EFEKTIVITAS APLIKASI RIZOBAKTERI IN VITRO SEBAGAI PENDUKUNG PERTUMBUHAN DAN AGENS
109 isolat rizobakteri dan isolat Foc dilakukan di laboratorium HPT-PKBT;
perlaksanaan bakterisasi in vitro dan pemeliharaan sampai siap aklimatisasi dilaksanakan di laboratorium HPT-PKBT; aklimatisasi sampai bibit siap tanam
dilaksanakan di Rumah Kasa-PKBT; pengujian investasi Foc dilaksanakan di Rumah Kaca-Balitbiogen di Cimanggu.
Bahan uji percobaan menggunakan pisang Rajabulu AAB dan pisang Tanduk AAB, bahan eksplan berupa anakan pisang yang berasal dari Kebun
Percobaan Tajur- PKBT IPB. Isolat rizobakteri P. fluorescens ES32, B. substilis SB3 berasal dari perakaran tanaman famili Graminae yang sudah teruji karakter
fisiologisnya terhadap Foc dan perannya sebagai pemacu pertumbuhan terhadap tanaman mentimun Eliza. 2004; serta isolat cendawan patogen Foc ras-4 IPB-
057. Isolat rizobakteri dan isolat Foc tersebut diperoleh dari koleksi Dr Widodo, Laboratorium Mikologi Tumbuhan-Departemen Proteksi Tanaman IPB.
Percobaan pada dua jenis pisang Rajabulu dan Tanduk dilakukan secara terpisah, di dalam rumah kaca. Percobaan dirancang dengan Rancangan Petak
Terbagi, sebagai petak utama terdiri 4 taraf macam rizobakteri P. fluorescens ES32, B. subtilis SB3, campuran dan tanpa bakteri dan sebagai anak petak terdiri
3 taraf waktu aplikasi yaitu secara in vitro aplikasi 2 minggu dan 1 minggu sebelum aklimatisasi dan secara in vivo aplikasi saat aklimatisasi. Percobaan
terdiri dari 3 ulangan dan satuan percobaan terdiri dari 7 polibag.
Persiapan dan Pelaksanaan Percobaan
Sebelum percobaan dilaksanakan, dilakukan uji pendahuluan antagonistik rizobakteri yang akan digunakan terhadap isolat cendawan patogen Foc secara
dual-kultur in vitro di media PDA pada cawan petri 9 cm. Pelaksanaan dilakukan dengan menanam potongan biakan cendawan Fusarium 5 mm di
pusattengah-tengah cawan petri yang berisi media PDA. Kemudian dari biakan rizobakteri diambil sedikit dengan menggunakan jarum ose dan digoreskan pada
media di bagian tepi petri kanan dan kiri. Biakan dual kultur diinkubasikan pada suhu kamar selama 7 hari, sampai pertumbuhan miselium cendawan Fusarium
pada sisi-sisi tanpa bakteri mencapai pinggir cawan petri. Aktivitas antifungal akan nampak apabila terbentuk halo zona bening di antara pertumbuhan miselium
Fusarium dan rizobakteri.
110 Uji daya virulensi cendawan patogen Foc ras-4 IPB 057, dilakukan
dengan menginfeksi perakaran bibit pisang dengan biakan murni Foc, dan mengamati gejala Foc yang muncul.
Bakterisasi dilakukan pada planlet pisang Tanduk dan pisang Rajabulu hasil perbanyakan kultur jaringan yang telah berumur 6 minggu pertumbuhan
planlet telah sempurna, berdaun dan berakar, vigor, ukuran planlet lebih dari 5 cm. Perlakuan bakterisasi in vitro dilakukan dengan menginokulasikan suspensi
rizobakteri sesuai perlakuan: P. fluorescens ES32, B. subtilis SB3, rizobakteri campuran dan tanpa rizobakteri pada kepadatan populasi 10
9
cfuml sebanyak 10 mlbotol kultur10 planlet. Kokultur rizobakteri-planlet diinkubasikan sesuai
perlakuan 1-2 MSbA dan 0 MSbA. Pada perlakuan tanpa bakteri, dalam pelaksanaannya suspensi rizobakteri diganti dengan air steril.
Aklimatisasi, planlet hasil bakterisasi in vitro 1-2 MSbA dan 0 MSbA dikeluarkan dari botol, dicuci akarnya dari sisa-sisa agar dan ditanam dalam gelas
aqua bekas yang berisi campuran media tanah, pasir, arang sekam dan pupuk kandang 2:2:2:1. Untuk menjaga kelembaban lingkungan, tanaman disungkup
dengan gelas yang diletakkan terbalik. Awal pertumbuhan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman disiram dengan pupuk lengkap NPK, dicairkan 5
grliter air. Tanaman diletakkan di tempat teduh selama 1 minggu, kemudian dipindahkan ke rumah kaca, setelah 2 bulan bibit siap untuk ditanam pada media
yang telah diinvestasi patogen klamidospora Foc. Inokulum patogen Foc yang digunakan dalam pengujian berupa
klamidospora. Pelaksanaan perbanyakan isolat, cendawan patogen Foc isolat IPB 057 – ras 4 kemudian dibiakan pada medium PDA ditambah 2 tetes asam laktat
20 selama 1 minggu, sampai pertumbuhan miselium memenuhi cawan petri. Selanjutnya cendawan Foc diperbanyak dalam medium cair Potato Dextrose
Broth PDB. Biakan Foc100 ml media PDB disheker selama 7-14 hari pada suhu kamar. Kemudian miseliakonidia disaring dengan kertas Whatman no 5 dan
diblender dengan air steril 200 ml. Selanjutnya suspensi Foc dicampur dengan tanah steril kemudian diinkubasi selama 4 minggu. Kepadatan klamidospora
dihitung dengan metode pengenceran pada medium PDA ditambah 2 tetes asam laktat 20. Tanah sumber inokulum tersebut disimpan pada suhu 17
C
111 Widodo, 2000. Infestasi klamidospora Foc menggunakan kepadatan 10
3
per gram tanah.
Persiapan media tanam di rumah kaca tanah dan pupuk kandang dalam polibag masing-masing seberat 7 kg, diinvestasi dengan isolat Foc dalam bentuk
klamidospora dengan kepadatan 10
3
g tanah, dipersiapkan minimal 10 hari sebelum tanam. Sebagai kontrol negatif tanaman uji semua perlakuan di atas
diulang tanpa isolat Foc Kelembaban tanah perlu dipertahankan dengan penyiraman. Pemupukan
NPK 10 gtanaman diberikan 2 minggu setelah tanam. Selanjutnya dilakukan pengamatan pengaruh rizobakteri terhadap parameter pertumbuhan tanaman:
bobot brangkasan g, diameter bonggol cm, jumlah akar, bobot akar g dan pengamatan pengaruh rizobakteri terhadap gejala penyakit: Periode Inkubasi,
Kejadian Penyakit dan Keparahan Penyakit, akar sehat dan akar sakit.
Pelaksanaan Pengamatan Penyakit
Peubah yang diamati pada percobaan ini adalah i Periode Inkubasi PI, dihitung dari mulai inokulasi sampai munculnya gejala awal yang ditandai dengan
terjadinya penguningan yang paling cepat pada bagian bawah daun pertama atau daun ke dua dengan mengamati gejala eksternal yang biasanya terlihat dari tepi
daun menuju ke pangkal atau pelepah daun, ii Gejala atau kejadian penyakit Disease Incidence = DI, yaitu perhitungan persentase jumlah tanaman yang
menunjukkan gejala Foc dilakukan dengan cara mengamati gejala luar gejala eksternal, yang dilakukan satu bulan setelah inokulasi, pengamatan selanjutnya
dilakukan setiap bulan sampai akhir penelitian, perhitungan menggunakan rumus Campbell Madden 1990, yaitu:
100 n
DI N
= ×
Keterangan rumus: DI = Disease Incidence tanaman terserang
n = Jumlah tanaman terserang N = Jumlah tanaman yang diamati
112 iii Indek Keparahan Penyakit Disease Severity = DS, diukur pada keparahan
gejala layu daun LSI= Leaf Symptom Index dan pengukuran keparahan diskolorisasi atau kerusakan jaringan pembuluh pada bonggol RDI = Rhizome
Discoloration Index, berdasar hasil pengamatanskoring dihitung menggunakan
rumus Cachinero et al.2002.
6 1
100
i i i
n v DS
ZN
=
= ×
∑
Keterangan rumus: DS
= Disease SeverityIntensitas keparahan penyakit n
i
= Jumlah batang yang terserang pada setiap katagori v
i
= Nilai numerik masing-masing kategori serangan Z
= Nilai numerik kategori serangan tertinggi N
= Jumlah batang semu yang diamati Respon terhadap nilai keparahan penyakit baik dilihat dari gejala internal
RD atau eksternal LS dilakukan dengan kategori keparahan sebagai berikut: tanaman sehat bila nilai DS = 0 SH; keparahan sangat ringan jika 0DS≤10
SR; keparahan ringan jika 10DS≤25 R; keparahan sedang jika 25 DS≤50 S; berat jika DS50 B Purwati. 2007, dimodifikasi
Pengamatan gejala luar penyakit berupa tanaman layu yang diawali dengan penguningan mulai dari pinggir atau bagian bawah daun pertama atau ke
dua yang kemudian meluas ke bagian tengah. Selanjutnya daun menjadi coklat, mengering pada serangan berat tangkai daun sekeliling batang palsu patah dan
mati. Skoring gejala layu yang ditunjukkan oleh tanaman, sebagai berikut Epp. 1987 Gambar 7.1:
Skor 0 = tidak ada gejala bercak daun kuning, tanaman nampak sehat Skor 1 = ada gejala bercak daun kuning pada 1-2 daun bawah
Skor 2 = gejala daun kuning lebih dari 2 daun ≤50 Skor 3 = gejala daun kuning makin banyak 50
Skor 4 = gejala daun kuning makin banyak, tinggal 1 daun hijau Skor 5 = semua daun sudah kuning 100
Skor 6 = tanaman mati.
113 Keparahan gejala penyakit internal nampak pada jaringan pembuluh xilem
atau batang bila dibelah secara membujur vertikal maupun secara horizontal berupa garis-garis berwarna coklat kemerahan sampai kehitaman.
Gambar 7.1 Gejala daun Leaf symptom terserang Fusarium oxysporum Foc, skor
0-6: A Skor 0 = tidak ada gejala bercak daun kuning, tanaman nampak sehat; B Skor 1 = ada gejala bercak daun kuning pada 1-2 daun
bawah. C Skor 2 = gejala daun kuning lebih dari 2 daun ≤50; D Skor 3 = gejala daun kuning makin banyak 50; E Skor 4 = gejala
daun kuning makin banyak, tinggal 1 daun hijau; F Skor 5 = semua daun sudah kuning 100; G Skor 6 = tanaman mati.
Pengukuran diskolorisasi atau kerusakan jaringan pembuluh pada bonggol tiap kultivar pisang dilakukan dengan modifikasi dari metoda Fusarium Wilt Sites oleh
Cordiero 1994, memotong bonggol menjadi 6 bagian secara horizontal, dimulai dari bagian bawah ke atas Gambar 7.3. Masing-masing bagian diskoring dan
hasilnya dijumlah. Nilai skoring skala diskolorisasi setiap katagori serangan Gambar 7.2:
Skor 0 = tidak ada diskolorisasi pada berkas pembuluh Skor 1 = ada sedikit diskolorisasi pada berkas pembuluh
Skor 2 = ada diskolorisasi ≤
13 berkas pembuluh Skor 3 = ada diskolorisasi 13 sampai 23 berkas pembuluh
Skor 4 = ada diskolorisasi 23 berkas pembuluh Skor 5 = diskolorisasi penuh pada berkas pembuluh
114
Gambar 7.2 Diskolorisasi Foc pada bonggol dengan skor 0-5: A Skor 0 = tidak ada diskolorisasi pada jaringan pembuluh V=0; B Skor 1 =
diskolorisasi 0 V≤ 10; C Skor 2 = diskolorisasi 10 V≤ 33; D Skor 3 = diskolorisasi 33 V≤ 66; E Skor 4 = diskolorisasi
66 V 100; F Skor 5 = diskolorisasi 100
Gambar 7.3 Contoh Skoring: Bonggol dibagi menjadi enam irisan Contoh skoring: Bonggol dibagi menjadi enam irisan, masing-masing
irisan di skor Gambar 7.3: -
Irisan-1 = skor 5 -
Irisan-2 = skor 5 -
Irisan-3 = skor 4 -
Irisan-4 = skor 2 -
Irisan-5 = skor 0 -
Irisan-6 = skor 0 Total skor
= [5 x 1 + 5 x 2 + 4 x 3 + 2 x 4 + 0 x 5 + 0 x 6]21 = 1.66 Pengamatan gejala internal juga dilakukan terhadap akar tanaman dengan
menghitung total akar, akar sehat dan akar sakit. Pelaksanaan dilakukan dengan cara membelah akar, pada akar yang sakit ditandai dengan adanya gejala
kerusakan jaringan berupa garis berwarna kecoklatan sampai hitam pada jaringan pembuluh akar tanaman, akar sehat jaringan pembuluh bersih tanpa bercak
kecoklatan Gambar 7.4.
115
Gambar 7.4 Gejala diskolorisasi pada jaringan pempuluh akar pisang yang dibelah: pembuluh akar yang sakit a; jaringan pembuluh akar sehat b
Hasil dan Pembahasan
Hasil uji pendahuluan antagonistik rizobakteri secara in vitro yang digunakan pada percobaan ini terhadap isolat cendawan patogen Foc secara dual-
kultur di media PDA menunjukkan bahwa rizobakteri mempunyai aktivitas antifungal Gambar 7.5A dan 7.5B, ditunjukkan dengan terbentuk halo zona
bening di antara Fusarium dan rizobakteri P. fluorescens ES32, B. subtilis SB3. Uji pendahuluan daya virulensi cendawan patogen Foc ras-4, dengan
menginvetasikan klamidospora Foc ke perakaran pisang Rajabulu mampu menunjukkan gejala Foc yaitu pada daun paling bawah terjadi perubahan warna
daun menjadi kuning yang dimulai dari pinggir daun Gambar 7.5C, dengan demikian bahan uji layak digunakan.
Gambar 7.5 A Dual kultur B. subtilis SB3 dan F. oxysporum f.sp cubense ras-4; B P. fluorescens ES32 dan F. oxysporum f.sp cubense ras-4; C Bibit
pisang Rajabulu, satu daun paling bawah menunjukkan gejala kuning dimulai dari pinggir daun akibat terserang F. oxysporum f.sp cubense
ras-4
116
Efektifitas Aplikasi Rizobakteri In-vitro sebagai Agens Antagonis Layu Fusarium pada Pisang Rajabulu
Hasil percobaan menunjukkan interaksi antara perlakuan macam rizobakteri dan waktu aplikasi pada pisang Rajabulu tidak berbeda nyata. Beda
nyata terdapat pada pengaruh perlakuan mandiri dengan faktor macam rizobakteri. Tabel 7.1 memperlihatkan pengaruh macam rizobakteri terhadap pertumbuhan
akar pisang Rajabulu memberikan jumlah akar sama banyak, secara statistik tidak berbeda nyata. Berarti perlakuan macam rizobakteri tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan jumlah akar tanaman pisang Rajabulu. Terhadap kesehatan akar Tabel 7.1
Pengaruh rizobakteri terhadap jumlah akar serta kesehatan akar pada pisang Rajabulu
Rizobakteri Jumlah Akar
Akar Sehat Akar Sakit
P. fluorecens ES32 16.25
6.22 c 10.03 a
B. subtilis SB3 16.03
11.88 b 4.15 ab
Campuran 18.71
17.52 a 1.19 c
Tanpa Rizobakteri 17.84
11.34 b 6.50 ab
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf α = 5.
pisang Rajabulu, perlakuan macam rizobakteri menunjukkan berbeda nyata. Jumlah akar sehat berturut-turut dimulai dari nilai tertinggi dicapai oleh tanaman
yang dibakterisasi dengan campuran dua rizobakteri B. subtilis SB3 dan P. fluorescens ES32 17.52, selanjutnya tanaman yang dibakterisasi B. subtilis SB3
11.88 tidak berbeda nyata secara statistik dengan tanaman tanpa perlakuan rizobakteri 11.34 dan terendah pada tanaman perlakuan P. fluorescens ES32
6.22. Jumlah akar sakit terendah dicapai oleh tanaman yang dibakterisasi dengan rizobakteri campuran B. subtilis SB3 + P. fluorescens ES32 1.19, hasil
berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan rizobakteri tunggal yang lain dan tanaman tanpa perlakuan.
Gejala yang ditimbulkan oleh Foc pada akar tanaman pisang adalah apabila dibelah jaringan pembuluh berwarna kecoklatan Gambar 7.4. Kesehatan
akar pisang Rajabulu yang diapresiasikan dalam jumlah akar sehat dan akar sakit seperti pada Tabel 7.1 sangat penting, karena sangat menentukan perkembangan
keparahan penyakit selanjutnya. Foc termasuk patogen tular tanah atau cendawan yang bersifat penghuni akar, sehingga kesempatan pertama kali masuk ke dalam
tanaman pisang adalah lewat akar tanaman melalui lubang-lubang alami atau luka,
117 lambat laun masuk ke dalam bonggol melalui jaringan pembuluh akar tanaman.
Pada tingkat lanjut, miselium akan meluas dari jaringan pembuluh ke jaringan parenkim, selanjutnya konidia dan mikrokonidia akan terangkut melalui xilem
dalam arus transpirasi Wardlaw 1972. Periode Inkubasi antar perlakuan menunjukkan tidak berbeda nyata. Pada
16 MST tanaman yang diperlakukan dengan rizobakteri menunjukkan Kejadian Penyakit yang lebih tinggi dibanding tanaman tanpa rizobakteri Tabel 7.2.
Namun berdasar pertimbangan karena sumber penyakit adalah termasuk patogen tular tanah, yang serangan awalnya terpusat pada daerah perakaran dan bonggol.
Sementara Kejadian Penyakit diukur berdasar persentase jumlah tanaman yang menunjukkan gejala Foc gejala eksternal tanpa memperhitungkan kategori
tingkat serangan, maka untuk mendukung informasi kejelasan sampai seberapa jauh tingkat kerusakan belum bisa mewakili dan perlu di amati pengaruhnya
secara detail dan teliti berdasar kriteria serangan terhadap keparahan penyakit internal dan eksternal.
Tabel 7.2 Pengaruh rizobakteri terhadap Periode Inkubasi PI dan Kejadian
Penyakit DI pada pisang Rajabulu
Rizobakteri P.Inkubasi
hari Kejadian Penyakit pada Minggu ke Setelah Tanam
9 10
11 12
13 16
P. fluorecens ES32 71.67
47.62 66.67
77.78 88.89
96.83 77.78ab
B. subtilis SB3 68.81
49.21 82.54
87.30 93.65
98.41 80.95ab
Campuran 74.65
31.75 42.86
71.43 88.89
95.24 87.30a
Tanpa Rizobakteri 79.76
17.46 31.75
61.90 84.13
90.48 73.02b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf α = 5.
Pada minggu ke-16 terdapat pengaruh perlakuan mandiri faktor macam rizobakteri yang berbeda nyata terhadap Keparahan Penyakit internal dan
eksternal Tabel 7.3. Asosiasi rizobakteri campuran B.subtilis SB3 dan P. fluorescens ES32 dengan tanaman pisang Rajabulu menunjukkan pengaruh yang
nyata terhadap gejala keparahan eksternal pada daun LSI berupa gejala daun kuning atau dikenal dengan gejala layu daun dengan kategori ringan 18.61
dibandingkan dengan aplikasi rizobakteri secara tunggal B. subtilis SB3; P. fluorecens ES32 dan tanpa rizobakteri, gejala keparahan berkategori sedang
berturut-turut nilainya 43.56; 46.43; 46.47 secara statistik menunjukkan
118 tidak berbeda nyata Gambar 7.6 dan Tabel 7.3. Berarti asosiasi rizobakteri
campuran berpengaruh lebih baik dibandingkan dengan pengaruh bakteri secara tunggal.
Gambar 7.6 Gejala keparahan daun penyakit layu Fusarium LSI pada pisang Rajabulu dengan perlakuan rizobakteri antagonis, pengamatan 16
minggu setelah tanam pada tanah yang telah diinfestasi Foc Foc adalah cendawan tular tanah maka hasil pengamatan parameter
keparahan penyakit internal diskolorisasi pada bonggolRDI pada 16 MST akan mendukung diagnosa gejala keparahan eksternal dan merupakan penentu tingkat
kesehatan tanaman. Hasil asosiasi tanaman dengan rizobakteri campuran B. subtilis SB3 dan P. fluorecens ES32 menunjukkan persen keparahan penyakitnya
rendah dengan katagori ringan 18.98 dibandingkan dengan perlakuan tanpa rizobakteri nilai keparahan penyakit termasuk katagori berat 55.51. Asosiasi
dengan rizobakteri tunggal B. subtilis SB3 atau P. fluorecens ES32 menunjukkan keparahan penyakit kategori sedang 34.57 dan 38.75 Tabel.
7.3 dan Gambar 7.7.
Gambar 7.7 Gejala kep tanah yang
rizobakteri aplikasi 1
subtilis SB = B. subtili
MSbA; E
1
ES32 aplik mst
eparahan bonggol layu Fusarium pada pisang Rajabu ng telah diinvestasi Foc. Keterangan: R= pisang Rajabu
eri campuran aplikasi 0 MSbA; C
1
= rizobakteri ca MSbA; C
2
= rizobakteri campuran aplikasi 2 MSbA; SB3 aplikasi 0 MSbA; S
1
= B. subtilis SB3 aplikasi 1 M tilis SB3 aplikasi 2 MSbA; E
= P. fluorecens ES32 ap
1
= P. fluorecens ES32 aplikasi 1 MSbA; E
2
= P. flu likasi 2 MSbA; K = tanpa rizobakteri; NFoc = tanpa
119
bulu, pada abulu; C
= campuran
A; S = B.
MSbA; S
2
aplikasi 0 fluorecens
pa Foc 16
120 Tabel 7.3
Pengaruh rizobakteri terhadap Keparahan Penyakit DS pada pisang Rajabulu
Rizobakteri Keparahan Penyakit pada Minggu ke Setelah Tanam
Layu Daun Diskolorisasi
Bonggol 9
10 11
12 13
16 16
P. fluorecens ES32 22.49 28.31
35.45 40.74ab 43.12ab 46.34a
38.75b B. subtilis SB3
20.90 30.16
37.30 43.92a
46.83a 43.56a
34.57bc Campuran
13.76 17.99
25.13 32.01c
37.83b 18.61b
18.98c Tanpa Rizobakteri
13.23 17.20
24.07 34.13bc 39.95ab 46.47a
55.51a Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf α = 5. Respon keparahan penyakit sehat DS=0, Sangat Ringan 0DS≤10, Ringan
10DS≤25, sedang 25DS≤50, berat DS50
Sebagai cendawan tular tanah, Foc setelah masuk melewati lubang alami atau luka di akar, selanjutnya Foc akan berkembang dengan cepat Wardlaw,
1972. Rendahnya keparahan penyakit yang ditunjukkan, diduga asosiasi campuran kedua jenis rizobakteri B. subtilis SB3 dan P. fluorecens ES32 secara
bersama-sama mampu saling bersimbiosis dengan planlet Rajabulu untuk menekan keparahan penyakit layu Fusarium.
Tabel 7.4 Pengaruh waktu aplikasi rizobakteri terhadap Periode Inkubasi PI,
Kejadian Penyakit DI pada pisang Rajabulu
Waktu Aplikasi
P.Inkubasi hari
Kejadian Penyakit pada Minggu Setelah Tanam 9
10 11
12 13
16 0 MSbA
74.76 34.52
53.57 72.62
90.48 92.86
77.38 1 MSbA
73.27 41.67
57.14 76.19
86.91 95.24
78.57 2 MSbA
73.13 33.33
57.14 75.00
89.29 97.62
83.33
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf α = 5.
Hasil interaksi antara perlakuan macam rizobakteri dan waktu aplikasi pada pisang Rajabulu terhadap parameter keparahan penyakit menunjukkan hasil
tidak berbeda nyata. Selanjutnya analisis pengaruh mandiri perlakuan waktu aplikasi rizobakteri secara in vitro 1 dan 2 MSbA terhadap Periode Inkubasi,
Kejadian Penyakit dan Keparahan Penyakit LSI dan RDI pada pisang Rajabulu juga tidak berbeda nyata dengan perlakuan bakterisasi saat aklimatisasi 0 MSbA
Tabel 7.4 dan Tabel 7.5. Berarti introduksi rizobakteri bisa dilakukan lebih awal yaitu saat planlet masih kondisi in vitro 1-2 MSbA, dan kondisi planlet sudah
berakar. Waktu tersebut menciptakan kondisi bakteri dapat berinteraksi lebih
121 lama dengan tanaman, bakteri mendapat kesempatan berproliferasi di akar
sebelum diaklimatisasi dan lebih ekonomis apabila akan dilakukan transportasi bibit secara in vitro.
Tabel 7.5 Pengaruh waktu aplikasi rizobakteri terhadap Keparahan Penyakit
DS pada pisang Rajabulu
Waktu Aplikasi
Keparahan Penyakit pada Minggu Setelah Tanam Layu Daun
Diskolorisasi Bonggol
9 10
11 12
13 16
16 0 MSbA
17.26 23.41
29.56 37.30
42.66 41.44
39.92 1 MSbA
19.05 24.01
30.16 38.49
41.87 36.18
34.63 2 MSbA
16.47 22.82
31.75 37.30
41.27 38.62
36.30 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf α = 5. Respon keparahan penyakit sehat DS=0, Sangat Ringan 0DS≤10, Ringan
10DS≤25 sedang 25DS≤50, berat DS50. Waktu aplikasi: 0 MSbA saat aklim; 1 MSbA 1 minggu sebelum aklim dan 2
MSbA 2 minggu sebelum aklim.
Efektifitas Aplikasi Rizobakteri In-vitro sebagai Agens Antagonis Layu Fusarium pada Pisang Tanduk
Analisis hasil percobaan pada pisang Tanduk menunjukkan bahwa, interaksi antara perlakuan macam rizobakteri dan waktu aplikasi tidak berbeda
nyata. Beda nyata terdapat pada pengaruh mandiri untuk faktor macam rizobakteri.
Tabel 7.6 Pengaruh rizobakteri terhadap jumlah akar serta kesehatan akar
pisang Tanduk Rizobakteri
Jumlah Akar Akar Sehat
Akar Sakit P. fluorecens
ES32 18.56
18.14 0.41
B. subtilis SB3
18.05 16.56
1.49 Campuran
18.50 13.85
4.65 Tanpa Rizobakteri
19.14 14.11
5.03
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf α = 5.
Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan rizobakteri pada pisang Tanduk memberikan jumlah akar yang sama banyak. Berarti perlakuan macam
rizobakteri tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan akar tanaman pisang Tanduk.
122 Informasi tentang kesehatan akar pisang Tanduk yang diapresiasikan dalam
jumlah akar sehat dan akar sakit secara statistik juga menunjukkan tidak berbeda nyata. Berarti jumlah akar pisang Tanduk yang menunjukkan gejala pencoklatan
karena Foc sama rendahnya antara 0.41- 5.03 Tabel 7.6. Pengaruh perlakuan macam
rizobakteri pada pisang Tanduk untuk variabel Periode Inkubasi menunjukkan tidak berbeda nyata. Kejadian Penyakit sampai 16
MST juga menunjukkan tidak berbeda nyata Tabel 7.7. Tabel 7.7 Pengaruh rizobakteri terhadap Periode Inkubasi PI Kejadian
Penyakit DI pada pisang Tanduk
Rizobakteri P.Inkubasi
hari Kejadian Penyakit pada Minggu Setelah Tanam
9 10
11 12
13 16
P. fluorecens ES32 65.22
55.56 98.41
100.00 100.00
100.00 96.83
B. subtilis SB3 68.75
47.62 68.25
90.48 100.00
100.00 96.83
Campuran 64.11
69.84 100.00
100.00 100.00
100.00 96.83
Tanpa Rizobakteri 65.25
65.08 90.48
98.41 100.00
100.00 98.41
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf α = 5.
Pada Tabel 7.8 beda nyata terdapat pada faktor tunggal perlakuan rizobakteri terhadap keparahan penyakit eksternal LSI pisang Tanduk pada
minggu ke-16, bahwa asosiasi rizobakteri secara tunggal ataupun secara campuran menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penekanan gejala
keparahan penyakit eksternal sampai kategori ringan berturut-turut P. fluorescens ES32 sebesar 23.23, campuran kedua rizobakteri 21,27 dan B. subtilis SB3
sebesar 17.11 dibandingkan dengan keparahan penyakit pada aplikasi tanpa rizobakteri berkategori sedang 38.36.
Tabel 7.8 dan Gambar 7.8 menunjukkan hasil analisis keparahan penyakit internal berdasar diskolorisasi pada bonggol. Asosiasi rizobakteri secara tunggal B.
subtilis SB3 atau P. fluorecens ES32 dengan tanaman pisang Tanduk secara
statistik menunjukkan penekanan terhadap penyakit layu Fusarium dan terbukti secara nyata mampu menekan cendawan patogen penyebab layu Fusarium apabila
dibandingkan dengan perlakuan tanpa rizobakteri. Keparahan bonggol pisang Tanduk yang diaplikasi rizobakteri secara
campuran B. subtilis SB3 + P. fluorecens ES32 sebesar 4.09, menunjukkan keparahan yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa rizobakteri, juga
tidak berbeda nyata deng P. fluorecens ES32 1.3
masuk kategori sangat ri
Gambar 7.8 Gejala kep tanah yang
rizobakteri aplikasi 1
subtilis SB S
2
= B. subt MSbA; E
1
ES32 aplik engan perlakuan bakteri tunggal B. subtilis SB3 1
1.38, semua gejala keparahan bonggol terse t ringan 0 DS≤ 10.
eparahan bonggol layu Fusarium pada pisang Tandu ng telah diinvestasi Foc. Keterangan: T= pisang Tand
eri campuran aplikasi 0 MSbA; C
1
= rizobakteri ca MSbA; C
2
= rizobakteri campuran aplikasi 2 MSbA SB3 aplikasi 0 MSbA; S
1
= B. subtilis SB3 aplikasi 1 ubtilis SB3 aplikasi 2 MSbA; E
= P. fluorecens ES32 ap
1
= P. fluorecens ES32 aplikasi 1 MSbA; E
2
= P. flu likasi 2 MSbA; K= tanpa rizobakteri; NFoc=tanpa Foc
123 3 1.26 dan
rsebut masih
nduk, pada nduk; C
= campuran
bA; S = B.
i 1 MSbA; aplikasi 0
fluorecens 16 mst
124 Tabel 7.8
Pengaruh rizobakteri terhadap Keparahan Penyakit DS pada pisang Tanduk
Rizobakteri Keparahan Penyakit pada Minggu ke Setelah Tanam
Layu Daun Diskolorisasi
Bonggol 9
10 11
12 13
16 16
P. fluorecens ES32 17.20
39.15ab 48.15
49.47 49.47
23.23b 1.38b
B. subtilis SB3 14.29
21.96b 40.74
45.77 48.15
17.11b 1.26b
Campuran 24.07
42.33a 47.88
48.94 49.21
21.27b 4.09ab
Tanpa Rizobakteri 23.02
34.39ab 45.24
47.35 47.88
38.36a 6.49a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf α = 5. Respon keparahan
penyakit sehat DS=0, Sangat Ringan 0DS≤10, Ringan 10DS≤25, sedang 25DS≤50, berat DS50
Hasil analisis perlakuan aplikasi rizobakteri secara in vitro 1 dan 2 minggu sebelum aklimatisasi pada pisang Tanduk Tabel 7.9 dan Tabel 7.10
sama seperti pada pisang Rajabulu tidak berbeda nyata dengan perlakuan aplikasi rizobakteri secara in vivo atau bersamaan saat aklimatisasi 0 MSbA. Berarti
pemberian rizobakteri juga bisa dilakukan lebih awal saat planlet pisang Tanduk masih kondisi in vitro 1-2 minggu sebelum aklim dan kondisi planlet sudah
berakar. Tabel 7.9
Pengaruh waktu aplikasi rizobakteri terhadap Periode Inkubasi PI, Kejadian Penyakit DI pada pisang Tanduk
Waktu aplikasi
P.Inkubasi hari
Kejadian Penyakit pada Minggu ke Setelah Tanam 9
10 11
12 13
16 0 MSbA
65.07b 70.24a
90.48 96.43
100.00 100.00
100.00 1 MSbA
65.50b 60.71a
89.29 100.00
100.00 100.00
95.24 2 MSbA
66.93a 47.62b
88.10 95.24
100.00 100.00
96.43
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf α = 5.
Dari hasil analisis gejala keparahan bonggol; keparahan layu daun dan akar sakit antara ke dua kultivar pisang yang digunakan dalam percobaan ini,
selain menunjukkan bahwa bakterisasi campuran pada pisang Rajabulu dan bakteri tunggal pada pisang Tanduk mampu menahan laju Foc, juga di duga
pisang Tanduk termasuk kultivar yang lebih memiliki ketahanan terhadap serangan cendawan penyebab layu Fusarium kategori keparahan gejala sangat
ringan pada perlakuan tanpa rizobakteri apabila dibandingkan dengan kultivar pisang Rajabulu tanpa rizobakteri keparahan gejala berkategori berat.
125 Tabel 7.10 Pengaruh waktu aplikasi rizobakteri terhadap Keparahan Penyakit
DS pada pisang Tanduk
Waktu aplikasi
Keparahan Penyakit pada Minggu ke Setelah Tanam Layu Daun
Diskolorisasi Bonggol
9 10
11 12
13 16
16 0 MSbA
22.22a 36.31a
46.03 47.82
48.41 25.79
2.94 1 MSbA
20.04ab 34.72ab
45.24 47.22
48.61 25.04
2.92 2 MSbA
16.67b 32.34b
45.24 48.61
49.01 24.14
4.05 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf α = 5. Respon keparahan penyakit sehat DS=0, Sangat Ringan 0DS≤10, Ringan
10DS≤25 sedang 25DS≤50, berat DS50. Waktu aplikasi: 0 MSbA saat aklim; 1 MSbA 1 minggu sebelum aklim dan 2
MSbA 2 minggu sebelum aklim.
Efektifitas Aplikasi Rizobakteri In-vitro sebagai Agens Hayati Pendukung Pertumbuhan pada Tanaman Pisang yang diinvestasi Foc
Tabel 7.11 menunjukkan bahwa pada pisang Rajabulu perlakuan rizobakteri berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah akar, bobot akar, bobot
brangkasan dan diameter bonggol. Tabel 7.11 Pengaruh rizobakteri terhadap bobot brangkasan g, diameter
bonggol cm, jumlah akar, bobot akar g pada pisang Rajabulu Rizobakteri
Jumlah Akar Bobot Akar
Bobot Brangkasan
Diameter Bonggol
P. fluorecens ES32 16.25
42.87 217.94b
3.35b B. subtilis SB3
16.03 47.39
290.27ab 3.67ab
Campuran 18.71
53.39 348.29a
3.89a Tanpa Bakteri
17.84 41.55
279.35ab 3.59ab
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf α = 5.
Tabel 7.12 juga sama dengan pisang Rajabulu, bahwa pada pisang Tanduk perlakuan rizobakteri berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah akar, bobot akar,
bobot brangkasan dan diameter bonggol.
126 Tabel 7.12 Pengaruh rizobakteri terhadap bobot brangkasan g, diameter
bonggol cm, jumlah akar dan bobot akar g pada pisang Tanduk Rizobakteri
Jumlah Akar Bobot Akar
Bobot Brangkasan
Diameter Bonggol
P. fluorecens ES32 18.56
43.25 310.39
3.38 B. subtilis SB3
18.05 55.19
323.38 3.49
Campuran 18.50
37.59 254.43
2.99 Tanpa Bakteri
19.14 38.44
286.44 3.34
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf α = 5.
Asosiasi rizobakteri antagonis secara tidak langsung bertanggung jawab terhadap penekanan keparahan penyakit. Selain persaingan rizobakteri dengan
patogen pada zona infeksi dalam hal ruang dan nutrisi, diduga keberadaan rizobakteri pada jaringan akar secara tidak langsung mampu mendorong
pertahanan tanaman terhadap infeksi penyakit. Secara langsung penghambatan rizobakteri dapat juga melalui mekanisme parasitisme, antagonis menyebabkan
lisis pada patogen sehingga hifa tak mampu berkembang lebih lanjut Hallman et al.1997.
Senyawa antibiotik menghambat pertumbuhan patogen melalui kontak langsung antara agens pengendali hayati dengan patogen. Kompetisi umumnya
terjadi karena keterbatasan salah satu faktor yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan agens pengendali hayati atau patogen, seperti unsur esensial
tertentu. P. fluorescens memproduksi senyawa siderofor yang mampu mengkelat Fe, sehingga menghambat pertumbuhan patogen. Agens pengendali hayati
mampu memparasit patogen dengan cara mensekresikan enzim ekstraseluler kitinase, protease, selulase yang dapat melisis atau mendegradasi dinding sel
patogen sehingga perkembangan patogen menjadi terhambat. Di samping itu beberapa agens pengendali hayati mampu menghasilkan hidrogen sianida HCN
yang bersifat toksik terhadap sejumlah patogen tanaman Wei.et al. 1996; Baker dan Cook. 1974; Silva et al. 2004, Barka et al. 2002 dan Frommel et al., 1991.
Asosiasi rizobakteri pada stadia tanaman muda tidak menunjukan pengaruh nyata sebagai pendukung pertumbuhan tanaman.
127
Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut:
1. Aplikasi rizobakteri B. subtilis SB3 atau P. fluorecens ES32 dapat dilakukan
pada planlet pisang saat in vitro 1-2 minggu sebelum aklimatisasi 2.
Asosiasi rizobakteri secara campuran B. subtilis SB3 dan P. fluorecens ES32 pada pisang Rajabulu mampu menurunkan gejala keparahan penyakit layu
Fusarium Disease Severity sampai kategori ringan, sedangkan pada pisang Tanduk lebih baik digunakan rizobakteri secara tunggal B. subtilis SB3 atau
P. fluorecens ES32. 3.
Pisang Tanduk lebih tahan terhadap serangan Foc dibanding pisang Rajabulu. 4.
Asosiasi rizobakteri tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bobot brangkasan, bobot akar, jumlah akar, dan diameter bonggol.