ALTERNATIF DISPUTE RESOLUTION ADR PENYELESAIAN SENGKETAPENCEMARAN LINGKUNGAN
Studi Kasus di Kelurahan Wonoyoso Kabupaten Pekalongan
Diajukan Kepada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Hukum
Oleh :
M. HAMDI R.100040042
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016
i
ii
iii
ALTERNATIF DISPUTE RESOLUTION ADRPENYELESAIANSENGKETA PENCEMARAN LINGKUNGAN
Studi Kasus di Kelurahan Wonoyoso Kabupaten Pekalongan Oleh :
M. Hamdi Universitas Muhammadiyah Surakarta
email: hamdi140469yahoo.com
1
ABSTRACT
Development is a conscious effort to cultivate and utilize natural resources to improve the welfare of the people, both to achieve born prosperity and inner
satisfaction. Therefore, the use of natural resources must be harmonious and balanced with environmental functions. The increase of public awareness has
prompted the emergence of demands so that various activities such as the development of industrial activity can be run in a more environmentally
responsible. But sometimes there is a tendency that the person which in charge of the industry ignored the environmental requirements such as the Environmental
Impact Assessment EIA, the ownership and operation of the Waste Processing Unit and other requirements. The environment is potentially make the different
opinion, interest or the perception of the stakeholders. When the views on the environment is still moving from the respective of interests, then the
disputeconflict will always arise. To overcome the problems of environmental disputes, Article 84 paragraph 1 of Law No. 32 year 2009 has determined that:
environmental dispute settlement can be reached through the court or out of court. The settlement of environmental disputes out of court according to Law
Article 85 paragraph 3 Number 32 in 2009 can be reached through mediation and arbitration. As the executor of the law, to make effective alternative dispute
resolution conducted outside the court. The method of this researchis a socio- juridical. Juridical is an approach using legislation or norms or legal concepts
especially environmental laws that rulethe way to settledown the disputes out of court. Sociological is an approach based on the implementation of the settlement
of disputes through the mediation. After the author conducted research in the field, it has been discovered some important things, the Local Government of
KabupatenPekalongan should immediately continue to disseminate the Act No. 32 year 2009 to Pekalongan society, how to resolve the environmental disputes out of
court, with a low cost, easy way, do not take so long and can generate win-win solution and can immediately stop the problemsdisputes and the environment can
be safe.
Keywords: ADR, Dispute, Pekalongan
PENDAHULUAN
Salah satu masalah yang paling krusial yang dihadapi umat manusia saat ini adalah pelestarian lingkungan. Pencemaran lingkungan di sekitar bumi pertiwi
sangat mempengaruhi tidak hanya kehidupan manusia tetapi juga seluruh organisme hidup. Masalah lingkungan telah mendapat perhatian dari seluruh
dunia seperti yang diakui sebagai bencana di seluruh dunia. Alasan utama dari masalah ini adalah meningkatkan aktivitas manusia dalam masyarakat modern
yang telah mempercepat laju pencemaran lingkungan.
2
Secara global, ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan kualitas hidup manusia. Pada kenyataannya, gaya hidup masyarakat industri
ditandai oleh pemakaian produk berbasis kimia telah meningkatkan produksi limbah berbahaya dan beracun.
1
Hal itu merupakan tantangan yang besar terhadap cara pembuangan yang aman dengan resiko yang kecil terhadap
lingkungan hidup, kesehatan dan kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Menyadari hal tersebut di atas, bahan berbahaya dan beracun beserta
limbahnya perlu dikelola dengan baik.SertaPolusi industri merupakan penyebab utama degradasi lingkungan yang pada gilirannya merupakan faktor kunci dalam
mengubah peristiwa cuaca ekstrim menjadi bencana alam. Degradasi lingkungan tidak hanya mengintensifkan bencana tetapi juga meningkatkan potensi bencana
sekunder.
2
Dari sudut pandang respon terhadap peristiwa mengganggu masyarakat terlihat kepada para pemangku kepentingan, lembaga dan pemerintah.
Tesis ini membahas bagaimana hal ini dapat dicapai melalui pembentukan tekanan masyarakat pada unit polusi industri lokal yang diciptakan oleh
penyediaan informasi yang sesuai dalam domain publik yang ditafsirkan untuk konsumsi masyarakat dengan elemen masyarakat Mediator. Kedua dengan
menggunakan pengetahuan yang berhubungan dengan keselamatan industri dan manajemen risiko untuk memacu pra-bencana tindakan di tingkat masyarakat.
Sebuah ekologi sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui interaksi dinamis antara lingkungan alam
dan masyarakat manusia dan untuk model tren jangka panjang dalam dampak lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.
3
Saat ini masyarakat yang hidup gaya modern, preferensi dalam hidup, dan sikap terhadap alam tidak hanya
menyebabkan kerusakan lingkungan, tetapi juga kepribadian manusia mendistorsi dan pola nilai. Etika lingkungan hidup adalah cara terbaik untuk melindungi hak
1
The IUP Journal of Infrastructure, Vol. IX, No. 2, pp. 34-43,June 2011The Global Water Crisis: Issues and Solutions Manzoor Kooloth Peedikayil Jr.
2
Soemarwoto Otto. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta : Djambatan, 2001.
3
OIDA International Journal of Sustainable Development, Vol. 5, No. 6, pp. 70-80, 2012 Montclair State University - Department of Earth and Environmental StudiesMichael P.
Weinstein,Montclair State University - PSEG Institute for Sustainability Studies George Martin,Montclair State University - Department of SociologyDecember 18, 2012
3
asasi manusia dari pencemaran lingkungan. Etika lingkungan yang dibutuhkan untuk memainkan peran utama dalam melestarikan lingkungan. Sejalan dengan
peningkatan kesadaran masyarakat tersebut, mendorong munculnya tuntutan agar berbagai aktivitas pembangunan seperti aktivitas industri dapat dijalankan secara
lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan, melalui suatu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang mengintegrasikan prinsip-prinsip pelestarian daya
dukung lingkungan,sebuah ekologi sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia.
4
sehingga dampak buruk yang sekiranya muncul dapat diperkirakan, diantisipasi,dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali.
Namun yang terjadi kadangkala terdapat kecenderungan di mana penanggung jawab industri mengabaikan berbagai persyaratan-persyaratan
lingkungan seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan AMDAL, pemilikan dan pengoperasian Unit Pengolah Limbah UPL dan persyaratan lainnya. Cukup
banyak kasus-kasus yang terjadi di mana UPL tidak dioperasikan dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun B3 dibuang begitu saja ke media lingkungan.
5
Di pihak lain, masyarakat yang dirugikan atas tindakan pencemaran lingkungan, tidak mampu mengajukan sendiri kompensasi, baik kompensasi
berupa ganti rugi maupun tindakan perbaikanpemulihan lingkungan, karena alasan ketidaktahuan peraturan perundangan yang akan dijadikan pijakan
penuntutan maupun faktor biaya yang bagi mereka masih menjadi keragu-raguan karena dibayangi akan resiko kalah bila menuntut ke Pengadilan.
Beberapa konflik pencemaran air misalnya: Lapindo di Jawa Timur, Kasus Acidatama Chemical Industry Surakarta, Kasus Bomatex Ungaran, SEJ
Batang, Kasus Sungai Ciujang Serang Jawa Barat, Kasus Pabrik Jamur Merang Klaten,KasusPerusahaan Laundry Cucian Jeans diKab. Pekalongan
darikasus terakhir tersebut terjadi di Kabupaten Pekalongan.
4
OIDA International Journal of Sustainable Development, Vol. 5, No. 6, pp. 70-80, 2012
4
System Dynamic Model Approach for Urban Watershed Sustainability Study
5
OIDA International Journal of Pembangunan Berkelanjutan, Vol. 3, No 8, hlm 101-106, 2012The Role of Water, Food Security and Poverty Alleviation in the Context of Sustainable
Livelihoods
4
Terjadinya pencemaran air sebagian besar karena tidak adanya atau tidak memadainya unit pengolah limbah. Ketidakpatuhan para penanggung jawab
kegiatan yang disebabkan oleh sikap “eksternalitas negatif” yaitu keengganan menanggung biaya pengolah limbah.
Pencemaran lingkungan menurut Pasal 53 ayat 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, adalah Setiap orang yang melakukan pencemaran danatau perusakan
lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup
6
. Selain tindakan pencemaran lingkungan hidup, sebab-sebab lainnya yang dapat menyebabkan timbulnya sengketa adalah
perusakan lingkungan hidup yang diartikan sebagai tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik danatau hayati yang
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. Untuk mengatasi berbagai permasalahan sengketa
lingkungan hidup tersebut, Pasal 84 ayat 1 dan Pasal 85 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009tentang Penyelesaian Sengketa dari salah pihak bisa melalui
Pengadilan atau diluar Peradilan. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan
diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi danatau mengenai tindakan tertentu guna menjamin tidak akan
terjadinya atau terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan pasal 85 ayat 1 No. 32 Tahun 2009 “Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar Peradilan
dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai:a Bentuk dan besarnya ganti rugi. b tindakan pemulihan akibat pencemaran danatau perusakan.c tindakan
tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya dan pencemaran danatau perusakan. d tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap
lingkungan hidup.
7
Dalam konsepnya, penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan dapat ditempuh beberapa cara yaitu : Negoisasi, mediasi, dan Arbitrase.
6
Absori : “Hukum Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Sebuah Model Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup dengan Pendekatan PartisipatifHal. 241,.2009
7
Absori “ Hukum Penyelesaian sengketa lingkungan hidup “ dalam Undang-UndangTentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup hal.251,2009
5
Konflik-konflik lingkungan pada umumnya melibatkan banyak pihak karena cirinya yang multi dimensi. Masyarakat sebagai pihak korban sering
frustasi karena tidak ditanggapinya keluhan dan laporan oleh pihak yang berwenang, dan rasa frustasi ini dapat saja ditumpahkan pada sumber kegiatan
yang merugikan dengan melakukan tindakan merusak destruktif. Pada era reformasi di mana orang sudah mulai bebas berbicara, tindakan memanas-manasi
untuk melakukan perusakan sangat potensial terjadi, lebih-lebih kelambatan penanganan oleh pihak yang berkompeten. Demikian pula upaya penyelesaian
sengketa melalui Pengadilan pada umumnya memakan waktu lama dan hasilnya belum tentu memuaskan para pihak, bahkan dalam beberapa kasus, sering
menempatkan masyarakat yang terkena dampak pada pihak lemah karena kesulitan dalam pembuktian atas pencemaran tersebut.
Untuk mengatasi keadaan tersebut, upaya penyelesian sengketa di luar Pengadilan merupakan alternatif pilihan yang tepat dan bijaksana. Penyelesaian
sengketa dengan model ini merupakan konsep penyelesaian konflik secara kooperatif yang mampu mencerminkan tuntutankebutuhan pihak yang
bersengketa.
HASIL DAN PEMBAHASAN Proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui cara “Mediasi”
diKelurahan Wonoyoso Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan dapat dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan oleh UU No. 32 Tahun 2009
Kabupaten Pekalongan dikenal sebagai Kota Industri dengan pertumbuhan ekonominya yang cukup pesat karena salah satunya didukung oleh
berkembangnya industri tekstilbatikprintingLaundry Jeansberskala besar,
menengah maupun kecil home industri maupun rumah untuk dijadikan usaha
industryLaundry Cucian Jeans dan batik. Namun di sisi lain tidak dapat
6
terelakkan meningkatnya pencemaran dan kerusakan lingkungan di Kabupaten Pekalongan semakin meningkat.
Berdasarkan informasi awal dari Kantor UPL Pekalongan, kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup yang terjadi dalam periode setelah berlakunya
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, Misalnya Kasus Pencemaran Cucian Laundry Jeans di Wonoyoso, antara para pengusaha laundry melawan masyarakat
Wonoyoso dan Kelurahan Simbang Kulon, Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan yang terjadi pada tahun 2010 sampai 2013.
Dari kasus diatas, dapat diketahui bahwa kasus ini dilakukan untuk diselesaikan melalui cara penyelesaian di luar pengadilan, khususnya dengan cara
“Mediasi”.Cara Mediasi dalam penyelesaian sengketa antara masyarakat Wonoyoso dengan para pengusaha laundry dan tahapan pertama, telah
mempertemukan kedua belah pihak yang didampingi oleh mediator dari Perwakilan kelurahan Wonoyoso, Pemerintah kecamatan Buaran dan Polsek
Buaran, Pertemuan pertama hasilnya dari pihak Pengusaha saling melempar tanggung jawab.
Cara Mediasi untuk penyelesaian kasus ini meskipun telah terjadi kesepakatan bersama dengan masyarakat Wonoyoso, namun dalam kenyataannya,
pihakpengusaha tidakmelaksanakan beberapa butir kesepakatan. Dalam tulisan ini, penulis konsen untuk mengetahui apakah proses
penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui cara “Mediasi” di kelurahanWonoyoso Kec. Buaran Kabupaten Pekalongan dapat dilaksanakan
sebagaimana yang diharapkan oleh UU. No. 32 Tahun 2009, dan apa yang menjadi Faktor keberhasilan Penerapan UU. No. 32 Tahun 2009 Pasal 85 Tentang
Penyelesaian Sengketa di luar Peradilan Lingkungan hidup di Kabupaten Pekalongan
Tujuan penelitian ini antara lain untuk mengetahui Proses Penyelesaian sengketa diluar Peradilanmelalui cara Mediasi di kelurahan Wonoyoso kec.
Buaran Kab. Pekalongan yang dapatdilaksanakan sesuai yang diharapkan oleh UU.No.32.Tahun 2009; dan untuk mengetahui Faktorkeberhasilan penerapan UU
7
No. 32 Th. 2009 pasal 85 tentang penyelesaian sengketalingkungan hidup diluar Peradilan di kabupaten Pekalongan.
Penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian kualitatif. Dalam usaha pengumpulan data, penulis menggunakan cara studi lapangan dan studi pustaka
untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis yangmerupakan
gabungan pendekatan konsep normatif dengan konsep normologik yang metodenya disebut sebagai metode doktrinal dan non-doktrinal.
Menyikapi hal tersebut melalui gerakan massa, masyarakat Kabupaten Pekalongan berupaya mengadakan penekanan kepada Pemerintah Daerah dan
Perusahaan Tekstilindustrybatikprinting berskala besar, menengah maupun kecil
home industry yang telah melakukan pencemaran limbah dengan tujuan untuk
mendapatkan solusi pemecahannya. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat penulis berkaitan dengan
masalah usaha-usaha kelompok masyarakat yang berjuang menuntut hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat yang terjadi di Kabupaten Pekalongan
dalam periode setelah berlakunya Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, ada beberapa kasusyang menonjol, antara lain kasus pencemaran sungai Wonoyoso,
antara Masyarakat Kelurahan Simbang Kulon Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan di satu pihak, melawan Pengusaha Laundry Jeansyang beralamat di
desaWonoyoso kec.Buaran Kab. Pekalongan yang terjadi pada tahun 2013. Kasus ini diselesaikan melalui cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, khususnya
dengan cara “Mediasi”.Adapun Mediasi dalam penyelesaian sengketa Sungai Wonoyosotelah mengupayakan dengan semaksimal mungkin terutama dalam
menyikapi reaksinya masyarakat terhadap tuntutan berkaitan dengan pencemaran lingkungan limbah laundry Jeans. Namun dalam penyingkapannya, pertama telah
mengalami kegagalan untuk mempertemukan para pengusaha dengan masyarakat korban pencemaran limbah.
Pembahasan Kasus
8
Kasus Pencemaran Limbah didesa Wonoyoso dirasa cukup meresahkan oleh masyarakat Wonoyoso dan Kelurahan Simbang Kulon karena Pengusaha
Laundry cucian Jeans dan pengusaha Pemutih Kain,daftar terlampir.Jumlahnya cukup banyak sampai 54 Pengusaha, 31 Pengusaha Laundry,10 Pengusaha
Pemutih Kain, 3 Printing Batik, 7 Pewarna batik, 3 Pembatik yang kesemuanya tidak terlepas dari bahan-bahan Kimia, sehingga masyarakat desa Wonoyoso dan
Kelurahan Simbang Kulonprotes kepada para pengusaha tersebut diatas, dengan beralamat desa Wonoyoso kec.BuaranKabupaten Pekalongan, terjadi pada akhir
tahun 2010 sampai dengan awal tahun 2013.
Penyajian Data
Berdasarkan informasi yang didapat penulis dari sejumlah responden yang terdiri dari : Bapak Tahril selaku Aparat Desa dan Bapak Mudzakir Sekretaris
Desa Wonoyoso serta tokoh masyarakat di Kelurahan Wonoyoso, Ketua Forum Jasa gabungan dari Perusahaan Laundri “Rukun Sejahtera” Daftar Pengurus
terlampir,selaku wakil dari kelompok Pemuda, ketua BPD wonoyoso, Kapolsek Buaran serta perwakilan dari masing-masing perusahaan di wonoyoso, penulis
mendapatkan suatu fakta sebagaimana akan penulis paparkan di bawah ini. Pada awalnya masyarakat desaWonoyoso kehidupannya bertani dan
perbatikandengan Kelurahan Simbangkulonmasyarakat kebanyakan perbatikan namun obat kimia yang dipakai masih bisa dinetralkan dengan Zat lain. Kemudian
setelah datangnya perusahaan perusahaan laundry, Masyarakat mulai merasakan tidak nyaman karena bau busuk, rasa gatal-gatal dari air sumur sehingga
akhirnyamelakukan unjuk rasa dan Protes kepada Perusahaan yang membuang limbah kelahan irigasi perkampungan dan irigasi pertanian yang berada didesa
Wonoyoso, lalu dari pihak Balai desa menyikapi memanggil para Pengusaha untuk datang ke Balaidesa, terutama perusahaan-perusahaan yang berbahan kimia.
Alasan masyarakat merasa resah akibat dari limbah perusahaan.serta mengakibatkan beberapa orang mengalami sakit sesak nafas serta batuk-batuk,
gatal-gatal. Dan para petanipun juga merasa dirugikan karena hasil panen nya merugi akibat limbah.
9
Dalam usahanya menengahi permasalahan tersebut, Pihak kelurahan Wonoyoso termasuk dari Kecamatan Buaran serta Kapolsek Buaran berusaha
menjembatani dua pihak yang saling bertentangan dengan mendudukkan diri sebagai fasilitator atau mediator sebanyak 4 empat kalipertemuan, yaitu :
Pertama, Padatanggal7
Maret 2010, masyarakat
Wonoyoso dan
masyarakatKelurahanSimbangkulon,Kecamatan Buaran melakukan unjuk rasa ke Balai Desa wonoyoso meminta untuk dipertemukan dengan para
pengusaha yang mengeluarkan limbah. Dari pihak balaidesa untuk menenangkan masa akhirnya dari balaidesa mempertemukan kedua belah
pihak antara Pihak Masyarakat dengan Pihak Para Pengusaha Perwakilan. Namun setelah adanya pertemuan kedua belah pihak mediator belum bisa
mencarikan titik temu sehingga hasilnya adalah gagal karena dari pihak perusahaan-perusahan saling melempar tanggung jawab.
Kedua, Pertemuan berikutnya pada tanggal 12 Juni 2010 dari Balaidesa mengundang Kapolsek, Pihak Kecamatan serta masyarakat korban limbah
dan memanggil lagi kepada pihak perwakilan-perwakilan perusahaanuntuk menyikapi reaksi masyarakat terutama tuntutan masyarakat untuk segera
direalisasikan oleh pihak perusahaan.Kemudian masyarakatpun berusaha agar tuntutannya segera terpenuhi.
Bentuk tuntutan dari masyarakat antara lain : a
Perusahaan harus membuat bak controlipaL, b Perusahaan diminta untuk mengembalikan air bersih atau tidak berbahaya yang keluar dari
Perusahaan, c Perusahaan hendaknya mempunyai Surat perijinan, d Adanya pipanisasi sampai bak control induk, e Perusahaan diminta untuk
mengganti cerobong asap lebih tinggi karena berbau dan dimata terasa pedas. Ketiga,Pihak Pemerintah Desa sebagai mediator selalu aktif dalam menangani
kasus ini kemudian Pihak Pemerintah desa mengadakan rapat lagi dibalai desa yang diundang Pada Tnggal 15 Oktober 2010 antara lain Dari Kapolsek
Buaran, pihak kecamatan, tokoh masyarakat Wonoyoso, Ketua Forum Jasa gabungan dari Perusahaan Laundri “Rukun Sejahtera” Daftar Pengurus
terlampir, selaku wakil dari kelompok Pemuda, ketua BPD wonoyoso,
10
sertaPerwakilan dari masing-masing perusahaan di wonoyoso dari kapolsek mengusulkan agar dibuat sebuah Forum pengusaha, dari usulan ini forum
rapat menyetujui akhirnya dibuatlah Forum yang bernama FORUM JASA “RUKUN SEJAHTERA” dan tertulislah anggota Forum Rukun Sejahtera
Pengurus terlampir. Alasan Kapolsek mengusulkan untuk membentuk Forum tersebut agar ada
yang bertanggung jawab ketika terjadi protes dari masyarakat untuk tidak saling lempar tanggung jawab.
Keempat, Pada 8 Februari 2011, Pemerintah desa mengadakan pertemuanlagi dengan masyarakat Wonoyoso dan Simbang kulon, dan yang diundang Dari
Kapolsek Buaran, pihak kecamatan, tokoh masyarakat Wonoyoso, Ketua Forum Jasa gabungan dari Perusahaan Laundri “Rukun Sejahtera”, dari wakil
kelompok Pemuda, ketua BPD wonoyoso, serta Perwakilan dari masing- masing perusahaan. Bahwa usulanmasyarakat tetap melakukan tuduhan yang
sama bahwa, dari dampak pencemaran kimia yang mengalir ke irigasi melalui sungai desa masyarakat sudah ada yang mengalami gangguan pernafasan,
gatal-gatal dan batuk-batuk serta ada yang masuk rumah sakit, sehingga masyarakat mengancam apabila tuntutan tidak segera direalisasikan maka
masyarakat akan mengerahkan massa lebih banyak dan akan melakukan unjuk.Sesuai dengan Pasal 91 UU No. 32 Tahun 2009 tentang “ Masyarakat
berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri danatau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian
akibat pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup.”
8
untuk mengatasi permasalahan ini Kapolsek berusaha memfasilitasi kembali untuk
menengahinya, pada kesempatan tersebut perusahaansudah mulai membuat ipal didalam Perusahaan, sehingga yang dihasilkan pada akhirnya hanya akan
berupa cairan yang sudah siap dibuang ke sungai dan tidak merusak lingkungan. Perusahaan akan mengikuti kesepakatan yang dibuat bersama
yang isi kesepakatan antara lain : a; Perusahaan-perusahaan, bermaksud
8
Absori “Hukum Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Sebuah Model Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup dengan Pendekatan Partisipatifhal. 253,.2009
11
akan mengurangi usaha produksi, sesuai kebutuhan perusahaan dengan mengurangi operasi24 jam. b; Memperbaiki sistem pengolah limbah air,
khususnya bau sesuai dengan peraturan yang berlaku. c; Perusahaan akan meninggikan cerobong pembuang asap. d; Perusahaan akan mematuhi dan
memenuhi yang diajukan oleh masyarakat. Dari hasil surve Tim Ipal yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan tidak
sesuai dengan ukuran lebih kecil dan air limbah yang keluar belum terurai masih hitam dan kental.
Kemudian dari tim Mediator Kelurahanmengusahakan mencarikan lahan tanah dibantaran sungai untuk dijadikan sebagai tempat penampungan limbah
Induk. Dan dari pihak kelurahan mengajukan bantuanproposal ke pemerintah kabupaten Pekalongan.
Selanjutnya pada tanggal 14April 2012bantuan dari pemerintah kabupaten Pekalongan, memberikan bantuan ke kelurahan wonoyoso dan kemudian dari
pihak kelurahan membangun tempat bak limbah induk untuk menampung limbah dari beberapa perusahaan namun setelah dibangun ada kendala alat atau mesin
pengurai limbah belum ada. Dari sini perusahaan-perusahaan seharusnya bisa membantu karena untuk kepentingan perusahaan. Namun kenyataannya
perusahaan tidak membantu. Pada pertengahan Juli 2012 kelurahan Wonoyoso mengajukan lagi
bantuan berupa pengadaan mesin pengurai limbah, pada tanggal 21 maret 2013 kelurahan mendapat bantuan berupa Mesin pengurai Limbah yang akhirnya
sampai sekarang masyarakat sudah mau menerima atas dipenuhituntutannya.
Pembahasan dan Analisis Data
Untuk dapat memberikan penilaian “Problematika Penyelesaian Sengketa Lingkungan diluar peradilan melalui Cara Mediasi”, sebagaimana telah
diupayakan untuk menyelesaikan masalah pencemaran Sungai yang ditimbulkan oleh Perusahaan Laundri yang terletak diKelurahanWonoyosokecamatan Buaran
12
Kab.Pekalongan, maka terlebih dahulu penulis akan mengingatkan kembali apakah yang dimaksud dengan “mediasi”.
Penulis mengartikan mediasi adalah sebagai berikut : Mediasi adalah upaya sederhana dan praktis dalam menyelesaikan
persengketaan, yang didahului dengan cara mencari dan mempertemukan kesepakatan pemecahan masalah, dengan dibantu oleh seorang atau lebih selaku
penengah yang bersifat netral dan hanya berfungsi sebagai fasilitator. Keputusan akhir berada pada kekuasaan pihak yang bersengketa yang dituangkan dalam
suatu keputusan bersama. Dengan beberapa batasan definisi tersebut di atas maka penulis
berpendapat bahwa upaya mediasi telah pernah dicoba untuk menyelesaikan sengketan lingkungan hidup pencemaran Sungai yang ditimbulkan oleh
Perusahaan Laundri yang terletak di Kelurahan Wonoyoso, Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan, utamanya yang dilakukan oleh Kelurahan Wonoyoso dan
Kapolsek Pekalongan pada tahap penyelesaian sengketa I sampai dengan IV, hal ini disebabkan karena di antara kedua belah pihak yang bersengketa terdapat
seorang penengah yang berfungsi memfasilitasi selaku mediator untuk menyelesaikan permasalahan. Cara mediasi sebagaimana dimaksudkan oleh
Kabupaten Pekalongan, dengan mediator Kelurahan Wonoyoso, Kapolsek BuaranKabupaten Pekalongan dan kemudian dilaksanakan pada Rapat Koordinasi
Padatanggal7 Maret 2010, sebagaimana dimaksudkan PP. 54 Tahun 2000, sebab untuk dapat bertindak sebagai “mediator”, sesuai ketentuan harus dipenuhi
beberapa persyaratan, yaitu : a; mediator disetujui oleh kedua belah pihak. b; mediator tidak memiliki hubungan kekeluargaan danatau hubungan kerja dengan
salah satu pihak yang bersengketa. c; memiliki ketrampilan untuk melakukan perundinganatau penengahan. d; tidak memiliki kepentingan terhadap proses
perundingan maupun hasilnya. Selain daripada itu menurut ketentuan maka kesepakatan tersebut
dituangkan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait.
13
Salah satu yang terpenting adalah bahwa pada waktu diadakan penyelesaian sengketa kedua belah pihak yang bersengketa harus sama-sama
hadir. Dan tidak boleh kepentingan masyarakat yang menjadi korban pencemaran lingkungan diwakilkan oleh karyawanpegawai perusahaan. Oleh karena pada
waktu diadakan rapat koordinasi dengan instansi terkait, dalam rangka penyelesaian sengketa Perusahaan Laundri tersebut yang diundang hanya pemilik
perusahaan namun yang hadir adalah perwakilan sedang pihak Pemilik perusahaan tidak mau datang. Terlihat dari bentuk isi surat pernyataan yang
ditandatangani oleh pemilik perusahaan yang terkesan “didekte”. Seperti terdengar bisikan tak berbentuk yang memberikan peringatan apabila pernyataan
tidak dipatuhi dan dilaksanakan maka perizinan akan dicabut dan perusahaan harus ditutup.
Dengan tiadanya keberadaan salah satu pihak dalam forum rapat koordinasi di atas maka hasil keputusan yang didapatkan bukanlah berbentuk
“kesepakatan” dari pihak-pihak yang sedang bersengketa tetapi lebih merupakan suatu surat “pernyataan”, yang apabila ditinjau dari segi hukum tidak mempunyai
kekuatan juridis, tetapi tidak lebih hanya berkekuatan “moral” sehingga pemenuhannya tidak dapat dipaksakan, menurut hukum.Melalui model
pendekatan “administrasi” ini, sebagaimana pendekatan “politis”, menurutBruceMitchell, apabila korupsi muncul, maka keputusan yang diambil
tidak dapat dijamin memenuhi kepentingan banyak kelompok atau pihak yang seimbang.
Atas dasar penilaian-penilaian di atas penulis berpendapat bahwa Alternatif Penyelesaian Sengketa lingkungan dengan model mediasi untuk
penyelesaian masalah pencemaran sungai yang ditimbulkan oleh Perusahaan Laundri yang terletak di KelurahanWonoyoso,
Kecamatan Buaran,
Kekurangannya adalah terletak pada prosedurmekanisme ber”mediasi”, karena sebagaimana diakuinya sendiri ketentuan Undang-undang No. 32 tahun 2009 yang
mengatur tentang Lembaga Penyedia Jasa Penyelesaian Sengketa Lingkungan Pasal 85 ayat 3 tentang Mediator dan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. Kapolsek Pekalongan menyatakan baru mengetahuinya. Mengenai hal
14
ini penulis dapat mengetahui misitugas yang diemban Kapolsek Buaranharus selalu mengetahui keadaan daerah yang dipimpin sehingga masyarakat dapat
diciptakannya suasana kondusif dengan mengakomodir kepentingan kedua belah pihak yang sedang berseberangan agar tidak terjadi tindakan anarkis ataupun main
hakim sendiri. Adapun apabila ditinjau dari hasil yang dicapai, penulis berpendapat
bahwa “mediasi” yang telah dicoba oleh Kapolsek Buaranadalah rapat yang pertama gagal dalam usaha “menengahi” sengketa, karena dari pihak Perusahaan
hanya mewakilkanutusan sehingga perwakilan utusan tidak berani mengambil keputusan dalam kesepakatan rapat. “Mediasi” baru dapat dikatakan berhasil
apabila permasalahan-permasalahan yang ada dapat tereliminir dengan baik sebagaimana dimaksudkan Pasal 84 UU No.32 Th.2009 ayat 1yaitu bahwa
dampak negatif terhadap lingkungan hidup yang pernah terjadi tidak terulang lagi.
Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Penerapan UU. No. 32 Tahun 2009 Pasal 85 Tentang Penyelesaian Sengketa lingkungan hidup diluar Peradilan di
Kabupaten Pekalongan Dan Solusinya
Berkaitan dengan hasil pembahasan dan analisa data kasus pencemaran Sungai oleh Perusahaan Laundri di Kelurahan Wonoyoso dikabupaten Pekalongan
di atas, maka dengan demikian nampak dengan jelas bahwa faktor-faktor yang menyebabkanpenyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan dapat
dilaksanakan melalui cara mediasi di Kabupaten Pekalongan menurut penulis adalah sebagai berikut :
Adanya undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup.
9
Pertama,Keseriusan dan Perannya Mediator dalam penyelesaian sengketa yang terjadi diwonoyoso
Kedua, Adanya UU No. 32 Th 2009 Pasal 54 ayat 1 Tentang “ Setiap orang yang melakukan pencemaran danatau kerusakan lingkungan wajib
melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup.”
10
9
Absori : Op. Cit hal. 251
15
Ketiga, Berfungsinya Pasal 85 UU No. 32 Th. 2009 ayat 3 berbunyi “ Dalam Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar Peradilan dapat
digunakan jasa Mediator danatau arbiter untuk membantu menyelesaiakan sengketa lingkungan hidup.
Keempat, Dengan diperlakukan UU No.32 Th.2009 Pasal 85 ayat 3 masyarakat merasa punya peran dalam menyelesaiakan masalah
limbah.Keadaan yang demikianmemberikan kepada masyarakatuntuk semangat mengadakan pembentukan lembaga
penyelesaian sengketa di luar peradilanyang bertujuan untuk mengefektifkan penyelesaian sengketa
lingkungan hidup secara alternatif di luar pengadilan.Meskipun peranannya hanya bersifat alternatif namun adalah menjadi kewajiban pemerintah untuk
menyediakan atau memfasilitasi terbentuknya lembaga tersebut di tiap-tiap daerah, sehingga apabila pada saatnya masyarakat menghendaki penyelesaian
sengketa melalui jalur ini saat itu pula pemerintah sudah dapat memfasilitasinya.Dan keadaan ini pula sebagai resiko pemberlakuan asas
subsidiaritas pada penegakan hukum pidana lingkungan di Indonesia. Kelima, Pemerintah daerah Kabupaten Pekalongan mulai mengetahui
manfaat amanat Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009sebagai pelaksana Pasal 85 ayat 3, “…...
Keenam,Terbukanya pemerintah daerah untuk mendapatkan orang-orang Sumber Daya Manusia yang memiliki ketrampilan untuk melakukan
perundingan atau penengahan yang sudah berpengalaman menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.
Ketujuh,Pemerintah Kabupaten Pekalongan denganberlakunya Undang- Undang No. 32 Tahun 2009dapat mengawasi jalannya Industri mengenai
dampak lingkungan Hidup. Kedelapan,Turunnya bantuan Pemerintah daerah Kabupaten Pekalongan
berupa Pembangunan Penampungan Limbah dan Mesin Pengurai Limbah adalah salah satu bentuk keseriusan Pemerintah Kabupaten Pekalongan dalam
menangani lingkungan hidup.
10
Absori : Op. Cit. hal 250
16
Kesembilan, Perannya Masyarakat telah diatur dalam Undang-undang No.32 Th. 2009 Pasal 70 ayat 1 tentang” Masyarakat memiliki hak dan
kesempatan yang sama dan seluas-luasnyauntuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
PENUTUP Kesimpulan
Memperhatikan hasil penelitian dan pembuktian dalam kepenulisan tesis ini pada akhirnya penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut,
yaitu: Proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui cara “Mediasi” di
kelurahanWonoyoso Kec. Buaran Kabupaten Pekalongan dapat dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan oleh UU. No. 32 Tahun 2009.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat penulis, berkaitan dengan masalah usaha-usaha kelompok masyarakat yang berjuang menuntut hak atas
lingkungan hidup yang bersih dan sehat yang terjadi di Kabupaten Pekalongan dalam periode setelah berlakunya Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, adalah
dari kasus yang menonjol yaitu : Desa Wonoyoso adalah daerah yang banyak bermunculan pengusaha-
pengusaha baru terutama yang berhubungan Limbah : Laundri Jeans, Pemutih Kain sampai 54 pengusaha Kasus Pencemaran Limbah Sungai Irigasi Petani,
antara Perusahaan Laundri Cucian Jeans melawan masyarakat Wonoyoso dan Kelurahan Simbangkulon Kec. Buaran Kabupaten Pekalongan yang terjadi pada
tahun 2013. Dari kasus di atas, dapat diketahui bahwa melalui pendekatan Negosiasi
untuk diselesaikan melalui cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, khususnya dengan cara “Mediasi”. Hasil penelitianakhir dari masalah diatas
tersebut bisa dapat diselesaikan dengan cara mediasi. Buah dari hasil Mediasi untuk penyelesaian sengketa antara Perusahaan-
perusahaan Laundri Jeans
diwonoyosomelawan dengan masyarakat
17
Wonoyosodikecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan, sampai dengan waktu yang ditentukan tahap awal mengalami kegagalan karena dari salah satu pihak ada
yang tidak hadir hanya diwakilkan. Pada tahap kedua pertemuan mengalami titik terang antara lain
memutuskan berupa “ Surat Pernyataan “ yang isinya antara lain dari pihak perusahaan siap untuk memenuhi tuntutan masyarakat wonoyoso. Pertemuan
tahap ketiga Pihak Mediator telah berusaha untuk menyediakan lahan IPAL induk karena yang utama bahwa ipal yang dibuat diperusahaan –perusahaan ukurannya
kecil tidak memenuhi standar ukuran IPAL. Sehingga Mediator mengusahakan lahan dibantaran sungai. Dilanjutkan pada rapat tahap berikutnya Mediator
mempertemukan kembali dari kedua belah pihak yang isi dari pertemuan akan membangun IPAL Induk serta pengadaan Mesin Pengurai Limbah. dari
penyelesaiannya melalui mediasi berjalan secara konsekuen dikarenakan banyak yang mempengaruhi dari kedua belah pihak untuk tidak konsekuen.Semuanya
telah dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar.
Faktorkeberhasilan Penerapan UU. No. 32 Tahun 2009 Pasal 85 Tentang Penyelesaian Sengketa lingkungan hidup di luar Peradilan di Kabupaten
Pekalongan.
Pertama,Adanya Undang-undang No. 32 Tahun 2009 yang berkaitan dengan Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup.
Kedua,Peranan Mediatorsangatdominan dalam menangani kasus Penyelesaian sengketa Pencemaran Sungai irigasi diwonoyoso.
Ketiga,Adanya UU No.32 Tahun 2009 pasal 84, 85 dan 86 yang mengatur tentang cara penyelesaian sengketa lingkungan hidup di Pengadilan maupun
diluar peradilan. Keempat,Peranan Kapolsek Mediator sangat pentingdalam pertemuan
denganmemberikan solusi agar membentuk Forum, dan atas masukan dari kapolsek akhirnya terbentuklah Forum yang bernama FORUM RUKUN
SEJAHTERA dalam kasus pencemaran limbah yang terjadi agar tidak saling lempar Tanggung jawab.
18
Kelima,Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan telah melakukan langkah- langkah kongkrit dalam menangani limbah sesuai pasal 45 ayat 2 UU No. 32
tahun 2009.berbunyi “ Pemerintah wajib mengalokasikan anggaran dana alokasi khusus lingkungan hidup yang memadai untuk diberikan kepada daerah
yang memiliki kinerja perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik.
Keenam,Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan dengan mendirikan lembaga Penyedia Jasa atau pendampingan masyarakat guna untuk menangani
kasus- kasus limbah yang banyak terjadi di kabupaten Pekalongan. Ketujuh,Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan telah terbantu adanya UU
Pasal 86 1 No, 32 Th.2009 dapat merekut tenaga-tenaga professional dalam bidang lingkungan hidup. Sehingga kasus limbah yang terjadi di Kabupaten
Pekalongan bisa tertangani lebih cepat.
Saran
Pertama,Kepada Pemerintah daerah Kabupaten Pekalongan seharusnya melakukan sosialisasi Undang-undang No.32 tahun 2009 secara continue terus
menerus terhadap masyarakat Pekalongan Kedua,Kepada pihak Perusahaan hendaknya tidak bersikap pasif dalam
penanganan limbah Ketiga,Kepada Mediator mempunyai peranan penting dalam penyelesaian
kasus limbah, sehingga hendaknya harus lebih aktif dan responsif. Perlunya adanya pelatihan dalam rangka peningkatan Sumber Daya
Manusia SDM yang menangani permasalahan sengketa limbah. Keempat,Kepada Perusahaan harus beritikad baik terhadap lingkungan,
dan ekologi. Bisa berupa membangun IPAL sesuai ketentuan, dan bersedia memberi ganti rugi terhadap warga.
Bagi masyarakat, untuk tidak segan menuntut haknya, melalui prosedur dan ketentuan perundang- undangan.
Kelima,Kepada Pemerintah daerah harus mensosialisasikan Undang- undang yang berhubungan dengan lingkungan pasal 85 ayat 3 yang berbunyi “
19
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat digunakan jasa mediator danatau arbiter untuk membantu menyelesaiakan sengketa lingkungan hidup.
Keenam,Kepada Pemerintah daerah Kabupaten Pekalongan harus memberikan kesadaran kepada para pihak terutama perusahaan – perusahaan
yang ada di Kabupaten Pekalongan tentang pentingnya pengelolaan limbah. Ketujuh,Kepada Pihak Perusahaan harus beritikad baik terhadap
lingkungan, dan ekologi. Bisa berupa membangun IPAL sesuai ketentuan, dan bersedia memberi ganti rugi terhadap warga.
Kedelapan, Kepada Pemerintah daerah Kabupaten Pekalongan seharusnya memperketat perizinan terhadap perusahaan-perusahaan yang menimbulkan
Limbah terutama limbah yang berbahaya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abdurrahman. Pengantar Hukum Lingkungan. Bandung: Alumni, 1983. Adi, Rianto. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Bahan Kuliah, 2003.
Ali, Achmad. Menguak Tabir Hukum Jakarta Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis. Jakarta: Gunung Agung, 2002.
Ashshofa, Burhan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 1996.
20
Bruce, Mitchel. B. Setiawan Dwita Hadi Rahmi. Pengelolaan Sumberdaya Dan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003.
Danusaputro, Munadjat. Hukum Lingkungan Buku I: Umum. Bandung : Binacipta, 1980.
Danusaputro, Munadjat. Hukum Lingkungan Buku II: Umum. Bandung: Binacipta, 1980.
Fuady, Munir. Arbitrase Nasional, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000.
Goodpaster, Gary .Negosiasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negosiasi dan Penyelesaian Sengketa Melalui Negosiasi. Jakarta: ELIPS Project, 1993.
Harahap, M, Yahya. Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997.
Hardjasoemantri, Koesnadi. Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002.
Margono, Suyud. ADR Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000.
Mertokusumo, Sudikno. Sejarah Peradilan dan Perundang-undangan di Indonesia sejak 1942, Dan apakah Kemanfaatannya bagi Kita Bangsa
Indonesia. Jakarta: Gunung Agung, 1985. Moore, Chritopher W. Mediasi Lingkungan. Jakarta: Indonesian Centre for
Environmental Law dan CDR Associates, 1985. Muchsin, Fadillah Putra. Hukum dan Kebijakan Publik. Malang: Averroes
Press, 2002. Rahardjo, Satjipto. Beberapa Pemikiran tentang Ancangan Antar Disiplin dalam
Pembaharuan Hukum Nasional. Bandung: Sinar Baru, 1983. Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni, 1982.
Santosa, Mas Achmad dan Anthony LP. Hutapea. Mendayagunakan Mekanisme Alternatife Sengketa Lingkungan MAPS di Indonesia. Jakarta: WALHI,
1992. Santosa, Mas Achmad. Pelembagaan Alternative Dispute Resolution ADR di
Beberapa Negara. Jakarta: Majalah Musyawarah Nomor 1 tahun 1, 1997. Silalahi, Daud. Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum
Lingkungan Indonesia. Bandung: Alumni, 1992.
21
Soegianto,Apriliani. Bibliografi Beranotasi tentang Lingkungan laut dan Pencemaran Laut. Jakarta: Lembaga Oceanologi Nasional, 1976.
Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Rajawali, 1985. Soekanto Soerjono. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat. Jakarta: CV. Rajawali,
1980. Soemartono, P. Gatot. Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta: Sinar
Grafika, 1991. Soemarwoto, Otto. Analisa Dampak Lingkungan Proyek PLTA Saguling PSL.
Bogor: IPB, 1981. Soemarwoto, Otto. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Djambatan, 2001. Soemarwoto, Otto. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Djambatan, 2001. Soemitro, Ronny Hanitijo. Masalah-masalah Sosiologi Hukum. Bandung: Sinar
Baru, 1984. Soerianegara.Pengelolaan Sumber Daya Alam. Bogor: Fakultas Pasca Sarjana
IPB, 1979. Soeryani, Mohamed. Dasar-dasar Ekologi, makalah pada kursus AMDAL.
Jakarta: UI, 1982. Sudarwanto, Al Sentot. Kebijakan Menteri Lingkungan Hidup tentang Audit LH.
Semarang: Lembaga Pengembangan Ilmu Hukum Dan Manajemen IBLAM, 2000.
Sudarwanto, Al Sentot. Penerapan PP. No.27 Tahun 1999 tentang AMDAL berkaitan dengan Otonomi Daerah. Semarang: Lembaga Pengembangan
Ilmu Hukum IBLAM, 2000. Usman, Rachmadi. Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti, 2003. Wijoyo, Suparto. Penyelesaian Sengketa Menurut UUPLH. Jakarta: Jurnal
Hukum Lingkungan, 1999.
Jurnal
22
Absori : “Hukum Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Sebuah Model Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup dengan Pendekatan
PartisipatifHal. 241,.2009 Bruce, Mitchell,”Resource and Environmental Management” diterjemahkan dan
disadur oleh B. Setiawan dan Dwita Hadi Rahmi “Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan HIdup” Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 2003, 368
George, Martin,Montclair State University - Department of Sociology. December 18, 2012
George, Martin,Montclair State University - Department of SociologyDecember 18, 2012
Montclair, State University - Department of Earth and Environmental StudiesMichael P. Weinstein,Montclair State University - PSEG Institute
for Sustainability Studies OIDA International Journal of Pembangunan Berkelanjutan, Vol. 3, No 8, hlm
101-106, 2012The Role of Water, Food Security and Poverty Alleviation in the Context of Sustainable Livelihoods
OIDA International Journal of Sustainable Development, Vol. 5, No. 6, pp. 70- 80, 2012.
OIDA International Journal of Sustainable Development, Vol. 5, No. 6, pp. 70-80, 2012System Dynamic Model Approach for Urban Watershed
Sustainability Study The IUP Journal of Infrastructure, Vol. IX, No. 2, pp. 34-43,June 2011. The
Global Water Crisis: Issues and Solutions Manzoor Kooloth Peedikayil Jr.
ALTERNATIF DISPUTE RESOLUTION ADRPENYELESAIANSENGKETA PENCEMARAN LINGKUNGAN
Studi Kasus di Kelurahan Wonoyoso Kabupaten Pekalongan Oleh :
23
M. Hamdi Universitas Muhammadiyah Surakarta