20 mengungkapkan seharusnya aparat waspada terhadap kelompok masyarakat yang
berpartisipasi secara semu itu, karena bisa menghambat dan mempersulit tujuan secara utuh dan mantap.
Berkaitan dengan proses penentuan program pembangunan desa, ada baiknya diperhatikan bahwa sahnya keputusan-keputusan komunitas sangat
tergantung kepada mereka yang berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Dengan partisipasi dimaksudkan, bahwa setiap anggota masyarakat
memegang peranan dalam satu tahap atau lebih dari proses pembangunan dan hal itu sangat tergantung dari siapa yang memprakarsai dan siapa yang terlibat dalam
proses pengabsahannya. Jika ditinjau produk hukum terdahulu sebelum lahirnya Undang-undang
Nomor 22 tahun 1999 yang kemudian di revisi dan diganti dengan no. 32 Tahun 2004 masih terdapat adanya peraturan yang justru melemahkan partisipasi
masyarakat dalam proses pembangunan ini. Misalnya, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, yang membuat kekuasaan kepala desa
dan pemerintah desa menjadi sedemikian kuatnya, sehingga menyebabkan Kepala Desa lebih menonjolkan pelaksanaan perintah atasan daripada sebagai seorang
pengayom rakyatnya. Akibatnya, rakyat tidak berani atau tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan aspirasi dan pendapatnya.
Untuk melihat sejauhmana partisipasi masyarakat benar-benar terwujud dalam perencanaan pembangunan desa, maka perlu diperhatikan dimensi-dimensi
dan bentuk-bentuk partisipasi sebagaimana dikemukakan oleh Cohen dan Uphoff 1977 sebagai berikut: dimensi partisipasi meliputi apa, siapa dan bagaimana
partisipasi itu dilaksanakan. Dimensi apa artinya dalam hal apa saja partisipasi itu dilakukan. Ini menyangkut arti, pengertian atau definisi partisipasi. Dimensi
siapa artinya siapa saja yang ada kemungkinan terlibat dalam partisipasi. Mereka adalah warga setempat, pimpinan setempat dan pejabat pemerintah. Sedangkan
dimensi bagaimana berkaitan dengan bagaimana terjadinya partisipasi dalam pembangunan.
2.5. Relevansi Masalah dengan Pekerjaan Sosial
Pekerjaan sosial adalah profesi yang berhubungan dengan masalah-masalah sosial termasuk di dalamnya keluarga miskin. Sebagai suatu profesi kemanusiaan,
21 pekerjaan sosial memiliki paradigma yang memandang bahwa usaha
kesejahteraan sosial merupakan suatu institusi strategis bagi keberhasilan pembangunan Suharto, 1997; 233. Paradigma pekerjaan sosial merefleksikan
pembelaan terhadap kaum lemah dan yang dilemahkan, kelompok tidak beruntung dan tidak diuntungkan, golongan terpinggir dan dipinggirkan dalam dan oleh
gegap gempita pembangunan. Dengan demikian pekerjaan sosial menjadi penting perannya dalam mengatasi permasalahan keluarga miskin. Hal ini sesuai dengan
definisi yang dikemukakan oleh Soetarso 1993: 5, dikatakan bahwa: Pekerjaan sosial adalah bidang keahlian yang mempunyai tanggung jawab
untuk memperbaiki dan atau mengembangkan interaksi di antara orang-orang dengan lingkungan sosialnya sehingga orang memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan tugas-tugas kehidupannya, mengatasi kesulitan-kesulitan mereka serta mewujudkan aspirasi dan nilai-nilai mereka.
Sedangkan menurut Walter A.Friedlander dalam Syarief Muhiddin,1997:7. “Pekerjaan sosial adalah suatu pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu
pengetahuan dan ketrampilan dalam relasi kemanusiaan yang bertujuan untuk membantu, baik secara perorangan maupun di dalam kelompok untuk mencapai
kepuasan dan ketidaktergantungan secara pribadi dan sosial”. Berdasarkan definsi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa pekerjaan sosial
merupakan profesi yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memberikan pelayanan profesional berdasarkan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai
profesi kepada individu, kelompok dan masyarakat dengan tujuan membantu menciptakan lingkungan yang memberikan kesempatan dan dukungan sehingga
mereka dapat memenuhi kebutuhannya, memecahkan masalahnya, melaksankan tugas-tugas kehidupan dan menwujudkan nilai serta aspirasi mereka dalam
mencapai tujuan yang diinginkan. Selanjutnya, Dean H. Hepworth and Jo Ann larson dalam Dwi Heru Sukoco,
1993: 20 – 25 menyatakan bahwa tujuan pekerjaan sosial adalah: 1. Membantu orang memperluas potensinya dan meningkatkan peran
mereka untuk menghadapi serta memecahkan masalahnya. 2. Membantu orang memperoleh sumber-sumber.
3. Membantu organisasi-organisasi yang responsef dalam memberikan pelayanan kepada orang.
22 4. Memberikan fasilitas interaksi antar individu lainnya di dalam
lingkungannya. 5. Mempengaruhi interaksi antar organisasi dengan institusi yang ada.
6. Mempengaruhi kebijakan sosial maupun kebijakan lingkungan.
Dengan demikian tujuan pekerjaan sosial terkait dengan keluarga miskin adalah membantu mereka memperluas dan meningkatkan kemampuannya dalam
menghadapi dan memecahkan masalah, membantu memperoleh sumber-sumber, penguatan organisasi yang sudah ada di lingkungannya, serta memfasilitasi
interaksi antara mereka dengan orang lain di lingkungannya. Usaha ini dimaksudkan sebagai upaya peningkatan peran keluarga miskin dalam
memanfaatkan bantuan. Sedangkan fungsi pekerjaan sosial sebagaimana dikemukakan oleh Allen Pincus and Anne Minahan dalam Dwi Heru Sukoco,
1993: 45 – 46 adalah: 1. Membantu mengkaitkan dengan menggunakan kemampuannya secara
efektif untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapi.
2. Mengkaitkan orang dengan sistem sumber. 3. Memberikan fasilitas interaksi di dalam sistem-sistem sumber.
4. Memberikan fasilitas interaksi dengan sistem-sistem sumber. 5. Mempengaruhi kebijakan sosial.
6. Memeratakanmenyalurkan sumber-sumber material. 7. Memberikan pelayanan sosial sebagai kontrol sosial.
Berdasarkan fungsi tersebut yang intinya adalah memfokuskan interaksi antara orang dengan sistem sumber di lingkungan sekitarnya supaya mereka dapat
menjangkau dan memanfaatkan sistem sumber tersebut untuk memenuhi kebutuhannya.
Sehubungan dengan itu, tradisi pekerjaan sosial mengajarkan bahwa ciri praktek pekerjaan sosial dalam suatu pendekatan generalist, yaitu:
1. Pekerjaan Sosial dengan Individu
Menurut Zastrow 1982: 483 sebagian besar pekerja sosial baik yang bekerja di lembaga pemerintahan maupun swasta menghabiskan waktunya
untuk menerapkan metode ini. Metode pekerjaan sosial dengan individu adalah serangkaian pendekatan dan teknik pekerjaan sosial yang ditujukan
23 untuk membantu individu-individu yang mengalami masalah secara
perorangan atau berdasarkan relasi satu persatu Suharto, 1997: 243 – 244. Dengan demikian peran pekerja sosial dalam metode ini Suharto, 1997: 245
– 246 adalah: a. Broker, yaitu membantu menyediakan pelayanan sosial kepada klien.
b. Mediator, yaitu menghubungkan klien dengan berbagai sumber pelayanan sosial yang ada dalam masyarakat.
c. Public Education, memberikan dan menyebarluaskan informasi mengenai masalah dan pelayanan-pelayanan sosial yang tersedia.
d. Advocate, yaitu membela klien dalam memperjuangkan hak-haknya memperoleh pelayanan atau menjadi penyambun lidah klien agar lembaga
lebih responsif memenuhi kebutuhan klien. e. Outreach, yaitu pekerja sosial menjangkau atau mendatangi klien yang
karena suatu sebab tidak dapat menjangkau pelayanan. f. Behavioral Specialist, yaitu menjadi ahli yang dapat melakukan berbagai
strategi dan teknik pengubahan perilaku. g. Konselor, yaitu memberikan pelayanan konseling kepada klien. Peranan
ini merupakan ketrampilan dan tugas yang paling utama dari pekerja sosial dalam menerapkan metode pekerjaan sosial dengan individu.
2. Pekerjaan Sosial dengan Keluarga
Keluarga adalah sistem yang sangat cenderung untuk mempengaruhi keberfungsian individu, di mana keluarga merupakan sistem utama yang
bertanggungjawab untuk menyediakan kebutuhan individu. Masalah- masalah yang muncul dari ketidakberfungsian individu sering muncul dari
ketidakberfungsian keluarga. Untuk menimbulkan keberfungsian individu, perlu memahami keluarga sebagai suatu sistem sosial, hal mana merupakan
tempat individu-individu berada sehingga ketika ingin memahami seorang individu maka sistem keluarga individu tersebut harus menjadi perhatian
atau sebagai klien Louise C. Johnson, 1983. Jadi dalam sistem keluarga mungkin termasuk beberapa anggota keluarga luas yang bisa jadi tidak
tinggal dalam satu rumah, seperti kakeknenek atau pamanbibi. Hal ini karena keluarga adalah sebagai suatu sistem di mana para anggota keluarga
adalah orang-orang yang memiliki relasi yang lebih kuat di antara mereka daripada dengan orang lain dan batas Dubois and Milley ,1992.
Keluarga adalah sebuah institusi terkecil dalam masyarakat. Agar masyarakat berfungsi, keluarga harus melaksanakan peranan-peranan yang
diberikan kepada mereka oleh masyarakat. Fungsi-fungsi tersebut mencakup
24 penyediaan utama dari kebutuhan umum manusia bagi individu-individu,
perawatan dan pengasuhan anak, dan kelanjutan dari kebudayaan Gerungan, 1996:65. Sehingga aspek penting yang perlu diperhatikan berkaitan dengan cara-
cara suatu keluarga berfungsi adalah pola-pola komunikasi, cara keputusan dibuat, dan cara peranan didelegasikan kepada anggota keluarga.
Aspek terakhir untuk memahami keluarga sebagai suatu sistem sosial adalah perkembangan keluarga, yang dimulai dalam akar keluarga. Sebagaimana
dikemukakan Sonya Rhodes dalam Louise C. Johnson, 1983: 107 bahwa terdapat tujuh tahap perkembangan dalam kehidupan keluarga, yaitu: intimacy vs
idealization; replenishment vs turning inward; individualization of family members vs pseudomutual organization; companionship vs isolation; regrouping
vs binding or expulsion; recovery vs despair; and mutual aid vs uselessness. Sehubungan dengan itu, peran pekerja sosial adalah menentukan motivasi,
kemampuan dan kesempatan sistem keluarga untuk berubah dan melibatkan sistem keluarga tersebut dalam proses pertolongan. Dengan demikian keluarga
menjalani proses menjadi klien, yaitu memahami keluarga sebagai klien dari sudut pandang struktural, fungsional dan perkembangan.
Dalam memahami skema keluarga Louise C. Johnson 1983: 103 membagi ke dalam empat bagian, yaitu informasi identifikasi yang perlu; gambaran
keluarga sebagai suatu sistem; identifikasi tentang keprihatinan, kebutuhan, dan masalah dari sistem keluarga; dan identifikasi tentang kekuatan dan keterbatasan
dari sistem keluarga untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah. Dengan demikian faktor-faktor penting untuk dipertimbangkan dalam
memahami keberfungsian klien adalah bagaimana klien mengisi peranan-peranan yang vital dari pekerjaan, perkawinan, dan orang tua; bagaimana perbedaan
manusia mempengaruhi kebrfungsian sosial individu; motivasi klien pada upaya pertolongan; dan tingkat krisis serta stress yang dialami klien.
Adapun tugas pekerja sosial agar suatu keluarga berfungsi adalah: 1 membantu semua anggota keluarga untuk berpartisipasi; 2 mengklarifikasi proses
pembuatan keputusan; dan 3 mendorong proses demokratisasi dalam keluarga Louise C. Johnson, 1983: 195.
3. Pekerjaan Sosial dengan Kelompok
25 Social group work atau pekerjaan sosial dengan kelompok adalah salah satu
metode pekerjaan sosial yang menggunakan kelompok sebagai media dalam proses pertolongan profesionalnya Suharto, 1997: 273. Pada saat ini para
pekerja sosial menyakini bahwa intervensi pekerjaan sosial yang berbasis pada kelompok sangat efektif dan efesien dalam memecahkan masalah individu
maupun masalah sosial. Terdapat beberapa alasan mengapa kelompok dipandang sebagai media yang penting dalam proses pertolongan pekerjaan
sosial diantaranya adalah orang-orang yang terlibat dalam kelompok terlibat relasi, interaksi dan saling mempengaruhi satu sama lain. Selain itu, metode
ini lebih efesien dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana karena proses pemecahan masalah tidak dilakukan secara individual, melainkan bersama.
Pekerjaan sosial dengan kelompok menurut National Association of Social Work dalam Suharto, 1997: 274 adalah: “Suatu pelayanan kepada kelompok
yang tujuannya untuk membantu anggota-anggota kelompok memperbaiki penyesuaian sosial mereka social adjustmant, dan tujuan keduanya untuk
membantu kelompok mencapai tujuan-tujuan yang disepakati oleh masyarakat”. Sebagaimana dikatakan oleh Hartford dalam Alissi, 1980: 66 – 67 metode
Pekerja Sosial Kecamatan PSK digunakan untuk memelihara atau memperbaiki keberfungsian personal dan sosial para anggota kelompok dalam beragam tujuan,
yaitu a tujuan korektif; b tujuan preventif; c tujuan pertumbuhan sosial normal; d tujuan peningkatan personal; dan e tujuan peningkatan partisipasi
dan tanggungjawab masyarakat. Proses perencanaan dan pengimplementasian metode Pekerja Sosial
Kecamatan PSK tidaklah terlalu jauh berbeda dengan tahap-tahap praktek pekerjaan sosial pada umumnya. Sebagaimana dikemukakan Zastrow 1985,
dalam Suharto: 289 – 290, tahap-tahap dalam PSK adalah: a. Tahap intake. Tahap ini ditandai oleh adanya pengakuan mengenai
masalah spesifik yang mungkin tepat dipecahkan melalui pendekatan kelompok. Tahap ini disebut juga tahap kontrak antara pekerja sosial
dengan klien, karena pada tahap ini dirumuskan persetujuan dan komitment antara mereka untuk melakukan kegiatan-kegiatan perubahan
tingkah laku melalui kelompok.
b. Tahap assessment and planning for intervention. Pemimpin kelompok bersama dengan anggota kelompok mengidentifikasi permasalahan,
tujuan-tujuan kelompok serta merancang rencana tindakan pemecahan
26 masalah. Dalam kenyataannya, tahap ini tidaklah definitif, karena hakekat
kelompok senantiasa berjalan secara dinamis sehingga memerlukan penyesuaian tujuan-tujuan dan rencana intervensi.
c. Tahap selection of members. Penyeleksian anggota harus dilakukan terhadap orang-orang yang paling mungkin mendapatkan manfaat dari
struktur kelompok dan keterlibatannya dalam kelompok d. Tahap group development and intervention. Norma-norma, harapan-
harapan, nilai-nilai dan tujuan-tujuan kelompok akan muncul pada tahap ini, dan akan mempengaruhi serta dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas serta
relasi-relasi yang berkembang dalam kelompok. Pekerja sosial pada tahap ini memainkan peran yang aktif dalam mendorong kelompok mencapai
tujuan-tujuannya.
e. Tahap evaluation. Evaluasi pada hakekatnya merupakan proses yang dinamis dan berkelanjutan, karenanya evaluasi tidak selalu dilakukan pada
tahap akhir suatu kegiatan. Namun untuk memudahkan pemahaman, evaluasi perlu dibedakan dengan monitoring. Evaluasi dapat diartikan
sebagai pengidentifikasian atau pengukuran terhadap proses dan hasil kegiatan kelompok secara menyeluruh. Terminasi dilakukan dengan
beberapa pertimbangan, yaitu: 1 tujuan individu maupun kelompok telah tercapai; 2 waktu yang ditetapkan telah berakhir; 3 kelompok gagal
mencapai tujuan-tujuannya; dan 4 keberlangsungan kelompok dapat membahayakan satu atau lebih anggota kelompok.
4. Pekerjaan Sosial Masyarakat PSM
Pekerjaan sosial dengan masyarakat PSM secara luas dapat didefinisikan sebagai salah satu metode pekerjaan sosial yang tujuan utamanya untuk
memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial Suharto,
1997: 292. Sebagaimana dikatakan Netting 1993; 3, bahwa: ”macro practice is professionally directed intervention designed to bring about planned change in
organization and communities” intervensi makro merupakan bentuk intervensi langsung yang dirancang dalam rangka melakukan perubahan secara terencana
pada tingkat organisasi dan komunitas. Sehubungan dengan itu, PSM pada dasarnya merupakan perencanaan,
pengkoordinasian dan pengembangan berbagai aktivitas pembuatan program atau proyek kemasyarakatan yang bertujuan meningkatkan tarap hidup atau
kesejahteraan sosial masyarakat. Metode ini sangat memperhatikan keterpaduan antara sistem klien dengan lingkungannya.
Selanjutnya Rothman dan Tropman sebagaimana dikutip Adi 2001
mengemukakan bahwa intervensi makro mencakup berbagai metode profesional
27 yang digunakan untuk mengubah sistem sasaran yang lebih besar dari individu,
kelompok dan keluarga, yaitu: organisasi, komunitas baik tingkat lokal, regional maupun nasional secara utuh. Praktik makro berhubungan dengan aspek
pelayanan masyarakat yang pada dasarnya bukan hal yang bersifat klinis, tetapi lebih memfokuskan pada pendekatan sosial yang lebih luas dalam rangka
meningkatkan kebidupan yang lebih baik di masyarakat. Jack Rothman dalam Suharto, 1997: 293 mengembangkan tiga model
yang berguna dalam memahami konsepsi tentang PSM, yaitu a pengembangan masyarakat lokal locality development; b perencanaan sosial social planning;
dan c aksi sosial social action. Paradigma ini dikembangkan terutama untuk tujuan analisis dan konseptual, tetapi dalam praktiknya ketiga model tersebut
saling bersentuhan satu sama lain. Setiap komponen dapat digunakan secara kombinasi dan simultan sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang berkembang.
Dari ketiga metode di atas dapat dikatakan bahwa seorang pekerja sosial harus mampu merespon masalah dan kebutuhan manusia dalam masyarakat yang
senantiasa berubah, meningkatkan keadilan dan hak asasi manusia, serta mengubah struktur masyarakat yang menghambat pencapaian usaha dan tujuan
kesejahteraan sosial. Oleh karena itu dalam praktiknya, pekerja sosial harus mau dan mampu menyelenggarakan kegiatan-kegiatan profesional dari, bagi dan
bersama individu, keluarga, kelompok sosial, organisasi sosial dalam mencapai tujuan sosial dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk mencapai tujuan-
tujuan tersebut. Sehubungan dengan itu, terdapat dua fokus utama yang mewarnai
pendekatan pekerjaan sosial, yaitu: pertama, pekerjaan sosial senantiasa melihat manusia dalam konteks sistem, yaitu interaksi antara individu dengan sistem
lingkungannya. Pekerja sosial menyakini bahwa lingkungan fisik, sosial maupun organisasional mempengaruhi kemampuan orang dalam menjalankan peran dan
fungsinya; dan kedua, sejalan dengan prinsip pekerjaan sosial, tujuan pekerjaan sosial senantiasa diarahkan sedemikian rupa agar klien mampu menolong dirinya
sendiri. Dengan demikian peran yang perlu dilakukan oleh seorang pekerja sosial sebagaimana dikemukakan oleh Zastrow dalam Adi, 2001: 62 adalah:
1. Pekerja sosial sebagai pemercepat perubahan
28 Membantu keluarga miskin untuk dapat mengartikulasikan kebutuhan,
mengidentifikasi masalah berkaitan dengan pemanfaatan sistem sumber, dan mengembangkan kapasitas mereka agar dapat menangani masalah
sendiri. Peran ini merupakan peran klasik seorang pekerja sosial, yaitu help people to help themselves. Adapun fungsi fungsi pekerja sosial dalam
mempercepat perubahan adalah a membantu keluarga miskin menyadari dan melihat kondisi mereka; b membangkitkan dan mengembangkan
organisasi tempat keluarga miskin berada; c mengembangkan relasi interpersonal yang baik; dan d memfasilitasi perencanaan yang efektif.
2. Pekerja sosial sebagai perencana Dalam hal ini pekerja sosial membuat suatu program tentang masalah yang
dihadapi keluarga miskin, menganalisanya dan menyajikan alternatif tindakan yang rasional untuk menangani masalah tersebut. Setelah itu
mengembangkan program, mencoba mencari alternatif sumber pendanaan, dan mengembangkan konsensus dalam kelompok.
3. Pekerja sosial sebagai motivator Dengan cara memberikan dorongan dan bimbingan kepada mereka
termasuk dukungan kepada keluarga miskin untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
4. Pekerja sosial sebagai perantara Peranan yang perlu dilakukan adalah menghubungkan keluarga miskin
kepada sistem sumber yang relevan dan belum diketahui dengan melibatkan mereka sehingga keluarga miskin benar-benar tahu cara
mengakses sistem sumber dimaksud. Dari uraian di atas maka jelas bahwa profesi pekerjaan sosial sebagai suatu
profesi kemanusiaan memberikan sumbangan yang besar terhadap setiap upaya peningkatan peran dan fungsi keluarga miskin dalam mengembangkan dirinya di
dalam lingkungan sekitar dan mampu memanfaatkan program Gerbang Dayaku sebagaimana paparan Syaukani HR dalam penyampaian visi dan misi calon bupati
di depan anggota DPRD Kabupaten Kutai tahun 2004 adalah metode intervensi pekerjaan sosial, yakni pengembangan masyarakat dengan cara menyuntikkan
nilai-nilai pembangunan.
III. METODE KAJIAN