Dampak reklamasi pantai utara jakarta terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat: tinjauan sosiologis masyarakat di sekitaran pelabuhan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara

(1)

SOSIOLOGIS MASYARAKAT DI SEKITARAN PELABUHAN MUARA ANGKE, KELURAHAN PLUIT, JAKARTA UTARA)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

Oleh : Ibnu Mustaqim (1110015000033)

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2015/1436 H


(2)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama

Tempat, Tgl. Lahir

NIM

Jurusan / Prodi Judul Skripsi

: lbnu Mustaqim

: Boyolali, 11 Maret 1993 :1110015000033

: Pendidikan IPS / Sosiologi

-

Antropologi

: Dampak Reklamasi Pantai Utara Jakarta Terhadap

Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat (Tinjauan

Sosiologis Masyarakat

di Sekitaran pelabuhan

[Vluara Angke, Kelurahan PIuit, Jakarta Utara)

: Drs. Syaripulloh, M. Si

Dosen Pembimbing

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri

dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat Wisuda.

Jakarta, 0B Desember 2014

Mahasiswa Ybs,

lbnu Mustaqim


(3)

(4)

(5)

(6)

v

Sosiologis Masyarakat di Sekitaran Pelabuhan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara)

Salah satu bagian dari rencana reklamasi Pantai Utara Jakarta adalah pembagunan Pelabuhan Muara Angke yang berfungsi sebagai sarana transportasi massal untuk penyebrangan wisata menuju Kepulauan Seribu. Latar belakang pembangunan Pelabuhan Muara Angke karena tingginya animo masyarakat maupun wisatawan yang ingin berkunjung ke Kepulauan Seribu. Dengan kehadiran Pelabuhan Muara Angke, meniscayakan terjadinya perubahan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan sosial ekonomi yang dialami oleh masyarakat sekitar. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Selain deskripsi berupa narasi logis, penelitian ini juga diperkuat dengan data-data kuantitatif, seperti persentase perubahan pendapatan dan pengeluaran.

Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa Perubahan dalam hal pendapatan rumah tangga, rata-rata responden mengalami penurunan yaitu pada

kelompok pedagang dan pengolah kerang serta non perikanan, penurunan sebesar

lebih dari 3 kali lipat (360%) dialami oleh nelayan dari pendapatan awal sebelum pembangunan pelabuhan. Kenaikan hanya terjadi pada kelompok pedagang dan pengolah ikan, yaitu sebesar 10% atau senilai Rp 1.166.667,00. Sedangkan, perubahan pengeluaran rumah tangga, kelompok pedagang dan pengolah ikan dan nelayan mengalami kenaikan, terutama pada kelompok nelayan dengan kenaikan sebesar 53%, penurunan dialami oleh kelompok pedagang dan pengolah kerang dan non perikanan dengan persentase penurunan masing-masing sebesar 6%.


(7)

vi

The development of Muara Angke port is a part of Jakarta Northern Coast reclamation’s planning. The port has function as the public transportation infrastructure. The thought of its development caused of the high demand of people visiting Kepulauan Seribu. The Muara Angke port is surely presenting social-economic changes. Therefore, this research purposed to analyze social economic changes that has happened. The methods of this research is quantitative-descriptive research.

Based on the result, the changes affected the income of the responden and there is some descending salary with the shell trader and processing, non-fishery sector, and the fisherman with the total reached 320%. The ascending salary only affected to fish trader, with total 10% (Rp 1.166.667,00). Whereas, outcome from fish trader and processing with fisherman increasing 53%. The outcome of shell trader and processing with non-fishery sector decreasing 6%.


(8)

vii

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Gusti Allah SWT yang telah mengatur dan menetapkan ketentuan hidup yang harus dilalui oleh kita sebagai makhluk ciptaan-Nya. Hanya Dialah dengan segala kekuasaan-Nya senantiasa memberikan Nikmat kepada semua Insan, sehingga

penulis dapat menyelesaikan dengan baik skripsi yang berjudul “Dampak

Reklamasi Pantai Utara Jakarta Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat (Tinjauan Sosiologis Masyarakat di Sekitaran Pelabuhan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara)”. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, kepada para keluarga dan Sahabat Rasul yang selalu konsisten dijalan dakwah, juga kepada kita umatnya yang tetap komitmen dalam menegakkan hembusan nafas Islam sampai akhir hayat.

Penulis sepenuh hati menyadari bahwa skripsi ini selesai bukan merupakan hasil dari diri pribadi penulis sepenuhnya, namun berkat ridho Allah SWT dan bantuan dari semua pihak yang turut berkontribusi dalam memberikan bantuan berupa Doa, semangat, pengorbanan, moril ataupun materil, serta keikhlasan dalam membimbing penulis. Oleh karena itu, dalam kesempatan baik ini penulis meyampaikan apresiasi dan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis. Dengan segala ketulusan hati, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Nurlena Rifa’i, Ph.D.

2. Dr. Iwan Purwanto, M. Pd sebagai ketua jurusan Pendidikan IPS yang

mengajarkan makna kesabaran serta seluruh dosen yang telah menjadi fasilitator dalam memperoleh ilmu selama belajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

viii

4. Orang tua yang sangat penulis banggakan Bapak Slamet dan

Almarhumah Mama Isminingsih serta adik dan keluarga tercintaku, Simbah, Pakde, Bude, Bulek, Paklek, Mas dan Mba yang telah memberikan banyak motivasi, kasih sayang dan curahan perhatian serta do’a yang selalu teriring setiap saat.

5. Bapak Khafidin sebagai ketua RW 011 dan Bapak Arfani sebagai

tokoh masyarakat setempat yang telah memberikan izin penelitian serta kebutuhan informasi yang diperlukan dalam penyusunan skripsi.

6. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 Pendidikan IPS

(SosioAntro10, Geografi2010 dan Reaksi2010). Khususnya teman-teman SosioAntro10 yang telah banyak memberikan kesan serta nilai tak terlupakan, senang rasanya bisa mengenal kalian semua.

7. Semua bagian dari keluarga kecilku, ATK Fams (Febrianto, Arif

Putranto, M. Rizki Awaluddin, Ardi Wahyudi, Aldian Kurnia P, Ipan Sunarya, Arib Jaudi, Avin Reza F, Lukmanul Hakim, Faris Pradana, Ardi M. Arsyad, Faishal Ramdhan, M. Riza Fahlevi, Farid Iqbal, Tarmidzi Ubadilah, Choerul Imam, Fajri Shobari, Syarif, Aidil Jufri, Bani Rohman, Fery, Udin, Syahbani), CRC 589, dan Castelow, bangga bisa menjadi bagian dari kalian yang selalu mengedepankan kekeluargaan dan saling support dalam segala hal.

8. Para Timses dan sahabatku, Om Djoko, Desstia, Dara, Ida, Komeng,

Cabi, Lita, Indri, Anto dan keluarga, Jali, Ita, Chaakimah, dkk. Semoga ikatan ini senantiasa terjalin dengan baik.

9. Kepada semua pihak yang belum dapat penulis sebutkan satu persatu,

terima kasih atas doa dan bantuannya.

Jerih payah, perjuangan, pengorbanan, darah, keringat, air mata, serta harapan, begitu panjang proses perjalanan untuk meraih sebuah kebanggaan.


(10)

ix

Jakarta, 03 November 2014


(11)

x

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ... i

LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SIDANG ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR GRAFIK ... xviii

DAFTAR ISTILAH ... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 11


(12)

xi

C. Reklamasi ... 16

1. Pengertian Reklamasi Pantai ... 16

2. Tujuan Reklamasi ... 17

3. Dampak Reklamasi Pantai ... 18

D. Masyarakat ... 21

1. Pengertian Masyarakat Pesisir ... 21

2. Karakteristik Masyarakat Pesisir ... 22

E. Perubahan Sosial ... 24

1. Pengertian Perubahan Sosial ... 24

2. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial ... 25

3. Strategi Adaptasi ... 29

F. Pendapatan Rumah Tangga ... 30

G. Pengeluaran Rumah Tanngga ... 31

H. Sikap ... 33

1. Pengertian Sikap ... 33

2. Komponen Sikap ... 33

3. Fungsi Sikap ... 34

I. Hasil Penelitian Relevan ... 35

J. Kerangka Berpikir ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

B. Metode Penelitian ... 42

C. Unit Analisis ... 44

D. Instrumen Penelitian ... 44


(13)

xii

F. Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Daerah ... 51

1. Letak Daerah Penelitian ... 51

2. Kependudukan ... 51

B. Kondisi Sarana dan Prasarana ... 54

1. Peribadatan ... 54

2. Kesehatan ... 55

3. Pendidikan ... 56

C. Keadaan Umum Pelabuhan Muara Angke ... 57

1. Latar Belakang ... 57

2. Kebijakan Pengembangan Pelabuhan Muara Angke ... 58

3. Sarana dan Prasarana ... 59

4. Akses Transportasi ... 61

D. Karakteristik Responden ... 62

1. Umur Responden ... 62

2. Jumlah Tanggungan Keluarga ... 63

3. Pengalaman Usaha ... 63

4. Riwayat Pendidikan ... 64

5. Kondisi dan Fasilitas Perumahan ... 65

E. Dampak Pelabuhan Muara Angke Terhadap Perubahan Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat ... 67

1. Keragaman Usaha (Mata Pencaharian) ... 67

2. Perubahan Pendapatan Rumah Tangga ... 69

3. Perubahan Pengeluaran Rumah Tangga ... 74


(14)

xiii

DAFTAR PUSTAKA ... 87 LAPIRAN-LAMPIRAN ... 90


(15)

xiv

Tabel 3.1. Indikator Kondisi dan Fasilitas Perumahan Menurut Badan

Pusat Statistik pada SUSENAS 2003 yang dimodifikasi…….… 47

Tabel 3.2. Indikator Skor Pengukuran Sikap (Positif-Negatif)………….… 49

Tabel 4.1. Komposisi Penduduk Menurut Kewarganegaraan dan Jenis

Kelamin di Kelurahan Pluit dalam Laporan Bulanan

Februari 2014……….………... 53

Tabel 4.2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Pendidikan di Kelurahan

Pluit dalam Laporan Bulanan Februari 2014………... 54

Tabel 4.3. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian

di Kelurahan Pluit dalam Laporan Bulanan Februari 2014…... 55

Tabel 4.4. Jenis Tempat Peribadatan di Kelurahan Pluit dalam

Laporan Bulanan Februari 2014………... 56

Tabel 4.5. Sarana dan Prasarana Kesehatan di Kelurahan Pluit dalam

Laporan Bulanan Februari 2014………... 57

Tabel 4.6. Jumlah Sarana dan Pendidikan Formal di Kelurahan Pluit dalam

Laporan Bulanan Februari 2014………... 58

Tabel 4.7. Daftar Prasarana Pelabuhan Muara Angke Tahun 2002 -2012.... 61

Tabel 4.8. Kelompok Umur Responden Tahun 2014………....….... 64

Tabel 4.9. Tingkat Pendidikan Responden Tahun 2014………... 66

Tabel 4.10. Rata-rata Pendapatan Utama Responden Sebelum dan Sesudah


(16)

xv

Sesudah Pembangunan Pelabuhan Muara Angke Tahun 2014.... 75

Tabel 4.13. Rata-rata Perubahan Pendapatan Total Responden Sebelum dan

Sesudah Pembangunan Pelabuhan MuaraAngke Tahun 2014... 76

Tabel 4.14. Rata-rata Pengeluaran Pangan Responden Sebelum dan Sesudah

Pembangunan Pelabuhan Muara Angke Tahun 2014……... 78

Tabel 4.15. Rata-rata Pengeluaran Non Pangan Responden Sebelum dan

Sesudah Pembangunan Pelabuhan Muara Angke Tahun 2014.... 79

Tabel 4.16. Rata-rata Pengeluaran Total Responden Sebelum dan Sesudah

Pembangunan Pelabuhan Muara Angke Tahun 2014……... 80

Tabel 4.17. Rata-rata Perubahan Pengeluaran Total Responden Sebelum dan

Sesudah Pembangunan Pelabuhan Muara Angke

Tahun 2014………...…... 81

Tabel 4.18. Sikap Responden atas Pembangunan Pelabuhan

Muara Angke………...….. 83

Tabel 4.19. Keuntungan yang Dirasakan Responden atas Pembangunan

Pelabuhan Muara Angke……….……....…...…... 84

Tabel 4.20. Kerugian yang Dirasakan Responden atas Pembangunan


(17)

xvi

1.1.Peta Rencana Pengembangan Kawasan Terbangun/Peta Rencana

Peruntukan Reklamasi Pantura Jakarta ... 6 2.1.Kerangka Berpikir ... 41


(18)

xvii

Lampiran 1 : Karakteristik Responden (Umur, Jumlah Anggota Keluarga,

Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman Usaha) ... 87

Lampiran 2 : Kondisi Perumahan Responden Menurut Kriteria Badan Pusat Statistik pada SUSENAS 2003 ... 88

Lampiran 3 : Fasilitas Perumahan Responden Menurut Kriteria Badan Pusat Statistik pada SUSENAS 2003 ... 89

Lampiran 4 : Indikator Kondisi dan Fasilitas Perumahan Menurut Badan Pusat Statistik pada SUSENAS 2003 yang dimodifikasi ... 90

Lampiran 5 : Hasil Skor Sikap Responden Mengenai Kehadiran Pelabuhan Muara Angke ... 91

Lampiran 6 : Kuesioner Penelitian ... 92

Lampiran 7 : Pedoman Wawancara Tokoh Masyarakat ... 99

Lampiran 8 : Hasil Kuesioner Penelitian (Perwakilan Masing-masing Mata Pencaharian) ...101

Lampiran 9 : Hasil Wawancara Tokoh Masyarakat ...126

Lampiran 10 : Dokumentasi Lapangan ...130

Lampiran 11 : Gambar Lokasi Penelitian ...134


(19)

xviii

Grafik 4.1. Rata-rata Total Pendapatan Responden Sebelum dan Sesudah

Pembangunan Pelabuhan Muara Angke Tahun 2014………... 73

Grafik 4.2. Rata-rata Total Pengeluaran Responden Sebelum dan Sesudah

Pembangunan Pelabuhan Muara Angke Tahun 2014…...…... 78

Grafik 4.3. Ketimpangan Pendapatan dan Pengeluaran Responden

Sebelum dan Sesudah Pembangunan Pelabuhan Muara


(20)

xix

Abrasi : Pengikisan batu oleh air, es atau angin

Bauksit : Barang tambang campuran yang merupakan bahan

dasar aluminium

Biologis : Bersifat biologi (ilmu tentang makhluk hidup)

Biota : Keseluruhan flora dan fauna yang terdapat dalam

suatu daerah

Budidaya : Usaha menghasilkan sesuatu yang baik dan

menguntungkan

Coastal and engineering : Rekayasa daerah pantai Common property resources : Sumber daya milik bersama

Degradasi : Penurunan kualitas atau mutu

Drainase : Pengeringan air yang tergenang di daerah tertentu secara besar-besaran

Ekosistem : Kesatuan komunitas tumbuh-tumbuhan, hewan,

organisme dan non organisme lain serta proses yang menghubungkannya dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas.

Ekologi : Ilmu tentang lingkungan

Environmental services : Jasa-jasa lingkungan, seperti pariwisata dan olahraga.

Erosi : Pengikisan / penipisan permukaan bumi oleh air


(21)

xx

bahan galian kalsium fosfat

Habitat : Tempat makhluk hidup

Hidraulik : Penggunaan air untuk menghasilkan tenaga

Hidrologi : Ilmu tentang air, sifat-sifat dan distribusinya

Konservasi : Perlindungan atas sesuatu dengan pemeliharaan

Lamun : Menggenangi (menutupi karang)

Mangan : Logam yang terdapat dalam tanah

Mangrove : Tanaman bakau

Mineral : Barang tambang

Moluska : Binatang triploblastik selomata tubuhnya tidak

beruas-ruas dan mempunyai cangkok (rumah), seperti bekicot dan siput

Nelayan : Orang yg mata pencaharian utamanya dari usaha

menangkap ikan di laut

Non-renewable resources : Sumber daya tidak dapat pulih, seperti minyak bumi, gas dan hasil tambang lainnya

Oseanografi : Ilmu tentang segala aspek yang berhubungan

dengan laut dan lautan

Overfishing : Kondisi tangkap lebih

Patron-klien : Pola hubungan yang bersifat vertikal antara juragan dan pekerja (buruh)


(22)

xxi

Reklamasi : Pekerjaan untuk mendapatkan bidang lahan

dengan luasan tertentu

Renewable resources : Sumber daya dapat pulih, seperti perikanan, hutan mangrove dan terumbu karang

Sedimentasi : Pengendapan

Subsisten : Memenuhi kehidupan jangka pendek

Stakeholder : Pengampu kebijakan

Sumber daya hayati : Sumber daya kehidupan

Survival of the fittes : Kemampuan bertahan hidup Sustainable capacity : Kapasitas berkelanjutan

Tangible : Hal yang nyata / dapat dihitung


(23)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai negara maritim mempunyai garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Kanada, dan Rusia dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km. Wilayah Laut dan pesisir Indonesia mencapai ¾

wilayah Indonesia (5,8 juta km2 dari 7.827.087 km2).1

Wilayah pesisir dan lautan Indonesia yang kaya dan beragam sumber daya alamnya telah dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia sebagai salah satu sumber bahan makanan utama, khususnya protein hewani, sejak berabad-abad lamanya. Selain menyediakan berbagai sumber daya tersebut, wilayah pesisir dan lautan Indonesia juga memiliki fungsi lain, seperti transportasi dan pelabuhan, kawasan industri, agribisnis dan agro industri, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan pemukiman dan tempat

pembuangan limbah.2 Hingga saat ini wilayah pesisir memiliki sumber daya dan

manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Wilayah pesisir merupakan salah satu sumber daya yang potensial di Indonesia. Wilayah pesisir memiliki pengertian suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Potensi pengembangan yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan secara garis besar

terdiri dari tiga kelompok yaitu:3 sumber daya dapat pulih (renewable resources)

seperti perikanan, hutan mangrove dan terumbu karang, sumber daya tak dapat

pulih (non-renewable resources) seperti minyak bumi, gas dan hasil tambang

lainnya, dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) seperti pariwisata dan

olahraga. Namun pemanfaatan saat ini terdapat kecendrungan yang mengancam

1

Ruchyat Deni Djakapermana, Sekretaris Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Reklamasi

Pantai Sebagai Alternatif Pengembangan Kawasan, Kementerian PU

2

Rokhmin Dahuri, Pendayagunaan Sumber Daya Kelautan, untuk Kesejahteraan Rakyat (Kumpulan Pemikiran Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS), (Jakarta : Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia, 2000) h. 1

3

Rokhmin Dahuri, Pendayagunaan Sumber Daya Kelautan, untuk Kesejahteraan Rakyat

(Kumpulan Pemikiran Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS), h. 10


(24)

kapasitas berkelanjutan (sustainable capacity) dari ekosistem tersebut, seperti

pencemaran perairan, kondisi tangkap lebih (overfishing), degradasi fisik habitat

pesisir utama (mangrove dan terumbu karang), dan abrasi pantai.4 Indonesia

sebagai Negara kepulauan, menurut Supriharyono, diperkirakan 60% dari penduduk Indonesia hidup dan tinggal di daerah pesisir. Sekitar 9.261 desa dari 64.439 desa yang ada di Indonesia dapat dikategorikan sebagai desa atau permukiman pesisir. Mereka ini kebanyakan merupakan masyarakat tradisional dengan kondisi sosial ekonomi dan latar belakang pendidikan yang relatif sangat

rendah. Sekitar 90% mereka hanya berpendidikan sampai sekolah dasar.5

Pembangunan kelautan selama tiga dasawarsa terakhir selalu diposisikan sebagai sektor pinggiran dalam pembangunan sosial-ekonomi. Dengan posisi semacam ini bidang kelautan yang didefinisikan sebagai sektor perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut, industri maritim, perhubungan laut, bangunan kelautan dan jasa kelautan, bukan menjadi arus utama dalam kebijakan pembangunan ekonomi nasional. Kondisi ini menjadi ironis mengingat hampir 75% wilayah Indonesia merupakan lautan dengan potensi yang sangat besar serta berada pada posisi geopolitis yang penting, yakni antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindia yang

merupakan jalur vital perdagangan internasional.6

Terlebih lagi dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai pengaturan pembagian tugas, tanggung jawab dan wewenang pemerintah kabupaten dan kota, yang kemudian disempurnakan oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang memberi kewenangan penuh dalam pengelolaan sumber daya alam di kawasan pesisir dan lautan sampai dengan 12 mil laut untuk provinsi dan 4 mil laut untuk kabupaten/kota. Sudah seharusnya instansi terkait memahami bahwa sektor kelautan dalam perspektif ekonomi tidak hanya sebatas kepentingan bisnis kelautan saja, akan tetapi memandang sektor kelautan secara ekonomi politik

4

Syamsir Salam, Amir Fadilah, Sosiologi Pedesaan, (Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 194

5

Supriharyono, Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2000). h. 4

6


(25)

sebagai kekuatan sosial-ekonomi yang mampu mewujudkan kesejahteraan bangsa. Sehingga kebijaksanaan pembangunan kelautan tidak hanya di dasarkan pada

peningkatan output semata tanpa memberikan kontribusi maksimal bagi

kemakmuran bangsa dan mampu menjawab tuntutan pembangunan

berkelanjutan.7 Salah satu implikasi dari undang-undang tersebut yaitu munculnya

program pemerintah daerah dengan mereklamasi kawasan pesisir Pantai atau juga disebut reklamasi Pantai.

Seiring dengan perkembangan peradaban, masyarakat membutuhkan lahan-lahan baru dalam kegiatan sosial ekonominya, sedangkan lahan yang ada di daratan semakin terbatas. Dengan keadaan seperti ini masyarakat mulai memanfatkan wilayah pesisir untuk berbagai kepentingan, sehingga muncul permasalahan yang berkaitan dengan penyediaan lahan bagi aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat. Untuk memenuhi tuntutan kebutuhan akan lahan, menjadikan usaha mereklamasi pantai sebagai salah satu konsekuensi logis bagi penyediaan lahan baru aktifitas sosial-ekonomi masyarakat.

Oleh karena itu, wajar saja jika belakangan ini usaha untuk mereklamasi pantai semakin banyak bermunculan. Reklamasi pantai memiliki beberapa pengertian. Dari segi bahasa kata reklamasi berasal dari bahasa Inggris yaitu reclamation yang berarti pekerjaan memperoleh tanah. Jadi reklamasi pantai dapat diartikan sebagai pekerjaan untuk mendapatkan bidang lahan dengan luasan tertentu di daerah pesisir dan laut. Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal

Penataan Ruang, Kementrian PU,8 Reklamasi lahan adalah proses pembentukan

lahan baru di pesisir atau bantaran sungai. Sesuai dengan definisinya, tujuan utama reklamasi adalah menjadikan kawasan berair yang rusak atau tidak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan ini biasanya dimanfaatkan untuk kawasan permukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan, pertanian, serta objek wisata. Pengertian ini diperkuat oleh

7

Syamsir Salam, Amir Fadilah, Sosiologi Pedesaan, (Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 198

8

Ruchyat Deni Djakapermana, Sekretaris Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Reklamasi


(26)

undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, mengungkapkan bahwa reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan yang ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. Namun, dalam realitanya, program reklamasi pantai yang banyak dilaksanakan di Indonesia kurang memenuhi kriteria definisi tersebut. Terutama mengenai kelestarian kawasan pesisir serta keberlangsungan sosial-ekonomi masyarakat nelayan.

DKI Jakarta dengan desakan pertambahan penduduk yang pesat, meningkatnya kebutuhan lahan, sulitnya proses pembebasan tanah guna mendapatkan lahan bagi pengembangan kota Jakarta, telah mendorong Pemerintah DKI Jakarta membuat kebijakan untuk mengembangkan wilayah utara bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi diperlukan untuk menopang keberlanjutan kota dan untuk mendorong Jakarta sejajar dengan

kota-kota besar di lingkungan dunia internasional.9 Kebijakan ini ditandai dengan

munculnya program pemerintah daerah dengan mereklamasi wilayah Pantai Utara Jakarta. Kebutuhan akan lahan ini akan meningkatkan harga tanah bahkan melebihi biaya pembangunan. Penghasilan dari penjualan lahan baru ini adalah sumber dana yang akhirnya digunakan untuk membiayai reklamasi pantai

sekaligus penyerasian dari wilayah.10

Rencana pengembangan reklamasi pantai di wilayah Pantai utara Jakarta seluas 2.700 Ha merupakan upaya Pemerintah DKI Jakarta untuk meningkatkan

kualitas lingkungan Pantai Utara Jakarta dan mewujudkan kota pantai (waterfront

city) yang dapat berdiri sejajar dengan kota-kota pantai di Asia Pasifik seperti

Sidney, Singapura dan Hongkong serta dapat mewujudkan Jakarta sebagai kota

pantai yang berkelanjutan (sustainable) serta dapat berdiri sejajar dan bersaing

dengan kota-kota lain di dunia.

9

Sapto Supono, (Desertasi), Model Kebijakan Pengembangan Kawasan Pantai Utara Jakarta Secara Berkelanjutan,Desertasi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor, 2009, tidak dipublikasikan.

10

A. R. Soehoed, Bunga Rampai Pembangunan : Antara Harapan dan Ancaman Masa Depan, (Jakarta : Puri Fadjar Mandiri dan FTUI, 2002), h. 187


(27)

Proyek pengembangan Pantai Utara Jakarta bukanlah gagasan baru yang lahir setelah diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995. Inti dari proyek ini sudah disinggung sewaktu Profesor Ir. H. Van Breen meninjau masalah

banjir kota Jakarta ketika masih menyandang nama Batavia.11 Keputusan Presiden

Nomor 52 Tahun 1995 telah memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada Gubernur DKI Jakarta untuk menyelenggarakan reklamasi kawasan Pantura Jakarta, yang ditindaklanjuti oleh Perda DKI No. 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta. Sementara itu Perda DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999 tentang RTRW Jakarta 2010 dan Pergub No. 121 Tahun 2012 juga ikut memberikan panduan kebijakan

terhadap penyelenggaraan reklamasi Kawasan Pantura Jakarta.12

Reklamasi pantai utara akan menimbun laut Teluk Jakarta seluas 2.700 ha. Batas wilayah reklamasi yaitu dari batas wilayah Tangerang sampai dengan

Bekasi yang dibagi menjadi tiga kawasan yaitu zona barat (west zone), zona

tengah (central zone), dan zona timur (east zone) dengan uraian sebagai berikut :13

1. Zona Barat, termasuk daerah proyek Pantai Mutiara dan proyek Pantai

Hijau di daerah Pluit serta wilayah Pelabuhan Muara Angke dan daerah proyek Pantai Indah Kapuk, dimana yang merupakan daerah reklamasi adalah daerah laut seluas kira-kira 1000 ha (kira-kira 6,5 km x 1,5 km).

2. Zona Tengah, meliputi wilayah Muara Baru dan wilayah Sunda Kelapa,

begitu pula daerah Kota, Ancol Barat dan Ancol Timur hingga pada batas daerah Pelabuhan Tanjung Priok, dimana yang merupakan daerah reklamasi adalah daerah laut seluas kira-kira 1400 ha (kira-kira 8 km x 1,7 km).

3. Zona Timur, yang meliputi wilayah Pelabuhan Tanjung Priok ke Timur

termasuk daerah Marunda dengan luas daerah laut yang akan direklamasi kurang lebih 300 ha (kira-kira 3 km x 1 km).

11

A.R. Soehoed, Proyek PANTURA Transformasi dari Ibukota Propinsi ke Ibukota Negara : Persiapan-persiapan Bagi Proyek Multifungsi, (Jakarta : Djambatan, 2004), h. 25

12 Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara Jakarta, “Rencana Kawasan Reklamasi

Pantai Utara Jakarta”, 2008, (http://panturajakarta.blogspot.com/)

13


(28)

Gambar 1.1. Peta Pengembangan Kawasan Terbangun/Peta Peruntukan Reklamasi Pantura Jakarta

Dalam Pergub No. 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta, diungkapkan bahwa Sub-Kawasan Barat akan proyeksikan sebagai kawasan perumahan horizontal dan vertikal, kegiatan pariwisata dan kawasan perkantoran, perdagangan dan jasa secara terbatas, dalam hal kegiatan pariwisata pemerintah telah membangun Pelabuhan Muara Angke sebagai sarana transportasi massal untuk penyebrangan wisata menuju Kepulauan Seribu. Salah satu latar belakang pembangunan Pelabuhan Muara Angke adalah karena tingginya animo masyarakat maupun wisatawan yang ingin berkunjung ke Kepulauan Seribu, disamping itu pembangunan Pelabuhan Muara Angke ini juga merupakan solusi bagi pemenuhan kebutuhan wisata yang efektif dan efisien masyarakat urban.

Pelabuhan Muara Angke dibangun sejak tahun 2004 dan memiliki luas 3,4 hektar, biaya untuk membangun pelabuhan ini menelan biaya sekitar Rp 130 miliar. Pelabuhan ini utamanya difungsikan untuk mempermudah akses masyarakat atau wisatawan yang ingin berkunjung ke Kepulauan Seribu. Menurut informasi narasumber sebelum dibangun menjadi pelabuhan, kawasan ini awalnya merupakan rawa dan tambak yang dikelola oleh sebagain warga sekitar, yang kemudian mengalami proses pembangunan dengan teknik pengerukan dan


(29)

pengurukan sebidang lahan atau disebut juga reklamasi.14 Dengan pembangunan pelabuhan ini meniscayakan terjadinya suatu dampak serta perubahan sosial-ekonomi masyarakat, proses perubahan sosial terjadi karena manusia adalah makhluk yang berpikir dan bekerja, manusia juga selalu mempertahankan

kehidupannya serta memperbaiki nasibnya.15 Disamping itu, perubahan sosial

juga terjadi karena keinginan manusia untuk menyesuaikan diri dengan keadaan sekelilingnya yang terus berubah baik dalam aspek sosial-budaya maupun aspek ekologis. Dengan berubahnya kondisi fisik suatu wilayah yang diakibatkan oleh pembangunan, masyarakat berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang telah berubah (baru), terutama dalam hal aktivitas sosial-ekonomi masyarakat, seperti penyesuaian antara pendapatan dengan pengeluaran rumah tangga, peralihan matapencaharian, serta strategi-strategi adaptasi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, begitu juga dengan penyesuaian sikap masyarakat terhadap kondisi lingkungan yang baru tersebut.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh dengan mengadakan penelitian mengenai perubahan sosial-ekonomi masyarakat di sekitar pelabuhan Muara Angke. Dengan demikian, maka penelitian ini diberi judul

“Dampak Reklamasi Pantai Utara Jakarta Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat (Tinjauan Sosiologis Masyarakat di Sekitaran Pelabuhan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara)”.

B. Identifikasi Masalah

Jika diamati secara seksama, persoalan pemanfaatan sumber daya pesisir dan lautan selama ini tidak optimal dan berkelanjutan disebabkan oleh faktor-faktor kompleks yang saling terkait satu sama lain. Faktor-faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan kedalam faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah

14

Wawancara dengan pengolah ikan, Bapak Kapidun (80 Tahun), Sabtu 12 Juli 2014, Pukul 12.25 WIB, di halaman rumah.

15

Phill Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Bandung: Bina Cipta, 1977), h. 188.


(30)

faktor yang berkaitan dengan kondisi internal sumber daya masyarakat pesisir dan

nelayan, seperti : 16

1. Rendahnya tingkat pemanfaatan sumber daya, teknologi dan manajemen

usaha,

2. Pola usaha tradisional dan subsisten (hanya cukup memenuhi kehidupan

jangka pendek),

3. Keterbatasan kemampuan modal usaha,

4. Kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat pesisir dan nelayan.

Sedangkan Faktor eksternal, yaitu : 17

1. Kebijakan pembangunan pesisir dan lautan yang lebih berorientasi pada

produktivitas untuk menunjang pertumbuhan ekonomi, bersifat sektoral, parsial dan kurang memihak nelayan tradisional,

2. Belum kondusifnya kebijakan ekonomi makro (political economy), suku

bunga yang masih tinggi serta belum adanya program kredit lunak yang diperuntukan bagi sektor kelautan.

3. Kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena pencemaran dari wilayah

darat, praktek penangkapan ikan dengan bahan kimia, eksploitasi dan perusakan terumbu karang, serta penggunaan peralatatan tangkap yang tidak ramah lingkungan,

4. Sistem hukum dan kelembagaan yang belum memadai disertai

implementasinya yang lemah, dan birokrasi yang beretos kerja rendah serta sarat KKN,

5. Perilaku pengusaha yang hanya memburu keuntungan dengan

mempertahankan sistem pemasaran yang mengutungkan pedagang perantara dan pengusaha,

16

Wahyuningsih Darajati (Direktur Kelautan dan Perikanan, Bappenas), “Strategi

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu dan Berkelanjutan”, Makalah Sosialisasi

Nasional MFCDP, 22 September 2004

17 Wahyuningsih Darajati (Direktur Kelautan dan Perikanan, Bappenas), “Strategi

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu dan Berkelanjutan” Makalah Sosialisasi


(31)

6. Rendahnya kesadaran akan arti penting dan nilai strategis pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan lautan secara terpadu bagi kemajuan dan kemakmuran bangsa.

Dengan adanya pembangunan kawasan komersial jelas akan

mendatangkan banyak keuntungan ekonomi bagi wilayah tersebut. Alasan utamanya adalah bahwa semakin banyak kawasan komersial yang dibangun maka akan menambah pendapatan asli daerah (PAD), kawasan komersil dalam hal ini yaitu hasil dari reklamasi pantai. Reklamasi pantai telah memberikan keuntungan dan dapat membantu kota dalam rangka penyediaan lahan untuk berbagai keperluan (pengembangan kawasan), penataan daerah pantai, pengembangan wisata bahari, dan lain-lain. Namun bagaimanapun juga reklamasi merupakan bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah pantai yang akan melahirkan perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi pantai, dan berpotensi menimbulkan gangguan pada lingkungan. Tidak hanya itu, kehadiran reklamasi juga dapat berdampak pada aspek sosial masyarakat, khususnya untuk aspek-aspek sosial yang nyata, seperti kependudukan, tingkat pendidikan, mata pencaharian, pendapatan dan pengeluaran rumah tangga. Mata pencaharian sebagai petani tambak, nelayan dan buruh misalnya, dengan adanya reklamasi akan mempengaruhi hasil tangkapan dan berimbas pada penurunan pendapatan mereka.

C. Pembatasan Masalah

Ruang lingkup penelitian ini hanya difokuskan pada zona barat saja, yaitu perkampungan nelayan Muara Angke, lokasi ini merupakan salah satu wilayah yang merasakan dampak reklamasi Pantai Utara Jakarta, hasil reklamasi yang terlihat yaitu seperti reklamasi di bagian timur kawasan hunian mewah Pantai Mutiara, reklamasi di bagian barat Pantai Indah Kapuk serta dibangunnya pelabuhan Muara Angke sebagai akses penyebrangan masyarakat umum, karena di pelabuhan sebelumnya yang sebenarnya merupakan pelabuhan nelayan


(32)

intensitasnya sudah terlalu padat. Kehadiran reklamasi ini niscaya berpengaruh terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat Muara Angke.

Kondisi masyarakat di kawasan perkampungan nelayan Muara Angke tidak jauh berbeda dengan kondisi masyarakat pesisir lainnya dimana kebanyakan masyarakat berprofesi sebagai nelayan dan pelaku usaha perikanan lainnya seperti pedagang dan pengolah hasil laut. Sebagian besar nelayan yang ada di Muara Angke merupakan pendatang dari luar wilayah DKI Jakarta seperti dari Indramayu, Cirebon, Serang dan Tegal. Demikian pula para pedagang ikan dan kerang merupakan pendatang yang umumnya sudah berdagang di Muara Angke lebih dari lima tahun.

Permasalahan disini akan difokuskan pada aspek perubahan sosial-ekonomi masyarakat pesisir akibat pembangunan pelabuhan Muara Angke yang merupakan salah satu bagian dari kebijakan reklamasi Pantai Utara Jakarta, dampak sosial-ekonomi mulai muncul ketika terdapat aktivitas : proyek, program atau kebijaksanaan yang akan diterapkan pada suatu masyarakat. Bentuk intervensi ini mempengaruhi keseimbangan pada suatu sistem (masyarakat). Pengaruh yang ditimbulkan bisa bersifat positif, ataupun negatif. Perubahan yang dimaksud adalah beralihnya keadaan sosial-ekonomi masyarakat ketika sebelum adanya reklamasi hingga setelah reklamasi. Kemudian yang dimaksud dengan masyarakat pada penelitian ini adalah masyarakat pesisir yang mencari nafkah di sekitar wilayah penelitian, antara lain nelayan, pedagang dan pengolah ikan, pedagang dan pengolah kerang, dan mata pencaharian non perikanan. Sedangkan,

aspek sosial-ekonomi difokuskan pada aspek-aspek yang dapat diukur (tangible),

seperti pengalaman usaha, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, kondisi dan fasilitas perumahan, mata pencaharian, pendapatan rumah tangga dan pengeluaran rumah tangga.


(33)

D. Rumusan Masalah

Reklamasi yang tidak memperhatikan pedoman perencanaan tata ruang kawasan reklamasi pantai dapat mengakibatkan degradasi lingkungan pesisir, hal ini sangat berpengaruh terhadap hilangnya potensi sumber daya hayati pesisir terutama beberapa biota laut yang selama ini dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, begitu juga pada aspek sosial-ekonomi masyarakat, bagi mereka yang tidak memiliki keterampilan selain melaut, mereka tidak memiliki alternatif usaha lain selain menjadi buruh nelayan, dengan adanya reklamasi akan mempengaruhi hasil tangkapan dan berimbas pada penurunan pendapatan mereka. Oleh karena itu, perlu suatu perencanaan pembangunan yang terpadu, yang tidak hanya berorientasi pada aspek lingkungan saja tetapi juga aspek sosial-ekonomi masyarakat, sehingga dampak sosial-ekonomi masyarakat juga dapat diprediksi dan diantisipasi oleh pemerintah selaku pengampu kebijakan.

Dengan demikian maka muncul rumusan masalah, Bagaimanakah dampak pembangunan pelabuhan Muara Angke terhadap perubahan sosial-ekonomi masyarakat perkampungan nelayan Muara Angke ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis perubahan sosial-ekonomi masyarakat perkampungan nelayan Muara Angke akibat pembangunan pelabuhan Muara Angke.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Dalam hal ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan dan pengetahuan, baik bagi para pembacanya maupun bagi


(34)

para praktisi pengembangan masyarakat, khususnya yang membidangi ilmu sosial.

Disamping itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi universitas yang membidangi ilmu sosial, khususnya jurusan pendidikan ilmu pengetahuan sosial (sosiologi, geografi dan ekonomi), dalam

rangka menciptakan program pendidikan, kurikulum, serta network untuk

pendidikan.

Bagi pengampu kebijakan (stakeholder) dan lembaga swadaya masyarakat

(LSM), hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan alternatif dalam menentukan kebijakan yang meminimumkan dampak sosial, ekonomi dan lingkungan dalam membuat dan menjalankan suatu kebijakan pembangunan. Kemudian bagi masyarakat yang bersangkutan, hasil penelitian ini berguna dalam merencanakan strategi untuk meningkatkan status sosial-ekonomi mereka dan bertahan hidup terhadap perubahan lingkungannya. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai apa itu reklamasi, dan apa saja dampak positif dan negatif yang akan mereka rasakan.


(35)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Potensi Sosial, Ekonomi dan Budaya Wilayah Pesisir

Potensi ekonomi dalam bentuk produk barang dan jasa di kawasan pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil meliputi :

1. Sumber daya diperbaharui (renewable resources) termasuk ikan, udang,

moluska, kerang mutiara, kepiting, rumput laut, hutan mangrove, hewan karang, lamun, dan biota laut lainnya.

2. Sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources)

seperti minyak bumi dan gas, bauksit, timah, bijih besi, mangan, fosfor, dan mineral lainnya.

3. Energi kelautan seperti : energi gelombang, pasang surut, angin dan OTEC

(Ocean Thermal Energy Conversion)

4. Jasa-jasa lingkungan (environmental services) termasuk tempat-tempat

(habitat) yang indah dan menyejukkan untuk lokasi pariwisata dan rekreasi, sarana transportasi dan komunikasi, pengatur iklim, penampung limbah, dan kawasan pemukiman serta industri.

Sejauh ini pemanfaatan sumber daya yang berada di pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil ini masih jauh dari optimal. Hal ini terlihat dari sumbangan

ekonomi bidang kelautan terhadap PDB (Product Domestic Bruto) nasional yang

hanya mencapai sekitar 12,4 % (Rp. 56 Trilyun) pada tahun 1997. Kontribusi tersebut berasal dari tujuh sektor ekonomi kelautan yakni : perikanan (penangkapan dan budidaya), pertambangan dan energi, bangunan kelautan, industri maritim, pariwisata dan jasa kelautan.

Kawasan pesisir sarat dengan masalah-masalah sosial-ekonomi dan budaya yang memiliki implikasi terhadap pengelolaan wilayah pesisir. Masalah


(36)

yang sangat menonjol yaitu bahwa kawasan pesisir umumnya memiliki status

sebagai sumber daya milik bersama (common property resources) akibatnya

pemanfaatan sumber daya kawasan pesisir menjadi tidak bisa dikontrol karena tidak ada keputusan kolektif. Kelebihan pemanfaatan dan eksploitasi sumber daya terjadi dimana-mana yang akhirnya membuat sumber daya rusak dan memberikan produktivitas, hasil, dan pendapatan yang rendah. Gejala ini disebut dengan

tragedi milik bersama (Tragedy of The Common).18

B. Penataan Ruang

Dalam melaksanakan konsep pengembangan suatu wilayah, tentunya harus melalui proses perencanaan tata ruang wilayah yang matang, yakni perencanaan yang komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, dan budaya demi mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, seperti pemanfaatan ruangan untuk kawasan peruntukan pemukiman harus sesuai dengan daya dukung tanah setempat dan harus dapat menyediakan lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi pengembangan masyarakat sekitar, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi ekologi. Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan peruntukan pemukiman harus didukung oleh ketersediaan fasilitas fisik atau utilitas umum (kemudahan akses transportasi, pasar, pusat perdangangan dan jasa, perkantoran, sarana air bersih, persampahan, penanganan limbah dan drainase) dan fasilitas sosial (kesehatan, pendidikan dan agama).

Mengikuti UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, tujuan kebijakan penataan ruang wilayah pesisir dan lautan dirumuskan sebagai berikut :19

18

Rokhmin Dahuri, Pendayagunaan Sumber Daya Kelautan, untuk Kesejahteraan Rakyat (Kumpulan Pemikiran Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS), (Jakarta : Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia, 2000), h. 10

19

Iwan Nugroho, Rokhmin Dahuri, Pengembangan Wilayah : Pespektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan, (Jakarta : LP3ES, 2012), cet. 2, h. 306


(37)

1. Terselenggaranya pemanfaatan ruang (sumber daya dan jasa lingkungan)

2. Terselenggaranya pengaturan pemanfatan ruang kawasan lindung dan

budidaya wilayah pesisir dan kelautan

3. Tercapainya pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan kelautan yang

berkualitas

Tujuan-tujuan tersebut secara tidak langsung mensyaratkan adanya zoning

dalam pemanfaatan ruang. Dengan kata lain pembangunan yang dialokasikan

melalui zoning pada setiap wilayah harus disesuaikan dengan daya dukung

lingkungan dan secara ekonomis menguntungkan.

Secara konsepsional, dalam suatu wilayah dimana pembangunan

dialokasikan, setidaknya terdapat tiga zona yaitu :20

1. Zona Preservasi, yaitu suatu wilayah yang mengandung atribut ekologis

dan biologis yang sangat penting bagi kelangsungan hidup ekosistem dan seluruh komponennya, meliputi biota (organisme) termasuk kehidupan manusia, spesies langka atau endemik, habitat dan berpijah, berbagai biota laut, ikan, dan biota laut lainnya, dan sumber air tawar. Di dalam zona ini tidak diperkenankan kegiatan pemanfaatan atau pembangunan, kecuali untuk kepentingan penelitian dan pendidikan.

2. Zona Konservasi, yaitu wilayah yang diperbolehkan adannya kegiatan

pembangunan, tetapi dengan intensitas yang terbatas dan sangat terkendali, misalnya wisata bahari, perikanan tangkap dan budi daya yang ramah

lingkungan (responsible fisheries) dan pengusahaan hutan mangrove

secara lestari. Zona konservasi bersama preservasi berfungsi memelihara berbagai proses penunjang kehidupan, seperti siklus hidrologi dan unsur hara; membersihkan limbah secara alamiah; dan sumber keanekaragaman

hayati (bio diversity). Luas kedua zona ini yang optimal dalam suatu

wilayah, tergantung pada kondisi alamnya, seyogyanya berkisar antara 30 sampai 50 persen dari luas wilayah.

20

Iwan Nugroho, Rokhmin Dahuri, Pengembangan Wilayah : Pespektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan, cet. 2, h. 306-307


(38)

3. Zona pemanfaatan, yaitu wilayah yang karena sifat biologis dan ekologisnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan pembangunan yang lebih intensif, antara lain seperti industri, pertambangan dan pemukiman. Namun kegiatan-kegiatan pembangunan dalam zona pemanfaatan hendaknya harmonis mengikuti karakteristik ekologis.

C. Reklamasi

Untuk memahami suatu permasalahan menegenai reklamasi, perlu kiranya melakukan suatu pendekatan terhadap masalah, pendekatan ini dapat diperoleh melalui pemahaman menegenai definisi, tujuan, serta dampak dari reklamasi.

1. Pengertian Reklamasi Pantai

Istilah “reklamasi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pengurukan (tanah), atau juga usaha memperluas pertanian (tanah) atau dengan memanfaatkan daerah yang sebelumnya tidak bermanfaat menjadi

bermanfaat. Sedangkan mereklamasi berarti membuka tanah untuk digarap.21

Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementrian PU,22

Reklamasi lahan adalah proses pembentukan lahan baru di pesisir atau bantaran sungai. Sesuai dengan definisinya, tujuan utama reklamasi adalah menjadikan kawasan berair yang rusak atau tidak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan ini biasanya dimanfaatkan untuk kawasan permukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan, pertanian, serta objek wisata.

Dalam Undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, mengungkapkan bahwa reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat sumber

21

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 1188

22

Ruchyat Deni Djakapermana, Sekretaris Direktorat Jenderal Penataan Ruang,


(39)

daya lahan yang ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. Pengertian ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 40/PRT/M/2007 mengenai Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai.

Dengan demikian, reklamasi adalah usaha pembentukan lahan baru dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan yang ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi. Sedangkan reklamasi pantai dapat diartikan sebagai usaha pembentukan lahan baru baik yang menyatu dengan wilayah pantai ataupun yang terpisah dari pantai dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan yang ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi.

2. Tujuan Reklamasi

Tujuan reklamasi adalah menjadikan kawasan berair yang rusak atau tidak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan baru tersebut, biasanya dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman, perindustrian, bisnis dan

pertokoan, pertanian, serta objek wisata.23 Khususnya pada Kota Jakarta,

tujuan utama reklamsi Pantai Utara Jakarta yaitu untuk menekan laju pertumbuhan, dimana tempat yang baru tersebut akan dijadikan pemukiman

yang mampu menampung sekitar 1,5 juta penduduk Jakarta.24

Reklamasi pantai merupakan salah satu langkah pemekaran kota. Reklamasi dilakukan oleh negara atau kota-kota besar yang laju pertumbuhan dan kebutuhan lahannya meningkat demikian pesat tetapi mengalami kendala dengan semakin menyempitnya lahan daratan (keterbatasan lahan). Dengan

23 Modul Terapan, Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai

(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 44/PRT/M/2007), Direktorat Jenderal Penataan Ruang,

Departemen Pekerjaan Umum. h. 16.

24

Ruchyat Deni Djakapermana, Sekretaris Direktorat Jenderal Penataan Ruang,


(40)

kondisi tersebut, pemekaran kota ke arah daratan sudah tidak memungkinkan lagi, sehingga diperlukan daratan baru. Selain reklamasi, alternatif lain dari kebutuhan lahan adalah pemekaran ke arah vertikal dengan membangun

gedung-gedung pencakar langit dan rumah-rumah susun.25

3. Dampak Reklamasi Pantai

Sebagai proses perubahan yang terencana, jelas bahwa masalah sosial yang timbul bukan merupakan hal yang ikut direncanakan. Oleh sebab itu, maka lebih tepat disebut sebagai efek sampingan atau dampak dari proses pembangunan masyarakat. Mengingat bahwa gejala sosial merupakan fenomena yang saling terkait, maka tidak mengherankan jika perubahan yang terjadi pada salah satu atau beberapa aspek, yang dikehendaki atau tidak dikehendaki, dapat menghasilkan terjadinya perubahan pada aspek yang lain. Terjadinya dampak yang tidak dikehendaki itulah yang kemudian

dikategorikan sebagai masalah sosial.26

Perubahan pantai dan dampak akibat adanya reklamasi tidak hanya bersifat lokal, tetapi meluas. Reklamasi memiliki dampak positif maupun negatif bagi masyarakat dan ekosistem pesisir dan laut. Dampak ini pun mempunyai sifat jangka pendek dan jangka panjang yang dipengaruhi oleh

kondisi ekosistem dan masyarakat disekitar.27

a. Dampak positif

Secara umum dampak positif dari kegiatan reklamasi sesuai dengan tujuan diadakannya reklamsi, seperti menghidupkan kembali

25 Modul Terapan, Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai

(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 44/PRT/M/2007), h. 16-17.

26

Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, (Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995), h. 165.

27

Ruchyat Deni Djakapermana, Sekretaris Direktorat Jenderal Penataan Ruang,


(41)

transportasi air, membuka peluang pembangunan wilayah pesisir, meningkatkan pariwisata bahari, serta meningkatkan pendapatan daerah.

Kegiatan reklamasi antara lain tentunya pada peningkatan kualitas dan nilai ekonomi kawasan pesisir, mengurangi lahan yang dianggap kurang produktif, penambahan wilayah, perlindungan pantai dari erosi, peningkatan kondisi habitat perairan, perbaikan rejim hidraulik kawasan pantai, dan penyerapan tenaga kerja

Reklamasi banyak memberikan keuntungan dalam

mengembangkan wilayah. Praktek ini memberikan pilihan penyediaan lahan untuk pemekaran wilayah, penataan daerah pantai, menciptakan alternatif kegiatan dan pengembangan wisata bahari. Pulau hasil reklamasi dapat menahan gelombang pasang yang mengikis pantai, Selain itu juga dapat menjadi semacam bendungan untuk menahan banjir rob di daratan.

b. Dampak negatif

Namun perlu diingat pula, reklamasi merupakan hasil campur tangan manusia terhadap alam, sehingga memungkinkan semua kegiatan ini juga membawa dampak buruk. Diantara dampak negatif reklamasi pantai pada lingkungan meliputi dampak fisik seperti perubahan

hidro-oseanografi, erosi pantai, sedimentasi, peningkatan kekeruhan,

pencemaran laut, perubahan rejin air tanah, peningkatan potensi banjir dan penggenangan di wilayah pesisir. Sedangkan, dampak biologis berupa terganggunya ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, estuaria dan penurunan keanekaragaman hayati.

Adanya kegiatan ini, wilayah pantai yang semula merupakan ruang publik bagi masyarakat akan hilang atau berkurang karena dimanfaatkan untuk kegiatan privat. Keanekaragaman biota laut juga akan berkurang, baik flora maupun fauna, karena timbunan tanah urugan mempengaruhi


(42)

ekosistem yang sudah ada. Sistem hidrologi gelombang air laut yang jatuh ke pantai akan berubah dari alaminya. Berubahnya alur air akan mengakibatkan daerah di luar reklamasi akan mendapat limpahan air yang banyak sehingga kemungkinan akan terjadi abrasi, tergerus atau mengakibatkan terjadinya banjir atau rob.

Disamping itu, reklamasi pantai juga berdampak pada aspek sosial-ekonomi masyarakat, kegiatan masyarakat di wilayah pantai sebagian besar adalah petani tambak, nelayan dan buruh, sehingga adanya reklamasi akan mempengaruhi hasil tangkapan dan berimbas pada penurunan pendapatan mereka.

Kondisi ekosistem di wilayah pantai yang kaya akan keanekaragaman hayati sangat mendukung fungsi pantai sebagai penyangga daratan. Ekosistem perairan pantai sangat rentan terhadap perubahan sehingga apabila terjadi perubahan baik secara alami maupun rekayasa akan mengakibatkan berubahnya keseimbangan ekosistem. Terganggunya ekosistem perairan pantai dalam waktu yang lama, pasti

memberikan kerusakan ekosistem wilayah pantai, kondisi ini

menyebabkan kerusakan pantai. Untuk reklamasi biasanya memerlukan material urugan yang cukup besar yang tidak dapat diperoleh dari sekitar pantai, sehingga harus didatangkan dari wilayah lain yang memerlukan jasa angkutan. Pengangkutan ini berakibat pada padatnya lalu lintas, penurunan kualitas udara, debu, bising yang akan mengganggu kesehatan masyarakat.

Sehingga untuk meminimalkan dampak fisik, ekologis, sosial ekonomi dan budaya negatif serta mengoptimalkan dampak positif, maka kegiatan reklamasi harus dilakukan secara hati-hati dan berdasar pada

pedoman yang ada dengan melibatkan stakeholder. Pada dasarnya,


(43)

yaitu memperhatikan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan dengan orientasi jangka panjang.

D. Masyarakat

1. Pengertian Masyarakat Pesisir

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, masyarakat diartikan sebagai sekumpulan orang yang hidup bersama pada suatu tempat atau wilayah

dengan ikatan aturan tertentu dan kesamaan tertentu.28 Auguste Comte dalam

Abdulsyani mengatakan bahwa masyarakat merupakan kelompok-kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan yang

tersendiri.29

Definisi wilayah pesisir Menurut Dahuri dalam Syamsir Salam, hingga saat ini belum ada definisi yang baku. Namun demikian, terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara

daratan dan lautan.30 Dengan kata lain wilayah pesisir berarti tanah dasar

berpasir dipantai ditepi laut.

Masyarakat pesisir adalah kelompok orang yang bermukim di wilayah pesisir, mempunyai mata pencaharian dari sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut, misalnya nelayan, pembudidaya ikan, pedagang, pengelola ikan, pemilik atau pekerja perusahaan perhubungan laut, pemilik atau pekerja pertambangan dan energi di wilayah pesisir, pemilik atau pekerja

industri maritim, misalnya galangan kapal dan coastal and engineering.

28 Kamus Besar Bahasa Indonesia

, (Jakarta : Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 924

29

Abdulsyani, SOSIOLOGI : Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2012), h. 31

30

Syamsir Salam, Amir Fadilah, Sosiologi Pedesaan, (Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 199


(44)

Berdasarkan definisi di atas, maka masyarakat pesisir diartikan sebagai sekumpulan orang yang bertempat tinggal di tepi pantai dan memiliki mata pencaharian yang berasal dari sumber daya laut dan pantai tersebut.

2. Karakteristik Masyarakat Pesisir

Sifat dan karakteristik masyarakat pesisir sangat dipengaruhi oleh jenis kegiatan mereka, seperti usaha perikanan tangkap, usaha perikanan tambak, dan usaha pengolahan hasil perikanan yang memang dominan dilakukan oleh mereka. Karena sifat dari usaha-usaha mereka sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, musim dan pasar, maka karakteristik masyarakat pesisir juga terpengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.

Secara struktural, masyarakat nelayan dan kegiatan ekonomi perikanannya, seperti yang digambarkan Firth memiliki kemiripan dengan sistem ekonomi petani. Walaupun karakteristik aktivitas produksi nelayan dan petani berbeda, tetapi dalam beberapa hal terdapat kesamaan yang bersifat umum, seperti kerentanan secara ekonomi terhadap timbulnya ketidakpastian

yang berkaitan dengan musim-musim produksi.31 Karakteristik ini menjadi

karakteristik yang paling mencolok di kalangan masyarakat pesisir, terutama bagi para nelayan kecil. Pada musim penangkapan para nelayan sangat sibuk melaut. Sebaliknya, pada musim paceklik kegiatan melaut menjadi berkurang sehingga banyak nelayan yang terpaksa menganggur.

Kondisi ini mempunyai implikasi besar pula terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat pantai secara umum dan kaum nelayan khususnya.

Kondisi di atas turut pula mendorong munculnya pola hubungan tertentu yang sangat umum dijumpai dikalangan nelayan dan juga petani tambak, yakni pola hubungan yang bersifat vertikal, yang terwujud dalam

31

Kusnadi, Nelayan : Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial, (Bandung : Humaniora Utama Press, 2000), h. 23


(45)

hubungan patron-klien. Menurut Scott dalam Kusnadi menyatakan bahwa

hubungan patron-klien merupakan kasus hubungan antara dua orang yang

sebagian besar melibatkan persahabatan instrumental, dimana seseorang yang

kedudukan sosialnya (patron) lebih tinggi menggunakan pengaruh dan sumber

daya yang dimilikinya untuk memberikan perlindungan atau keuntungan, atau

keduanya kepada orang yang kedudukannya (client) lebih rendah.32 Karena

keadaan ekonomi yang buruk, maka para nelayan kecil, buruh nelayan, petani tambak kecil, dan buruh tambak seringkali terpaksa meminjam uang dan barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari dari para juragan atau para pedangang pengumpul. Konsekuensinya, para peminjam tersebut menjadi terikat dengan pihak juragan atau pedagang. Keterkaitan tersebut antara lain berupa keharusan menjual produknya kepada pedagang atau juragan tersebut. Pola hubungan yang tidak simetris ini tentu saja sangat mudah menjadi alat mendominasi dan eksploitasi.

Aturan-aturan yang digunakan umumnya timbul dan berakar dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Aturan-aturan dan kebijakan ini kemudian ditetapkan, dan dikukuhkan sebagai hukum adat yang disepakati bersama. Dalam penerapannya, aturan-aturan tersebut juga langsung diaplikasikan, diawasi dan dievaluasi sendiri oleh masyarakat.

Sistem pengelolaan di atas dapat berjalan dengan baik di dalam struktur masyarakat yang masih sederhana dan belum banyak dimasuki oleh pihak luar. Hal ini dikarenakan baik budaya, tatanan hidup dan kegiatan masyarakat relatif homogen dan masing-masing individu merasa mempunyai kepentingan yang sama dan tanggung jawab dalam melaksanakan dan

mengawasi hukum yang sudah disepakati bersama.33

32

Kusnadi, Nelayan : Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial, (Bandung : Humaniora Utama Press, 2000), h. 18

33

Rokhmin Dahuri, Pendayagunaan Sumber Daya Kelautan, untuk Kesejahteraan Rakyat (Kumpulan Pemikiran Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS), (Jakarta : Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia, 2000), h.7-8


(46)

E. Perubahan Sosial

1. Pengertian Perubahan Sosial

Kata lain dari perubahan adalah transformasi. Transformasi berasal

dari bahasa Inggris transformation yang berarti perubahan bentuk atau

penggantian rupa.34 Kemudian diserap kedalam bahasa Indonesia dengan kata

transformasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, transformasi berarti

perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi dan sebagainya).35 Perubahan sosial

merupakan segala transformasi pada individu, kelompok, masyarakat, dan lembaga-lembaga sosial yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai, sikap, dan pola perilaku diantara kelompok dalam

masyarakat.36

Pada dasarnya setiap masyarakat yang ada di muka bumi ini dalam hidupnya akan mengalami perubahan baik sosial ataupun ekonomi. Adanya perubahan tersebut akan dapat diketahui bila kita melakukan suatu perbandingan dengan menelaah suatu masyarakat pada masa tertentu yang kemudian kita bandingkan dengan keadaan masyarakat pada waktu yang lampau. Perubahan sosial ekonomi yang terjadi di dalam masyarakat merupakan suatu proses yang terus menerus, ini berarti bahwa setiap masyarakat akan mengalami perubahan-perubahan dalam setiap aspek kehidupan.

William F. Ogburn mengemukakan bahwa ruang lingkup perubahan sosial mencakup unsur-unsur kebudayaan yang materiil ataupun immaterial dengan menekankan bahwa pengaruh yang besar dari unsur-unsur immareriil.

Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi dalam fungsi dan struktur masyarakat. Perubahan sosial dikatakannya

34

Rayner Hardjono, Kamus Populer Inggris-Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 401

35

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 1544

36

Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial Dasar : Sebuah Kajian Pendekatan Struktural, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2007), h. 142


(47)

sebagai perubahan dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan hubungan sosial tersebut.

Sementara itu Selo Soemardjan mengungkapkan bahwa perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalam nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola perilaku diantara kelompok dalam

masyarakat.37

Dari beragam definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur sosial atau organisasi sosial masyarakat, yang memengaruhi sistem sosial masyarakat secara keseluruhan.

2. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial

Pada dasarnya, perubahan sosial terjadi oleh karena anggota masyarakat pada waktu tertentu merasa tidak puas lagi terhadap keadaan hidupnya yang lama. Norma-norma dan lembaga sosial atau sarana penghidupan yang lama dianggap tidak memadai lagi untuk memenuhi

kebutuhan hidup yang baru.38

Untuk mempelajari perubahan sosial masyarakat, perlu diketahui sebab-sebab yang melatari terjadinya perubahan itu. Apabila diteliti lebih mendalam sebab terjadinya suatu perubahan masyarakat, mungkin dikarenakan adanya suatu yang dianggap sudah tidak lagi memuaskan masyarakat sebagai pengganti faktor yang lama itu. Mungkin juga masyarakat mengadakan perubahan karena terpaksa demi untuk menyesuaikan suatu

37

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2009), h. 262-263.

38


(48)

faktor dengan faktor-faktor lain yang sudah mengalami perubahan terlebih dahulu.39

Proses perubahan sosial terjadi karena manusia adalah makhluk yang berpikir dan bekerja, manusia juga selalu mempertahankan kehidupannya serta memperbaiki nasibnya. Disamping itu, perubahan sosial juga terjadi karena keinginan manusia untuk menyesuaikan diri dengan keadaan sekelilingnya

ataupun disebabkan oleh faktor ekologis.40

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa ada sumber sebab-sebab yang

terletak di dalam masyarakat itu sendiri dan ada yang letaknya di luar.41

Sebab-sebab yang bersumber dari dalam masyarakat itu sendiri, antara lain sebagai berikut :

a. Bertambah atau Berkurangnya Penduduk

Pertambahan penduduk yang sangat pesat di pulau Jawa menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, terutama pada lembaga-lembaga kemasyarakatannya.

Berkurang dan bertambahnya penduduk disebabkan berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dari daerah ke daerah lain. Perpindahan penduduk mengakibatkan kekosongan, misalnya, dalam bidang pembagian kerja dan stratifikasi sosial, yang memengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan.

b. Penemuan-penemuan Baru

Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi dalam jangka waktu tidak terlalu lama disebut dengan inovasi atau

39

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2009), h. 275.

40

Phill Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Bandung: Bina Cipta, 1977), h. 188.

41


(49)

innovation. Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan baru yang tersebar keseluruh bagian masyarakat dan cara-cara unsur kebudayaan baru diterima, dipelajari, dan akhirnya dipakai oleh masyarakat.

Menurut Koentjraningrat dalam Abdulsyani, faktor-faktor yang mendorong individu untuk mencari penemuan baru adalah sebagai berikut :42

1. Kesadaran dari orang perorangan akan kekurangan dalam

kebudayaannya.

2. Kualitas dari ahli-ahli dalam suatu kebudayaan.

3. Perangsang bagi aktivitas-aktivitas penciptaan dalam masyarakat.

c. Pertentangan (conflict) Masyarakat

Pertentangan-pertentangan yang ada di dalam masyarakat yang terjadi antara individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan kelompok. Umumnya masyarakat tradisional Indonesia bersifat kolektif. Segala kegiatan di dasarkan pada kepentingan masyarakat. Kepentingan individu walaupun diakui, tetapi mempunyai fungsi sosial sering timbul

pertentangan antara kepentingan individu dengan kepentingan

kelompoknya, yang dalam hal-hal tertentu dapat menimbulkan perubahan sosial.

Suatu perubahan sosial dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri, antara lain sebagai berikut :

a. Sebab-sebab yang Berasal dari Lingkungan Alam Fisik yang Ada di Sekitar Manusia

42

Abdulsyani, SOSIOLOGI : Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2012), h. 164-165.


(50)

Terjadinya gempa bumi, banjir besar, dan sebagainya menyebabkan masyarakat-masyarakat yang mendiami daerah-daerah tersebut terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya. Apabila masyarakat tersebut mendiami tempat tinggalnya yang baru tersebut, kemungkinan hal tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan.

Begitu juga dengan perubahan fisik lingkungan tempat hidup masyarakat, dalam hal ini yaitu reklamasi pantai yang dapat mengakibatkan perubahan baik pada aspek lingkungan maupun sosial ekonomi masyarakat. Dampak negatif yang bersumber pada lingkungan alam fisik biasanya ditimbulkan oleh tindakan dari para masyarakat itu sendiri yang kurang memperhatikan keberlangsungan ekosistem.

Perubahan lingkungan akan memperlihatkan penyesuaian

masyarakat pada lingkungan yang baru, terutama dalam hal penyesuaian terhadap aktivitas sosial-ekonomi masyarakat yang berkaitan dengan mata pencaharian, pendapatan dan pengeluaran rumah tangga, selain itu masyarakat juga berusaha untuk menyesuaikan mental atau sikap terhadap lingkungan baru tersebut. Keberhasilan masyarakat dalam proses penyesuaian akan menentukan arah perubahan mereka, apakah mereka

akan mengalami kemunduran (regress) atau kemajuan (progress).

b. Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain

Apabila sebab-sebab perubahan bersumber pada masyarakat lain, itu mungkin terjadi karena kebudayaan dari masyarakat lain melancarkan pengaruhnya. Hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua masyarakat mempunyai kecendrungan untuk menimbulkan pengaruh

timbal balik. Artinya, masing-masing masyarakat memengaruhi

masyarakat lainnya, tetapi juga menerima pengaruh dari masyarakat yang lain.


(51)

3. Strategi Adaptasi

Banyaknya intervensi manusia mengakibatkan berubahnya kondisi fisik atau lingkungan yang sekian lama menjadi sumber penghidupan masyarakat, sehingga berpengaruh pada pendapatan masyarakat, untuk menyikapi tekanan sosial ekonomi serta kemiskinan yang dihadapi masyarakat, kelompok rumah tangga berusaha mengembangkan strategi adaptasi. Dengan cara demikian, mereka tetap sanggup melangsungkan

kehidupnya (survival of the fittes).43

Corner berpendapat bahwa kalangan penduduk miskin pedesaan terdapat beberapa pola strategi adaptasi yang dikembangkan untuk menjaga

kelangsungan hidup :44

a. Melakukan beraneka ragam pekerjaan untuk memperoleh penghasilan.

Pekerjaan-pekerjaan yang tersedia di desa dan dapat merendahkan martabat pun akan tetap diterima, walaupun upahnya rendah. Balasan berupa pangan membuat suatu pekerjaan menjadi lebih menarik.

b. Jika kegiatan-kegiatan tersebut masih kurang memadai, penduduk

miskin akan berpaling pada sistem penunjang yang ada di lingkungannya. Sistem ikatan kekerabatan, ketetanggaan, dan pengaturan tukar-menukar secara timbal balik merupakan sumber daya yang sangat berharga bagi penduduk miskin. Pola-pola hubungan sosial demikian memberi rasa aman dan terlindungi bagi orang miskin. Rasa aman dan ikatan-ikatan emosional yang relatif masih kuat dalam kehidupan suatu komunitas dapat menjelaskan bahwa tingkat penghasilan bukanlah faktor determinan satu-satunya dari mata pencaharian orang miskin.

43

Kusnadi, Nelayan : Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial, (Bandung : Humaniora Utama Press, 2000) h. 5

44


(52)

c. Bekerja lebih banyak meskipun lebih sedikit masukan. Startegi yang bersifat ekonomis ini ditempuh untuk mengurangi tingkat kebutuhan konsumsi sehari-hari.

d. Memilih alternatif lain jika ketiga altenatif di atas sulit dilakukan dan

memungkinkan untuk tetap bertahan hidup di desa sudah sangat kritis. Rumah tangga miskin tersebut harus menghadapi pilihan terakhir agar segera meninggalkan desa dan bermigrasi ke kota. Dengan cara demikian, rumah tangga miskin dapat menganekaragamkan sumber-sumber pendapatannya dari luar desa.

Keempat pola strategi adaptasi untuk kelangsungan hidup di atas terus berputar sekitar akses sumber daya dan pekerjaan. Dalam perebutan sumber daya ini, kelompok-kelompok miskin tidak hanya bersaing dengan pihak yang kaya dan kuat (vertikal), tetapi juga di antara komunitas mereka sendiri (horizontal).

F. Pendapatan Rumah Tangga

Menurut istilah statistik, pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diterima oleh rumah tangga bersangkutan baik yang berasal dari pendapatan kepala rumah tangga maupun pendapatan anggota-anggota rumah tangga. Pendapatan rumah tangga dapat berasal dari balas jasa faktor produksi tenaga kerja (upah dan gaji, keuntungan, bonus, dan lain lain), balas jasa kapital (bunga, bagi hasil, dan lain lain), dan pendapatan yang berasal dari pemberian pihak lain

(transfer).45 Badan Pusat Statistik (BPS), menyatakan bahwa pendapatan dan

penerimaan rumah tangga adalah seluruh pendapatan dan penerimaan yang terima

oleh seluruh anggota ekonomi yang terdiri atas :46

45

Istilah Statistik, Badan Pusat Statistik,

(http://www.bps.go.id/menutab.php?tab=6&ist=1&var=P)

46

Darma Utama, (Skripsi), Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan di Muara Angke, Jakarta Utara, DKI Jakarta,Skripsi pada Prodi


(53)

1. Pendapatan dari upah atau gaji yang mencakup upah atau gaji yang diterima oleh seluruh keluarga ekonomi yang bekerja sebagai buruh dan merupakan imbalan bagi pekerjaan yang dilakukan untuk suatu perusahaan, majikan, atau instansi tertentu, baik berupa barang maupun jasa.

2. Pendapatan dari usaha seluruh anggota keluarga yang berupa pendapatan

kotor yaitu selisih jual barang dan jasa yang diproduksi dengan biaya produksinya.

3. Pendapatan lainnya yaitu pendapatan diluar gaji atau upah yang

menyangkut usaha lain dari: penerimaan sewa rumah milik sendiri, bunga, dividen, royalti, paten, sewa/kontrak, lahan, rumah, gedung, bangunan dan peralatan.

Sumber pendapatan yang beragam tersebut dapat terjadi karena anggota rumah tangga yang bekerja melakukan lebih dari satu pekerjaan atau masing-masing anggota rumah tangga mempunyai kegiatan yang berbeda antara yang satu dengan lainnya. Kumpulan dari pendapatan tersebut merupakan total pendapatan rumah tangga. Penelitian ini akan melihat pendapatan rumah tangga masyarakat pesisir berdasarkan jenis pekerjaannya (nelayan, pedagang dan pengolah ikan, pedagang dan pengolah kerang, dan pekerjaan non perikanan). Pendapatan rumah tangga dalam penelitian ini berasal dari pendapatan usaha, yang terdiri dari pendapatan utama dan pendapatan tambahan mereka selama sebulan, dengan perbandingan waktu sebelum dan sesudah dibangunnya pelabuhan Muara Angke.

G. Pengeluaran Rumah Tangga

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pola pengeluaran rumah tangga merupakan indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi pendapatan maka porsi pengeluaran akan bergeser dari

Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2006, tidak dipublikasikan. h. 9-10


(54)

pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran untuk bukan makanan. Pengeluaran

tersebut terdiri atas :47

1. Konsumsi makanan, terdiri dari kelompok padi-padian, umbi-umbian,

ikan, daging, telur, dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbu, tembakau dan sirih.

2. Konsumsi untuk barang bukan makanan, terdiri dari perumahan dan

fasilitas rumah tangga, aneka barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, barang tahan lama, keperluan pesta dan upacara.

Pada kondisi pendapatan terbatas, pemenuhan kebutuhan makanan akan menjadi perioritas utama, sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan. Seiring dengan peningkatan pendapatan maka lambat laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dan peningkatan porsi pendapatan yang dibelanjakan

untuk bukan makan.48 Pengeluaran barang dan jasa di luar makanan merupakan

bagian terbesar dari pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran tersebut mencakup pengeluaran untuk perawatan, kesehatan, peningkatan pendidikan, rekreasi, olah raga, dan lainnya.

Dalam penelitian ini sumber pengeluaran rumah tangga diperoleh dari pengeluaran makanan dan bukan makanan dalam periode satu bulan. dengan perbandingan waktu sebelum dan sesudah dibangunnya pelabuhan Muara Angke.

47

Darma Utama, (Skripsi), Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan di Muara Angke, Jakarta Utara, DKI Jakarta,Skripsi pada Prodi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2006, tidak dipublikasikan. h. 10-11

48Ringkasan Eksekutif Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia (Hasil SUSENAS


(55)

H. Sikap

1. Pengertian Sikap

Baron dan Byrne mengemukakan definisi sikap sebagai penilaian subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Menurut Colman, sikap adalah sebuah pola yang menetap berupa respons evaluatif tentang orang, benda, atau isu.

Strickland menjelaskan bahwa sikap adalah kecendrungan untuk memberikan respon secara kognitif, emosi, dan perilaku yang diarahkan pada suatu objek, pribadi dan situasi khusus dalam cara-cara tertentu. Menurut Eagly & Chaiken, sikap melibatkan kecendrungan respon yang bersifat preferensial. Dalam konteks itu, seseorang memiliki kecendrungan untuk puas atau tidak puas, positif atau negatif, suka atau tidak suka terhadap suatu objek

sikap.49

Dengan demikian, sikap merupakan emosi atau efek yang diarahkan oleh seseorang kepada orang lain, benda, maupun peristiwa sebagai objek sasaran sikap, atau dengan kata lain sikap merupakan kecendrungan untuk bereaksi puas atau tidak puas, positif atau negatif, suka atau tidak suka terhadap suatu objek sikap.

2. Komponen Sikap

Terdapat tiga komponen sikap, yaitu komponen respon evaluatif kognitif, komponen respon evaluatif afektif dan komponen respon evaluatif

perilaku :50

a. Komponen respon evaluatif kognitif adalah gambaran tentang cara

seseorang dalam mempersepsi objek, peristiwa, atau situasi sebagai

49

Fattah Hanurawan, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 64-65

50


(56)

sasaran sikap. Komponen ini adalah pikiran, keyakinan, atau ide seseorang tentang suatu objek. Dalam bentuk yang paling sederhana, komponen kognitif adalah kategori-kategori yang digunakan dalam berpikir.

b. Komponen respon evaluatif afektif adalah perasaan atau emosi yang

dihubungkan dengan suatu objek sikap. Perasaan atau emosi meliputi kecemasan, kasihan, benci, marah, cemburu atau suka.

c. Komponen respon evaluatif perilaku adalah tendensi untuk

berperilaku pada cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Dalam hal ini, tekanan lebih pada tendensi untuk berperilaku dan bukan pada perilaku secara terbuka.

Ketiga komponen ini secara bersama merupakan penentu bagi jumlah keseluruhan sikap sesorang terhadap suatu objek sikap.

3. Fungsi Sikap

D. Katz menjelaskan empat fungsi sikap, empat fungsi sikap itu adalah fungsi penyesuaian diri, fungsi pertahanan diri, fungsi ekspresi nilai, dan

fungsi pengetahuan :51

a. Fungsi Penyesuaian Diri

Fungsi ini berarti bahwa orang cenderung mengembangkan sikap yang akan membantu untuk mencapai tujuannya secara maksimal.

b. Fungsi Pertahanan Diri

Fungsi ini mengacu pada pengertian bahwa sikap dapat melindungi diri seseorang dari keharusan untuk mengakui kenyataan tentang dirinya.

51

Fattah Hanurawan, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 66


(57)

c. Fungsi Ekspresi Nilai

Fungsi ini berarti bahwa sikap membentuk ekspresi positif nilai-nilai dasar seseorang, memamerkan citra dirinya dan aktualisasi diri.

d. Fungsi Pengetahuan

Fungsi ini berarti bahwa sikap membantu seseorang menetapkan standar evaluasi terhadap suatu hal. Standar itu menggambarkan keteraturan, kejelasan, dan stabilitas kerangka acu pribadi seseorang dalam menghadapi objek atau peristiwa di sekelilingnya.

I. Hasil Penelitian Relevan

Dalam penulisan ini, terdapat beberapa bahan bacaan yang berkaitan dengan permasalahan dalam perubahan sosial-ekonomi yang diakibatkan oleh berubahnya kondisi fisik suatu wilayah, masing-masing diantaranya adalah :

Pertama, Skripsi yang berjudul “Relevansi status sosial ekonomi terhadap

kepedulian lingkungan hidup dalam konteks Indonesia sebagai negara berkembang (studi kasus Rukun Warga 11, Kelurahan Warakas, Tanjung Priok, Jakarta Utara)”. Penelitian ini dilakukan oleh Andromeda M. F. K., mahasiswa strata satu (S1) Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia (FISIP-UI), tahun 2009. Permasalahan yang diangkat adalah mengenai permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia yang tidak ramah lingkungan serta kepedulian mereka terhadap permasalahan lingkungan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepedulian lingkungan masyarakat pada setiap lapisan status sosial ekonomi, dalam konteks Indonesia sebagai negara berkembang.

Berdasarkan temuan penelitian, tidak ada hubungan antara status sosial ekonomi dan kepedulian lingkungan. Namun, ada hubungan antara kepedulian lingkungan khusus dan tindakan lingkungan. Implementasi nyata dari kepedulian


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

147

BIODATA PENULIS

Ibnu Mustaqim (22 tahun), lahir 11 Maret 1993 di Boyolali, Jawa Tengah. Terlahir dari pasangan orang tua yang sangat diteladani dan dibanggakan, Bapak Slamet dan Ibu Isminingsih (Almarhumah), anak pertama dari dua bersaudara adiknya bernama Taufik Saifulloh. Penulis meriwayatkan pendidikan menengahnya di Jakarta, yaitu SDN Tegal Alur 10 Pagi, SMPN 120 Jakarta, dan MAN 17 Jakarta. Sejak MA penulis memang sangat mendambakan bisa masuk UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, selain karena keinginan pribadi yang ingin mempelajari ilmu secara komprehensif (Dunia dan Akhirat), dorongan dan doa orang tua juga menjadi motivasi utama penulis untuk mewujudkannya. Pada tahap awal seleksi masuk PTN melalui jalur PMDK, penulis gagal karena salah memperhitungkan jurusan yang diminati, kemudian penulis mengikuti SNMPTN, dan Alhamdulillah penulis berhasil diterima di Jurusan Pendidikan IPS, FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis sangat bangga dengan pengalaman yang didapat selama menjalami kuliah di Jurusan Pendidikan IPS, bangga dengan persahabatan dan kekeluargaan yang telah terjalin dengan ritme yang mirip pelana kuda, bangga dengan segala perbedaan yang ada, memaksa kita untuk membaur dalam perbedaan karena sebenarnya kompak itu tidak berarti seragam, bangga dengan sensitivitas yang natural terlahir, sehingga saling dukung, saling menyemangati, dan saling mendoakan menjadi hal yang sangat lumrah dijumpai, dan juga berbagai sense kebanggan yang lain, yang tidak akan cukup untuk dinarasikan disini.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Pendidikan IPS 2010, terlebih untuk kalian keluarga besar 1A, @SosioAntro10, dan ATK Fams. Skripsi ini secara tidak langsung sebenarnya merupakan bentuk dedikasi atas persahabatan dan kekeluargaan yang telah terbangun selama ini, dan akan terus terjalin dengan baik sampai kapanpun. Senang bisa mengenal dan berbagi dengan kalian semua, semoga ikatan ini akan selalu survive dimanapun, bagaimanapun, dan sampai kapanpun….

Penulis adalah mahasisiwa angkatan 2010 Jurusan Pendidikan IPS Konsenterasi Sosiologi-Antropologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama berkuliah, penulis juga aktif di organisasi intra ataupun ekstra kampus ; Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), Volunteer Senat Mahasiswa (SEMA 2013) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Selain itu penulis juga aktif di Pandorasquad, merupakan komunitas pecinta seni visual kampus UIN.

Ibnu Mustaqim (1110015000033) Contact : 08988101448, BBM : 765DD19E Email : Nuyeah93@gmail.com