BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggungjawaban Pidana Bagi Terdakwa Anak Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Sesuai Dengan PASAL 340 KUHP(Studi Kasus Putusan No. 3.682 / Pid.B / 2009 / PN. Mdn)

   

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang tidak

  dibarengi dengan perkembangan sumber daya manusia dan perkembangan masyarakat seperti kebutuhan dalam bidang ekonomi. Hal ini mengakibatkan anggota masyarakat mempunyai kepentingan yang saling berbeda, sehingga masing–masing pihak akan mempertahankan kepentingannya sendiri-sendiri dengan sebaik mungkin bagi dirinya masing-masing. Berbagai kepentingan anggota masyarakat kadang menimbulkan pertentangan dan penyimpangan yang akan membahayakan ketertiban, keamanan dan keselamatan dalam masyarakat bahkan pada dirinya sendiri.

  Setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan kemuliaan harkat dan martabatnya yang dilindungi oleh undang-undang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sehingga seseorang berhak dan wajib diberlakukan sebagai manusia yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. Hak hidup setiap manusia tidak dapat dikurangi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun termasuk hak untuk tidak disiksa, tidak diperbudak, tidak diperjualbelikan dan tidak dipaksa untuk melakukan yang tidak disukai atau diperlakukan dengan tidak sesuai harkat, martabat dan kehormatan dirinya sebagai manusia seutuhnya

  Rasa kasih sayang merupakan kebutuhan yang paling mendasar dalam kehidupan anak. Terutama rasa kasih sayang yang diberikan dari orang tua. Tetapi dalam kenyataannya, banyak anak dibesarkan dalam kondisi yang penuh dengan konflik sehingga seringkali menyebabkan perkembangan jiwa anak tersebut menjadi tidak sehat. Perkembangan kepribadian anak yang berada dalam situasi seperti itu dapat mendorong anak untuk melakukan tindakan-tindakan negatif yang sering dikategorikan sebagai kenakalan anak.

  Kenakalan anak dewasa ini terus meningkat dalam kehidupan bermasyarakat. Bukan hanya meresahkan orang tua dari si anak pembuat kenakalan, tetapi masyarakat di lingkungan sekitar anak tersebut juga menjadi terganggu keamanan, kenyamanan dan ketertiban kehidupannya. Kenakalan anak pada akhirnya bukan sekedar merugikan orang tua dan masyarakat di sekitarnya. Tetapi lebih jauh mengancam masa depan bangsa dan negara, dimana anak merupakan generasi penerus masa depan bangsa dan negara Indonesi

  Penyimpangan perilaku yang melanggar hukum yang dilakukan anak disebabkan berbagai faktor. Antara lain dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan IPTEK, serta perubahan gaya hidup telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat. Sehingga akan sangat berpengaruh pada nilai dan perilaku anak. Selain itu anak yang kurang atau tidak memperoleh bimbingan kasih sayang, pembinaan dalam pengembangan sikap dan perilaku, penyesuaian diri serta pengawasan orang tua, wali atau orang tua asuh akan menyebabkan anak mudah terseret dalam pergaulan yang kurang sehat. Sehingga akan merugikan perkembangan pribadinya. Bahkan hal tersebut dapat membuka peluang bagi anak untuk melakukan tindak pidana. Walaupun anak dapat menentukan sendiri langkah dan perbuatannya berdasarkan pikiran, perasaan dan kehendaknya, akan tetapi keadaan lingkungan disekitarnya dapat mempengaruhi perilakunya, diantaranya adalah perilaku untuk berbuat jahat.

  Anak sebagai salah satu sumber daya manusia dan merupakan generasi penerus bangsa, sudah selayaknya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, dalam rangka pembinaan anak untuk mewujudkan sumber daya manusia yang tangguh serta berkualitas. Berkaitan dengan pembinaan anak diperlukan sarana dan prasarana hukum yang mengantisipasi segala permasalahan yang timbul. Sarana dan prasarana yang dimaksud menyangkut kepentingan anak maupun yang menyangkut penyimpangan sikap dan perilaku yang menjadikan anak terpaksa dihadapkan ke muka pengadilan.

  Anak merupakan bagian dari masyarakat, mereka mempunyai hak yang sama dengan masyarakat lain yang harus dilindungi dan dihormati. Setiap Negara dimanapun di dunia ini wajib memberikan perhatian serta perlindungan yang cukup terhadap hak-hak anak, yang antara lain berupa hak-hak sipil, ekonomi, sosial dan budaya. Namun sepertinya kedudukan dan hak-hak anak jika dilihat dari perspektif yuridis belum mendapatkan perhatian serius baik oleh pemerintah, penegak hukum maupun masyarakat pada umumnya dan masih jauh dari apa yang sebenarnya harus diberikan kepada mereka.

  Hukum dibuat untuk dilaksanakan, oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila orang mengatakan bahwa hukum tidak bisa lagi disebut sebagai hukum

  1

  manakala ia tidak pernah dilaksanakan (lagi). Hukum dapat dilihat bentuknya melalui kaidah-kaidah yang dirumuskan secara eksplisit. Di dalam kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan hukum itulah terkandung tindakan-tindakan yang harus

  2 dilaksanakan, yang tidak lain berupa penegakan hukum itu .

  Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, anak yang melakukan tindak pidana diistilahkan dengan anak yang berhadapan dengan hukum. Dalam perspektif Konvensi Hak Anak/KHA (Convention The Rights of The Children/

  

CRC) , anak yang berkonflik dengan hukum dikategorikan sebagai anak dalam

  situasi khusus (children in need of special protection/ CNSP). UNICEF menyebut anak dalam kelompok ini sebagai children in specially difficult circumtances

  

(CDEC), karena kebutuhan-kebutuhannya tidak terpenuhi, rentan mengalami tindak

  kekerasan, berada di luar lingkungan keluarga (berada pada lingkup otoritas intitusi negara), membutuhkan proteksi berupa regulasi khusus, membutuhkan perlindungan dan keamanan diri. Kebutuhan-kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi karena anak tersebut tidak mendapatkan perlindungan dan perawatan yang layak dari orang dewasa yang berada di lingkungan tempat dimana biasanya anak menjalani hidup.

  Tindak pidana yang dilakukan anak merupakan masalah serius yang dihadapi setiap Negara. Di Indonesia masalah tersebut banyak diangkat dalam

                                                               1 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum (Suatu Tinjauan Sosiologis), (Bandung : Sinar Baru), 1999, hal. 15 2 Satjipto Rahardjo, Loc.Cit, hal.16

  bentuk seminar dan diskusi yang diadakan oleh lembaga-lembaga pemerintah dan lembaga terkait lainnya. Kecenderungan meningkatnya pelanggaran yang dilakukan anak atau pelaku usia muda yang mengarah pada tindak kriminal, mendorong upaya melakukan penanggulangan dan penanganannya, khusus dalam bidang hukum pidana (anak) beserta acaranya. Hal ini erat hubungannya dengan perlakuan khusus

  

3

terhadap pelaku tindak pidana usia muda.

  Penyelesaian tindak pidana perlu ada perbedaan antara perilaku orang dewasa dengan pelaku anak, dilihat dari kedudukannya seorang anak secara hukum belum dibebani kewajiban dibandingkan orang dewasa, selama seseorang masih disebut anak, selama itu pula dirinya tidak dituntut pertanggungjawaban, bila timbul

  4 masalah terhadap anak diusahakan bagaimana haknya dilindungi hukum.

  Kejahatan terhadap jiwa seseorang yang menimbulkan akibat matinya seseorang merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Praktek kejahatan terhadap jiwa meliputi jumlah yang besar setelah

  5

  kejahatan terhadap harta benda. Pembunuhan adalah suatu kejahatan yang tidak manusiawi, karena pembunuhan merupakan suatu perbuatan yang mengakibatkan kematian orang lain, yang dilakukan secara sadis. Pembunuhan berencana ialah pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa dengan direncanakan terlebih dahulu, misalnya, dengan berunding dengan orang lain atau setelah memikirkan siasat- siasat yang akan dipakai untuk melaksanakan niat jahatnya itu dengan sedalam- dalamnya terlebih dahulu, sebelum tindakan yang kejam itu dimulainya.

  Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah “Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”. Pembunuhan berencana itu dimaksudkan oleh pembentuk undang- undang sebagai pembunuhan bentuk khusus yang memberatkan, yang rumusannya dapat berupa “pembunuhan yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu

                                                               3 Agung Wahyono dan Siti Rahayu, Tinjauan Peradilan Anak di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1983, hal. 2 4 5 Mulyana W. Kusumah (ed), Hukum dan Hak-Hak Anak, Rajawali, Jakarta, 1986, hal.3 H.A.K. Moch Anwar (Dading), Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), Penerbit Alumni, Bandung, 1980, hal. 88 dipidana karena pembunuhan dengan rencana”. Dapat disimpulkan bahwa merumuskan pasal 340 KUHP dengan cara demikian, pembentuk undang-undang sengaja melakukannya dengan maksud sebagai kejahatan yang berdiri sendiri.

  Pembunuhan berencana merupakan suatu tindak pidana kejahatan berat. Pembunuhan berencana muncul dikarenakan oleh faktor-faktor antara lain yaitu :

  1) Unsur subjektif terdiri dari: a.

  Dengan sengaja b. Dengan terlebih dahulu

  2) Unsur objektif terdiri dari: a.

  Perbuatan : menghilangkan nyawa

  6 b.

  Objeknya : nyawa orang lain. Apabila salah satu unsur diatas terpenuhi maka seseorang dapat ditetapkan sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan berencana. Setelah ada bukti-bukti dan saksi yang kuat maka pelaku tindak pidana dapat dituntut dipengadilan. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini berarti segala bentuk perilaku individu didasarkan kepada hukum yang berlaku. Pelaku kejahatan ataupun korban kejahatan akan mendapatkan tindakan hukum berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.

  Seseorang yang diduga melakukan pelanggaran hukum tidak dapat dikatakan bersalah sebelum adanya keputusan hukum dari hakim yang bersifat tetap. Untuk menjaga supremasi hukum saat ini sedang gencar-gencarnya diadakan reformasi penegak hukum yang bersih dan berwibawa.

  Kejahatan yang terjadi di masyarakat merupakan sebuah pelanggaran terhadap hukum positif yaitu hukum pidana. Kejahatan dan pelanggaran yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bisa dilihat sebagai hukum pidana objektif, yaitu suatu tindak pidana yang digolongkan menurut ketentuan-ketentuan hukum itu sendiri dan dapat juga dilihat sebagai hukum pidana subjektif yaitu

  7 ketentuan-ketentuan di dalam hukum mengenai hak penguasa menerapkan hukum.

  Masalah kejahatan merupakan bagian dari perubahan sosial dan bukan hal yang

                                                               6 7 Wawancara dengan Erwin Silalahi, SH, staf pidana umum Kejaksaan Negeri Medan Surya, Ringkasan Hukum Pidana, www.docstoc.com, diakses pada hari Senin tanggal 05/02/2013 baru, pada prinsipnya meskipun tempat dan waktunya berlainan namun tetap dinilai sama. Peningkatan kejahatan dari waktu ke waktu tidak dapat dihindari, dikarenakan bentuk perusahaan sosial sebagai pendorongnya.

  Setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan kemuliaan harkat dan martabatnya yang dilindungi oleh undang-undang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sehingga dengan kata lain seseorang berhak dan wajib diberlakukan sebagai manusia yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. Hak hidup setiap manusia tidak dapat dikurangi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun termasuk hak untuk tidak disiksa, tidak diperbudak, tidak diperjualbelikan dan tidak dipaksa untuk melakukan yang tidak disukai ataupun diperlakukan dengan tidak sesuai harkat, martabat dan kehormatan dirinya sebagai manusia seutuhnya.

  Menurut Gatot (2000), menyatakan bahwa penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pelaku disebabkan oleh berbagai faktor antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup orang tua, telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku manusia. Selain itu kurang perhatian dan kasih sayang, asuhan dan bimbingan dan pembinaan dalam pengembangan sikap perilaku penyesuaian diri, serta pengawasan dari orang tua, wali atau orang tua asuh akan mudah terseret dalam arus pergaulan masyarakat yang lingkungannya

  8 yang kurang sehat dan merugikan perkembangan pribadinya.

  Sanksi pidana yang dijatuhkan bagi pelaku harus didasarkan pada kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan. Penjatuhan pidana atau tindakan merupakan suatu tindakan yang harus mempertanggungjawabkan dan bermanfaat bagi pelaku. Hakim wajib mempertimbangkan keadaan, keadaan rumah, keadaan lingkungan dan laporan pembimbing kemasyarakatan.

                                                               8 Supramono Gatot, Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan, Jakarta, 2000, hal.

  158

  Berdasarkan permasalahan di atas, penulis merasa tertarik untuk mencoba menguraikan masalah tindak pidana pembunuhan khususnya tindak pidana pembunuhan berencana dalam skripsi dengan judul

  “Pertanggungjawaban Pidana Bagi Terdakwa Anak Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Sesuai Dengan Pasal 340 KUHP” untuk dikaji sesuai Putusan

  No. 3.682 / Pid.B / 2009 / PN.Mdn mengenai pertanggungjawaban pelaku pembunuhan berencana.

B. Permasalahan 1.

  Faktor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi timbulnya tindak pidana pembunuhan oleh anak sesuai pasal 340 KUHP?

  2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana bagi terdakwa anak yang melakukan tindak pidana pembunuhan menurut pasal 340 KUHP pada putusan Reg. No. 3.682 / Pid.B / 2009 / PN.Mdn? 3. Bagaimana akibat hukum terhadap pelaku tindak pidana sesuai pasal 340

  KUHP pada kasus putusan Reg. No. 3.682 / Pid.B / 2009 / PN.Mdn? C.

   Tujuan dan Manfaat Penulisan

  Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi timbulnya tindak pidana pembunuhan oleh anak sesuai pasal 340 KUHP

  2. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana bagi terdakwa anak yang melakukan tindak pidana pembunuhan menurut pasal 340 KUHP pada putusan Reg. No. 3.682 / Pid.B / 2009 / PN.Mdn.

3. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap pelaku tindak pidana sesuai

  pasal 340 KUHP pada kasus putusan Reg. No. 3.682 / Pid.B / 2009 / PN.Mdn. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis dan teoritis yaitu :

  1. Secara praktis Memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum, khususnya yang berkaitan dengan masalah pertanggungjawaban tindak pidana bagi terdakwa tindak pidana pembunuhan sesuai pasal 340 KUHP.

  2. Secara Teoritis a.

  Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam menambah ilmu pengetahuan pada penegakan hukum positif yang lebih jelas pada pertanggungjawaban pidana terhadap terdakwa tindak pidana pembunuhan sesuai pasal 340 KUHP.

  b.

  Bagi Instansi Diharapkan dapat menggunakan Undang-Undang yang ada sesuai dengan aturan yang berlaku terhadap pertanggungjawaban pidana terhadap terdakwa tindak pidana pembunuhan sesuai pasal 340 KUHP.

D. Keaslian Penulisan

  Berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan dan secara khusus di lingkungan Universitas Sumatera Utara, maka penelitian penulis mengenai “Pertanggungjawaban Pidana Bagi Terdakwa Anak Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Sesuai Dengan Pasal 340 KUHP” belum pernah dilakukan penelitian pada topik dan permasalahan yang sama.

  Obyek penelitian yang dilakukan merupakan suatu kajian ilmiah dan belum pernah dianalisis secara komprehensif dalam suatu penelitian ilmiah sehingga penelitian ini merupakan sesuatu yang baru dan asli sesuai dengan azas- azas keilmuan yang jujur, rasional, obyektif dan terbuka sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan transparan maupun kritikan yang bersifat membangun sesuai dengan topik dan permasalahan.

E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Pidana dan Tujuan Hukum Pidana

  Masalah pendefenisian hukum pidana tidaklah semudah untuk merumuskanya seperti yang disangka orang semula.Istilah hukum pidana dapat diberikan definisi menurut sudut pandang seseorang darimana aspek hukum itu diperhatikan. Berikut beberapa definisi oleh para ahli tentang hukum pidana : 1)

  Wirjono Projodikoro, mengemukakan Hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana.Kata “pidana” berarti hal yang dipidanakan yaitu oleh instansi yang berkuasa yang dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakanya dan juga hal yang

  9 sehari-hari dilimpahkan.

  2) WLG. Lemaire, menyatakan bahwa Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk UU) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma yang menentukan terhadap tindakan-tidakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu di mana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan serta hukuman yang

  10 bagaimana yang dapat diajtuhka bagi tindakan-tidakan tersebut.

  3) WFC. Hattum, menyatakan Hukum pidana (positif) adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti oleh

  Negara atau masyarakat hukum lainya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum umumtelah melarang dilakukanya tindakan-tindakan yang sifatnya melanggar hukum dan telah

                                                               9 10 Erdianto Efendi., Hukum Pidana Indonesia-Suatu Pengantar, Bandung, 2011, hlm. 7.

  Ibid., hlm.7. mengaitkan pelanggaran terhadap peraturan-peraturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa hukuman.

  11

  4) WPJ. Pompe, menyatakan Hukum pidana sama halnya dengan hukum tata Negara, hukum perdata dan lain-lain dari hukum, biasanya diarikan sebagai suatu keseluruhan dari peraturan-peraturan yang sedikit banyak bersifat umum yang abstrak dari keadan-keadan yang bersifat konkret.

  12

  5) Kansil, mengemukakan Hukum pidana itu ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran- pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.

  13 Hukum pidana memuat aturan-aturan hukum yang mengikat kepada

  perbuatan yang mengambil syarat-syarat tertentu berupa pidana. “Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan”.

  a.

  Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan atau yang dilarang dengan, disertai ancaman-ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

  b.

  Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah direncanakan.

  c.

  Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan.

14 Secara umum hukum pidana ialah hukum yang mengatur tentang

  perbuatan yang dilarang oleh undang-undang beserta ancaman hukuman yang dijatuhkan terhadap pelanggarnya. Arti hukum positif adalah hukum yang berlaku pada suatu waktu tertentu dalam suatu masyarakat tertentu. Jadi hukum positif adalah hukum pidana yang diberlakukan oleh suatu masyarakat pada saat ini.

                                                               11 Ibid., hal. 7. 12 Ibid., hal.7. 13 C.S.T. Kansil.,Pokok-Pokok Hukum Pdana, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 3. 14 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hal. 46

  Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa hukum pidana bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma hukum yang mengenai kepentingan hukum. Adapun yang termasuk dalam pengertian kepentingan umum ialah:

  1. Badan dan peraturan perundangan negara,seperti negara, lembaga- lembaga negara, pejabat negara,pegawai negeri, undang-undang, peraturan pemerintah, dan sebagainya 2. Kepentingan hukum tiap manusia, yaitu jiwa,raga/tubuh, kemerdekaan, kehormatan, dan hak milik/ harta benda

  Hukum pidana tidak membuat peraturan-peraturan yang baru, melainkan mengambil dari peraturan-peraturan hukum yang lain yang bersifat kepentingan hukum, memang sebenarnya peraturan tentang jiwa, raga, milik, dan sebagainya, dari tiap orang telah termasuk hukum perdata hal pembunuhan, pencurian, dan sebagainya antara orang-orang biasa, semata-mata di urus oleh pengadilan pidana.kita mengetahui pengadilan perdata baru bertindak kalau sudah ada pengaduan dari pihak yang menjadi korban. Orang itu sendirilah yag harus mengurus perkaranya ke dan di uka pengadilan perdata. Sedangkan dalam hukum pidana yang bertindak dan dan yang mengurus ke perkara ke dan di muka pengadilan pidana, bukanlah pihak korban sendiri melainkan alat-alat kekuasaan negara seperti polisi,jaksa dan hakim.

  Pidana adalah hukuman berupa siksaan yang merupakan keistimewaan dan unsur yang terpenting dalam hukum pidana.Kita telah mengetahui, bahwa sifat dari hukum ialah memaksa dan dapat dipaksakan; dan paksaan itu perlu untuk menjaga tertibnya, diturutnya peraturan-peraturan hukum atau untuk memaksa si perusak untuk memperbaiki keadaan yang dirusaknya atau mengganti kerugian yang disebabkannya. Pokoknya untuk menjaga dan memperbaiki keseimbangan atau keadaan yang semula.Tapi dalam hukum pidana paksaan itu di sertai suatu siksaan atau penderitaan yang berupa hukuman. Hukuman itu bermacam-macam

  15

  jenisnya. Menurut KUHP pasal 10 hukuman atau pidana terdiri atas:

                                                               15 Ibid., hal. 4-5.

  a.

  Pengumuman keputusan tertentu Hukman-hukuman itu dipandang perlu agar kepentingan umum dapat lebih terjamin keselamatannya.

                                                               16 Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, hal.130 17 Najih, Pengantar Hukum Pidana, hal.163

  Contoh pembunuhan berencana

  b) Delik material, yaitu suatu perbuatan pidana yang dilarang, dalam artian akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut. Contoh pembunuhan

  a) Delik formal, yaitu perbuatan pidana yang sudah dilakukan dan benar-benar melanggar ketentuan yang telah dirumuskan dalam undang-undang yang bersangkutan. Contoh mencuri

  17

  memberikan rumusan perbuatan pidana dalam arti suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana. Adapun perbuatan pidana (delik pidana) terdapat beberapa macam, yaitu:

  16

  Perbuatan pidana ialah perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menimbulkan peristiwa pidana atau perbuatan yang melanggar hukum pidana dan diancam dengan hukuman. Prof. Muljatno, SH

  Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu 4.)

  Pidana (hukuman) pokok (utama): 1.)

  Pencabutan hak-hak tertentu 3.)

  Pidana ( hukuman ) tambahan : 2.)

  5.) Pidana tutup b.

  4.) Pidana denda

  3.) Pidana kurungan, (sekurang-kurangnya 1 hari dan setinggi-tingginya 1 tahun)

  b.) Pidana penjara selama waktu tertentu (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya 1 tahun)

  a.) Pidana seumur hidup

  Pidana penjara :

  Pidana mati 2.)

2. Perbuatan Pidana

c) Delik dolus, yaitu suatu perbuatan pidan yang dilakukan dengan sengaja.

  d) Delik culpa, yaitu perbuatan pidana yang dilakukan dengan tidak sengaja atau kelalaian, yang mengakibatkan matinya seseorang e)

  Delik aduan, yaitu suatu perbuatan pidana yang merupakan pengaduan orang lain. Contoh penghinaan f)

  Delik politik, yaitu perbuatan pidana yang ditujukan kepada keamanan negara baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini delik politik lebih cenderung menyangkut urusan masalah politik kenegaraan.

  a.

  Jenis Pemidanaan Jika berdasarkan ketentuan KUHP mengenai macam sangsi pidana atau jenis pemidanaan terdapat dua macam hukum pidana sebagaimana dijelaskan dalam pasal 10 bagian buku I, yaitu: Pidana Pokok (Hoofd Straffen ) dan Pidana Tambahan (Bijkomende Straffen).

1. Pidana Pokok

  Pidana pokok ialah hukuman yang dapat dijatuhkan terlepas dari hukuman lain. Oleh karena itu pidana pokok dapat dijatuhkan kepada pelanggar dengan tersendiri dan atau dapat dijatuhkan bersama dengan pidana tambahan.Akan tetapi antara pidana pokok tidak dapat dijatuhkan bersama, sebab sistem pidana KHUP menganut suatu asas bahwa “Tidak ada penggabungan dari pidana pokok”. Pidana pokok atau hukuman pokok terdiri dari empat macam, yaitu:

  a) Hukuman Mati

  b) Hukuman Penjara

  c) Hukuman Kurungan

  d) Hukuman Denda

  Adapun sedikit penjelasan dari macam-macam pidana pokok adalah sebagai berikut: a)

  Hukuman mati Sesuai dengan yang tercantum pada redaksi KHUP pasal 11 bahwa pidana mati dilakukan oleh algojo ditempat gantungan dengan menjeratkan tali yang diikatkan di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri. b) Huk uman penjara

  Penjara adalah suatu tempat yang khusus dibuat dan digunakan para terhukum yang telah dijatuhkan oleh seorang hakim. Pidana penjara dilakukan dengan mengucilkan terpidana dari pergaulan sosial pada umumnya. Masa pidana penjara bisa berupa pidana seumur hidup dan selama waktu tertentu atau hukuman terbatas(KUHP pasal 12). Hukuman terbatas tersebut paling sedikit satu hari dan paling lama 15 tahun dan bisa menjadi 20 tahun sesuai dengan sebab-sebab yang tercantum pada KUHP pasal 12 ayat 3.

  c) Hukuman kurungan Hukuman kurungan hampir sama dengan hukuman penjara.

  Perbedaanya terletak pada sifat dan ancaman hukuman yang lebih ringan. Dan juga terletak dalam peraturan mengenai cara memperlakukan si terhukum/terpidana. Seseorang yang mendapat hukuman kurungan mempunyai ciri sebagai berikut : a.

  Pekerjaan harus lebih ringan (pasal 19 KUHP) b.

  Hukuman harus dilaksanakan pada tempat tinggal terpidana (pasal 21 KUHP) c. Terpidana dapat meringankan hukumannya dengan biaya sendiri menurut tata tertib rumah penjara dan lain sebagainya.

  Adapun lamanya kurungan tidak lebih dari satu tahun empat bulan serta tidak kurang dari satu hari (pasal 18).

  d) Hukuman denda

  Hukuman kurungan telah tercantum dalam pasal 30-33 KUHP. Pidana denda dapat dijadikan sebagai pengganti pidana kurungan dan sebaliknya pidana kurungan dapat dijdikan pengganti pidana denda. Tentang banyaknya pidana denda tidak ada maksimum melainkan hanya minimum yakni tiga rupiah tujuh puluh lima sen (pasal 30).

  2. Pidana Tambahan Pidana tambahan ialah hukuman yang hanya dapat dijatuhkan bersama dengan hukuman pokok. Jadi hukuman tambahan tidak bisa berdiri sendiri artinya hukuman tambahan tidak bisa dijatuhkan terhadap pidana tanpa adanya hukuman pokok. Hukuman tambahan terdiri dari 3 (tiga) macam, yaitu:

  a) Pencabutan beberapa hak tertentu

  Yang dimaksud adalah pencabutan hak-hak tertentu oleh negara kepada terpidana yang dianggap telah melakukan kejahatan terhadap negara.Misal pencabutan hak untuk dipilih dan memilih, hak jadi PNS dan sebagainya.

  b) Perampasan barang-barang tertentu

  Pidana dalam hal ini biasanya berupa perampasan barang-barang yang berhubungan dengan kejahatan yang dilakukan terpidana. Contoh perampasan sabu bagi terpidana pengedar sabu dan lain sebagainya.

  c) Pengumuman putusan hakim

  Hukuman ini biasanya hakim menyuruh agar putusannya secara khusus diumumkan lewat media masa seperti televisi, radio maupun surat kabar.

  3. Pidana Bersyarat

  18 Selain pidana pokok dan tambahan ada juga pidana bersyarat. Pidana

  bersyarat atau yang disebut “voorwaardelijke veroordeling” ialah putusan hakim yang mengandung suatu pidana yang dijatuhkan pada terpidana tapi ekskusinya ditunda dengan digantungkan pada suatu syarat. Hal ini berarti terpidana tidak akan menjalani hukuman jika tidak melanggar syarat yang telah diberikan di waktu tertentu. Terpidana bersyarat harus mengindahkan syarat-syarat yang ditentukan selama dalam masa percobaan.Masa percobaan ini boleh melebihi 2 tahun.

                                                               18 Najih, Ibid, hal.167

  Adapun pidana bersyarat dapat dijatuhkan dalam hal: 1. Penjatuhan hal pidana setinggi-tingginya 1 tahun, 2. Penjatuhan pidana kurungan, dan 3.

  Penjatuhan pidana denda (kecuali pelanggaran terhadap pajak negara) 3.

   Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah tindakan yang dinilai melanggar ketentuan KUHP.

  Maksudnya ialah dimana bila ada seseorang melakukan tindakan melanggar hukum maka orang tersebut dapat dikenai salah satu pasal dalam KUHP, yang dimaksud pelanggaran adalah tindakan menurut hukum yang berlaku tidak boleh dilakukannya misalnya melakukan tindakan penadahan. Dapat dimengerti apa yang dimaksudkan dengan istilah “tindak pidana” atau dalam bahasa Belanda

  

strafbaar feit yang sebenarnya istilah resmi dalam Strafwetboek atau Kitab

  Undang-Undang Hukum Pidana yang sekarang berlaku Indonesia, ada istilah dalam bahasa lain yaitu delict. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. Dan pelaku ini dapat dilakukan

  19 merupakan “subyek” tindak pidana.

  Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum Belanda yaitu “strafbaarfeit”. Strafbaarfeit dari dua kata yakni strafbaar dan feit, yang mana strafbaar diterjemahkan dengan dapat dihukum, sedangkan kata feit

  20

  diterjemahkan dengan kenyataan. Menurut Simons dalam merumuskan

  

strafbaarfeit itu adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan sengaja

  ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang

  21 dapat dihukum.

  Tindak pidana atau perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana. Hal ini sebagaimana pendapat

22 Moeljatno yang menyatakan :

                                                               19 Prodjodikoro Wirjono, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT.Eresco, Bandung, 2000, hal. 55 20 21 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 5 22 Ibid., hal. 5 Ibid., hal. 7

  “Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang hukum dan diancam pidana asal saja dalam hal itu diingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatan (yaitu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan pada orang yang menimbulkan kejahatan”

  Menurut Pompe straafbaarfeit, secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu : “Pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku itu adalah penting demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum”. Hukum pidana dapat didefinisikan sebagai berikut : aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana (defenisi dari Mezger ).

  Jadi yang dasarnya hukum pidana berpokok pada 2 (dua) hal, yaitu : 1)

  Pidana adalah perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Dengan “perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu” itu dimaksudkan perbuatan yang dilakukan oleh orang, yang memungkinkan adanya pemberian pidana. Perbuatan semacam itu dapat disebut “perbuatan yang dapat dipidana” atau disingkat perbuatan jahat.

  2) Pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebeankan kepada orang yang

  23 melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.

  Tindak pidana menurut Prof. Moeljatno, menganggap lebih tepat dipergunakan istilah : perbuatan pidana dan pertanggungan jawab dalam hukum pidana, perbuatan itu ialah keadaan yang dibuat oleh seseorang atau barang sesuatu yang dilakukan. Perbuatan ini menunjukkan baik pada akibatnya maupun

  24 yang menimbulkan akibat. Jadi mempunyai makna yang abstrak.

                                                               23 24 Sudarto, Hukum Pidana I, Penerbit Alumni, Bandung, 2009, hal. 9 Ibid,. hal. 39

4. Macam-Macam Tindak Pidana a.

  Tindak Pidana Umum Tindak pidana dapat dibagi-bagi dengan menggunakan berbagai kriteria. Pembagian ini berhubungan erat dengan berat ringannya ancaman, sifat, bentuk dan perumusan suatu tindak pidana. Pembedaan ini erat pula hubungannya dengan ajaran-ajaran umum hukum pidana. Dengan membagi sedemikian itu sering juga dihubungkan dengan akibat-akibat hukum yang penting.

  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat dengan KUHP) yang berlaku sekarang diadakan tiga macam pembagian title (bab), yaitu buku I tentang peraturan umum, buku ke II tentang kejahatan, dan yang ditempatkan dalam buku ke-III tentang pelanggaran. Buku I yang dinamakan peraturan umum adalah : Percobaan.

  Lingkungan berlakunya ketentuan pidana dalam Undang-Undang. Hukuman-hukuman. Pengecualian, pengurangan, dan penambahan hukuman. Turut serta melakukan perbuatan yang dapat di hukum. Gabungan perbuatan yang dapat dihukum. Memasukkan dan mencabut pengaduan dalam perkara kejahatan, yang hanya boleh dituntut atas pengaduan.

  Gugurnya hak menuntut hukuman, dan gugurnya hukuman. Arti beberapa sebutan dalam kitab Undang-Undang.

  Buku II yang dinamakan kejahatan adalah : Kejahatan terhadap keamanan Negara. Kejahatan terhadap ketertiban umum. Kejahatan melanggar martabat kedudukan Presiden dan wakil Presiden. Kejahatan terhadap Negara yang bersahabat dan terhadap kepala dan wakil Negara yang bersahabat. Perkelahian satu lawan satu. Kejahatan yang mendatangkan bahaya bagi keamanan umum, manusia atau barang. Kejahatan terhadap kekuasaan umum. Sumpah palsu dan keterangan palsu. Memalsukan mata uang dan uang kertas Negara serta uang kertas bank. Memalsukan materai dan merek. Memalsukan surat-surat, Kejahatan terhadap kedudukan warga. Kejahatan kesopanan. Meninggalkan orang yang memerlukan pertolongan.

  Penghinaan. Membuka rahasia. Kejahatan terhadap kemerdekaan seseorang. Kejahatan terhadap jiwa orang. Penganiayaan. Mengakibatkan orang mati karena kesalahannya. Pencurian. Pemerasan dan ancaman. Penggelapan. Penipuan. Menghancurkan dan merusak barang. Kejahatan pelayaran. Kejahatan yang dilakukan dalam jabatan. Pertolongan (jahat). Kejahatan Penerbangan, dan kejahatan terhadap sarana / penerbangan.

  Buku III yang dinamakan Pelanggaran adalah : Pelanggaran keamanan umum bagi orang lain dan kesehatan umum. Pelanggaran tentang ketertiban umum. Pelanggaran tentang kekuasaan umum. Pelanggaran tentang kedudukan warga. Pelanggaran tentang orang yang perlu ditolong. Pelanggaran tentang kesopanan. Pelanggaran dilakukan dalam jabatan. Pelanggaran polisi daerah. Pelanggaran dalam pelayaran.

  b. Tindak Pidana Khusus Tindak pidana khusus ini dikategorikan tindak pidana yang sifatnya tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana namun ada aturan tersendiri yang mengatur di dalam tindak pidana tersebut. Tindak pidana khusus ini meliputi antara lain :

  1. Terorisme.

  2. Narkotika dan Psykotropika 3.

  Korupsi.

  4. Perlindungan anak.

  5. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

  6. Militer.

  7. Money Laundry.

  8. c. Unsur-Unsur Tindak Pidana Unsur-unsur yang terkandung di dalam tindak pidana di Indonesia menurut Simons antara lain sebagai berikut : a.

  Perbuatan manusia.

  b.

  Diancam dengan pidana.

  c.

  Melawan hukum.

  d.

  Dilakukan dengan kesalahan.

  e.

  Oleh orang yang mampu bertanggung jawab.

  d.

  Asas-Asas Hukum Pidana Asas-asas hukum pidana terdiri dari beberapa asas yaitu sebagai berikut :

  Penafsiran peraturan-peraturan pidana itu hanya berdasarkan arti kata-kata, yang terdapat di dalam aturan pidana itu saja. Tidak ada hukuman jika tidak ada kesalahan. Hukuman pidana menjatuhkan sanksinya, yaitu hukuman jika di langgar. Yang dapat di hukum hanya orang biasa saja, sedangkan badan hukum tidak. Asas Teritorial Ioaliteit yaitu baik orang Indonesia, maupun orang asing yang telah melakukan kejahatan di dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, diadili oleh hakim Indonesia, di dalam asas ini orang menitikberatkan pada dimana tindak pidana itu telah dilakukan. Asas Personaliteit aktif yaitu setiap orang Indonesia, baik ia ada di Indonesia, ataupun di luar Indonesia, dikenakan hukum pidana Indonesia, di mana saja ia melakukan kejahatan. Asas Personaliteit pasif yaitu hukum pidana itu berlaku di mana saja dan terhadap siapa saja, jika kepentingan-kepentingan nasional tertentu dilanggar atau dinodai. Asas Universaliteit yaitu tiap-tiap Negara dengan hukum pidananya berkewajiban untuk menjaga dan memelihara jangan sampai ketertiban di seluruh dunia itu dilanggar. e.

  Asas-Asas Hukum Acara Pidana Terdapat asas yang terkandung dalam Hukum Acara Pidana, asas-asas tersebut terkandung di dalam Hukum Acara Pidana yaitu :

  Asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Asas Praduga Tidak Bersalah. Asas Oportunitas (suatu asas yang berlaku di negeri ini sekalipun sebagai hukum

  25

  tak tertulis yang berlaku) Pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum. Semua orang diberlakukan sama di depan Hakim. Asas peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannya. Asas Accusatoir (sistem pemeriksaan perkara seperti ini dimana kedudukan orang yang menuduh dan orang yang dituduh dimuka pemeriksaan sama tingginya) dan Inquisitoir (sistem penuntutan yang berat sebelah, dimana kedudukan tertuduh dan yang menuduh tidak sama tingginya dan tidak

  26

  seimbang itu dalam ilmu pengetahuan)

  27 Tersangka/terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum.

  28 Pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan.

5. Pertanggungjawaban Pidana

  Berbicara mengenai pertanggungjawaban pidana maka akan selalu mengaitkannya dengan adanya kesalahan yang melanggar larangan pidana dan kemampuan bertanggung jawab, tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu (apabila terjadi apa-apa, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya). Tindak pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan dengan suatu pidana.

  Namun orang yang melakukan tindak pidana belum tentu dijatuhi pidana sebagaimana yang diancamkan, hal ini tergantung pada “apakah dalam melakukan perbuatan ini orang tersebut mempunyai kesalahan”, yang merujuk kepada asas dalam pertanggungjawaban dalam hukum pidana : “tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (geen straf zonder schuld; actus non facit reum nisi mens sir rea)”. Asas ini memang tidak diatur dalam hukum tertulis tapi dalam hukum tidak tertulis yang juga berlaku di Indonesia.

                                                               25 C.S.T Kansil dan Christine S.T.Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Cetakan ke-1, Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hal. 15 26 27 R. Soesilo, Hukum Acara Pidana, Politea, Bogor, 1982, hal. 14-15 28 makalah-hukum-pidana.blogspot.com, diakses pada hari Kamis, 13 Februari 2013 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 10

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ”tanggung jawab” adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu (kalau terjadi apa-apa, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya). Pidana adalah kejahatan (tentang pembunuhan, perampokan, dsb)

  29

  . Hal pertama yang perlu diketahui mengenai pertanggungjawaban pidana adalah bahwa pertanggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindakan pidana. Moeljatno mengatakan, orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau tidak melakukan perbuatan pidana

  30

  . Dengan demikian, pertanggungjawaban pidana pertama-tama tergantung pada dilakukannya tindak pidana.

  Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut juga dengan

  

toerekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada

  pemidanaan pelaku dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak. Untuk lebih memahami tentang pertanggungjawaban dalam hukum pidana maka kita harus mengetahui apa sebenarnya arti kesalahan itu:

  “orang dapat dikatakan mempunyai kesalahan, jika dia pada waktu melakukan perbuatan pidana, dilihat dari segi masyarakat dapat dicela kareananya, yaitu kenapa melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat padahal mampu mengetahui makan (jelek) perbuatan tersebut, dengan kata lain perbuatan tersebut memang sengaja dialkukan. Penjelasan arti kesalahan, kemampuan bertanggung jawab dengan singkat diterangkan sebagai keadaan batin orang yang normal dan sehat.” Dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ada ketentuan tentang arti kemampuan bertanggungjawab, hanya dijelaskan mengenai kemampuan bertanggungjawab, hanya dijelaskan mengenai kemampuan bertanggung jawab yaitu dalam Pasal 44 ayat (1) KUHP :

  “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung- jawabkan kepadanya, karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau jiwa yang terganggu karena penyakit, tidak dapat dipidana.”

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Bagi Terdakwa Anak Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Sesuai Dengan PASAL 340 KUHP(Studi Kasus Putusan No. 3.682 / Pid.B / 2009 / PN. Mdn)

5 97 123

Analisis Kasus Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan Dalam Menggandakan Rekening Bank (Studi Kasus : No.1945 / Pid.B / 2005 / PN-MDN)

2 61 120

Asas Ne Bis In Idem Dalam Hukum Pidana (Pendekatan Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1384 / Pid.B / Pn. Mdn / 2004 Jo Putusan Pengadilannegeri Medan No. 3259 / Pid.B / Pn. Mdn / 2008)

2 49 163

Analisis Yuridis Putusan Hakim dalam Tindak Pidana Percobaan Pencurian dengan Pemberatan (Putusan Nomor : 87 / Pid.B / 2012 / PN.GS

0 7 8

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Boyolali No. 142/Pid.Sus/2011/Pn-Bi)

0 1 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum Di Dalam Kuhp (Studi Putusan Ma No. 1914/K/Pid/2012)

0 1 33

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi pada Program Konpensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Infrastruktur Pedesaan (Studi Putusan MA No. 2093 K / Pid. Sus / 2011)

0 1 26

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peranan Tes Deoxyribonucleic Acid (Dna) Dalam Pembuktian Tindak Pidana(Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 626 Pid. B / 2012 / PN. SIM, Putusan Mahkamah Agung No. 704 K / Pid / 2011, Putusan Mahkamah AgungNo. 1967

0 0 44

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

0 1 38