Penetapan Kadar Bahan Baku Hidrokortison Asetat PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Secara HPLC (High Performance Liquid Chromatography)

(1)

PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU HIDROKORTISON

ASETAT PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk.

PLANT

MEDAN SECARA HPLC

(High Performance Liquid Chromatography)

TUGAS AKHIR

OLEH:

ANGGI NULVI SIREGAR NIM 122410096

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan pengetahuan, kekuatan, kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir ini berjudul “Penetapan Kadar Bahan Baku Hidrokortison Asetat PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Secara HPLC (High Performance Liquid Chromatography)”. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya. Untuk itu penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada berbagai pihak antara lain:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., sebagai Wakil Dekan 1 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Anayanti Arianto, M.Si, Apt., sebagai Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.

4. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai Kordinator Program Diploma III Analis Farmasi dan makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.


(4)

5. Bapak Yogi Sugianto, M.Si., Apt. sebagai pembimbing lapangan yang telah membimbing dan memberikan saran serta petunjuk selama pelaksanaan PKL di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Medan.

6. Bapak Drs. Surjanto, M.Si., Apt., sebagai Dosen Penasehat Akademis yang telah memberikan nasehat dan pengarahan kepada penulis dalam hal akademis setiap semester.

7. Sahabat–sahabat seperjuangan dari awal perkuliahan sampai akhir perkuliahan yaitu, Vanesia Atelya Octory Manurung, Try Iga Septiawandari, Hilvina Anugrahwati, Sherina Elvira Naustion yang telah saling membantu dalam semasa kuliah dan praktek kerja lapangan.

8. Serta pihak–pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum namanya.

Dengan segala ketulusan hati penulis ingin menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yaitu ayahanda Syahbudin Siregar dan ibunda Nurhayati Nasution serta juga untuk seluruh keluarga besar.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir ini masih terdapat kekurangan, serta dalam penulisan maupun penyajian dalam tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima serta sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Medan, Maret 2015 Penulis,


(5)

PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU HIDROKORTISON

ASETAT PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk.

PLANT

MEDAN SECARA HPLC

(High Performance Liquid Chromatography)

ABSTRAK

Hidrokortison asetat adalah suatu senyawa antiradang dari golongan kortikosteroid yang sangat efektif pada penyakit kulit yang disebabkan oleh alergi. Pemeriksaan terhadap bahan baku hidrokortison asetat harus dilakukan sebelum diformulasi menjadi obat berbentuk sediaan krim. Mutu obat salah satunya ditentukan oleh kadar bahan baku yang harus memenuhi persyaratan.

Sampel bahan baku hidrokortison asetat dipilih sebanyak 5 sampel dengan nomor batch yang sama dan disatukan bahan baku tersebut untuk diuji. Pengambilan sampel dengan metode acak dan berat masing-masing sampel yang diambil ± 25 gram. Metode yang digunakan dalam penetapan kadar bahan baku hidrokortison asetat adalah metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Metode ini menggunakan pelarut metanol : asam asetat glasial (1000:1) yang diukur pada panjang gelombang maksimum 254 nm.

Dari hasil pengukuran didapatkan kadar bahan baku hidrokortison asetat adalah 100,96; 100,98% dan kadar rata-rata hidrokortison asetat adalah 100,97%.

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, rentang kadar hidrokortison asetat dalam bahan baku adalah tidak kurang dari 97,00% dan tidak lebih dari 102,00%. Dengan demikian, bahan baku hidrokortison asetat yang telah ditetapkan kadarnya tersebut telah memenuhi persyaratan kadar.

Kata kunci: bahan baku, hidrokortison asetat, HPLC (High Performance Liquid Chromatography).


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Dan Manfaat ... 2

1.2.1 Tujuan... 2

1.2.2 Manfaat... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Uraian Umum Hidrokortison Asetat ... 3

2.2 Bahan Baku ... 4

2.3 Obat Kulit... 5

2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 7

BAB III METODE PERCOBAAN ... 15

3.1 Tempat Pelaksanaan Penetapan Kadar ... 15

3.2 Alat-Alat ... 15

3.3 Bahan-Bahan ... 15


(7)

3.5Pembuatan Pereaksi ... 16

3.5.1 Pembuatan Pelarut Metanol : Asam Asetat Glasial (1000:1) ... 16

3.5.2 Pembuatan Fase Gerak Asetonotril : Aquabidest (6:4) ... 16

3.6 PEMBUATAN LARUTAN ... 16

3.6.1 Larutan Standar ... 16

3.6.2 Larutan Sampel ... 16

3.7 PENETAPAN KADAR ... 17

3.7.1 Larutan Standar ... 17

3.7.2 Larutan Sampel ... 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

4.1 Hasil ... 19

4.2 Pembahasan... 19

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 21

5.1 Kesimpulan ... 21

5.2 Saran ... 21

DAFTAR PUSTAKA ... 22


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Data Hasil Standar ... 19 Tabel 4.2 Data Hasil Sampel ... 19


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Perhitungan Kadar Bahan Baku Hidrokortison Asetat .... 23 Lampiran 2. Hasil Kadar Bahan Baku Hidrokortison Asetat... 26 Lampiran 3. Gambar Alat-alat Yang Digunakan ... 27


(10)

PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU HIDROKORTISON

ASETAT PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk.

PLANT

MEDAN SECARA HPLC

(High Performance Liquid Chromatography)

ABSTRAK

Hidrokortison asetat adalah suatu senyawa antiradang dari golongan kortikosteroid yang sangat efektif pada penyakit kulit yang disebabkan oleh alergi. Pemeriksaan terhadap bahan baku hidrokortison asetat harus dilakukan sebelum diformulasi menjadi obat berbentuk sediaan krim. Mutu obat salah satunya ditentukan oleh kadar bahan baku yang harus memenuhi persyaratan.

Sampel bahan baku hidrokortison asetat dipilih sebanyak 5 sampel dengan nomor batch yang sama dan disatukan bahan baku tersebut untuk diuji. Pengambilan sampel dengan metode acak dan berat masing-masing sampel yang diambil ± 25 gram. Metode yang digunakan dalam penetapan kadar bahan baku hidrokortison asetat adalah metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Metode ini menggunakan pelarut metanol : asam asetat glasial (1000:1) yang diukur pada panjang gelombang maksimum 254 nm.

Dari hasil pengukuran didapatkan kadar bahan baku hidrokortison asetat adalah 100,96; 100,98% dan kadar rata-rata hidrokortison asetat adalah 100,97%.

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, rentang kadar hidrokortison asetat dalam bahan baku adalah tidak kurang dari 97,00% dan tidak lebih dari 102,00%. Dengan demikian, bahan baku hidrokortison asetat yang telah ditetapkan kadarnya tersebut telah memenuhi persyaratan kadar.

Kata kunci: bahan baku, hidrokortison asetat, HPLC (High Performance Liquid Chromatography).


(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Pada pembuatan suatu obat, mutu obat merupakan hal terpenting yang harus diperhatikan, sesuai dengan persyaratan mutu yang tertera pada Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Mutu harus didasarkan pada pengalaman nyata konsumen pada suatu produk dan akan berpengaruh secara langsung terhadap keamanan, keefektifan dan derajat diterimanya suatu produk obat (Siregar, 2010).

Mutu obat salah satunya ditentukan oleh bahan baku yang harus memenuhi persyaratan. Pada tahap awal harus terlebih dahulu memeriksa bahan baku secara kualitatif dan kuantitatif apakah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan untuk menjamin mutu suatu obat. Obat harus sesuai dengan prioritas kebutuhan kesehatan serta memenuhi standar mutu, keamanan dan khasiat obat yang dapat diterima. Oleh karena itu, terhadap bahan baku hidrokortison asetat harus dilakukan pemeriksaan sebelum diformulasi menjadi bentuk sediaan krim (Siregar, 2010).

Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan salah satu metode yang mempunyai banyak keuntungan, diantaranya adalah sebagai berikut: cepat, daya pisahnya yang baik, ideal untuk molekul besar dan ion, kolom dapat digunakan kembali, pelarut dapat dihilangkan dengan penguapan (Johnson dan Stevenson, 1991).

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penetapan kadar bahan baku hidrokortison asetat dilakukan dengan metode kromatografi kinerja cair tinggi (KKCT). Berdasarkan hal ini, penulis tertarik untuk mengambil judul tugas akhir


(12)

“Penetapan Kadar Bahan Baku Hidrokortison Asetat Secara HPLC (High Performance Liquid Chromatography)” di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan”.

1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Untuk menentukan kadar bahan baku hidrokortison asetat PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Secara HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dan membandingkan persyaratan kadar bahan baku hidrokortison asetat yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi IV.

1.2.2 Manfaat

Mengetahui kadar bahan baku Hidrokortison Asetat PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Secara HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Menambah pengetahuan dan keterampilan khususnya tentang teknik HPLC (High Performance Liquid Chromatography).


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Umum Hidrokortison Asetat

Rumus Bangun:

Rumus Struktur : C23H32O6

Nama Kimia : Kortisol 21-asetat [50-03-3] Berat Molekul : 404,50

Pemerian : Serbuk hablur, putih hingga praktis putih, tidak berbau. Melebur pada suhu lebih kurang 200o disertai peruraian. Kelarutan : Tidak larut dalam air; sukar larut dalam etanol dan dalam

kloroform.

Identifikasi : A. Spektrum serapan inframerah

Zat yang telah dikeringkan dan didipersikan dalam minyak mineral pekat, menunjukkan maksimum hanya pada panjang gelombang yang sama seperti pada Hidrokortison Asetat BPFI.

B. Spekterum serapan ultraviolet

Larutan (1 dalam 10.000) dalam metanol pekat menunjukkan maksimum dan minimum pada panjang gelombang yang sama seperti pada hidrokortison asetat


(14)

BPFI, daya serap masing-masaing dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan, pada panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 242 nm, berbeda tidak lebih dari 2,5%.

Susut Pengeringan : Tidak lebih dari 1,0% dilakukan pengeringan dalam hampa udara pada suhu 60o selama 3 jam.

Syarat Kadar : Hidrokortison asetat mengandung tidak kurang dari 97,00% dan tidak lebih dari 102,00% C23H32O6 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).

2.2 Bahan Baku

Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat (zat aktif) maupun tidak berkhasiat (zat nonaktif/eksipien), yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat dalam produk ruahan (Siregar, 2010).

Bahan (zat) aktif adalah setiap bahan atau campuran bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan apabila digunakan dalam pembuatan obat menjadi zat aktif obat tersebut. Bahan yang ditujukan untuk menciptakan khasiat farmakologi atau efek langsung lain dalam diagnosis, penyembuhan, peredaan, pengobatan atau pencegahan penyakit, atau untuk mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh (Siregar, 2010).

Semua bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan farmakope atau buku resmi lain yang disetujui oleh regulator atau oleh industri farmasi yang bersangkutan. Bahan-bahan yang dibeli harus sesuai dengan spesifikasi hasil uji


(15)

praformulasi agar diperoleh mutu obat memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, stabilitas dan ketersediaan hayati (Siregar, 2010).

Spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup dimana diperlukan: 1. Deskripsi bahan termasuk:

a. Nama yang ditentukan dan kode produk internal. b. Rujukan monografi farmakope bila ada.

c. Pemasok yang disetujui dan, bila mungkin produsen bahan. d. Standar mikrobiologis, bila ada.

2. Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan. 3. Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan. 4. Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan.

5. Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali (Ditjen POM, 2006).

2.3 Obat Kulit

Definisi obat ialah suatu zat yang digunakan untuk diagnosa pengobatan, melunakkan, menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia atau pada hewan. Meskipun obat dapat menyembuhkan tapi banyak kejadian yang mengakibatkan seseorang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan juga dapat bersifat sebagai racun (Anief, 2007).

Obat itu akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan sautu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi bila digunakan salah


(16)

dalam pengobatan atau dengan kelebihan dosis akan menimbulkan keracunan. Bila dosisnya lebih kecil, maka tidak diperoleh efek penyembuhan (Anief, 2007).

Penggunaan obat pada kulit dimaksudkan untuk memeperoleh efek pada atau di dalam kulit. Bentuk obat untuk topikal dapat berupa padat, cair dan semipadat. Bentuk obat semi padat pada penggunaan topikal, yaitu: salep adalah sediaan setengah padat untuk dipakai pada kulit. Krim adalah sediaan setengah padat yang mengandung banyak air. Pasta adalah suatu salep yang mengandung serbuk yang banyak (Anief, 2007).

Obat kulit yang umum digunakan mengandung obat-obat golongan antibiotika, kortikosteroid, antiseptik lokal, antifungi dan lain-lain. Obat topikal kulit dapat berupa salep, krim, pasta dan obat cair. Pemilihan bentuk obat kulit topikal dipengaruhi jenis kerusakan kulit, daya kerja yang dikehendaki, kondisi penderita, dan daerah kulit yang diobati (Sartono, 1996).

Obat kulit topikal mengandung obat yang bekerja secara lokal. Tapi pada beberapa keadaan, dapat juga bekerja pada lapisan kulit yang lebih dalam, misalnya pada pengobatan penyakit kulit kronik dengan obat kulit topikal yang mengandung kortikosteroid. Kortikosteroid mencegah reaksi alergi, mengurangi peradangan, dan menghambat pembelahan sel epidermis. Kortikosteriod secara topikal dapat mengganggu pertahanan kulit alami terhadap infeksi sehingga dikombinasikan dengan obat antibiotika (Sartono, 1996).

Obat kulit digunakan untuk mengatasi gangguan fungsi dan struktur kulit. Gangguan fungsi struktur kulit dapat dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu :

1. Kerusakan Kulit Akut : kerusakan yang masih baru dengan tanda bengkak, berdarah, melepuh, dan gatal.


(17)

2. Kerusakan Kulit Sub Akut : gangguan fungsi dan struktur kulit, yang telah terjadi antara 7-30 hari, dengan tanda-tanda antara lain bengkak yang makin parah dan sudah mempengaruhi daerah sekelilingnya.

3. Kerusakan Kulit Kronik : kerusakan yang telah lama terjadi dan hilang serta timbul kembali, dari beberapa bulan sampai bertahun-tahun. Biasanya kulit menjadi tebal, keras dan retak-retak (Sartono, 1996).

Hidrokortison asetat (C23H32O6) digolongkan ke dalam obat antiinflamantori analgesik yaitu obat untuk penyakit yang ditandai dengan adanya rasa nyeri, bengkak, kekakuan, dan gangguan alat fungsi penggerak. (Anief,1996).

Untuk mengatasi gangguan fungsi dan struktur kulit, digunakan obat topikal yang mengandung obat-obat seperti golongan antibiotika, kortikosteroid, antiseptik lokal, antifungi, dan lain-lain. Bentuk obat topikal dapat berupa salep, krim, lotio, dan pasta. Pemilihan bentuk obat topikal dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, parahnya kerusakan kulit, daya kerja obat yang dikehendaki, kondisi penderita, dan daerah kulit yang diobati. Biasanya obat topikal mengandung obat yang dimaksudkan untuk bekerja pada lapisan kulit yang lebih dalam dari permukaan kulit, misalnya pada opengobatan penyakit kulit kronik dengan obat topikal yang mengandung kortikosteroid (Sartono, 1996).

2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCCT)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Perpormance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan suatu teknis analisis obat yang paling cepat berkembang. Cara ini ideal untuk analisis beragam obat dalam sediaan dan cairan biologi karena sederhana dan kepekaannya tinggi. KCKT biasanya dilakukan pada


(18)

suhu kamar, jadi senyawa yang tidak tahan panas dapat ditangani dengan mudah. Peralatan KCKT memiliki kepekaan yamg sangat tinggi sehingga menghasilkan data yang lebih akurat dan membutuhkan waktu yang tidak lama (Munson, 1991).

Kemajuan dalam tekhnologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sensitif telah menyebabkan perubahan pada KCKT menjadi suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi (Munson, 1991).

Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Perfomance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an. KCKT paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping proses sintesis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi; memonitor sampel-sampel yang berasal dari lingkungan; memurnikan senyawa dalam suatu campuran; memisahkan polimer dan menentukan distribusi berat molekulnya dalam suatu campuran; kontrol kualitas; dan mengikuti jalannya reaksi sintetis (Gandjar, 2007).

Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Gandjar, 2007).


(19)

KCKT digunakan untuk senyawa-senyawa tak atsiri, berbobot molekul tinggi, anorganik, tidak tahan panas dan lain sebagainya. Kepekaan dari peralatan KCKT sangat tinggi sehingga menghasilkan data yang lebih akurat dan membutuhkan waktu yang tidak lama. Cepatnya perkembangan KCKT didukung oleh perkembangan peralatan yang handal dan kolom yang efisien (Munson, 1991).

KCKT pada sat ini merupakan metode kromatografi cair paling akhir. Dalam beberapa tahun terakhir ini teknologi KCKT dan pemakaiannya sangat berkembang, walaupun membutuhkan biaya yang relatif tidak sedikit tapi saat ini merupakan suatu tekhnik yang banyak digunakan pada perusahaan obat (Munson, 1991).

KCKT merupakan salah satu metode yang mempunyai banyak keuntungan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Cepat. Untuk analisis yang tidak rumit, dapat dicapai waktu analisis kurang dari 5 menit.

2. Daya pisahnya baik. Kemampuan linarut berinteraksi dengan fase diam dan fase gerak memberikan parameter pencapaian pemisahan yang dikehendaki.

3. Peka / detector unik. Detector yang dipakai adalah uv 254 nm yang dapat mendeteksi berbagai jenis senyawa dalam jumlah nanogram.

4. Kolom dapat dipakai kembali tetapi mutunya turun. Laju penurunan mutunya bergantung pada jenis cuplikan yang disuntikkan, kemurnian pelarut,dan jenis pelarut yang dipaki.


(20)

6. Mudah memperoleh kembali cuplikan karena detector tidak merusak cuplikan. Pelarut dapat dihilangkan dengan penguapan (Johnson dan Stevenson, 1991)

Pada dasarnya instrumen KCKT terdiri dari : 1. Sistem Pompa

Pompa harus tahan terhadap semua jenis pelarut, dapat mencapai tekanan sampai 6000 pada saat ini, harus bebas denyut, dan dapat menghantarkan aliran terukur 0,01 – 1,0 atau 0,1 - 20 ml/ menit. Selain itu, pompa harus mempunyai batas volume minimum sehingga memungkinkan pergantian pelarut dengan cepat dan elusi landaian secara efisien. Laju aliran biasanya dikendalikan dengan tombol pada pompa normal atau dengan mikroprosesor pada pompa niaga yang lebih canggih (Gritter, dkk., 1991).

2. Tandon pelarut

Bahan tandon harus lembam terhadap fase gerak berair dan tidak berair. Sehingga baja anti karat dan gelas menjadi pilihan. Baja anti karat jangan dipakai pada pelarut yang mengandung ion halida dan jika tandon harus bertekanan, hindari penggunaan gelas. Daya tampung tandon harus lebih dari 500 ml digunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir 1 – 2 ml/menit (Munson, 1991).

3. Pipa

Pipa merupakan penyambung dari seluruh bagian sistem. Garis tengah dalam pipa sebelum penyuntik tidak berpengaruh, hanya saja harus lembam, tahan tekanan dan mampu dilewati pelarut dengan volume yang memadai (Munson, 1991).


(21)

4. Penyuntik / Sistem Penyuntik Cuplikan

Teknik penyuntikan harus dilakukan dengan cepat untuk mencapai ketelitian maksimum pada analisis kuantitatif, yang terpenting adalah sistem harus dapat mengatasi tekanan balik yang tinggi tanpa kehilangan terokan (fase gerak). Pada saat pengisian terokan, terokan dialirkan melewati keluk dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuang. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk kolom (Munson, 1991). 5. Fase Diam

Fase diam dapat berupa permukaan zat padat yang berfungsi sebagai medium yang menjerap, atau permukaan zat cair yang terdapat pada sejenis zat padat. Banyak sistem fase diam baru telah dikembangkan untuk KCKT, dan pemakaian bahan tersebut sangat meningkatkan keefisienan dan kemampuan metode itu. Sebagian besar bahan itu didasarkan pada silika (Gritter, dkk., 1991).

Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH). Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang maupun tinggi (Gandjar dan Rohman, 2009).

Sekarang ini, gel silika ODS atau fase-fase sejenis seperti gel silika oktil digunakan untuk >80% analisis farmasi namun fase-fase lain hanya digunakan jika diperlukan selektivitas khusus, misalnya untuk senyawa


(22)

-senyawa yang sangat mudah larut dalam air atau untuk pemisahan bioanalisis yang menjadi penting karena matriks sampel tersebut menghasilkan banyak puncak yang mengganggu (Watson, 2005).

6. Fase Gerak

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel (Gandjar dan Rohman, 2009).

Pada KCKT, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah satu hal penting yang mempengaruhi proses pemisahan. Berbagai macam pelarut dipakai dalam semua jenis KCKT, tetapi ada beberapa syarat fase gerak yang digunakan dalam KCKT. Menurut kriteria fase gerak yang ideal adalah sebagai berikut:

1. Murni, tanpa cemaran;

2. Tidak bereaksi dengan kemasan; 3. Sesuai dengan detektor;

4. Dapat melarutkan cuplikan; 5. Mempunyai viskositas rendah;

6. Memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika diperlukan;

7. Harganya wajar (Jhonson dan Stevenson, 1991).

Pada umumnya, pelarut dibuang setelah digunakan karena tata kerja pemurniannya memakan waktu dan mahal. Dari semua kriteria di atas, 4


(23)

kroteria pertama merupakan yang paling penting (Jhonson dan Stevenson (1991).

7. Kolom

Kolom merupakan jantung kromatograf, kebersihan atau kegagalan analisis tergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Dianjurkan

untuk mamasang penyaring 2 μm dijalur antar penyuntik dan kolom, untuk

menahan partikel yang dibawa fase gerak atau terokan, hal ini dapat memperpanjang umur kolom (Munson, 1991).

Kolom dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :

a. Kolom analitik : garis tengah dalam 2-6mm. untuk kemasan makropartikel panjang kolom 50 -100 cm, untuk kemasan mikropartikel biasanya panjang kolomnya 10-30 cm.

b. Kolom preparatif : garis tengah 6 mm atau lebih panjang 25-100 cm (Johnson dan Stevenson, 1991).

Pemilihan kolom yang dipakai untuk cuplikan yang sifatnya tidak dikenal berdasarkan pada sifat kimia umum linarut, sifat kelarutan dan ukurannya. Kolom dapat dikemas sendiri atau membeli kolom yang sudah dikemas. KCKT biasanya adalah UV 254 nm. Bila tanggapan detektor lebih lambat dari elusi sampel timbullah pelebaran pita yang memperburuk pemisahan. Pemilihan detektor KCKT tergantung pada sifat sampel, fase gerak dan kepekaan yang tinggi dicapai (Gritter, dkk., 1991).

8. Detektor

Detektor harus memberikan cuplikan, tanggapan yang dapat diramalkan, peka, hasil yang efisien dan tidak terpengarung oleh perubahan suhu atau


(24)

komposisi fase gerak. Detektor yang dipakai pada KCKT biasanya adalah UV 254 nm. Bila tanggapan detektor lebih lambat dari elusi sampel timbullah pelebaran pita yang memperburuk pemisahan. pemilihan detektor KCKT tergantung pada sifat sampel, fase gerak dan kepekaan yang tinggi dicapai (Munson, 1991).

9. Penguat Sinyal

Pada umumnya sinyal yang berasal dari detektor diperkuat terlebih dahulu sebelum disampaikan pada alat perekam otomatik yang sesuai, biasanya berupa suatu perekam potensiometrik. Dapat pula sinyal dikirimkan kepada suatu integrator digital elektronik untuk mengukur luas puncak kromatogram secara otomatik (Munson, 1991).

10. Perekam

Perekam merupakan salah satu dari bagian peralatan yang berfungsi merekam atau menunjukkan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa peak (puncak). Dari daftar tersebut, secara kualitatif kita dapat mengetahui senyawa apa yang diperiksa (Munson, 1991).

Dalam pemisahan suatu senyawa secara KCKT biasanya digunakan suatu pelarut landaian yaitu pelarut yang dapat diubah-ubah kepolarannya sesuai dengan kebutuhan. Ada beberapa keuntungan jika digunakan pelarut landaian, diantaranya :

a. Waktu analisis keseluruhan dapat berkurang

b. Daya pisah keseluruhan persatuan waktu campuran ditingkatkan c. Bentuk puncak diperbaiki (pembentukan ekor lebih kecil)

d. Kepekaan efek ditingkatkan karena bentuk puncak kurang beragam (Johnson dan Stevenson,1991).


(25)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Tempat Pelaksanaan Penetapan Kadar

Penetapan kadar bahan baku Hirokortison Asetat ini dilakukan di laboratorium PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yamg beralamat di Jalan Tanjung Morawa Km. 9 No. 59 Medan.

3.2 Alat-Alat

Alat–alat yang digunakan adalah alat–alat gelas Merk PYREX IWAKI, timbangan analitik digital Merk SARTORIUS-AG Type MSE225P-100-DU,

Ultrasonic digital Merk ELMA Type D-78224 dan seperangkat alat HPLC (High Performance Liquid Chromatoraphy) Merk WATERS DETECTOR 2489, PUMP 1525.

3.3 Bahan-Bahan

Bahan–bahan yang digunakan adalah asetonitril, asam asetat glasial, akuabides, bahan baku hidrokortison asetat, hidorkortison asetat Baku Pembanding Farmakope Indonesia (BPFI), metanol.

3.4 Pengambilan Sampel Uji

Sampel bahan baku hidrokortison asetat diambil dari 5 sampel dengan 1 nomor batch yang sama. Maka dengan prosedur tetap perusahaan yang ada dalam pengambilan sempel, dari 5 sampel dijadikan satu untuk ditetapkan kadarnya.


(26)

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode acak dan berat masing–masing sampel yang diambil 25 mg.

3.5Pembuatan Pereaksi

3.5.1 Pembuatan Pelarut Metanol : Asam Asetat Glasial (1000:1)

Diambil 1 ml asam asetat glasial dimasukkan kedalam beaker glass. Ditambahkan metanol sebanyak 1000 ml, kemudian di aduk menggunakan pengaduk sampai homogen.

3.5.2 Pembuatan Fase Gerak Asetonotril : Aquabidest (6:4)

Diambil 600 ml asetonitril dimasukkan kedalam beaker glass. Ditambahkan dengan aquabidest sebanyak 400 ml, kemudian di aduk menggunakan pengaduk sampai homogen.

3.6 Pembuatan Larutan 3.6.1 Larutan Standar

Ditimbang seksama 25 mg Hidrokortison Asetat BPFI, masukkan kedalam labu tentukur 50 ml. Ditambahkan pelarut metanol : asam asetat glasial (1000:1) sampai 50 ml (garis tanda batas), lalu dilarutkan dengan menggunakan alat

Ultrasonic digital selama 15 menit. Dipipet 5 ml menggunakan pipet volume, ditambahkan 10 ml pelarut pelarut metanol : asam asetat glasial (1000:1), masukkan kedalam labu tentukur 25 ml. Disaring, dimasukkan ke dalam vial. Larutan siap dianalisa di alat HPLC (High Performance Liquid Chromatography).


(27)

3.6.2 Larutan Sampel

Ditimbang seksama 25 mg Hidrokortison Asetat sampel sebanyak 2 kali, masukkan kedalam labu tentukur 50 ml. Ditambahkan pelarut metanol : asam asetat glasial (1000:1) sampai 50 ml (garis tanda batas), lalu dilarutkan dengan menggunakan alat Ultrasonic digital selama 15 menit. Dipipet 5 ml menggunakan pipet volume, ditambahkan 10 ml pelarut pelarut metanol : asam asetat glasial (1000:1), masukkan kedalam labu tentukur 25 ml. Disaring, dimasukkan kedalam vial. Larutan siap dianalisa di alat HPLC (High Performance Liquid Chromatography).

3.7 Penetapan Kadar 3.7.1 Larutan Standar

Tahapan kerja penetapan kadar yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Hidupkan seperangkat alat HPLC (High Performance Liquid

Chromatography) waters detector 2489, pump 1525.

2. Klik program HPLC (High Performance Liquid Chromatography) yang terdapat dikomputer dan diatur:

Fase Gerak : asetonitril : aquabidest (60:40) Fase Diam : Bondapack C18 (3,9 × 300 mm) Panjang Gelombang : 254 nm

Volume Injeksi : 10 µl

Waktu Alir : 1,0 ml/menit

3. Diinjeksikan larutan standar hidrokortison asetat BPFI menggunakan spuit 1 ml sebanyak 1 ml, dilakukan sebanyak 6 kali pengulangan.


(28)

4. Dilihat hasilnya di monitor berupa kromatogram dan kadar.

3.7.2 Larutan Sampel

Tahapan kerja penetapan kadar yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Hidupkan seperangkat alat HPLC (High Performance Liquid Chromatography) waters detector 2489, pump 1525.

2. Klik program HPLC (High Performance Liquid Chromatography) yang terdapat dikomputer dan diatur:

Fase Gerak : asetonitril : aquabidest (60:40) Fase Diam : Bondapack C18 (3,9 × 300 mm) Panjang Gelombang : 254 nm

Volume Injeksi : 10 µl

Waktu Alir : 1,0 ml/menit

3. Diinjeksikan larutan hidrokortison asetat sampel menggunakan spuit 1 ml sebanyak 1 ml, dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan (duplo).

4. Dilihat hasilnya di monitor berupa kromatogram dan kadar.

Perhitungan penetapan kadar bahan baku secara HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

AUC sp

AUC st × St BPFI %

Keterangan:

AUC sp : Luas Area Sampel AUC st : Luas Area Standar


(29)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Pada penetapan kadar bahan baku hidrokortison asetat secara HPLC (High Performance Liquid Chromatography) didapatkan hasil kadar sebesar 100,97%, dimana kadar tersebut memenuhi syarat Farmakope Indonesia Edisi IV. Kadar standar bahan baku hidrokortison asetat BPFI sebesar 100,735%. Syarat bahan baku hidrokortison asetat mengandung hidrokortison asetat tidak kurang dari 97,00% dan tidak lebih dari 102,00%.

Tabel 4.1 Data Hasil Standar

No. Nama Sampel Vial Kadar Hidrokortison Asetat (%)

1. Std. Hidrokortison 1 1 100,735 2. Std. Hidrokortison 2 2 100,735 3. Std. Hidrokortison 3 3 100,735 4. Std. Hidrokortison 4 4 100,735 5. Std. Hidrokortison 5 5 100,735 6. Std. Hidrokortison 6 6 100,735

Mean 100,735

Std. Dev. 0,000

%RSD 0,0

Tabel 4.2 Data Hasil Sampel

No. Nama Sampel Vial Kadar Hidrokortison Asetat (%)

1. BB Hidrokortison 1 1 100,96 2. BB Hidrokortison 2 2 100,98

Mean 100,97

Std. Dev. 0,013

%RSD 0,0

4.2 Pembahasan

Semua bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan farmakope atau buku resmi lain yang disetujui oleh regulator atau oleh industri farmasi yang


(30)

bersangkutan. Bahan-bahan yang dibeli harus sesuai dengan spesifikasi hasil uji praformulasi agar diperoleh mutu obat memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, stabilitas dan ketersediaan hayati (Siregar, 2010).

Prinsip dari metode KCKT adalah bila sampel telah dimasukkan dengan suatu penyuntik KCKT, maka akan dibawa melalui kolom bersama suatu fase gerak akibat adanya tekanan dari pompa. Data yang dihasilkan ditunjukkan berupa puncak oleh suatu perekam (Munson, 1991).

Sistem kromatografi dijalankan dengan cara sebagai berikut. Fase gerak didorong melalui kolom dengan tekanan yang dikehendaki dengan laju sesuai dengan yang diinginkan. Setelah sistem mencapai kesetimbangan, cuplikan yang dilarutkan di dalam pelarut yang cocok disuntikkan ke dalam sistem, biasanya melalui katup. Linarut terbawa ke dalam kolom, dipisahkan, dan keluar dalam efluen melalui detektor (Gritter, dkk., 1991).

Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindar partikel-partikel kecil. Selain itu, adanya gas dalam fase gerak juga harus dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran larutan buffer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril (Rohman, 2009).

Kadar bahan baku yang di produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan adalah sebesar 100,97%. Kadar tersebut memenuhi syarat, dimana syarat bahan baku hidrokortison asetat mengandung hidrokortison asetat tidak kurang dari 97,00% dan tidak lebih dari 102,00% (Ditjen POM, 1995).


(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kadar bahan baku Hidrokortison Asetat PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan adalah 100,97%, kadar tersebut memenuhi persyaratan yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi IV. Kadar Hidrokortison Asetat menurut Farmakope Indonesia Edisi IV tidak kurang dari 97,00% dan tidak lebih dari 102,00%.

5.2 Saran

Diharapkan kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan agar tetap menjaga mutu hasil baham bakunya.


(32)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1996). Penggolongan Obat. Cetakan Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press: Hal. 21.

Anief, M. (1997). Formulasi Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit. Yogjakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 3, 18, 83 – 85.

Anief, M. (2007). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Yogjakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 3.

Ditjen POM. (2006). Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 77, 237.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 436, 437, 438.

Gandjar, G.I., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 468.

Gritter, R. J., J. M. Bobbit, and A. E. Schwarting. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 4, 10, 12, 14-15, 197.

Johnson, E. L., dan Stevenson, R. (1991). Dasar Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Penerbit ITB, Bandung. Hal. 1 – 10.

Lachman, L., dkk, (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi Ketiga. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 1666 – 1667.

Lieberman, H., A. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Jakarta: Penerbit UI-Press. Hal. 1100.

Munson, J. W. (1991). Analis Farmasi Metode Modren. Parwa B. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 14, 15, 26, 27, 32.

Rohman, A. (2009). Kromatografi untuk Analisis Obat. Yogjakarta: Graha Ilmu. Hal. 111-113.

Sartono. (1996). Apa Yang Sebaiknya Anda Ketahui Tentang Obat Wajib Apotek.

Edisi Kedua. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Hal 88–89.

Siregar, C., J., P. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-dasar Praktis.


(33)

Lampiran 1

Perhitungan Kadar Bahan Baku Hidrokortison Asetat

Kadar bahan baku hidrokortison asetat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

AUC sp

AUC st × St BPFI %

Keterangan:

AUC sp : Luas Area Sampel AUC st : Luas Area Standar

St BPFI % : Standar Baku Pembanding Primer a. Data Luas Area Standar

No. Nama Sampel Vial Kadar Hidrokortison Asetat (%) 1. Std. Hidrokortison 1 1 2847166

2. Std. Hidrokortison 2 2 2844028 3. Std. Hidrokortison 3 3 2844584 4. Std. Hidrokortison 4 4 2841776 5. Std. Hidrokortison 5 5 2839199 6. Std. Hidrokortison 6 6 2850800

Mean 2844592

Std. Dev. 4062

%RSD 0,1

b. Data Luas Area Sampel

No. Nama Sampel Vial Kadar Hidrokortison Asetat (%) 1. BB Hidrokortison 1 1 2851211

2. BB Hidrokortison 2 2 2851722

Mean 2851467

Std. Dev. 361

%RSD 0,0

Kadar Bahan Baku Hidrokortison Asetat BB 1 (a) = AUC sp

AUC st × St BPFI %

= 2851211

2844592 × 100,735 %


(34)

Kadar Bahan Baku Hidrokortison Asetat BB 1 (b) = AUC sp

AUC st × St BPFI %

= 2851722

2844592 × 100,735 %

= 100,98%

Kadar rata−rata =100,96% + 100,98%

2 = 100,97%

Kadar bahan baku hidrokortison asetat adalah sebesar 100,97% c. Standar Deviasi Larutan Standar Hidrokortison Asetat BPFI

No. � (� − �) (� − �)²

1. 2847166 2574 6625476

2. 2844028 -564 318096

3. 2844584 -8 64

4. 2841776 -2816 7929856

5. 2839199 -5393 29084449

6. 2850800 6208 38539264

17067551 1 82947205

Rata-rata 2844592 0,167 13824534

SD = �Ʃ (� − �)²

n−1

SD = �82497205

6−1

SD = �82497205

5

SD = √164499441

SD = 4061,95 SD = 4062

% RSD (Relative Standard Deviation)

% RSD = SD

� × 100%

% RSD = 4062


(35)

% RSD = 0,1%

d. Standar Deviasi Larutan Standar Hidrokortison Asetat

No. � (� − �) (� − �)²

1. 2851211 -256 65536

2. 2851722 255 65025

5702933 -1 130561

Rata-rata 2851467 -0,5 65180,5

SD = �Ʃ (� − �)²

n−1

SD = �130361

2−1

SD = �130361

1

SD = √130561

SD = 361

% RSD (Relative Standard Deviation)

% RSD = SD

� × 100%

% RSD = 361

2851467× 100%


(36)

Lampiran 2


(37)

(38)

Lampiran 3

Gambar alat-alat yang digunakan:

a. Alat HPLC (High Performance Liquid Chromatography) Merk WATERS DETECTOR 2489, PUMP 1525.

b. Timbangan Analitik Digital (Digital Analitycal Balance) Merk SARTORIUS-AG Tipe MSE225P-100-DU

c. Ultrasonic Digital


(1)

Lampiran 1

Perhitungan Kadar Bahan Baku Hidrokortison Asetat

Kadar bahan baku hidrokortison asetat dihitung dengan rumus sebagai berikut: AUC sp

AUC st × St BPFI % Keterangan:

AUC sp : Luas Area Sampel AUC st : Luas Area Standar

St BPFI % : Standar Baku Pembanding Primer a. Data Luas Area Standar

No. Nama Sampel Vial Kadar Hidrokortison Asetat (%) 1. Std. Hidrokortison 1 1 2847166

2. Std. Hidrokortison 2 2 2844028 3. Std. Hidrokortison 3 3 2844584 4. Std. Hidrokortison 4 4 2841776 5. Std. Hidrokortison 5 5 2839199 6. Std. Hidrokortison 6 6 2850800

Mean 2844592

Std. Dev. 4062

%RSD 0,1

b. Data Luas Area Sampel

No. Nama Sampel Vial Kadar Hidrokortison Asetat (%) 1. BB Hidrokortison 1 1 2851211

2. BB Hidrokortison 2 2 2851722

Mean 2851467

Std. Dev. 361

%RSD 0,0

Kadar Bahan Baku Hidrokortison Asetat BB 1 (a) = AUC sp

AUC st × St BPFI % = 2851211

2844592 × 100,735 % = 100,96%


(2)

Kadar Bahan Baku Hidrokortison Asetat BB 1 (b) = AUC sp

AUC st × St BPFI % = 2851722

2844592 × 100,735 % = 100,98%

Kadar rata−rata =100,96% + 100,98%

2 = 100,97%

Kadar bahan baku hidrokortison asetat adalah sebesar 100,97% c. Standar Deviasi Larutan Standar Hidrokortison Asetat BPFI

No. � (� − �) (� − �)²

1. 2847166 2574 6625476

2. 2844028 -564 318096

3. 2844584 -8 64

4. 2841776 -2816 7929856

5. 2839199 -5393 29084449

6. 2850800 6208 38539264

17067551 1 82947205

Rata-rata 2844592 0,167 13824534

SD = �Ʃ (� − �)² n−1

SD = �82497205 6−1

SD = �82497205 5 SD = √164499441 SD = 4061,95 SD = 4062

% RSD (Relative Standard Deviation) % RSD = SD

� × 100% % RSD = 4062


(3)

% RSD = 0,1%

d. Standar Deviasi Larutan Standar Hidrokortison Asetat

No. � (� − �) (� − �)²

1. 2851211 -256 65536

2. 2851722 255 65025

5702933 -1 130561

Rata-rata 2851467 -0,5 65180,5

SD = �Ʃ (� − �)² n−1

SD = �130361 2−1

SD = �130361 1 SD = √130561 SD = 361

% RSD (Relative Standard Deviation) % RSD = SD

� × 100% % RSD = 361

2851467× 100% % RSD = 0,0%


(4)

Lampiran 2


(5)

(6)

Lampiran 3

Gambar alat-alat yang digunakan:

a. Alat HPLC (High Performance Liquid Chromatography) Merk WATERS DETECTOR 2489, PUMP 1525.

b. Timbangan Analitik Digital (Digital Analitycal Balance) Merk SARTORIUS-AG Tipe MSE225P-100-DU

c. Ultrasonic Digital