36 ujung sirip perutnya tidak berwarna Tabel 6. Akan tetapi ikan lalawak jengkol
paling mudah dibedakan dengan ikan lalawak lainnya karena mempunyai ciri khas tersendiri yaitu bentuk tubuhnya yang membulat hampir mirip jengkol, sehingga
masyarakat setempat lebih mengenalnya dengan sebutan ikan lalawak jengkol Gambar 5. Selanjutnya untuk ikan lalawak sungai dan kolam disajikan pada
Gambar 6 dan 7.
Tabel 6. Ciri morfologis ikan lalawak Barbodes s p.
No. Parameter
Morfologis
Lalawak Jengkol Lalawak Sungai
Lalawak Kolam 1.
Warna tubuh Keperak-perakan
dengan bagian punggung lebih gelap
Keperak-perakan dengan bagian
punggung berwarna agak gelap
Keperak-perakan dengan bagian
punggung berwarna agak gelap
2. Bentuk tubuh
Pipih tubuh meninggi sehingga bentuknya
agak membulat, makanya masyarakat
lebih mengenal dengan sebutan lalawak
jengkol Ramping karena tubuh
memanjang Ramping karena tubuh
meman jang
3. Mata
Terdapat warna merah di bagian atas putih
mata iris Terdapat bintik merah
pada bagian putih mata Terdapat bintik merah
pada bagian putih mata iris
4. Sirip dada
Berwarna putih kekuning-kuningan dan
tidak terdapat warna merah
Berwarna putih kekuning-kuningan dan
tidak terdapat warna merah
Berwarna putih kekuning-kuningan dan
tidak terdapat warna merah
5. Sirip punggung
Berwarna kehitam- hitaman dan sedikit
warna merah di antara jari- jari
Berwarna kehitam - hitaman dan di antara
jari- jari bag ian depan terdapat warna merah
Berwarna kehitam- hitaman dan di antara
jari- jari bagian depan terdapat warna merah
6. Sirip ekor
Bercagak, berwarna kehitaman, terdapat
warna merah buram di ujung sirip bagian atas
dan di ujung sirip bagian bawah berwarna
merah terang Bercagak, berwarna
lebih terang dibanding lalawak dari kolam dan
diujung sirip bagian bawah terdapat warna
merah Bercagak, berwarna
kehitam -hitaman dan di ujung sirip bagian
bawah terdapat warna merah
7. Sirip dubur
Berwarna putih, terdapat warna merah
pada ujung jari- jari kerasnya
Berwarna putih dan terdapat warna merah
terang di bagian ujung jari- jari kerasnya
Berwarna putih dengan sedikit warna merah di
bagian ujung jari- jari kerasnya
8. Sirip perut
Berwarna putih kekuning-kuningan dan
terdapat sedikit warna merah pada ujung jari-
jari sirip perut Berwarna putih
kekuning-kuningan dan tidak terdapat warna
merah diantara jari- jarinya
Berwarna putih kekuning-kuningan dan
tidak terdapat warna merah diantara jari-
jarinya
37
Gambar 5. Ikan lalawak jengkol
Gambar 6. Ikan lalawak sungai
Gambar 7. Ikan lalawak kolam Untuk mengetahui varietas ikan lalawak, lebih lanjut dilakukan uji
morfometrik-meristik. Hasil analisis terhadap 24 karakter morfometrik antara ikan lalawak jengkol dengan ikan lalawak sungai disajikan pada Tabel 7.
38
Tabel 7. Nilai Rerata 24 karakter nisbah morfometrik ikan Lalawak Jengkol dan ikan Lalawak
Sungai
Nilai Rerata No
Sandi Nisbah
Morfometrik Lalawak
Jengkol Lalawak
Sungai t Hitung
Uji t 1
N1 PTPB
1.35 ± 0.05 1.38 ± 0.05
0.02 0.057
ns
2 N2
PCPB 1.12 ± 0.03
1.14 ± 0.04 1.25
0.227
ns
3 N3
PKPB 0.29 ± 0.02
0.27 ± 0.02 1.84
0.081
ns
4 N4
PBDSDPB 0.52 ± 0.04
0.51 ± 0.03 0.85
0.407
ns
5 N5
PDSDPB 0.17 ± 0.01
0.16 ± 0.01 2.27
0.035
6 N6
PSSVPB 0.53 ± 0.07
0.48 ± 0.02 2.97
0.008
7 N7
PDSVPB 0.05 ± 0.01
0.05 ± 0.01 3.91
0.001
8 N8
PSSAPB 0.70 ± 0.03
0.70 ± 0.03 0.71
0.489
ns
9 N9
PDSAPB 0.13 ± 0.02
0.13 ± 0.01 0.38
0.711
ns
10 N10
PBEPB 0.19 ± 0.02
0.21 ± 0.02 2.26
0.036
11 N11
TBETB 0.34 ± 0.02
0.36 ± 0.05 1.31
0.208
ns
12 N12
TKTB 0.57 ± 0.04
0.52 ± 0.05 2.85
0.010
13 N13
TKPB 0.24 ± 0.03
0.20 ± 0.01 5.15
0.000
14 N14
TBPB 0.42 ± 0.08
0.38 ± 0.03 1.87
0.077
ns
15 N15
LBPB 0.18 ± 0.05
0.15 ± 0.02 2.89
0.009
16 N16
LKPB 0.18 ± 0.04
0.14 ± 0.01 4.69
0.000
17 N17
JAMPK 0.34 ± 0.04
0.31 ± 0.04 0.17
0.000
18 N18
LMPK 0.48 ± 0.05
0.50 ± 0.04 3.06
0.006
19 N19
PKBMPK 0.38 ± 0.03
0.37 ± 0.04 1.67
0.111
ns
20 N20
PRAPK 0.34 ± 0.03
0.32 ± 0.04 1.39
0.179
ns
21 N21
PRBPK 0.82 ± 0.08
0.74 ± 0.06 1.78
0.091
ns
22 N22
TKPK 0.43 ± 0.04
0.39 ± 0.04 4.49
0.000
23 N23
LBTB 0.14 ± 0.02
0.41 ± 0.49 2.72
0.014
24 N24
TBEPB 0.14 ± 0.02
0.41 ± 0.49 2.39
0.028
= Berpengaruh nyata P0.05 ns = Berpengaruh tidak nyata
Selanjutnya hasil analisis 24 karakter nisbah morfometrik ikan lalawak jengkol dengan ikan lalawak kolam disajikan pada Tabel 8, dan ikan lalawak
sungai dengan ikan lalawak kolam Tabel 9.
Tabel 8. Nilai Rerata 24 karakter nisbah morfometrik ikan Lalawak Jengkol dan ikan Lalawak Kolam
Nilai Rerata No
Sandi Nisbah
Morfometrik Lalawak
Jengkol Lalawak
Kolam t Hitung
Uji t 1
N1 PTPB
1.35 ± 0.05 1.32 ± 0.05
0.45 0.661
ns
2 N2
PCPB 1.12 ± 0.03
1.11 ± 0.03 1.49
0.153
ns
3 N3
PKPB 0.29 ± 0.02
0.27 ± 0.02 2.94
0.008
39
Lanjutan tabel 8
Nilai Rerata No
Sandi Nisbah
Morfometrik Lalawak
Jengkol Lalawak
Kolam t Hitung
Uji t 4
N4 PBDSDPB
0.52 ± 0.04 0.53 ± 0.03
1.31 0.205
ns
5 N5
PDSDPB 0.17 ± 0.01
0.17 ± 0.01 1.08
0.292
ns
6 N6
PSSVPB 0.53 ± 0.07
0.50 ± 0.03 1.08
0.095
ns
7 N7
PDSVPB 0.05 ± 0.01
0.05 ± 0.01 1.76
0.003
8 N8
PSSAPB 0.70 ± 0.03
0.72 ± 0.05 3.47
0.702
ns
9 N9
PDSAPB 0.13 ± 0.02
0.13 ± 0.01 0.39
0.858
ns
10 N10
PBEPB 0.19 ± 0.02
0.20 ± 0.03 0.18
0.731
ns
11 N11
TBETB 0.34 ± 0.02
0.34 ± 0.03 0.35
0.450
ns
12 N12
TKTB 0.57 ± 0.04
0.55 ± 0.08 0.77
0.007
13 N13
TKPB 0.24 ± 0.03
0.21 ± 0.03 3.03
0.117
ns
14 N14
TBPB 0.42 ± 0.08
0.39 ± 0.02 1.67
0.070
ns
15 N15
LBPB 0.18 ± 0.05
0.16 ± 0.02 1.92
0.005
16 N16
LKPB 0.18 ± 0.04
0.15 ± 0.02 3.20
0.000
17 N17
JAMPK 0.34 ± 0.04
0.40 ± 0.09 3.55
0.002
18 N18
LMPK 0.48 ± 0.05
0.44 ± 0.04 2.59
0.018
19 N19
PKBMPK 0.38 ± 0.03
0.35 ± 0.06 2.43
0.025
20 N20
PRAPK 0.34 ± 0.03
0.28 ± 0.06 2.67
0.015
21 N21
PRBPK 0.82 ± 0.08
0.80 ± 0.11 3.60
0.002
22 N22
TKPK 0.43 ± 0.04
0.42 ± 0.06 1.23
0.225
ns
23 N23
LBTB 0.14 ± 0.02
0.13 ± 0.01 0.71
0.488
ns
24 N24
TBEPB 0.14 ± 0.02
0.13 ± 0.01 1.92
0.070
ns
= Berpengaruh nyata P0.05 ns = Berpengaruh tidak nyata
Tabel 9. Nilai Rerata 24 karakter nisbah morfometrik ikan Lalawak Sungai dan ikan Lalawak Kolam
Nilai Rerata No
Sandi Nisbah
Morfometrik Lalawak
Sungai Lalawak
Kolam t Hitung
Uji t 1
N1 PTPB
1.38 ± 0.05 1.32 ± 0.05
3.17 0.005
2 N2
PCPB 1.14 ± 0.04
1.11 ± 0.03 2.44
0.025
3 N3
PKPB 0.27 ± 0.02
0.27 ± 0.02 0.29
0.773
ns
4 N4
PBDSDPB 0.51 ± 0.03
0.53 ± 0.03 2.52
0.021
5 N5
PDSDPB 0.16 ± 0.01
0.17 ± 0.01 1.78
0.091
ns
6 N6
PSSVPB 0.48 ± 0.02
0.50 ± 0.03 4.94
0.000
7 N7
PDSVPB 0.05 ± 0.01
0.05 ± 0.01 0.96
0.349
ns
8 N8
PSSAPB 0.70 ± 0.03
0.72 ± 0.05 2.96
0.008
9 N9
PDSAPB 0.13 ± 0.01
0.13 ± 0.01 0.00
1.000
ns
10 N10
PBEPB 0.21 ± 0.02
0.20 ± 0.03 2.34
0.030
11 N11
TBETB 0.36 ± 0.05
0.34 ± 0.03 1.79
0.089
ns
40
Lanjutan tabel 9
Nilai Rerata No
Sandi Nisbah
Morfometrik Lalawak
Sungai Lalawak
Kolam t Hitung
Uji t 12
N12 TKTB
0.52 ± 0.05 0.55 ± 0.08
1.63 0.120
ns
13 N13
TKPB 0.20 ± 0.01
0.21 ± 0.03 2.37
0.029
14 N14
TBPB 0.38 ± 0.03
0.39 ± 0.02 0.81
0.428
ns
15 N15
LBPB 0.15 ± 0.02
0.16 ± 0.02 2.05
0.054
16 N16
LKPB 0.14 ± 0.01
0.15 ± 0.02 4.13
0.001
17 N17
JAMPK 0.31 ± 0.04
0.40 ± 0.09 7.49
0.000
18 N18
LMPK 0.50 ± 0.04
0.44 ± 0.04 3.96
0.001
19 N19
PKBMPK 0.37 ± 0.04
0.35 ± 0.06 4.91
0.000
20 N20
PRAPK 0.32 ± 0.04
0.28 ± 0.06 1.09
0.290
ns
21 N21
PRBPK 0.74 ± 0.06
0.80 ± 0.11 1.92
0.070
ns
22 N22
TKPK 0.39 ± 0.04
0.42 ± 0.06 1.94
0.068
ns
23 N23
LBTB 0.41 ± 0.49
0.13 ± 0.01 1.54
0.140
ns
24 N24
TBEPB 0.41 ± 0.49
0.13 ± 0.01 2.52
0.021
= Berpengaruh nyata P0.05 ns = Berpengaruh tidak nyata
Pada Tabel 7, antara ikan lalawak jengkol dengan lalawak sungai setelah dilakukan uji t terdapat tiga belas karakter yang berbeda yaitu N5, 6, 7, 10, 12,
13, 15, 16, 17, 18, 22, 23 dan 24 p0.05
.
Selanjutnya pada Tabel 8, antara ikan lalawak jengkol dengan lalawak kolam terdapat sepuluh karakter yang berbeda
yaitu N3, 7, 12, 15, 16, 17, 18, 19, 20 dan 21 p0.05. Sedangkan pada Tabel 9 antara ikan lalawak sungai dengan ikan lalawak dari kolam terdapat tiga belas
karakter yang berbeda yaitu N1, 2, 4, 6, 8, 10, 13, 15, 16, 17, 18, 19 dan 24 p0.05. Untuk nilai rerataan nisbah morfometrik masing-masing ikan lalawak
jengkol, sungai dan kolam disajikan pada Lampiran 4, 5 dan 6. Untuk melihat keeratan hubungan antara variabel morfometrik dilakukan
uji korelasi. Berdasarkan hasil uji korelasi antara ikan lalawak jengkol, sungai dan kolam didapatkan nilai morfometrik yang mempunyai hubungan korelasi positif
kuat adalah antara N1 dengan N2; N4 dengan N6; N5 dengan N6, 9, 13 dan N16; N6 dengan N14, 15 dan 16; N12 dengan N22; N13 dengan N14, 15, 16 dan 22;
N14 dengan N15 dan 16; N15 dengan N16 dan 23; N16 dengan N23; N17 dengan N22 serta N20 dengan N21. Hal ini berarti jika salah satu komponen nisbah
morfometrik tersebut meningkat maka akan diikuti juga dengan meningkatnya komponen morfometrik pembandingnya, sedangkan nilai morfometrik yang lain
41 tidak memiliki korelasi yang kuat Lampiran 7. Menurut Santoso 2003, bahwa
sebenarnya tidak ada ketentuan yang tepat mengenai apakah angka korelasi tertentu menunjukkan tingkat korelasi yang kuat atau lemah. Namun dapat
dijadikan suatu pedoman sederhana, bahwa angka korelasi diatas 0.5 menunjukkan korelasi yang cukup kuat, sedangkan dibawah 0.5 korelasi lemah.
Selanjutnya untuk melihat adanya pengelompokan individu berdasarkan morfometrik maka dilakukan analisis komponen utama Gambar 8A-D.
Gambar 8A. Korelasi antar karakter pada sumbu 1 dan 2
Gambar 8B. Korelasi antar karakter pada sumbu 1 dan 3 Berdasarkan analisis komponen utama terhadap karakter morfometrik
yang diberikan oleh tiga sumbu utama pertama masing-masing sebesar 25.72, 15.28 dan 11.45 Gambar 8A dan B. Nilai tersebut menjelaskan bahwa pada
sumbu satu dapat menjelaskan bentuk tubuh ikan lalawak sebesar 25.72, sumbu dua 15.28 dan sumbu tiga 11.45 Lampiran 8. Karakter yang paling berperan
pada sumbu satu positif terhadap panjang baku adalah N14, 15 dan 16. Sedangkan
Projection of the variables on the factor-plane 1 x 2
Active
N1 N2
N3 N4
N5 N6
N 7
N8 N9
N10 N11 N12
N13 N14
N15 N16
N17 N18
N19 N20
N21 N22
N23
N24
-1,0 -0,5
0,0 0,5
1,0 Factor 1 : 25,72
-1,0 -0,5
0,0 0,5
1,0
Factor 2 : 15,29
Projection of the variables on the factor-plane 1 x 3
Active
N 1 N2
N3 N4
N5 N 6
N 7 N8
N9 N10
N11 N12
N13 N14
N15 N16
N17 N18
N19 N20
N21 N22
N23 N24
-1,0 -0,5
0,0 0,5
1,0 Factor 1 : 25,72
-1,0 -0,5
0,0 0,5
1,0
Factor 3 : 11,45
42 pada sumbu dua negatif karakter yang paling berperan terhadap panjang baku
adalah N1 dan N2. Untuk sumbu tiga negatif karakter yang paling berperan terhadap panjang kepala adalah N20 dan N21 Lampiran 9.
Pada Gambar 8C terlihat penyebaran individu pada sumbu satu dan dua tidak membentuk pengelompokan populasi yang nyata, tetapi mempunyai
kecenderungan jenis ikan lalawak jengkol berada disebelah kanan dan jenis ikan lalawak sungai disebelah kiri. Penyebaran terhadap sumbu satu dipengaruhi oleh
variasi nilai N14, 15 dan 16, sedangkan penyebaran pada sumbu dua dipengaruhi oleh N1 dan N2. Hal ini menunjukkan bahwa dengan panjang baku yang sama
dari ketiga jenis ikan lalawak; lalawak jengkol cenderung memiliki tinggi badan, lebar badan dan lebar kepala yang lebih besar daripada jenis lainnya. Atau dengan
kata lain dengan panjang baku yang sama dari ketiga jenis ikan lalawak, maka ikan lalawak sungai memiliki tinggi badan, lebar badan dan lebar kepala lebih
kecil d ibandingkan jenis ikan lalawak lainnya tetapi mempunyai panjang total dan panjang cagak lebih besar dari kedua jenis ikan lalawak lainnya.
Pada sumbu tiga, ikan lalawak kolam cenderung berada di sebelah atas dari ikan lalawak lainnya Gambar 8D. Adapun karakter yang mempengaruhinya
adalah N20 dan N21. Hal ini menunjukkan bahwa dengan panjang kepala yang sama ikan lalawak kolam cenderung memiliki nilai panjang rahang atas dan
rahang bawah lebih besar dibandingkan kedua jenis ikan lalawak lainnya. Hasil tersebut di atas diperkuat dengan hasil analisis cluster Tabel 10, dimana ikan
lalawak sungai mempunyai nilai euclidean yang paling besar 0.57.
Gambar 8C. Penyebaran individu pada sumbu 1 dan 2; a lalawak kolam, b lalawak jengkol dan c lalawak sungai
Projection of the cases on the factor-plane 1 x 2 Cases with sum of cosine square = 0,00
Active
a a
a a
a a
a aa
a a
a a
a a
a a
a a
a a
a a
a a
b b
b b
b b
b b
b b
b b
b b
b b
b b
b b
c c
c c
c c
c c
c c
c c
c c
c c
c c
c c
-10 -8
-6 -4
-2 2
4 6
8 10
12 14
16 Factor 1: 25,72
-10 -8
-6 -4
-2 2
4 6
8
Factor 2: 15,29
43
Projection of the cases on the factor-plane 1 x 3 Cases with sum of cosine square = 0,00
Active
a a
a a
a a
a a
a a
a a
a a
a a
a a
a a
a a
aa a
b b
b b
b b
b b
b b
b b
b b
b b
b b
b b
c c
c c
c c
c c
c c
c c
c c
c c
c c
c c
-10 -8
-6 -4
-2 2
4 6
8 10
12 14
16 Factor 1: 25,72
-6 -5
-4 -3
-2 -1
1 2
3 4
5 6
7
Factor 3: 11,45
Gambar 8D. Penyebaran individu pada sumbu 1 dan 3; a lalawak kolam, b lalawak jengkol dan c lalawak sungai
Tabel 10. Matrik nilai euclidean nisbah karakter morfometrik ikan lalawak jengkol, lalawak sungai dan lalawak kolam
Lalawak Jengkol Lalawak Sungai
Lalawak Kolam Lalawak Jengkol
0.00 0.50
0.20
Lalawak Sungai 0.50
0.00 0.57
Lalawak Kolam 0.20
0.57 0.00
Dari tabel tersebut di atas akan terbentuk dua kelompok ikan, dimana kelompok yang pertama adalah ikan lalawak sungai dan kelompok ke dua adalah
ikan lalawak kolam dan jengkol Gambar 9.
Gambar 9. Dendogram pengelompokan antara ikan lalawak sungai, lalawak jengkol dan lalawak kolam
Tree Diagram for 3 Cases Complete Linkage
Euclidean distances
lalawak sungai c lalawak jengkol b
lalawak kolam a 0.10
0.15 0.20
0.25 0.30
0.35 0.40
Linkage Distance
44 Pengelompokan tersendiri dari ikan lalawak sungai dapat disebabkan ikan lalawak
sungai memiliki nisbah morfometrik yang berbeda dari ikan lalawak lainnya seperti nilai nisbah tinggi badan, lebar badan dan lebar kepala. Selanjutnya
perbedaan ini juga dapat disebabkan oleh perbedaan habitat tempat hidup ikan lalawak itu sendiri. Selanjutnya juga dilakukan analisis meristik. Adapun hasil
analisis meristik disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Karakter meristik ikan lalawak jengkol, lalawak sungai dan lalawak kolam
Ikan Jari- jari
sirip punggung Jari- jari
sirip dada Jari-jari
sirip perut Jari-jari
sirip dubur Jari- jari
sirip ekor Lalawak jengkol
III.7
12
- 8
12
I.13 - 14 I.8 – 9
III.5
12
- 6
12
26 - 31
Lalawak sungai III.7
12
- 8
12
I.13 - 14 I.8
III.5
12
- 6
12
26 - 31
Lalawak kolam III.7
12
- 8
12
I.13 - 15 I.8
III.5
12
- 6
12
26 - 31
Ikan Sisik pada
LL Sisik di
atas LL Sisik di
bawah LL Sisik di
depan sirip
pungung Sisik di
sekeliling badan
Sisik pada
batang ekor
Lalawak jengkol 28 - 30
6
12
- 7
12
3
12
- 4
12
13 - 15 24 - 27
14 - 16
Lalawak sungai 28 - 30
6
12
- 7
12
3
12
- 4
12
13 - 15 24 - 26
14 - 16
Lalawak kolam 28 - 30
6
12
- 7
12
3
12
- 4
12
13 - 15 24 - 28
14 - 16
D
ari sebelas karakter meristik yang dianalisis mempunyai kisaran yang hampir sama Tabel 11. Ada tiga karakter yang membedakan antara ikan lalawak
jengkol dengan sungai dan kolam yaitu jari-jari sirip dada, sirip perut dan sisik di sekeliling badan. Berdasarkan hasil pengamatan ikan lalawak jengkol termasuk
kedalam genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak kolam dan sungai termasuk kedalam spesies Barbodes balleroides. Menurut Kottelat et al. 1993, ada
beberapa genus dari Barbodes antara lain: Barbodes balleroides dengan ciri- cirinya sebagai berikut: gurat sisi sempurna, jari-jari terakhir tidak bercabang pada
sirip punggung mengeras dan bergerigi, 6
1 2
sisik antara awal sirip punggung dan gurat sisi, 16 sisik di sekeliling pangkal ekor, 3
1 2
sisik antara awal sirip perut dan gurat sisi, lebar batang ekor 1.3 sampai 1.5 kali lebih kecil dari panjang kepala.
Daerah penyebarannya adalah Kalimantan, Jawa, Malaysia, Kamboja, Thailand dan Vietnam. Barbodes belinka, dengan ciri-ciri: gurat sisi sempurna, jari-jari
terakhir tidak bercabang pada sirip punggung mengeras dan bagian belakangnya terpisah, 16 sisik di depan sirip punggung, berwarna keperakan dengan garis
panjang sepanjang barisan sisik, bagian belakang sirip punggung kehitam- hitaman, terdapat garis warna hitam pada pinggiran cuping sirip ekor, antara gurat
45 sisi dan awal sirip punggung terdapat 9 sisik. Daerah penyebarannya Sumatera
dan Malaysia. Barbodes collingwoodii, dengan ciri-ciri 6
1 2
sisik antara gurat sisi dan awal sirip punggung, 15 sisik di depan sirip punggung, terdapat garis dekat
tepi cuping sirip ekor, garis pada cuping bawah lebih gelap, batang ekor dikelilingi oleh 16 sisik, jari-jari terakhir tidak bercabang pada sirip punggung
mengeras dan bagian belakang bergerigi, lebar batang ekor 1.7 sampai 2.0 kali lebih kecil dari panjang kep ala. Daerah penyebarannya Kalimantan. Barbodes
gonionotus, dengan ciri-ciri sirip dubur 6
1 2
jari-jari bercabang, 3 sampai 3
1 2
sisik antara gurat sisi dan awal sirip perut. Daerah penyebarannya daerah Sunda,
Sulawesi danau Tempe dan Indochina. Barbodes platysoma, dengan ciri-ciri batang ekor dikelilingi oleh 18 sisik, lebar badan 1.75 kali lebih kecil dari panjang
standar, badan sangat memipih tegak, bentuk punggung cembung dalam dan melengkung, badan polos, terdapat 7 sisik antara gurat sisi dan awal sirip
punggung. Daerah penyebarannya Jawa. Barbodes schwanefeldii, dengan ciri-ciri gurat sisi sempurna, 13 sisik sebelum awal sirip punggung, 8 sisik antara sirip
punggung dan gurat sisi, badan berwarna perak dan kuning keemasan, sirip punggung merah dengan bercak hitam pada ujungnya, sirip dada, sirip perut dan
sirip dubur berwarna merah, sirip ekor berwarna oranye atau merah dengan pinggiran garis hitam dan putih sepanjang cuping sirip ekor. Daerah
penyebarannya Sumatera, Kalimantan, Malaysia dan Indochina. Barbodes strigatus, dengan ciri-ciri batang ekor dikelilingi oleh 14 sisik, 7 garis warna gelap
sepanjang badan. Daerah penyebarannya Kalimantan Utara. Barbodes sunieri, 6
1 2
jari-jari bercabang pada sirip dubur, 9 sisik antara gurat sisi mengelilingi perut, 2
1 2
baris sisik antara gurat sisi dengan awal sirip perut, batang ekor dikelilingi oleh 14 sisik, badan polos. Daerah penyebarannya Kalimantan Timur Laut.
Selanjutnya Roberts 1989, menyatakan bahwa ikan lalawak mempunyai sisik antara gurat sisi dan awal sirip perut
3
12
,
gurat sisi kompleks, sisik pada gurat sisi berjumlah 34, sisik predorsal 13 dan sisik transdorsal berjumlah 16. Ciri-ciri
tersebut dimiliki oleh ikan lalawak sungai dan kolam, sedangkan ikan lalawak jengkol tidak karena ikan lalawak jengkol memiliki panjang kepala yang hampir
sama dengan lebar batang ekornya. Tabulasi data meristik disajikan pada Lampiran 10.
46 Selanjutnya untuk membedakan varietas ikan salah satu cara yang dapat
digunakan adalah dengan melakukan analisis kromosom. Kromosom merupakan tempat gen -gen yang berperan dalam mewariskan sifat pada turunan serta sebagai
pengontrol fenotip. Hasil uji kromosom ikan lalawak jengkol, sungai dan kolam disajikan pada Gambar 10 dan 11.
Gambar 10. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol
Gambar 11. Susunan kromosom ikan lalawak sungai dan lalawak kolam Gambar 10 dan 11 menunjukkan bahwa jumlah kromosom ikan lalawak
jengkol, sungai dan kolam sama yaitu 24 pasang 2n = 48. Sedangkan dari susunan kariotipnya ikan lalawak jengkol berbeda dengan lalawak sungai dan
kolam, tetapi antara ikan lalawak sungai dan kolam sama Tabel 12.
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
M SM
T ST
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11
12 13
14 15
16 17
18 19
20 21
22 23
24 M
SM T
ST
47 Kromosom dapat dibedakan berdasarkan lokasi dari sentromer dan
panjang relatif dari lengan. Kromosom akrosentrik berbentuk batang dengan satu sentromer terminal lengan tunggal. Metasentrik berbentuk V dengan posisi
sentromer di bagian tengah dua lengan yang simetrik dan telosentrik adalah suatu kondisi peralihan dengan satu lengan yang lebih pendek daripada lainnya
Hochachka dan Mommsen 1998. Menurut Guodenough dan Adisoemarto 1984, berdasarkan letak sentromernya kromosom dapat dikelompokan menjadi
lima yaitu telosentrik, akrosentrik, subtelosentrik, metasentrik dan submetasentrik. Tetapi pada umumnya pengelompokan yang dilakukan adalah metasentrik,
submetasentrik dan akrosentrik. Metasentrik adalah kromosom yang sentromernya terletak ditengah sehingga kedua lengan sama panjang. Kromosom submetasentrik
adalah kromosom yang memiliki sentromer terletak agak ke atas sehingga lengan yang satu lebih panjang. Sedangkan kromosom akrosentrik adalah kromosom
yang mempunyai sentromer di tepi sehingga lengan yang satu jauh lebih panjang daripada lengan lainnya.
Tabel 12. Jumlah kromosom dan kari otip ikan lalawak jengkol, lalawak sungai dan lalawak kolam
No Jenis Ikan
Jumlah Kromosom Susunan Kromosom
1 Lalawak Jengkol
2n = 48 11 pasang metasentrik M
6 pasang submetasentrik SM 5 pasang telosentrik T
2 pasang subtelosentrik ST
2 Lalawak Sungai
2n = 48 12 pasang metasentrik M
5 pasang submetasentrik SM 4 pasang telosentrik T
3 pasang subtelosentrik ST
3 Lalawak Kolam
2n = 48 12 pasang metasentrik M
5 pasang submetasentrik SM 4 pasang telosentrik T
3 pasang subtelosentrik ST
Individu-individu yang berasal dari satu spesies memiliki jumlah, ukuran dan bentuk kromosom yang relatif sama. Pengertian tersebut digunakan untuk
menentukan posisi taksonomi suatu jenis dan juga dapat digunakan untuk menunjukkan kekerabatannya dengan jenis lain White 1973. Makin banyak
perbedaan kariotip yang terdapat antara dua spesies menunjukkan kekerabatan yang jauh, sebaliknya makin kecil perbedaan kariotip tersebut menunjukkan
kekerabatan yang relatif dekat Garber 1974.
48 Pada hewan semakin dekat kekerabatannya semakin banyak persamaan
bentuk, ukuran dan jumlah kromosomnya. Dua hewan yang berbeda spesies dapat memiliki kromosom yang sama bahkan pada ikan dengan genus yang berbeda
juga akan mempunyai kromosom yang sam a, namun akan berbeda penampilan morfologisnya. Menurut Purdom 1993, terdapat tiga variasi kromosom dalam
intra spesifik maupun dalam intra individual yaitu: 1 variasi jumlah kromosom 2n maupun jumlah lengan kromosom, 2 variasi dalam pola pita kromosom
individual dan 3 variasi kromosom seks. Variasi-variasi tersebut tidak hanya terlihat di antara individu atau spesies tetapi juga di antara sel-sel dalam suatu
individu. Penelitian kromosom pada ikan telah banyak dilakukan dengan menggunakan berbagai preparat jaringan antara lain sisik, kultur sel bagian
posterior sirip ekor Uwa et al. 1981; Uwa dan Yoshio 1981, kultur leukosit Busack et al. 1980; Hartono 2003, embryo Uwa dan Magtoon 1986, lengkung
insang Andriani 2000; Nuryanto 2001 dan larva Said et al. 2001. Untuk menjaga keberadaan ikan-ikan yang sudah mulai punah, maka salah
satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan melihat potensi reproduksinya. Beberapa aspek potensi reproduksi yang dapat dijadikan suatu acuan antara lain
adalah indeks kematangan gonad, tingkat kematangan gonad, bobot telur, diameter telur dan fekunditas . Nilai indeks kematangan gonad, fekunditas , bobot
telur dan diameter telur dapat dilihat pada Tabel 13. Sedangkan tingkat kematangan gonad TKG ikan lalawak umumnya berkisar antara TKG I – II
Tabel 14.
Tabel 13. Nilai indeks kematangan gonad IKG, fekunditas F, bobot telur BT dan diameter telur DT
Parameter Jenis
Jengkol Sungai
Kolam IKG
? ?
1.07 10.90
1.11 9.28
0.97 10.19
F butir -
12 936 11 124
13 135.2
BT µ gbutir -
113.69 76.87
82.04
DT mm -
0.71 0.67
0.67
Tabel 13, menunjukkan bahwa indeks kematangan gonad ikan betina baik yang berasal dari sungai maupun kolam lebih besar daripada ikan jantan. Nilai
indeks kematangan gonad ikan betina yang tertinggi terdapat pada ikan lalawak jengkol 10.90, selanjutnya secara berturut-turut diikuti oleh ikan lalawak
49 kolam 10.19 dan sungai 9.28. Sedangkan untuk ikan jantan nilai indeks
kematangan gonad yang terbesar pada ikan lalawak sungai 1.11, selanjutnya secara berturut-turut diikuti oleh ikan lalawak jengkol 1.07 dan kolam
0.97. Hal ini disebabkan karena pertambahan bobot ovarium selalu lebih besar daripada pertambahan bobot testis. Peningkatan bobot ovarium berhubungan
dengan proses vitelogenesis dalam perkembangan gonad, sedangkan peningkatan bobot testis berhubungan dengan proses spermatogenesis Cerda et al. 1996.
Tabel 14. Kriteria tingkat kematangan gonad ikan lalawak Barbodes s p. secara anatomis
Tingkat Kematangan
Gonad Betina
Jantan I
Ovarium seperti benang, panjang sampai ke depan rongga tubuh, warna jernih,
permukaan licin. Testis seperti benang, lebih pendek
terbatas dan terlihat ujungnya di rongga tubuh, warna jernih.
II
Ukuran ovarium lebih besar, warna lebih gelap kekuning-kuningan, telur belum
terlihat jelas dengan mata. Ukuran testis lebih besar, warna putih
seperti susu, bentuk lebih jelas daripada tingkat I
TKG I, gonad betina masih berbentuk sepasang benang kasar yang terletak pada bagian kanan dan kiri rongga perut, warna kuning kecoklatan dengan
permukaan licin dan telur belum dapat dilihat. Secara histologis gonad TKG I didominasi oleh oosit dengan inti sel yang lebih besar, serta sitoplasma yang
berwarna ungu lebih tebal. Pada ikan mas, ukuran oosit stadium ini berkisar antara 25.0 sampai 262.5 µm Hardjamulia 1987 dan pada ikan semah berkisar antara
30 sampai 120 µm Hardjamulia et al. 1995. Sedangkan gonad ikan jantan berbentuk sepasang benang berwarna bening dan licin, serta ukurannya lebih
pendek dan kecil bila dibandingkan dengan gonad betina. Secara histologis terlihat jaringan ikat lebih dominan. Sel spermatogonium berasal dari
perkembangan pertama atau kedua yang akan memasuki perkembangan tahap spermatogonia. Fase ini dinamakan immaturebelum matang Murphy dan Taylor
1990. TKG II, gonad betina berukuran lebih besar daripada TKG I, mengisi
sepertiga rongga perut, berwarna coklat muda. Butiran telur masih belum dapat dilih at dengan mata. Pada fase ini belum terdapat granula kuning telur
Hardjamulia et al. 1995, sehingga dinamakan fase istirahat Amstrong et al.
50 1992. Secara histologis TKG II mempunyai oosit dengan diameter bertambah
besar, sitoplasma terlihat lebih jelas berwarna ungu. Pada perifer sitoplasma sudah kelihatan lapisan vesikula kuning telur. Untuk ikan jantan, gonad mempunyai
ukuran lebih besar daripada TKG I, dan berwarna putih. Secara histologis kantong-kantong tubulus seminiferi mulai berisi spermatosit yang berasal dari
perkembangan spermatogonium Gambar 12.
Gambar 12. Struktur histologi s gonad ikan Lalawak betina Barbodes sp. A dan ikan Lalawak jantan Barbodes sp. B
Pewarnaan hematoxylin-eosin
Keterangan : 1. Oosit, 2. inti sel, 3. vesikula, 4. spermatogonium, 5. spermatosit
Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Selama itu sebagian besar hasil
metabolisme tertuju kepada perkembangan gonad. Peningkatan bobot ovarium dan testis juga bergantung kepada ketersediaan pakan, karena bahan baku dalam
proses pematangan gonad terdiri atas karbohidrat, lemak dan protein Kamler 1992. Menurut Luvi 2000, nilai IKG ikan lalawak yang tertangkap di Sungai
Cimanuk untuk yang jantan berkisar antara 0.78 sampai 6.26, sedangkan yang betina 0.71 sampai 29.07.
Peningkatan nilai indeks kematangan gonad, fekunditas, bobot telur dan diameter telur dapat disebabkan oleh perkembangan oosit. Nilai fekunditas suatu
spesies ikan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan makanan Wootton 1979. Nilai fekunditas tertinggi didapati pada ikan lalawak kolam yaitu sebesar 13 135.2 butir,
selanjutnya diikuti oleh ikan lalawak jengkol sebesar 12 936 butir dan ikan lalawak sungai sebesar 11 124 butir. Perbedaan ukuran bobot tubuh dan panjang
total akan menyebabkan berbedanya ukuran bobot ovarium dan juga akan
A B
TKG I 1
2
TKG I I 1
3 TKG I
4
TKG I I 5
51 menyebabkan berbedanya nilai fekunditas. Ikan yang baru pertama kali matang
gonad memiliki ukuran tubuh lebih kecil bila dibandingkan dengan ikan yang telah mengalami beberapa kali matang gonad Synder 1983. Nilai fekunditas juga
dipengaruhi oleh ukuran diameter dan bobot telur Woynarovich dan Horvath 1980. Bobot telur tertingg i didapati pada ikan lalawak jengkol 113.69 µgbutir
dan selanjutnya secara berturut-turut diikuti oleh ikan lalawak kolam sebesar 82.04 µgbutir dan ikan lalawak sungai sebesar 76.87 µgbutir. Sedangkan untuk
diameter telur terbesar didapati pada ikan lalawak kolam dan sungai yaitu sebesar 0.71 mm dan ikan lalawak jengkol sebesar 0.67 mm. Selanjutnya Abidin 1986
menyatakan bahwa nilai fekunditas, bobot telur dan diameter telur juga dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.
Hasil analisis parameter fisika dan kimia masing-masing stasiun penelitian disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Parameter fisika dan kimia pada masing -masing stasiun penelitian
Stasiun Parameter
Satuan I
Sungai Cikandung
Rata- rata
II Sungai
Cikandung Rata-
rata III
Kolam budidaya
Rata- rata
Fisika Suhu
Kecerahan Kedalaman
Arus TSS
Substrat C
cm m
mdt mgl
- 25-26.5
25-30 0.70 – 1.50
0.30-0.45 74-80.1
kerikil
25.75 27.5
110 0.38
77.05 -
26.5- 28 25-27.5
0.50 – 0.70 0.45-0.50
80.5-90.3 kerikil
27.25 26.25
60 0.48
85.4 -
26-28 30-35
0.75- 1.00
0.007-0.035
78.9- 80.3 lumpur
27 32.5
87.5 0.02
79.6 -
Kimia
pH DO
BOD
5
Ammonia Alkalinitas
- mgl
mgl mgl
ppm
C
aCO
3
6.0-6.5 4.48-6.61
2.53-3.31 0.095-0.16
112-125 6.25
5.55 2.92
0.13
118.5
6.5-7.0 3.64-4.63
2.02-3.20 0.02-0.19
120-160 6.75
4.14 2.52
0.11
140
6.5-7.0 3.43- 4.30
2.31- 2.80 0.028-0.05
85-100 6.75
3.87 2.56
0.04 92.5
Tabel 15 menunjukkan untuk stasiun satu suhunya lebih rendah dari stasiun dua dan tiga, hal ini disebabkan karena stasiun satu berada di daerah hulu
sungai dan di daerah pinggir sungai banyak ditumbuhi pohon-pohon yang besar. Secara topografi letak stasiun satu juga lebih tinggi dibandingkan stasiun dua dan
tiga. Untuk kecerahan stasiun tiga lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun dua dan satu. Perbedaan ini disebabkan oleh kecepatan arus, dimana pada stasiun dua
kecepatan arusnya lebih cepat, selanjutnya diikuti oleh stasiun satu dan tiga. Pada arus yang lambat proses pengendapan lumpur lebih mudah terjadi.
52 Selain kecepatan arus, kecerahan dipengaruhi pula oleh padatan
tersuspensi TSS. Nilai TSS pada ketiga stasiun pengamatan berkisar antara 74 sampai 90.3. Menurut Alabaster dan Lloyd 1980, kisaran nilai TSS 80 sampai
400 kurang menunjang untuk usaha perikanan, karena kondisi perairan dengan nilai tersebut dapat menyebabkan proses fotosintesis di perairan tidak berjalan
dengan maksimum. Kecepatan arus juga dipengaruhi oleh ketinggian antara bagian hulu dan hilir sungai, kalau perbedaannya cukup besar maka arus akan
semakin deras. Kecepatan arus juga akan berpengaruh pada jenis subtrat suatu perairan. Pada stasiun satu dan dua subtrat berbentuk kerikil, sedangkan pada
stasiun tiga berbentuk lumpur karena arusnya lambat. Menurut Effendi 2003, kecepatan arus dari suatu badan air sangat berpengaruh terhadap kemampuan
badan air untuk mengasimilasi dan mengangkut bahan pencemar. Derajat keasaman pH stasiun pengamatan berkisar antara 6.0 sampai
7.0, hal ini berarti pH perairan yang terdapat pada stasiun pengamatan tergolong netral. Kondisi ini disebabkan lokasi pengamatan berada jauh dari sumber limbah
seperti pabrik tahu dan pemukiman penduduk. Sungai di sekitar stasiun pengamatan sampai ke hulu hanya dikelilingi oleh hutan dan persawahan. Nilai
pH netral cukup baik untuk menunjang kehidupan ikan Hickling 1971. Oksigen terlarut pada stasiun satu lebih tinggi dibandingkan stasiun lainnya. Perbedaan
tersebut dapat dipengaruhi oleh perbedaan suhu perairan, pergerakan air dan proses fotosintesis organisme di perairan.
BOD
5
menunjukkan banyaknya oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan -bahan organik yang terdapat di dalam
air selama lima hari. Semakin tinggi nilai BOD
5
di suatu perairan berarti semakin tinggi kandungan bahan organik di perairan tersebut. Hasil pengukuran BOD
5
menunjukkan bahwa pada stasiun satu nilainya paling tinggi dan selanjutnya secara berurutan diikuti oleh stasiun tiga dan dua. Hal ini sejalan dengan kadar
ammonia, dimana kadar ammonia tertinggi terdapat pada stasiun satu dan selanjutnya diikuti oleh stasiun dua dan tiga. Namun demikian kadar ammonia di
ke tiga stasiun masih dikategorikan aman bagi kelangsungan hidup ikan Lloyd 1980. Kadar alkalinitas di suatu perairan menunjukkan kapasitas penyangga
perairan tersebut serta dapat pula digunakan untuk menduga kesuburannya. Kadar
53 alkalinitas pada ke tiga stasiun berada pada kisaran 85-160 ppm CaCO
3
, dan alkalinitas tersebut cukup baik untuk perikanan. Ikan lalawak hidup di air yang
jernih sampai air yang agak keruh, dengan dasar perairan yang berpasir, sedikit
berlumpur dan berbatu-batu kecil.
Komposisi makanan ikan berdasarkan nilai rata-rata index of prepondence pada ketiga stasiun pengambilan sampel disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Indeks of Prope nderance IP makanan Ikan Lalawak Barbodes sp.
IP Jenis Makanan
Stasiun 1 Stasiun 2
Stasiun 3
Phytoplankton Bacillariophyceae
Chlorophyceae Cyanophyceae
Euglanophyceae 92.05
44.32 5.68
19.32 22.73
80.30
26.52 21.21
12.12 20.45
70.40
12.80 9.60
24.80 23.20
Zooplankton Rotifera
Protozoa 2.28
1.14 1.14
13.64
0.00 13.64
24.80
4.80 20.00
Invertebrata Air Crustacea
0.00
0.00
2.27
2.27
0.80
0.80
Lain-lain Detritus
Tidak terdeteksi 5.68
3.41 2.27
3.79
1.52 2.27
4.00
3.20 0.80
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa yang menjadi makanan utama bagi ikan lalawak di stasiun satu, dua dan tiga adalah fitoplankton dengan IP
masing-masing 92.05, 80.30 dan 70.40. Tingginya nilai IP jenis fitoplankton di dalam usus ikan ini juga ditunjang oleh ketersediaan jenis makanan tersebut di
alam Lampiran 11. Menurut Nikolsky 1963 dalam Luvi 2000, urutan kebiasaan makanan ikan terdiri dari makanan utama, pelengkap dan pengganti.
Adapun jenis yang terbanyak dikonsumsi oleh ikan pada stasiun satu adalah dari kelas Bacillariophyceae yaitu sebesar 45, selanjutnya diikuti oleh
Euglenophyceae sebesar 23, Cyanophyceae 19, Chlorophyceae 6, Detritus 3, tidak terdeteksi 2, Rotifera 1, Protozoa 1, dan Crustaceae 0 Gambar
13. Untuk stasiun dua adalah kelas Bacillariophyceae yaitu sebesar 27, selanjutnya diikuti oleh Chlorophyceae 21, Euglenophyceae 20, Protozoa
14, Cyanophyceae 12, Crustaceae 2, Detritus 2, tidak terdeteksi sebesar 2 dan Rotifera 0 Gambar 14. Sedangkan untuk stasiun tiga kelas
Cyanophyceae yaitu sebesar 24, selanjutnya diikuti oleh Euglenophyceae sebesar 23, Protozoa 20, Bacillariophyceae 13, Chlorophyceae 10,
54 Rotifera 5, Detritus 3, Crustaceae 1 dan tidak terdeteksi sebesar 1
Gambar 15. Berdasarkan hasil analisis tersebut didapatkan bahwa jenis makanan ikan
lalawak adalah berupa phytoplankton, zooplankton, invertebrata air dan lainnya detritus. Menurut Luvi 2000, ikan lalawak dari sungai Cimanuk berdasarkan
analisis isi perutnya tergolong ikan omnivora karena ditemukan jenis organisme nabati dan hewani.
Gambar 13. Komposisi makanan ikan Lalawak Barbodes sp. di stasiun I
Gambar 14. Komposisi makanan ikan Lalawak Barbodes sp. di stasiun II
45
6 19
23 1
3 2
1
Bacillariophyceae Chlorophyceae
Cyanophyceae Euglenophyceae
Rotifera Crustaceae
Protozoa Detritus
Tidak Terdeteksi
27
21 12
20 14
2 2 2
Bacillariophyceae Chlorophyceae
Cyanophyceae Euglenophyceae
Rotifera Crustaceae
Protozoa Detritus
Tidak Terdeteksi
55
Gambar 15. Komposisi makanan ikan Lalawak Barbodes sp. di stasiun III Hasil analisis hubungan panjang total dan bobot tubuh serta faktor kondisi
untuk ikan lalawak jengkol, sungai dan kolam disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Hubungan panjang berat dan faktor kondisi
Ikan Lalawak Barbodes sp. Parameter
Jengkol Sungai
Kolam Jumlah ikan ekor
20 20
25
Bobot rata-rata g 17.571
9.943 29.956
Panjang total rata-rata mm 98.330
93.733 129.041
Hubungan Panjang berat W = 0.00011L
6.230
W = 8.05E- 05L
6.270
W = 2.39EL
5.970
Nilai r 0.74
0.94 0.93
Tipe pertumbuhan Alometrik positif
Alom etrik positif Alometrik positif
Faktor kondisi 1.498
1.149 1.216
Berdasarkan hasil analisis seperti terlihat pada Tabel 17, bahwa antara panjang total dan bobot tubuh ikan lalawak baik jengkol, sungai maupun kolam
menunjukkan hubungan yang kuat sekali, hal ini terlihat dari nilai r korelasinya yang tinggi. Santoso 2003, menyatakan bahwa angka korelasi diatas 0.5
menunjukkan korelasi yang cukup kuat, sedangkan dibawah 0.5 korelasi lemah. Nilai korelasi terendah terdapat pada ikan lalawak jengkol yaitu sebesar 0.74
Gambar 16, selanjutnya diikuti oleh ikan lalawak kolam yaitu sebesar 0.93 Gambar 17 dan lalawak sungai yaitu sebesar 0.94 Gambar 18.
13 10
24 23
5 20
3 1
1
Bacillariophyceae Chlorophyceae
Cyanophyceae Euglenophyceae
Rotifera Crustaceae
Protozoa Detritus
Tidak Terdeteksi
56
Gambar 16. Hubungan panjang berat ikan lalawak jengkol
Gambar 17. Hubungan panjang berat ikan lalawak sungai
W = 0, 00011 L
6, 230
R
2
= 0, 74
10 20
30 40
50 60
70
5 10
15 20
Panjang Total cm Bobot Tubuh g
W = 8, 05E- 05 L
6, 270
R
2
= 0, 94
5 10
15 20
25
2 4
6 8
10 12
14
Panjang Total cm Berat Tubuh g
57
Gambar 18. Hubungan panjang berat ikan lalawak kolam
Faktor kondisi K ikan lalawak jengkol didapatkan sebesar 1.498,
selanjutnya diikuti oleh lalawak kolam, yaitu sebesar 1.216 dan ikan lalawak sungai, yaitu sebesar 1.149. Secara keseluruhan untuk ikan lalawak baik jengkol,
sungai dan kolam pertumbuhan berat lebih cepat daripada pertumbuhan panjangnya. Hal ini juga diikuti oleh faktor kondisi ikan lalawak, dimana nilai K
nya berkisar antara 1.149 sampai 1.216. Menurut Effendi 1979, bahwa nilai K untuk ikan-ikan yang badannya kurang pipih berkisar antara 1 sampai 3.
Hubungan panjang total dan bobot tubuh serta faktor kondisi suatu ikan bergantung kepada makanan, umur, jenis sex dan kematangan gonad Effendi
1997.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan
1. Ikan lalawak jengkol, lalawak kolam dan lalawak sungai yang terdapat di Kecamatan Buah Dua dan Congeang Kabupaten Sumedang termasuk ke
dalam genus Barbodes. 2. Ikan lalawak jengkol merupakan varietas baru dari Barbodes, dengan bentuk
badan bulat, sedangkan lalawak kolam dan sungai memanjang. Jumlah
W = 2, 39E- 05 L
5,970
R
2
= 0, 93
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
5 10
15 20
Panjang Total cm Bobot Tubuh g
58 kromosom ikan lalawak jengkol, sungai dan kolam sama, tetapi susunan
kromosomnya berbeda. 3. Ikan lalawak jengkol mempunyai kemampuan reproduksi yang cukup baik
dibandingkan dengan ikan lalawak sungai dan kolam. 4. Ikan lalawak termasuk ikan omnivora yang cenderung ke herbivora.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai status taksonomi ikan lalawak jengkol dengan menggunakan metode DNA.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terutama tentang aspek lingkungan alkalinitas dan pakan buatan kandungan protein pakan.
3. Dalam upaya pengembangbiakan perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang kebutuhan pakan untuk induk sehingga dapat meningkatkan performans
reproduksinya.
59
PENGARUH ALKALINITAS TERHADAP TINGKAT KERJA OSMOTIK, KONSUMSI OKSIGEN,
PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN LALAWAK Barbodes sp.
Pendahuluan
Dalam masalah penanganan budidaya ikan, faktor lingkungan kualitas air perlu diperhatikan sebab pengaruh lingkungan terhadap produksi hewan air adalah
bersifat ganda, sedang sifat genetik dan faktor lainnya bersifat tunggal serta faktor-faktor tersebut bersifat interaktif dan akumulatif. Salah satu faktor
lingkungan yang harus dipertimbangkan dalam kegiatan budidaya ikan adalah alkalinitas.
Alkalinitas berhubungan juga dengan tekanan osmotik dan ionik air, baik air sebagai media internal maupun eksternal. Agar sel-sel organ tubuh ikan dapat
berfungsi dengan baik, maka sel-sel tersebut harus berada dalam cairan media dengan komposisi dan konsentrasi ionik yang sesuai dengan kebutuhannya. Oleh
karena itu diperlukan pengaturan osmoregulasi agar tercipta komposisi dan konsentrasi ionik cairan dalam sel dengan cairan di luar sel yang hampir sama.
Sedangkan yang dimaksud dengan alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation
hidrogen Stumn dan Morgan 1981. Alkalinitas juga diartikan sebagai kapasitas penyangga terhadap perubahan pH perairan Vasilind et al. 1993. Secara khusus,
alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas menyangga dari ion bikarbonat dan sampai tahap tertentu terhadap ion karbonat
dan hidroksida dalam air. Semakin tinggi alkalinitas maka kemampuan air untuk menyangga lebih tinggi sehingga fluktuasi pH perairan semakin rendah.
Selanjutnya Boyd 1982 menyatakan bahwa produktivitas perairan yang tinggi tidak merupakan pengaruh langsung dari tingginya alkalinitas, tetapi dari
konsentrasi fosfor dan elemen essensial lainnya meningkat bersamaan dengan meningkatnya nilai alkalinitas. Alkalinitas perairan berkaitan dengan gambaran
kandungan karbonat dari batuan dan tanah yang dilewati oleh air, dan sedimen dasar perairan. Perairan dengan nilai alkalinitas tinggi lebih produktif daripada
perairan dengan nilai alkalinitas rendah. Lebih produktifnya perairan tersebut
60 sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan nilai alkalinitas, akan tetapi berkaitan
dengan keberadaan fosfor dan elemen esensial lainnya yang meningkat kadarnya dengan meningkatnya nilai alkalinitas. Nilai alkalinitas di perairan berkisar antara
5 hingga ratusan mgl CaCO
3
. Nilai alkalinitas yang baik berkisar antara 30 sampai 500 mgl CaCO
3
, nilai alkalinitas pada perairan alami adalah 40 mgl CaCO
3
Boyd 1988 dalam Effendi 2003. Selanjutnya dikatakan juga bahwa perairan dengan nilai alkalintias lebih dari 40 mgl CaCO
3
disebut sebagai perairan sadah sedangkan perairan dengan alkalinitas kurang dari 40 mg l CaCO
3
disebut sebagai perairan lunak. Untuk keberhasilan budidaya ikan, maka kualitas air baik dari segi fisika
dan kimianya perlu dipahami. Di samping kualitas, kuantitas air juga penting dipandang dari segi besarnya kemampuan perairan untuk memproduksi suatu
biomassa biota air ikan. Kualitas air tidak hanya menentukan bagaimana ikan akan tumbuh tetapi juga bagaimana ikan tersebut dapat hidup. Masing-masing
faktor saling berinteraksi dan mempengaruhi faktor-faktor lainnya. Salah satu parameter kualitas air yang dapat mempengaruhi kehidupan ikan adalah
alkalinitas.
Bahan dan Metode Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan mulai bulan Juni sampai Agustus 2004. Penelitian dilaksanakan di Hatchery dan Laboratorium Terpadu Pondok Pesantren Mahad
Al-Zaytun, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh alkalinitas media pemeliharaan terhadap tingkat kerja osmotik, konsumsi oksigen, pertumbuhan dan
kelangsungan hidup ikan lalawak, Barbodes sp.
Prosedur Penelitian
Ikan uji yang digunakan adalah benih ikan lalawak dengan ukuran bobot rata-rata 12.25 sampai 12.64 g, diperoleh dari Kecamatan Buah Dua Kabupaten
Sumedang. Padat penebaran yang digunakan adalah 10 ekorakuarium. Wadah
61 penelitian berupa akuarium dengan ukuran 90 x 50 x 40 cm dan diisi air setinggi
30 cm volume 135 L. Air yang digunakan adalah air sumur dangkal sebagai bahan baku dan selanjutnya dibuat alkalinitasnya sesuai dengan perlakuan yaitu
dengan cara mencampurkan air dari sumur dangkal dengan air sumur artesis yang berakalinitas tinggi 276.55 ppm CaCO
3
. Pakan yang digunakan selama percobaan berlangsung adalah berupa pellet yang biasa diperjualbelikan di pasar
dengan kadar protein lebih kurang 23. Ikan dipelihara selama 75 hari dan setiap 15 hari sekali dilakukan
pengukuran bobot dan panjang total ikan. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan tiga kali sehari yaitu pada pukul 7 pagi, 12 siang dan 5 sore, ikan diberi makan
sampai kenyang. Untuk menjaga agar kualitas air tetap terjaga maka setiap hari dilakukan penyiponan sisa-sisa makanan dan kotoran ikan. Sedangkan untuk
mempertahankan alkalinitas agar tetap sesuai dengan perlakuan maka setiap tujuh hari sekali dilakukan pergantian air secara total sesuai dengan perlakuan.
Rancangan Percobaan
Untuk uji alkalinitas, rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yang terdiri atas empat perlakuan konsentrasi alkalinitas yaitu 48, 78, 108
dan 138 ppm CaCO
3
, masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga diperoleh 12 unit wadah percobaan.
Parameter Uji
Untuk uji alkalinitas parameter yang diamati meliputi tingkat kerja osmotik, tingkat konsumsi oksigen, pertambahan bobot mutlak, laju pertumbuhan
harian dan kelangsungan hidup . Sebagai data penunjang juga dilakukan analisis terhadap beberapa parameter kualitas air lainnya. Adapun rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut: 1. Tingkat kerja osmotik
TKO = osmolaritas darah ikan – osmolaritas media mOsmL H
2
O 2. Tingkat konsumsi oksigen
t1 = O
2 o
- O
2 t
x V
o
W
t
x t
1
-t
o
62 tn = O
2 n-1
– O
2 n
x V
n-1
W
n
x t
n
– t
n-1
Keterangan
: O
2 o
= Konsentrasi oksigen pada saat t
o
mgO
2
l O
2 n
= Konsentrasi oksigen pada saat t
n
mgO
2
l V
o
= Volume air pada saat t
o
V
n-1
= Volume air pada saat t
n-1
W = Bobot ikan uji pada saat t
n
3. Pertambahan bobot mutlak : PBM g = Wt - Wo