PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMP NEGERI 17 MEDAN ANTARA YANG DIAJAR MELALUI PENDEKATAN QUANTUM LEARNING DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD.

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK
SISWA SMP NEGERI 17 MEDAN ANTARA YANG DIAJAR
MELALUI PENDEKATAN QUANTUM LEARNING
DENGAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE STAD

Oleh :

Erna Andriani M Gultom
NIM 4113311015
Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2015


iii

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK
SISWA SMP NEGERI 17 MEDAN ANTARA YANG DIAJAR
MELALUI PENDEKATAN QUANTUM LEARNING
DENGAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE STAD

Erna Andriani M Gultom (4113311015)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Apakah kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa yang mengikuti pembelajaran
dengan Pendekatan Quantum learning lebih baik daripada siswa yang
mengikuti model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, serta (2)
Apakah proses jawaban siswa terkait kemampuan pemecahan masalah
matematik yang diajarkan melalui Pendekatan Quantum learning lebih
baik dari yang diajar melalui Kooperatif Tipe STAD.
Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimen dengan
populasi seluruh siswa SMP Negeri 17 Medan. Yang terdiri dari seluruh

siswa kelas VIII sebanyak 9 Kelas. Sampel dipilih melalui teknik
cluster random sampling, diperoleh kelas VIII-4 sebagai kelompok
eksperimen A yang diajar melalui pendekatan Quantum learning dan
kelas VIII-7 sebagai kelompok eksperimen B yang diajar melalui model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dan dipilih dari siswa kelas VIII
sebanyak 9 kelas. Pengumpulan data dilakukan dengan metode tes dan
metode observasi. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam
penelitian ini dilakukan test, dengan test essay sebanyak 5 soal dan
telah dinyatakan valid oleh tim ahli baik yang kelas eksperimen A
maupun kelas eksperimen B. Data dianalisis dengan uji normalitas, uji
kesamaan dua varians, dan uji hipotesis menggunakan uji-t.
Dari pengujian ini diperoleh bahwa sampel berasal dari populasi
yang memiliki varians yang homogen dan berdistribusi normal. Dari
analisis data pada kelas eksperimen A diperoleh rata-rata PAM 46,87
dan simpangan baku PAM 18,43 sedangkan nilai rata-rata postest 84,18
dan simpangan baku postest 10,30. Pada kelas eksperimen B diperoleh
nilai rata-rata PAM 44,16 dan simpangan baku PAM 17,82 sedangkan
nilai rata-rata postest 79,06 dan simpangan baku postest 15,32.
Berdasarkan hasil perhitungan data postes siswa diperoleh pada dk
66 dan α = 0,05 diperoleh t tabel = 1,669 dan t hitung = 3,31. Karena

t hitung > t tabel (3,31 > 1,669) maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa yang diajar melalui pendekatan Quantum learning
lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajar
melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD, pada materi
Persamaan Kuadrat di SMP Negeri 17 Medan.

x

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1.

Alternatif Pemberian Skor Pemecahan Masalah

17

Tabel 2.2.


Fase – Fase Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

28

Tabel 2.3.

Perhitungan Skor Perkembangan

29

Tabel 2.4.

Tingkat Penghargan Kelompok

29

Tabel 3.1.

Kelompok control Postest


47

Tabel 3.2.

Pemberian Skor Kemampuan Pemecahan Masalah

51

Tabel 4.1.

Data PAM Kelas Eksperimen A dan B

59

Tabel 4.2.

Predikat Pemahaman Awal Kelas Eksperimen A

59


Tabel 4.3.

Predikat Pemahaman Awal Kelas Eksperimen B

60

Tabel 4.4.

Data Postest Kelas Eksperimen A dan B

61

Tabel 4.5.

Predikat TKPM Kelas Eksperimen A

62

Tabel 4.6.


Predikat TKPM Kelas Eksperimen B

62

Tabel 4.7.

Data Postest Aspek Pemecahan Masalah Kelas
Eksperimen A dan B

64

Tabel 4.8.

Ringkasan Nilai PAM dan Postest Kedua Kelas

64

Tabel 4.9.

Ringkasan Rata-rata Nilai Postest Aspek Pemecahan

Masalah Kelas Eksperimen A

64

Tabel 4.10 Ringkasan Rata-rata Nilai Postest Aspek Pemecahan
Masalah Kelas Eksperimen B
Tabel 4.11. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data

65
65

Tabel 4.12. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Aspek Pemecahan
Masalah

65

Tabel 4.13. Data Hasil Uji Homogenitas

67


Tabel 4.14. Data Hasil Uji Homogenitas Aspek Pemecahan Masalah

67

Tabel 4.15 Deskripsi Hasil Observasi guru Melakukan Pembelajaran
pada Kelas Eksperimen A

76

Tabel 4.16. Deskripsi Hasil Observasi Siswa Melakukan Pembelajaran
pada Kelas Eksperimen A

77

xi

Tabel 4.17. Deskripsi Hasil Observasi Guru Melakukan Pembelajaran
Pada Kelas Eksperimen B

78


Tabel 4.18. Deskripsi Hasil Observasi Siswa Melakukan Pembelajaran
pada Kelas Eksperimen B

79

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1.1. Penyelesaian masalah siswa

3

Gambar 3.1. Skema prosedur penelitian

49

Gambar 4.1. Histogram PAM Siswa Kelas Eksperimen A dan B


60

Gambar 4.2. Histogram KPM Matematik siswa Kelas Eksperimen
A dan B

63

Gambar 4.3. Proses Penyelesaian Jawaban Pemecahan Masalah
Matematik Butir Soal Nomor 1

69

Gambar 4.4. Proses Penyelesaian Jawaban Pemecahan Masalah
Matematik Butir Soal Nomor 2

70

Gambar 4.5. Proses Penyelesaian Jawaban Pemecahan Masalah
Matematik Butir Soal Nomor 3

71

Gambar 4.6. Proses Penyelesaian Jawaban Pemecahan Masalah
Matematik Butir Soal Nomor 4

73

Gambar 4.7. Proses Penyelesaian Jawaban Pemecahan Masalah
Matematik Butir Soal Nomor 5

74

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu cara untuk membenahi dan meningkatkan
kemampuan berpikir seseorang. Namun pendidikan tidak hanya dimaksudkan
untuk mengembangkan pribadi semata melainkan juga sebagai akar dari
pembangunan bangsa. Pendidikan seharusnya mampu membimbing dan
membawa manusia keluar dari kegelapan dan kebodohan. Selain itu, pendidikan
memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang
berkualitas dan mampu berkompetensi dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber
daya manusia. Sedangkan kualitas sumber daya manusia bergantung pada kualitas
pendidikan.
Indonesia memiliki Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
telah mengatur standar proses dan standar isi mengenai pengajaran matematika.
Tujuan mata pelajaran matematika yang tercantum dalam KTSP oleh Depdiknas
(dalam Syarifuddin, 2009) adalah sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep,
dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efesien dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari

1

2

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
Dalam perkembangan peradaban modern, matematika memegang
peranan penting karena dengan bantuan matematika semua ilmu pengetahuan
menjadi lebih sempurna. Matematika merupakan alat yang efisien dan diperlukan
oleh semua ilmu pengetahuan dan tanpa bantuan matematika semuanya tidak akan
mendapat kemajuan yang berarti.
Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah yang merupakan
mata pelajaran yang sangat berguna dan banyak memberi bantuan dalam berbagai
aspek kehidupan. Matematika merupakan sarana berpikir untuk menumbuh
kembangkan pola pikir yang logis, sistematis, objektif, kritis dan rasional yang
harus dibina sejak dini. Seperti yang diungkapkan oleh Cockroft (Abdurrahman,
2012:204) :
“Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena: (1) Selalu digunakan
dalam berbagai segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan
keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi
yang kuat; (4) Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam
berbagai cara; (5) Meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian
dan kesadaran kekurangan; dan (6) Memberikan kemampuan terhadap
usaha memecahkan masalah yang menantang”.
Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang
sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa
dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta
keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang
tidak rutin. Pemecahan masalah meliputi memahami masalah, merancang
pemecahan masalah, menyelesaikan masalah, memeriksa hasil kembali. Karena
itu pemecahan masalah merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual yang tinggi,
serta siswa didorong dan diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berinisiatif dan
berfikir sistematis dalam menghadapi suatu masalah dengan menerapkan
pengetahuan yang didapat sebelumnya.
Namun, di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa masih rendah. Berdasarkan hasil observasi lapangan
yang dilakukan di SMP 17 Medan di kelas VIII menunjukkan bahwa kemampuan

3

pemecahan masalah matematik siswa masih rendah dari soal yang diberikan
kepada siswa yaitu: Tentukan akar-akar persamaan dari � 2 − 7� + 12 = 0.
Kebanyakkan siswa menjawab seperti pada gambar:

Gambar 1.1. Penyelesaian masalah siswa
Hasilnya menunjukkan ternyata banyak siswa yang mengalami kesulitan
untuk memahami maksud soal tersebut, merumuskan apa yang diketahui dari soal
tersebut, rencana penyelesaian siswa tidak terarah dan proses perhitungan atau
strategi penyelesaian dari jawaban yang dibuat siswa tidak benar.
Berdasarkan hasil Observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti
dengan salah seorang guru bidang studi matematika (Handayani Prasetia, S.Pd) di
SMP Negeri 17 Medan (Jum’at, 09 Januari 2015) menyatakan bahwa pada
umumnya kesulitan dalam mempelajari matematika di dalam kelas disebabkan
kurangnya pemahaman siswa dalam konsep matematika, kurangnya rasa ingin
tahu siswa dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Karena kebanyakkan siswa
hanya menghapal rumus-rumus matematika, sehingga ketika ditanyakan kembali
beberapa waktu kemudian sudah banyak siswa tersebut yang lupa.
Pada pendekatan yang berpusat pada guru pada umumnya terjadi proses
yang bersifat penyajian dan penyampaian isi atau materi pendekatan. Dalam
praktek pendekatan semacam ini, kegiatan sepenuhnya ada di pihak guru
sedangkan siswa hanya menerima dan diberi pelajaran (pasif). Kondisi ini
menyebabkan rendahnya kemampuan Pemecahan Masalah matematik siswa yang
dijadikan dasar dalam penelitian ini. Juga disebutkan dalam Minarni (2013):

4

“Rendahnya kemampuan Pemecahan Masalah Matematik telah menarik
perhatian banyak peneliti di berbagai belahan dunia. Sebagai peneliti
menemukan kesulitan siswa memecahkan masalah diakibatkan oleh
minimnya pengetahuan dasar matematik yang seharusnya dimiliki siswa,
serta tidak terampilnya siswa memilih dan menerapkan pengetahuan
(aplying knowleadge) yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas
memecahkan masalah”.
Penyebab lain adalah pendekatan pembelajaran yang selama ini
digunakan oleh guru belum mampu mengaktifkan siswa dalam belajar,
memotivasi siswa untuk mengemukakan ide dan pendapat mereka, bahkan siswa
masih enggan untuk bertanya pada guru jika mereka belum paham terhadap materi
yang disajikan oleh guru. Di samping itu, guru senantiasa dikejar oleh target
waktu untuk menyelesaikan setiap pokok bahasan tanpa memperhatikan
kompetensi yang dimiliki siswa akibatnya pembelajaran bermakna yang
diharapkan tidak akan terjadi. Anak akan belajar dengan cara menghapal,
mengingat materi, rumus-rumus, defenisi, unsur-unsur dan sebagainya.
Adapun model pembelajaran yang diduga akan sejalan dengan
karakteristik

matematika

dan

harapan

kurikulum

yang berlaku

adalah

pembelajaran Quantum learning dan Kooperatif. Quantum Learning merupakan
kiat, petunjuk, strategi dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam
pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang
menyenangkan dan bermanfaat. Quantum learning ini berakar dari upaya Georgi
Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia melakukan eksperimen yang
disebutnya suggestology.
Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil
situasi belajar dan setiap detil apapun memberikan sugesti positif atau negatif.
Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik digunakan. Para murid
didalam kelas dibuat menjadi nyaman. Prinsip suggestology hampir mirip dengan
proses accelerated learning, pemercepat belajar: yakni, proses belajar yang
memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya
yang normal dan dibarengi kegembiraan. Suasana pendekatan yang efektif
diciptkan melalui campuran antara lain unsur-unsur hiburan, permainan, cara
berfikir positif dan emosi yang sehat.

5

Sedangkan Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara
berkelompok dan tidak menekankan pada situasi pengalaman siswa. Pembelajaran
ini terdiri dari: presentase kelas (materi dipresentasikan oleh guru), kelompok
kerja, tes (dilakukan setelah presentasi guru dan kegiatan kelompok), peningkatan
skor individu dan penghargaan kelompok.
Ada beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat
dikembangkan dalam pembelajaran matematika salah satunya adalah model
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division).
Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division)
dikembangkan oleh Robert Salavin dari Universitas John Hopkin USA. Menurut
Ibrahim (dalam Trianto, 2011: 71) , STAD adalah pembelajaran kooperatif yang
paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar
kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap
minggu menggunakan presentase verbal atau teks.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu diadakan

penelitian

dengan menggunakan pendekatan Quantum Learning dan kooperatif tipe STAD
dengan judul: “Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Siswa SMP Negeri 17 Medan Antara Yang Diajar Melalui Pendekatan
Quantum Learning Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD”.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Siswa menganggap bahwa mata pelajaran matematika itu sulit.
2. Kurang tepatnya model pembelajaran yang digunakan oleh guru sehingga
perlu diadakan variasi lain yaitu dengan pemberian Pendekatan Quantum
Learning dan Kooperatif Tipe STAD.
3. Rendahnya kemampuan siswa dalam memecakan masalah matematik.

6

1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi
masalah pada :
1. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa masih rendah
2. Proses pembelajaran yang dilaksanakan masih berpusat pada guru dengan
menggunakan metode ceramah (pembelajaran tradisional/konvensional).
3. Model pembelajaran yang digunakan Pendekatan Quantum Learning dan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah yang dikemukakan pada penelitian ini adalah:
1. Apakah Kemampuan Pemecahaan Masalah Matematik siswa yang diajar
dengan Menggunakan Pendekatan Quantum Learning lebih baik daripada
siswa yang mendapat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD?
2. Apakah proses penyelesaian masalah matematik siswa yang diajar melalui
Pendekatan Quantum Learning lebih baik daripada siswa yang mendapat
pembelajaran Kooperatif Tipe STAD?

1.5. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apakah Kemampuan Pemecahaan Masalah Matematik
Siswa yang diajar dengan Menggunakan Pendekatan Quantum learning
lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD.
2. Untuk mengetahui apakah proses penyelesaian masalah matematik Siswa
yang mendapat Pendekatan Quantum Learning lebih baik daripada siswa
yang mendapat pembelajaran Kooperatif Tipe STAD.

7

1.6. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian maka manfaat yang diharapkan
adalah:
1. Bagi guru
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematik dengan menggunakan model-model pendekatan
yang memilih keterlibatan siswa dalam belajar. Guru termotivasi
melakukan penelitian sederhana yang bermanfaat bagi perbaikan dalam
proses pendekatan dan meningkatkan kemampuan guru itu sendiri.
2. Bagi siswa
Agar siswa lebih termotivasi dalam belajar matematika yang pada
akhirnya

akan

membawa

pengaruh

positif

pada

Peningkatan

kemampuan pemecahan masalah siswa.
3. Bagi sekolah
Bermanfaat untuk mengambil keputusan yang tepat dalam peningkatan
kualitas pengajaran, serta menjadi bahan pertimbangan atau bahan
rujukan untuk meningkatkan prestasi siswa khususnya pada pelajaran
matematik.
4. Bagi peneliti
Sebagai pengalaman dan pengetahuan dalam melakukan penelitian dan
melatih diri dalam menerapkan ilmu pengetahuan khusus tentang
konsep matematik, dan sebagai bahan informasi sekaligus sebagai
bahan pegangan bagi peneliti dalam menjalankan tugas pengajaran
sebagai calon pengajar dimasa yang akan datang.

87

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian dan temuan di lapangan yang
diuraikan pada bagian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:
1. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajar dengan
pendekatan Quantum learning lebih baik daripada siswa yang diajar dengan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2. Proses jawaban siswa terkait kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa yang diajar melalui pendekatan Quantum learning lebih baik daripada
proses jawaban siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD.

5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian, maka peneliti mengajukan
beberapa saran yang ditujukan kepada berbagai pihak yang berkepentingan
dengan hasil penelitian ini, antara lain :
1. Kepada Guru matematika, dapat menjadikan pendekatan Quantum learning
ataupun kooperatif tipe STAD sebagai salah satu alternatif dalam memilih
model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa.
2. Kepada Peneliti Lanjutan, Hasil dan perangkat penelitian ini dapat dijadikan
pertimbangan untuk menggunakan pendekatan Quantum learning pada materi
persamaan kuadrat.
3.

Kepada Sekolah, Untuk pihak sekolah hendaknya dapat menjadi motivator
dan fasilitator bagi guru untuk menggunakan pendekatan Quantum learning.
Pihak sekolah juga diharapkan menyediakan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut.

87

88

4.

Kepada siswa, khususnya siswa SMP Negeri 17 Medan disarankan untuk
saling bekerjasama dalam diskusi kelompok terutama dalam memecahkan
masalah yang berhubungan dengan materi pelajaran.

89

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, R., (2013), Inovasi Pembelajaran, Bumi Aksara, Jakarta.
Arikunto. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Abdurrahman, M., (2012), Anak berkesulitan belajar. Teori, diagnosis, dan
remediasinya, Rineka Cipta, Jakarta.
Deporter, B., (2013), Quantum learning. Membiasakan Belajar Nyaman dan
Menyenangkan, kaifah learning, Bandung.
Didi,

S., (2011), Bab-4-Pemecahan-Masalah-Matematika.pdf, http://didisuryadi.staf.upi.edu/files/2011/06/Bab-4-Pemecahan-MasalahMatematika.pdf, (accessed 20 Januari 2015)

Dimyati, dkk., (2013), Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan.,
(2012.), Pedoman Penulisan Skripsi dan Proposal Penelitian
Kependidikan, FMIPA Unimed, Medan.
Hudojo, H., (2005), Pengembangan kurikulum dan Pembelajaran Matematika,
UM Press, IKIP Malang.
Kurniawan, B., (2013), Model-Pembelajaran-quantum-quantum-learning,
https://kurniawanbudi04.wordpress.com/2013/05/29/model-pembelajaranquantum-quantum-learning/, (accessed 20 Januari 2015)
Margono, S., (2004), Metodologi Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta, Jakarta.
Minarni, A., (2012), Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap
kemampuan Pemahaman Matematis Dan Keterampilan Sosial Siswa SMP
Negeri di Kota Bandung. Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA.
Vol.6:2(162-174). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Negeri Medan. Medan.
Nasution, S., (2010), Kurikulum dan Pengajaran, Bumi Aksara, Jakarta.
Ngalimun., (2012), Strategi dan Model Pembelajaran. Aswaja Pressindo,
Yogyakarta.
Ruseffendi, E., (1991), Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensi Dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA,
Tarsito, Bandung.

90

Rusman., (2012), Model-model Pembelajaran (mengembangkan profesionalisme
guru), Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sabandar, J,. (2008), Thinking Classroom, Dalam Pengajaran Matematika di
Sekolah.
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/1947
0524181031JOZUA_SABANDAR/KUMPULAN_MAKALAH.DAN_JURNAL/Thin
king-Classroom_dalam_Pembelajaran_Matematika_di_sekolah.pdf,
(accessed 19 februari 2015).
Sanjaya, W., (2009), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan, Kencana, Jakarta.
Slameto., (2010), Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengruhi, Rineka Cipta,
Jakarta.
Sudjana., (2009), Metode Statistika, Tarsito, Bandung.
Sugiman., dkk ., (2009), Pemecahan Masalah Matematika Dalam Matematika
Realistik, Jurnal Pendidikan Matematika.
Sumiati, dkk., (2013), Metode Pembelajaran, Bumi Rancaekek Kencana,
Bandung.
Trianto., (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Kencana,
Jakarta.

Dokumen yang terkait

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIK ANTARA SISWA YANG DIAJAR DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DENGAN PENDEKATAN INKUIRI DI SMP N 1 B. PULAU.

0 4 36

PERBEDAAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK SISWA YANG DIAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STAD DI KELAS VII SMP SWASTA YPK MEDAN.

0 1 29

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE (NHT) DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE (STAD) PADA POKOK BAHASAN KUBUS DAN BALOK KELAS IX SMP ETIS LANDIA MEDAN T.A 2016/2017.

0 2 30

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DAN TIPE STAD DI KELAS VIII SMP NEGERI 35 MEDAN.

0 3 21

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK ANTARA SISWA YANG MENDAPAT PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW.

0 3 19

PERBEDAAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN KOOPERATIF TIPE STAD DI SMP NEGERI 1 SILOU KAHEAN.

0 2 21

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA YANG BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI DAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DI SMP.

1 8 22

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ACCELERATED INSTRUCTION DAN PROBLEM BASED LEARNING DI SMP NEGERI 1 BERASTAGI.

0 2 15

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DAN TIPE STAD PADA MATERI TEOREMA PYTHAGORAS DI KELAS VIII SMPMUHAMMADIYAH PEMATANGSIANTAR.

0 6 23

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN TIPE TGT DENGAN TIPE STAD SISWA KELAS VII SMP NEGERI 17 MEDAN TAHUN AJARAN 2012/2013.

0 1 22