Penentuan Kadar Hidrokortison Asetat Dalam Krim Hidrokortison 2,5% Di PT. Kimia Farma (Persero) TBK. Plant Medan

(1)

PENENTUAN KADAR HIDROKORTISON ASETAT DALAM KRIM

HIDROKORTISON 2,5% DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK.

PLANT MEDAN

TUGAS AKHIR

MASLIN KHAIRANI SAMOSIR

122401075

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

PENENTUAN KADAR HIDROKORTISON ASETAT DALAM KRIM

HIDROKORTISON 2,5% PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK.

PLANT MEDAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar Ahli Madya

MASLIN KHAIRANI SAMOSIR

122401075

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Penentuan Kadar Hidrokortison Asetat Dalam Krim Hidrokortison 2,5% Di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

Kategori : Tugas Akhir

Nama : Maslin Khairani Samosir

Nomor Induk Mahasiswa : 122401075

Program studi : Diploma Tiga (D-3) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juli 2015

Program Studi D-3 Kimia FMIPA USU Pembimbing, Ketua,

Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si Dr. Sovia,Lenny M. Si NIP : 195509181987012001 NIP : 197510182000032001

Disetujui Oleh

Departemen KimiaFMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP : 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR HIDROKORTISON ASETAT DALAM KRIM

HIDROKORTISON 2,5%DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK.

PLANT MEDAN

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil karya saya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2015

Maslin khairani samosir 122401075


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karuniaNya tugas akhir ini dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan. Adapun karya ilmiah inni ditulis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program Diploma-3 Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Karya Ilmiah ini dituliskan berdasarkan penelitian penulis selama melaksanakan Praktek Lapangan Kerja(PKL) di PT. Kimia Farma Plant Medan dengan judul “Penentuan Kadar Hidrokortison Asetat Dalam Krim Hidrokortison 2,5% Di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan”.

Karya ilmiah ini ditulis dengan terwujud atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada

1. Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.S selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU. 2. Ibu Dra.Emma Zaidar Nst, M.Si selaku Ketua Program Studi D-3 Kimia FMIPA

USU.

3. Ibu Dr. Sovia M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membantu penulisan tugas akhir ini.

4. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan bantuan moril dan materil serta doa restu demi kesuksesan penulis.

5. Bapak Drs. Beben Budiman, Apt. selaku Plant Manager PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang telah memberikan tempat untuk melaksanakan PKL.

6. Bapak Drs. H. Zulfadli, Apt. selaku Assistant Manager Produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang telah memberikan pengarahan kepada penulis pada saat PKL.

7. Bapak Yogi Sugianto, S.Farm., Apt. selaku Apoteker Penanggung Jawab Quality Control yang telah memberikan pengarahan dan membimbing penulis selama pelaksanaan PKL di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.

8. Bapak Yurista Gilang Ikhtiarsyah, S.Farm., Apt. selaku Apoteker Penanggung Jawab Quality Assurance PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medanyang telah memberikan pengarahan kepada penulis pada saat PKL.

9. Seluruh staff dan karyawan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang telah memberikan dukungan, semangat dan ilmu baru kepada penulis.


(6)

10.Teman-teman seperjuangan D-3 Kimia stambuk 2012 dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut adil dalam membantu penulis sehingga selesainya tugas akhir ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa isi dan cara penulisan tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca untuk tambahan pengetahuan dan kesempurnaan tugas akhir ini. Segala bentuk masukan yang diberikan akan penulis terima dengan senang hati dan penulis ucapkan terima kasih. Harapan penulis, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya.

Medan, Juli 2015

Penulis


(7)

PENENTUAN KADAR HIDROKORTISON ASETAT DALAM KRIM

HIDROKORTISON 2,5% DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK.

PLANT MEDAN

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan kadar Hidrokortison asetat dalam krim Hidrokortison 2,5% di PT. Kimia Farma (persero) TBK. Plant Medan dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT. Dari hasil analisa yang di peroleh kadar Hidrokortison asetat pada sampel I sebesar 105,36% dan sampel II sebesar 105,32%. Hasil penentuan kadar Hidrokortison asetat dalam krim Hidrokortison 2,5% telah sesuai dengan Farmakope Indonesia edisi IV yaitu 90-110%.


(8)

DETERMINATION OF ACID LEVELS IN HIDROKORTISON CREAM HYDROCORTISAONE 2.5 % IN PT . CHEMICAL FARMA ( Persero ) TBK .

PLANT FIELD

ABSTRACT

Has been performed in the determination of hydrocortisone acetate Hydrocortisone cream 2.5% in PT. Kimia Farma ( Persero ) TBK. Plant Medan with High Performance Liquid chromatography method or HPLC. From the analysis obtained Hydrocortisone Acetate levels in the samples I of 105.36 % and 105.32 % of the sample II. Hidrocortisone results in a cream Hydrocortisone Acetate 2.5 % in accordancthe Indonesian Pharmacopoeia edition IV that is 90-110 % .

Keywords : Hydrocortisone , High Performance Liquid Chromatography or HPLC


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Tujuan 3

1.4. Manfaat 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1.Sediaan Topikal 4

2.2. Krim 5

2.3. Obat Kulit 8

2.4. Hidrokortison 14

2.4.1. Pengujian Hidrokortisondengan KCKT 16

BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN 25

3.1.Alat dan Bahan 25

3.1.1. Alat 25

3.1.2. Bahan 26

3.2. Prosedur Kerja 26

3.2.1. Untuk Sampel 26

3.2.2. Untuk Standar 26

3.2.4. Pemakaian Alat KCKT 27

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29

4.1. Data Percobaan 29

4.1.1.Tabel Data Sampel 29

4.2. Perhitungan 30

4.2.1. Penentuan % Kadar 30

4.2.2. Tabel hasil perhitungan kadar Hidrokortison 30

4.3. Pembahasan 31

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 33

5.1.Kesimpulan 33

5.2. Saran 33


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Hidrokortison Asetat 15


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1.1. Data sampel Krim Hidrokortison Asetat 29


(12)

DAFTAR ALAT

Halaman Lampiran 1 . Gambar Digital Saemi Micro Balance 37

Lampiran 2. Gambar HPLC 38

Lampiran 3. Gambar krim Hidrkortisaon 2,5% 39

Lampiran 4. Kromatogram KCKT 40


(13)

PENENTUAN KADAR HIDROKORTISON ASETAT DALAM KRIM

HIDROKORTISON 2,5% DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK.

PLANT MEDAN

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan kadar Hidrokortison asetat dalam krim Hidrokortison 2,5% di PT. Kimia Farma (persero) TBK. Plant Medan dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT. Dari hasil analisa yang di peroleh kadar Hidrokortison asetat pada sampel I sebesar 105,36% dan sampel II sebesar 105,32%. Hasil penentuan kadar Hidrokortison asetat dalam krim Hidrokortison 2,5% telah sesuai dengan Farmakope Indonesia edisi IV yaitu 90-110%.


(14)

DETERMINATION OF ACID LEVELS IN HIDROKORTISON CREAM HYDROCORTISAONE 2.5 % IN PT . CHEMICAL FARMA ( Persero ) TBK .

PLANT FIELD

ABSTRACT

Has been performed in the determination of hydrocortisone acetate Hydrocortisone cream 2.5% in PT. Kimia Farma ( Persero ) TBK. Plant Medan with High Performance Liquid chromatography method or HPLC. From the analysis obtained Hydrocortisone Acetate levels in the samples I of 105.36 % and 105.32 % of the sample II. Hidrocortisone results in a cream Hydrocortisone Acetate 2.5 % in accordancthe Indonesian Pharmacopoeia edition IV that is 90-110 % .

Keywords : Hydrocortisone , High Performance Liquid Chromatography or HPLC


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rasa sakit bukan penyakit tapi tanda atau gejala bahwa kesehatan seseorangterganggu. Pada umumnya, rasa sakit kurang mempunyai arti sebagai tandaperingatan maupun dalam membantu penegakan diagnosis. Dan rasa sakit dapatdikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu rasa sakit di permukaan, rasa sakitdi dalam, dan rasa sakit somatik. Rasa sakit di permukaan dirasakan di bagiankulit atau selaput lendir, dan pada bagian tertentu (Sartono, 1996).

Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang di maksudkan untukdi gunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh manusia (Anief, 1994).

Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit, tetapi masih banyak jugaorang yang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifa t sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai racun. Obat itu akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi, apabila obat salah digunakan dalam pengobatan atau dengan dosis yang berlebih maka akan menimbulkeracunan (Anief,1996).


(16)

Salah satu obat dalam bentuk krim yang digunakan untuk pemakaian luar adalah hidrokortison. Hidrokortison termasuk golongan Kortikosteroid. Krim hidrokortison Asetat adalah Hidrokortison Asetat dalam dasar krim yang sesuai. Mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket ( Farmakope, 1997).

Krim hidrokortison ini sebelum dipasarkan harus dilakukan pengujian serta penetepan kadar untuk menjaga keamanan dan kualitas krim dari awal produksi sampai pada obat jadi sehingga menjamin hasil akhir yang berkhasiat dan menghasilkan efek terapi pada setiap penggunaan. Oleh karena itu, untuk melindungi masyarakat dari penggunaan obat yang tidak memenuhi mutu, keamanan, dan efek terapi yang baik, maka dilaksanakan pengobatan dengan cara mencantumkan ketentuan persediaan farmasi pada UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, yaitu dengan cara diproduksi obat dengan menggunakan cara pembuatan obat yang baik . Orang cenderung menggunakan krim karena penggunaannya yang mudah, cukup hanya mengoleskan pada bagian tubuh yang sakit, mudah merata, dan mudah dibersihkan dengan airsertaharganya lebih murah.

Berdasarkan hal diatas maka penulis tertarik untuk melakukan pembuatan dan uji krim Hidrokortison produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

Dalam hal ini, penulis melakukan uji terhadap krim Hidrokortison dalam sediaan krim yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan dengan dua nomor batch yang berbeda yang diberi kode A, dan B.

Dalam pembuatan dan uji Hidrokortison, KCKT merupakan suatu metode yang cocok karena selain memberi hasil yang akurat, proses pemisahan membutuhkan waktu yang relatif cepat.

1.1. Permasalahan

Permasalahannya adalah apakah kadar hidrokortison asetat dalam krim Hidrokortison 2,5% telah memenuhi syarat sesuai dengan Farmakope Indonesia (FI) Edisi IV yaitu 90 – 110%.


(17)

1.2. Tujuan

- Untuk mengetahui kadar hidrokortison asetat dalam krim hidrokotison 2,5% dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

1.3. Manfaat

- Dapat mengetahui kadar hydrocortison asetat dalam krim hydrocortison 2,5% memenuhi syarat dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi IV.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sediaan Topikal

Sediaan topikal adalah sediaan yang penggunaannya pada kulit dengan tujuan untuk menghasilkan efek lokal, contoh : lotio, salep, dan krim. Lotio merupakan preparat cair yang dimaksudkan untuk pemakaian pada bagian luar kulit. Pada umumnya pembawa dari lotio adalah air. lotio dimaksudkan untuk digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat karena sifat bahan-bahannya. Kecairannya memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada permukaan kulit. Setelah pemakaian, lotio akan segera kering dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan kulit. Fase terdispersi pada lotio cenderung untuk memisahkan diri dari pembawanya bila didiamkan sehingga lotio harus dikocok kuat setiap akan digunakan supaya bahan-bahan yang telah memisah terdispersi kembali (Ansel, 1989).

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok. Salep tidak boleh berbau tengik. Menurut pemikiran modern salep adalah sediaan semipadat untuk pemakaian pada kulit dengan atau tanpa penggosokan. Oleh karena itu salep dapat terdiri dari substansi berminyak atau terdiri dari emulsi lemak atau lilin yang mengandung air dalam proporsi relatif tinggi (Anief, 1999).

Efek obat mempunyai efek atau aksi lebih dari satu, maka itu efek berupa:

1. Efek terapi, ialah efek atau aksi yang merupakan satu – satunya pada letak primer

2. efek samping, ialah efek obat yang tidak diinginkan untuk tujuan efek terapi dan tidak ikut pada kegunaan terapi

3. efek teratogen, ialah efek obat yang pada dosis terpetik untuk ibu mengakibatkan cacat padai janin, misalnya fokomelia (kaki dan tangan bayi seperti kepunyaan anjing laut).


(19)

4. Efek toksis, ialah aksi tambahan dari obat yang lebih berat dibanding efek samping dan merupakan efek yang tidak diinginkan. Tergantung besarnya dosis obat dapat diperoleh efek terapi atau efek toksis.

2.2. Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Krim mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air.

Prinsip pembuatan krim adalah berdasarkan proses penyabunan (safonifikasi) dari suatu asam lemak tinggi dengan suatu basa dan dikerjakan dalam suasana panas yaitu temperatur 700 - 800 (Dirjen POM,1995).

Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan ke bagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut, kerongkongan, dan ke arah lambung. Menurut defenisi tersebut yang termasuk obat luar adalah obat luka,

obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat wasir dan sebagainya ( Anief, 1999).

penggolongnan krim terdiri dari emulsi minyak dalam air.krim digolongkan menjadi dua tipe, yakni:

a. Tipe a/m, yaitu air terdispersi dalam minyak. Contoh nya, cold cream. Cold cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih, berwarna putih, dan bebas butiran. Cold cream mengandung mineral oil dalam jumlah besar.


(20)

b. Tipe m/a,yaitu minyak terdispersi dalam air. Contohnya, vanishing cream. Vanishing cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk membersihkan, melembabkan, dan sebagai alas bedak. Vanishing cream sebagai pelaembab akan meninggalkan lapisan berminyak/ film pada kulit.

a.Keuntungan penggunaan Krim

1) Mudah menyebar rata 2) Praktis

3) Mudah dibesihkan atau dicuci

4) Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat 5) Tidak lengket terutama tipe m/a

6)Memberikan rasa dingin 7)Digunakan sebagai kosmetik

8)Bahan untuk pemakaian topikal, jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun

b.Kerugian penggunaan Krim

Adapun kerugiaan dari penggunaan sediaan krim, antara lain:

1) Susah dalam pembuatannya, karena pembuatan krim hrus dalam keadaan panas 2) Gampang pecah, karena dalam pembuatan, formula tidak pas, serta

3) Mudah kering dan rusak, khususnya tipe a/m, karena terganggunya sistem campuran, terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi, yang diakibatkan oleh penambahan salah satu fase secara berlebihan.

Obat ini akan dibuat dalam bentuk sediaan salep dikarenakan bahan aktif yang digunakan praktis tidak larut dalam air sehingga dibuat dalam sediaan topikal dan menggunakan basis hidrokarbon. Dasar salep hidrokarbon ini dikenal sebagai dasar salep


(21)

berlemak, bebas air. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut/penutup. Dasar salep ini digunakan sebagai emolien dan sifatnya sukar dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama. Pemilihan dasar salep tergantung pada factor-faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan. Dalam hal-hal tertentu perlu menggunakan dasar salep yang kuranng ideal untuk medapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya : obat-obat yang mudah terhidrolisis lebih stabil dalam dasar hidrokarbon daripada yang mengandung air meskipun obat tersebut lebih efektif dalam dasar yang mengandung air. Kortikosteroid topikal dipakai untuk mengobati radang kulit yang bukan disebabkan oleh infeksi, khususnya penyakit eksim, dermatitis kontak, gigitan serangga dan eksim skabies bersama-sama dengan obat skabies. Kortikosteroid menekan berbagai komponen reaksi pada saat digunakan saja; kortikosteroid sama sekali tidak menyembuhkan, dan bila pengobatan dihentikan kondisi semula mungkin muncul kembali. Obat-obat ini diindikasikan untuk menghilangkan (Widodo,2013)


(22)

Beberapa hal yang harus memenuhi beberapa persyaratan krim sebagai berikut : a. Stabil

b. Lunak

c. Mudah dipakai

d. Dasar krim yang cocok

e. Terdistribusi merata (Widodo,2013). Fungsi krim adalah:

a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit b. Sebagai bahan pelumas bagi kulit

c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kotak langsung dengan zat – zat berbahaya (Anief,1999).

2.3 Obat Kulit

Obat kulit yang umum digunakan mengandung obat-obat golongan antibiotika, kortikosteroid, antiseptik lokal, antifungi dan lain-lain. Obat topikal kulit dapat berupa salep, krim, pasta dan obat cair. Pemilihan bentuk obat kulit topikal dipengaruhi jenis kerusakan kulit, daya kerja yng dikehendaki, kondisi penderita, dan daerah kulit yang diobati. Obat kulit topikal mengandung obat yang bekerja secara lokal. Tapi pada beberapa keadaan, dapat juga bekerja pada lapisan kulit yang lebih dalam, misalnya pada pengobatan penyakit kulit kronik dengan obat kulit topikal yang mengandung kortikosteroid.

Kortikosteroid mencegah reaksi alergi, mengurangi peradangan, dan menghambat pembelahan sel epidermis. Kortikosteriod secara topikal dapat mengganggu pertahanan kulit alami terhadap infeksi sehingga dikombinasikan dengan obat antibiotika. Obat kulit


(23)

digunakan untuk mengatasi gangguan fungsi dan struktur kulit. Gangguan fungsi struktur kulit dapat dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu :

1. Kerusakan Kulit Akut : kerusakan yang masih baru dengan tanda bengkak, berdarah, melepuh, dan gatal.

2. Kerusakan Kulit Sub Akut : gangguan fungsi dan struktur kulit, yang telah terjadi antara 7-30 hari, dengan tanda-tanda antara lain bengkak yang makin parah dan sudah mempengaruhi daerah sekelilingnya.

3. Kerusakan Kulit Kronik : kerusakan yang telah lama terjadi dan hilang serta timbul kembali, dari beberapa bulan sampai bertahun-tahun. Biasanya kulit menjadi tebal, keras dan retak-retak (Sartono, 1996).

Obat dibagi menurut tingkat keamannya menjadi beberapa kelompok. Kelompok -kelompok ini selanjutnya menentukan mudah sukarnya obat didapatkan dipasaran. Obat relatif aman (relatif kurang beracun) akan lebih mudah didapat daripada obat yang kurang aman (relatif lebih beracun). Makin kurang aman atau makin berbahaya suatu obat, makin ketat obat itu diawasi peredarannya dan pemakaianya oleh pemerintah. Sehingga untuk mendapat obat-obat tersebut harus dengan resep dokter dan hanya dibeli di apotek.

Ada empat kelompok obat berdasarkan keamanannya: 1. Kelompok obat bebas

Sesuai dengan namanya, obat-obat dalam golongan tersebut diatas dapat dijualbelikan dengan bebas, tanpa resep dokter dan dapat dibeli di apotek, toko obat maupun warung-warung kecil.


(24)

membahayakan jiwa, dalam arti kata yang agak luas, bila makan jumlah 10 -20 biji sekaligus pun belum tentu sampai mati saat itu juga.

2. Kelompok obat bebas terbatas

Pada zaman Belanda, kelompok ini juga disebut obat daftar W(W= Waarschuing= peringatan). Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini dapat dijualbelikan secara bebas dengan syarat hanya dalam jumlah yang telah ditentukan dan disertai dengan tanda peringatan.Yang termasuk dalam kelompok ini tablet antimo, merkurokrom, Vitamin E (maksimal 120 mg), kreosol dan lain-lain.

3. Kelompok obat keras

Di dalam kefarmasian dan di zaman Belanda dahulu obat-obat yang termasuk dalam golongan ini terkenal dengan obat-obat golongan daftar G (gevaarlijk=berbahaya) atau daftar obat keras. Obat-obat golongan ini sangat berbahaya, mempunyai kerja sampingan yang sangat besar dan untuk mendapatkannya diperlukan resep dokter yang hanya dapat dibeli di apotek. Pada pemakaian yang tidak hati-hati dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan dan dapat mengakibatkan maut, misalnya menimbulkan gangguan pada metabolism, gangguan pada saluran kencing, mengakibatkan penyakit kurangnya pembentukkan bentuk darah tertentu (agranulocytosis) dan lain-lainnya.

Lebih dari 100 bahan obat termasuk dalam golongan ini, meliputi antibiotika, obat-obat yang tercantum dalam daftar obat-obat bebas terbatas, bila jumlahnya melebihi dari apa yang ditentukan oleh daftar itu, obat-obat yang berpengaruh pada susunan saraf seperti obat penenang, obat-obat yang digunakan dengan cara penyuntikan dan masih banyak lagi yang lainnya.

4. Kelompok narkotika

Obat ini seperti halnya dengan obat daftar G, hanya dapat diperoleh di apotek dengan resep dokter. Dalam dunia kefarmasian terkenal dengan obat golongan O (O=opium).


(25)

Berbeda dengan obat keras, peredaran obat narkotika ini sangat ketat dan diawasi oleh badan pengawasan obat. Di apotek, keluar masuknya obat-obat narkotika ini dicatat dan dilaporkan kepada badan pengawasan obat. Obat-obat narkotika ini mempunyai akibat buruk, tidak hanya pada badan pemakaiannya, tetapi juga terhadap masyarakat sekelilingnya. Hal ini disebabkan karena mengakibatkan kecanduan, ketergantungan pada obat tersebut dan dapat merusakkan kepribadian pemakaiannya. Jadi masalah narkotik ini bukan hanya merupakan masalah medis tetapi juga merupakan masalah sosial. Contoh obat narkotika : morfina, kokaina, petidina, dan sebagainya.

Sebuah peraturan lain untuk melindungi pemakaian obat adalah keharusan disertakannya brosur pada setiap obat yang dijual, baik itu obat keras, obat bebas terbatas maupun obat bebas. Di dalam brosur itu tercantum hal-hal yang perlu diketahui sebelum pemakai obat meminumnya, seperti dosis, aturan pakai, waktu pemakaian, indikasi (penyakit yang dapat diobati obat tersebut), kontra indikasi (keadaan-keadaan pemakai di mana tidak diizinkan memakai obat tersebut), kerja sampingan yang mungkin timbul dan sebagainya. Sayangnya, masyarakat kita masih sering mengabaikan brosur tersebut dan tidak membacanya lebih dahulu sebelum memakai/meminum obat tersebut, bahkan sering dibuang begitu saja. Ini sebetulnya suatu hal yang patut disayangkan. (Widjajanti,1988).

Beberapa pengaruh buruk dari obat yang perlu dipahami oleh masyarakat umum ialah:

1. Pengaruh samping obat (efek samping obat)

Selain khasiat obat yang berguna menyembuhkan penyakit, obat memiliki juga pengaruh negative yang selalu timbul bersama dalam pemakaian obat. Misalnya obat penawar nyeri Asetosal sering menimbulkan akibat sampingan pendarahan lambung yang dapat membahayakan kesehatan pemakaiannya. Demikian pula Fenasetina yang dulu banyak


(26)

digunakan untuk bahan obat flu, ternyata dapat menyebabkan kerusakan ginjal, sehingga sekarang telah diamankan dari peredaran bebas.

2. Keracunan obat

Keracunan obat adalah gejala-gejala yang ditimbulkan oleh obat bila dipakai dalam dosis yang terlalu tinggi atau dalam waktu yang terlalu lama atau juga bila minum yang salah misalnya obat antidiabetes bekerja menurunkan kadar glukosa darah pada penyakit kencing manis, akan mengakibatkan kadar glukosa darah menjadi sangat rendah dan menyebabkan pemakaiannya lemas atau pingsan.

3. Alergi obat

Alergi obat adalah reaksi timbul terhadap suatu obat karena kepekaan seseorang terhadap obat tersebut misalnya alergi Penisilina pada orang tertentu menyebabkan gatal-gatal, pada orang lain dapat menyebabkan shock yang membahayakan jiwanya.

4. Pengaruh negatif bila dua macam obat atau lebih dipakai secara bersama

Dua macam obat bila dipakai bersama dapat merugikan, misalnya obat yang satu dapat mengurangi khasiat obat yang lain atau malah karena reaksi kimia antara obat-obat itu menyebabkan terbentuk zat lain yang tidak berkhasiat atau malah mungkin beracun. Untuk itu beberapa petunjuk umum yang patut dicatat ialah : (Widjajanti,1988).

a. Obat penurun tekanan darah tinggi Reserpina sebaiknya jangan minum bersama dengan :  Obat jantung Digoxin

 Obat yang mengandung parasetamol (Contracol, Decolgen)  Obat antialergi (Avil,Allerson, Phenergan)

b. Antibiotik Tetrasiklina (Dumacyclin, Tetraplex) Jangan diminum bersamaan dengan :

 Tonicum yang banyak mengandung zat besi


(27)

c. Obat antihamil (Microgynon, Lyndiol) jangan diminum bersama dengan:  Obat penyakit rematik (Kalrhenma, Pehazon, Stoppain, Tomanol)  Obat yang mengandung Barbiturat (Bellergal, Bellaphe Cosadon)  Obat antialergi / antihistamin ( AVIL,CTM,Antistine)

Salah satu obat produksi dari PT. Kimia Farma (Persero)Tbk Plant Medan yang digunakan melalui kulit adalah krim hidrokortison. Hidrokortison merupakan suatu senyawa turunan dari kortikosteroid. Hidrokortison dalam bentuk krim biasanya dikombinasikan dengan suatu asam, misalnya bila dikombinasikan dengan suatu asam asetat maka nama dari sediaan tersebut adalah hidrokortison asetat. Hidrokortison asetat ( digolongkanke dalam obat antiinflamantori analgesik yaitu obat untuk penyakit yang ditandai dengan adanya rasa nyeri, bengkak, kekakuan, dan gangguan alat fungsi penggerak (Anief,1996).

Untuk mengatasi gangguan fungsi dan struktur kulit, digunakan obat topikal yang mengandung obat-obat seperti golongan antibiotika, kortikosteroid, antiseptik lokal, antifungi, dan lain-lain. Bentuk obat topikal dapat berupa salep, krim, lotio, dan pasta. Pemilihan bentuk obat topikal dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, parahnya kerusakan kulit, daya kerja obat yang dikehendaki, kondisi penderita, dan daerah kulit yang diobati. Biasanya obat topikal mengandung obat yang dimaksudkan untuk bekerja pada lapisan kulit yang lebih dalam dari permukaan kulit, misalnya pada opengobatan penyakit kulit kronik dengan obat topikal yang mengandung kortikosteroid ( Sartono, 1996)

2.4 Hidrokortison

Hidrokortison adalah golongan kortikosteroid yang mempunyai dayakerja antialergi dan antiradang. Kortikosteroid bekerja dengan cara mencegah reaksi alergi, mengurangi peradangan, dan menghambat sel epidermis. Krim Hidrokortison dapat mengurangi radang,


(28)

rasa gatal, dan rasa sakit pada kulit.indikasi krim ini ,menekan reaksi radang pada kulit yang bukan diseba kulit 2-3 kali sehari ( Anief, 1996 ).

Gambar 2.1. Struktur Hidrokortison Asetat Rumus molekul : C21H30O5

Berat molekul : 362,47 Nama lain : Cortisol

Pemerian : Serbuk hablur/kristalin,Putih, Tidak berbau dan rasa pahit

Kelarutan : Sangat Sukar larut dalam air, dalam eter, agak sukar larut dalam aseton dan dalam etanol, sukar larut dalam kloroform. (Dirjen POM,1995)

Hidrokortison topikal (salep atau krim) digunakan sebagai anti radang dan antipruritis. Efek samping : Hidrokortison memiliki efek anti radang yang kuat,serta meningkatkan tekanan darah dan kadar gula darah. Hidrokortison bekerja sebagai antagonis fisiologis untuk insulin dengan meningkatkan glikogenolisis (penguraian glikogen), lipolisis (penguraian lipid),dan proteinolisis (penguraian protein), menurunkan pembentukan glikogen di hati, meningkatkan mobilisasi, asam amino dan badan keton ekstrahepatik. Ini akan meningkatkan kadar glukosa di dalam darah. Oleh karena itu, pemberian hidrokortison yang berlebihan dapat menyebabkan hiperglikemia.

Hidrokortison meningkatkan tekanan darah dengan jalan meningkatkan kepekaan pembuluh darah terhadap epinefrin dan norepinefrin.Pemberian hidrokortison topikal menyebabkan vasokonstriks.Hidrokortison menekan sistem imun dengan jalan menghambat proliferasi sel T. Hidrokortison menurunkan pembentukan tulang,oleh sebab itu pemakaian


(29)

jangka panjang dapat menyebabkan osteoporosis. Hidrokortison dapat diserap dengan baik pada pemberian per oral. Hidrokortison juga dapat diserap melalui kulit. Tingkat absorpsi melalui kulit dipengaruhi oleh berbagai faktor,antara lain jenis zat pembawa, integritas sawar epidermal, dan penggunaan pembalut. Pembalut umumnya akan meningkatkan absorpsi.

Kortikosteroid topikal dapat diserap melalui kulit utuh normal.Adanya radang atau penyakit lain di kulit dapat meningkatkan absorpsi melalui kulit. Pada pemberian per rektal,hidrokortison diserap hanya sebagian, sekitar 30-50%. Setelah diserap, hidrokortison yang diberikan secara topikal akan mengalami nasib sama seperti hidrokortison per oral atau per parenteral.

Di dalam darah, sebagian besar(lebih kurang 95%) hidrokortison terikat pada protein.Hanya hidrokortison dalam bentuk bebas yang dapat berikatan dengan reseptor dan menimbulkan efek. Senyawa-senyawa kortikosteroid terutama dimetabolisme di hati, merupakan substrat dari enzim. Ekskresi terutama melalui ginjal, namun sebagian kortikosteroid yang diberikan secara topikal dan metabolitnya juga diekskresikan ke dalam empedu.

2.4.1. Pengujian Krim Hidrokortison 2,5% Dengan KCKT

sPengujian hidrokortison dapat dilakukan dengan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Perpormance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan suatu tekhnis analisis obat yang paling cepat berkembang. Cara ini ideal untuk analisis beragam obat dalam sediaan dan cairan biologi karena sederhana dan kepekaannya tinggi. KCKT biasanya dilakukan pada suhu kamar, jadi senyawa yang tidak tahan panas dapat ditangani dengan mudah. Peralatan KCKT memiliki kepekaan yamg sangat tinggi sehingga menghasilkan data yang lebih akurat dan


(30)

Kemajuan dalam tekhnologi kolom , sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sensitif telah menyebabkan perubahan pada KCKT menjadi suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi.

KCKT digunakan untuk senyawa-senyawa tak atsiri, berbobot molekul tinggi, anorganik, tidak tahan panas dan lain sebagainya. Kepekaan dari peralatan KCKT sangat tinggi sehingga menghasilkan data yang lebih akurat dan membutuhkan waktu yang tidak lama. Cepatnya perkembangan KCKT didukung oleh perkembangan peralatan yang handal dan kolom yang efisien (Munson, 1991).

KCKT pada sat ini merupakan metode kromatografi cair paling akhir. Dalam beberapa tahun terakhir ini tekhnologi KCKT dan pemakaiannya sangat berkembang, walaupun membutuhkan biaya yang relatif tidak sedikit tapi saat ini merupakan suatu tekhnik yang banyak digunakan pada perusahaan obat. Diantaranya adalah PT. Kimia Farma (persero) Tbk. Plant Medan.

KCKT merupakan salah satu metode yang mempunyai banyak keuntungan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Cepat ; untuk analisis yang tidak rumit, dapat dicapai waktu analisis kurang dari 5 menit.

2. Daya pisahnya baik ; kemampuan linarut berinteraksi dengan fase diam dan fase gerak memberikan parameter pencapaian pemisahan yang dikehendaki.

3. Peka / detector unik ; detector yang dipakai adalah uv 254 nm yang dapat mendeteksi berbagai jenis senyawa dalam jumlah nanogram.

4. Kolom dapat dipakai kembali tetapi mutunya turun. Laju penurunan mutunya bergantung pada jenis cuplikan yang disuntikkan, kemurnian pelarut,dan jenis pelarut yang dipaki. 5. Ideal untuk molekul besar dan ion.


(31)

6. Mudah memperoleh kembali cuplikan ; karena detector tidak merusak cuplikan. Pelarut dapat dihilangkan dengan penguapan (Johnson, 1991).

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Peformanse Liquid Chromatography) di kembangkan pada akhir tahun 1960an. Saat ini, KCKT merupakan tekhnik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis bahan obat, baik dalam bulk atau dalam sediaan farmasetik serta obat dalam cairan biologis (Rohman, 2009).

Pada dasarnya alat KCKT terdiri dari :

1. Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak merupakan wadah untuk menampung fase gerak yang digunakan selama proses pemisahan dengan KCKT. Wadah ini harus bersih dan lembab (inert) atau tidak bereaksi dengan komponen fasegerak, dapat digunakan wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanyagas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor, sehingga akan mengacaukan analisis. Pada saat membuat pelarut untuk fase gerak, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan pelarut, bufer, dan reagen dengan kemurnian yang sangat tinggi dan lebih terpilih lagi jika pelarut – pelarut yang akan digunakan untuk analisis dengan KCKT berderajat KCKT (HPLC grade). Adanya partikel yang kecil dapat terkumpul dalam kolom atau dalam tabung yang sempit, sehingga dapat mengakibatkan suatu kekosonganpada kolom atau tabung tersebut (Ibnu,2012).


(32)

2. Fase Gerak

Fase gerak atu eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Untuk KCKT fase normal (fase diam KCKT lebih plar dari pada fase gerak), kemampuan elusi meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk KCKT fase terbalik (fase diam kurang polar dibanding fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningktnya polaritas pelarut.

Fase gerak harus berinteraksi dengan fase diam yang sesuai untuk memisahkan campuran senyawa obat secepat dan seefisien mungkin. Pemilihan fase gerak didasarkan pada kriteria berikut: a) viskositas b) Transparansi terhadap UV c)Indeks bias d) Titik didih e) Kemurnian f) Lembab g) Toksitas h) Harga

3. Pompa pada KCKT

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus Inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam. Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantar fase gerak adalah menjamin prosespenghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusible, konstan dan bebas dari gangguan

( Ibnu, 2012).

Pompa harus tahan terhadap semua jenis pelarut, dapat mencapai tekanan sampai 6000 pada saat ini , harus bebas denyut, dan dapat menghantarkan aliran terukur 0,01 – 1,0 atau 0,1 - 20 ml/ menit. Selain itu, pompa harus mempunyai batas volume minimum sehingga memungkinkan pergantian pelarut dengan cepat dan elusi landaian secara efisien. Laju aliran biasanya dikendalikan dengan tombol pada pompa normal atau dengan mikroprosesor pada pompa niaga yang lebih canggih (Gritter,1991).


(33)

4. Pipa

Pipa merupakan penyambung dari seluruh bagian sistem. Garis tengah dalam pipa sebelum penyuntik tidak berpengaruh, hanya saja harus lembam, tahan tekanan dan mampu dilewati pelarut dengan volume yang memadai ( Munson, 1991

5. Penyuntik / Sistem penyuntik Cuplikan

Teknik penyuntikan harus dilakukan dengan cepat untuk mencapai ketelitian maksimum pada analisis kuantitatif, yang terpenting adalah sistem harus dapat mengatasi tekanan balik yang tinggi tanpa kehilangan terokan ( fase gerak ). Pada saat pengisian terokan, terokan dialirkan melewati keluk dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuang. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk kolom ( Munson, 1991 ).

6. Kolom

Kolom merupakan jantung kromatograf, kebersihan atau kegagalan analisis tergantung pada

pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Dianjurkan untuk mamasang penyaring 2 μm

dijalur antar penyuntik dan kolom, untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak atau terokan, hal ini dapat memperpanjang umur kolom ( Munson, 1991 ).

Kolom dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu : a. Kolom analitik :

Garis tengah dalam 2-6mm. untuk kemasan makropartikel panjang kolom 50- 100 cm, untuk kemasan mikropartikel biasanya panjang kolomnya 10-30 cm.

b. Kolom preparatif :

garis tengah 6 mm atau lebih panjang 25-100 cm (Johnson,1991).

Pemilihan kolom yang dipakai untuk cuplikan yang sifatnya tidak dikenal berdasarkan pada sifat kimia umum linarut, sifat kelarutan dan ukurannya. Kolom dapat dikemas sendiri


(34)

tanggapan detektor lebih lambat dari elusi sampel timbullah pelebaran pita yang memperburuk pemisahan. Pemilihan detektor KCKT tergantung pada sifat sampel, fase gerak dan kepekaan yang tinggi dicapai ( Gritter, 1991 ).

7. Detektor

Detektor harus memberikan cuplikan , tanggapan yang dapat diramalkan , peka, hasil yang efisien dan tidak terpengarung oleh perubahan suhu atau komposisi fase gerak. Detektor yang dipakai pada KCKT biasanya adalah UV 254 nm. Bila tanggapan detektor lebih lambat dari elusi sampel timbullah pelebaran pita yang memperburuk pemisahan. Pemilihan detektor KCKT tergantung pada sifat sampel, fase gerak dan kepekaan yang tinggi dicapai (Munson, 1991).

8. Penguat Sinyal

Pada umumnya sinyal yang berasal dari detektor diperkuat terlebih dahulu sebelum disampaikan pada alat perekam otomatik yang sesuai, biasanya berupa suatu perekam potensiometrik. Dapat pula sinyal dikirimkan kepada suatu integrator digital elektronik untuk mengukur luas puncak kromatogram secara otomatik ( Munson, 1991 ).

9. Perekam

Perekam merupakan salah satu dari bagian peralatan yang berfungsi merekam atau menunjukkan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa peak (puncak).Dari daftar tersebut, secara kualitatif kita dapat mengetahui senyawa apa yang diperiksa (Munson,1991).

Dalam pemisahan suatu senyawa secara KCKT biasanya digunakan suatu pelarut landaian yaitu pelarut yang dapat diubah-ubah kepolarannya sesuai dengan kebutuhan.


(35)

Pada kromatografi cair, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah satu peubah yang mempengaruhi pemisahan. Berbagai macam pelarut dapat digunakan dalam metode KCKT tetapi harus memenuhi beberapa kriteria berikut ini :

1. Murni tanpa cemaran

2. Tidak bereaksi dengan kemasan

3. Sesuai dengan detektor

4. Dapat melarutkan cuplikan

5. Mempunyai viskositas rendah

6. Mudah memperoleh kembali cuplikan

7. Harganya wajar (Johnson,1991). Prinsip dari metode KCKT adalah :

Bila sampel telah dimasukkan dengan suatu penyuntik KCKT, maka akan dibawa melalui kolom bersama suatu fase gerak akibat adanya tekanan dari pompa. Data yang dihasilkan ditunjukkan berupa puncak oleh suatu perekam.

Yang penting pada KCKT adalah penggunaan adsorben dengan partikel

(≤ 50µm) dan kolom yang kecil diameternya, yang di dalamnya mengalir pengelusi dengan tekanan tinggi (10-400 bar) dengan laju aliran tetap. Dengan cara ini didapat penyingkatan proses pemisahan yang besar dan akibatnya adalah terjadinya pemisahan yang lebih baik. Umumnya yang digunakan adalah detektor yang mengukur serapan ultraviolet. Senyawa yang dipisahkan akan keluar sebagai puncak dan waktu retensi yang sesuai (volume retensi) merupakan karakteristik senyawa dan luas di bawah kurva merupakan ukuran konsentrasi. (Watimena,1990)


(36)

Cara kerja KCKT

Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat – zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut – solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut – solut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair secara sukses terhadap suatu masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom,dan ukuran sampel. untuk tujuan memilih kombinasi kondisi kromatogfariyang terbaik, maka dibutuhkan pemahaman yang mendasar tentang berbagai macam faktor yang mempengaruhi pemisahan pada kromatografi cair (Rohman,2009)


(37)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

a. Peralatan HPLC

b. Beaker Gelas 50 ml dan 30 ml c. Botol Aquades

d. Botol aquabides e. Neraca analitik f. Batang Pengaduk g. Pot Plastik h. Suntik

i. Labu Takar 50ml dan 25ml j. Botol Aluvial

k. Gelas Ukur 50ml l. Fillter Phenomenex m. Ultrasonik Bath Digital n. Pipet volume 5ml o. Ph-metter

p. Mat Pipet q. Tissue


(38)

3.1.2 Bahan a. Aquades b. Metanol

c. Krim hidrokortison d. Asam Asetat Glasial e. Asetonitril

3.2. Prosedur Kerja

3.2.1. Untuk sampel

a. Krim Hidrokortison (Sampel I dan Sampel II) ditimbang sebanyak 1 gram

dan masukkan kedalam beaker glass 50 ml kemudian dilarutkan dengan 25 ml pelarut Metanol : AAG

b. Selanjutnya sampel tersebut dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml dan diultrasonik selama 15 menit sampai suhu kamar

c. Pelarut ditambahkan sampai garis batas kemudian dihomogenkan

d. sampel yang sudah homogen dipipet sebanyk 5 ml dengan menggunakan pipet volum e. Dan dimasukkan ke dalam labu takar 25ml kemudian ditambahkan pelarut sampai

garis batas kemudian dimasukkan ke dalam botol vial

f. Saring sampel dengan filter 0,45 µm kemudian sampel di analisa dengan menggunakan KCKT

3.2.2. Untuk standar (baku pembanding kerja )

a. 25mg Hydrocortison Asetat BPFI dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml kemudian tambahkan pelarut 25 ml setelah itu ultrsonik selama 15 menit

b. Selanjutnya diamkan hingga mencapai suhu kamar dan tambahkan pelarut hingga garis batas


(39)

c. kemudian Pipet sebanyak 5ml dan masukkan kedalam labu ukur 25 ml

d. Tambahkan pelarut sampai tanda batas kemudian homogenkan dan Saring dengan filter 0,45µ m, kemudian analisa sampel dengan menggunakan alat KCKT

3.2.3 Pemakaian Alat KCKT a. Persiapan Analisa

1. Hidupkan Power Detektor 2489, Manual Injector dan pompa 1525 2. Hidupkan komputer

3. Double klik menu Breeze 2

4. Pada Windows Explorer Login dimasukkan :

- User Name : Breeze (atau nama user lain jika sudah dibuat) - Klik : OK atau Enter

5. Pilih Project yang akan kita gunakan. Klik OK 6. Maka dilayar akan terlihat tampilan project

7. Buka Reverence Velve pada pump 1525 ke arah kanan, kemudian lakukan Purging dengan mengklik Control Panel pada menu Run Sample, kemudian diset flowrate flow 5 ml/min pada pump A dan pump B lalu ditekan Enter. Dlakukan purging selama ± 2 -4 menit. Setelah selesai tekan stop ump. Kembalikan posisi Reverenc Valve seperti semula.

8. Set flow rate dan komposisi fasa gerak sesuai kebutuhan analisa (langkah ini digunakan untuk conditioning column). Klik OK

b. Persiapan Inject

1. Klik Sample Queeu pada menu Run Sample. Diisi parameter-parameter ke dalam kolom 2. Isi kolom sebagai berikut :


(40)

-Method set/report method dengan method set yang telah dibuat, missal : Paraben Meth Set

-Run Time dengan waktu analisa yang diperlukan

3. Buatss beberapa baris ke bawah untuk inject standard dan sampel sesuai kebutuhan analisa. Disimpan sampel set yang telah dibuat, dengan klik file klik Sample Set Method As isi nama sample set (misal : Paraben Spl Set), kemudian diklik Save

4. Hitamkan standar/sampel yang akan diinjeksikan 5. Klik untuk mulai inject

6. Pilih inject only selected lines untuk inject satu persatu dan pilih inject All row untuk inject semua standar atau sampel

7. Tunggu sampai pada monitor tertulis Waiting For Injection maka sampel/standar siap diinjectkan


(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. DATA PERCOBAAN

Tabel 4.1. Data sampel Krim Hidrokortison Asetat

NO Sampel

Asp Abp Bbp

(mg)

Bsp

(mg)

Kbp (%)

Sampel I 2837856 2712802 25,02 1000,63 100,735%

Sampel II 2837373 2713717 25,02 1000,65 100,735%

4.2 Perhitungan

Kadar =

Dimana :

Asp : Luas area sampel

Abp : Luas area Baku pembanding

Bbp : Bobot baku pembanding (mg) Bsp : Bobot sample (mg)


(42)

4.2.1 Penentuan % kadar Hidrokortison

kadarsampel I

=

100,735%

= 1,0460977 40

= 0,01046

= 105,36%

Kadar Sampel II =

×

100,735%

= 1,045567

= 0,010456

= 105,32%

Tabel 4.1.2. Hasil perhitungan Kadar Hidrokortison Asetat

NO Sampel

Asp Abp Kadar % Standar

mutu (%)

Sampel I 2837856 2712802 105,36% 90-110%


(43)

4.3. Pembahasan

Dari hasil data yang diperoleh kadar sampel I sebesar 105,36% dan kadar sampel II sebesar 105,32%. Dari sampel I dan sampel II menghasilkan kadar yang sama. Ini berarti menunjukkan bahwa kadar Krim Hidrokortison asetat tersebut memenuhi syarat sesuai dengan Farmakope Indonesia (FI) edisi IV Tahun 1995 yaitu 90,0% - 110,0% dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dimana sampel dimasukkan dengan suatu penyuntik KCKT . Pada analisa ini fase diam yang dipakai adalah silika gel dan fase gerak yang dipakai adalah Asetonitril : Aquades . Dari analisa yang diperoleh bawah sampel I dan sampel II kadar yang diperoleh hasilnya sama disebabkan karena, dimana sampel yang I dan sampel ke II ketika penimbangan dengan menggunakan neraca analitik bobot yang ditimbang sama . Dan menurut ketentuan Farmakope Indonesia, kadar yang diperoleh dari kedua sampel masih memenuhi standar yang telah ditentukan yaitu 90 – 110%. Dimana apabila kadar sampel dibawah dari 90% tidak sesuai dengan ketentuan standar yang ditentukan akan mengakibatkan tidak adanya efek ketika dipakai. Dan apabila kadar melebihi dari 110% , obat tersebut akan mengakibatkan toksik atau bersifat racun bagi kulit. Dari sampel yang telah dianalisa bahwa krim Hidrokortison merupakan senyawa kortikosteroid dan termasuk obat steroid sintesis yang dominan yang mengatur berbagai aspek metabolisme dan fungsi kekebalan tubuh. Steroid adalah kelompok lipid yang berasal dari senyawa jenuh . Pada Krim kortison (cortisone cream) adalah salep kortikosteroid topikal yang digunakan sebagai anti-inflamasi untuk perawatan berbagai gangguan kulit. Manfaat Krim Kortison Obat ini merupakan kortikosteroid ringan dan digunakan untuk mengobati berbagai kondisi kulit. Kortikosteroid dosisi tinggi pada krim ini dapat menyebabkan efek samping yang umum terjadi pada kulit adalah rasa menyengat, terbakar, iritasi, kekeringan, atau kemerahan pada kulit. Dan kandungan dari krim Hidrokortison 2,5%


(44)

air tidak lebih dari 0,25 , dan vaslin putih. Obat krim Hidrokortison asetat 2,5 % dibuat dalam bentuk sediaan krim dikarenakan bahan aktif yang digunakan praktis tidak larut dalam air sehingga dibuat dalam sediaan topikal. Dasar krim ini dikenal sebagai dasar krim berlemak, bebas air.


(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penentuan sediaan krim hidrokortison 2,5% diperoleh Kadar Hidrokortison asetat untuk sampel I dan sampel II adalah 105,36% dan 105,32%. Dari hasil analisa yang diperoleh kadar Hidrokortison asetat telah memenuhi standar Farmakope Indonesia edisi IV yaitu 90 – 110%.

5.2. Saran

Diharapkan untuk penentuan kadar dari krim hidrokortison, menggunakan metode yang berbeda selain metode Kromatografi Cair KCKT. Misalkan dengan menggunakan metode spektofotometri visible.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 1994.Farmasetika.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Anief, M. 1996.Penggolongan Obat. Cetakan ke- 5.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Anief, M. 1997.Formulasi Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit. Yogyakarta :Gadjah Mada University Press.

Ansel, H. 1989.Pengantar Untuk Sediaan Farmasi.Edisi ke – 4. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Connors, K. A.dkk. 1992.Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi.Jilid 1.Semarang : IKIP Semarang Press.

Dirjen, POM.1995.Farmakope Indonesia. Edisi ke -4.Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Farmkope. 1995. Hak Cipta Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan. edisi IV.

Jakarta : Departemen KesehatanRI.

Gritter, R..1991. Pengantar Kromatografi. Bandung : Penerbit ITB.

Gandjar, I .2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Digi Art.

Johnson, E. L. dan Stevenson, R.. 1991. Dasar Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Bandung : Penerbit ITB.

Lachman, 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi ke – 3.Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Munson, J. W. 1991. Analis Farmasi Metode Modren.Surabaya :Parwa B Airlangga University Press.

Rohman, A. 2009. Kromatografi Untuk Analisi Obat.Yogyakarta : Graha Ilmu.

Sartono. 1996. Apa Yang Sebaiknya Anda Ketahui Tentang Obat Wajib Apotek. Edisi ke – 2. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Widodo, H. 2013. Ilmu Meracik Obat Untuk Apoteker. Yogjakarta :D-Medika (Anggota IKAPI), Banguntapan.


(47)

(48)

(49)

(50)

(51)

(1)

Anief, M. 1994.Farmasetika.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Anief, M. 1996.Penggolongan Obat. Cetakan ke- 5.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Anief, M. 1997.Formulasi Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit. Yogyakarta :Gadjah Mada University Press.

Ansel, H. 1989.Pengantar Untuk Sediaan Farmasi.Edisi ke – 4. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Connors, K. A.dkk. 1992.Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi.Jilid 1.Semarang : IKIP Semarang Press.

Dirjen, POM.1995.Farmakope Indonesia. Edisi ke -4.Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Farmkope. 1995. Hak Cipta Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan. edisi IV.

Jakarta : Departemen KesehatanRI.

Gritter, R..1991. Pengantar Kromatografi. Bandung : Penerbit ITB.

Gandjar, I .2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Digi Art.

Johnson, E. L. dan Stevenson, R.. 1991. Dasar Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Bandung : Penerbit ITB.

Lachman, 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi ke – 3.Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Munson, J. W. 1991. Analis Farmasi Metode Modren.Surabaya :Parwa B Airlangga University Press.

Rohman, A. 2009. Kromatografi Untuk Analisi Obat.Yogyakarta : Graha Ilmu.

Sartono. 1996. Apa Yang Sebaiknya Anda Ketahui Tentang Obat Wajib Apotek. Edisi ke – 2. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Widodo, H. 2013. Ilmu Meracik Obat Untuk Apoteker. Yogjakarta :D-Medika (Anggota IKAPI), Banguntapan.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)