Pengaruh Keharmonisan Keluarga terhadap Prestasi Anak
PENGARUH KEHARMONISAN KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR ANAK
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Bahasa Indonesia Keilmuan
Yang dibina oleh Bapak Dr. Roekhan, M.Pd. dan Ibu Anita Kurnia Rachman, S.Pd., M.Pd.
Oleh Anwar Kirom 140811604407
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI April 2014
(2)
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... i
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan penelitian ... 3
2. Pembahasan 2.1 Tinjauan Teori tentang Keharmonisan dalam Berkeluarga ... 3
2.2 Tinjauan Teori tentang Prestasi Belajar ... 5
2.3 Pengaruh Keharmonisan Keluarga terhadap Prestasi Belajar ... 7
2.4 Cara-cara Menjaga Keharmonisan Dalam Berkeluarga ... 9
3. Penutup 3.1 Kesimpulan ... 10
3.2 Saran ... 11
(3)
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Keluarga merupakan unit terkecil dan mendasar dalam masyarakat terdiri dari kepala keluarga dan beberapa anggota yang memiliki ikatan darah,
perkawinan, atau adopsi. Di Indonesia banyak dijumpai kondisi keluarga yang beraneka ragam. Ada yang dari golongan ekonomi tingkat atas dan ada juga yang datang dari golongan ekonomi tingkat bawah. Ada yang sibuk dengan pekerjaan dan ada pula yang masih pengangguran. Ada yang tidak peduli dengan anggota keluarga dan ada pula yang penuh perhatian dengan anggota keluarganya. Keberagaman kondisi keluarga yang ada di Indonesia ini menjadi penyebab keharmonisan dan ketidakharmonisan dalam berkeluarga.
Keharmonisan merupakan perasaan senang, tentram hidup lahir dan batin (Poerwadarminta, 1985:119). Sedangkan KBBI mengartikan keharmonisan sebagai sesuatu yang selaras atau sesuai. Dalam konteks keluarga, keharmonisan berarti keluarga yang damai, selaras, senada seirama, tidak ada pertentangan ataupun pertengkaran di dalamnya. Sehingga tercipta perasaan yang senang, tentram lahir dan batin dalam kehidupan berkeluarga. Sebaliknya, keluarga yang tidak harmonis bisa diartikan dengan keluarga yang penuh dengan konflik, tidak ada komunikasi, penuh dengan pertengkaran, atau bahkan sampai pada kekerasan dalam rumah tangga. Pada akhirnya menyebabkan perasaan kurang nyaman, tidak tentram, dan sedih dalam berkeluarga.
Keluarga yang tidak harmonis sering dipicu oleh permasalahan ekonomi. Kemiskinan dan penghasilan kerja rentan menjadikan antar anggota keluarga saling konflik. Penghasilan yang kurang akan berakibat pada perasaan tidak aman pada masalah finansial. Ketika masalah finansial tidak aman, maka akan timbul pertengkaran yang disebabkan kurang terpenuhi kebutuhan baik pribadi maupun keluarga. Namun, tak jarang pula ketidakharmonisan itu dipicu oleh
ketidakpedulian yang disebabkan karena pekerjaan yang terlalu sibuk, berangkat pagi pulang petang, sehingga menyebabkan jarangnya komunikasi antara anggota keluarga. Kurangnya komunikasi antar anggota berdampak besar terhadap
ketidakharmonisan dalam berkeluarga. Sebab masalah yang kecil tidak akan terselesaikan, malah akan semakin membesar jika tidak ada komunikasi antar
(4)
anggota keluarga.
Sedangkan keluarga yang harmonis timbul karena kebersamaan, tidak mementingkan ego individual, dan komunikasi dua arah. Kalaupun ada
permasalahan, akan dipecahkan bersama secara terbuka oleh anggota keluarga. Sikap saling menerima dalam keluarga perlu diperhatikan. Karena dengannya, istri bisa menerima kekurangan suami, begitu pula sebaliknya. Tingkat
keharmonisan dalam keluarga dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar anak. Keluarga yang harmonis akan berdampak baik bagi anak. Sebaliknya,
ketidakharmonisan akan berdampak negatif bagi anak. Hal itu karena keluarga sebagai agen sosialisasi primer dan berfungsi sebagai media pendidikan nilai dan norma yang pertama dan utama bagi anak. Sehingga kondisi apa yang ada dalam keluarga akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak baik koginisi maupun sosioemosi.
Keharmonisan penting untuk diperhatikan. Setiap orangtua bertanggung jawab memikirkan dan mengusahakan agar senantiasa terciptakan dan terpelihara suatu hubungan antara orangtua dengan anak yang baik, efektif, menambah kebaikan, dan keharmonisan hidup dalam keluarga. Telah menjadi bahan
kesadaran bagi para orangtua bahwa hanya dengan hubungan yang baik kegiatan pendidikan dapat dilaksanakan dengan efektif dan dapat menunjang terciptanya kehidupan keluarga yang harmonis. Oleh karena itu, keharmonisan dalam keluarga sangat berperan penting dalam meningkatkan prestasi belajar anak.
Mengingat pentingnya keharmonisan keluarga dalam membantu
meningkatkan prestasi belajar anak. Maka dari itu, berdasarkan latar belakang ini, penulis akan membahas mengenai pengaruh keharmonisa keluarga terhadap prestasi belajar anak.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini, sebagai berikut. a) Bagaimana pengaruh keharmonisan keluarga terhadap prestasi belajar anak? b) Bagaimana cara menjaga keharmonisan dalam berkeluarga?
(5)
1.3 Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, sebagai berikut.
a) Untuk mengetahui pengaruh keharmonisan keluarga terhadap prestasi belajar anak.
b) Untuk mengetahui bagaimana menjaga keharmonisan dalam berkeluarga.
2. Pembahasan
2.1 Tinjauan Teori tentang Keharmonisan dalam Berkeluarga a. Tinjauan Teori tentang Keluarga
Menurut A. M. Rose dalam Ruswanto (2009:80) keluarga adalah kelompok sosial terdiri atas dua orang atau lebih yang mempunyai ikatan darah, perkawinan, atau adopsi. Sedangkan menurut UU RI Nomor 52 tahun 2009, keluarga
merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri, dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Tidak jauh
berbeda dengan itu, Departemen Kesehatan RI (1987:1) memberikan pengertian bahwa, keluarga adalah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang ada terikatan darah, perkawinan atau adopsi yang tinggal dalam suatu rumah tangga, menciptakan dan mempertahankan kebudayaan serta berinteraksi antara satu dengan yang lain melalui peranannya masing-masing.
Dari beberapa pengertian mengenai keluarga dapat diambil titik tengah bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari dua orang atau lebih yang memiliki ikatan darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal dalam suatu rumah tangga serta berinteraksi satu sama lain dengan tujuan dan fungsi tertentu.
Berdasarkan pengertian keluarga yang telah dikemukakan pada paragraf sebelumnya, dapat diketahui bahwa keluarga dapat terbentuk karena hal-hal berikut.
a) Ikatan darah. Keluarga dapat dibentuk melalui jalinan kekerabatan (ikatan darah) seperti: paman dengan keponakan, kakak dan adik, sepupu, dan lain sebagainya.
(6)
b) Perkawinan. Keluarga juga dapat dibentuk melalui ikatan perkawinan, seperti: bapak dan ibu, kakek dan nenek, dan sebagainya.
c) Adopsi. Keluarga juga dapat dibentuk karena adopsi. Yaitu dengan mengangkat seseorang untuk dijadikan sebagai keluarga.
Sebagai suatu lembaga sosial, keluarga memiliki tujuan dan fungsi. Di mana keduanya saling berkaitan. Adapun fungsi dan tujuan (Ruswanto, 2009:61) keluarga sebagai berikut.
a) Fungsi reproduksi, fungsi ini berkaitan dengan tujuan berkeluarga yang utama yaitu untuk melanjutkan keturunan.
b) Fungsi afeksi, merupakan fungsi keluarga dalam membina kasih sayang antar anggota keluarga. Berkaitan dengan tujuan berkeluarga untuk memenuhi kebutuhan sosioemosi manusia.
c) Fungsi perlindungan, berkaitan dengan tujuan berkeluarga yaitu untuk mencari perlindungan, mendapatkan rasa aman dan nyaman.
d) Fungsi ekonomi, merupakan fungsi dan tujuan keluarga dalam meningkatkan kecukupan kebutuhan hidup anggota keluarga.
e) Fungsi sosialisasi, dimaksudkan bahwa keluarga merupakan agen utama dalam pengenalan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
b. Tinjauan Teori tentang Keharmonisan Keluarga
KBBI mengartikan keharmonisan sebagai suatu (keadaan) yang selaras, sesuai, serasi. Sedangkan Poerwadarminta (1985:119), keharmonisan merupakan perasaan senang, tentram hidup lahir dan batin. Dengan demikian keluarga yang harmonis adalah keluarga yang penuh dengan keserasian, keselarasan, sehingga tercapai kebahagiaan hidup, keamaan, dan perasaan tentram.
Gunarsa (1995:50) mengemukakan bahwa ada beberapa aspek keharmonisan dalam keluarga, yaitu:
a) Kasih sayang antar anggota keluarga. Apabila sudah terjalin kasih sayang antar anggota keluarga, maka akan terjalin hubungan emosional yang kuat dan dengan itu akan terjalin pula keharmonisan dalam keluarga.
b) Saling pengertian sesama anggota keluarga. Dengan saling mengerti antar anggota keluarga, tentunya akan meminimalisir adanya pertengkaran antar anggota keluarga.
(7)
c) Komunikasi antar anggota keluarga. Hal ini penting, karena tanpa adanya komunikasi, masalah sekecil apapun akan menjadi besar. Sehingga dengan adanya komunikasi antar keluarga masalah akan lebih mudah diselesaikan. d) Kerjasama antar anggota keluarga. Kerjasama antar anggota dibutuhkan
dalam kehidupan sehari-hari. Bergotong-royong dan saling membantu akan menumbuhkan kasih sayang antar anggota keluarga. Dengan kerjasama yang baik maka keharmonisan keluarga dapat diraih.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan adanya kasih sayang, saling pengertian, komunikasi, dan saling kerjasama akan menumbuhkan keharmonisan dalam berkeluarga.
2.2 Tinjauan Teori tentang Prestasi Belajar a. Tinjauan Teori tentang Prestasi
Arifin (1990:3) mengemukakan bahwa, prestasi adalah hasil dari kemampuan, keterampilan, dan sikap seseorang dalam mengerjakan suatu hal. Sedangkan dalam KBBI prestasi mempunyai pengertian, adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan dan lain sebagainya).
Dengan demikian, prestasi adalah hasil dari apa yang telah diusahakan atas kemampuan dan keterampilan seseorang.
b. Tinjauan Teori tentang Belajar
Ahmadi (1999:279) menyatakan, belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Sardiman (2004:20) bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya: dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain
sebagainya.
Purwanto (1995:85), mengemukakan tentang adanya beberapa elemen penting yang menimbulkan perhatian tentang belajar yaitu bahwa:
a) Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku
b) Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman
(8)
c) Untuk dapat disebut belajar maka perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir dari suatu periode yang cukup panjang.
d) Belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis. Sedangkan Syah (2012:66) dalam memahami proses belajar terdapat empat macam istilah yang perlu menjadi sorotan, yaitu:
a) relatively permanent, hal ini menunjukkan bahwa hal-hal yang bersifat sementara bukanlah termasuk belajar. Seperti: kematangan fisik, kelelahan, mabuk, dan lain-lain.
b) response potentiality, istilah ini menunjukkan adanya perbedaan antara sebelum dan sesudah belajar.
c) reinforced, berarti dalam belajar diperlukan adanya penguatan. Apabila tidak ada penguatan hal yang didapat dari proses belajar mungkin akan musnah. d) practice, menunjukkan bahwa proses belajar membutuhkan latihan atau yang
berulang-ulang untuk kelestarian apa yang didapat dari belajar.
Dari beberapa pengertian yang sudah dikemukakan para ahli, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap (panjang atau permanen) dengan melalui latihan, pengalaman, membaca, mengamati, meniru, dan lain-lain dan bukan merupakan hasil kimiawi (obat-obatan) maupun faktor keletihan.
c. Tinjauan Teori tentang Prestasi Belajar Anak
Menurut Poerwodarminta (1985:768) prestasi adalah hasil maksimal dari suatu pekerjaan atau kecakapan. Dan belajar sejatinya adalah proses perubahan. Dengan demikian prestasi belajar dapat dimaknai sebagai hasil yang maksimal dari suatu proses perubahan.
Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi prestasi belajar anak, menurut Suryabrata (1984:284) ada 2 faktor yang memengaruhi prestasi belajar, yaitu eksogen (dari luar) dan endogen (dari dalam).
a) Faktor dari luar. Yaitu faktor-faktor yang memengaruhi prestasi belajar anak dari luar anak tersebut, seperti: faktor lingkungan, teman, keluarga, dan lain sebagainya.
b) Faktor dari dalam. Yaitu faktor-faktor yang memengaruhi prestasi belajar anak dari dalam anak tersebut, seperti: karakaternya yang memang rajin
(9)
belajar, kondisi psikologis yang baik, dan lain sebagainya. Tidak jauh berbeda dengan faktor sebelumnya, Syah (2012:184-185)
menyebutkan bahwa ada dua faktor yang menjadikan siswa atau anak sulit dalam memahami pembelajaran, yaitu: faktor intern siswa dan faktor ekstern siswa. a) Faktor intern siswa, meliputi yang bersifat kognitif (kapasitas intelegensi),
yang bersifat afektif (emosi) dan yang bersifat psikomotor (alat indera). b) Faktor ekstern siswa, antara lain meliputi: lingkungan keluarga (perhatian),
lingkungan masyarakat (teman, slum area) dan lingkungan sekolah (guru dan fasilitas).
2.3 Pengaruh Keharmonisan Keluarga terhadap Prestasi Belajar
Keharmonisan dalam keluarga harus selalu dijaga. Terlebih untuk keluarga yang sudah memiliki anak. Karena keharmonisan dalam berkeluarga memiliki korelasi yang positif dengan prestasi belajar anak. Korelasi positif dimaksudkan yaitu apabila keharmonisan dalam keluarga baik maka prestasi belajar yang diraih anak juga baik. Begitu juga sebaliknya, apabila keharmonisan keluarga kurang baik maka prestasi belajar anak juga akan menurun.
Hal yang demikian itu dapat terlihat dari beberapa teori belajar, sebagai mana penjelasan berikut.
a) Teori Konruktivstik sosial
Yaitu teori kognitif-sosiobudaya yang dicetuskan oleh Vygotsky yang mengatakan bahwa belajar itu dipengaruhi oleh interaksi dan budaya yang ada (Santrock, 2012:29). Dengan bertolak pada teori ini, anak akan belajar dari interaksi dan budaya yang ada. Sedangkan budaya yang pertama anak rasakan adalah budaya keluarga. Dengan demikian, keluarga berpengaruh terhadap belajar anak. Contoh mudahnya ketika dalam suatu keluarga terdapat budaya rajin
membaca, maka anak dalam keluarga tersebut kemungkinan besar akan rajin membaca juga. Begitu pula sebaliknya.
Maka apabila dalam keluarga terlihat harmonis maka anak akan belajar dari budaya yang ada dalam keluarga yang harmonis itu. Hasilnya, anak akan nyaman dalam proses belajar itu karena lingkungan dan budaya dalam keluarga terlihat
(10)
harmonis. Sehingga dalam pembelajaran di sekolah anak akan mudah menangkap apa yang telah diajarkan gurunya.
Dalam teori ini, Vygotsky menekankan bahwa anak akan lebih berkembang melalui interaksi dengan orang-orang yang sudah terampil dalam suatu bidang tertentu. Ia juga menambahkan akan pentingnya peranan orang dewasa dan anak-anak sebayanya dalam memengaruhi proses perkembangan anak. Dalam hal ini, keluarga adalah orang dewasa yang pertama kali berinteraksi dengan anak. Sehingga peranan keluarga dalam proses perkembangan anak, utamanya belajar sangat penting.
Begitu pula dengan perhatian keluarga (orang tua). Dengan interaksi yang baik dan perhatian yang intensif anak akan lebih tenang emosionalnya, tidak tertekan sehingga proses belajar yang anak alami akan berlangsung dengan baik. b) Teori Observational Learning
Yakni teori yang dikemukakan oleh Albert Bandura yang mengatakan bahwa seseorang dapat belajar dari apa yang mereka lihat (Alwisol, 2012). Berukur dari teori ini, anak akan belajar dari apa mereka lihat di lingkungannya. Sedangkan lingkungan pertama anak adalah lingkungan keluarga. Dengan begitu, lingkungan keluarga berpengaruh kepada prestasi belajar anak. Contohnya, ketika ayah sedang bertengkar dengan ibu dan anak melihat hal itu, maka bukan tidak
mungkin anak akan meniru karakter ayah atau ibu saat bertengkar, ketika sedang bergaul dengan teman sebayanya.
Jelasnya, anak akan melihat apa yang terjadi dalam lingkungan keluarga, setelah ia mengamati kemudian ia akan menirunya, inilah yang dimaksudkan Bandura dalam teorinya. Sehingga ketika anak melihat suatu hal yang harmonis, tidak ada pertengkaran, tidak ada permusuhan, dan hal-hal baik lainnya maka anak akan meniru hal-hal baik tersebut. Begitu pula sebaliknya, ketika hal-hal buruk yang anak lihat dalam lingkungan keluarga, maka itulah yang akan anak tiru di masa selanjutnya. Dengan demikian, ketika orang tua menumbuhkan lingkungan yang berprestasi (perhatian, harmonis) maka anakpun akan mudah untuk dapat berprestasi.
Walau dalam teori Bandura ini menyebutkan akan adanya peran kognisi dalam meniru apa yang dilihat, pada masa itu anak masih sulit mengatur
(11)
kognisinya. Anak belum mengerti mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga anak belum dapat memilah apa yang akan ia tiru.
Selain itu, dari faktor-faktor yang telah dikemukakan oleh Suryabrata (1984:284) juga menyebutkan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan faktor dari luar. Dimana faktor dari luar, salah satunya adalah lingkungan keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan keluarga berpengaruh terhadap prestasi belajar anak.
Begitu juga dengan faktor-faktor kesulitan belajar yang diungkapkan oleh Syah (2012:185) yang menjadikan keluarga sebagai salah satu penyebab sulitnya belajar. Tidak hanya itu, Syah juga mengungkapkan bahwa emosional juga berpengaruh terhadap kesulitan belajar. Dan yang tidak jarang sifat emosional yang labil disebabkan karena lingkungan keluarga. Dengan demikian semakin kuatlah bahwa keluarga berpengaruh terhadap prestasi belajar anak.
2.4 Cara-cara Menjaga Keharmonisan Dalam Berkeluarga
Untuk mewujudkan rumah tangga yang harmonis ada beberapa hal yang harus diusahakan oleh setiap anggota keluarga, antara lain:
a) Berlandaskan kepercayaan atau iman yang kuat
Banyak orang tidak dapat merasa tenang, gusar, dan gelisah dikarenakan tidak memiliki iman atau kepercayaan. Pujosuwarno dan Sugihartono (1981:69) mengemukakan bahwa, adanya ketenangan jiwa yang dilandasi oleh ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Keimanan merupakan syarat utama bagi seseorang dalam mewujudkan rumah tangga yang harmonis. Keimanan ini menuntun
perlaku manusia menuju kebaikan, dengan demikian kuat lemahnya iman seseorang tentu berpengaruh terhadap kadar kebahagiaan hidupnya didalam rumah tangga.
b) Punya rasa tanggung jawab dan perhatian
Purwanto (1995:87) mengemukakan bahwa, jika tiap-tiap anggota keluarga sudah tahu dan menjalankan tugas kewajibanya masing-masing menurut
aturan-aturan yang berlaku dalam keluarga itu, akan tercapailah ketertiban dan kesenangan serta ketentraman dalam keluarga itu. Sebetulnya tanggung jawab
(12)
merupakan salah satu sifat kedewasaan, rumah tangga akan lancar apabila setiap anggota keluarga melaksanakan tugas dan kewajibanya dengan penuh tanggung jawab.
Rasa bertanggung jawab juga harus dipadukan dengan rasa penuh perhatian. Karena ketika seorang suami bertanggung jawab akan tetapi tidak perhatian, maka ia hanya akan sibuk dengan pekerjaannya dengan alasan bertanggung jawab. Oleh karena itu perhatian diperlukan. Dengan adanya sikap bertanggungjawab dan saling perhatian akan timbullah keharmonisan keluarga.
c) Saling adanya pengertian dan memaafkan
Pujosuwarno dan Sugihartono (1981:72) mengemukakan bahwa, dengan adanya pengertian dari setiap anggota keluarga maka akan mengurangi timbulnya masalah-masalah di dalam keluarga. Semua persoalan yang terjadi di dalam rumah tangga yang dapat menimbulkan percekcokan akan dapat diatasi apabila setiap anggota keluarga saling menyadari dan menanamkan saling pengertian.
Namun, ketika pertengkaran sudah terjadi pasti akan timbul rasa jengkel, kesal, dan kemarahan. Sehingga untuk menyelesaikan hal seperti ini diperlukan adanya salaing memaafkan, dan tentunya harus ada yang mengalah. Dan itulah yang bijaksana dalam ketercapaian keluarga yang harmonis.
d) Kasih sayang dan komunikasi
Sebelumnya tidak dikatakan bahwa salah dua aspek keharmonisan keluarga (Gunarsa, 1995:50) adalah kasih sayang dan komunikasi yang baik. Dengan adanya kasih sayang antar anggota maka akan terjalin hubungan emosional yang kuat sehingga terjalin pula keharmonisan keluarga. Dan dengan komunikasi yang baik, masalah akan cepat terselesaikan. Karena jika tidak ada komunikasi,
masalah sekecil apapun akan menjadi besar dan bertambah runyam. Oleh karena itu, komunikasi yang baik akan membantu menjalin dan menjaga keharmonisan keluarga.
3. Penutup 3.1 Kesimpulan
(13)
kesimpulan, sebagai berikut.
a) Keharmonisan keluarga berpengaruh positif terhadap prestasi belajar anak. Apabila kondisi dalam lingkungan keluarga cukup harmonis, hal ini mendukung anak untuk lebih berprestasi. Akan tetapi sebaliknya, jika lingkungan dalam keluarga kurang harmonis, akan menyebabkan penurunan terhadap prestasi belajar anak.
b) Dengan melihat bahwa prestasi belajar anak juga ditentukan oleh kondisi lingkungan keluarga, maka penting pula keluarga untuk dapat membina atau memelihara keluarga yang harmonis. Berikut beberapa cara untuk membina keluarga yang harmonis.
1. Memiliki iman yang kuat
2. Punya rasa tanggung jawab dan perhatian 3. Saling adanya pengertian dan memaafkan 4. Kasih sayang dan komunikasi
3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan, sebagai berikut. a) Kepada Keluarga
Mengingat pentingnya keharmonisan keluarga dan pengaruhnya terhadap prestasi belajar anak, disarankan kepada seluruh keluarga di Indonesia untuk dapat membina keluarga yang harmonis dengan beberapa cara yang telah dipaparkan sebelumnya. Dengan demikian diharapkan keluarga yang harmonis akan terjalin dan prestasi belajar anak akan mengalami peningkatan.
b) Kepada Pemerintah
Pemerintah seharusnya juga ikut mendukung terbentuknya keluarga yang harmonis. Mungkin melalui beberapa program seperti: sosialisasi keluarga yang harmonis, seminar akibat keluarga yang harmonis dan tidak harmonis, atau cara-cara supaya keluarga tetap harmonis, dan lain-lain. Dengan begitu,
pemerintah tidak hanya mendukung adanya keluarga yang harmonis, akan tetapi juga terlibat dalam terbentuknya keluarga yang harmonis.
(14)
Seiring berkembangnya zaman, maka semakin berubah pula kehidupan yang ada dalam zaman itu. Sehingga untuk penulis selanjutnya, diharapkan untuk dapat memberikan analisis yang lebih kuat untuk pentingnya keharmonisan dalam keluarga serta dapat memberikan saran-saran yang lebih kekinian berkenaan cara-cara membina keharmonisan keluarga.
Daftar Rujukan
Ahmadi, Abu. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta
Ahmadi, Abu. 1991. Ilmu-ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta
Alwisol. 2014. Psikologi Kepribadian Edisi Revisi Cet. Keduabelas. Malang: UMM Press.
Arifin, Zainal. 1991. Evaluasi Instruksional Prinsip-Teknik-Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya
D. Gunarsa, Singgih. 1995. Psikologi Keluarga. Bandung: Remaja Rosdakarya Departemen Kesehatan. 1987. Buku Materi Sekolah Perawat Kesehatan. Jakarta:
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan RI
Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Jaringan. (Online), (http://kbbi.web.id), diakses tanggal 20 April 2015.
Poerwadarminta, W.J.S. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Pujosuwarno, Sayekti dan Sugihartono. 1981. Bimbingan Keluarga. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Purwanto, M. Ngalim. 1995. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Ruswanto. 2009. Sosiologi untuk SMA/MA Kelas XII Program Studi Ilmu Sosial. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Santrock, John.W. 2011. Perkembangan Masa Hidup Edisi Ketigabelas, Jilid 1. Terjemahan Benedictine Widyasinta. 2012. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Syah, Muhibbin. 2012. Psikologi Belajar Cet. Ke-12. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
(1)
belajar, kondisi psikologis yang baik, dan lain sebagainya. Tidak jauh berbeda dengan faktor sebelumnya, Syah (2012:184-185)
menyebutkan bahwa ada dua faktor yang menjadikan siswa atau anak sulit dalam memahami pembelajaran, yaitu: faktor intern siswa dan faktor ekstern siswa. a) Faktor intern siswa, meliputi yang bersifat kognitif (kapasitas intelegensi),
yang bersifat afektif (emosi) dan yang bersifat psikomotor (alat indera). b) Faktor ekstern siswa, antara lain meliputi: lingkungan keluarga (perhatian),
lingkungan masyarakat (teman, slum area) dan lingkungan sekolah (guru dan fasilitas).
2.3 Pengaruh Keharmonisan Keluarga terhadap Prestasi Belajar
Keharmonisan dalam keluarga harus selalu dijaga. Terlebih untuk keluarga yang sudah memiliki anak. Karena keharmonisan dalam berkeluarga memiliki korelasi yang positif dengan prestasi belajar anak. Korelasi positif dimaksudkan yaitu apabila keharmonisan dalam keluarga baik maka prestasi belajar yang diraih anak juga baik. Begitu juga sebaliknya, apabila keharmonisan keluarga kurang baik maka prestasi belajar anak juga akan menurun.
Hal yang demikian itu dapat terlihat dari beberapa teori belajar, sebagai mana penjelasan berikut.
a) Teori Konruktivstik sosial
Yaitu teori kognitif-sosiobudaya yang dicetuskan oleh Vygotsky yang mengatakan bahwa belajar itu dipengaruhi oleh interaksi dan budaya yang ada (Santrock, 2012:29). Dengan bertolak pada teori ini, anak akan belajar dari interaksi dan budaya yang ada. Sedangkan budaya yang pertama anak rasakan adalah budaya keluarga. Dengan demikian, keluarga berpengaruh terhadap belajar anak. Contoh mudahnya ketika dalam suatu keluarga terdapat budaya rajin
membaca, maka anak dalam keluarga tersebut kemungkinan besar akan rajin membaca juga. Begitu pula sebaliknya.
Maka apabila dalam keluarga terlihat harmonis maka anak akan belajar dari budaya yang ada dalam keluarga yang harmonis itu. Hasilnya, anak akan nyaman dalam proses belajar itu karena lingkungan dan budaya dalam keluarga terlihat
(2)
harmonis. Sehingga dalam pembelajaran di sekolah anak akan mudah menangkap apa yang telah diajarkan gurunya.
Dalam teori ini, Vygotsky menekankan bahwa anak akan lebih berkembang melalui interaksi dengan orang-orang yang sudah terampil dalam suatu bidang tertentu. Ia juga menambahkan akan pentingnya peranan orang dewasa dan anak-anak sebayanya dalam memengaruhi proses perkembangan anak. Dalam hal ini, keluarga adalah orang dewasa yang pertama kali berinteraksi dengan anak. Sehingga peranan keluarga dalam proses perkembangan anak, utamanya belajar sangat penting.
Begitu pula dengan perhatian keluarga (orang tua). Dengan interaksi yang baik dan perhatian yang intensif anak akan lebih tenang emosionalnya, tidak tertekan sehingga proses belajar yang anak alami akan berlangsung dengan baik. b) Teori Observational Learning
Yakni teori yang dikemukakan oleh Albert Bandura yang mengatakan bahwa seseorang dapat belajar dari apa yang mereka lihat (Alwisol, 2012). Berukur dari teori ini, anak akan belajar dari apa mereka lihat di lingkungannya. Sedangkan lingkungan pertama anak adalah lingkungan keluarga. Dengan begitu, lingkungan keluarga berpengaruh kepada prestasi belajar anak. Contohnya, ketika ayah sedang bertengkar dengan ibu dan anak melihat hal itu, maka bukan tidak
mungkin anak akan meniru karakter ayah atau ibu saat bertengkar, ketika sedang bergaul dengan teman sebayanya.
Jelasnya, anak akan melihat apa yang terjadi dalam lingkungan keluarga, setelah ia mengamati kemudian ia akan menirunya, inilah yang dimaksudkan Bandura dalam teorinya. Sehingga ketika anak melihat suatu hal yang harmonis, tidak ada pertengkaran, tidak ada permusuhan, dan hal-hal baik lainnya maka anak akan meniru hal-hal baik tersebut. Begitu pula sebaliknya, ketika hal-hal buruk yang anak lihat dalam lingkungan keluarga, maka itulah yang akan anak tiru di masa selanjutnya. Dengan demikian, ketika orang tua menumbuhkan lingkungan yang berprestasi (perhatian, harmonis) maka anakpun akan mudah untuk dapat berprestasi.
Walau dalam teori Bandura ini menyebutkan akan adanya peran kognisi dalam meniru apa yang dilihat, pada masa itu anak masih sulit mengatur
(3)
kognisinya. Anak belum mengerti mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga anak belum dapat memilah apa yang akan ia tiru.
Selain itu, dari faktor-faktor yang telah dikemukakan oleh Suryabrata (1984:284) juga menyebutkan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan faktor dari luar. Dimana faktor dari luar, salah satunya adalah lingkungan keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan keluarga berpengaruh terhadap prestasi belajar anak.
Begitu juga dengan faktor-faktor kesulitan belajar yang diungkapkan oleh Syah (2012:185) yang menjadikan keluarga sebagai salah satu penyebab sulitnya belajar. Tidak hanya itu, Syah juga mengungkapkan bahwa emosional juga berpengaruh terhadap kesulitan belajar. Dan yang tidak jarang sifat emosional yang labil disebabkan karena lingkungan keluarga. Dengan demikian semakin kuatlah bahwa keluarga berpengaruh terhadap prestasi belajar anak.
2.4 Cara-cara Menjaga Keharmonisan Dalam Berkeluarga
Untuk mewujudkan rumah tangga yang harmonis ada beberapa hal yang harus diusahakan oleh setiap anggota keluarga, antara lain:
a) Berlandaskan kepercayaan atau iman yang kuat
Banyak orang tidak dapat merasa tenang, gusar, dan gelisah dikarenakan tidak memiliki iman atau kepercayaan. Pujosuwarno dan Sugihartono (1981:69) mengemukakan bahwa, adanya ketenangan jiwa yang dilandasi oleh ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Keimanan merupakan syarat utama bagi seseorang dalam mewujudkan rumah tangga yang harmonis. Keimanan ini menuntun
perlaku manusia menuju kebaikan, dengan demikian kuat lemahnya iman seseorang tentu berpengaruh terhadap kadar kebahagiaan hidupnya didalam rumah tangga.
b) Punya rasa tanggung jawab dan perhatian
Purwanto (1995:87) mengemukakan bahwa, jika tiap-tiap anggota keluarga sudah tahu dan menjalankan tugas kewajibanya masing-masing menurut
aturan-aturan yang berlaku dalam keluarga itu, akan tercapailah ketertiban dan kesenangan serta ketentraman dalam keluarga itu. Sebetulnya tanggung jawab
(4)
merupakan salah satu sifat kedewasaan, rumah tangga akan lancar apabila setiap anggota keluarga melaksanakan tugas dan kewajibanya dengan penuh tanggung jawab.
Rasa bertanggung jawab juga harus dipadukan dengan rasa penuh perhatian. Karena ketika seorang suami bertanggung jawab akan tetapi tidak perhatian, maka ia hanya akan sibuk dengan pekerjaannya dengan alasan bertanggung jawab. Oleh karena itu perhatian diperlukan. Dengan adanya sikap bertanggungjawab dan saling perhatian akan timbullah keharmonisan keluarga.
c) Saling adanya pengertian dan memaafkan
Pujosuwarno dan Sugihartono (1981:72) mengemukakan bahwa, dengan adanya pengertian dari setiap anggota keluarga maka akan mengurangi timbulnya masalah-masalah di dalam keluarga. Semua persoalan yang terjadi di dalam rumah tangga yang dapat menimbulkan percekcokan akan dapat diatasi apabila setiap anggota keluarga saling menyadari dan menanamkan saling pengertian.
Namun, ketika pertengkaran sudah terjadi pasti akan timbul rasa jengkel, kesal, dan kemarahan. Sehingga untuk menyelesaikan hal seperti ini diperlukan adanya salaing memaafkan, dan tentunya harus ada yang mengalah. Dan itulah yang bijaksana dalam ketercapaian keluarga yang harmonis.
d) Kasih sayang dan komunikasi
Sebelumnya tidak dikatakan bahwa salah dua aspek keharmonisan keluarga (Gunarsa, 1995:50) adalah kasih sayang dan komunikasi yang baik. Dengan adanya kasih sayang antar anggota maka akan terjalin hubungan emosional yang kuat sehingga terjalin pula keharmonisan keluarga. Dan dengan komunikasi yang baik, masalah akan cepat terselesaikan. Karena jika tidak ada komunikasi,
masalah sekecil apapun akan menjadi besar dan bertambah runyam. Oleh karena itu, komunikasi yang baik akan membantu menjalin dan menjaga keharmonisan keluarga.
3. Penutup 3.1 Kesimpulan
(5)
kesimpulan, sebagai berikut.
a) Keharmonisan keluarga berpengaruh positif terhadap prestasi belajar anak. Apabila kondisi dalam lingkungan keluarga cukup harmonis, hal ini mendukung anak untuk lebih berprestasi. Akan tetapi sebaliknya, jika lingkungan dalam keluarga kurang harmonis, akan menyebabkan penurunan terhadap prestasi belajar anak.
b) Dengan melihat bahwa prestasi belajar anak juga ditentukan oleh kondisi lingkungan keluarga, maka penting pula keluarga untuk dapat membina atau memelihara keluarga yang harmonis. Berikut beberapa cara untuk membina keluarga yang harmonis.
1. Memiliki iman yang kuat
2. Punya rasa tanggung jawab dan perhatian 3. Saling adanya pengertian dan memaafkan 4. Kasih sayang dan komunikasi
3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan, sebagai berikut. a) Kepada Keluarga
Mengingat pentingnya keharmonisan keluarga dan pengaruhnya terhadap prestasi belajar anak, disarankan kepada seluruh keluarga di Indonesia untuk dapat membina keluarga yang harmonis dengan beberapa cara yang telah dipaparkan sebelumnya. Dengan demikian diharapkan keluarga yang harmonis akan terjalin dan prestasi belajar anak akan mengalami peningkatan.
b) Kepada Pemerintah
Pemerintah seharusnya juga ikut mendukung terbentuknya keluarga yang harmonis. Mungkin melalui beberapa program seperti: sosialisasi keluarga yang harmonis, seminar akibat keluarga yang harmonis dan tidak harmonis, atau cara-cara supaya keluarga tetap harmonis, dan lain-lain. Dengan begitu,
pemerintah tidak hanya mendukung adanya keluarga yang harmonis, akan tetapi juga terlibat dalam terbentuknya keluarga yang harmonis.
(6)
Seiring berkembangnya zaman, maka semakin berubah pula kehidupan yang ada dalam zaman itu. Sehingga untuk penulis selanjutnya, diharapkan untuk dapat memberikan analisis yang lebih kuat untuk pentingnya keharmonisan dalam keluarga serta dapat memberikan saran-saran yang lebih kekinian berkenaan cara-cara membina keharmonisan keluarga.
Daftar Rujukan
Ahmadi, Abu. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta
Ahmadi, Abu. 1991. Ilmu-ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta
Alwisol. 2014. Psikologi Kepribadian Edisi Revisi Cet. Keduabelas. Malang: UMM Press.
Arifin, Zainal. 1991. Evaluasi Instruksional Prinsip-Teknik-Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya
D. Gunarsa, Singgih. 1995. Psikologi Keluarga. Bandung: Remaja Rosdakarya Departemen Kesehatan. 1987. Buku Materi Sekolah Perawat Kesehatan. Jakarta:
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan RI
Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Jaringan. (Online), (http://kbbi.web.id),
diakses tanggal 20 April 2015.
Poerwadarminta, W.J.S. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Pujosuwarno, Sayekti dan Sugihartono. 1981. Bimbingan Keluarga. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Purwanto, M. Ngalim. 1995. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Ruswanto. 2009. Sosiologi untuk SMA/MA Kelas XII Program Studi Ilmu Sosial. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Santrock, John.W. 2011. Perkembangan Masa Hidup Edisi Ketigabelas, Jilid 1. Terjemahan Benedictine Widyasinta. 2012. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Syah, Muhibbin. 2012. Psikologi Belajar Cet. Ke-12. Jakarta: RajaGrafindo Persada.