27
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,
17
dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak
benarannya.
18
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan problem yang
menjadi bahan perbandingan, pegangan teoretis
19
Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam tesis ini, sebagaimana yang dikemukakan Komariah, bahwa: hukum perdata sebagai rangkaian
peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum subjek hukum orang dan badan hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain yang menitikberatkan
pada kepentingan subjek hukum tersebut.
20
Berdasarkan pengertian di atas, kerangka hukum perdata kemudian dirasakan tepat untuk mendefinisikan dan menguraikan peraturan hukum yang
17
J.J.J. M. Wuisman, dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, Jakarta: FE UI, 1996, hal. 203. M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung:
CV. Mandar Maju, 1994, hal. 27. menyebutkan, bahwa teori yang dimaksud di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu
abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesuaian dengan objek
yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.
18
Ibid, hal. 16.
19
M. Solly Lubis, op. cit, hal. 80.
20
Komariah, Hukum Perdata cet-2, Malang: UMM Press, 2003, hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
28
mengatur adanya hubungan hukum antara satu subjek hukum dengan subjek hukum lainnya.
Salah satu pranata hukum yang termasuk dalam kerangka hukum perdata, adalah keberadaan lembaga hak tanggungan sebagai suatu lembaga hak jaminan,
sebagaiman diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
UUHT. Lembaga hak tanggungan ini adalah sebagai pengganti lembaga hipotik
dan credietverband yang terdapat dalam Buku II KUH Perdata Burgelijk Wetboek
dan Staatsblad 1908-542 beserta perubahannya. Lembaga hak tanggungan termasuk dalam kerangka hukum perdata disebabkan karena adanya
aspek hukum kebendaan yang melekat pada hak tanggungan sebagai salah satu hak jaminan kebendaan.
Dalam ketentuan hukum perdata dinyatakan bahwa suatu benda yaitu segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang,
21
memberikan hak kebendaan zakelijke recht yaitu suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu
benda yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang.
22
Hak kebendaan ini kemudian memberikan 2 dua fungsi kepada pihak yang memilikinya sesuai
dengan sifat yang dimiliki benda tersebut, yaitu hak kebendaan yang bersifat
21
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, cet ke-24, Jakarta: Intermasa, 1992, hal. 60.
22
Ibid., hal. 62.
Universitas Sumatera Utara
29
memberikan jaminan.
23
Lembaga hak tanggungan merupakan salah satu dari hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan.
24
Lembaga hak tanggungan akan timbul sebagai suatu pranata hukum yang memberikan perlindungan dan jaminan kepastian hukum, pada saat para pihak
dalam melakukan interaksi dan hubungan hukum dalam suatu kegiatan usaha, membutuhkan penyediaan dana. Lembaga hak tanggungan akan timbul sebagai
suatu lembaga hak jaminan, di saat pihak yang memerlukan dana dan pihak yang memberikan dana, mengikatkan diri pada suatu perjanjian hutang piutang.
Lembaga hak tanggungan ini akan berfungsi sebagai lembaga hak jaminan yang akan menjamin pelunasan hutang tersebut.
Lembaga hak tanggungan ini merupakan lembaga hak jaminan atas tanah, di mana ditentukan dalam ketentuan Undang-Undang Hak Tanggungan bahwa
tanah yang berstatus hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan.
25
Hak tanggungan ini juga meliputi hak pakai atas tanah negara tertentu.
Berdasarkan hubungan hukum yang terjadi dan dipergunakan pengertian hukum perdata dalam menyikapi permasalahan lembaga jaminan ini, dapat
dipahami lembaga hak tanggungan ini mempunyai aspek perdata dan termasuk dalam kerangka hukum perdata.
23
Komariah, Op. Cit., hal. 97.
24
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Tanggungan Kebendaan, cet-4, Bandung: PT. Citra Aditya BAkti, 2002, hal. 16.
25
Pasal 25, 33, dan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok- Pokok Agraria UUPA.
Universitas Sumatera Utara
30
Adanya hubungan hukum antara para pihak, mengakibatkan timbulnya suatu perikatan yaitu suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
berdasarkan mana pihak satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
26
Pihak yang berhak menuntut sesuatu dalam suatu perikatan hutang piutang dinamakan
kreditur atau si berpiutang dan pihak lain yang berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut dinamakan debitur atau si berutang.
27
Syarat untuk dapat dibebaninya suatu hak atas tanah dengan hak tanggungan adalah bahwa hak ini menurut sifatnya harus dapat dialihkan karena
jika terpaksa dilakukan eksekusi, hak itu harus dijual untuk pelunasan hutang, dan harus didaftarkan dalam daftar umum untuk memenuhi asas publisitas,
selanjutnya secara formal hak yang memenuhi syarat tersebut perlu ditunjuk oleh undang-undang sebagai hak yang dapat dibebani hak tanggungan. Dalam UUPA
hak-hak yang sudah jelas memenuhi kedua syarat pertama di atas adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan. Oleh karena itu, ketiga jenis hak itu
ditunjuk dalam Pasal 25, 33 dan 39 UUPA sebagai hak-hak yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan. Sehubungan dengan itu yang
disebut dalam Pasal 51 UUPA juga hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan.
28
Hal ini tidaklah berarti bahwa yang dapat dibebani hak tanggungan untuk selanjutnya terbatas pada hak milik, hak guna usaha dan hak guna
bangunan saja.
26
Subekti, Hukum Perjanjian, cet-12, Jakarta: Intermasa, 1990, hal.1.
27
Ibid., hal. 1.
28
Pasal 4 ayat 1 UUHT.
Universitas Sumatera Utara
31
Hak pakai dalam UUPA tidak ditunjuk secara khusus sebagai objek hak tanggungan karena tidak semua hak pakai memenuhi syarat pertama di atas.
Sebagaimana diketahui dalam Pasal 41 ayat 1, hak pakai dirumuskan sebagai: Hak untuk menggunakan danatau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya
oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanah, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau
perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang ini.
Dari rumusan itu dapat dipahami bahwa hak pakai tidak merupakan suatu jenis hak yang tunggal melainkan, sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan
Pasal 41 merupakan ”suatu kumpulan pengertian” dari pada hak-hak yang dikenal dalam hukum pertanahan dengan berbagai nama, yang semuanya dengan sedikit
perbedaan berhubungan dengan keadaan daerah sedaerah, pada pokoknya memberi wewenang kepada yang mempunyainya sebagai yang dikemukakan
dalam penjelasan umum, maka hak-hak tersebut dalam hukum agraria yang disebut dengan satu nama saja.
29
Kebutuhan praktek menghendaki agar Hak Pakai dapat juga dibebani dengan Hak Tanggungan, sebagaimana dinyatakan Pasal 4 ayat 1 dan ayat 2
UUHT, bahwa selain hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan, maka Hak Pakai tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan
menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan.
29
Sudaryanto W., “Pokok-Pokok Kebijaksanaan Undang-Undang Hak Tanggungan”, Seminar Nasional UUHT, tanggal 10 April 1996, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Trisakti,
1996, hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
32
Selanjutnya dalam ayat 4 dinyatakan pembebanan hak tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
A.P. Parlindungan mengemukakan: Dalam pasal 39 PP 40 yang dapat sebagai subjek dari Hak Pakai adalah
warga negara Indonesia; badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; Departemen lembaga
pemerintahan non departemen, dan pemerintah daerah; badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia; Perwakilan negara asing
dan perwakilan Internasional. Sayangnya dalam urutan dari daftar, departemen lembaga pemerintah non departemen, dan pemerintah daerah
dan perwakilan negara asing termasuk dalam kategori Hak Pakai khusus sehingga mengacaukan bagi yang tidak memahami perbedaan antara Hak
Pakai Keperdataan dan Hak Pakai Publik. Pada pasal 40 PP 40 ditegaskan bahwa pemegang Hak Pakai yang tidak memenuhi syarat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 39 dalam waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu pada pihak lain yang memenuhi syarat, dengan
ancaman hak tersebut akan hapus jika tidak dilepaskan atau dialihkan hak tersebut.
30
Dalam perkembangannya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 atas dasar pertimbangan sesuai dengan perkembangan hukum agraria
semua hak pakai yang diberikan oleh negara dinyatakan sebagai hak yang harus didaftar pada Kantor Pertanahan. Dengan demikian hak pakai tersebut memenuhi
syarat untuk dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan sesuai dengan Pasal 53 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tersebut.
Akan tetapi dalam hal ini sudah ada batasan dalam UUHT bahwa Hak Pakai atas tanah Negara, yang walaupun wajib didaftar, tetapi karena sifatnya
tidak dapat dipindahtangankan, seperti Hak Pakai atas nama Pemerintah, Hak
30
A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria Bandung: CV. Mandar Maju, Cet.VI, 1991, hal. 201.
Universitas Sumatera Utara
33
Pakai atas nama Badan Keagamaan dan Sosial, dan Hak Pakai atas nama Perwakilan Negara Asing, yang berlakunya tidak ditentukan jangka waktunya
dan diberikan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu, bukan merupakan obyek Hak Tanggungan.
31
Demikian juga untuk Hak Pakai atas tanah Hak Milik dalam UUHT dibuka kemungkinan untuk ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan apabila
memenuhi syarat pendaftaran dan dapat dipindahtangankan. Oleh karena itu Tanah Hak Milik yang sudah diwakafkan, dan tanah-tanah yang dipergunakan
untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, walaupun didaftar, karena menurut sifat dan tujuannya tidak dapat dipindahtangankan, tidak dapat
dibebani Hak Tanggungan.
32
Selanjutnya perjanjian hak tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri tetapi keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain, yang
disebut perjanjian induk atau perjanjian pokok. Perjanjian hak tanggungan bagi perjanjian pokok adalah suatu perjanjian accessoir. Dalam butir 8 Penjelasan
Umum disebutkan: ”oleh karena hak tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau accessoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu
perjanjian hutang piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya”.
Perjanjian hak tanggungan adalah suatu perjanjian accessoir berdasarkan Pasal 10 ayat 1 dan Pasal 18 ayat 1 UUHT, karena:
31
Penjelasan Umum angka 5 paragraf 5 UUHT.
32
Penjelasan Umum angka 5 paragraf 6, 7 dan 8 UUHT.
Universitas Sumatera Utara
34
1. Perjanjian untuk memberikan hak tanggungan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian hutang piutang yang bersangkutan.
2. Hak tanggungan hapus karena hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan.
Sifat hak tanggungan dalam UUHT ditegaskan, hak tanggungan sebagai jaminan atas tanah yang memberikan kedudukan istimewa kepada kreditur
tertentu terhadap kreditur-kreditur lain droite de preference dan mengikuti bendanya atau objeknya droit de suite. Hak kebendaan droite de preference
dalam hak tanggungan ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat 1 UUHT.
Pasal 1 angka 1 UUHT: Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan
tanah yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UU No.5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.
Pasal 20 ayat 1 UUHT: Apabila debitur cidera janji, berdasarkan:
a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau b.
Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 2 maka obyek Hak
Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan
piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditur-kreditur lainnya.
Di sisi lain kedudukan preferensi hak tanggungan, secara jelas diatur dalam Pasal 5 UUHT, bahwa peringkat masing-masing hak tanggungan
ditentukan tanggal pendaftaran hak tanggungan tersebut. Kemudian dalam
Universitas Sumatera Utara
35
Pasal 7 UUHT hak kebendaan droite de suite secara tegas dinyatakan bahwa hak tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun.
2. Konsepsi Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi
diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.
33
Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran
mendua dubius dari suatu istilah yang dipakai.
34
Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa
konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sebagai berikut:
a. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.
35
b. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit danatau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
36
33
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia,
Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 10.
34
Tan Kamello, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara”, Disertasi, PPs-USU, Medan, 2002, hal 35
35
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang- undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
36
Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang- undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Universitas Sumatera Utara