HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN SANTRI TENTANG PHBS DAN PERAN USTADZ DALAM MENCEGAH PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES (Studi pada Santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember)

(1)

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN SANTRI TENTANG PHBS DAN PERAN USTADZ DALAM MENCEGAH PENYAKIT SKABIES

DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES

(Studi pada Santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember)

SKRIPSI

Oleh Umi Azizah NIM 062110101017

BAGIAN PROMOSI KESEHATAN DAN ILMU PERILAKU FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER 2012


(2)

i

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN SANTRI TENTANG PHBS DAN PERAN USTADZ DALAM MENCEGAH PENYAKIT SKABIES

DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES

(Studi pada Santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember)

SKRIPSI

diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan S-1 Kesehatan Masyarakat dan mencapai

gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh Umi Azizah NIM 062110101017

BAGIAN PROMOSI KESEHATAN DAN ILMU PERILAKU FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER 2012


(3)

ii

HALAMAN PERSEMBAHAN Skripsi Ini Saya Persembahkan Untuk :

1. Kedua orang tuaku, Bapak Muslamet dan Ibu Supatmi, terima kasih untuk doa, kasih sayang, bimbingan, nasehat, dan semua yang telah Bapak dan Ibu berikan kepada saya, sehingga saya bisa menyelesaikan kuliah meskipun terlambat. Saya berharap dapat membahagiakan dan segera membantu Bapak dan Ibu;

2. Adikku, Atin Rahmawati. Adik harus semangat dan rajin belajar agar cita-citamu bisa tercapai dan harus bisa membuat kedua orang tua kita bangga;

3. Semua guru-guruku dari TK sampai dengan PT, terima kasih atas semua ilmu, nasehat, dan bimbingan yang telah diberikan semoga bermanfaat dan mendapatkan balasan dari-Nya. Amin Ya Rabbal’alamin;

4. Almamater tercinta TK Darmawanita, SD Negeri Kerjo II Trenggalek, SLTPN I Karangan, SMA Negeri 2 Trenggalek dan FKM UNEJ;

5. Bapak Abdul Ghofur dan Ibu Suliyanti, terimakasih telah menganggapku seperti anak sendiri, terima kasih atas do’a, dukungan dan nasehatnya;

6. Lukman Hidayat, terima kasih untuk dukungan, nasehat dan waktumu untuk menemani perjalanan hidupku sampai detik ini. Jangan pernah letih untuk terus bersamaku dan semoga kita bisa menua bersama, Amin;

7. Sahabat-sahabatku Aulia, Pita, Riris, Reny, Sumeh, Puji terima kasih telah memberikan warna di hidupku dalam suka dan duka bersama selama 5 tahun ini.


(4)

iii

HALAMAN MOTTO

Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum selama mereka tidak merubah sebab-sebab kemunduran mereka

(Terjemahan Surat Ar-Ra’d: 11)*

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.

Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (Terjemahan Surat Al-Baqarah: 216)*

* Departemen Agama RI. 1989. Al-Quran dan Terjemahnya. Semarang: CV Toha Putra Semarang


(5)

iv

HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Umi Azizah

NIM : 062110101017

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul: Hubungan antara Pengetahuan Santri tentang PHBS dan Peran Ustadz dalam Mencegah Penyakit Skabies dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Skabies (Studi pada Santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember) adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan pada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember, Januari 2012 Yang menyatakan,

Umi Azizah NIM 062110101017


(6)

v

HALAMAN PEMBIMBINGAN

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN SANTRI TENTANG PHBS DAN PERAN USTADZ DALAM MENCEGAH PENYAKIT SKABIES

DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES

(Studi pada Santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember)

Oleh

Umi Azizah NIM 062110101017

Pembimbing:

Dosen Pembimbing I : Elfian Zulkarnain, S.KM., M.Kes. Dosen Pembimbing II : Novia Luthviatin, S.KM., M.Kes.


(7)

vi

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi berjudul Hubungan antara Pengetahuan Santri tentang PHBS dan Peran Ustadz dalam Mencegah Penyakit Skabies dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Skabies (Studi pada Santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember) telah diuji dan disahkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 19 Januari 2012

Tempat : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember

Tim Penguji Ketua,

Drs. Husni Abdul Gani, MS NIP 19560810 198303 1 003

Sekretaris,

Novia Luthviatin, S.KM., M.Kes NIP 19801217 200501 2 002

Anggota I,

Elfian Zulkarnain, S.KM., M.Kes NIP 19730604 200112 1 003

Anggota II,

Yumarlis, S.H., M.M NIP 19640625 198903 1 008

Mengesahkan

Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Drs. Husni Abdul Gani, MS NIP 19560810 198303 1 003


(8)

vii

The Relationship between Students Knowledge abaut PHBs and The Role of Ustadz in Scabies Disease Preventing with Scabies Prevention Behavior

at Al-Falah Islamic Boarding School in District of Silo Jember Regency

Umi Azizah

Department of Health Promotion and Behavioral Sciences Faculty of Public Health

The University of Jember

ABSTRACT

Scabies is a skin disease that affects many students at Islamic boarding schools. The same thing also happens at Al-Falah Islamic Boarding School Jember. This study was intended to analyze the relationship between knowledge and the role of ustadz with the scabies prevention behavior of students at Islamic boarding school Al-Falah district of Silo, Jember Regency. This research used quantitative research method and used cross sectional approach. The population in this study was all students at Islamic boarding school Al-Falah, district of Silo, Jember Regency. The number of samples in this study was as many as 88 students. The data obtained were then analyzed using Spearman correlation test with the significance level of 5% (α=0.05). The results showed that there was a relationship between knowledge of clean and healthy behaviors with the behavior of scabies prevention to students at Islamic boarding school Al-Falah with p value = 0.001, and there was a relationship between the role of ustadz to the behavior of scabies disease prevention among students at Islamic boarding school Al Falah with p-value = 0.047. Based on the results of research, the public health center of Silo and the Islamic boarding school are expected to cooperate in an effort to increase the student knowledge of PHBs and scabies prevention efforts through the dissemination of information by health workers using more various methods and media. In addition, there is a need for cooperation with Local Water Company in order to supply clean water since the Islamic boarding school Al-Falah lacks of clean water.


(9)

viii RINGKASAN

Hubungan antara Pengetahuan Santri tentang PHBS dan Peran Ustadz dalam Mencegah Penyakit Skabies dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Skabies (Studi pada Santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember); Umi Azizah; 062110101017; 2012; 89 halaman; Bagian Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.

Penyakit skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi dan sensitisasi tungau Sarcoptes Scabiei varian hominis dan produknya pada tubuh. Penyakit ini sering di temukan di Indonesia karena Indonesia mempunyai iklim tropis yang sangat mendukung perkembangan agen penyebab skabies. Di Indonesia skabies sering disebut kudis atau orang jawa biasa menyebut gudik. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat juga mengenai semua umur. Penyakit skabies pada umumnya menyerang individu yang hidup berkelompok seperti di asrama, pesantren, lembaga pemasyarakatan, rumah sakit, perkampungan padat, dan rumah jompo. Beberapa faktor yang dapat membantu penyebarannya adalah kemiskinan, hygiene yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosis yang salah, demografi, ekologi dan derajat sensitasi individual. Sampai saat ini, penyakit skabies di pondok pesantren masih selalu terjadi. Begitu juga yang terjadi di Jawa Timur dan Kabupaten Jember. Data di Kabupaten Jember menunjukkan bahwa penyakit skabies merupakan penyakit yang sering diderita oleh para santri di pondok pesantren yang dikarenakan oleh kurangnya pengetahuan dan rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat oleh para santri. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya pencegahan terhadap penyakit skabies pada santri di pondok pesantren.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan santri tentang PHBS dan peran ustadz dalam mencegah penyakit skabies dengan


(10)

ix

perilaku pencegahan penyakit skabies pada santri di pondok pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember. Jenis Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 88 santri yang diperoleh dari rumus Snedecor dan Cochran. Pengambilan data dalam penelitian ini melalui penyebaran kuesioner dan peneliti akan memandu dalam proses pengisian kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya karakteristik responden sebagian besar berumur 13-15 tahun dan sebanyak 53,41% berjenis kelamin perempuan. Tingkat pengetahuan responden tentang perilaku hidup bersih dan sehat dengan persentase 54,5% adalah sedang dan peran ustadz sebagai orang penting dengan persentase 83% adalah tinggi. Sedangkan perilaku pencegahan penyakit skabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember dengan persentase 47,7% adalah dalam kategori sedang dalam hal membiasakan diri untuk selalu hidup bersih dan sehat.

Disamping itu hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang perilaku hidup bersih dan sehat dengan perilaku pencegahan penyakit skabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Falah dengan p value = 0,001, dan ada hubungan antara peran ustadz dengan perilaku pencegahan penyakit skabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Falah dengan p value = 0,047. Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan Puskesmas Silo dan pihak pondok pesantren bekerjasama dalam upaya meningkatkan pengetahuan santri tentang PHBS serta upaya pencegahan penyakit skabies melalui sosialisasi informasi oleh petugas kesehatan dengan menggunakan metode dan media yang lebih bervariatif. Selain itu perlu adanya kerja sama dengan PDAM dalam rangka penyediaan sarana air bersih mengingat di Pondok Pesantren Al-Falah penyediaan air bersih masih sangat kurang.


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah S.W.T. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Hubungan antara Pengetahuan Santri tentang PHBS dan Peran Ustadz dalam Mencegah Penyakit Skabies dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Skabies (Studi pada Santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Strata Satu (S1) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga kepada Bapak Elfian Zulkarnain, S.KM., M.Kes, selaku dosen pembimbing utama dan Ibu Novia Luthviatin, S.KM., M.Kes, selaku pembimbing anggota, yang telah memberikan motivasi, bimbingan, saran dan arahan, sehingga skripsi ini dapat tersusun dengan baik.

Pada kesempatan kali ini, penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga kepada:

1. Drs. Husni Abdul Gani, MS., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember sekaligus ketua penguji yang telah memberikan kritikan maupun saran dalam penulisan skripsi ini;

2. Yumarlis, SH., MM., selaku angota penguji II yang telah memberikan kritikan maupun saran dalam penulisan skripsi ini;

3. Bapak KH. Mukit Arif selaku pimpinan Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian di Pondok Pesantren;

4. Semua guru-guruku serta bapak dan ibu dosen yang telah menyalurkan ilmunya semoga bermanfaat dan mendapatkan balasan dari-Nya. Amiin Ya Rabbal’alamin;


(12)

xi

5. Teman-teman peminatan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku yang saya sayangi (Dewi, Sonny, Ikhsan). Terima kasih atas semua nasehat, teguran, semangat, do’a, dan juga perhatian sehingga penulis dapat termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini;

6. Teman-teman PBL Jenggawah angkatan 2006, terima kasih atas kritik, semangat dan doa yang telah diberikan;

7. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Atas perhatian dan dukungannya, penulis menyampaikan terima kasih.

Jember, Januari 2012


(13)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ii

HALAMAN MOTTO ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN PEMBIMBINGAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

ABSTRACT ... vii

RINGKASAN ... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

DAFTAR LAMBANG ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.2.1 Tujuan Umum ... 8

1.2.2 Tujuan Khusus ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.3.1 Manfaat Teoritis ... 8


(14)

xiii

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 PHBS ... 10

2.1.1 Sasaran PHBS ... 10

2.1.2 Penerapan PHBS ... 12

2.2 Skabies ... 13

2.2.1 Pengertian Skabies ... 13

2.2.2 Epidemiologi Skabies... 15

2.2.3 Penularan Penyakit Skabies ... 16

2.2.4 Patogenesis Penyakit Skabies ... 17

2.2.5 Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Scabies ... 17

2.3 Pondok Pesantren ... 18

2.4 Hubungan antara Pengetahuan dan Peran Ustadz dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Skabies ... 19

2.5 Teori Determinan Perubahan Perilaku Menurut WHO ... 21

2.6 Kerangka Konseptual ... 24

2.7 Hipotesis Penelitian ... 25

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Jenis Penelitian ... 27

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 27

3.2.2 Waktu Penelitian ... 28

3.3 Populasi dan Sampel Penellitian... 28

3.3.1 Populasi Penelitian ... 28

3.3.2 Sampel Penelitian ... 28

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 29

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 30

3.5 Data dan Sumber Data ... 33

3.5.1 Data Primer ... 33


(15)

xiv

3.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 33

3.6.1 Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.6.2 Instrumen Pengumpulan Data ... 34

3.7 Teknik Penyajian dan Analisis Data ... 34

3.7.1 Teknik Penyajian ... 34

3.7.2 Analisis Data ... 35

3.8 Kerangka Operasional... 36

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Karakteristik Responden ... 37

4.1.1 Umur ... 37

4.1.2 Jenis Kelamin ... 38

4.2 Pengetahuan Responden tentang PHBS ... 39

4.3 Peran Ustadz sebagai Orang Penting ... 41

4.4 Perilaku Pencegahan Penyakit Skabies ... 43

4.5 Hubungan antara Pengetahuan dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Skabies ... 46

4.7 Hubungan antara Peran Ustadz dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Skabies ... 49

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

5.1 Kesimpulan ... 53

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN


(16)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

3.1 Perhitungan Sampel pada Masing-masing Sub Populasi... 30

3.2 Variabel dan Devinisi Operasional ... 31

4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ... 37

4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 38

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan ... 40

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Peran Ustadz... 41

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Pencegahan Penyakit Skabies di Pondok Pesantren ... 44

4.6 Distribusi Frekuensi Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Skabies ... 47

4.7 Distribusi Frekuensi Hubungan Peran Ustadz dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Skabies ... 49


(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman 2.1 Kerangka Konseptual... 25 3.1 Kerangka Operasional Penelitian ... 36


(18)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

ASI : Air Susu Ibu

BAB : Buang Air Besar

IUD : Intra Uterine Devices

JPKM : Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat

KB : Keluarga Berencana

KH : Kyai Haji

KIA : Kesehatan Ibu dan Anak

KSDAI : Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia

MCK : Mandi Cuci Kakus

PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini

PDAM : Perusahaan Daerah Air Minum

PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat

RS : Rumah Sakit

SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

SMA : Sekolah Menengah Atas

UKS : Usaha Kesehatan Sekolah

UU RI : Undang-undang Republik Indonesia WHO : World Health Organization


(19)

xviii

DAFTAR LAMBANG

α : alfa, taraf signifikansi / : per, atau

> : lebih dari < : kurang dari

≤ : kurang dari atau sama dengan = : sama dengan

% : persen

H0 : hipotesis nihil

p : p-value; menunjukkan hasil analisis berdasarkan uji statistik n : besarnya sampel sebelum korelasi

N : besarnya populasi

nk : besarnya sampel setelah korelasi Zα : simpangan rata-rata


(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

A. Gambaran Tempat Penelitian ... .... 59

B. Lembar Persetujuan ... 60

C. Kuesioner Penelitian ... 61

D. Rekap Hasil Penelitian ... 65

E. Hasil Uji Korelasi ... 68

F. Surat Ijin Penelitian ... 69


(21)

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Apapun peran yang dimainkan pemerintah, tanpa kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri menjaga kesehatan mereka, hanya sedikit yang akan dicapai. Perilaku yang sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Oleh karena itu, dalam UU RI Nomor 23 Tahun 1992 juga dinyatakan bahwa kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 melalui Pembangunan Nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. Dengan kata lain masyarakat diharapkan mampu berpartisipasi aktif dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan sendiri. Dengan demikian masyarakat mampu menjadi subjek dalam pembangunan kesehatan. Salah satu upaya dalam meningkatkan derajat kesehatan yang optimal adalah budaya hidup bersih. Budaya hidup bersih merupakan cerminan sikap dan perilaku masyarakat dalam menjaga dan memelihara kebersihan pribadi dan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2001).

Perilaku hidup bersih dan sehat dapat dilakukan di berbagai tempat, misalnya di lingkungan rumah tangga, di lingkungan pendidikan maupun di tempat-tempat umum. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan individu untuk berperilaku hidup bersih dan sehat baik di dalam rumah tangga, di lingkungan pendidikan


(22)

2

maupun di tempat-tempat umum. Terdapat beberapa indikator perilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan pendidikan, diantaranya adalah tersedia jamban yang bersih dan sesuai dengan jumlah siswa, tersedia air bersih atau air keran yang mengalir di setiap kelas, tidak ada sampah yang berserakan dan lingkungan sekolah yang bersih dan serasi, ketersediaan UKS yang berfungsi dengan baik, siswa menjadi anggota dana sehat (JPKM), siswa pada umumnya (60 %) kukunya pendek dan bersih, siswa tidak merokok, siswa ada yang menjadi dokter kecil atau promosi kesehatan sekolah (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, 2006).

Sumber daya manusia yang sangat bermutu diperlukan dalam pembangunan nasional. Salah satu upaya untuk memenuhi tuntutan itu adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pondok pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang melakukan kegiatan tersebut. Peran pondok pesantren dalam hal ini meliputi keterlibatan dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Semua kegiatan didukung juga oleh sektor terkait yaitu pihak kesehatan dan pihak lain yang ada hubungannya dengan pondok pesantren. Keterlibatan pondok pesantren adalah salah satu bentuk kemandirian yang perlu terus dibina guna meningkatkan derajat kesehatan yang optimal merata disemua lapisan masyarakat termasuk warga pondok pesantren. Hubungan yang baik antara pondok pesantren dan kesehatan didukung lintas sektor lain merupakan kunci keberhasilan dari kemandirian pondok pesantren dalam bidang kesehatan (Mahyuliansyah, 2009).

Jumlah santri di dalam pondok pesantren tersebut cukup banyak dan berasal dari beberapa daerah dengan kebiasaan dan pola hidup yang berbeda. Kondisi seperti ini akan mempengaruhi kesehatan santri jika perilaku hidup bersih dan sehat sangat kurang. Dalam kehidupan sehari-hari para santri yang tinggal di pondok pesantren selalu berinteraksi antara santri yang satu dengan santri yang lainnya sehingga penyakit menular berbasis lingkungan seperti tuberkulosis paru, infeksi saluran pernapasan akut, diare dan penyakit kulit sering kali ditemukan. Adanya prinsip kebersamaan seperti menggunakan alat makan, minum, pakaian dan lain-lain secara bersama-sama juga akan meningkatkan angka penularan penyakit menular tersebut


(23)

3

sehingga perlu adanya upaya untuk meningkatkan pengetahuan santri tentang kesehatan secara umum, khususnya tentang penyakit menular sehingga diharapkan ada perubahan perilaku pencegahan untuk menurunkan angka kesakitan penyakit menular. Salah satu jenis penyakit menular yang sering di temukan di pondok pesantren adalah penyakit skabies (Kuspriyanto, 2002).

Skabies merupakan penyakit endemi di masyarakat. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua golongan umur (Harahap, 2000). Penyakit skabies merupakan penyakit yang mudah menular. Penyakit ini dapat ditularkan secara langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan seksual. Penularan secara tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan selimut (Djuanda, 2007).

Penyakit skabies pada umumnya menyerang individu yang hidup berkelompok seperti di asrama, pesantren, lembaga pemasyarakatan, rumah sakit, perkampungan padat, dan rumah jompo (Sudirman, 2006). Penularan skabies ini terjadi karena faktor lingkungan dan perilaku yang tidak bersih diantaranya yaitu kebiasaan individu menggunakan pakaian secara bergantian, menggunakan handuk dan peralatan mandi secara bergantian serta kebiasaan tidur berhimpitan dalam satu tempat (Djuanda, 2007).

Penyakit skabies bukan merupakan penyakit yang mematikan akan tetapi penyakit skabies ini dapat mempengaruhi kenyamanan aktifitas dalam menjalani kehidupan sehari-hari khususnya proses belajar para santri. Penderita selalu mengeluh gatal, terutama pada malam hari, gatal yang terjadi terutama di bagian sela-sela jari tangan, di bawah ketiak, pinggang, alat kelamin, sekeliling siku, areola (area sekeliling puting susu) dan permukaan depan pergelangan sehingga akan timbul perasaan malu karena pada usia remaja timbulnya skabies sangat mempengaruhi penampilannya juga tentang penilaian masyarakat tentang pondok pesantren yang kurang terjaga kebersihannya. Sehingga muncul sebuah stigma bahwa tidak ada santri yang tidak mungkin terkena penyakit skabies (gatal), kalau belum terkena skabies


(24)

4

belum syah menjadi santri dan jika sudah pernah terkena penyakit tersebut maka tidak akan terkena lagi (Mansyur, 2007).

Penyakit skabies ini lebih banyak diderita oleh individu yang tinggal di pondok pesantren karena pondok pesantren merupakan salah satu tempat yang beresiko untuk timbulnya skabieskarena merupakan tempat yang berpenghuni padat. Prevalensipenyakit skabies di sebuah pondok pesantren di Jakarta mencapai 78,70% sedangkan prevalensi penyakit skabies di pondok pesantren di Kabupaten Pasuruan sebesar 66,70%, sedangkan berdasarkan data dari Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia (KSDAI) tahun 2001 insidens tertinggi kasus skabies terjadi pada anak usia sekolah dan remaja (Mansyur, 2007).

Berdasarkan penelitian Ma’rufi (2005) pada santri kelas 1,2, dan 3 SLTP di Pondok Pesantren Lamongan, penilaian higiene perorangan dalam penelitian tersebut meliputi frekuensi mandi, memakai sabun atau tidak, penggunaan pakaian dan handuk bergantian, dan kebersihan alas tidur. Sebagian besar santri di Pesantren Lamongan (63%) mempunyai higiene perorangan yang jelek dengan prevalensi penyakit skabies 73,70%. Perilaku yang tidak mendukung berperilaku hidup bersih dan sehat dalam mencegah skabies diantaranya adalah sering memakai baju atau handuk bergantian dengan teman serta tidur bersama dan berhimpitan dalam satu tempat tidur.

Berdasarkan hasil penelitian Handayani (2007), di Pondok Pesantren Nihayatul Amal menunjukkan bahwa persentase responden yang terkena skabies ada 62,9% mempunyai kebiasaan mencuci pakaian bersama pakaian temannya 61,4%, mempunyai kebiasaan tidur bersama temannya yang menderita skabies 60,0%, mempunyai kebiasaan memakai selimut bersama-sama temannya yang menderita skabies 54,3% dan 32,8% yang mempunyai kebiasaan berwudlu tidak menggunakan kran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan pemakaian sabun mandi, kebiasaan pemakaian handuk, kebiasaan berganti pakaian, kebiasaan tidur bersama, dan kebiasaan mencuci pakaian bersama penderita skabies dengan kejadian skabies.


(25)

5

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jember selama tahun 2010 ditemukan kasus skabies sebanyak 6.681 kasus. Kasus skabies paling besar pada tahun 2010 adalah di Kecamatan Silo yaitu sebesar 846 kasus. Sebanyak 504 kasus skabies diantaranya diderita oleh para santri di pondok pesantren (Puskesmas Silo, 2010).

Jumlah pondok pesantren di Kecamatan Silo terdapat 27 pondok pesantren, 4 diantaranya tercatat secara resmi di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jember. Salah satu pondok yang tercatat adalah Pondok Pesantren Al-Falah. Pondok pesantren ini merupakan satu-satunya pondok pesantren yang mempunyai santri 100% tinggal di asrama yang disediakan pondok pesantren tersebut. Jumlah santri di pondok pesantren Al-Falah ini adalah sebanyak 989 santri dengan usia antara 13-18 tahun.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Pondok Pesantren Al-Falah, sebanyak 67% santri pernah menderita penyakit skabies. Hal ini disebabkan karena mereka mempunyai kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat yang masih sangat rendah diantaranya tidak membiasakan diri untuk mencuci tangan sebelum makan, kebiasaan para santri MCK dalam satu tempat yaitu sebuah sungai kecil yang terdapat pancuran airnya. Sedangkan untuk mandi sehari-hari santri putra lebih sering mandi disumber air yang terdapat di belakang pondok pesantren tersebut, untuk santri putri biasanya mereka mandi di kamar mandi yang mempunyai bak mandi yang cukup panjang sehingga bisa diisi lebih dari 5 orang. Kondisi kamar mandi ini sangat kotor serta air yang mereka gunakan untuk mandi juga kelihatan sangat kotor karena terlihat bahwa bak mandi tersebut jarang sekali dibersihkan. Begitu juga dengan asrama para santri, untuk santri putra kamar mereka terbuat dari anyaman bambu dan papan kayu dengan bentuk petak kecil-kecil. Satu petak kamar biasanya berukuran 1,5x2 m dan dihuni oleh 2-3 santri, sedangkan untuk santri putri kamar terbuat dari tembok dan berukuran 4x3 dan dihuni oleh 12-17 santri (Pondok Pesantren Al-Falah, 2010).


(26)

6

Santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember ini mempunyai kebiasaan tidur dengan cara meletakkan kasur di lantai sebagai tempat tidur mereka dan ada juga yang hanya sekedar memakai tikar saja, bahkan ada yang memilih tidak menggunakan alas sama sekali, sebelum melakukan kegiatan rutin mereka membersihkan kasur dan alas tidur lainnya dengan cara menumpuk di pinggir ruangan kamar tidur santri. Pada kehidupan sehari-hari santri sering memakai baju dan handuk secara bergantian (Pondok Pesantren Al-Falah, 2010).

Kebiasaan dan kondisi seperti inilah yang mempermudah penularan penyakit skabies mengingat penyakit skabies ini disebabkan pola dan kebiasaan hidup yang kurang bersih dan benar, salah satu faktor yang dominan yaitu kehidupan bersama dengan kontak langsung yang relatif erat (Iskandar, 2000). Oleh karena itu ustadz mempunyai peranan yang sangat penting dalam pencegahan skabies di lingkungan pondok pesantren karena ustadz merupakan guru bagi para santri yang dianggap sebagai panutan.

Menurut Green (dalam Natalina, 2009) guru mempunyai peran terhadap perilaku murid dalam memelihara kesehatannya. Guru dapat berperan sebagai konselor, pemberi instruksi, motivator, manajer, dan model dalam menunjukkan sesuatu yang baik misalnya dalam perilaku hidup bersih dan sehat. Berdasarkan hasil penelitian Linda dan Adiwiryono (2010) menunjukkan adanya hubungan antara peran guru dengan praktek PHBS pada peserta PAUD. Selain itu guru diharapkan dapat mendorong murid-murid mereka dalam melaksanakan kebiasaan memelihara kesehatan (Natalina, 2009).

Guru merupakan orang tua kedua para siswa di sekolah. Guru memberikan pelajaran dan bimbingan kepada para siswa sehingga guru dijadikan tempat untuk bertanya tentang segala sesuatu termasuk masalah kesehatan. Di dalam pondok pesantren, guru tersebut biasa disebut ustadz. Seperti halnya guru, ustadz dianggap sebagai orang penting karena mempunyai kelebihan dalam membimbing para santri, perbuatannya diterima dan dipatuhi serta ditakuti. Di Pondok Pesantren Al-Falah sendiri, ustadz juga memberikan pelajaran tentang perilaku hidup bersih dan sehat


(27)

7

karena pondok pesantren ini juga mengajarkan pelajaran umum selain pelajaran agama. Ustadz juga mengajarkan kepada para santri bahwa kebersihan merupakan sebagian dari iman. Dengan demikian ustadz diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku santri guna mencegah terjadinya skabies di lingkungan pondok tempat mereka tinggal (Natalina, 2009).

Berdasarkan beberapa hal tersebut penulis ingin melakukan penelitian mengenai hubungan antara pengetahuan santri tentang PHBS dan peran ustadz dalam mencegah penyakit skabies dengan perilaku pencegahan penyakit skabies di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember karena penyakit skabies ini merupakan penyakit yang mudah menular, terutama bagi para santri pondok pesantren yang mempunyai kebiasaan menggunakan peralatan mandi dan peralatan sholat secara bergantian dengan teman serta kebiasaan tidur berhimpitan dalam satu tempat tidur sehingga penyakit skabies ini harus segera mendapatkan penanganan. Selain itu Pondok Pesantren Al-Falah merupakan salah satu pondok pesantren dengan jumlah santri yang sangat banyak sehingga kemampuan untuk menularkan penyakit skabies dari santri satu ke santri yang lainnya lebih besar bila dibanding dengan pondok pesantren yang jumlah santrinya lebih sedikit.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ada hubungan antara pengetahuan santri tentang PHBS dan peran ustadz dalam mencegah penyakit skabies dengan perilaku pencegahan penyakit skabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember?


(28)

8

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umun

Meningkatkan pengetahuan santri tentang PHBS dan perilaku ustadz dalam mencegah penyakit skabies di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Meningkatkan pengetahuan responden tentang perilaku hidup bersih dan sehat di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember.

2. Meningkatkan peran ustadz dalam mencegah penyakit skabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember .

3. Meningkatkan perilaku pencegahan penyakit skabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember.

4. Menganalisis hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan penyakit skabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember .

5. Menganalisis hubungan antara peran ustadz dengan perilaku pencegahan penyakit skabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember .

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan serta praktek dalam menerapkan ilmu kesehatan masyarakat bidang Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku terutama dalam menganalisis hubungan antara pengetahuan santri tentang PHBS dan peran ustadz dalam mencegah penyakit skabies dengan perilaku pencegahan penyakit skabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember.


(29)

9

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana informasi bagi ustadz dan para santri tentang pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan sebagai upaya pencegahan penyakit skabies di pondok pesantren tersebut.

2. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana informasi Puskesmas Silo agar dilakukan upaya promotif, preventif dan rehabilitatif guna mencegah timbulnya penyakit skabies di pondok pesantren tersebut.

3. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman bagi pihak-pihak yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut.


(30)

10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Perilaku hidup bersih dan sehat adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran, sehingga keluarga beserta semua yang ada di dalamnya dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. Selain itu PHBS juga berarti upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku guna membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri sehingga masyarakat sadar, mau dan mampu mempraktikkan PHBS melalui pendekatan pimpinan (Advokasi), bina suasana (Sosial Suport) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

2.1.1 Sasaran PHBS a. Rumah Tangga

Sasaran PHBS di rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga secara keseluruhan dan terbagi dalam:

1) Sasaran Primer

Adalah sasaran utama dalam rumah tangga yang akan dirubah perilakunya atau anggota keluarga yang bermasalah (individu dalam keluarga yang bermasalah). 2) Sasaran Sekunder

Adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu dala keluarga yang bermasalah misalnya, kepala keluarga, ibu, orang tua, tokoh keluarga, kader, tokoh agama, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan lintas sektor terkait.


(31)

11

3) Sasaran Tersier

Adalah sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur pembantu dalam menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS misalnya, kepala desa, lurah, camat, kepala puskesmas, guru, tokoh masyarakat, dll.

b. Tatanan Institusi Pendidikan

Sasaran PHBS di tatanan institusi pendidikan adalah seluruh anggota institusi pendidikan dan terbagi dalam:

1) Sasaran Primer

Adalah sasaran utama dalam institusi pendidikan yang akan dirubah perilakunya atau murid dan guru yang bermasalah (individu atau kelompok dalam institusi pendidikan yang bermasalah).

2) Sasaran Sekunder

Adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalam institusi pendidikan yang bermasalah misalnya, kepala sekolah, guru, orang tua murid, kader kesehatan sekolah, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan lintas sektor terkait.

3) Sasaran Tersier

Adalah sasaran yang diharapkan unsur pembantu dalam menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS di institusi pendidikan misalnya, kepala desa, lurah, camat, kepala puskesmas, guru, tokoh masyarakat, dan orang tua murid.

c. Tempat-Tempat umum

Terdapat beberapa ruang lingkup PHBS di tempat-tempat umum, salah satunya adalah di pondok pesantren. Adapun sasaran PHBS di pondok pesantren adalah seluruh anggota yang ada di pondok pesantren tersebut dan terbagi dalam: 1) Sasaran Primer

Adalah sasaran utama dalam pondok pesantren yang akan dirubah perilakunya atau santri dan ustadz yang bermasalah.


(32)

12

2) Sasaran Sekunder

Adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalam pondok pesantren yang bermasalah misalnya, pengelola atau pengurus pondok pesantren, pembina atau pengajar di pondok pesantren.

3) Sasaran Tersier

Adalah sasaran yang diharapkan unsur pembantu dalam menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS di pondok pesantren misalnya, kepala desa, lurah, camat, kepala puskesmas, guru, tokoh masyarakat, dan orang tua murid.

2.1.2 Penerapan PHBS

PHBS dapat diterapkan di banyak bidang, yakni seperti contohnya :

a. Di bidang Gizi dan Farmasi, beberapa perilaku hidup bersih dan sehat diantaranya: 1) Makan dengan gizi seimbang

2) Memberi bayi ASI eksklusif 3) Mengkonsumsi garam beryodium

b. Di Bidang KIA dan KB, beberapa perilaku hidup bersih dan sehat yakni: 1) Memeriksakan kehamilan secara rutin

2) Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan 3) Mengimunisasi Balita dengan lengkap c. Di Bidang Kesehatan Lingkungan, diantaranya:

1) Rumah memiliki ventilasi 2) Menggunakan air bersih

3) Memiliki jamban yang telah memenuhi syarat kesehatan d. Di Bidang Pemeliharaan Kesehatan, beberapa contohnya adalah:

1) Punya jaminan pemeliharaan kesehatan 2) Aktif sebagai Kader


(33)

13

2.2 Skabies

2.2.1 Pengertian Skabies

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi dan sensitisasi tungau Sarcoptes Scabiei varian hominis dan produknya pada tubuh (Djuanda, 2007). Penyakit ini sering di temukan di Indonesia karena Indonesia mempunyai iklim tropis yang sangat mendukung perkembangan agen penyebab skabies. Di Indonesia skabies sering disebut kudis atau orang jawa biasa menyebut gudik (Cakmioki, 2007).

Penyebab penyakit skabies adalah seekor tungau (kutu/mite) yang bernama

Sarcoptes scabei, filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili

Sarcoptes. Pada manusia oleh S. scabiei var homonis yang berbentuk oval dan gepeng, berwarna putih kotor, transulen dengan bagan punggung lebih lonjong dibandingkan perut, yang betina berukuran 300-350 mikron, sedangkan yang jantan berukuran 150-200 mikron. Stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan kaki depan dan 2 pasang kaki belakang (Iskandar, 2000).

Sarcoptes scabiei betina setelah dibuahi mencari lokasi yang tepat di permukaan kulit untuk kemudian membentuk terowongan, dengan kecepatan 0,5mm– 5 mm per hari. Terowongan pada kulit dapat sampai ke perbatasan stratum korneum dan stratum granulosum. Di dalam terowongan ini tungau betina akan tinggal selama hidupnya yaitu kurang lebih 30 hari dan bertelur sebanyak 2-3 butir telur sehari. Telur akan menetas setelah 3-4 hari menjadi larva yang akan keluar ke permukaan kulit untuk kemudian masuk kulit lagi dengan menggali terowongan biasanya sekitar folikel rambut untuk melindungi dirinya dan mendapat makanan. Setelah beberapa hari, menjadi bentuk dewasa melalui bentuk nimfa. Waktu yang diperlukan dari telur hingga bentuk dewasa sekitar 10-14 hari. Tungau jantan mempunyai masa hidup yang lebih pendek daripada tungau betina, dan mempunyai peran yang kecil pada patogenesis penyakit. Biasanya hanya hidup dipermukaan kulit dan akan mati setelah membuahi tungau betina. Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7 – 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis


(34)

14

dan lembab biasanya pada lipatan kulit seperti sela-sela jari, ketiak, lipatan paha, lipatan lengan dan selangkangan (Soeharsono, 2002).

Menurut Sudirman (2006), skabies dapat diklasifikasikan menjadi: 1) Skabies pada Orang Bersih

Terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya cukup. Biasanya sangat sukar ditemukan terowongan. Kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.

2) Skabies Inkognito

Obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda skabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya pengobatan dengan steroid topical yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini disebabkan mungkin oleh karena penurunan respon imum seluler.

3) Skabies Nodular

Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau skabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti skabies dan kortikosteroid.

4) Skabies Norwegia

Ini biasa disebut skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies ini tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies ini terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembangbiak dengan mudah. Skabies ini yang sering


(35)

15

ditemukan di pondok pesantren karena skabies jenis ini sangat mudah untuk berkembangbiak apalagi didukung dengan lingkungan yang padat penduduk dan tingkat kebersihannya masih sangat rendah.

5) Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden).

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.

6) Skabies yang disertai penyakit menular seksual yang lain

Skabies sering dijumpai bersama penyakit menular seksual yang lain seperti gonore, sifilis, pedikulosis pubis, herpes genitalis dan lainnya.

2.2.2 Epidemiologi Skabies

Skabies merupakan penyakit epidemik pada banyak masyarakat. Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik skabies. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat juga mengenai semua umur. Insidensi sama pada pria dan wanita. Insidensi skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemik dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun. Beberapa faktor yang dapat membantu penyebarannya adalah kemiskinan, hygiene yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosis yang salah, demografi, ekologi dan derajat sensitasi individual. Insidensinya di Indonesia masih cukup tinggi, terendah di Sulawesi Utara dan tertinggi di Jawa Barat. Selain itu faktor penularannya bisa melalui tidur bersama dalam satu tempat tidur, lewat pakaian, perlengkapan tidur atau benda -benda lainnya. Seperti yang terjadi di pondok pesantren. Sebagian besar santri mempunyai kebiasaan untuk bertukar pakaian, alat sholat ataupun alat mandi dengan teman sehingga penyebaran penyakit skabies menjadi sangat mudah mengingat salah satu penyebab penularan skabies adalah hygiene yang jelek (Djuanda, 2007).


(36)

16

2.2.3 Penularan Penyakit Skabies

Penyakit ini sangat mudah menular, karena itu bila salah satu anggota keluarga terkena, maka biasanya anggota keluarga lain akan ikut tertular juga. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada.

Penularan biasanya melalui Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh larva. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perorangan dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama di satu tempat yang relatif sempit. Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasilitas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas, dan fasilitas umum lain yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk (Benneth dalam Kartika, 2008).

Di pondok pesantren, penularan penyakit skabies ini terjadi ketika salah satu santri menderita penyakit skabies kemudian bertukar pakaian, alat sholat atau alat mandi dengan teman lain kemudian didukung dengan hygiene diri yang jelek maka penularan skabies akan terjadi diantara teman tersebut (Djuanda, 2007). Penyediaan air bersih yang kurang memadai juga menyebabkan seseorang terkena penyakit skabies. Karena keterbatasan air biasannya seseorang lebih memilih menggunakan air yang ada secara bersama-sama tanpa mempedulikan apakah orang yang menggunakan air yang sama tersebut sehat atau tidak. Apabila ternyata mempunyai penyakit skabies maka sudah pasti kita akan tertular penyakit tersebut (Handayani, 2007).


(37)

17

2.2.4 Patogenesis Penyakit Skabies

Keluhan pertama yang dirasakan penderita adalah rasa gatal terutama pada malam hari (pruritus noktural) atau bila cuaca panas serta sedang berkeringat. Gatal yang hebat terutama pada malam hari sebelum tidur. Adanya tanda tanda yaitu papula (bintil), pustula (bintil bernanah), ekskoriasi (bekas garukan), bekas -bekas lesi yang berwarna hitam (Sudirman, 2006).

Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta

tungau yang kira-kira memerlukan waktu sebulan setelah infestasi. Pada saat ini kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papula, vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskorisasi (lecet sampai epidermis dan berdarah), krusta (cairan tubuh yang mengering pada permukaan kulit) dan infeksi sekunder (Djuanda, 2007).

Selain itu, skabies juga bisa timbul akibat garukan oleh penderita itu sendiri. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau (Djuanda, 2007).

Infestasi pertama skabies akan menimbulkan gejala klinis setelah satu bulan kemudian. Tetapi yang telah mengalami infestasi sebelumnya, gejala klinis dapat timbul dalam waktu 24 jam. Hal ini terjadi karena pada infestasi ulang telah ada sensitisasi dalam tubuh pasien terhadap tungau dan produknya yang antigen dan mendapat respons dari sistem imun tubuh (Sudirman, 2006).

2.2.5 Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Skabies

Penyakit skabies ini dapat dicegah dengan cara selalu menjaga kebersihan lingkungan dan menjaga kebersihan diri, mencuci bersih baju, handuk, sprei penderita skabies bahkan lebih baik apabila dicuci menggunakan air panas kemudian menjemurnya sampai kering, menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara


(38)

18

bersama-sama. Dan yang lebih utama adalah dengan memutuskan mata rantai penularan penyakit skabies dengan cara mengobati penderita sampai tuntas (Rohmawati, 2010).

2.3 Pondok Pesantren

Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah ”tempat belajar para santri”, sedangkan pondok berarti ”rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu”. Di samping itu, ”pondok” juga berasal dari bahasa Arab ”funduk” yang

berarti ”hotel atau asrama”. Ada beberapa istilah yang ditemukan dan sering digunakan untuk menunjuk jenis pendidikan Islam tradisional khas Indonesia atau yang lebih terkenal dengan sebutan pesantren. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura, umumnya dipergunakan istilah pesantren atau pondok, di Aceh dikenal dengan istilah

dayah atau rangkung atau meusanah, sedangkan di Minangkabau disebut surau

(Nawawi, 2006).

Pondok pesantren pada awal berdirinya mempunyai pengertian yang sederhana, yaitu tempat pendidikan santri-santri untuk mempelajari pengetahuan agama Islam di bawah bimbingan seorang ustadz atau kyai. Santri-santri yang berada di pondok pesantren pada dasarnya sama saja dengan anak didik di sekolah-sekolah umum yang harus berkembang yang perlu mendapat pelatihan khusus terutama kesehatan dan pertumbuhannya.

Pesantren, pondok pesantren, atau disebut pondok saja, adalah sekolah Islam berasrama yang terdapat di Indonesia. Pelajar pesantren (disebut sebagai santri) belajar di sekolah ini, sekaligus tinggal pada asrama yang disediakan oleh pesantren. Terdapat dua macam jenis pondok pesantren yaitu salafiyah dan non salafiyah. Pondok pesantren disebut sebagai salafiyah apabila pondok pesantren tersebut hanya mengajarkan pendidikan agama dan pelajaran-pelajaran lain yang berhubungan dengan agama. Sedangkan pondok pesantren non salafiyah adalah pondok pesantren yang mengajarkan pendidikan agama disertai dengan pendidikan umum. Pengertian


(39)

19

umum berarti memberikan ketrampilan atau kemampuan yang telah dimiliki oleh anak didik agar mampu melayani kebutuhan yang semakin meningkat sehubungan dengan tantangan pekerjaan yang dihadapinya. Maka pendidikan non-formal pada pesantren berarti mendasari, menjiwai dan melengkapi akan nilai-nilai pendidikan formal. Tidak semua hal dapat diajarkan melalui program-program sekolah formal, disini pesantren mengisi kekurangan tersebut (Nawawi, 2006).

Pesantren didefinisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pada pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen. Maka pesantren kilat atau pesantren Ramadhan yang diadakan di sekolah-sekolah umum misalnya, tidak termasuk dalam pesantren ini (Qomar, 2007). Tujuan pokok pesantren adalah mencetak ulama, yaitu orang yang mendalami ilmu agama (Nafi’, 2007). Tujuan umum pesantren adalah membina warga negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupan serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat, dan negara serta menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat (Qomar, 2007).

Pondok pesantren dan keterikatannya dengan masyarakat merupakan hal yang penting. Pesantren adalah salah satu model pendidikan yang sudah lama mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Bahkan pesantren merupakan cikal bakal dari sistem pendidikan Islam yang ada di tanah air ini (Nawawi, 2006).

2.4 Hubungan antara pengetahuan santri tentang PHBS dan peran ustadz dalam mencegah penyakit skabies dengan perilaku pencegahan penyakit Skabies di Pondok Pesantren

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap sesuatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui


(40)

20

panca indra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2003). Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Sebagian besar perilaku manusia ditentukan oleh kemampuan berfikirnya. Semakin intelegent dan berpendidikan, otomatis seseorang akan semakin baik perilakunya untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan dalam tindakan pencegahan penyakit skabies.

Santri yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang perilaku hidup bersih dan sehat serta pengetahuan tentang penyakit skabies diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku santri dalam upaya pencegahan penyakit skabies di pondok pesantren tersebut. Rohmawati (2010) menyatakan bahwa sebanyak 74,74% responden di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta menderita penyakit skabies yang diakibatkan karena mereka mempunyai pengetahuan yang rendah terhadap perilaku hidup bersih dan sehat dan mereka mempunyai resiko terkena penyakit skabies 2,34 kali dibandingkan dengan responden yang mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Hal yang sama juga dilakukan oleh Muzakir (2008) di pondok pesantren Kabupaten Aceh Besar sebanyak 61% responden mempunyai pengetahuan yang kurang terhadap perilaku hidup bersih dan sehat sehingga banyak santri yang terkena penyakit skabies. Ini berarti pengetahuan seseorang dapat mendukung seseorang terhindar dari penyakit, terutama penyakit menular.

Dukungan dan bimbingan dari ustadz juga berpengaruh terhadap perilaku pencegahan penyakit skabies di tempat tersebut. Hal ini bisa dilakukan salah satunya dengan cara ustadz memberikan contoh tentang cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Andrianto (2011) menyatakan bahwa ada hubungan antara peran guru dengan perilaku pencegahan penyakit. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa jika peran guru terkait dengan PHBS semakin tinggi, maka dalam melakukan PHBS siswa juga akan semakin baik. Demikian sebaliknya jika peran guru mengenai PHBS kurang maka ada kecenderungan dalam melakukan PHBS juga akan semakin kurang.


(41)

21

2.5 Teori Determinan Perubahan Perilaku Menurut WHO

Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok, yaitu :

1. Pemikiran dan Perasaan (thoughts and feeling), yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan).

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu, terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang (overt behaviour) (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat, yaitu :

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar.

3) Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).


(42)

22

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tertentu, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk pada kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).

b. Kepercayaan

Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Misalnya wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak kesulitan waktu melahirkan.

c. Sikap

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : 1) Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.

Misalnya seorang ibu yang anaknya sakit, segera ingin membawanya ke puskesmas, tetapi pada saat itu tidak mempunyai uang sepeserpun sehingga ia gagal membawa anaknya ke puskesmas.

2) Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain. Seorang ibu tidak mau membawa anaknya yang sakit


(43)

23

keras ke rumah sakit, meskipun ia mempunyai sikap yang positif terhadap rumah sakit (RS), sebab ia teringat akan anak tetangganya yang meninggal setelah beberapa hari di Rumah Sakit.

3) Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. Seorang akseptor KB dengan alat kontrasepsi IUD mengalami pendarahan. Meskipun sikapnya sudah positif terhadap KB, tetapi ia kemudian tetap tidak mau ikut KB dengan alat kontrasepsi apapun.

4) Nilai (value)

Didalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat. Misalnya, gotong royong adalah suatu nilai yang selalu hidup di masyarakat. 2. Orang penting sebagai referensi (personal reference)

Perilaku orang, lebih-lebih perilaku anak kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh. Untuk anak-anak sekolah misalnya, maka gurulah yang menjadi panutan perilaku mereka. Orang-orang yang dianggap penting ini sering disebut kelompok referensi (reference group), antara lain guru, alim ulama, kepala adat (suku), kepala desa, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

Dalam penelitian ini, orang yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap perilaku pencegahan penyakit skabies adalah ustadz. Hal ini dikarenakan ustadz adalah orang yang disegani dan dijadikan panutan oleh para santri sehingga ustadz mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perilaku dalam pencegahan penyakit skabies. Hal ini dilakukan dalam rangka upaya pencegahan penyakit skabies yang terjadi di pondok pesantren tersebut.

3. Sumber-sumber daya (resources)

Sumber daya disini mencakup fasilitas-fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok


(44)

24

masyarakat. Pengaruh sumber-sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif. Misalnya penyediaan air bersih, dapat berpengaruh positif terhadap perilaku pemanfaatan air bersih tetapi juga dapat berpengaruh sebaliknya.

4. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai (culture)

Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat, sesuai dengan peradaban umat manusia. Kebudayaan atau pola hidup masyarakat disini merupakan kombinasi dari semua yang telah disebutkan diatas. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan, dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku ini.

2.6 Kerangka Konseptual

Berdasarkan uraian sebelumnya, dengan menggunakan teori WHO maka dapat dibuat kerangka konseptual tentang hubungan pengetahuan santri tentang PHBS dan peran ustadz dalam mencegah penyakit skabies dengan perilaku pencegahan penyakit skabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember dimana perilaku pencegahan penyakit skabies dipengaruhi oleh pengetahuan santri tentang PHBS dan penyakit skabies serta ustadz selaku orang penting sebagai referensi. Adapun gambar kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(45)

25

Variabel Bebas

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Keterangan:

: Diteliti

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah pernyataan yang diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran, sebagaimana adanya pada saat fenomena dikenal dan merupakan dasar

Variabel Terikat

Sumber-sumber daya (resources): a. Air bersih

b. Pos kesehatan c. Media promosi

Orang Penting Sebagai Referensi (personal reference), meliputi:

b. Teman santri lain

Perilaku pencegahan penyakit skabies di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember

Pemikiran dan Perasaan (Thought and feeling), meliputi:

a. Pengetahuan responden tentang PHBS dan penyakit skabies

b. Sikap responden tentang perilaku hidup bersih dan sehat

c. Kepercayaan

: Tidak diteliti a. Ustadz

Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai (culture)


(46)

26

kerja serta panduan dalam verifikasi. Berdasarkan kerangka konseptual penelitian maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Ada hubungan antara pengetahuan santri tentang PHBS dan penyakit skabies dengan perilaku pencegahan penyakit skabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember

2. Ada hubungan antara peran ustadz dalam mencegah penyakit skabies dengan perilaku pencegahan penyakit skabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember


(47)

27

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk mencari berbagai variabel dan menganalisis setiap variabel yang menjadi objek penelitian (Bungin, 2005). Penelitian ini juga digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Dinamakan penelitian kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik (Sugiyono, 2010). Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik, yaitu survei atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena, baik antara faktor risiko dengan faktor efek, antar faktor risiko, maupun antar faktor efek (Notoatmodjo, 2005).

Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional yaitu peneliti mempelajari hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel terikat (efek) dengan melakukan pengukuran sesaat. Dalam penelitian cross sectional

peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat (Sastroasmoro, 1995). Penelitian cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach)

(Notoatmodjo, 2005).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember.


(48)

28

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmojo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember. Berdasarkan data terakhir yaitu pada tahun 2010, jumlah santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember adalah sebanyak 989 santri (Kementrian Agama Kabupaten Jember, 2010).

3.3.2 Sampel Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2005), sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Menurut Roscoe dalam Sugiyono (2010), ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30-500. Berdasarkan hasil survei pendahuluan, diketahui bahwa populasi dalam penelitian ini berubah-ubah karena tingkat mobilitas yang tinggi sehingga total populasinya tidak diketahui secara pasti. Oleh karena itu, maka dalam menentukan besar atau ukuran sampel, peneliti menggunakan rumus dari Snedecor dan Cochran dalam Budiarto (2003), yaitu :

n =

Zα2 p.q d2

n =

(1,96) 2 . 0,5 . 0,5 (0,1) 2


(49)

29

Karena populasi tersebut terbatas dan berjumlah kurang dari 10.000 maka rumus tersebut dilakukan koreksi sebagai berikut:

nk =

N n n 1

nk =

989 96 1

96

nk =

097 , 1

96

nk = 87,51 88

Keterangan:

n : Besarnya sampel sebelum koreksi nk : Besarnya sampel setelah koreksi N : Besarnya populasi

P : Proporsi variabel yang dikehendaki, karena tidak diketahui maka diambil proporsi terbesar yaitu 50% (0,5).

Q : (1 – p) = 1 – 0,5 = 0,5

Zα : Simpangan rata-rata distribusi normal standar pada derajat kemaknaan α, Zα pada α = 0,05 dua arah adalah 1,96

D : Kesalahan sampling yang masih dapat ditoleransi, yaitu 10%

Jadi jumlah sampel setelah dikoreksi yang dapat mewakili populasi adalah 88 orang santri.

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel penelitian menggunakan teknik proportional random sampling. Teknik ini digunakan untuk menghindari pengambilan sampel yang terkonsentrasi pada salah satu wilayah saja, sehingga dilakukan alokasi sampel yang didasarkan hal tersebut. Dalam menentukan anggota sampel, peneliti mengambil wakil dari tiap


(50)

30

kelompok yang ada dalam populasi yang disesuaikan dengan jumlah tiap kelompok tersebut (Arikunto, 2006). Pengambilan secara acak (random) menggunakan teknik undian atau mengundi anggota populasi (lottery technique) (Notoatmodjo, 2005). Pertama, peneliti menulis nama dari santri pada tiap kamar pada kertas undian. Kedua, peneliti mengocok dan mengambil secara acak kertas undian yang sudah tertulis.

Rumus metode alokasi proporsional (Subaris, 2009) adalah sebagai berikut:

Keterangan :

n : ukuran (total) sampel N : ukuran (total) populasi Ni : ukuran setiap strata populasi ni : ukuran setiap strata sampel

Perhitungan sampel pada masing-masing sub populasi disajikan dalam bentuk tabel yang didasarkan pembagian kelompok di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember berdasarkan jenis kelamin yang terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.1 Perhitungan Sampel pada Masing-Masing Sub Populasi

No Jenis Kelamin Nh N n nh = Nh x n

N

1 Laki-laki 459 989 88 41

2 Perempuan 530 989 88 47

Total 88

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan


(51)

31

ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut (Sugiyono, 2010). Variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 jenis, yaitu variabel dependen atau variabel terikat dan variabel independen atau variabel bebas. Variabel terikat adalah variabel yang tergantung atas variabel lain (Nazir, 2003). Varibel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku pencegahan penyakit skabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember, sedangkan variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat (Notoatmodjo, 2005). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan responden tentang PHBS dan penyakit skabies serta peran ustadz dalam mencegah penyakit skabies.

Variabel-variabel yang diteliti, definisi operasional, alat ukur, dan cara pengukuran serta skala data disajikan dalam Tabel 3.2 berikut :

Tabel 3.2 Variabel dan Devinisi Operasional

No. Variabel Definisi

Operasional

Teknik Pengumpulan

Data

Cara Pengukuran Skala

Data

1. Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui atau dimengerti oleh santri tentang PHBS yang meliputi menggunakan air bersih, tidak bertukar pakaian, alat sholat, dan alat mandi dengan teman serta segala sesuatu yang diketahui atau dimengerti oleh santri tentang penyakit skabies Tes pengetahuan

Kuesioner pengetahuan dengan 15 pertanyaan. Penilaian : -Untuk pilihan jawaban yang

benar mendapatkan nilai 1 -Untuk pilihan jawaban salah

mendapatkan nilai 0 Sehingga didapatkan skor penilaian dan klasifikasinya untuk 15 pertanyaan tersebut sebagai berikut:

Nilai maksimal = 1 x 15= 15 Nilai minimal = 0 x 15 = 0 Selanjutnya dari range 0-15 dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu tinggi, sedang dan rendah.

a.Tinggi, apabila memperoleh skor > 10

b.Sedang, apabila memperoleh 5-10

c.Rendah, apabila memperoleh skor < 5


(52)

32

No. Variabel Definisi

Operasional

Teknik Pengumpulan

Data

Cara Pengukuran Skala

Data

2. Peran Ustadz Penilaian santri terhadap ustadz dalam hal mencegah

terjadinya penyakit skabies pada santri di pondok

pesantren

Wawancara melalui kuesioner

Orang penting sebagai referensi yaitu ustadz diukur dengan 10 pertanyaan dengan sistem penilaian sebagai berikut: a. Jawaban ya = 1

b. Jawaban tidak = 0

Skor tertinggi untuk variabel ini adalah 10, sedangkan skor terendah adalah 0, sehingga kategorinya:

a. Tinggi, jika responden memperoleh skor 6-10 b.Rendah, jika responden

memperoleh skor 1-5 c.Tidak ada, jika responden

memperoleh skor 0

Ordinal

3. Perilaku pencegahan penyakit skabies

Tindakan yang dilakukan oleh responden

dalam upaya

pencegahan penyakit skabies dengan:

Menggunakan air bersih, tidak menggunakan

handuk dan

peralatan mandi secara

bergantian dengan teman, tidak

menggunakan

pakaian dan

peralatan sholat secara bergantian dengan teman Wawancara melalui kuesioner

Terdapat 15 pertanyaan dengan 3 kemungkinan jawaban yaitu: Selalu : skor 2

Kadang-kadang : skor 1 Tidak pernah : skor 0

Skor tertinggi untuk variabel ini adalah 30, sehingga

kategorinya:

a. Baik, apabila memperoleh skor > 20

b. Sedang, apabila

memperoleh skor 10-20 c. Buruk, apabila memperoleh

skor < 10


(53)

33

3.5 Data dan Sumber Data 3.5.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu seperti hasil wawancara maupun dari hasil pengisian kuesioner yang dilakukan oleh peneliti kepada responden (Nazir, 2003). Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui penyebaran instrumen berupa kuesioner kepada responden.

3.5.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data primer yang diperoleh dari pihak lain atau data primer yang telah diolah atau disajikan, baik oleh pengumpul data primer maupun oleh pihak lain yang pada umumnya disajikan dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram (Budiarto, 2003). Data sekunder digunakan untuk memberikan gambaran tambahan, pelengkap ataupun diproses lebih lanjut. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jember terkait dengan angka kejadian penyakit skabies, Puskesmas Kecamatan Silo, dan dari kantor Kementerian Agama Kabupaten Jember terkait dengan data jumlah pondok pesantren dan jumlah santri di pondok pesantren tersebut.

3.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 3.6.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara kepada santri. Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden (Nazir, 2005). Wawancara akan dilakukan secara terpimpin berdasarkan pedoman-pedoman berupa kuesioner yang telah disiapkan. Dalam proses pengumpulan data ini, peneliti akan memandu responden dalam proses pengisian kuesioner apabila terdapat responden yang kurang mengerti dan kurang memahami isi kuesioner.


(1)

53

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang sedang tentang perilaku hidup bersih dan sehat.

b. Sebagian besar responden menjawab bahwa ustadz mempunyai peran yang tinggi terhadap perilaku pencegahan penyakit skabies.

c. Sebagian besar responden memiliki perilaku pencegahan terhadap penyakit skabies yang masih tergolong rendah.

d. Ada hubungan antara pengetahuan tentang PHBS dengan perilaku pencegahan pencegahan penyakit skabies pada santri.

e. Ada hubungan antara peran ustadz dalam mencegah penyakit skabies dengan perilaku pencegahan penyakit skabies pada santri.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah:

a. Bagi tenaga kesehatan Puskesmas Silo perlu adanya kerjasama dengan pengurus pondok pesantren untuk memberikan informasi kepada para santri yang berada di Pondok Pesantren Al-Falah tentang pentingnya meningkatkan pengetahuan dan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan promosi kesehatan seperti penyuluhan kesehatan, leaflet atau gambar-gambar dinding yang menarik yang bertujuan meningkatkan pemahaman dan pengetahuan santri tentang pentingnya hidup bersih dan sehat dalam rangka


(2)

54

upaya pencegahan penularan penyakit skabies yang sering diderita oleh para santri.

b. Perlu adanya kerjasama antara tenaga kesehatan Puskesmas Silo dengan pengurus pondok pesantren dalam rangka mengaktifkan pos kesehatan pondok pesantren yang pada saat ini belum didirikan, mengingat lokasi Puskesmas Silo sangat jauh. Selain itu juga perlu adanya kerja sama dengan dinas terkait yaitu PDAM dalam rangka penyediaan sarana air bersih mengingat di Pondok Pesantren Al-Falah penyediaan air bersih masih sangat kurang.

c. Perlu adanya santri husada di pondok pesantren, yaitu santri yang telah dilatih untuk membantu menangani kesehatan di pondok pesantren.

d. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam tentang faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit skabies pada santri dengan memasukkan variabel-variabel yang belum diteliti seperti sumber-sumber daya yaitu penyediaan air bersih, pos kesehatan dan media promosi, perilaku normal, kebiasaan dan nilai-nilai (culture).


(3)

55 New Zealand: Ministry for Environment

Alfarisi. K. 2008. Pentingnya Menjaga Kebersihan. Diakses 1 Maret 2010. http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=10187

Andayani. L. S. 2005. Perilaku Santri dalam Upaya Pencegahan Penyakit Skabies di Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat. Info Kesehatan Masyarakat. Vol. IX, Nomor 3, Desember 2005. Halaman 33-38

Andrianto, S. 2011. Determinan Perilaku Apa Saja yang Berhubungan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada siswa SD/MI di Desa Rambipuji Kecamatan Rambipuji. Skripsi. Jember: Universitas Jember

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta

Azwar, S. 2003. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Budiarto, E. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta: EGC.

Bungin, B. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif Edisi Pertama. Jakarta: Krisna.

Cak Mioki. 2007. Skabies: Kulit Gatal Bikin Sebal. Diakses 14 Februari 2010. http://www.k-sate-edu/parasitlogy/625tutorials/Anthropods01.html

Departemen Kesehatan RI. 2004. Indikator Indonesia Sehat 2010. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2001. Buku Pedoman Pelaksanaan PHBS Bagi Pengelola Program di Wilayah Kabupaten dan Kota. Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. 2006. Buku Pedoman Pengembangan Kabupaten/Kota Percontohan Program Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Makasar: Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan


(4)

56

Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. 2010. Data Penyakit Skabies LB 1. Jember: Dinas Kesehatan Kabupaten Jember

Djuanda. A. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima, Cetakan Kedua. Jakarta : FKUI

Fauziah, S. 2004. Faktor yang Berhubungan dengan PHBS siswa di 2 Sekolah Dasar (dengan dan Tanpa Program PHBS) Kelurahan Lorok Pakjo Palembang. Tesis. Depok : PSIKM Program Pasca Sarjana UI. [Serial Online] http://eprints.lib.ui.ac.id/10308/1/78028-T%2013132-Faktor-fak tor.pdf (26 Juni 2011)

Handayani. 2007. Hubungan antara Praktik Kebersihan Diri dengan Kejadian Skabies di Pondok Pesantren Nihayatul Amal Waled Kabupaten Cirebon. Diakses: 2 Januari 2010. http://fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4& idx=3264

Harahap. M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates

Iskandar. T. 2000. Masalah Skabies pada Hewan dan Manusia serta Penanggulangannya. Wartazoa . Vol. 10, No. 1 th 2000

Kartika. H. 2008. Skabies. Diakses 10 Januari 2010. http://henykartika. Wordpers.com /2008/02/24/scabies

Kementerian Agama Kab. Jember. 2010. Data Sekunder. Jember: Kantor Kementerian Agama Kab. Jember

Kuspriyanto. 2002. Hubungan antara Praktik Kebersihan Diri dengan Kejadian

Skabies pada Santri di Pondok Pesantren. Skripsi. Surakarta: Universitas Surakarta

Linda, A. 2010. Praktik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada Peserta Pendidikan Anak Usia Dini. Artikel Penelitian. Jakarta Utara: Universitas Muhammadiyah Prof. Dr Hamka

Ma’rufi. I. 2005. Faktor Sanitasi Lingkungan yang Berperan terhadap Prevalensi Penyakit Skabies. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 2, No. 1.Juli. Hal :11-18

Mahyuliansyah. 2009. Peranserta Pondok Pesantren dalam Kesehatan. Diakses:14 November 2009. http://keperawatan komunitas.blogspot.com /2009/05/peran-serta-pondok pesantren-dalam-kesehatan.html


(5)

Mansyur. M. 2007. Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Penatalaksanaan Skabies Anak Usia Pra-Sekolah. Majalah Kedokteran Indonesia . Vol. 57, No. 2, Februari 2007. Hal : 63-67

Muktihadid. 2008. Kebersihan Adalah Nafas Kehidupan. Diakses 1 Maret 2010.

http://muktihadid.wordpress.com/2008/01/16/kebersihan-adalah-napaskehidupan

Murdiastuti, D. 2010. Peran Guru Kelas dalam Meningkatkan Pelaksanaan Belajar Pendidikan Agama Islam Pada Siswa di SDN Kalongan. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia

Muzakir. 2008. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Skabies pada Pesantren di Kabipaten Aceh Besar. Tesis. Medan: Universitas sumatera Utara

Nafi’. D. 2007. Praktis Pembelajaran Pesantren. Forum Pesantren

Natalina, H. 2009. Peran Petugas Kesehatan, Guru dan Orang Tua dalam Pelaksanaan UKGS dengan Tindakan Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Murid Sekolah Dasar di Kota Medan Tahun 2009. Tesis. Sumatra Utara : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Nazir. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia

. 2005. Metodologi Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia

Nawawi. 2006. Sejarah dan Perkembangan Pesantren. Ibda’. Vol. 4. No. 1. Januari-Juni 2006. Halaman: 4-19

Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta

. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta

. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta

Pondok Pesantren. 2010. Data Sekunder. Jember: Pondok Pesantren Al-Falah

Prista Sari, S. 2007. Hubungan Faktor Predisposisi dengan Personal Perilaku Higiene Anak Jalanan Bimbingan Rumah Singgah YMS Bandung. Jurnal. Bandung: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran


(6)

58

Qomar. M. 2007. Pesantren. Yogyakarta: Erlangga

Riyanti, E dan Saptarini, R. 2010. Upaya Peningkatan Kesehatan Gigi dan Mulut Melalui Perubahan Perilaku Anak. [Serial Online] http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/ upaya_pening katan_kesehatan_gigi_dan_mulut.pdf (16 April 2011)

Rohmawati, R. 2010. Hubungan antara Faktor Pengetahuan dan Perilaku dengan Kejadian Skabies pada Santri di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta

Sastroasmoro. 1995. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : Binarupa Aksara

Soeharsono. 2002. Zoonosiz Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Yogyakarta: Kanisius

Solihin, P. 2005. Ilmu Gizi Pada Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Sudirman. T. 2006. Scabies: Masalah Diagmosis dan Pengobatan. Majalah Kesehatan Damianus. Vol. 5, No. 3. September 2006. Hal : 177-190

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta

Suyanto, B. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dengan Berbagai Alternative Pendekatan. Jakarta: Prenada Media

Wardhani. 2007. Hubungan Praktek Kebersihan Diri dan Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Kejadian Skabies pada Pemulung di TPA Bukung Bandar Lampung. Skripsi. Semarang: UNDIP


Dokumen yang terkait

Tingkat Pengetahuan Santri Terhadap Penyakit Skabies Di Pondok Pesantren Darularafah Raya

9 103 71

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN SANTRI TENTANG PHBS DAN PERAN USTADZ DALAM MENCEGAH PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES

3 42 20

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN SANTRI TENTANG PHBS DAN PERAN USTADZ DALAM MENCEGAH PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES (Studi pada Santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember)

0 4 20

HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT SKABIES DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD Hubungan Antara Penyakit Skabies Dengan Tingkat Kualitas Hidup Santri Di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta.

0 1 13

HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT SKABIES DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD Hubungan Antara Penyakit Skabies Dengan Tingkat Kualitas Hidup Santri Di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta.

0 4 14

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT SKABIES TERHADAP PERUBAHAN SIKAP PENDERITA DALAM PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN AL-AMIN PALUR KABUPATEN SUKOHARJO.

0 0 11

Kata Kunci: santriwati, pengetahuan, perilaku pencegahan, skabies A. PENDAHULUAN - HUBUNGAN PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN

0 1 13

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI PUTRA PONDOK PESANTREN AL-LUQMANIYYAH YOGYAKARTA SKRIPSI

0 0 14

GROUP TERHADAP PENGETAHUAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-HIKMAH BENDA SIRAMPOG KABUPATEN BREBES

0 1 17

HUBUNGAN ANTARA PERSONAL HYGIENE SANTRI DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN AL-HASANI KOMYOS SUDARSO - Repository UM Pontianak

0 0 15