152
Tabel 32 Luas perairan berdasarkan kriteria kenaikan suhu yang diperoleh dari hasil simulasi untuk empat kondisi cuplik pada
saat pasut purnama No
Kondisi Perairan Luas Perairan Ha
MP PM
MS SM
1 Zona terdampak
±65.250 ±55.250
±66.450 ±68.755
2 Zona berpotensi besar terkena dampak
±50.625 ±14.275
±11.250 ±30.665
3 Zona berpotensi terdampak
±140.500 ±140.470
±146.105 ±139.525
Total luasan
±256.375 ±209.950
±223.805 ±238.945
4 Baku mutu Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 ±273.565
±217.055 ±238.900
±263.245
Keterangan : MP = Kondisi air menuju pasang
PM = Kondisi air pasang maksimum MS = Kondisi air menuju surut
SM = Kondisi air surut maksimum
Setelah melalui sistem pendingin, air laut yang telah mengalami kenaikan suhu tersebut selanjutnya dibuang kelaut melalui outfall yang telah disediakan.
Kenaikan suhu air laut setelah melalui sistem pendingin berbeda-beda tergantung teknologi sistem pendingin yang digunakan. PT. Badak NGL dalam hal ini
menggunakan dua teknologi sistem pendingin dengan suhu buangan air pendingin yang berbeda. Untuk Train A-F menggunakan teknologi yang menghasilkan suhu
buangan air pendingin di outfall sebesar 45.1-45.3
o
C pemilihan 44
o
C dalam input model disesuaikan dengan daerah model , sementara Train G-H menghasilkan suhu
buangan air pendingin sebesar 41.5
o
C pemilihan 38.00
o
Atas dasar tersebut penelitian ini mengkaji pola sebaran suhu dan dampaknya jika suhu buangan air pendingin dari Train A-F diturunkan hingga sama dengan Train
G-H. Untuk mengetahui pola sebaran suhu jika suhu buangan air pendingin diturunkan maka dilakukan simulasi menggunakan input buangan air pendingin
dengan suhu yang lebih rendah dari suhu yang sebenarnya. Gambar 83a dan 83b serta 84a dan 84b di bawah diperoleh dari hasil simulasi untuk skenario musim hujan pada
saat purnama dan saat perbani dengan mengubah input buangan air pendingin dari suhu 44
C dalam input model disesuaikan dengan daerah model.
o
C menjadi 38
o
Penurunan suhu yang cukup signifikan juga terjadi di Sekambing Muara lokasi dimana ditemukan adanya terumbu karang dari rata-rata 34
C, sementara input parameter-parameter lain seperti input debit air sungai, salinitas, pasut serta perlakuan di syarat batas terbuka dibuat sama.
o
C menjadi 32
o
C. Kisaran suhu ini memungkinkan terumbu karang dapat bertahan hidup sebagaimana
terumbu karang yang berada di depan Pulau Sieca. Dengan kata lain penurunan suhu sebesar 6
o
C dari buangan air pendingin PT. Badak NGL akan dapat mengurangi dampak kerusakan terhadap ekosistem di sekitarnya khususnya terumbu karang,
meskipun Coles et al. 1976 menemukan adanya efek sublethal hilangnya pigmen zooxanthella akibat kenaikan suhu 2°C di atas suhu maksimum tahunan, sedangkan
kenaikan 4-5°C menyebabkan kematian pada sebagian besar jenis karang di daerah tropis dan subtropis.
Gambar 83 Perbandingan pola sebaran suhu hasil simulasi untuk skenario musim hujan saat purnama dengan input suhu buangan air pendingin yang
berbeda a suhu 38
o
C b suhu 44
o
Perbandingan pola isotherm antara Gambar 83a dengan 83b dan antara 84a dengan 84b di atas menunjukkan bahwa dengan menurunkan suhu buangan air
pendingin sebesar 6 C
o
C 38
o
C, maka suhu di dalam Kolam Pendingin dan di Muara Kanal Pendingin dapat diturunkan hingga 6
o
C dari suhu eksisting.
32 30
31 31
30 33
36 37
29 28
27 29
43 41 42
41 42
29 30
31 32
33 31
30 29
32 34
29
a b
o
C
Lintang Utara derajat
Bujur Timur derajat Bujur Timur derajat
Gambar 84 Perbandingan pola sebaran suhu hasil simulasi untuk skenario musim hujan saat perbani dengan input suhu buangan air pendingin yang
berbeda a suhu 38
o
C b suhu 44
o
4.9.2 Pendalaman Kolam Pendingin
C
Pengaruh pendalaman kolam pendingin dari 2 m menjadi 4 m terhadap sebaran suhu di perairan sekitar buangan air pendingin PT. Badak NGL dapat
diketahui dengan membandingkan Gambar 85a dan 85b di bawah. Dimana Gambar
85a menunjukkan pola sebaran suhu hasil simulasi untuk skenario setelah dilakukan
pendalaman, sementara Gambar 85b menunjukkan pola sebaran suhu hasil simulasi
sebelum dilakukan pendalaman. Hasil simulasi menunjukkan adanya perbedaan pola sebaran suhu antara
sebelum dan sesudah pendalaman kolam pendingin. Perbedaan terutama terlihat di dalam kolam dan di muara kanal pendingin dengan suhu lebih rendah untuk kondisi
setelah dilakukan pendalaman. Dimana pada bagian tengah kolam pendingin pada
32 30
31
31 30
36 36 37
29 28
29 35
43 41
42 41 42
29 30
31 32
33 31
29 30
32 35
29
30 33
34 41
a b
o
C
Lintang Utara derajat
Bujur Timur derajat Bujur Timur derajat
skenario setelah dilakukan pendalaman suhu dominan adalah 42
o
C sementara untuk skenario sebelum pendalaman suhu dominan di lokasi ini adalah 41
o
C perhatikan garis isothermal untuk masing-masing gambar. Kondisi yang sama juga ditemukan
di Muara Kanal Pendingin, dimana suhu di lokasi ini lebih rendah untuk skenario setelah pendalaman. Penurunan suhu akibat pendalaman kolam pendingin ini terjadi
karena massa air laut yang berasal dari muara kanal pendingin yang masuk ke dalam kolam pendingin lebih besar sementara volume buangan air pendingin tetap sehingga
proses percampuran buangan air pendingin dengan air yang lebih dingin tersebut semakin banyak terjadi.
Gambar 85 Perbandingan pola sebaran suhu hasil simulasi antara kondisi eksisting dengan kondisi setelah pendalaman kolam pendingin a setelah
pendalaman menjadi 4 m b sebelum pendalaman
43 41 41
42 29
30 31
32 33
31 29
30 32
35 29
30 33
34 41
43 40
42 42
29 30
31 32
33 31
29 30
32 35
29
30 33
34 41
a b
36 36
o
C
Lintang Utara derajat
Bujur Timur derajat Bujur Timur derajat
4.10.3 Perluasan Kolam Pendingin
Pengaruh perluasan kolam pendingin terhadap sebaran suhu di perairan sekitar buangan air pendingin PT. Badak NGL dapat diketahui dengan
membandingkan Gambar 86a dan 86b di bawah. Dimana Gambar 86a menunjukkan
pola sebaran suhu hasil simulasi untuk skenario setelah dilakukan perluasan kolam
pendingin, sementara Gambar 86b menunjukkan pola sebaran suhu hasil simulasi
sebelum dilakukan perluasan kolam pendingin.
Gambar 86 Perbandingan pola sebaran suhu hasil simulasi antara kondisi eksisting dengan kondisi setelah perluasan kolam pendingin a setelah perluasan
kolam pendingin b sebelum perluasan kolam pendingin Komparasi dari kedua gambar tersebut menunjukkan adanya penurunan suhu
yang relatif besar setelah dilakukan perluasan kolam pendingin, hal ini terutama a
b
o
C
Lintang Utara derajat
41 42
37 31
32 33
31 30
32 35
30 34
40 42
39 37
38 40
31 32
33
31 30
32 35
30
332 34
Bujur Timur derajat Bujur Timur derajat
terlihat pada pola isotherm di muara kanal pendingin dimana sebelum perluasan suhu yang tercatat adalah 40
o
C dan setelah perluasan suhu tercatat turun menjadi 37
o
4.10.4 Pelebaran Kanal Pendingin
C. Penurunan suhu ini disebabkan oleh volume buangan air pendingin yang sampai ke
muara kanal setelah perluasan kolam pendingin lebih kecil dibandingkan sebelum perluasan kanal, dimana dengan perluasan kolam pendingin maka sebagian massa air
pendingin akan bergerak mengisi kolam pendingin yang telah diperluas tersebut.
Untuk mengetahui pengaruh pelebaran kanal pendingin terhadap sebaran suhu di perairan sekitar buangan air pendingin PT. Badak NGL, maka dilakukan simulasi
dengan input data dimana kanal pendingin dilebarkan dan selanjutnya hasil simulasi tersebut dibandingkan dengan hasil simulasi sebelum pelebaran kanal pendingin.
Gambar 87a di bawah menunjukkan pola sebaran suhu hasil simulasi untuk skenario
setelah dilakukan pelebaran kanal pendingin, sementara Gambar 87b menunjukkan
pola sebaran suhu hasil simulasi sebelum dilakukan pelebaran kanal pendingin. Perbandingan antara Gambar 87a dengan Gambar 87b di bawah menunjukkan
terjadinya penurunan suhu yang cukup signifikan dengan melakukan pelebaran kanal. Penurunan suhu ini dapat dilihat terutama di muara kanal pendingin, dimana pola
isotherm yang tercatat sebelum pelebaran kanal 87b adalah 39
o
C dan setelah pelebaran kanal suhu turun menjadi 36
o
C 87a, dengan kata lain terjadi penurunan suhu hingga ±3
o
Terjadinya penurunan suhu setelah dilakukan pelebaran kanal pendingin disebabkan oleh adanya pengaruh gaya pasut T yang cukup kuat sebanding dengan
limpasan air dari buangan air pendingin RR yang menyebabkan muara kanal berosilasi. Energi pasut yang kuat dan melawan gesekan dasar akan menimbulkan
turbulen eddy. Turbulen eddy yang terjadi kehilangan energi kinetik melawan gradien densitas sehingga meningkatkan energi potensial kolom air laut. Turbulen eddy
mengangkat air laut ke atas dan energi potensial membawa air tawar ke bawah. Dalam hal ini terjadi proses dua arah 2 ways process sehingga menyebabkan
terjadinya percampuran yang lebih kuat antara buangan air pendingin dengan air laut. C setelah dilakukan pelebaran kanal.
Gambar 87 Perbandingan pola sebaran suhu hasil simulasi antara kondisi eksisting dengan kondisi setelah pelebaran kanal pendingin a setelah pelebaran
kanal pendingin b sebelum pelebaran kanal pendingin
4.10.5 Regulasi Buangan Air Pendingin
Selama ini PT. Badak NGL melakukan evaluasi hasil pemantauan kualitas air limbah dengan menggunakan Baku Mutu Lingkungan BML yang mengacu pada SK
Gubernur Kalimantan Timur No. 26 Tahun 2002 Lampiran I butir 30 Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Pengilangan LNG dan LPG Terpadu PT. Badak NGL
2008. SK Gubernur ini diberlakukan dari outfall buangan air pendingin sampai Muara Kanal Pendingin. Hal ini karena pihak perusahaan menganggap wilayah
tersebut masih merupakan bagian dari proses pengolahan buangan air pendingin.
Bujur Timur derajat
38 30
30 33
42
36 32
31
32 35
31 33
34
b
Bujur Timur derajat
42 42
39 31
32 33
31 30
32 35
30 34
a
o
C
Lintang Utara derajat
SK Gubernur Kaltim No. 26 Tahun 2002 ini menetapkan baku mutu limbah cair untuk parameter suhu bagi kegiatan pengilangan LNG dan LPG terpadu sebesar
45
o
C. Penetapan baku mutu untuk parameter suhu dalam SK Gubernur ini masih memenuhi kriteria baku mutu untuk parameter suhu yang diatur dalam Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2007 tentang baku mutu air limbah bagi usaha danatau kegiatan pengilangan LNG dan LPG terpadu, yang menetapkan batas
suhu maksimum yang sama yakni 45
o
C. Dengan demikian suhu buangan air pendingin PT. Badak NGL yang mencapai suhu 42
o
C dalam kolam pendingin dan 41
o
Penerapan SK Gubernur Kaltim oleh PT. Badak NGL dalam pemantauan kualitas air limbah di dalam Kolam Pendingin sampai Muara Kanal Pendingin ini
bertentangan dengan Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 terutama Lampiran III untuk Biota Laut mengingat di lokasi buangan air pendingin tersebut terdapat biota laut
yakni mangrove. Dimana dalam Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 Lampiran III hanya diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan 2
C di muara kanal pendingin zona terdampak dianggap memenuhi standar baku mutu yang ada.
o
C dari suhu alami, dalam kasus ini suhu alami Perairan Bontang berkisar antara 28.3-29.3
o
Dampak yang ditimbulkan dari pemberlakuan SK Gubernur di dalam Kolam Pendingin sampai Muara Kanal Pendingin adalah terganggunya ekosistem mangrove.
Hal ini didasarkan pada dokumen Pertamina 2003 yang melaporkan bahwa sekitar 75 000 m
C. Dengan kata lain kenaikan suhu air laut di Kolam Pendingin sampai Muara Kanal Pendingin telah jauh
melampaui baku mutu yang ditetapkan dalam Kepmen LH ini.
2
Selain itu pemberlakuan SK Gubernur tersebut juga berdampak pada terganggunya komunitas fitoplankton di Kolam Pendingin, sebagaimana telah
dijelaskan pada bagian sebelumnya dari penelitian ini. Dengan demikian pemberlakuan regulasi untuk limbah cair dalam hal ini buangan air pendingin PT.
mangrove mengalami kematian akibat buangan air pendingin, dengan rincian panjang areal mangrove antara Sekambing Baltim sampai pertemuan outfall
kanal A-H yang mati 1 500 m dan lebar sekitar 50 m.
Badak NGL khususnya parameter suhu perlu dievaluasi kembali oleh pihak yang berkompeten.
Berbeda dengan evaluasi Baku Mutu Limbah Cair, untuk evaluasi hasil pemantauan kualitas air laut, PT. Badak NGL menerapkan Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Lampiran I untuk Perairan Pelabuhan PT. Badak NGL 2008. Kepmen LH ini
diberlakukan pada perairan di luar Muara Kanal Pendingin, termasuk pelabuhan dan sekitarnya.
Baku Mutu yang ditetapkan untuk parameter suhu dalam Lampiran I untuk Perairan Pelabuhan dan Lampiran III untuk Biota Laut dari Kepmen LH No. 51
Tahun 2004 adalah sama yakni diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan 2
o
Berdasarkan hasil simulasi dan hasil pengukuran yang diperoleh untuk parameter suhu, maka jika Kepmen LH tersebut diberlakukan, setengah daerah model
telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan dalam Kepmen LH tersebut lihat pola isotherm pada gambar-gambar bagian Subbab 4.3. Dimana suhu yang
diperbolehkan di Perairan Bontang menurut penafsiran Kepmen LH ini adalah 31.3
C dari suhu alami. Dengan demikian dalam penelitian ini tidak dipermasalahkan
penggunaan Lampiran I tersebut untuk evaluasi kualitas air laut meskipun terdapat permasalahan mengingat perairan yang di dalamnya terdapat biota laut lebih luas
dibandingkan dengan luas pelabuhan PT. Badak NGL itu sendiri.
o
C suhu alami Perairan Bontang berkisar antara 28.3-29.3
o
Terdapat dua sisi yang perlu ditinjau dalam kasus ini, yakni : dari sisi teknologi, rancangan pembuangan air pendingin dari perusahaan sudah mencapai titik
keekonomisan. Pada titik ini, kenaikan temperatur air paling rendah selama proses pembuangan panas sudah tertentu. Pertimbangan utama penetapan kenaikan
temperatur air adalah dimensi alat pembuangan panas yang disebut sebagai kondensor. Jika kenaikan ini terlalu rendah atau diturunkan, dimensi kondensor akan
menjadi sangat besar yang menyebabkan biaya produksi gas menjadi tinggi Ardiansyah 2006. Di sisi lain, pembuangan panas oleh perusahaan ke lingkungan
akan menyebabkan terganggunya biota di sekitarnya. C.
Salah satu yang menjadi landasan pertimbangan dikeluarkannya Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 adalah untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan laut dengan
melakukan upaya pengendalian terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat mencemari dan atau merusak lingkungan laut Kepmen LH No. 51 Tahun 2004. Dalam hal ini
untuk meminimalisasi dampak negatif dari buangan air pendingin, keputusan tersebut mensyaratkan kenaikan temperatur maksimal untuk biota laut sebesar 2°C. Jadi
dalam hal ini, terdapat dua sisi yang saling bertolak belakang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan suhu hingga 35.30
o
C ∆T=6-
7
o
C di Sekambing Muara telah menyebabkan kematian terhadap terumbu karang, sementara kenaikan suhu sampai 33.30
o
C ∆T=4-5
o
C hanya menyebabkan gangguan sedang hingga matinya terumbu karang. Sementara untuk fitoplankton, gangguan
terhadap komunitas ini terjadi pada perairan yang mengalami kenaikan suhu hingga 37.91
o
C ∆T=9.61 -10.61
o
C. Dengan demikian baku mutu untuk parameter suhu yang diatur dalam Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 yang menetapkan hanya
diperbolehkan terjadi perubahan suhu 2
o
Berdasarkan hasil penelitian diatas hasil simulasi pola sebaran suhu dan kondisi faktual di lokasi penelitian, maka suhu di perairan dimana buangan air
pendingin dilepas outfall 1 dan outfall 2 perlu dilihat sebagai suhu ambien karena selain wilayah perairan ini masih dipengaruhi oleh kondisi pasang surut perairan
sehingga tidak dapat dikategorikan sabagai bagian dari Instalasi Pengelolaan Air Limbah IPAL, di perairan ini juga ditemukan adanya biota laut. Sehingga peraturan
yang harus diterapkan berkaitan dengan suhu buangan air pendingin adalah peraturan yang memandang wilayah perairan tersebut berkedudukan sebagai perairan dengan
suhu ambien. Dalam konteks ini peraturan yang tepat diberlakukan di wilayah buangan air pendingin outfall 1 dan outfall 2 tersebut adalah Kepmen LH No. 52
Tahun 2004 yang membatasi kenaikan suhu akibat buangan air pendingin maksimal 2 C dari suhu alami untuk biota laut menurut
hasil penelitian ini terlalu ketat khususnya bagi terumbu karang dan fitoplankton.
o
Terkait adanya dua regulasi yang mengatur tentang buangan air pendingin dan lingkungan perairan seperti diuraikan diatas, maka PT. Badak NGL dalam perspektif
C dari suhu alami perairan.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 04 Tahun 2007 tentang baku mutu air limbah bagi usaha danatau kegiatan pengilangan LNG dan LPG terpadu,
masih memenuhi standar suhu maksimum yang ditetapkan yakni suhu maksimum 45
o
C. Namun dalam perspektif Kepmen LH No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut yang hanya memperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan 2
o
C dari suhu alami, keberadaan buangan air pendingin PT. Badak NGL tersebut menjadi
bermasalah, hal ini disebabkan oleh fakta yang menunjukkan bahwa terjadi kenaikan suhu 2
o
C melebihi baku mutu akibat buangan air pendingin ke perairan dengan suhu ambien. Dengan kata lain dalam kasus ini disatu sisi PT. Badak NGL telah
memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan dalam Permen LH No. 4 Tahun 2007 suhu maksimum 45
o
C, namun di sisi lain tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan dalam Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 kenaikan suhu 2
o
4.11 Implikasi Buangan Air Pendingin Terhadap Tata Ruang Kota Bontang
C.
Luas wilayah Kota Bontang relatif sangat kecil yakni ±49 757Ha yang terdiri
dari daratan seluas ±14 780Ha 29.70 dan lautan seluas 34 977Ha 70.30. Wilayah daratannya hampir tidak memiliki potensi sumberdaya alam yang dapat
dikembangkan, selain karena sebagian besar diantaranya merupakan wilayah perusahaan, hutan lindung dan permukiman, juga karena memiliki tingkat kesuburan
tanah yang relatif kurang baik. Satu-satunya potensi sumberdaya alam yang dimiliki Kota Bontang adalah wilayah pesisir dan laut yang kaya akan sumber daya laut
seperti ikan, rumput laut, padang lamun, hutan mangrove, teripang, dan biota laut lainnya. Kondisi inilah yang menjadikan pemerintah Kota Bontang menjadikan sektor
kelautan sebagai sumberdaya alternatif untuk pembangunan Kota Bontang secara berkelanjutan.
Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan Kota Bontang dapat dilakukan dengan memperhatikan segala aspek yang dapat mempengaruhi kualitas
sumberdaya wilayah perairan baik langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini eksistensi PT. Badak NGL sebagai perusahaan yang membuang limbahnya berupa air
pendingin cooling water ke wilayah perairan perlu dikaji untuk selanjutnya
dipertimbangkan dalam penyusunan tata ruang Kota Bontang, sehingga pemanfaatan
ruang dapat dioptimalkan sebaik mungkin.
Hasil simulasi dengan menggunakan model POM berupa pola dispersi panas secara spasial dan temporal yang diperoleh dapat dijadikan sebagai acuan dalam
pemanfaatan ruang di sekitar buangan air pendingin secara optimal. Dalam hal ini hasil simulasi dapat memberi informasi tentang identifikasi ruang pesisir mana yang
masih dapat dimanfaatkan dan yang tidak dapat dimanfaatkan. Dalam perspektif buangan air pendingin, dapat diketahui bahwa untuk
kawasan Teluk Nyerakat dari tengah hingga ujung teluk masih memiliki kondisi suhu yang relatif sama dengan suhu alami perairan sehingga potensi pemanfaatan ruang
untuk aktifitas budidaya masih baik seperti budidaya rumput laut seperti yang dilakukan saat ini. Demikian pula dengan perairan di bagian utara daerah model
masih dapat dilakukan pemanfaatan terbatas tanpa terganggu oleh pengaruh fluktuasi kenaikan suhu. Sementara untuk perairan di depan muara kanal pendingin hingga
Pulau Sieca arah timur dan sebelum memasuki Teluk Nyerakat arah selatan dengan kondisi suhu yang relatif lebih tinggi dari suhu alami perairan hanya dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan tertentu yang tidak beresiko terhadap fluktuasi kenaikan suhu perairan.
Optimalisasi pemanfaatan ruang di sekitar buangan air pendingin dapat pula dilakukan dengan menggunakan buangan air pendingin tersebut untuk aktifitas
budidaya perairan. Hal ini dapat dilakukan mengingat beberapa jenis ikan memerlukan kondisi suhu yang stabil untuk dapat tumbuh secara optimal.
Pemanfaatan buangan air pendingin untuk budidaya ikan telah dilakukan untuk kepentingan komersial pada sebuah kanal buangan pembangkit listrik di Teluk
Colorado, Texas Barat Pilgrim 1975. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan energi panas dari buangan air pendingin dengan mengkonversi energi tersebut untuk
mengontrol suhu yang tepat bagi pertumbuhan ikan selama musim gugur, musim dingin dan musim semi.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pola sebaran suhu permukaan dan struktur vertikal suhu akibat buangan air pendingin cooling water di Perairan Bontang sangat dipengaruhi oleh kondisi
pasang surut perairan terutama pada saat pasut purnama, dimana pada saat surut massa buangan air pendingin dominan bergerak ke arah lepas pantai offshore,
sementara pada saat pasang bergerak ke arah kolam pendingin. 2. Kenaikan suhu perairan di sekitar PT. Badak NGL pada level tertentu berdampak
negatif terhadap fitoplankton dan terumbu karang. Kenaikan suhu perairan hingga 37.91
o
C menyebabkan berkurangnya jumlah spesies dan kelimpahan fitoplankton secara signifikan. Sementara suhu rata-rata tahunan sebesar 34.31
o
C dengan suhu maksimum 35.3
o
C dan suhu minimum 33.2
o
C menyebabkan kematian terumbu karang, dan suhu rata-rata tahunan sebesar 32.11
o
C dengan suhu maksimum 33.3
o
C dan suhu minimum 30.3
o
3. Kondisi perairan di sekitar buangan air pendingin PT. Badak NGL menunjukkan adanya zona terdampak baik berdasarkan hasil analisis maupun berdasarkan baku
mutu yang ditetapkan dalam Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 dengan luasan yang berbeda untuk setiap kondisi pasut.
C menyebabkan kerusakan sedang hingga mati.
5.2 Saran
1. Perlu pengembangan model dispersi thermal dengan mengintegrasikan indikator- indikator biota laut dalam model untuk merumuskan kebijakan yang efisien
berhubungan dengan buangan air pendingin cooling water di wilayah pesisir. 2. Metode penelitian ini perlu diterapkan pada daerah dimana terdapat biota laut
yang lebih kompleks di sekitar buangan air pendingin, sehingga konsep pengelolaan wilayah pesisir dengan metode ini dapat dirumuskan secara lebih
komprehensif.
165