Pemupukan: Pengendalian Hama Penyakit: Pengendalian dari Penggembalaan Liar: Pengendalian Bahaya Kebakaran:

ITTO Training Proceedings, Muara Bulian 4 th -6 th May 2006 75

c. Pendangiran:

Pendangiran adalah kegiatan penggemburan tanah di sekitar tanaman pokok dalam upaya memperbaiki sifat fisik tanah aerasi tanah. Pendangiran bertujuan untuk memacu pertumbuhan tanaman.

d. Pemupukan:

Dilakukan untuk memacu pertumbuhan tanaman. Pemilihan jenis, dosis amat tergantung pada jenis tanamannya. Pupuk yang dipergunakan dapat menggunakan pupuk anorganik NPK atau pupuk organik kompos, pupuk kandang, dll.. Pemupukan adalah tindakan pemberian unsur hara pada tanah baik secara langsung maupun tak langsung. Pemupukan bertujuan untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah agar tanaman mendapatkan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhannya. Pemberian pupuk dilakukan pada tanah miskin hara atau tanaman yang pertumbuhannya lambat. Pemupukan dilakukan menjelang awal musim hujan atau pada akhir musim hujan. Waktu pemupukan biasanya dilakukan pada saat tanaman berumur antara 1-3 bulan. Kemudian diulangi 6-24 bulan sampai tinggi tanaman pokok melampaui tinggi gulma.

e. Pengendalian Hama Penyakit:

Pengendalian hama penyakit dapat dilakukan dengan beberapa cara: 1. Secara biologis: Dilakukan antara lain dengan menggunakan serangga pemakanpredator. Cara lain dengan melakukan penanaman tanaman campuran. 2. Secara kimiawi: Dilakukan dengan cara melakukan penyemprotan insektisida dan fungisida. Tetapi cara kimiawi adalah merupakan pilihan terakhir, karena dapt menggu lingkungan sekitarnya. 3. Secara mekanis: Dapat dilakukan dengan melakukan pemotongan tanaman yang terkena serangan atau dapat juga dibakar.

f. Pengendalian dari Penggembalaan Liar:

Biasanya upaya ini dilakukan apabila lokasi penanaman berdekatan dengan perkampungan penduduk. Banyak ternak dilepas bebas. Cara pencegahannya antara lain dengan membuat pagar keliling.

g. Pengendalian Bahaya Kebakaran:

Kebakaran dapat menjadi ancaman serius bagi kegiatan penanaman, terlebih-lebih bila lokasi tanaman sekelilingnya dipenuhi alang-alang. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan: 1. Pencegahan: ITTO Training Proceedings, Muara Bulian 4 th -6 th May 2006 76 Dilakukan dengan cara mengadakan penyuluhan dan membangun sarana pencegahan kebakaran antara lain: membuat sekat bakar, membuat jalan di lokasi penanaman dan bak air. 2. Deteksi api: Deteksi api dilakukan untuk menemukan api sedini mungkin. Caranya dengan membangun menara pengawas api dan melakukan patroliperondaan. 3. Pemadaman api: Dilakukan dengan mempersiapkan peralatan pemadaman kebakaran secara swakarsa. DAFTAR PUSTAKA Arifin, HS, MA. Sardjono, L. Sundawati, T. Djogo, GA Wattimena dan Widianto. 2003. Agroforestry di Indonesia. World Agroforestry Centre ICRAF. Bogor. Indonesia. Arnold, JEM. 1983. Economics considerations in agroforestry project. Agroforestry System 1:299-311. Kluwer Publishers. Netherlands. Buck, LE, JP. Lassoie, and ECM. Fernandes. editors. 1999. Agroforestry in sustainable agricultural systems. CRC Press. USA. Cooper, PJ, RRB. Leakey, MR. Rao, and L. Reynolds. 1986. Agroforestry and the migrations of land degradation in the humid and sub-humid tropics of Africa. Exp. Agric. 32:235-290. De Foresta, H., A. Kusworo, G. Michon, dan WA. Jatmiko. 2000. Ketika kebun berupa hutan: Agroforest khas Indonesia, sebuah sumbangan masyarakat. ICRAF. Bogor, Indonesia. De Foresta, H and G. Michon. 1994. Agrforests in Sumatra, where ecology meets economy. Agroforestry System 64:12-13. Kluwer Publishers. Netherlands. Gouyon, A, H. de Foresta, and P. Levang. 1993. Does ‘jungle rubber’ deserves its name? An analysis of rubber agroforestry system in Southeast Sumatra. Agroforestry System 22:181-206. Huxley, P. 1999. Tropical agroforestry. Blackwell Science. Paris, France. 371p. Kartasubrata, J. 1992. Agroforestry dalam Manual Kehutanan. Departemen Kehuatanan Republik Indonesia. Jakarta. Lembaga Penelitian IPB. 1986. Rancangan rencana pola pemukiman transmigrasi dengan usaha pokok agroforestry. Kerjasama antara Sekretaria Jendral Deptrans dengan Lembaga Penelitian IPB. Nair, P.K.R. 1993. An introduction to agroforestry. Kluwer Academic Publihers in cooperation with ICRAF. Netherlands. ITTO Training Proceedings, Muara Bulian 4 th -6 th May 2006 77 Pusat Penyuluhan Kehutanan. 1997. Pengelolaan sumberdaya lahan kering di Indonesia. Jakarta. Singh, P, PS. Pathak, and MM. Roy. editors. 1995. Agroforestry system for sustainable land use. Science Publishers, Inc. New Delhi. Vergara, NT. 1982. New directions in agroforestry: The potential of tropical legume trees. Sustained outputs from legume-tree based agroforestry system. Envronment and Policy Institute, east West Centre, Honolulu, Hawai, 36 pp. Watanabe, H. 1999. Handbook of agroforestry. AICAF Assosiation for International Cooperation of Agriculture and Forestry. Japan. 84p. Wijayanto, N. 2001. Faktor dominan dalam sistem pengelolaan hutan kemasyarakatan. Studi kasus di repong damar, Pesisir Krui, Lampung. Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor. ITTO Training Proceedings, Muara Bulian 4 th -6 th May 2006 56 MODULE PELATIHAN KEBAKARAN HUTAN Oleh : Nur Fariqah Haneda 8 ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT IN DUSUN ARO, JAMBI Serial Number : PD 21003 Rev. 3 F FACULTY OF FORESTRY IPB 2006 ITTO Training Proceedings, Muara Bulian 4 th -6 th May 2006 57 Module 8. Kebakaran Hutan Pendahuluan Proses pembakarankebakaran adala proses kimia-fisika yang merupakan kebalikan dari reaksi fotosintesa, yaitu C 6 H 12 O 6 + O 2 + sumber panas penyalaan api CO 2 + H 2 O air + panas Segi Tiga Api Segitiga Api, adalah prinsip dari proses kebakaran. Kebakaran hanya akan terjadi apabila ketiga unsur, seperti bahan bakar, oksigen dan panas sumber api bersatu. Bahan bakar hutan dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1. Bahan bakar bawah ground fuels Berupa bahan organik di bawah permukaan serasah, seperti pada tanah gambut. 2. Bahan bakar permukaan Surface fuels Terdiri dari serasah, semak belukar, semai, pancang, sisa pembalakan, ranting dan kayu mati, dedaunan, rerumputan dan alang-alang. 3. Bahan bakar atas aerialcrown fuels Terdiri dari pohon-pohonan, tajuk pohon, dedaunan, ranting dan batang pohon. Tipe Kebakaran Hutan Sejalan dengan pola penjalaran api, kebakaran hutan dapat dikelompokkan ke dalam tiga tipe, yaitu: 1. kebakaran bawah 2. kebakaran permukaan 3. kebakaran tajuk. Pengelompokkan ini terutama didasarkan pada bahan bakar yang mendominasi dalam proses kebakaran. a. Kebakaran bawah Ground fire Api membakar bahan organik di bawah permukaan serasah yang pada umumnya berupa humus dan gambut. API O 2 Bahan Bakar Sumber panas ITTO Training Proceedings, Muara Bulian 4 th -6 th May 2006 58 b. Kebakaran permukaan Surface fire Api pada kebakaran ini membakar serasah, tumbuhan bawah, bekas limbah pembalakan dan bahan bakar lainnya yang terdapat di lantai hutan. Energi kebakaran dapat rendah sampai tinggi. c. Kebakaran tajuk Crown fire Pada tipe ini, api menjalar dari tajuk pohon satu ke tajuk pohon berikutnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku api 1. Bahan bakar § Sifat bahan bakar: ukuran, susunan, volume, kepadatan, kesinambungan, ketebalan, pola dan tipe § Kadar air bahan baker 2. Iklimcuaca § Radiasi matahari § Suhu § Kelembaban relatif § Curah hujan § Angin § Petir 3. Topografi § Kelerengan § Ketinggian di atas permukaan laut § Kandungan air tanah 4. Perubahan musim dan cuaca § Musim kemarau § Global climate change El-Nino ITTO Training Proceedings, Muara Bulian 4 th -6 th May 2006 59 Pengendalian Kebakaran Secara umum, pengendalian kebakaran lahan meliputi tiga kegiatan, yaitu: pencegahan, pra pemadaman dan pemadaman kebakaran lahan. Kegiatan pencegahan harus menjadi prioritas dalam upaya pengendalian, karena apabila sudah terjadi kebakaran, dampak terhadap elemen ekosistem tidak dapat dihindarkan. Pencegahan Kebakaran Hutan 1. Strategi Pencegahan Strategi pencegahan kebakaran hutan terdiri dari: a. Pengurangan bahan bakar, yaitu mengurangi kemudahan bahan bakar untuk menyala b. Pengurangan sumber api, yaitu mengurangi kemungkinan pengguna api untuk menimbulkan kebakaran 2. Perencanaan Pencegahan Kebakaran Agar pencegahan kebakaran efektif memerlukan: a. Organisasi pelaksana yang memadai b. Pengetahuan tentang kebakaran dan penyebab terjadinya c. Petugas yang terlatih d. Rencana pencegahan e. Biaya Dalam penyusunan rencana pencegahan perlu mempelajari sejarah kebakaran, misalnya untuk lima tahun terakhir, mencakup: a. Sebab-sebab terjadinya kebakaran b. Waktu terjadinya kebakaran c. Waktu yang paling sering terjadi kebakaran cuaca, bahan bakar d. Banyaknya kebakaran, digolongkan menurut penyebabnya e. Tempat terjadinya kebakaran peta lokasi,tipe hutan 3. Metode Metode pencegahan kebakaran hutan, meliputi: a. Pendidikanpenyuluhan b. Penegakan Undang-undang dan peraturan c. Manajemen bahan bakar d. Penerapan teknik silvikultur budidaya hutan Manajemen Bahan Bakar Manajemen bahan bakar adalah tindakan atau praktik yang ditujukan untuk mengurangi kemudahan bahan bakar untuk terbakar, dan mengurangi kesulitan dalam pemadaman kebakaran hutan. Tujuan manajemen bahan bakar yaitu untuk mencegah terjadinya kebakaran, memperlambat penjalaran api, mengurangi lama waktu terjadinya kebakaran, mengurangi asap, menciptakan lingkungan yang tidak terlalu panas dan mempermudah operasi pemadaman kebakaran. Manajemen bahan bakar dapat dilakukan dengan 3 cara utama yaitu; ITTO Training Proceedings, Muara Bulian 4 th -6 th May 2006 60 1. Modifikasi bahan bakar, caranya: · Memotong-motong dahan dan ranting pohon sehingga cepat terdekomposisi atau dikeluarkan dari hutan untuk kayu pertukangan atau kayu bakar · Mengubah kayu limbah penebangan menjadi serpihan untuk membuatan bubur kayu pulp · Mengubah kayu limbah menjadi tepung kayu serbuk gergaji · Menebas dan menghilangkan tumbuhan bawah secara periodik · Melakukan penyiangan tanaman selebar 1 m di sepanjang larikan · Melakukan pemangkasan cabang pohon · Menyiram bahan bakar permukaan sepanjang jalur pada musim kemarau secara periodik 2. Pengurangan bahan bakar, caranya: · Memanfaatkan kayu-kayu limbah penebangan untuk kayu pertukangan, kayu serpih, kayu bakar dan arang kayu · Mempercepat proses dekomposisi serasah · Memanfaatkan serasah dan ranting untuk kompos · Pemanfaatan tanaman pakis sebagai sumber pakan ternak · Melakukan pembakaran terkendali di lantai hutan 3. Isolasi bahan bakar, caranya: Sekat bakar, sekat bahan bakar, dan jalur hijau. Pohon atau perdu yang dipilih untuk isolasi bahan bakar dipilih yang memenuhi syarat- syarat sebagai berikut: · Tahan kebakaran · Selalu hijau evergreen · Tajuknya rimbun · Cepat tumbuh dan mudah bertrubus bila dipangkas · Serasahnya mudah terdekomposisi · Mempunyai manfaat lain Contoh pohon yang cocok adalah kaliandra bunga merah Calliandra callothyrsus, Gmelina arborea dan seuseureuhan Piper aduncum. Sebelum Pemadaman Pra pemadaman kebakaran mencakup semua kegiatan yang dilaksanakan sebelum terjadi kebakaran. Hal ini dimaksudkan sebagai kegiatan persiapan dan kesiapsiagaan. Ada beberapa kegiatan yang dilakukan, yaitu: pembentukan organisasi, pelatihan petugas, pengadaan dan pemeliharaan peralatan, deteksi api, kerjasama dengan pihak lain, penyiapan logistik, penyiapan lapangan, penilaian bahaya kebakaran dan penyiapan komunikasi Pemadaman Prinsip pemadaman meliputi: · Pendinginan · Pengurangan oksigen · Melaparkan ITTO Training Proceedings, Muara Bulian 4 th -6 th May 2006 61 Metode pemadaman § Pemadaman langsung § Pemadaman yang dilakukan secara langsung pada tepi api di areal kebakaran. Bahan bakar yang terbakar dipadamkan atau dipisahkan dari bahan bakar yang belum terbakar. § Pemadaman tidak langsung § Tindakan pemadaman dilakukan pada bahan bakar yang tidak terbakar yang letaknya di luar tepi api kebakaran. Dalam praktiknya, kedua metode ini dapat digunakan secara kombinasi. Karena tidak ada cara “terbaik” untuk memadamkan semua kebakaran hutan. Hal yang penting adalah bagaimana memadamkan kebakaran lahan yang paling cepat, mudah dan aman. Pemilihan metode pemadaman ditentukan oleh faktor-faktor berikut: § Bahan bakar permukaan: volume, tipe penyusunan, kondisi, pola § lereng: tingkat kemiringan dan aspek § Angin: arah dan kecepatan § Nilai yang harus dilindungi: jiwa manusia, harta benda, nilai rekreasi, nilai tegakan § Tanah § Sumber air § Peralatan yang tersedia Penyiapan Lahan Tanpa Bakar Menimbulkan Kerusakan Lingkungan dan Pencemaran Asap 1. Teknis Penyiapan Lahan Tanpa Bakar PLTB Urutan dan jenis kegiatan pada PLTB tidak jauh berbeda dengan penyiapan lahan secara pembakaran. Perbedaan tersebut hanya cara pembakaran yang diganti dengan pemanfaatan sisa tebangan menjadii produk yang bernilai ekonomis. Urutan kegiatan PLTB adalah: 1. Tebang dan tebas 2. Pilah dan kumpul 3. Pemanfaatan sisa tebangan § Kayu Ø 30 cm untuk kayu pertukangan § Kayu 10 Ø 30 cm untuk chippanel kayu atau home industri § Kayu Ø 10 cm untuk komposbahan lain Sistem PLTB tersebut harus dilakukan pada lokasi yang rawan kebakaran seperti: Daerah lahan gambut, serta daerah bertopografi menaik, daerah yang mengandung lapisan batubara, daerah lain yang kondisi alam, vegetasi dan cuacanya berpotensi menimbulkan kebakaran. 2. Teknis Pembakaran Terkendali Penyiapan lahan dengan cara pembakaran merupakan alternatife terakhir apabila sistem PLTB banyak menemui kendala. Pelaksanaan pembakaran tersebut harus mendapat ijin dari Gubenur KDH Tk.I atau Bupati KDH Tk. II. Persyaratan untuk pembakaran terkendali meliputi: ITTO Training Proceedings, Muara Bulian 4 th -6 th May 2006 62 a. Bahan Bakar § Tingkat kekeringan 5-10 § Bahan bakar ringan serasah daun, ranting kecil, semak kecil, alang-alang § Bahan bakar berada di permukaan b. Cuaca dan Waktu § Angin satu arah dan tetap dengan kecepatan maksimum 3mdetik § Suhu udara 20 o – 30 o C § Kelembaban udara 60-80 § Dilakukan pada siang-sore tak ada api menginap c. Topografi datar atau menurun satu punggung bukit § Luasan areal maksimum 10 hasatu kali pembakaranhari § Kesiapan petugas dan peralatan pemadam kebakaran DAFTAR PUSTAKA Achmad, H.S. Bambang, E.N. Herlina, E.A. Husaeni, I.G.K. Tapa Darma, Kasno, L. Syaufina, N.F. Haneda, O. Rachmatsjah san S.T. Nuhamura. 2004. Perlindungan Hutan. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. ITTO Training Proceedings, Muara Bulian 4 th -6 th May 2006 48 MODULE PELATIHAN HAMA DAN PENYAKIT HUTAN Oleh : Nur Fariqah Haneda 7 ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT IN DUSUN ARO, JAMBI Serial Number : PD 21003 Rev. 3 F FACULTY OF FORESTRY IPB 2006 ITTO Training Proceedings, Muara Bulian 4 th -6 th May 2006 49 Module 7. Hama dan Penyakit Hutan Pendahuluan Pengertian hama hutan ada 2, yaitu secara umum dan secara khusus. Pengertian secara umum adalah binatang yang menimbulkan kerusakan dan kerugian pada sumber daya hutan. Sedangkan pengertian secara khusus adalah hama hutan yang terbatas pada binatang perusak tanaman hutan yang menimbulkan kerusakan, dengan tingkat kerugian yang melampaui batas toleransi ambang ekonomi. Kerusakan ini berdampak pada tingkat kerugian ekonomi yang cukup berarti. Pengertian penyakit hutan adalah mikroorganisme jamur, bakteri, virus, berbagai jenis cacing dan tumbuhan tingkat tinggi yang menimbulkan kerugian pada sumber daya hutan. Penyebab penyakit disebut patogen. Gejala serangan adalah berupa kerusakan atau kelainan fisik pada tanaman. Hal ini disebabkan oleh aktivitas binatang pemakan tumbuhan terutama serangga dan oleh adanya penyakit. Gejala serangan sangat bervariasi, tergantung variasi bentuk dan alat mulut serangga, cara hidup serangga dan patogen, serta bagian tanaman yang diserang. Tanda hama, contohnya serangga, baik dalam bentuk dewasa, nimfa, larva ataupun telur, bagian tubuh serangga dan kotoran serangga. Adapun tanda penyakit contohnya, miselia jamur, spora, tubuh buah, cairan bakteri, berbagai jenis cacing, bagian tanaman parasit dan sebagainya. Tanda yang lain adalah bau, dan keluarnya getah. Bentuk Kerusakan yang disebabkan oleh hama dan penyakit: 1. Bagian daun : Berlubang, bercak-bercak putihcoklathitam, berbintik-bintik, menggulung, melipat, tinggal rangka daun, keriting, rontok, layu, dan berbintil- bintil. 2. Bagian pucuk : Layu, patah, berlubang, keriting, dan mati. 3. Bagian batang dan akar : Berlubang, bengkak, akar putus, dan retak. 4. Bagian buah, biji dan bunga : Berlubang, berubah warna, dan busuk. Pengelolaan Hama dan Penyakit Pengelolaan hama dan penyakit merupakan kegiatan pencegahan dan pengendalian kuratif, untuk itu perlu mempertimbangkan beberapa tahapan dalam pembangunan hutan, yaitu: 1. Perencanaan dan manajemen ekosistem untuk mencegah supaya serangga tidak menjadi hama 2. Identifikasi masalah hama yang potensial 3. Pemantauan populasi hama dan serangga berguna, tingkat kerusakan dan kondisi lingkungan 4. Menggunakan ambang ekonomi untuk membuat keputusan 5. Penurunan populasi hama dengan kombinasi beberapa teknik 6. Membuat evaluasi keefektifan dari perlakuan yang sudah dilakukan dan sebagai dasar untuk rencana yang akan datang. ITTO Training Proceedings, Muara Bulian 4 th -6 th May 2006 50 Teknik Pengendalian Pencegahan hama hutan dapat dilaksanakan dengan menggunakan 1 metoda silvikultur dan 2 penerapan peraturanundang-undang. Adapun pengendalian hama dapat dilakukan secara 1 hayati biologis, 2 fisik-mekanis, dan 3 kimia. Dalam praktikpelaksanaannya di lapangan baik pengendalian maupun pencegahan dapat menggunakan satu atau beberapa metode kombinasi. Bila digunakan kombinasi metode maka disebut pengelolaan hama terpadu. a. Teknik silvikultur v Pemilihan benih yang sehat v Pemilihan bibit yang sehat v Pemilihan species pohon, disesuaikan dengan karakter dan tempat tumbuh v Penanaman species pohon yang resisten v Pembuatan hutan campuran jenis pencampurannya lebih dari 20 , ada beberapa model yaitu: · Campuran species berselang seling · Campuran baris berselang seling · Campuran lajur · Campuran blok · Campuran bawah underplanting v Pengaturan jarak tanam v Perlakuan penjarangan v Pemberian naungan v Pergiliran tanaman v Pengaturan drainase v Pengolahan tanah yang benar v Pemeliharaan tanaman muda

b. Teknik peraturanundang-undang