Pendekatan Pemberdayaan Teori 1. Konsep Pemberdayaan

Pendekatan kemiskinan yang dilakukan oleh BPS dalam menghitung garis kemiskinan berdasarkan pada ukuran pendapatan, dimana batas kemiskinan dihitung dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan. Mengenai kebutuhan makanan digunakan patokan 2100 kalori per hari, dan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa. Sedangkan Sayogyo 1985, dalam menentukan garis kemiskinan menggunakan ekuivalen konsumsi beras per kapita. Tolok ukur yang digunakan untuk mengukur batas garis kemiskinan tersebut adalah pendapatan yang bernilai setara dengan 240 kg beras untuk penduduk di desa dan 360 kg beras di kota. Tingkat kemiskinan penduduk ditinjau dari segi pendapatan ini diukur dari pengeluaran kebutuhan dasarnya. Indikator yang digunakan untuk menyatakan kemiskinan berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar adalah Head Count Index HCI, yaitu jumlah dan persentase penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan Lubis, 2004. Sementara itu, Arsyad 1992, menyatakan ada 2 macam ukuran kemiskinan yang umumnya digunakan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. 1 Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan pendapatan dan kebutuhan, perkiraan kebutuhan yang dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk dapat hidup secara layak. Bila pendapatan tidak dapat mencapai kebutuhan minimumnya, maka dapat dikatakan miskin. Dengan demikian, kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya. 2 Kemiskinan relatif, dimana tingkat kemiskinan lebih ditujukan pada perbandingan tingkat kehidupan satu wilayah dengan wilayah lain. Kemiskinan merupakan masalah utama pembangunan yang sifatnya kompleks dan multi dimensional. Persoalan kemiskinan bukan hanya berdimensi ekonomi tetapi juga sosial, budaya, politik, bahkan juga ideologi. Secara umum kondisi kemiskinan ditandai oleh kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian, dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi dan kebutuhannya. Oleh karena sifat kemiskinan yang multi dimensi tersebut maka kemiskinan telah menyebabkan akibat yang beragam dalam kehidupan nyata, antara lain: a secara sosial ekonomi menjadi beban masyarakat, b rendahnya kualitas dan produktivitas masyarakat, c rendahnya partisipasi masyarakat, d menurunnya ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, e menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan f kemungkinan merosotnya mutu generasi yang akan datang. Semua indikasi tersebut merupakan kondisi yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain Depkimpraswil, 2002. Chalid 2006 menjelaskan bahwa kemiskinan yang terjadi di Indonesia secara konseptual terbagi dalam tiga kategori yakni, pertama, kemiskinan alamiah, kemiskinan yang timbul sebagai akibat sumberdaya yang langka jumlahnya, atau karena tingkat perkembangan tehnologi yang sangat rendah, termasuk di dalamnya adalah kemiskinan akibat jumlah penduduk yang melaju denga pesat di tangah- tangah sumberdaya alam yang tetap. Kedua, kemiskinan struktural, kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur social sehingga mereka tidak dapat menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Ketiga, kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang muncul karena tuntutan tradisiadat yang membebani ekonomi masyarakat, seperti upacara perkawinan, kematian atau pesta-pesta adat lainnya termasuk juga dalam hal ini sikap mentalitas penduduk yang lamban, malas, konsumtif serta kurang orientasi ke depan. Frank 1984 menyatakan keterbelakangan merupakan hasil dari hubungan yang diadakan oleh negara-negara berkembang dengan negara maju. Pernyataan tersebut menjelaskan suatu keadaan bahwa kemiskinan selain disebabkan adanya faktor internal seperti mentalitas dan kemiskinan juga disebabkan struktur dan pola hubungan negara. Sedangkan Tawney dalam Chalid 2006: 6.6 menuturkan sebuah ilustrasi tentang Cina tahun 1931 bahwa, ada daerah-daerah dimana posisi penduduk pedesaan ibarat orang yang selamanya berdiri terendam dalam air sampai ke leher sehingga ombak yang kecil sekalipun sudah cukup untuk menenggelamkannya.

5. Penanggulangan Kemiskinan.