi baru lahir atau berumur kurang dari satu tahun sebagai pengganti ASI (PASI).

Kandungan gizi dalam susu kambing dapat meningkatkan pertumbuhan bayi dan anak- anak serta membantu menjaga keseimbangan proses metabolisme. Susu kambing juga bisa dikonsumsi tanpa dimasak terlebih dahulu. Pemasakan susu kambing justru dikhawatirkan akan merusak beberapa elemen, khususnya mineral yang terkandung didalamnya, terutama fluorine (F) yang sangat besar khasiatnya sebagai antiseptik dan pelindung jaringan paru-paru (Moelijanto dan Wiryanta, 2002).

Manfaat susu kambing cukup banyak bagi kesehatan seperti yang dikutip oleh Sodiq dan Zainal (2008), yaitu untuk terapi penyakit TBC, membantu memulihkan kondisi orang yang baru sembuh dari suatu penyakit, dan mampu mengontrol kadar kolesterol dalam darah. Susu kambing lebih


(40)

mudah dicerna alat pencernaan manusia, serta tidak menimbulkan diare pada orang yang mengkonsumsinya.

Susu kambing juga berkhasiat bagi kecantikan, banyak produk kecantikan dipasaran berbahan baku susu kambing seperti sabun susu kambing. Beberapa pakar penyakit kulit di New Zeland juga menganjurkan pasiennya untuk mengkonsumsi susu kambing untuk meningkatkan

kesehatan kulit, terutama bagian wajah. Susu kambing juga baik diberikan untuk wanita dewasa untuk mengembalikan zat besi setelah haid,

kekurangan darah, kehamilan, serta pendarahan setelah melahirkan. Kandungan berbagai mineral dalam susu kambing juga dapat

memperlambat osteoporosis atau kerapuhan tulang.

4. Budidaya Kambing Perah

Pemeliharaan kambing perah tidak jauh berbeda dengan pemeliharaan ternak kambing pada umumnya, hanya saja beternak kambing perah lebih intensif ketika masuk pada masa laktasi pada induk betina. Pada kegiatan beternak kambing, setidaknya ada lima faktor produksi yang harus

diperhatikan, yakni: bibit, kandang, pakan, tenaga kerja, dan biaya kesehatan ternak. Perhitungan untung-ruginya ternak kambing dapat dianalisa dengan menghitung kelima faktor produksi tersebut.

a) Pemilihan bibit

Bibit berpengaruh besar terhadap produktivitas ternak. Pemilihan bibit diperlukan untuk menghasilkan keturunan yang lebih baik agar


(41)

diperoleh tingkat produksi susu yang tinggi. Menurut Sutama (2007), terdapat beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam memilih bibit kambing perah antara lain : bibit kambing betina yang dipilih mempunyai sifat/karakter keibuan; garis punggung rata; mata cerah bersinar; kulit halus dan bulu klimis (tidak kusam); rahang atas dan bawah rata; kapasitas rongga perut besar (tulang rusuk terbuka); dada lebar; kaki kuat dan normal; berjalan normal (tidak pincang); ambing cukup besar, kenyal (firm) dan simetris; puting susu dua buah dan normal (tidak terlalu besar /panjang atau terlalu kecil).

Bibit kambing jantan (pejantan) mempunyai karakter jantan kuat, perototan yang kuat, mata bersinar; punggung kuat dan rata ; kaki kuat dan simetris; testis dua buah normal, simetris dan kenyal; penis normal dan libido tinggi. Calon pejantan mempunyai penampilan bagus dan besar, umur > 1,5 tahun, gigi seri tetap, keturunan kembar, mempunyai nafsu kawin besar, sehat, dan tidak cacat.

b) Pakan

Pakan merupakan faktor produksi penting dalan usaha ternak kambing perah. Konsumsi pakan yang cukup (jumlah dan kualitasnya) akan menentukan mampu tidaknya ternak tersebut mengekpresikan potensi genetik yang dimilikinya. Pemberian pakan harus sesuai dengan kebutuhannya dan jumlah yang diberikan disesuaikan dengan status fisiologis ternaknya. Sebagai patokan umum yaitu 10 persen bahan kering dari bobot badan. Contoh bila bobot hidup kambing 25 kg maka


(42)

pemberian hijauan sekitar 2,5 kg kering atau 5 kg basah (Soerachman et al, 2008).

Menurut Sarwono (2006), hanya pakan yang sempurna yang mampu mengembangkan pekerjaan sel tubuh kambing. Pakan yang sempurna mengandung kelengkapan protein, karbohidrat, lemak, air, vitamin, dan mineral. Pakan kambing secara umum dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu pakan pokok yang terdiri dari hijauan dan konsentrat. Pakan hijau dapat berupa rumput alam, rumput yang dibudidayakan dan daun kacang-kacangan, sedangkan pakan konsentrat/penguat dapat berupa dedak padi.

Pakan sebagai sumber energi atau karbohidrat dapat berupa rumput, daun-daunan, onggok, dedak padi, dedak gandum, jagung, shorgum, dan singkong. Pakan sebagai sumber protein berupa legum, limbah hasil pertanian (bungkil kedele, bungkil kelapa), ampas tahu, ampas kecap. Pakan sebagai sumber mineral berupa garam dapur, kapur, tepung tulang atau tapung ikan. Pakan sebagai sumber vitamin berupa jagung kuning, hijauan segar (rumput dan legum), dan wortel.

Pada pemberian pakan hijauan, perlu diperhatikan imbangan antara rumput dan daun leguminosa dikaitkan dengan kondisi fisiologis ternak. Pada kambing dewasa, pemberian pakan rumput dan leguminosa

dengan perbandingan 3 : 4 dapat diberikan. Apabila ternak dalam keadaan bunting sebaiknya perbandingan rumput, dan daun leguminosa berbanding 3 : 2. Berbeda halnya bila kambing sedang menyusui,


(43)

perbandingan sebaiknya 1 : 1. Anak kambing lepas sapih diberikan rumput dan daun leguminosa dengan perbandingan 3:2. Hindari pemberian hijauan yang masih muda, jika terpaksa digunakan hendaknya diangin-anginkan selama minimal 12 jam untuk

menghindari terjadinya bloat (kembung) pada kambing (Soerachman et al, 2008).

c) Kandang

Kandang adalah rumah bagi hewan ternak, dan oleh karenanya kandang harus dibuat sedemikian rupa agar nyaman bagi ternak yang hidup didalamnya dan bagi peternak yang memeliharanya. Menurut Direktorat Budidaya Ternak Ditjennakeswan (2013), untuk usaha budidaya kambing perah diperlukan bangunan, peralatan, dan letak kandang yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Konstruksi kandang harus kuat dan terbuat dari bahan yang

ekonomis dan mudah diperoleh seperti kayu atau bambu. Kandang panggung, lantai rata, tidak kasar, mudah kering, dan tahan injak lantai. Kolong kandang dibuat miring untuk memudahkan

pembersihan dan menghindari becek dan ada saluran pembuangan limbah baik, luas kandang memenuhi persyaratan daya tampung ternak.

2) Letak kandang memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) mudah diakses terhadap transportasi; b) tempat kering dan tidak tergenang saat hujan; c) dekat sumber air, atau mudah dicapai aliran air; d) kandang isolasi terpisah dari kandang/bangunan lain; e) tidak


(44)

menggangu lingkungan hidup; f) memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi.

3) Peralatan meliputi tempat pakan dan tempat minum, alat pemotong dan pengangkut rumput, alat pembersih kandang dan pembuatan kompos, peralatan kesehatan hewan, peralatan pemerahan dan pengolahan susu, peralatan sanitasi kebersihan, dan peralatan pengolahan limbah.

d) Penyakit

Secara umum penyakit pada kambing dapat dibedakan menjadi dua bagian besar yaitu penyakit menular dan tidak menular. Penyakit menular disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, parasit darah, cacing, dan kutu sedangkan penyakit tidak menular yaitu racun dan kurang gizi. Beberapa penyakit penting yang sering terjadi pada kambing di

Indonesia antara lain sebagai berikut : 1) Kembung Perut (Bloat/Tympani)

Kembung perut sering terjadi akibat pembentukan gas dalam lambung (rumen) secara berlebihan dan dalam waktu yang cepat. Untuk menghindari bloat adalah hindari pemberian hijauan muda secara berlebihan, atau hijuan yang masih mengandung embun pagi. 2) Mastitis

Mastitis adalah penyakit infeksi pada ambing oleh bakteri. Menjaga kebersihan kandang/sanitasi merupakan cara terbaik mencegah

mastitis, termasuk melakukan ”teat dip” setiap kali pemerahan. Teat


(45)

ml gliserin + air sehingga menjadi 1 liter larutan. Tanda-tanda mastitis yaitu :

a. ambing terasa panas, sakit, dan membengkak. b. bila diraba terasa ada yang mengeras pada ambing. c. warna dan kualitas air susu abnormal, seperti ada warna

kemerahan (darah), pucat seperti air, kental kekuningan atau kehijauan.

Mastitis dapat diobati dengan antibiotik. Beberapa obat mastitis telah tersedia seperti metrivet, mastivet, depolac dll. Pengobatan dilakukan dengan memasukkan antibiotik melalui puting susu, setelah ambing dikosongkan (diperah) terlebih dahulu. Lakukan pengobatan 2 - 3 kali/hari, sampai ternak benar-benar sembuh.

e) Pengembangbiakan

Kambing telah dewasa kelamin dapat dikawinkan. Kambing dewasa kelamin umumnya pada umur 6 - 8 bulan (sudah mulai birahi). Umur untuk kambing PE betina, perkawinan pertama sebaiknya dilakukan setelah ternak mencapai bobot hidup 28 - 35 kg atau pada umur sekitar 12 - 15 bulan sedangkan pada kambing PE jantan pada umur sekitar 1,5 tahun.

Tanda-tanda birahi pada kambing betina yaitu : gelisah; alat kelamin bagian luar bengkak, basah, merah dan hangat; ekor digerak-gerakan; diam bila dinaiki oleh pejantan, dan nafsu makan berkurang. Lama birahi sekitar 30 jam, sedangkan siklus birahi sekitar 17 hari. Waktu


(46)

mengawinkan yang tepat adalah 12 - 18 jam setelah terlihat tanda-tanda birahi. Kambing betina dan pejantan dikandangkan dalam satu kandang untuk memudahkan proses kawin dan mengurangi resiko kegagalan.

Jika proses kawin berhasil, induk kambing akan segera hamil.

Kambing betina yang sedang hamil muda gerak-geriknya tenang, tidak gelisah, tidak agresif, nafsu makan meningkat, dan sering menjilati pintu kandang atau lantai. Lama kebuntingan pada kambing adalah sekitar 150 hari. Induk bunting yang akan melahirkan, biasanya menunjukkan gejala-gejala tertentu yaitu nafsu makan berkurang, gelisah, mengembik-embik, dan kakinya menggaruk-gaaruk tanah.

Anak kambing yang baru lahir setelah 30 - 60 menit, sudah dapat berdiri dan berusaha menyusu pada induknya. Anak harus sesegera mungkin dapat meminum susu jolong atau susu kolostrum untuk memperoleh zat kekebalan tubuh. Susu kolostrum akan habis dalam waktu 3 - 4 hari, dan induk sudah mulai dapat diperah untuk susu konsumsi.

f) Teknik Pemerahan

Butuh keterampilan khusus dalam memerah susu kambing. Keahlian memerah sangat menentukan hasil produksi susu dan lamanya masa laktasi (Sarwono, 2006). Pemerah susu kambing harus memiliki kategori persyaratan yaitu sehat tanpa menderita penyakit menular; tidak merokok pada saat memerah susu; mengenakan pakaian bersih;


(47)

dan sebelum memerah susu, pemerah membersihkan tangannya terlebih dahulu (Sitepoe, 2008).

Peralatan dalam pemerahan susu antara lain tempat pemerahan berupa platform dan tempat duduk; ember atau alat pengukur volume susu sekaligus untuk menampung susu saat pemerahan; penyaring susu; sabun dan air; kain lap bersih; panci dan kompor untuk pasteurisasi susu. Semua peralatan tersebut dipakai dalam keadaan bersih dan kering. Cara memerah susu kambing dilakukan sebagai berikut : 1) tangan dibersihkan dahulu dengan sabun dan bilas sampai bersih.

Ambing dan puting susu kambing dicuci dengan kain yang dicelup dalam air hangat untuk merangsang keluarnya air susu.

2) jari telunjuk dan ibu jari dilingkarkan pada puting susu. Selanjutnya jari tengah dilingkarkan pada puting sehingga air susu akan

memancar keluar. Pancaran air susu yang pertama harus dibuang karena tidak bersih.

3) jari manis dilingkarkan pada puting susu dengan tekanan yang kuat agar susu memancar deras keluar, tetapi puting tidak boleh sampai ikut tertarik kebawah.

4) setelah selesai diperah, puting susu harus dibersihkan dan dikeringkan.

g) Pengolahan Susu

Setelah diperah, susu langsung disaring untuk membersihkan susu dari bulu atau kotoran yang masuk kedalam susu. Kemudian susu dapat


(48)

langsung dibungkus plastik (sesuai ukuran yang diinginkan) lalu segera disimpan dalam refrigerator atau freezer, sebelum dijual ke konsumen. Atau untuk susu pasteurisasi dipanaskan pada suhu 700 derajat celcius selama 15 detik, atau 630 derajat celsius selama 30 detik, lalu

didinginkan dan dibungkus/disimpan.

5. Teori Kelompok Tani

Mardikanto (1993), mengemukakan bahwa kelompok tani diartikan sebagai kumpulan orang – orang tani atau yang terdiri dari petani dewasa (pria/wanita) maupun petani taruna (pemuda/pemudi) yang terikat secara formal dalam suatu wilayah keluarga atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan pimpinan seorang kontak tani. Adapun beberapa keuntungan dari pembentukan kelompok tani itu, antara lain sebagai berikut : a). Semakin eratnya interaksi dalam kelompok dan semakin terbinanya kepemimpinan kelompok; b). Semakin terarahnya peningkatan secara cepat tentang jiwa kerjasama antara petani; c). Semakin cepatnya proses perembesan (diffuse) penerapan inovasi (teknologi) baru; d). Semakin naiknya kemampuan rata – rata

pengembalian hutang (pinjaman) petani; e). Semakin meningkatnya orientasi pasar, baik yang berkaitan dengan masukan (input) maupun produk yang dihasilkannya; dan f). Semakin dapat membantu efisiensi pembagian air irigasi serta pengawasannya oleh petani sendiri.

Kelompok tani adalah kelembagaan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan


(49)

(sosial, ekonomi dan sumberdaya), dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggotanya. Samsudin (1993),

mengemukakan kelompok tani merupakan kumpulan petani yang bersifat non formal dan berada dalam lingkungan pengaruh kontak tani, memiliki pandangan dan kepentingan yang sama untuk mencapai tujuan bersama, dimana hubungan antara satu sama lain sesama anggota kelompok tani bersifat luwes, wajar, dan kekeluargaan.

Menurut Suhardiyono (1992), bahwa kelompok tani biasanya dipimpin oleh seorang ketua kelompok, yang dipilih atas dasar musyawarah dan mufakat diantara anggota kelompok tani. Pada waktu pemilihan ketua kelompok tani sekaligus dipilih kelengkapan struktur organisasi kelompok yaitu sekretaris kelompok, bendahara kelompok, serta seksi-seksi yang mendukung kegiatan kelompoknya. Seksi - seksi yang ada disesuaikan dengan tingkat dan volume kegiatan yang akan dilakukan. Masing-masing pengurus dan anggota kelompok tani harus memiliki tugas dan wewenang serta tanggung jawab yang jelas dan dimengerti oleh setiap pemegang tugasnya. Selain itu juga kelompok tani harus memiliki dan menegakkan peraturan yang berlaku bagi setiap kelompoknya dengan sanksi-sanksi yang jelas dan tegas. Biasanya jumlah anggota kelompok tani berkisar antara 10 - 25 orang anggota.

Pada Peraturan Menteri Pertanian No. 273/kpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani disebutkan bahwa kelompok tani pada dasarnya adalah organisasi non formal di pedesaan yang


(50)

ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk petani yang saling mengenal, akrab, saling percaya, mempunyai kepentingan dalam berusahatani, kesamaan dalam tradisi/ pemukiman/ hamparan usahatani serta memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Ciri Kelompok Tani

1. Saling mengenal, akrab dan saling percaya diantara sesama anggota. 2. Mempunyai pandangan dan kepentingan yang sama dalam

berusahatani.

3. Memiliki kesamaan dalam tradisi dan atau pemukiman, hamparan usaha, jenis usaha, status ekonomi maupun sosial, bahasa,

pendidikan dan ekologi.

4. Ada pembagian tugas dan tanggung jawab sesama anggota berdasarkan kesepakatan bersama.

b. Unsur Pengikat Kelompok Tani

1. Adanya kepentingan yang sama diantara para anggotanya.

2. Adanya kawasan usahatani yang menjadi tanggung jawab bersama diantara para anggotanya.

3. Adanya kader tani yang berdedikasi untuk menggerakkan para petani dan kepemimpinannya diterima oleh sesama petani lainnya.

4. Adanya kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh sekurangnya sebagian besar anggotanya.

5. Adanya dorongan atau motivasi dari tokoh masyarakat setempat untuk menunjang program yang telah ditentukan.


(51)

c. Fungsi Kelompok Tani

1. Kelas Belajar; Kelompok tani merupakan wadah belajar mengajar bagi anggotanya guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tumbuh dan berkembangnya kemandirian dalam

berusahatani sehingga produktivitasnya meningkat, pendapatannya bertambah serta kehidupan yang lebih sejahtera.

2. Wahana Kerjasama; Kelompok tani merupakan tempat untuk

memperkuat kerjasama diantara sesama petani dalam kelompok tani dan antar kelompok tani serta dengan pihak lain. Melalui kerjasama ini diharapkan usahataninya akan lebih efisien serta lebih mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan. 3. Unit Produksi; Usahatani yang dilaksanakan oleh masing-masing

anggota kelompok tani, secara keseluruhan harus dipandang sebagai satu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi, baik dipandang dari segi kuantitas, kualitas maupun kontinuitas.

6. Teori Pengambilan Keputusan

Menurut Siagian (1993), pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Stoner (2003:205) memandang pengambilan keputusan sebagai proses


(52)

pemilihan suatu arah tindakan sebagai cara untuk memecahkan sebuah masalah tertentu.

Salusu (1996:47), mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi untuk menemukan dan menyelesaikan masalah organisasi.

Handoko (2001:129), melihat pengambilan keputusan sebagai proses di mana serangkaian kegiatan dipilih sebagai penyelesaian suatu masalah tertentu. Berdasarkan dari beberapa pengertian tentang pengambilan keputusan yang dikemukakan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan merupakan proses pemilihan satu alternatif dari beberapa alternatif untuk pemecahan masalah.

Menurut Terry (2005), definisi pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku dari dua alternatif atau lebih (tindakan pimpinan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam organisasi yang dipimpinnya dengan melalui pemilihan satu diantara alternatif-alternatif yang

dimungkinkan). Faktor - faktor yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan yaitu :

a. Hal - hal yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang emosional maupun yang rasional perlu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan.

b. Setiap keputusan harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan organisasi.


(53)

c. Setiap keputusan jangan berorientasi pada kepentingan pribadi, tetapi harus lebih mementingkan kepentingan organisasi.

d. Jarang sekali pilihan yang memuaskan, oleh karena itu buatlah altenatif-alternatif tandingan.

e. Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental dari tindakan ini harus diubah menjadi tindakan fisik.

f. Pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang cukup lama.

g. Diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

h. Setiap keputusan hendaknya dilembagakan agar diketahui keputusan itu benar.

i. Setiap keputusan merupakan tindakan permulaan dari serangkaian kegiatan mata rantai berikutnya.

Proses pengambilan keputusan secara rasional dan ilmiah pada dasarnya meliputi tahapan sebagai berikut (Handoko, 2001:134-138) : (1)

pemahaman dan perumusan masalah, (2) pengumpulan dan analisa data yang relevan, (3) pengembangan alternatif-alternatif, (4) evaluasi alternatif-alternatif, (5) pemilihan alternatif terbaik, (6) implementasi keputusan, (7) evaluasi hasil-hasil keputusan.

Firdaus (2007) menjelaskan bahwa dalam pengambilan keputusan terdapat tiga unsur penting, yaitu pengambilan keputusan didasarkan fakta,


(54)

membutuhkan unsur pertimbangan dan penilaian yang subjektif dari manajemen terhadap situasi, pengalaman, dan pandangan umum. Untuk mengambil keputusan yang rasional dibutuhkan beberapa syarat, antara lain :

a. Keterangan yang diperoleh harus berdasarkan fakta.

b. Harus bebas dari prasangka, bersih, dan jauh dari pertimbangan subjektif.

c. Harus berusaha untuk dapat mencapai suatu tujuan.

d. Harus dapat mengetahui dengan jelas tujuan mana yang dapat dicapai beserta berbagai kelemahannya.

e. Harus berdasarkan prinsip - prinsip analisis dalam menilai berbagai alternatif sesuai dengan tuntutan untuk mencapai tujuan.

f. Harus menggunakan ukuran objektif.

g. Sejauh mungkin didasarkan pada teknik kuantitatif.

h. Harus bersikap optimis dan berkemauan yang kuat untuk memilih alternatif yang paling baik.

Secara umum alat pengambilan keputusan dapat dibagi dua berdasarkan Firdaus (2007), yaitu nonkuantitatif dan kuantitatif. Alat pengambilan keputusan nonkuantitatif antara lain intuisi, fakta, pengalaman, dan opini. Intuisi adalah suatu pendapat seseorang yang diperoleh dari

perbendaharaan pengetahuannya terlebih dahulu, melalui proses yang tidak disadari. Fakta merupakan dasar yang baik dalam pembuatan keputusan. Pengalaman memberikan petunjuk untuk pembuatan


(55)

dan menggeneralisasi situasi - situasi yang lampau. Opini banyak digunakan dalam pengambilan keputusan, dicirikan oleh penggunaan logika di belakang keputusan yang diambil tersebut.

Siagian (1991) menyatakan bahwa ada aspek-aspek tertentu bersifat internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Adapun aspek internal tersebut antara lain :

a. Pengetahuan; Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap

pengambilan keputusan. Biasanya semakin luas pengetahuan seseorang semakin mempermudah pengambilan keputusan.

b. Aspek kepribadian; Aspek kepribadian ini tidak nampak oleh mata tetapi besar peranannya bagi pengambilan keputusan.

Sedangkan aspek eksternal dalam pengambilan keputusan, antara lain : a. Kultur; Kultur yang dianut oleh individu bagaikan kerangka bagi

perbuatan individu. Hal ini berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan.

b. Orang lain; Orang lain dalam hal ini menunjuk pada bagaimana individu melihat contoh atau cara orang lain (terutama orang dekat) dalam melakukan pengambilan keputusan. Sedikit banyak perilaku orang lain dalam mengambil keputusan pada gilirannya juga


(56)

Menurut Arroba (1998) dalam Sudrajat (2010), menyatakan ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seseorang, antara lain :

1. Informasi yang diketahui perihal permasalahan yang dihadapi 2. Tingkat pendidikan

3. Personality

4. Coping, dalam hal ini dapat berupa pengalaman hidup yang terkait dengan permasalahan (proses adaptasi).

5. Culture

Pada penelitian ini faktor - faktor yang mempengaruhi peternak kambing PE dalam mengambil keputusan untuk menjadi anggota kelompok tani atau tidak adalah pendapatan, usia, pendidikan, pengalaman, pelatihan, dan harga jual kambing. Faktor usia mempunyai kaitan dengan kedewasaan psikologis seseorang Pada penelitian para ahli menunjukkan bahwa usia mempunyai kaitan pula dengan kedewasaan psikologis (Siagian, 2004). Artinya, semakin lanjut usia seseorang, yang bersangkutan diharapkan semakin mampu menunjukkan kematangan jiwa, semakin bijaksana, semakin mampu berpikir secara rasional yang menjadi dasar dalam proses pengambilan keputusan, sedangkan faktor pendidikan menunjukkan bahwa wawasan atau ilmu yang dimiliki seseorang berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan.

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka keputusan yang dipilih oleh nya akan baik pula. Faktor pendapatan berperan dalam proses


(57)

pengambilan keputusan. Apabila pendapatan seseorang tinggi, maka semakin besar pula ia dalam mengambil keputusan, karena tingginya pendapatan yang ia miliki menjadi modal untuk mengatasi resiko dari keputusan yang diambilnya.

7. Teori Pendapatan

Pendapatan yang diperoleh dari usaha ternak kambing dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan rumah tangga peternak. Hal ini tidak sejalan dengan keadaan di lapangan, sampai dengan saat ini usaha ternak kambing belum dilakukan sebagai sumber pendapatan utama rumah tangga yang disebabkan oleh keterbatasan modal dan manajemen usaha yang masih rendah.

Bulu et al (2005), menggambarkan bahwa pendapatan usaha pangan sebesar 78,9 persen dan pendapatan usaha ternak kambing sebesar 48,4 persen digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga. jumlah modal yang digunakan untuk usaha ternak kambing dari kedua sumber pendapatan tersebut adalah masing-masing sebesar 5,4 persen dan 5,6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa petani lebih memprioritaskan

ketahanan pangan rumah tangga sehingga modal yang dialokasikan untuk usaha ternak kambing relatif terbatas.

Menurut Mubyarto (1989), pendapatan merupakan penerimaan yang dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan. Pada usaha peternakan kambing perah, penerimaan diperoleh dari hasil penjualan air susu, anak


(58)

kambing, kambing afkir, dan pupuk kandang, namun pada umumnya penerimaan utama diperoleh dari produksi susu yang dihasilkan. Untuk mengetahui besarnya keuntungan yang bisa diperoleh dari usaha tersebut dapat dilihat dari biaya dan penerimaan yang dikeluarkan selama usaha berlangsung (Murtidjo, 1993).

Menurut Hernanto (1994), faktor - faktor yang perlu diperhatikan dalam usahatani ternak antara lain pengelola, lahan, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani ternak mengalokasikan penerimaan

keluarga, dan jumlah anggota keluarga. Faktor penghambat

berkembangnya peternakan pada suatu daerah dapat berasal dari faktor - faktor topografi, iklim, keadaan sosial, tersedianya pakan hijauan, dan faktor pengalaman yang dimiliki peternakan masyarakat sangat

menentukan perkembangan peternakan di daerah tersebut (Siregar, 1996).

Soekartawi (1995), menjelaskan bahwa biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam usahatani. Biaya usahatani

dibedakan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang akan dihasilkan, sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh volume produksi. Untuk menganalisis

pendapatan diperlukan dua keterangan pokok keadaan pengeluaran dan penerimaan dalam jangka waktu tertentu. Tujuan analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan tingkat keberhasilan suatu kegiatan usaha dan keadaan yang akan datang melalui perencanaan yang dibuat.


(59)

Menurut Soekartawi (1995), pendapatan usahatani adalah selisih antara total revenue (TR) dan total cost (TC) (selisih antara penerimaan dan semua biaya). Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual (harga hasil produksi). Secara

matematis untuk menghitung pendapatan usahatani dapat ditulis dengan rumus :

π = TR – TC

= Y. Py –Σ Xi.Pxi – BTT Keterangan :

π = pendapatan (Rp) TR = total penerimaan TC = total biaya Y = hasil produksi

Py = harga hasil produksi (Rp)

Xi = faktor produksi berupa pakan, obat-obatan, tenaga kerja, dan peralatan (X1, X2, X3...Xn)

Pxi = harga faktor produksi berupa biaya pakan, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja, dan biaya peralatan(Rp)

BTT = biaya tetap total (Rp)

Untuk mengetahui apakah usahatani menguntungkan atau tidak secara ekonomi, maka dapat dianalisis dengan menggunakan perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya atau yang biasa disebut analisis R/C (Return Cost Ratio). Nisbah perbandingan antara penerimaan dengan biaya (R/C) secara matematis dapat ditulis:

R/C = PT/BT

Keterangan :

R/C = Nisbah antara penerimaan dan biaya PT = Penerimaan total


(1)

Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Indon.esia. http://lampung.bps.go.id /publikasi. Diakses pada 10 Maret 2014.

. 2012. Kemiskinan. http://www.bps.go.id/. Diakses pada 10 Maret 2014.

Blakely, J. dan D.H. Bade. 1992. Ilmu Peternakan. Edisi Ke empat. Diterjemahkan oleh Srigandono B. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Budiarsana, I.G.M. dan I.K. Sutama. 2001. Efisiensi Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner di Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor. http://peternakan.litbang.deptan.go.id. Diakses pada 7 Februari 2014.

Budiarsana, I.G.M. 2009. Analisis Ekonomi Usaha Ternak Kambing PE sebagai Ternak Penghasil Susu dan Daging. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Bogor.

http://peternakan.litbang.deptan.go.id. Diakses pada 7 Februari 2014. _______________. 2011. Produktivitas dan Nilai Ekonomi Usaha Ternak

Kambing Perah pada Skala Kecil. Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Bogor.

http://peternakan.litbang.deptan.go.id. Diakses pada 7 Februari 2014. Bulu, Y.G., W.R. Sasongko, S. Hastuti, A. Wildan, dan Awaludin. 2005. Laporan

Survei Pemasaran Ternak Kambing di Pulau Lombok. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTB. Dikutip dari anonimus, 2009. Usaha Ternak Kambing. http://dodee88.wordpress.com/2009/02/28/usaha-ternak-kambing/. Diakses pada 18 Januari 2014.

Deptan. 2007. Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani. Deptan. Jakarta.

Devendra dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis,

Diterjemahkan oleh IDK. Harya Putra. Universitas Udayana dan Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Dinas Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah. 2011. Artikel Budidaya Ternak : Ciri - Ciri dan Informasi Mengenai Kambing Etawa (PE).

http://www.deptan.go.id /dinakkeswan_jateng. Diakses pada 10 Februari 2014.

Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Statistik Peternakan Dan Kesehatan Hewan. http://peternakan. litbang. pertanian.go.id/. Diakses pada 18 Febuari 2014.


(2)

Djiwandi. 1994. Pengaruh dinamika kelompok tani terhadap kecepatan adopsi teknologi usahatani di kabupaten sukoharjo. (Laporan Penelitian). http://download.portalgaruda.org/. Diakses pada 8 Februari 2014. Ernawati. 2010. Isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat pada susu kambing

segar. (Skripsi).UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. http://lib.uin-malang.ac.id/.Diakses pada 7 Februari 2014.

Firdaus, M. 2007. Manajemen Agribisnis. Bumi Aksara. Jakarta.

Gilarso, T. 2003. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro Edisi Revisi. Kanisius. Yogyakarta. https://books.google.co.id/. Diakses pada 24 Agustus2015. Gujarati, D. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika. Erlangga. Jakarta

Handoko, H. 2001. Manajemen edisi 2, Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Madah. BPFE. Yogyakarta.

Hendrik. 2011. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Danau Pulau Besar dan Danau Bawah di Kecamatan Dayun Kabupaten Siak Propinsi Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 16(1) : 21-32. Universitas Riau. http://download.portalgaruda.org/article.php?article= 31697&val=2272. Diakses pada 7 Februari 2014.

Hernanto, F. 1994. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Irawan, B. 2011. Analisis pendapatan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga petani pada agroekosistem marjinal tipe sawah tadah hujan dan lahan kering di kabupten lampung selatan.(Skripsi).Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia. 2014. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Lampung Triwulan II Tahun 2014. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Kuncoro, M. 2004. Metode Kuantitatif : Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi. Edisi Ke dua. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.

Kusmantoro, E.S. et al. 2009. Analisis Keberagaman Usaha Rumah Tangga Pertanian Lahan Kering di Kabupaten Banyumas. Jurnal Agribisnis Unsoed J-Sep 3(3). http://download.portalgaruda.org/.Diakses pada 11 mei 2014. Mantra, I.B. 2004. Demografi Umum. Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. UNS Press. Surakarta ___________. 1996. Penyuluhan Pembangunan Kehutanan. Departemen


(3)

Maslow, A.H. 1984. Motivasi dan Kepribadian, Seri Manajemen No. 104 Cetakan Pertama. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.

Moelijanto, R.D. dan B.T.W. Wiryanta. 2002. Sehat dengan Ramuan Tradisional : Khasiat dan Manfaat Susu Kambing. Susu Terbaik dari Hewan

Ruminansia. AgroMedia. Jakarta. https://books.google.co.id/books?id. Diakses pada 14 Februari 2014.

Mosher, A.T. 1987. Menciptakan Struktur Pedesaan Progresif. Disunting oleh Rochim Wirjoniodjojo. Yasaguna. Jakarta.

Mubyarto. 1989. Meningkatkan Efisiensi Nasional. BPFE. Jakarta.

________. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3S, Cetakan ke 4, Jakarta Murtidjo, B. 1993. Memelihara Kambing sebagai Ternak Potong dan Perah.

Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Nachrowi, N.D. dan H. Usman. 2008. Penggunaan Teknik Ekonometrika. PT Raja Grafindo. Persada. Jakarta.

Ningrum, E.S. dan B.W. Otok. 2012. Klasifikasi kesejahteraan rumah tangga di kota malang dengan pendekatan bagging regresi. (Skripsi). ITS. Surabaya. http://digilib.its.ac.id. Diakses pada 8 Februari 2014.

Nitisemito, A.S. dan M.U. Burhan. 2004. Wawasan Studi Kelayakan dan Evaluasi Proyek. Bumi Aksa, Jakarta.

Pakage, S. 2008. Analisis Pendapatan Peternak Kambing di Kota Malang. Jurnal Ilmu Peternakan. Unipa. 3(2) Juni : 51-57. http://jurnal.unipa.ac.id/index. php/peternakan/article/view/371. Diakses pada 6 Februari 2014.

Pamungkas, F.A., A. Batubara, M. Doloksaribu, dan E. Sihite. 2009. Potensi Beberapa Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia. Juknis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

http://lolitkambing.litbang.pertanian.go.id/. Diakses pada 8 Februari 2014. Permentan Nomor: 273/Kpts/OT.160/4/2007. Pedoman Pembinaan Kelembagaan

Petani. http://perundangan.pertanian.go.id/admin/k_mentan/SK-273-07.pdf. Diakses pada 20 Maret 2014.

Purwantini, T.B. dan M. Ariani. 2008. Dinamika Pembangunan Pertanian dan Perdesaan : Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani. Seminar Nasional Pusat Analisis Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian Deptan. http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_B3.pdf. Diakses pada 26 Juli 2015.


(4)

Reksohadiprodjo, S. dan H. Handoko. 2001. Organisasi Perusahan, Teori, Struktur dan Perilaku, edisi 2. Fakultas Ekonomi UGM : BPFE. Yogyakarta.

Rodjak, A. 2002. Dasar-dasar Manajemen Usahatani. Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran. Bandung.

Saefullah, R., S. Marzuki, M. Handayani. 2010. Komparasi Biaya dan Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) dan Non Anggota Koperasi Unit Desa Di Kabupaten Banyumas. Animal Agriculture Journal 1(1).845 – 858. http://ejournal-s1.undip.ac.id. Diakses pada 28 Januari 2014.

Salusu, J.1996. Pengambilan Keputusan Stratejik, Untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Samsudin. 1993. Manajemen Penyuluhan Pertanian. Bina Cipta. Bandung. Sarwono, B. 2006. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta Sasongko, W.R., L.G.S Astiti, T. Panjaitan, A. Muzani dan N. Agustini. 2009.

Beternak Kambing Intensif. Juknis. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat. http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/infotek/it-3.pdf. Diakses pada 8 Februari 2014.

Sastroamidjojo dan Soeradji. 1978. Peternakan Umum. Cetakan II. C. V. Yasaguna. Jakarta.

Sayogyo. 1997. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. LPSB-IPB. Bogor.

Setiadi, B. 1995. Studi karakteristik kambing peranakan etawah. (Tesis).Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. IPB. Bogor.

Siagian, S.P. 1991. Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. Gunung agung. Jakarta.

. 1993. Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan. CV Haji Masagung. Jakarta.

. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Management) Jilid 2. PT Toko Gunung Agung. Jakarta.

Siregar. 1996. Usaha Ternak Kambing. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Sitepoe, M. 2008. Cara Memelihara Domba dan Kambing Organik. PT.Indeks. Jakarta


(5)

Sodiq, A. dan Z. Abidin. 2008. Meningkatkan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawa. AgroMedia Pustaka. Jakarta. https://books.google.co.id/books?id. Diakses pada 13 Februari 2014.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Rajawali Press. Jakarta. _________. 2002. Analisis Usahatani. UI-Press. Jakarta : 110 hlm.

Soerachman, A. Prabowo, dan R.D. Tambunan. 2008. Teknologi Budidaya Kambing. BPTP Lampung. Bandar Lampung.

Soeratno. 1996. Ekonomi Pertanian. Universitas Indonesia. Jakarta.

Stoner, J.A.F. dan C. Winkel. 2003. Perencanaan dan Pengambilan Keputusan dalam Manajemen. (alih bahasa: Simamora Sahat). PT Rineka Cipta. Jakarta.

Sudrajat, A. 2010. Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Pendidikan. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/01/25/konsep-pengambilan-keputusan-dalam-manajemen-pendidikan/. Diakses pada 1 Mei 2014. Sugiarto. 2005. Analisis Tingkat Kesejahteraan Petani Menurut Pola Pendapatan

dan Pengeluaran di Pedesaan. Pusat Analisis Sosial dan Kebijakan Pertanian. Bogor. http://pse.litbang.deptan.go.id. Diakses pada 7 Februari 2014.

. 2003. Teknik Sampling. Gramedia. Jakarta

Suhardiyono, L. 1992. Penyuluhan; Petunjuk Bagi Penyuluh Pertanian. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Suhendri. 2013. Peranan Usaha Ternak Kambing terhadap Tingkat Kesejahteraan Petani Padi di Desa Sungai Besar Kecamantan Matan Hilir Selatan

Kabupaten Ketapang. Jurnal Sains. Universitas Tanjung Pura. Pontianak 2(1). http://jurnal.untan.ac.id. Diakses pada 7 Februari 2014.

Sukirno, S. 1985. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Sundari. 2006. Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usaha Peternak Kambing Peranakan Etawah di Kecamatan Girimulyo Kabupaten Kulonprogo. Jurnal AgriSains. LPPM. Universitas Mercu Buana.Yogyakarta.1(8). 23-30. http://lppm.mercubuana-yogya.ac.id. Diakses pada 7 Februari 2014. Suparman. 2007. Beternak Kambing. Azka Press. Jakarta


(6)

Suryanto, B., K. Budiraharjo dan H. Habib. 2007. Analisis Komparasi Pendapatan Usaha Ternak Kambing Peranakan Etawah (PE) di Desa Sambongrejo Kecamatan Sambong Kabupaten Blora.Jurnal of Animal Agricultural Socio-economics. Universitas Diponogoro. 3(1). https://www.google.co.id /ejournal.undip.ac.id/index.php/jsep/ article/download/5610/4984. Diakses pada 6 Februari 2014.

Susanto, D. dan N.S. Budiana. 2005. Susu Kambing. Penebar Swadaya, Jakarta. Susilawati, T. 2007. Alternatif Solusi Model Perbibitan Ternak Kambing dan Sapi

Nasional. Direktorat Jenderal Perbibitan Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta.

Sutama, I.K. 2007. Petunjuk Teknis Beternak Kambing Perah. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Suyanto, E., H. Santoso, dan R. Adawiyah. 2014.Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Petani Pisang Ambon Di Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Jurnal. JIIA: 2(3): 253-261.

http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/ view/808/738. Diakses pada 9 Juni 2015.

Syamsu, A. 2011. Reposisi Paradigma Pengembangan Peternakan. Absolute Media. Yogyakarta.

Tamarli. 1994. Partisipasi petani dalam penyuluhan dan penerapan program supra insus. (Tesis). IPB Press. Bogor

Tarwiyah. 2001. Ternak Kambing. http://digilib.brawijaya.ac.id/library/. Diakses pada 22 Mei 2015.

Terry, G. dan R. Leslie. 2005, Dasas-dasar Manajemen (terjemahan oleh G.A. Ticoalu). Bumi Aksara. Jakarta.

Williamson, G. dan W.J.A., Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wulan, C., B. Setiawan, M. Hartanto, dan S. Bagus. 2007. Pola seleksi pada induk domba garut dalam upaya peningkatan produktivitas domba di wilayah garut. Jawa Barat. (Karya Ilmiah). Universitas Padjajaran. Jawa Barat. Wikipedia. 2010. Kemiskinan. Ensiklopedia Bebas https://id.wikipedia.org/wiki/

Kemiskinan. Diakses pada 7 Februari 2014.

Zulfanita. 2011. Kajian Analisis Usaha Ternak Kambing di Desa Lubangsampang Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo. Jurnal Surya Agritama.

Universitas Muhammadiyah. Purworejo. 7 (2). 61-68. http://ejournal.umpwr.ac.id. Diakses pada 31 Januari 2014.


Dokumen yang terkait

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PEMASARAN KAKAO DI DESA SUNGAI LANGKA KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN

7 44 179

PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK TANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI DESA BOGOREJO KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN

0 6 12

PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK TANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI DESA BOGOREJO KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN

1 7 12

KUALITAS KIMIA SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA BERBAGAI PERIODE LAKTASI DITINJAU DI DESA SUNGAI LANGKA KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN

0 10 59

STATUS MIKROBIOLOGI SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) DI DESA SUNGAI LANGKA KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN

0 23 59

Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik serta Anggota dan Non Anggota Koperasi Kelompok Tani di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor

1 13 141

Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Petani Anggota dan Non Anggota Kelompok Tani di Desa Kopo Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

0 11 110

PREVALENSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) DI KELOMPOK TANI KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN LAMPUNG

0 2 6

ANALISIS PENDAPATAN DAN SISTEM PEMASARAN SUSU KAMBING DI DESA SUNGAI LANGKA KECAMATAN GEDUNG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN (Analysis of Income and Marketing System of Goat Milk in Sungai Langka Village Gedung Tataan Sub- District Pesawaran Regency) Riza Arvi

0 0 7

STATUS SOSIAL EKONOMI PETERNAK KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) DI DESA SUNGAI LANGKA, KECAMATAN GEDONG TATAAN, KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG Social Economics Status of Farmer Groups Ettawa Crossbred Goat in Sungai Langka Village, Gedong Tataan Distric

0 0 5