Bab 10 Agama Islam dan Masyarakat Madani

(1)

Tugas Mata Kuliah Agama

Islam

MASYARAKAT MADANI

Dosen Pembimbing

: Bapak Zainul Hakim

DISUSUN

Oleh :

Gumilang Nandi Meizhar

(14010034)

Lukkita Priyojati

(14010052)


(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul ‘Masyarakat Madani’ ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas presentasi mata kuliah Agama Islam.

Kami menyadari bahwa selama penulisan makalah ini, kami banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Zainul Hakim, selaku dosen mata kuliah Agama Islam yang telah membimbing kami menyelesaikan makalah ini, serta teman-teman yang telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal ini maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya, semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi penulis dan bagi pembaca. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 25 September 2014


(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bangsa Indonesia pada era reformasi ini diarahkan untuk menuju masyarakat madani, masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama. Untuk itu kehidupan manusia Indonesia akan mengalami perubahan tentu akan berbeda dengan kehidupan masyarakat pada era orde baru.

Masyarakat madani merupakan konsep yang mengalami proses yang sangat panjang. Masyarakat madani muncul bersamaan dengan adanya proses modernisasi, terutama pada saat transformasi menuju masyarakat modern. Dalam mendefinisikan masyarakat madani ini sangat bergantung pada kondisi sosial dan budaya suatu bangsa. Dalam Islam, masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang taat pada aturan Allah SWT, hidup dengan damai dan tenteram, dan yang tercukupi kebutuhan hidupnya.

Kita juga harus meneladani sikap kaum Muslim awal yang tidak menyepelekan antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka tidak meninggalkan dunia untuk akhiratnya dan tidak meninggalkan akhirat untuk dunianya. Mereka bersikap seimbang dalam mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada masyarakat Madinah mampu diteladani umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam hanya menunggu waktu saja.

1.2 Rumusan masalah


(4)

1. Apakah pengertian masyarakat madani?

2. Bagaimana sejarah dan perkembangan masyarakat madani? 3. Bagaimana karakteristik masyarakat madani?

4. Bagaimana peran umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan pembuatan makalah ini yaitu:

 Untuk memahami pengertian konsep masyarakat madani.

 Untuk memahami sejarah dan perkembangan masyarakat

madani.

 Untuk memahami karakteristik masyarakat madani.

 Untuk memahami peran umat islam dalam mewujudkan


(5)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Masyarakat Madani

Masyarakat madani memiliki banyak pengertian yang telah dikemukakan oleh beberapa pakar diberbagai negara yang mengaji dan mempelajari tentang fenomena masyarakat madani, antaranya:

Masyarakat madani diistilahkan pertama kali oleh mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim. Menurut Ibrahim, masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan taraf kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat.

Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba‟ ayat 15:

ددققلق نقاكق إإبقسقلل يفل مدهلنلكقسدمق ةةيقآ ۖ نلاتقننقجق ندعق نإيمليق لإامقشلوق ۖ اوللكل ندمل قلزدرل مدكلبنلرق اورلكلشداوق هللق ۚ ةةدقلدبق ةةبقينلطق بنةرقوق رةوفلغق

“Sesungguhnya bagi kaum Saba´ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di


(6)

sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".

2.2Karakteristik Masyarakat Madani

Masyarakat madani membutuhkan unsur-unsur sosial yang menjadi prasyarat terwujudnya tatanan masyarakat madani. Faktor-faktor tersebut merupakan satu kesatuan yang saling mengikat dan menjadi karakter khas masyarakat madani.

1. Wilayah Publik yang Bebas

Adalah ruang publik yang bebas sebagai sarana untuk mengemukakan pendapat masyarakat. Di wilayah ruang publik ini semua warga negara memiliki posisi dan hak yang sama untuk melakukan transaksi sosial dan politik tanpa rasa takut dan terancam oleh kekuatan-kekuatan di luar civil society. Mengacu pada Arendt dan Habermas, ruang public juga dapat diartikan sebagai wilayah bebas di mana semua warga negara memiliki akses penuh dalam kegiatan yang bersifat publik. Sebagai prasyarat mutlak lahirnya civil society yang sesungguhnya, ketiadaan wilayah publik bebas ini pada suatu negara dapat menjadi suasana tidak bebas di mana negara mengontrol warga negara dalam menyalurkan pandangan sosial politiknya.


(7)

Demokrasi adalah prasyarat mutlak lainnya bagi keberadaan civil society yang murni (genuine). Tanpa demokrasi, masyarakat sipil tidak mungkin terwujud. Secara umum, demokrasi adalah suatu tatanan sosial politik yang bersumber dan dilakukan oleh, dari, dan untuk warga Negara.

3. Toleransi

Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Lebih dari sikap menghargai pandangan berbeda orang lain, toleransi, mengacu pandangan Nurcholis Madjid, adalah persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang menyenangkan antara berbagai kelompok yang berbeda-beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari pelaksanaan ajaran yanng benar. Dalam perspektif ini, toleransi bukan sekedar tuntutan sosial masyarakat majemuk belaka, tetapi sudah menjadi bagian penting dari pelaksanaan ajaran moral agama.

Senada dengan Madjid, Azra menyatakan bahwa dalam kerangka menciptakan kehidupan yang berkualitas dan berkeadaban (tamaddun/ civility), masyarakat madani menghajatkan sikap-sikap toleransi, yakni kesediaan individu-individu untuk menerima beragam perbedaan pandangan politik di kalangan warga bangsa.

4. Pluralisme

Kemajemukan atau pluralisme merupakan prasyarat lain bagi civil society. Pluralisme tidak hanya dipahami sebatas sikap harus mengakui dan menerima kenyataan sosial yang beragam, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan perbedaan sebagai sesuatu yang alamiah dan rahmat Tuhan yang bernilai positif bagi kehidupan masyarakat.


(8)

Kemajemukan dalam pandangan Madjid erat kaitannya dengan sikap penuh pengertian (toleran) kepada orang lain, yang nyata-nyata diperlukan dalam masyarakat yang majemuk. Secara teologis, tegas Madjid, kemajemukan sosial merupakan dekrit Allah untuk umat manusia.

5. Keadilan

Keadilan sosial adalah adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional atas hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Dengan pengertian lain, keadilan sosial adalah hilangnya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau golongan tertentu.

2.3 PERAN UMAT ISLAM DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI

Sifat kemodernan dalam kaitannya dengan masyarakat madani muncul dengan mengatasi dimensi waktu. Sebagai gantinya, kemodernan sebuah politik yang sitandai oleh, antara lain, adanya struktur masyarakat madani lebih merujuk pada sifat-sifat yang dikembangkan oleh bangunan politik tersebut. Hal ini tidak aneh, karena dari sudut konsepsi, bangunan masyarakat madani ini memang awalnya dikembangkan oleh para pemikir dan filsuf lama: Plato, Aristotheles, Hobbes, Locke, Rosseau, Bentham, Hume, dan sebagainya.

Antara lain dari sudut ini pulalah, kita dapat mengaitkan antara islam dengan masyarakat madani. Ungkapan apresiatif atau yang bersifat menghargai ini berasal dari kalangan ilmuan


(9)

itu pernah ada dalam kehidupan nyata masyarakat islam, barang kali orang akan menilai bahwa ini merupakan suatu penilaian yang objektif. Sosiolog terkemuka dar Amerika Serikat, Robert N. Bellah misalnya mengatakan, bahwa sesungguhnya bangunan politik yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad Saw. Ketika berada di Madinah, adalah bersifat sangat modern. Memang bukan organisasi atau lembaga di luar negara yang berkembang pada waktu itu, tetapi dimensi-dimensi lain yang ada dalam bangunan konsep masyarakat madani. Hal itu tercermin dengan jelas dalam mitsaq Al-madinah (perjanjian madinah), yang oleh para ilmuwan politik, dianggap sebagai konstitusi pertama sebagai negara. Dalam hal ini, sejumlah persyaratan pokok tumbuhnya kehidupan masyarakat madani yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad adalah prinsip kesamaan, keadilan, dan partisipasi. Dalam konstitusi itu disebutkan, bahwa pluralitas suku yang diikatkan dalam suatu kesepakatan, bersama, dan dianggap sebagai umat. Tentu, umat disini bukan dalam arti agama tetapi warga negara. Karenanya, dengan enak bani aus yahudi itu juga disebut dengan umat Madinah. Adanya aturan-aturan yang tegas ini, yang dituangkan secara tertulis dalam perjanjian madinah, yang mengakui diterapkannya prinsip-prinsip keadilan, persamaan, dan musyawarah merupakan ciri-ciri awal terbentuknya kehidupan politik modern, yang antara lain ditandai dengan munculnya semangat masyarakat madani. Disitu, yang ingin dikembangankan adalah nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara yang sebanding dengan kehidupan politik demokratis meskipun masih dalam bentuk dan strukturnya yang sederhana.

Dalam kerangka ini pernyataan yang muncul kemudian adalah dari mana sumber transformasi atau perubahan itu


(10)

berasal. Tak ada satu jawaban yang lebih pasti bagi kita untuk mengatakan bahwa faktor pendorong itu adalah islam. Karena sejak muncul dan berlembangnya islam disana meskipun dalam tahap awal transformasi atau perubahan masayarakat secara besar-besaran terjadi disana, baik dilihat dari sudut pandang keagamaan (lebih rasional) maupun kehidupan sosial budaya, ekonomi, dan politik (lebih berperadaban). Dalam bahasa agama proses perubahan dari situasi jahiliyah ke berperadaban ditegaskan oleh al-Qur’an, bahwa salah satu fungsi islam adalah membawa atau mengeluarkan masayarakat dari alam kegelapan menuju alam terang. Dalam kehadiran islam adalah mengeluarkan umat manusia dari kegelapan ke terang benderang. Sebanding dengan itu, yang lebih popular adalah kehadiran islam adalah rahmat bagi alam semesta.

Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.

Kualitas SDM Umat Islam Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110 :

مدتلندكل رقيدخق ةإمنقأل تد جقرلخدأل سلاننقللل نقورلملأدتق فلورلعدمقلدابل نقودهقندتقوق نلعق رلكقندمللدا نقونلملؤدتلوق هللنقلابل ۗ ودلقوق نقمقآ للهدأق بلاتقكللدا نقاكقلق ارريدخق مدهللق ۚ ملهلندمل نقونلملؤدمللدا ملهلرلثقكدأقوق نقوقلسلافقلدا

Artinya “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari


(11)

ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDMnya dibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Qur’an itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil.

Posisi Umat Islam SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari 85%, tetapi karena kualitas SDM nya masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.


(1)

sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".

2.2Karakteristik Masyarakat Madani

Masyarakat madani membutuhkan unsur-unsur sosial yang menjadi prasyarat terwujudnya tatanan masyarakat madani. Faktor-faktor tersebut merupakan satu kesatuan yang saling mengikat dan menjadi karakter khas masyarakat madani.

1. Wilayah Publik yang Bebas

Adalah ruang publik yang bebas sebagai sarana untuk mengemukakan pendapat masyarakat. Di wilayah ruang publik ini semua warga negara memiliki posisi dan hak yang sama untuk melakukan transaksi sosial dan politik tanpa rasa takut dan terancam oleh kekuatan-kekuatan di luar civil society. Mengacu pada Arendt dan Habermas, ruang public juga dapat diartikan sebagai wilayah bebas di mana semua warga negara memiliki akses penuh dalam kegiatan yang bersifat publik. Sebagai prasyarat mutlak lahirnya civil society yang sesungguhnya, ketiadaan wilayah publik bebas ini pada suatu negara dapat menjadi suasana tidak bebas di mana negara mengontrol warga negara dalam menyalurkan pandangan sosial politiknya.


(2)

Demokrasi adalah prasyarat mutlak lainnya bagi keberadaan civil society yang murni (genuine). Tanpa demokrasi, masyarakat sipil tidak mungkin terwujud. Secara umum, demokrasi adalah suatu tatanan sosial politik yang bersumber dan dilakukan oleh, dari, dan untuk warga Negara.

3. Toleransi

Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Lebih dari sikap menghargai pandangan berbeda orang lain, toleransi, mengacu pandangan Nurcholis Madjid, adalah persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang menyenangkan antara berbagai kelompok yang berbeda-beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari pelaksanaan ajaran yanng benar. Dalam perspektif ini, toleransi bukan sekedar tuntutan sosial masyarakat majemuk belaka, tetapi sudah menjadi bagian penting dari pelaksanaan ajaran moral agama.

Senada dengan Madjid, Azra menyatakan bahwa dalam kerangka menciptakan kehidupan yang berkualitas dan berkeadaban (tamaddun/ civility), masyarakat madani menghajatkan sikap-sikap toleransi, yakni kesediaan individu-individu untuk menerima beragam perbedaan pandangan politik di kalangan warga bangsa.

4. Pluralisme

Kemajemukan atau pluralisme merupakan prasyarat lain bagi civil society. Pluralisme tidak hanya dipahami sebatas sikap harus mengakui dan menerima kenyataan sosial yang beragam, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan perbedaan sebagai sesuatu yang alamiah dan rahmat Tuhan yang bernilai positif bagi kehidupan masyarakat.


(3)

Kemajemukan dalam pandangan Madjid erat kaitannya dengan sikap penuh pengertian (toleran) kepada orang lain, yang nyata-nyata diperlukan dalam masyarakat yang majemuk. Secara teologis, tegas Madjid, kemajemukan sosial merupakan dekrit Allah untuk umat manusia.

5. Keadilan

Keadilan sosial adalah adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional atas hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Dengan pengertian lain, keadilan sosial adalah hilangnya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau golongan tertentu.

2.3 PERAN UMAT ISLAM DALAM MEWUJUDKAN

MASYARAKAT MADANI

Sifat kemodernan dalam kaitannya dengan masyarakat madani muncul dengan mengatasi dimensi waktu. Sebagai gantinya, kemodernan sebuah politik yang sitandai oleh, antara lain, adanya struktur masyarakat madani lebih merujuk pada sifat-sifat yang dikembangkan oleh bangunan politik tersebut. Hal ini tidak aneh, karena dari sudut konsepsi, bangunan masyarakat madani ini memang awalnya dikembangkan oleh para pemikir dan filsuf lama: Plato, Aristotheles, Hobbes, Locke, Rosseau, Bentham, Hume, dan sebagainya.

Antara lain dari sudut ini pulalah, kita dapat mengaitkan antara islam dengan masyarakat madani. Ungkapan apresiatif atau yang bersifat menghargai ini berasal dari kalangan ilmuan nonmuslim atau barat, yang mengatakan bahwa ada kesesuaian antara islam dan konsep masyarakat madani, bahkan kenyataan


(4)

itu pernah ada dalam kehidupan nyata masyarakat islam, barang kali orang akan menilai bahwa ini merupakan suatu penilaian yang objektif. Sosiolog terkemuka dar Amerika Serikat, Robert N. Bellah misalnya mengatakan, bahwa sesungguhnya bangunan politik yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad Saw. Ketika berada di Madinah, adalah bersifat sangat modern. Memang bukan organisasi atau lembaga di luar negara yang berkembang pada waktu itu, tetapi dimensi-dimensi lain yang ada dalam bangunan konsep masyarakat madani. Hal itu tercermin dengan jelas dalam mitsaq Al-madinah (perjanjian madinah), yang oleh para ilmuwan politik, dianggap sebagai konstitusi pertama sebagai negara. Dalam hal ini, sejumlah persyaratan pokok tumbuhnya kehidupan masyarakat madani yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad adalah prinsip kesamaan, keadilan, dan partisipasi. Dalam konstitusi itu disebutkan, bahwa pluralitas suku yang diikatkan dalam suatu kesepakatan, bersama, dan dianggap sebagai umat. Tentu, umat disini bukan dalam arti agama tetapi warga negara. Karenanya, dengan enak bani aus yahudi itu juga disebut dengan umat Madinah. Adanya aturan-aturan yang tegas ini, yang dituangkan secara tertulis dalam perjanjian madinah, yang mengakui diterapkannya prinsip-prinsip keadilan, persamaan, dan musyawarah merupakan ciri-ciri awal terbentuknya kehidupan politik modern, yang antara lain ditandai dengan munculnya semangat masyarakat madani. Disitu, yang ingin dikembangankan adalah nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara yang sebanding dengan kehidupan politik demokratis meskipun masih dalam bentuk dan strukturnya yang sederhana.

Dalam kerangka ini pernyataan yang muncul kemudian adalah dari mana sumber transformasi atau perubahan itu


(5)

berasal. Tak ada satu jawaban yang lebih pasti bagi kita untuk mengatakan bahwa faktor pendorong itu adalah islam. Karena sejak muncul dan berlembangnya islam disana meskipun dalam tahap awal transformasi atau perubahan masayarakat secara besar-besaran terjadi disana, baik dilihat dari sudut pandang keagamaan (lebih rasional) maupun kehidupan sosial budaya, ekonomi, dan politik (lebih berperadaban). Dalam bahasa agama proses perubahan dari situasi jahiliyah ke berperadaban ditegaskan oleh al-Qur’an, bahwa salah satu fungsi islam adalah membawa atau mengeluarkan masayarakat dari alam kegelapan menuju alam terang. Dalam kehadiran islam adalah mengeluarkan umat manusia dari kegelapan ke terang benderang. Sebanding dengan itu, yang lebih popular adalah kehadiran islam adalah rahmat bagi alam semesta.

Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.

Kualitas SDM Umat Islam Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110 :

مدتلندكل رقيدخق ةإمنقأل تد جقرلخدأل سلاننقللل نقورلملأدتق فلورلعدمقلدابل نقودهقندتقوق نلعق رلكقندمللدا نقونلملؤدتلوق هللنقلابل ۗ ودلقوق نقمقآ للهدأق بلاتقكللدا نقاكقلق ارريدخق مدهللق ۚ ملهلندمل نقونلملؤدمللدا ملهلرلثقكدأقوق نقوقلسلافقلدا

Artinya “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka


(6)

ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDMnya dibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Qur’an itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil.

Posisi Umat Islam SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari 85%, tetapi karena kualitas SDM nya masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.