menghadap ke pantai, serta setiap masyarakat dapat menikmati keindahan pantai dan laut tanpa harus membayar ke penimbun pantai. Para penimbun pantai dapat
memanfaatkan areal timbunannya pada jarak 60 m dari bibir pantai. Ini disebabkan karena pihak perusahaan yang melakukan reklamasi tidak
memberikan 11-16 lahan reklamasi kepada pemerintah. Hal ini mengakibatkan terbatasnya kegiatan masyarakat yang ada di wilayah pesisir terutama akses
masyarakat pesisir untuk mencari nafkah yang dirasakan semakin sulit khususnya masyarakat yang bermatapencaharian sebagai nelayan.
Melihat daripada penjelasan di atas bahwa kebijakan Reklamasi pantai di wilayah Kelurahan Srengsem mengalami beberapa permasalahan atau ketidak sesuaian
dengan prosedur yang dijelaskan oleh UU No. 27 tahun 2007 yang sebagai acuan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, yang dalam hal ini melihat dari kondisi
sosial ekonomi masyarakat di sekitar wilayah Reklamasi. Dalam hal ini setelah kebijakan reklamasi pantai dilaksanakan banyak masyarakat mengalami
kehilangan mata pencaharian mereka sebagai nelayan yang merupakan mata pencaharian utama masyarakat yang berada di sekitaran pinggir pantai.
Hal ini diungkapkan oleh salah seorang masyarakat yang menempati wilayah di sekitar daerah Reklamasi Pantai di wilayah Srengsem yang menggatakan “di sini
dulu banyak yang bekerja sebagai nelayan tapi setelah adanya penimbunan yang dilakukan PT Andatu nelayan jumlahnya semakin sedikit kami susah untuk
mencari ikan lagi karena pengurukan lahan membuat kerusakan laut yang membuat ikan menjadi sedikit dan juga kami tidak bisa menyandarkan perahu
kami di sekitaran sini sekitar PT Andatu dikarenakan lahan yang sudah milik mereka sehingga kami juga cukup jauh untuk menyandarkan perahu-perahu
kami”hasil wawancara pada tanggal 19 Juli 2013. Kemudian dijelaskan pula dalam hasil laporan profil dari Kelurahan Srengsem yang menyatakan bahwa
jumlah masyarakat yang mempunyai pekerjaan sebagai nelayan berjumlah 249 Kepala Kuarga dari jumlah keseluruhan KK di wilayah Srengsem sebanyak 2007
KK. Profil Desa dan Kelurahan Srengsem Melihat dari berbagai permasalahan yang terjadi saat ini dari adanya kebijakan
reklamasi pantai di Bandar Lampung, maka perlu dilakukan evaluasi untuk melihat bagaimana hasil dari pelaksanaan kebijakan reklamasi pantai tersebut,
Menurut Riant Nugroho 2011 mengatakan bahwa: “ sebuah kebijakan publik tidak bisa lepas begitu saja. Kebijakan harus dievaluasi,
dan salah satu mekanisme pengawasan tersebut disebut evaluasi kebijakan. Evaluasi kebijakan ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan kebijakan
publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya. Sejauh mana tujuan dicapai. Evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara “harapan” dan
“kenyataan”.
Dalam penelitian ini, maka peneliti ingin melihat bagaimana dampak sosial ekonomi masyarakat Kelurahan Srengsem yang senyatanya terjadi di lapangan,
apakah sesuai dengan yang diharapkan. Melihat evaluasi dari kebijakan tersebut, maka dapat terlihat bagaimana dampak yang muncul akibat dari adanya kebijakan
reklamasi pantai tersebut baik dampak negatif maupun dampak positif. sehingga dapat dijadikan sebuah pegangan untuk mengubah atau memperbaiki kebijakan
tersebut dimasa yang akan datang. Dengan demikian diharapkan ke depan tidak ada lagi permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan kebijakan reklamasi
pantai di wilayah pesisir Bandar Lampung, sehingga dapat mencapai dampak yang diharapkan.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu “Apakah terjadi dampak sosial ekonomi masyarakat dari
kebijakan reklamasi pantai di wilayah pesisir Bandar Lampung ?”
C. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan dari adanya kebijakan reklamasi pantai di wilayah pesisir
Bandar Lampung.
D. Kegunaan atau Manfaat Penelitian
Manfaat atau kegunaan dari penelitian ini adalah: 1.
Secara teoritis adalah sebagai masukan bagi pengembangan konsep Ilmu Administrasi Negara yang mengkaji tentang Kebijakan Publik, khususnya
pada penelitian ini mengenai evaluasi terhadap dampak kebijakan. 2.
Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran kepada instansi terkait dalam pelaksanaan kebijakan
reklamasi pantai di wilayah pesisir Bandar Lampung.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik
1. Pengertian Tentang Kebijakan Publik
Istilah kebijakan publik sebenernya telah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kegiatan-kegiatan akademis, seperti dalam kuliah-kuliah
ilmu politik. Istilah kebijakan policy term mungkin di gunakan secara luas seperti dalam “ kebijakan luar negri indonesia, “kebijakan ekonomi jepang” atau
“kebijakan pertanian di negara-negara berkembang atau atau negara-negara dunia ketiga”. Namun, istilah ini juga di pakai untuk menunjuk sesuatu yang lebih
khusus, seperti misalnya jika kita mengatakan kebijakan pemerintah tentang debirokratisasi dan deregulasi. Menurut Charles O. Jones, istilah kebijakan policy
term di gunakan dalam praktek sehari-hari namun di gunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang sangat berbeda. Istilah ini sering di
pertukarkan dengan tujuan goals, program, keputusan decisions,standard, proposal, dan grand design. Budi winarno, 2012: 19 .
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, kita tidak dapat lepas dari apa yang disebut sebagai kebijakan publik. Kebijakan-kebijakan publik kita temukan
dalam bidang kesejahteraan sosial, di bidang kesehatan, pendidikan, pertanian, perumahan rakyat, pembangunan ekonomi, hubungan luar negeri dan lain
sebagainya. Kebijakan publik sebenarnya dapat disebut hukum dalam arti luas, jadi “sesuatu yang mengikat dan memaksa”. Undang-undang Dasar 1945 Bab I
tentang Bentuk dan kedaulatan Pasar 1 ayat 3 menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. Kesepakatan nasional tersebut dperkuat dalam
penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 pada Sistem Pemerintahan Negara yang menyebutkan bahwa Negara Indonesia berdasarkan hukum rechsstaat, tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka machsstaat. Riant Nugroho, 2011;150 Hogwood dan Gunn 1984 dalam Parson. 2006-cetakan kedua: 15 dalam buku
Dwiyanto Indiahono 2009; 17 menyatakan bahwa terdapat 10 istilah kebijakan public dalam pengertian modern, yaitu:
1. Sebagai label untuk sebuah bidang aktivitas
2. Sebagai ekspresi tujuan umum atau aktivitas Negara yang diharapkan
3. Sebagai proposal spesifik
4. Sebagai keputusan pemerintah
5. Sebagai otorisasi formal
6. Sebagai sebuah program
7. Sebagai output
8. Sebagai “hasil” outcome
9. Sebagai sebuah proses.
Budi Winarno mengutip pendapatnya Robert Eyestone 2012: 20 mengatakan kebijakan public dapat didefinisikan sebagai “hubungan suatu unit pemetintah
dengan lingkungannya”. Dye yang dikutip Young dan Quinn 2002:5 memberikan definisi kebijakan public secar
a luas, yakni sebagai “whatever
governments choose to do or not to do ”. Sementara itu kebijakan menurut
Anderson dalam buku Budi Winarno 2012: 21 mendefinisikan sebagai berikut: “arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang actor atau
sejumlah actor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan”.
Wiliiam N. Dunn menyebut istilah kebijakan publik dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik, pengertiannya sebagai berikut:
“Kebijakan Publik Public Policy adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung, termasuk
keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah” Dunn, 2003:132.
Kebijakan publik sesuai apa yang dikemukakan oleh Dunn mengisyaratkan adanya pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung satu dengan yang lainnya,
dimana didalamnya keputusan-keputusan untuk melakukan tindakan. Kebijakan publik yang dimaksud dibuat oleh badan atau kantor pemerintah. Suatu kebijakan
apabila telah dibuat, maka harus diimplementasikan untuk dilaksanakan oleh unit- unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia, serta
dievaluasikan agar dapat dijadikan sebagai mekanisme pengawasan terhadap kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri.
Berdasarkan macam definisi tentang kebijakanyang telah dikemukakan di atas maka yang dimaksud dengan kebijakan public dalam penelitian ini adalah
sekumpulan keputusan, tindakan dan strategi yang dilakukan oleh pemerintah dalam usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran.
2. Tahap-tahap Kebijakan Publik
Kebijakan publik dapat dikatakan mempunyai sifat “paksaan” yang secara potensial sah dilakukan. Sifat memaksa ini tidak dimiliki oleh kebijakan yang
diambil oleh organisasi-organisasi swasta. Hal ini berarti bahwa kebijakan publik menuntut ketaatan yang luas dari masyarakat. Sifat inilah yang membedakan
kebijakan publik dengan kebijakan lainnya. Pemahaman ini, pada sebuah kebijakan umumnya harus dilegalisasikan dalam bentuk hukum, dalam bentuk
Peraturan Daerah misalnya. Sebab, sebuah proses kebijakan tanpa adanya legalisasi dari hukum tentu akan sangat lemah dimensi operasionalisasi dari
kebijakan publik tersebut. Perlu diperhatikan, kebijakan publik tidaklah sama dengan hukum, walaupun dalam sasaran praktis di lapangan kedua-duanya sulit
dipisah-pisahkan. Dimensi paling inti dari kebijakan publik adalah proses kebijakan. Di sini
kebijakan publik dilihat sebagai sebuah proses kegiatan atau sebagai satu kesatuan sistem yang bergerak dari satu bagian ke bagian lain secara sinambung, saling
menentukan dan saling membentuk. Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun
variabel yang harus dikaji. Menurut Budi Winarno 2012: 35-37 tahap-tahap kebijakan public adalah sebagai berikut:
a. Tahap Penyusunan Agenda
Para pejabat yang di pilih dan di angkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk
dapat masuk kedalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk