Lingkungan Augmented Reality Occlusion Based Interaction

2.3.2 Lingkungan Augmented Reality

Pada sistem AR, sistem koordinat yang dipakai adalah model pinhole camera atau kamera lubang jarum. Dimana pada model ini sumbu z positif berada didepan dan yang menjadi acuan adalah posisi marker jika dilihat dari kamera. Jika dilihat pada gambar 2.4, terlihat marker dan kamera masing-masing memiliki orientasi posisi yang berbeda. Baik marker kamera menggunakan sistem right handed sumbu z positif didepan dan hasil penangkapan gambar dari kamera diproyeksikan ke viewplane menggunakan proyeksi perspektif. Gambar 2.4 Sistem Koordinat Lingkungan AR Dalam menampilkan objek 3D yang sesuai dengan posisi dan orientasi marker, perlu diperhitungkan hasil proyeksi yang diterima viewplane bidang proyeksi dilayar untuk kemudian ditampilkan. Selain proyeksi pada bidang 2D, dalam pergeseran marker maupun kamera perlu diperhatikan perubahan posisi dan rotasi dalam sistem koordinat 3D. Posisi dan orientasi dari marker didapat dari hasil tracking marker yang ditransformasikan dengan operasi translasi dan rotasi, sedangkan posisi dan orientasi yang ada pada proyeksi dilayar didapat dari perhitungan transformasi proyeksi perspektif. Transformasi Translasi : 1 Transformasi Rotasi : 2 Transformasi Proyeksi Perspektif : 3 Transformasi Objek Pada Sistem AR : 4

2.3.3 Marker

Marker adalah lingkungan nyata berbentuk objek nyata yang akan menghasilkan Virtual Reality , marker ini digunakan sebagai tempat Augmented Reality muncul. Berikut ini contoh beberapa jenis marker yang digunakan pada aplikasi Augmented Reality :

2.3.3.1 Fiducial Marker

Fiducial Marker adalah bentuk paling sering digunakan oleh teknologi AR karena marker ini digunakan untuk melacak benda-benda di Virtual Reality tersebut. Kotak hitam dan putih digunakan sebagai titik referensi atau untuk memberikan skala dan orientasi ke aplikasi. Bila penanda tersebut deteksi dan dikenali maka Augmented Reality akan keluar dari marker. Contoh Fiducial Marker pada gambar 2.5. Gambar 2.5 Fiducial Marker

2.3.3.2 Quick Response QR Code

QR Code merupakan 2D code yang terdiri dari banyak kotak diatur dalam pola persegi, biasanya QR ini berwarna hitam dan putih. QR Code diciptakan di Jepang pada awal 1990-an dan digunakan untuk melacak berbagai bagian dalam manufaktur kendaraan. Dan saat ini QR digunakan sebagai link cepat ke website, dial cepat untuk nomor telepon, unduh aplikasi, atau bahkan dengan cepat mengirim pesan SMS. Contoh QR Code pada gambar 2.6. Gambar 2.6 Quick Response QR Code

2.3.3.3 Markerless Marker

Markerless Marker mempunyai fungsi sama dengan Fiducial Marker namun bentuk Markerless Marker tidak harus kotak hitam dan putih, Markerless ini bisa berbentuk gambar yang mempunyai banyak warna. Contoh Markerless Marker pada gambar 2.7. Gambar 2.7 Markerless Marker Markerless ini salah satu metode Augmented Reality yang saat ini sedang berkembang. Dengan metode ini pengguna tidak perlu lagi menggunakan sebuah marker untuk menampilkan objek. Dalam perancangan nya, seolah-olah markerless menggabungkan objek maya dengan objek nyata, dalam hal ini objek maya berupa objek 2D atau 3D dan objek nyatanya berupa gambar dengan pola tertentu markerless. Secara garis besarnya dalam perancangan aplikasi ini ada 3 bagian penting yaitu : 1. Inisialisasi 2. Tracking Marker 3. Rendering Objek 3D Adapun pengembangan markerless yang sudah dikembangkan oleh pengembang didunia seperti : 1 Face Tracking Dengan menggunakan alogaritma yang mereka kembangkan, komputer dapat mengenali wajah manusia secara umum dengan cara mengenali posisi mata, hidung, dan mulut manusia, kemudian akan mengabaikan objek-objek lain di sekitarnya seperti pohon, rumah, dan benda-benda lainnya. Gambar 2.8 Face Tracking 2 3D Object Tracking Berbeda dengan Face Tracking yang hanya mengenali wajah manusia secara umum, teknik 3D Object Tracking dapat mengenali semua bentuk benda yang ada disekitar, seperti mobil, meja, televisi, dan lain-lain. Gambar 2.9 3D Object Tracking 3 Motion Tracking Pada teknik ini komputer dapat menangkap gerakan, Motion Tracking telah mulai digunakan secara ekstensif untuk memproduksi film-film yang mencoba mensimulasikan gerakan. Contohnya pada film Avatar, di mana James Cameron menggunakan teknik ini untuk membuat film tersebut dan menggunakannya secara realtime. Gambar 2.10 Motion Tracking 4 GPS Based Tracking Teknik GPS Based Tracking saat ini mulai populer dan banyak dikembangkan pada aplikasi smartphone iPhone dan Android. Dengan memanfaatkan fitur GPS dan kompas yang ada didalam smartphone, aplikasi akan mengambil data dari GPS dan kompas kemudian menampilkannya dalam bentuk arah yang kita inginkan secara realtime, bahkan ada beberapa aplikasi menampikannya dalam bentuk 3D. Salah satu pelopor GPS Based Tracking adalah aplikasi yang bernama Layar. Gambar 2.11 GPS Based Tracking

2.3.3.4 Multi Marker

Multi Marker adalah merupakan sebuah metode perkembangan dari single marker, dimana proses pencocokan objek yag ditangkap lebih dari satu. Dalam implementasinya dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan metode yang dapat dilakukan seperti pelabelan komponen serta corner detection sebagai pengelan sudut dari beberapa bentuk marker.

2.3.4 Occlusion Based Interaction

Occlusion adalah hubungan antara suatu benda dengan benda lain jika kita lihat dari suatu sudut pandang. Hal ini tentunya mengurangi informasi antar objek dalam lingkungan 3D, karena jika dilihat dari satu sudut pandang maka lingkungan 3D akan diproyeksikan kepada suatu bidang sehingga seolah-olah menjadi lingkungan 2D. Pengurangan dimensi ini menyebabkan informasi interaksi antar objek seperti keadaan bersinggungan, atau berapa jarak antar objek akan menjadi ambigu. Gambar 2.12 : Occlusion yang terjadi karena interaksi antar objek a None b Proximity c Intersection d Enclosement e Containment Occlusion Detection adalah metode untuk mendeteksi ada tidaknya occlusion dalam penampilan objek 3D. Pada [Gun A, Mark, dan Gerard, 2004] secara sederhana occlusion detection hanya mendefinisikan keadaan dimana suatu marker tidak terdeteksi karena tertutup oleh benda lain. Sedangkan pada [Volkert, Stephen, Mark, 2004] menggunakan occlusion detection berdasarkan posisi koordinat 2D dari dua objek yang ada. Jika ada n objek yang mewakili matrik O, maka akan dihasilkan matrik O1, O2, . . . . , On yang merupakan posisi proyeksi objek-1, objek-2, . . . . , objek-n di layar. Deteksi occlusion akan dilakukan dengan pengecekan 2 objek misal dipilih objek-1 terhadap objek-2 maka akan dilakukan pengecekan syarat pertidaksamaan point clipping [Donald, dan Baker, 1996] berikut : � − ≤ � ≤ � + 5 � − ≤ � ≤ � + 6 Hasil deteksi ini berupa nilai kebenaran yang merupakan dasar pendefinisian event dari interaksi occlusion based jika pertidaksamaan 5 dan 6 terpenuhi. Occlusion Based Interaction adalah sebuah desain interaksi eksosentris [Hannah, Matthew, Rudi, dan Bruce, 2001] dimana dalam mendefinisikan event untuk menghasilkan aksinya menggunakan metode occlusion detection. Desain interaksi yang menggunakan proyeksi 2D dari objek 3D ini mengurangi kompleksitas yang diperlukan dalam mendesain interaksi dalam sistem AR lain yang menggunakan acuan bidang 3D. Gambar 2.13 : a Terjadi Event b Tidak Terjadi Event Jika titik biru ditengah marker ptr adalah objek O1 dan titik hitam adalah objek O2 maka gambar 2.13 a dikatakan terjadi event karena memenuhi pertidaksamaan 5 dan 6 yaitu koordinat O1 x,y ada di dalam batas area O2. Sedangkan gambar 2.13 b tidak terjadi event karena hanya memenuhi pertidaksamaan 6 nilai O1y ada dalam batas O2y namun tidak memenuhi pertidaksamaan 5. [5]

2.3.5 MetaIO