5
disk berisi kombinasi sefadroksil dan ekstrak. DMSO dan etanol 96 digunakan sebagai kontrol pelarut. Media tersebut diinkubasi pada suhu 37
˚C selama 18 - 24 jam. Setelah itu dilihat zona hambat yang dihasilkan untuk dibandingkan aktivitas sefadroksil tunggal dengan sefadroksil yang
telah dikombinasi.
3. HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1 Ekstraksi
Ekstrak tanaman obat didapat dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96. Maserasi dilakukan untuk mendapatkan 2 atau lebih senyawa yang terkandung dalam tanaman berdasarkan
sifat polaritas senyawa tersebut. Metode ini dipilih karena peralatan dan pengerjaan yang lebih sederhana. Tomsone et al. 2012 menyatakan bahwa pelarut etanol 96 merupakan pelarut yang
tepat untuk mengekstrak senyawa flavonoid, fenolik dan saponin. Penelitian Arifianti et al. 2014 dan Senja et al. 2014 menunjukkan bahwa ekstraksi menggunakan etanol 96 dapat menghasilkan
rendemen yang besar. Tabel 1. Hasil ekstraksi menggunakan pelarut etanol 96
No Nama Simpisia
Berat Simpisia gram
Berat Ekstrak gram
Rendemen
1 Daun pepaya
101,2 6,05
5,97 2
Kulit biji mete 102,4
9,16 8,94
3 Bunga cengkeh
100,9 34,36
34,04 4
Biji pala 101,1
4,19 4,14
5 Daun jambu mete
101,4 10,49
10,35 6
Rimpang lengkuas 100,3
3,56 3,55
7 Daun sirih
100,1 7,35
7,34 8
Umbi bawang putih 100,7
10,23 10,16
9 Daun kemangi
101,9 7,16
7,03 10
Kayu secang 100,2
7,11 7,09
Hasil ekstraksi dengan metode maserasi pada penelitian ini menghasilkan rendemen yang bervariasi Tabel 1. Ekstrak tanaman yang memiliki rendemen terbesar adalah ekstrak bunga
cengkeh dengan rendemen 34,04 sedangkan ekstrak yang memiliki rendemen terendah adalah ekstrak rimpang lengkuas dengan rendemen 3,55. Hal tersebut dapat terjadi karena perbedaan
polaritas pada senyawa yang terkandung ditiap ekstrak. Senyawa yang terkandung dalam ekstrak rimpang lengkuas bersifat kurang polar sehingga pelarut yang baik untuk mengekstrak simplisia
tersebut adalah n-heksan yang bersifat non ploar Hernani dan Winarti, 2007.
3.2 Uji Sensitivitas Bakteri
Uji sensitivitas dilakukan untuk memastikan bakteri E. coli dan MRSA tersebut adalah bakteri yang resisten. Uji ini menggunakan disk antibiotik seftazidim dan sefotaksim untuk bakteri E. coli dan
6
oksasilin untuk MRSA. Selain antibiotik tersebut, bakteri MRSA dan E. coli diuji sensitivitasnya dengan antibiotik sefadroksil. Hasil uji sensitivitas bakteri menunjukkan bahwa bakteri E. coli
resisten terhadap antibiotik sefadroksil, sefotaksim, dan seftazidim sedangkan bakteri MRSA resisten terhadap antibiotik oksisilin dan sefadroksil Tabel 2 terlihat dari zona hambat iradikal yang
dihasilkan oleh disk antibiotik. Bakteri E. coli dan MRSA yang telah resisten tidak akan menunjukkan sensitivitas terhadap
antibiotik. Menurut Briñas et al. 2005 bakteri E. coli memiliki enzim β laktamase yang merusak
struktur βlaktam pada antibiotik sehingga bakteri ini dapat tahan terhadap antibiotik golongan βlaktam sedangkan MRSA memiliki DNA seluler yang telah mengalami mutasi gen sehingga
dinding sel bakteri tidak dapat berikatan dengan agen antibakteri Hiramatsu, 2004. Tabel 2. Hasil uji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik
Bakteri Antibiotik
Standar Kepekaan Antibiotik mm
Hasil Uji S
I R
Diameter Zona Hambat mm
Interpretasi
E. coli Sefadroksil 30 µg
≥ 18 15-17 ≤ 14
6,5 Resisten
E. coli Sefotaksim 30 µg
≥ 18 15-17 ≤ 14
7 Resisten
E. coli Seftazidim 30 µg
≥ 21 18-20 ≤ 14
12,5 Resisten
MRSA Sefadroksil 30 µg
≥ 18 15-17 ≤ 14
7 Resisten
MRSA Okasilin 5 µg
≥ 22 -
≤ 21 6
Resisten
Clinical and Laboratory Standard Institute CLSI, 2011 Keterangan tabel :
Diameter zona hambat termasuk diameter disk antibiotik 6 mm S : sensitif
I : intermediet R : resisten
: irradikal : radikal
3.3 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak