Penerapan budidaya basah tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merr) pada tanah sulfat masam
Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah
dan kebenarannya, maka semumya itu
akan ditambahkan kepadamu
(Matius 6: 33)
kenang-kenangan untuk
kedua orangtua dan mertuaku
dan
kupersembahkan kepada
istriku
Romian br Panggabean
serta
putra-putriku
Imelda Darmianty Risnauli Simanungkalit
dan
Isak Roberto Enoa Mangapul Simanungkalit
(YT
PENERAPAN BUDIDAYA BASAH
TANAMAW KEDELAI ( S ~ v c i n e
( L .)
PADA TANAH SULFA1 MASAM
Oleh
DJAENDAR SIMANUNGKALIT
FAKULTAS PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1991
ntsrr )
RINGKASAN
Penerapan Budidaya Basah Tanaman
DJAENDAR SIMANWNGKALIT.
Kedelai (Glycine rax (L.) Merr) pada Tanah Sulfat Masam
(Di bawah
JUSTIKA
bimbingan JOEDJONO WIROATMODJO sebagai ketua,
S.
BAHARSJAH,
M. ANWAR NUR,
I PUTU G. WIDJAJA-
ADHI, DANIEL MURDIYARSO sebagai anggota).
Budidaya basah merupakan teknik agronomik yang dikehendaki untuk mencegah proses pemasaman pada tanah
sulfat masam.
Dengan latar belakang potensi dan peranan
kedelai di masa mendatang dalam rangka meningkatkan gizi
masyarakat serta untuk mengatasi sebagian dari kendala
pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai pada tanah sulfat
masam maka dilakukan serangkaian percobaan di rumah kaca
dan lapangan.
Percobaan di rumah kaca adalah percobaan faktorial
dengan. Rancangan Acak Lengkap (RAL)
.
Faktor pertama
adalah Pola Tanam terdiri dari Pola Tanam Kedelai basahKedelai basah (PI), Padi sawah
delai basah
-kering
-
(P*).
-
Kedelai basah (P2), Ke-
Kedelai kering (P3), Padi sawah
-
Kedelai
Faktor kedua adalah Tingkat Pemberian Ka-pur
terdiri dari empatStingkat yaitu 1/8 Kemasaman Total
Potensial (KTP) (K1),
218
KTP (K2), 3 1 8 KTP (K3), 418 KTP
(K4)
Percobaan di lapangan adalah juga percobaan faktorial yang disusun menurut Rancangan Petak Terpisah (Split
Plot Design)
dalam Rancangan Acak Kelompok
(RAK)
Perlakuan yang diuji adalah sama seperti pada rumah kaca.
Pola tanam sebagai petak utama dan tingkat pemberian kapur
sebagai anak petak.
Tingkat pemberian kapur sebagai anak
petak terdiri dari empat tingkat yaitu 118 Kemasaman Total
Potensial (KTP) (K1), 218 KTP (K2), 318 KTP (K3) dan 418
KTP (K4).
Hasil percobaan di rumah kaca menunjukkan bahwa pola
tanam yang sama dengan budidaya yang berbeda berpengaruh
nyata terhadap pertumbuhan, komponen hasil dan hasil.
Pengaruh tersebut dapat kita lihat bahwa bobot kering
tanaman pada budidaya basah 39.4 persen lebih tinggi
daripada budidaya kering pada umur 6 MST dengan pola tanam
yang sama.
Demikian juga terhadap komponen hasil dan
hasil, kecuali terhadap bobot 100 butir biji. Hasil biji
kering pada budidaya basah 79.8 persen lebih tinggi
-
daripada budidaya kering dengan pola tanam yang sama.
Hasil percobaan di lapangan juga menunjukkan ha1 yang
sama.
Bobot kering pada budidaya basah 32.6 persen lebih
tinggi daripada budidaya kering dengan pola tanam yang
sama.
Hasil biji kering tertinggi per hektar diperoleh
pada pola tanam P1 dengan hasil P1, P2, P 3 , dan P4
berturut-turut adalah 1.135 ton ha-',
0.819 ton ha-'
dan 0.765 ton ha-'.
1.068 ton ha-',
Kenaikan hasil biji
kering per hektar dengan budidaya basah'39.1 persen
daripada budidaya kering dengan pola tanam yang sama.
Tingkat pemberian kapur pada kedua percobaan tersebut berpengaruh nyata terhadap semua parameter tumbuh,
hasil dan komponen hasil.
Hasil biji kering di lapangan
berturut-turut pada K1, K2, K3 dan K4 yaitu
0.853 ton ha-',
,''ah
1.037 ton''ah
0.716
ton
dan 1.179 ton ha".
Interaksi pola tanam dan pemberian kapur juga menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap hasil.
tertinggi diperoleh
Hasil
pada pola tanam PI (1.455 ton ha-')
dengan dosis kapur K4 (7.2 ton ha-').
Penerapan budidaya
basah mengurangi kebutuhan kapur (50 persen) untuk
menanggulangi kendala kernasaman dimana pemberian kapur 3.6
ton ''ah
pada budidaya basah tidak berbeda nyata dengan
pemberian kapur 7.2 ton ha-'
pada budidaya biasa dengan
pola tanam yang sama.
Analisis usahatani menunjukkan bahwa R/C tertinggi
diperoleh pada PI (.1.28)
dan P4 (1.01).
diikuti P2 (1.23), P3 (1..07),
PENERAPAN BUDIDAYA BASAH
TANAMAN KEDELAI (Glycine mar (L.) Merr)
PADA TANAH SULFAT MASAM
Oleh
DJAENDAR SIMANUNGKALIT
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Doktor
pada
Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1991
J u d u l
:
P E W A N BUDIDAYA BASAH
TANAHAN KEDELAI ( G l v c i n e max (L. ) Merr)
PADA TANAH SULFAT HASAN
Nama Mahasiswa
:
DJAENDAR SIHANUNGKALIT
Nomor Pokok
:
88532
Henyetujui
1.
Komisi Pembimbing
------------------(Dr Ir H. Joedojono Wiroatmodjo)
Ketua
-----------------(Dr Ir $stika S. Baharsjah)
--------------(Dr Ir H.M. Anwar Nur)
Anggota
------
AWSgota
-----------
-
(Dr Ir I Putu G. Widjaja-Adhi)
------------
Anggota
2.
Anggota
Ketua Program Stud'
Agrononi
dy,
-----------
(Prof. Dr Ir 8 . Achmad Surkat
Lulus Tanggal :
- -
(Dr Ir Daniel ~urdi3$l;so)
0 4 NO! 1991
an Fakultas
- Edi Guhardja)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara pada tanggal, 15 Desember 1947.
Orangtuanya
adalah Gontam Simanungkalit (Almarhum), Theresia Br
Hutauruk (Almarhum) dan Bintang Br Simanungsong.
Pada tahun 1960 lulus Sekolah Rakyat di Aek Nabara,
tahun 1963 lulus dari SMP HKBP Seminari-Sipoholon dan
tahun 1966 lulus Sekolah Menengah Atas Nasrani Medan.
Setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas langsung memasuki Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara tahun
1967 dan menyelesaikan pendidikan Sarjana Pertanian dalam
jurusan Kesuburan Tanah tahun 1975.
Bekerja sebagai Asisten Perguruan Tinggi di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara sejak 1 Maret 1968
sampai 1 April 1975.
-
Sejak tahun 1975 bekerja sebagai Penyuluh Pertanian
Spesialis pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi
Kalimantan
ela ad an
sampai 31 Oktober 1985 dan sebagai
Penyuluh Pertanian Spesialis pada Sekretariat Satuan
Pembina Bimas Propinsi Kalimantan Selatan sejak 1 Nopember sampai sekarang.
Pada tahun 1975 sampai tahun 1978 menjadi Pimpinan
Balai Benih Induk Padi Binuang, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan.
Pada tahun 1978 selama enam bulan mengikuti Rice
Production Training Programe di IRRI Filipina yang diberikan oleh Proyek Penyuluhan Pertanian Tanaman Pangan
Nasional (NFCEP).
Pada tahun 1984 mendapat tugas belajar Program Magister
(S2)
ke Institut Pertanian Bogor atas biaya Proyek
Penyuluhan Pertanian Nasional (NAEP) dan lulus pada
tanggal 6 Nopember 1986.
Sejak September 1988 menjadi mahasiswa Program Doktor (S3) di Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa dari Proyek Penyuluhan Pertanian Nasional (NAEP).
~ e j a ktahun 1974 penulis menikah dengan Romian Br
Panggabean putri keempat
dari Bapak Pdt .- K. Panggabean
dan ibu Sonna Br Tambunan dan dikaruniai dua orang anak
yaitu Imelda Darmianty Risnauli Simanungkalit dan Isak
Roberto Enos Mangapul Simanungkalit.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur yang tak terhingga dipanjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Kuasa oleh karena petunjuk, bimbingan,
.perlindungan dan rahmatNya penulis dapat melakukan dan
menyelesaikan penelitian serta penulisan disertasi ini.
Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati
penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada Bapak Dr Ir H. Joedojono Wiroatmodjo sebagai ketua komisi pembimbing, 1bu Dr Ir Justika
S. Baharsjah, Bapak Dr Ir H.M.
Anwar Nur, Bapak Dr Ir I
Putu G. Widjaja Adhi dan Bapak Dr Ir Daniel Murdiyarso
sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala petunjuk,
saran dan birnbingan serta koreksi yang diberikan sejak
awal penulisan rencana penelitian, pelaksanaan penelitian
hingga akhir penulisan disertasi ini.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Dr
Mansjur Lande MSc Kepala Balai Penelitian Tanaman Pangan
Banjarbaru yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian serta menggunakan segala fasilitas penelitian di
Banjarbaru dan di Kebun Percobaan Unit Tatas.
Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Ir Muhrizal MSc
sebagai Kepala Kebun Percobaan Unit Tatas beserta seluruh
staf yang telah banyak memberi bantuan sehingga penelitian
ini dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana
penelitian.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Bapak Ir Hairunsjah MS Kepala Laboratorium Balittan
Banjarbaru beserta seluruh staf yang telah banyak memberikan petunjuk dan bantuan dalam analisa tanah.
Ucapan
terima kasih disampaikan kepada bapak Ir Rob A.L. Kselik
team leader LAWOO Banjarbaru beserta staf yang telah banyak memberikan petunjuk dan bantuan sehingga penelitian
ini dapat berjalan dengan baik sesuai dengan rencana penelitian.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Dr Ir
Suryatna Effendi Kepala Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor dan Bapak M. Widjik S. MSc. Kepala Laboratorium Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor beserta seluruh staf, terutama Ibu Nanan Sri Mulyani BSc,
dan Bapak Sulaeman MSc, serta laboran atas bantuan analisa
tanah dan tanaman.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Sekreta-
ris Badan Pengengali Bimas Jakarta Bapak Dr Ir H. Dudung
Adjid sekarang Bapak
H. Amrin Kahar, Bapak Kepala
. Abdul
Kantor Wilayah Departemen Pertanian Propinsi Kalimantan
1r
Selatan Ir H. Noorsyamsi, Sekretaris Pembina Harian Bimas
Propinsi Kalimantan Selatan sejak Bapak H.A. Mado sekarang
Bapak Dr Ir H. D. S. Shobar Wiganda, MSc. , Bapak Rektor
Institut Pertanian Bogor dan Direktur Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor, atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti program pendidikan doktor
di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Kepada Bapak Ir Syamsudin Abbas sebagai Kepala Badan
Pendidikan dan Latihan Pertanian Departemen Pertanian yang
telah memberi beasiswa dan menyediakan pembiayaan pendidikan dan penelitian diucapkan terima kasih.
Kepada semua Bapak dan Ibu guruku sejak Sekolah
Rakyat hingga Sekolah Menengah Atas, demikian juga kepada
semua dosen di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, serta seluruh dosen di Fakultas Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor yang telah membekali penulis
dalam berbagai disiplin ilmu penulis mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.
Kepada ayah G. Simanungkalit (Alm), bunda T. Br Hutauruk (Alm), dan B. Br Simangunsong serta mertuaku Bapak
Pdt. K. Panggabean dan Ibu S. Br Tambunan yang telah
memberikan bantuan moril dan materil serta iringan doa,
-
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggitingginya.
Akhirnya ter,ima kasih dan penghargaan khusus penulis
sampaikan kepada isteriku tercinta R. Br Panggabean
beserta anak-anakku tersayang Imelda Darmianty Risnauli
dan Isak Roberto Enos Mangapul atas segala pengertian,
pengorbanan, ketabahan dan dorongan yang mereka berikan
sehingga penulis dapat melaksanakan pendidikan ini.
Kiranya hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembangunan pertanian pada masa mendatang.
Bogor, Agustus 1991
Penulis
DAFTAR IS1
Halaman
.....................................
GAMBAR ....................................
DAFTAR TABEL
DAFTAR
v
xiii
......................................
Latar Belakang ..............................
Tujuan Penelitian ...........................
Hipotesis ...................................
TINJAUAN PUSTAKA .................................
Sebaran Tanah Sulfat Masam ..................
Sifat Kimia Tanah Sulfat Masam ..............
Pertumbuhan Tanaman .........................
Pengelolaan Tanah Sulfat Masam ..............
Mencegah Keracunan .....................
Mengatasi Keracunan dan Pengapuran .....
Budidaya Basah ..............................
22
Tanggap Tanaman Kedelai terhadap Budidaya
Basah
25
PENDAHULUAN
..................................
1
1
4
4
5
5
6
13
17
20
21
1
Pemanfaatan Lahan Sulfat Masam dan Budidaya
Basah
..................................
Pola Tanam ..................................
BAHAN DAN METODE .................................
Percobaan-I (Percobaan Rumah Kaca) ..........
Tempat dan Waktu Percobaan .............
Bahan dan Peralatan ....................
Rancangan Percobaan
27
31
35
35
35
35
....................
36
..................
38
Pelaksanaan Percobaan
Halaman
........
Percobaan-I1 (Percobaan Lapang) .............
Tempat dan Waktu Penelitian ............
Bahan dan Peralatan ....................
Rancangan Percobaan ....................
Pelaksanaan Percobaan ..................
Pengamatan dan Pengumpulan Data
................
HASIL PENELITIAN .................................
Percobaan-I (Percobaan Rumah Kaca) ..........
Parameter Tumbuh .......................
Tinggi Tanaman ....................
Luas Daun .........................
Bobot Kering Tanaman ..............
Pengamatan dan Analisis
Banyaknya Bintil dan Bobot Kering
Bintil
.......................
Banyaknya Cabang dan Buku Produktif
........................
.
Laju Tumbuh Pertanaman Rata-rata ..
Laju Tumbuh Relatif Rata-rata .....
Laju Asimilasi Netto Rata-rata ....
Analisis Tumbuh
........
dan Hasil ...............
Polong ..................
Biji ....................
Nisbah Luas Daun Rata-rata
Komponen Hasil
Banyaknya
Banyaknya
........................
100 Butir Biji ..............
Bobot Biji
Bobot
40
43
43
43
44
45
48
51
51
51
51
Halaman
......................
Percobaan-I1 (Percobaan Lapang) .............
Keadaan Agroklimat Unit Tatas ..........
Indeks Panen
Hujan. Evapotranspirasi dan Permukaan Air Tanah
.............
Radiasi Surya .....................
Lamanya Penyinaran ................
Suhu Udara ........................
Keadaan Tanah Unit Tatas ...............
Sifat Kimia Tanah .................
Sifat Fisik Tanah .................
Sifat Kimia Air Tanah .............
Parameter Tumbuh .......................
Tinggi Tanaman ....................
Luas Daun ..........................
Bobot Kering Tanaman ..............
Banyaknya Cabang ..................
Banyaknya Buku Produktif ..........
Analisis Tumbuh ........................
87
87
87
89
90
92
93
93
100
102
103
103
106
109
119
119
121
..
121
.....
124
....
127
........
131
.......................
134
Laju Tumbuh Pertanaman Rata-rata
Laju Tumbuh Relatif Rata-rata
Laju Asimilasi Netto Rata-rata
Nisbah Luas Daun Rata-rata
Analisis Tanaman
86
...............
..................
Komponen Hasil dan Hasil
Banyaknya Polong
iii
136
136
.
Halaman
....................
Biji ........................
100 Butir Biji ..............
Banyaknya Biji
135
Bobot
139
Bobot
Bobot Biji per Petak'dan Bobot
Biji per Hektar
..............
Analisis Usahatani .....................
PEMBAHASAN UMUM ...................................
Agroklimat Tatas ............................
Pola Tanam Kedelai di Tatas .................
Pengaruh Tingkat Pemberian Kapur ............
KESIMPULAN DAN SARAN .............................
Kesimpulan ..................................
Saran .......................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................
LAMPIRAN ........................................
139
139
142
144
144
145
149
153
153
155
156
170
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Teks
1.
2.
3.
4.
Perbandingan Hasil antara Sistem Surjan dan
Bukan Surjan Dalam Bentuk Hasil Panen
dan Nilai Rupiah .......................
29
Perbandingan Nisbah Kesetaraan Tanahedan
Pendapatan antara Surjan, Persawahan
Sekali pada MH dan Padi MH - Palawija MK
30
Kombinasi Perlakuan antara Pola Tanam (P)
dengan Tingkat ~emberianKapur (K)
37
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Tinggi Tanaman (cm) dari
Percobaan-I, Tanam-I1 pada Umur 2, 4, 6
dan 8 MST
52
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Luas Daun (cm2) dari
Percobaan-I, Tanam-I1 pada Umur 2, 4, 6
dan 8 MST
...............................
55
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Bobot Kering Akar (g/pot)
dari Percobaan-I, Tanam-I1 pada Umur 2,
4, 6 dan 8 MST
58
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Bobot Kering Pucuk
(g/pot) dari Percobaan-I, Tanam-I1 pada
Umur 2; 4 , 6 dan 8 MST
61
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Bobot Kering Total (g/pot)
dari Percobaan-I, Tanam-I1 pada Umur 2,
4, 6 dan 8 MST
64
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Banyaknya Bintil Akar
(buah) dan Bobot Kering Bintil Akar (g)
dari Percobaan-I, Tanam-I1 pada Umur 6
dan 8 MST ..............................
67
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Banyaknya Bintil Akar
(buah) dari Percobaan-I, Tanam-I1 pada
Umur 6 MST .............................
68
.....
...............................
5.
6.
.........................
7.
.................
8.
.........................
9.
10.
Nomor
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
Ha laman
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Banyaknya Bintil Akar
(buah) dari Percobaan-I, Tanam-II.pada
Umur 8 MST
.............................
68
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Bobot Kering Bintil Akar
(g) dari Percobaan-I, Tanam-I1 pada
Umur 6 MST .............................
69
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Bobot Kering Bintil Akar
(g) dari Percobaan-I, Tanam-I1 pada
Umur 8 MST
.............................
69
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Banyaknya Cabang dan Buku
Produktif dari Percobaan-I, Tanam-I1
...
72
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap ~ata-rataLaju Tumbuh
Pertanaman (LTP) (9.harim')
dari
Percobaan-I, Tanam-I1 pada Umur 2-4 MST,
4-6 MST dan 6-8 MST
....................
74
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Rata-rata Laju Tumbuh
Relatif (LTR) (9.9-l. hari-l) dari
Percobaan-I, Tanam-I1 pada Umur 2-4 MST,
4-6 MST dan 6-8 MST
....................
77
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Rata-rata Laju Asimilasi
Netto (LAN) (g .~m-~.h-') dari
Percobaan-I, Tanam-I1 pada Umur 2-4 MST,
4-6 MST dan 6-8 MST
....................
80
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Banyaknya Polong (buah),
Banyaknya Biji (buah), Bobot Kering Biji
(g) dan Bobot 100 Butir Biji Tanaman
Kedelai pada Percobaan-I, Tanam-I1 .....
84
Pengaruh Reklamasi dan Penggunaan Tanah
terhadap Perubahan Sifat Kimia Tanah di
Lokasi Tabunganen Tamban Luar, Unit Tatas
dan Barambai, Pulau Petak Kalimantan
Selatan ................................
95
.
Halaman
Nomor
20.
Beberapa Ciri Kimia dan Fisika Tanah yang
Digunakan untuk Percobaan Rumah Kaca
dan Lapang Sebelum Tanam-I
96
pH Tanah Sebelum Tanam-I1 dan Sebelum Panen-I1
pada Percobaan-I1
97
Aluminium dapat Dipertukarkan (A1
Sebelum
Tanam-I1 dan Sebelum Panen-Iqdkada
Percobaan-I1
98
Analisis Tanah Sebelum Tanam-I1 dan Sebelum
Panen-I1
99
.............
21.
22.
......................
...........................
23.
24.
...............................
Nilai Redoks Potensial (mV) Minimum dan
Maksimum pada Lahan Sawah dan Kering
di Unit Tatas
100
Beberapa Sifat Fisik Tanah pada Profil Tanah
di Unit Tatas
101
Kualiatas Air Tanah di Unit Tatas, Barambai
dan Tabunganen Pulau Petak pada
Kedalaman 0-40 cm
103
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Rata-rata Tinggi Tanaman
(cm) pada Umur 2, 4, 6 dan 8 MST dari
Percobaan-11, Tanam-I1
104
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Rata-rata Luas Daun (LD)
(cm2) pada Umur 2, 4, 6 dan 8 MST dari
Percobaan-11, Tanam-I1
.................
107
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Bobot Kering Akar
(g/tanaman) dari Percobaan-11, Tanam-11.
111
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Bobot Kering Pucuk (g)
pada Umur 2 , 4, 6 dan 8 MST dari
Percobaan-11, Tanam-I1 .................
114
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Bobot Kering Total (g)
pada Umur 2, 4, 6 dan 8 MST dari
Percobaan-11, Tanam-I1 .................
117
...........................
25.
26.
..........................
......................
27.
.................
28.
29.
30.
31.
Halaman
Nomor
32.
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Banyaknya Cabang
dan Buku Produktif dari Percobaan-11,
Tanam-I1
120
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Laju Tumbuh Pertanaman
~ata-rata (LTP) pada Umur 2-4 MST,
4-6 MST dan 6-8 MST dari Percobaan-11,
Tanam-I1
122
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur kerhadap Laju Tumbuh Relatif
Rata-rata (LTR) (g.g-l. h-l) pada Umur
2-4 MST, 4-6 MST dan 6-8 MST dari
Percobaan-11, Tanam-I1
125
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Laju As'milasi Netto
Rata-rata (LAN) (g.cm-'. h-l) pada Umur
2-4 MST, 4-6 MST dan 6-8 MST dari
Percobaan-11, Tanam-I1
128
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Nisbah Luas Daun
Rata-rata (NLD) (cm-2.g-l) pada Umur
2-4 MST, 4-6 MST dan 6-8 MST dari
Percobaan-11, Tanam-I1
.................
134
Serapan Hara Tanaman 6 MST pada Percobaan-11,
Tanam-I1
...............................
136
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Banyaknya Polong (buah),
Banyaknya Biji (buah), Bobot Kering Biji
(g) dan Bobot 100 Butir Biji (g) Tanaman
Kedelai pada Percobaan-11, Tanam-I1
....
138
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur serta ~nteraksinyaterhadap Hasil
per Petak dari Percobaan-11, Tanam-I1 ..
141
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Hasil Biji Kering
pada Percobaan-11, Tanam-I1
(ton ha-')
.
141
Analisis Usahatani Budidaya Tanaman Kedelai
pada Berbagai Pola Tanam di Percobaan-I1
143
...............................
33.
...............................
34.
.................
35.
.................
36.
37.
38.
39.
40.
41.
viii
Halaman
Nomor
Lam~iran
1.
2.
3.
4.
....................
Deskripsi Kedelai Varietas Wilis ............
Deskripsi Varietas IR-46
173
Rata-rata Radiasi Surya dan Lamanya
Penyinaran Harian per Bulan di KP.
Unit Tatas Tahun 1981 - 1990
174
Suhu Udara Maksimum, Minimum dan Rata-rata
Bulanan di KP Unit Tatas
Tahun 1981
1990
175
Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada Umur 2 dan
4 MST dari Rumah Kaca, Tanam-I1
176
Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada Umur 6 dan
8 MST dari Rumah Kaca, Tanam-I1
176
Sidik Ragam Luas Daun pada Umur 2 dan 4 MST
dari Percobaan-I, Tanam-I1
177
Sidik Ragam Luas Daun pada Umur 6 dan 8 MST
dari Percobaan-I, Tanam-I1
.............
177
Sidik Ragam Bobot Kering Akar pada Umur 2 dan
4 MST dari Percobaan-I, Tanam-I1
.......
178
Sidik Ragam Bobot Kering Akar pada Umur 6 dan
8 MST Uari Percobaan-I, Tanam-I1
178
Sidik Ragam Bobot Kering Pucuk pada Umur 2
dan 4 MST dari Percobaan-I, Tanam-I1
...
179
Sidik Ragam Bobot Kering Pucuk pada Umur 6
dan 8 MST dari Percobaan-I, Tanam-I1
...
179
Sidik Ragam Berat Kering Total pada Umur 2
dan 4 MST dari Percobaan-I, Tanam-I1 ...
180
Sidik Ragam Berat Kering Total pada Umur 6
dan 8 MST dari Percobaan-I, Tanam-I1 ...
180
Sidik Ragam Banyaknya Bintil dan Bobot Bintil
dari Percobaan-I, Tanam-I1 pada Umur
6 MST ..................................
181
-
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
172
Rata-rata Curah Hujan, Hari Hujan dan Evapotranspirasi Potensial (ETP) Bulanan di
Kebun Percobaan Unit Tatas 1981 - 1990 .
...........
5.
171
......................
........
........
.............
.......
Nomor
Halaman
Sidik Ragam Banyaknya Bintil dan Bobot Kering
Bintil dari Percobaan-I, Tanam-I1 pada
Umur 8 MST
.............................
Sidik Ragam Banyaknya Cabang dan Buku
Produktif pada Saat Panen dari
Percobaan-I, Tanam-I1
..................
Sidik Ragam Laju Tumbuh Pertanaman Rata-rata
(LTP) pada 2-4 MST, 4-6 MST dan 6-8 MST
dari Percobaan-I, Tanam-I1
.............
Sidik Ragam Laju Tumbuh Relatif Rata-rata
(LTR) pada 2-4 MST, 4-6 MST dan 6-8 MST
dari Percobaan-I, Tanam-I1
.............
Sidik Ragam Laju Asimilasi Netto Rata-rata
(LAN) pada 2-4 MST, 4-6 MST dan 6-8 MST
dari Percobaan-I, Tanam-I1
.............
Sidik Ragam Nisbah Luas Daun Rata-rata (NLD)
pada 2-4 MST, 4-6 MST dan 6-8 MST dari
Percobaan-I, Tanam-I1
..................
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Rata-rata Nisbah Luas
Daun (NLD) dari Percobaan-I, Tanam-I1
..
Sidik Ragam Banyaknya Polsng dan Banyaknya
Biji dari Percobaan-I, Tanam-I1
........
Sidik Ragam Bobot Biji dan Bobot 100 Biji
dari Percobaan-I, Tanam-I1
.............
Sidik Ragam Indeks Panen dari Percobaan-I,
Tanam-I1
...............................
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Indeks Panen ( % ) dari
Percobaan-I, Tanam-I1 ..................
Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada Umur 2 dan
4 MST dari Percobaan-11, Tanam-I1 ......
Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada Umur 6 dan
8 MST dari Percobaan-11, Tanam-I1 ......
Sidik Ragam Luas Daun pada Umur 2 dan 4 MST
dari Percobaan-11, Tanam-I1 ............
Nomor
31.
32.
33.
34.
Halaman
Sidik Ragam Luas Daun pada Umur 6 dan 8 MST
dari Percobaan-11, Tanam-I1
............
194
Sidik Ragam Bobot Kering Akar pada Umur 2 dan
4 MST dari Percobaan-11, Tanam-I1
......
195
Sidik Ragam Bobot Kering Akar pada Umur 6 dan
8 MST dari Percobaan-11, Tanam-I1
195
Sidik Ragam Bobot Kering Pucuk pada Umur 2 dan
4 MST dari Percobaan-11, Tanam-I1
196
......
......
35.
Sidik Ragam Bobot Keri,ng Pucuk pada Umur 6 dan
8 MST dari Percobaan-11, Tanam-I1
36.
Sidik Ragam Berat ~ e r i n gTotal pada Umur 2 dan
4 MST dari Percobaan-11, Tanam-1-1
37.
38.
39.
......
......
Sidik Ragam Berat Kering Total pada Umur 6 dan
8 MST dari Percobaan-11, Tanam-I1 ......
Sidik Ragam Banyaknya Cabang dan Buku
Produktif dari Percobaan-11, Tanam-I1 ..
Sidik Ragam Laju Tumbuh Pertanaman Rata-rata
(LTP) pada Umur 2-4 MST, 4-6 MST dan
6-8 MST dari Percobaan-11, Tanam-I1
....
40.
41.
Sidik Ragam Laju Tumbuh Relatif Rata-rata
(LTR) pada Umur 2-4 MST, 4-6 MST dan
6-8 MST dari Percobaan-11, Tanam-I1
....
Sidik Ragam Laju Asimilasi Netto Rata-rata
.
(LAN) pada Umur 2-4 MST, 4-6 MST dan
6-8 MST dqri Percobaan-11, Tanam-I1
....
42.
Sidik Ragam Nisbah Luas Daun Rata-rata (NLD)
pada Umur 2-4 MST, 4-6 MST dan 6-8 MST
dari Percobaan-11, Tanam-I1
............
43. Sidik Ragam Banyaknya Polong dan Biji per
Tanaman dari Percobaan-11, Tanam-I1
....
44. Sidik Ragam Bobot Biji per Tanaman dan Bobot
100 Butir Biji dari Percobaan-11,
Tanam-I1
...............................
45. Sidik Ragam Hasil per Petak dan per Hektar
dari Percobaan-11, Tanam-I1
............
Nomor
Halaman
46.
Penetapan Kemasaman Total Potensi (KTP)
.....
207
47.
Penetapan Aluminium dapat Dipertukarkan
(Aldd) dengan penyangga Ekstrak KC1 1 N.
208
Penetapan Susunan Kation, Kejenuhan Basa dan
Kapasitas Tukar Kation dengan Penyangga
NH40Ac pH 7.0
..........................
209
.
210
48.
49.
Analisis Nitrogen Tanah dan Tanaman Kedelai
50.
Analisis Fosfor Tanah melalui Metode Bray-11.
51.
Analisis Fosfor Tanaman
52.
Analisis Unsur K, Ca
.....................
dan Mg Tanaman .........
211
\212
213
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Nomor
Teks
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Grafik Perubahan pH dari Berbagai Contoh
Tanah karena Penggenangan
..............
Tinggi Permukaan Air pada Budidaya Basah dan
Padi Sawah
.............................
24
Tinggi Tanaman dari setiap Pola Tanam dan
Tingkat Pemberian Kapur pada berbagai
Umur Tanaman dari Percobaan-I, Tanam-11.
53
Luas Daun dari setiap Pola Tanam dan Tingkat
Pemberian Kapur pada berbagai Umur
Tanaman dari Percobaan-I, Tanam-I1
.....
56
Bobot Kering Akar dari setiap Pola Tanam dan
Tingkat Pemberian Kapur pada berbagai
Umur Tanaman dari Percobaan-I, Tanam-11.
59
Bobot Kering Pucuk dari setiap Pola Tanam
dan Tingkat Pemberian Kapur pada
berbagai Umur Tanaman dari Percobaan-I,
Tanam-I1
...............................
62
Bobot Kering Total dari setiap Pola Tanam dan
Tingkat Pemberian Kapur pada berbagai
Umur Tanaman dari Percobaan-I, Tanam-11.
65
Laju Tumbuh Pertanaman Rata-rata (LTP)
dari setiap Pola Tanam dan Tingkat
Pemberian Kapur pada berbagai Umur
Tanaman dari Percobaan-I, Tanam-I1
75
.....
Laju Tumbuh Relatif Rata-rata (LTR) dari
setiap Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur pada berbagai Umur Tanaman dari
Percobaan-I, Tanam-I1
78
Laju Asimilasi Netto Rata-rata (LAN) dari
setiap Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur pada berbagai Umur Tanaman dari
Percobaan-I, Tanam-I1
..................
81
Nisbah Luas Daun Rata-rata (NLD) dari setiap
Pola Tanam dan Tingkat Pemberian Kapur
pada berbagai Umur Tanaman dari
Percobaan-I, Tanam-I1 ..................
85
..................
10.
11.
7
xiii
Nomor
12.
Halaman
Curah Hujan, Evapotranspirasi dan Permukaan
Air Tanah di Lahan Sawah Unit Tatas
....
89
..
91
...............................
105
13.
Pola Beberapa Unsur Iklim Bulanan di Tatas
14.
Tinggi Tanaman dari setiap Pola Tanam dan
Tingkat Pemberian Kapur pada berbagai
Umur Tanaman dari Percobaan-11,
Tanam-I1
Luas Daun dari setiap Pola Tanam dan Tingkat
Pemberian Kapur pada berbagai Umur
Tanaman dari Percobaan-11, Tanam-I1
....
Bobot Kering Akar dari setiap Pola Tanam dan
Tingkat Pemberian Kapur pada berbagai
Umur Tanaman dari Percobaan-11,
Tanam-I1
...............................
Bobot Kering Pucuk dari setiap Pola Tanam dan
Tingkat Pemberian Kapur pada berbagai
Umur Tanaman dari Percobaan-11,
Tanam-I1
...............................
a
Bobot Kering Total dari setiap Pola Tanam dan
Tingkat Pemberian Kapur pada berbagai
Umur Tanaman dari Percobaan-11,
Tanam-I1
...............................
Laju Tumbuh Pertanaman Rata-rata (LTP) dari
setiap Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur pada berbagai Umur Tanaman dari
Percobaan-11, Tanam-I1
.................
1
Laju Tumbuh Relatif Rata-rata (LTR) dari
setiap Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur pada berbagai Umur Tanaman dari
Percobaan-11, Tanam-I1
.................
-
Laju Tumbuh Relatif Rata-rata (LTR) dari
setiap Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur pada berbagai Umur Tanaman dari
Percobaan-11, Tanam-I1
.................
Laju Asimilasi Netto Rata-rata (LAN) dari
setiap Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur pada berbagai Umur Tanaman dari
Percobaan-11, Tanam-I1 .................
xiv
Nomor
Ha laman
Lampiran
1.
Bagan Percobaan di Lapangan dengan 4 Taraf
Pola Tanam dan 4 Taraf Tingkat Pemberian
Kapur
..................................
171
Bagan dari Suatu Anak Petak dengan Ukuran
4 x 5 m
172
3.
Lokasi
173
4.
Sistem Surjan yang Diletakkan Timur-Barat
pada Lahan Pasang Surut Membentuk
Drainase Sistem Sirip
2.
................................
Penelitian ...........................
..................
174
PENDAHULUAN
Latar
Dalam
Belakanq
dua dasawarsa terakhir ini perhatian pemerin-
tah terhadap perluasan areal pertanian terasa semakin
besar.
Dari luas lahan 25
-
35 juta ha yang berupa lahan
rawa dan pasang surut yang sebagian besar terdapat di
pulau-pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya (WidjajaAdhi, 1986), diperkirakan berpotensi tinggi untuk pertanian 5
-
7
juta ha. Sampai akhir Pelita IV yang telah
dibuka dan dikembangkan sekitar 950 000 ha (Balitbangtan,
1986).
Sebagian besar tanah mineral di daerah pasang surut
terdiri dari tanah sulfat masam yang luasnya diperkirakan
2 juta hektar yang tersebar di dataran pantai Sumatera dan
Kalimantan -(Driessen dan Soepraptohardjo, 1974).
Berbagai
penelitian di lahan pasang surut telah dilakukan sejak
Pelita I oleh IPB dan ITB di Sumatera dan UGM di
Kalimantan Selatan dalam rangka Proyek Pembukaan
Persawahan Pasang Surut (P4S) di bawah Departemen PUTL.
Sejak tahun 1985
-
1986 atas bantuan pinjaman Bank Dunia
penelitian pertanian di lahan pasang surut dilaksanakan
oleh Proyek Penelitian Pertanian Lahan Pasang Surut dan
Rawa (SWAMP-11) yang dikelola Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Kebanyakan tanaman tidak memuaskan pertumbuhannya
pada tanah ini.
Budidaya tanaman pada tanah ini
memerlukan
pengelolaan
adanya masukan yang tinggi d a n - c a r a
yang tepat.
Di beberapa negara budidaya
tanaman tertentu pada tanah sulfat masam cukup berhasil,
seperti bit gula di Belanda, kelapa sawit di Malaysia,
kentang dan sorgum di Uganda dan 'nenas di Vietnam.
Sebagian besar petani memanfaatkan tanah sulfat masam
untuk budidaya padi seperti di Indonesia, Vietnam dan
Thailand (Bloomfield dan Coulter,
1973; Breemen dan Pons,
1978) di Afrika (Dent, 1986), dan di daratan Cina (Qi-fan,
1981) karena tanaman ini dapat tumbuh dan berkembang dalam
keadaan reduktif (anaerob).
Keadaan reduktif ini sekaligus menghindari teroksidasinya pirit (FeS2) yang melepaskan asam sulfat yang
mengakibatkan rendahnya pH tanah.
Proses pemasaman akan
menurunkan kesuburan tanah, Ion-ion H+ dan A1+f+ yang
terbentuk dalam proses ini mendesak hara kation dari
komplek jerapan.
terbawa air.
Kemudian hara tersebut hilang tercuci
Demikian juga oksidasi atau hidrasi Fe dan
1
A1 yang terbentuk meningkatkan kapasitas tanah dalam
mengikat anion, misalnya fosfat dan molibdat dimana ha1
ini menurunkan ketersedian hara tersebut bagi tanaman.
Sebaliknya dalam keadaan jenuh air (reduktif) membawa
perubahan drastis dalam tanah.
Keadaan ini mengurangi
pertukaran gas, sehingga konsentrasi oksigen berkurang dan
praktis nihil dalam beberapa jam atau hari (Ponnamperuma,
1964). Dalam keadaan ini bakteri anaerobik menggunakan
senyawa nitrat, oksida mangan dan ferri, sulfat, fosfat
serta hasil dissimilasi bahan organik.
Setelah nitrat
habis konsentrasi ~ n + + ,kemudian ~ e + +meningkat yang dapat
meracuni tanaman.
Penanaman palawija pada areal dengan
drainase kurang
baik, biasanya disarankan untuk menggunakan sistem surjan.
Menurut Sudaryaono (1988) sistem surjan yang dilaksanakan
di lahan tadah hujan Kulon Progo, Yogyakarta menggunakan
lebar petakan 2
-
15
m dengan ketinggian
0.4
-
1.5 m.
Sistem surjan memerlukan biaya yang lebih tinggi bila dibandingkan budidaya jenuh air, karena bedengannya lebih
tinggi.
Strategi pengelolaan tanaman kedelai dengan budidaya
basah antara lain dapat diterapkan pada areal dengan
irigasi yang cukup baik dan drainase kurang baik.
Budidaya jenuh air telah dilaksanakan pada tanaman kedelai
dan juga pada tanaman jagung.
Di Vietnam penerapan
budidaya jenuh ai,r untuk jagung pada tahun 1983 seluas
ha, dan meningkat menjadi
(Chomchalow, 1988).
200
000
50
ha pada tahun 1988
Budidaya jenuh air meningkatkan bobot
kering akar dan bintil akar serta aktivitas bakteri
penambat N bila dibandingkan cara irigasi biasa (Troedson
et a1
.,
1983)
.
Perbaikan pertumbuhan tanaman tersebut
perlu diimbangi dengan ket,ersediaan hara cukup untuk
meningkatkan produksi kedelai.
Pemberian fosfor sering
menunjukkan pengaruh yang nyata pada tanaman kedelai
dibanding nitrogen dan kalium.
Dengan latar belakang potensi d a n peran
t a n a m a n ke-
d e l a i pada m a s a mendatang d a n dalam r a n g k a u s a h a u n t u k
mengatasi
sebagian dari
k e d e l a i , pada
kendala
pertumbuhan
tanah sulfat masam
maka
d a n hasil
dilaksanakan
serangkaian percobaan di rumah kaca maupun d i lapangan.
Tuiurn Penelitian
Percobaan
ini dilakukan dengan t u j u a n u n t u k mempe-
lajari penerapan budidaya basah tanaman kedelai
l a x ' (L.)
Merr)
d e n g a n berbagai
pola
(Glycine
tanam dan tingkat
pemberian kapur pada tanah sulfat masam.
Hivotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.
Budidaya
basah
menghindari
sekaligus
mengurangi
kebutuhan
kapur
dan
proses
bahkan
pemasaman
dapat
untuk tanaman kedelai
tanah
meniadakan
pada
tanah
sulfat masam.
2.
Dengan
adanya budidaya basah tanaman kedelai
k i n a n penanaman
kemung-
kedelai d u a k a l i s e t a h u n d a p a t di-
laksanakan atau memasukkan tanarnan kedelai pada pola
tanam yang sudah ada d i tanah sulfat masam.
3.
Penerapan
kan
budidaya basah tanaman
pendapatan
masam.
usahatani
sawah
kedelai
pada
meningkat-
tanah
sulfat
TINJAUAN PUSTAKA
Sebaran Tanah Sulfat M a s a m
sebagian besar.tanah sulfat masam terhampar pada
daerah tropik basah dan subtropik, dan hanya sebagian
kecil terdapat pada daerah iklim sedang.
Di daerah tro-
pik tanah sulfat masam terdapat terutama pada lahan rawa
pasang surut dan pantai mangrove yang salin d a n rawa
belakang (backswamp) yang payau.
~ o s i ltanah sulfat masam yang ditemukan pada endapan
teras alluvial tua menunjukkan berasal dari masa pertengahan atau awal periode pleitosin (Moormann, 1963).
Di seluruh dunia terdapat sekitar 12
tanah sulfat masam.
Diantaranya 5.5
-
13
juta ha
juta h a d i Asia
Tenggara dan Timur (Bloomfield dan Coulter, 1973; Breemen
dan Pons, 1978) dan 6.6 juta ha di Afrika
-
Toure, 1982)
.
(Kouma dan
Di beberapa negara Eropa, seperti Belanda,
Swedia, Finlandia dan Inggeris, Amerika dan Australia
dilaporkan juga terdapat tanah sulfat masam.
diperkirakan terdapat 67 ribu ha
Indonesia terdapat sekitar
2.0
D i Cina
(Qi-fan, 1981).
Di
juta hektar tanah
sulfat
-
masam yang sebagian besar tersebar di Kalimantan dan Sumatera (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974), dan menurut
Sukardi (1990) 4.2 juta ha tersebar di empat pulau besar
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya.
S i f a t K i m i a Tanah S u l f a t
--Ion H+ dan PH.
Masam
Konsentrasi ion H+ pada tanah sulfat masam
sangat tinggi, terutama pada lapisan atas yang teroksidasi karena reklamasi dan drainase.
Pada keadaan
teroksidasi pH dapat mencapai kurang dari 2
1963 ; Breemen dan Pons, 1978) .
lapang terkadang turun dari
4,
genang pH dapat lebih besar dari
(Moorman,
Pada keadaan aerob pH
tetapi pada keadaan ter4
(Dent, 1986).
Hasil penelitian Ponnamperuma
(1972) dan Sanchez
(1976) menyatakan bahwa penggenangan mengakibatkan kenaikkan pH tanah masam dan menurunkan pH tanah basa
(Gambar 1). Penggenangan pada tanah sulfat masam meningkatkan pH secara perlahan apabila dibandingkan dengan
tanah normal bukan tanah sulfat masam, tetapi pH yang
dicapai jarang mencapai 6 (Breemen dan Pons, 1978).
Un-
tuk tanah yang masih dipengaruhi oleh ayunan pasang surut
biasanya
lebih dari 4.5.
Pada keadaan i n i jarang
ditemukan jarosit (Ismangun dan Driessen, 1978; Breemen,
1976).
Jarosit biasanya tidak ditemukan pada tanah yang
berdrainase jelek, sekalipun kondisi sangat masam
(Dent,
1986).
Breemen (1976) menunjukkan bahwa selisih perubahan pH
lebih dari
antara
0.04
0.2
-
per unit memberikan indikasi adanya pirit-S
0.05%
yang harus dioksidasi.
Ketersediaan dan kelarutan unsur-unsur dalam tanah
keseluruhan berkaitan dengan pH tanah.
Sehingga pH se-
cara tidak langsung dapat menunjukkan tingkat keracunan
a t a u kecukupan suatu unsur atau senyawa dalam tanah
(Buckman dan Brady, 1969; Bohn et al., 1979).
1
-
,
-- -=.'a
-
-
-
57
+
A
a
99
-
e35
0
0
4
0
liat
4.9
z.4
liat
liat
liat
3.8
8.7
7.7
liat
57
99
5
4
2
8
(%I Fe(%) Mu(%)
4-70 0.08
2-9
2.60 0.01
6.6
7-2 0.08 0.00
2.2
0.63
0.07
4.8
1-55 0-08
14
12
10
h
Waktu (minggu)
Grafik Perubahan pH dari Berbagai Tanah
karena Penggenangan (Ponnamperuma, 1977)
Gambar 1.
Aluminium
(Al).
menurunnya pH.
( 1 9 7 3 ) mengacu
k e l a r u t a n A1
Konsentrasi pelarutan A1 meningkat dengan
Magistad dalam Bloomfield
penelitihn bahwa pada
0.3
ppm
d a n pada
pH
pH
3.1
dan Coulter
4 . 5
diperoleh
kelarutan A1
meningkat menjadi 76.4 ppm.
Kelarutan A1 semakin meningkat pada selang pH 4
(Dent, 1986).
Menurut
Breemen
-
(1973) keaktifan
berhubunqan dengan pH, yaitu meningkat
sepuluh
4.5
A1
kali
s e t i a p penurunan pH satu unit.
(1984) menunjukkan
Cholitkul d a n Sangtong
adanya hubungan antara keasaman total
dengan A1 tertukar.
Sebanyak 49 Contoh tanah sulfat ma-
Sam dari tujuh seri yang
dan empat seri antara 3 . 9
mempunyai pH antara 3.6
-
5.3
-
4.5
menunjukkan hubungan me-
nurut persamaan:
Keasaman total = 2 A 1 tertukar (atau A1 terektraks)
= 2 H tertukar
A l tertukar = 0.45
(r
=
+ 0.988 A1 terekstrak
0.96**)
P e r s a m a a n menunjukkan bahwa
total
berasal
dari
A1
hampir
tertukar
dengan
selebihnya d a r i 50% keasaman t o t a l dari
Konsentrasi A1 terekstrak tanah sulfat
berkisar 50 ppm
Besi [Fe).
50%
keasaman
menganggap
A 1 terekstrak.
masam di Indonesia
(Ismangun dan Driessen, 1974).
Konsentrasi Fe terlarut pada
sulfat masam sangat kecil.
beberapa tanah
Hal ini karena jumlah total Fe
t a n a h tergolong kecil atau jumlahnya yang s e d i k i t yang
mudah berada dalam bentuk tereduksi.
Pada t a n a h sulfat masam
dalam
bentuk
kristal
tua,
Geotit
dan
terkadang secara perlahan berubah
melepaskan
senyawa air.
2 FeO.OH
Geot it
------ >
Fe k e b a n y a k a n berada
Haematit.
Geotit
menjadi Haematit dengan
Reaksi yang terjadi adalah:
Fe20 + H20
~aema%i
t
.................
(1)
Pada tanah sulfat masam muda, F e sebagian besar berada
dalam koloidal.
Pada pH kurang dari 3.5, Fe (111) menjadi terlarut
(Bloomfield dan Coulter, 1973).
Dalam
ha1 ini boleh jadi
Fe (111) yang terjadi merupakan hasil oksidasi dari Fe
(11) oleh
bakteri
Thioferoksidan
yang mampu hidup
sekalipun dalam suasana masam.
Konsentrasi
Fe
berkisar antara 9
-
(11) pada
18 mmol/L
tanah
s a w a h biasanya
dan mencapai 90 mmol/L
setelah dua minggu penggenangan
(Ponnamperuma 1973).
H a s i l survei pada tiga jenis tanah s u l f a t masam
-
Kalimantan menunjukkan Fe terekstrak 5.5
26.2
di
mmol/L
(Manuelpillai et al., 1985).
Manaan - 1 .
pH.
~onsentrasiMn dalarn tanah dipengaruhi oleh
Konsentrasi Mn turun 100 kali lipat
dengan mening-
katnya pH satu unit (Linsay, 1972).
Gejala keracunan Mn
sering muncul karena adanya
pergantian antara kering dan
Coulter, 1973).
Keracunan Mn
horison B, yaitu antara 0.01
-
masam, dan antara 0.06
basah
(Bloomfield dan
(11) umumnya berada
-
0.05%
pada
untuk tanah sulfat
0.14% untuk tanah jenis lain.
Dalam tanah Mn dicirikan dengan bercak hitam berupa
konkresi dari M n O
yang tersebar pada horizon B.
t a n a h sulfat masam tua Mn
tertukar dan terlarut.
'
Pada
(11) berada d a l a m kJent.uk
Mn bentuk terlarut berkorelasi
dengan Mn total dalam tanah (Breemen, 1976).
Garam
dan Keqaraman.
-
Kelarutan
garam
(Salinitas) me-
ningkat apabila tanah berpirit dikeringkan d a n t e r oksidasi.
yang jelek
Kegaraman berhubungan dengan adanya drainase
(Bloomfield dan Coulter, 1973).
Kegaraman
dapat terjadi karena lapisan tanah bawah yang tidak matang
diikuti oleh drainase yang jelek (Breemen, 1976).
Kegaraman terukur dengan DHL 80 mmhos/cm
lapisan atas 30 cm di Senegambia
(Marius, 1982);
mmhos/cm pada lapisan atas 30 cm, dan 1
-
lapisan 1 m di Kalimantan
1
7 mmhos/cm
lapisan 1 m di Thailand (Breemen, 1976); 1
pada
pada
-
-
5
pada
7 mmhos/ cm
(Manuelpillai et al.,
1985).
Hidroaen Sulfida, Sulfur.
dan Pirit.
Pada tanah sulfat
masam keracunan H2S dimungkinkan terjadi karena tereduksinya sulfat terutama pada tanah yang tergenang.
Reaksi
yang terjadi adalah:
~
0
+ ZH+
~
+~ 2CH20
---- >
H2S
+
2 H20
+
2 C02
..
(2)
-
2 x
Bahan organik
Konsentrasi H2S dalam larutan air berkisar
mmol/L
(Dent, 1986).
Keracunan
antara 1
H2S
sering
berkaitan dengan tingginya kandungan bahan organik dan
rendahnya Fe.
Bahan organik dalam ha1 ini merupakan
sumber energi bagi
besar
bakteri
pereduksi
sulfat, sehinqga
kaitannya dengan kelangsungan terjadinya
reduksi.
Pada keadaan masam
bakteri pereduksi
(Desulfoxi-bacterim dan D e s u l p h o t o ~ a c u l u m ) tidak
reaksi
sulfat
dapat
11
bekerja. Oleh karena itu keracunan H2S banyak terjadi
apabila pH dinaikkan sekitar 4.0 dengan penggenangan
(Bloomfield dan Coulter, 1973; Dent, 1986).
Sulfur pada tanah sulfat masam dapat mencapai 5 000
ppm S.
(Attanandana et
dl.,
1982).
Konsentrasi sulfur
*
total 0.40% atau S terekstrak dalam asam (NH40Ac) 20 me/
100 g tanah pada lapisan antara 40
-
100 cn digolongkan
sangat tinggi (Vacharotayan dan Attanandana, 1985).
Kandungan pirit
(FeS2) dalam tanah sulfat masam
beragam dan cenderung semakin meningkat k e lapisan bawah,
terutama pada Sulfaquent dan Sulfaquept (Breemen dan Pons,
1973).
Pada tanah sulfat
masam Karang Agung, Sumatera
diperoleh 0.4 - 0.7% pirit pada lapisan 0
meningkat menjadi 1.2
(Eelaart, 1982).
-
4.6% pada
-
20 cm dan
lapisan 80
-
120 cm
Pirit membahayakan apabila berada aalam
suasana teroksidasi yang menyebabkan turunnya pH dengan
cepat.
Untuk menetralkan 1% pirit diperlukan 3% CaC03
(Pons et al. dalam Driessen dan Sudjadi, 1984).
Karbondioksida, 3 Asam-asam Oruanik.
Karbondioksida
(C02) dihasilkan terutama dari dekomposisi
bahan organik.
Umumnya C02 terendap pada tanah tergenang dan
yang kaya bahan organik dan Fe.
tanah masam
Penggenangan selama dua
minggu akan meningkatkan tekanan parsil
C02
dalam larutan
hingga mencapai 80 kpa, tetapi kemudian menurun dengan
cepat dan kemudian tereduksi menjadi metana (Dent, 1986).
Asam-asam organik dihasilkan dari dekomposisi bahan
organik
secara anaerob.
Asam orqanik, seperti asam
asetat, asam butirat dan lainnya
berpengaruh merugikan
terhadap tanaman pada kultur larutan
pH 4 ,
tetapi tidak
meruqikan pada pH 6 atau 8 (Tanaka dan Navasero dalam
Bloomfield dan Coulter, 1973).
Fosfor
m.
Kebanyakan tanah sulfat masam kahat P.
Ke-
kahatan P pada tanah sulfat masam terjadi di Vietnam dan
Malaysia
(Bloomfield dan Coulter, 1973); d i Thailand
(Breemen, 1976);
di Indonesia
(Nedeco, dalam Ismangun
dan Driessen, 1974); dan di Cina (Qi-fan, 1981).
kahat P pada tanah sulfat masam boleh
karena
Adanya
jadi disebabkan
kandungan A1 dan Fe yang tinggi, sehingga P ter-
ikat menjadi bentuk yang stabil atau sukar terlarut
(Sanches, 1976).
Tembasa (Cu).
Adanya assosiasi gambut pada
beberapa
tanah sulfat masam dapat menyebabkan terjadinya kekahatan
Cu.
Kekahatan Cu pada tanah sulfat masam ditemukan oleh
Moormann (1963) pada tanaman nenas.
Kation-kation Tertukar. Adanya kahat Ca, Mg, K, Mn, Zn,
Cu, dan Mo tidak bersifat khas pada tanah sulfat masam.
Keadaan dan jumlah hara yang tidak imbang mungkin
lebih
berperan dalam memberi pengaruh daripada kahatnya hara itu
sendiri.
Pencucian yang lama sehingga dapat mengakibatkan
kehilangan basa-basa dan melapuknya mineral-mineral pada
tanah sulfat masam, pada gilirannya menyebabkan kejenuhan
A1 meningkat pada kompleks pertukaran.
Pada tanah sulfat
masam Ca dan Mg tertukar tergolong rendah, yaitu 5 me
Ca/100 g tanah dan 9 me Mg/100 g tanah (Bloomfield dan
Coulter, 1973)
.
Pertumbuhan Tanaman
Kebanyakan tanaman tumbuh merana pada tanah sulfat
masam.
Hampir semua sifat kimia tanah sulfat masam me-
rupakan kendala bagi pertumbuhan tanaman.
Kandungan ion H+ yang tinggi pada pH kurang
menyebabkan menderitanya
akar tanaman.
dari 4
Dalam ha1 ini
boleh jadi karena bersamaan dengan adanya pengaruh oleh A1
dan Mn
(Adam dan Pearson, 1967; Bloomfield dan Coulter,
1973). Konsentrasi ion H+ yang tinggi
pada pH kurang dari
.4.2 dapat menyebabkan penyerapan balik kation-kation oleh
akar
(Black dalam Sanchez, 1976). seiring ha1 di atas, pH
yang
rendah mengakibatkan
terhambatnya konversi NH4.
Keadaan ini mengakibatkan tanaman jenis leguminosae tumbuh
kuranq memuaskan (Bloomfield dan Coulter, 1973).
Konsentrasi A1 dalam larutan tanah lebih dari 1 pprn
sudah dapat menyebabkan penurunan hasil tanaman secara
langsung (Sanchez, 1976). Konsentrasi A1
250 pprn dapat membahayakan
dalam tanah pada
pertumbuhan padi, 800 ppm mem-
pengaruhi secara nyata terhadap hasil, dan pada 1 500 ppm
dapat menimbulkan keracunan
(Moormann, 1963).
A1 sebagai faktor kuantitas kemasaman hanya
Pengaruh
berada pada
pH kurang dari 5 - 5 , pada pH
lebih dari 5 - 5
kemasaman dipengaruhi oleh Hdd dan H+
pada
yang
kuantitas
berdissosiasi
ikatan ion OH, yang terdapat pada oksida berair Fe
dan Al; gugus ikatan A l O H di tepi mineral liat silikat;
gugus fenolik dan karboksil bahan organik tanah
(Widjaja-
Pada pH kurang dari 4 kelarutan A1 meningkat
~ d h i ,1985).
(Dent, 1986).
Pengaruh Fe berbeda untuk setiap tanaman.
Konsen-
trasi Fe lebih dari 9 mmol/L dapat menyebabkan keracunan
pada
tanaman padi
1986).
(Nhung dan Ponnamperuma dalam
Keracunan Fe umumnya
Dent,
terjadi pada tanah-tanah
tergenang, termasuk tanah sulfat masam
yang mempunyai
tingkat kemasaman yang tinggi disertai dengan suasana
redoks yang rendah.
Pada keadaan redoks yang rendah, Fe
( 1 1 ) menjadi mudah larut dan dapat mencapai hingga 5 000
ppm
(Ponnamperuma, 1976).
Keracunan Fe pada tanaman
padi
tampak apabila dalam jaringan daun terkandung lebih dari
300 ppm Fe (Sanchez, 1976).
Kelarutan Fe mencapai minimal
pada pH lebih dari 6.5 (Ismunadji dan Mahmud, 1985).
Adanya
keracunan Mn masih
biasanya terjadi pada
Pemberian
sedikit diketahui
tanah-tanah
masam
dan
bukan sulfat.
2 - 8 ppm M n pada kultur larutan tidak menun-
jukkan adanya gejala
keracunan bagi
dalam Bloomfield dan Coulter, 1973).
t e r j a d i pada
4 ppm dalam
tanaman
(Lockard
Keracunan
dapat
larutan tanah, tetapi pada
tanaman padi keracunan akan tampak apabila kadar Mn dalam
jaringan pucuk batang mencapai 2 500 ppm (Sanchez, 1976).
Meningkatnya konsentrasi garam terlarut menyebabkan
meningkatnya
tekanan osmotik
mengakibatkan
tanaman.
pada
larutan tanah.
terhambatnya penyerapan
Hal
ini
a i r d a n hard
Pertumbuhan dan hasil tanaman mulai terganggu
nilai kegaraman-DHL antara
1.5
-
7.0
mmhos/cm.
Kebanyakan tanaman mulai terganggu apabila DHL lebih dari
4 mmhos/cm
(Sanchez, 1976). tetapi beberapa
tertentu dapat tumbuh
pada DHL
-
antara 10
tanaman
20 mmhos/cm
(Dent, 1986).
Konsentrasi H2S yang tinggi sering
dihubungkan
dengan adanya serangan beberapa penyakit tanaman, seperti
" A k i o c h i " atau " B r u s o m e W d a n
Helminthosporiur
sp.
S e r a n g a n penyakit d i a t a s d i d u g a k a r e n a m e n u r u n n y a
kemampuan akar tanaman dalam melakukan
oksidasi oleh
pengaruh H2S sehingga penyerapan hara menurun dan tanaman
menjadi
peka terhadap serangan penyakit
(Bloomfield dan
Coulter, 1973). Konsentrasi H2S dalam larutan 1
mmol/L sudah dapat melemah
dan kebenarannya, maka semumya itu
akan ditambahkan kepadamu
(Matius 6: 33)
kenang-kenangan untuk
kedua orangtua dan mertuaku
dan
kupersembahkan kepada
istriku
Romian br Panggabean
serta
putra-putriku
Imelda Darmianty Risnauli Simanungkalit
dan
Isak Roberto Enoa Mangapul Simanungkalit
(YT
PENERAPAN BUDIDAYA BASAH
TANAMAW KEDELAI ( S ~ v c i n e
( L .)
PADA TANAH SULFA1 MASAM
Oleh
DJAENDAR SIMANUNGKALIT
FAKULTAS PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1991
ntsrr )
RINGKASAN
Penerapan Budidaya Basah Tanaman
DJAENDAR SIMANWNGKALIT.
Kedelai (Glycine rax (L.) Merr) pada Tanah Sulfat Masam
(Di bawah
JUSTIKA
bimbingan JOEDJONO WIROATMODJO sebagai ketua,
S.
BAHARSJAH,
M. ANWAR NUR,
I PUTU G. WIDJAJA-
ADHI, DANIEL MURDIYARSO sebagai anggota).
Budidaya basah merupakan teknik agronomik yang dikehendaki untuk mencegah proses pemasaman pada tanah
sulfat masam.
Dengan latar belakang potensi dan peranan
kedelai di masa mendatang dalam rangka meningkatkan gizi
masyarakat serta untuk mengatasi sebagian dari kendala
pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai pada tanah sulfat
masam maka dilakukan serangkaian percobaan di rumah kaca
dan lapangan.
Percobaan di rumah kaca adalah percobaan faktorial
dengan. Rancangan Acak Lengkap (RAL)
.
Faktor pertama
adalah Pola Tanam terdiri dari Pola Tanam Kedelai basahKedelai basah (PI), Padi sawah
delai basah
-kering
-
(P*).
-
Kedelai basah (P2), Ke-
Kedelai kering (P3), Padi sawah
-
Kedelai
Faktor kedua adalah Tingkat Pemberian Ka-pur
terdiri dari empatStingkat yaitu 1/8 Kemasaman Total
Potensial (KTP) (K1),
218
KTP (K2), 3 1 8 KTP (K3), 418 KTP
(K4)
Percobaan di lapangan adalah juga percobaan faktorial yang disusun menurut Rancangan Petak Terpisah (Split
Plot Design)
dalam Rancangan Acak Kelompok
(RAK)
Perlakuan yang diuji adalah sama seperti pada rumah kaca.
Pola tanam sebagai petak utama dan tingkat pemberian kapur
sebagai anak petak.
Tingkat pemberian kapur sebagai anak
petak terdiri dari empat tingkat yaitu 118 Kemasaman Total
Potensial (KTP) (K1), 218 KTP (K2), 318 KTP (K3) dan 418
KTP (K4).
Hasil percobaan di rumah kaca menunjukkan bahwa pola
tanam yang sama dengan budidaya yang berbeda berpengaruh
nyata terhadap pertumbuhan, komponen hasil dan hasil.
Pengaruh tersebut dapat kita lihat bahwa bobot kering
tanaman pada budidaya basah 39.4 persen lebih tinggi
daripada budidaya kering pada umur 6 MST dengan pola tanam
yang sama.
Demikian juga terhadap komponen hasil dan
hasil, kecuali terhadap bobot 100 butir biji. Hasil biji
kering pada budidaya basah 79.8 persen lebih tinggi
-
daripada budidaya kering dengan pola tanam yang sama.
Hasil percobaan di lapangan juga menunjukkan ha1 yang
sama.
Bobot kering pada budidaya basah 32.6 persen lebih
tinggi daripada budidaya kering dengan pola tanam yang
sama.
Hasil biji kering tertinggi per hektar diperoleh
pada pola tanam P1 dengan hasil P1, P2, P 3 , dan P4
berturut-turut adalah 1.135 ton ha-',
0.819 ton ha-'
dan 0.765 ton ha-'.
1.068 ton ha-',
Kenaikan hasil biji
kering per hektar dengan budidaya basah'39.1 persen
daripada budidaya kering dengan pola tanam yang sama.
Tingkat pemberian kapur pada kedua percobaan tersebut berpengaruh nyata terhadap semua parameter tumbuh,
hasil dan komponen hasil.
Hasil biji kering di lapangan
berturut-turut pada K1, K2, K3 dan K4 yaitu
0.853 ton ha-',
,''ah
1.037 ton''ah
0.716
ton
dan 1.179 ton ha".
Interaksi pola tanam dan pemberian kapur juga menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap hasil.
tertinggi diperoleh
Hasil
pada pola tanam PI (1.455 ton ha-')
dengan dosis kapur K4 (7.2 ton ha-').
Penerapan budidaya
basah mengurangi kebutuhan kapur (50 persen) untuk
menanggulangi kendala kernasaman dimana pemberian kapur 3.6
ton ''ah
pada budidaya basah tidak berbeda nyata dengan
pemberian kapur 7.2 ton ha-'
pada budidaya biasa dengan
pola tanam yang sama.
Analisis usahatani menunjukkan bahwa R/C tertinggi
diperoleh pada PI (.1.28)
dan P4 (1.01).
diikuti P2 (1.23), P3 (1..07),
PENERAPAN BUDIDAYA BASAH
TANAMAN KEDELAI (Glycine mar (L.) Merr)
PADA TANAH SULFAT MASAM
Oleh
DJAENDAR SIMANUNGKALIT
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Doktor
pada
Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1991
J u d u l
:
P E W A N BUDIDAYA BASAH
TANAHAN KEDELAI ( G l v c i n e max (L. ) Merr)
PADA TANAH SULFAT HASAN
Nama Mahasiswa
:
DJAENDAR SIHANUNGKALIT
Nomor Pokok
:
88532
Henyetujui
1.
Komisi Pembimbing
------------------(Dr Ir H. Joedojono Wiroatmodjo)
Ketua
-----------------(Dr Ir $stika S. Baharsjah)
--------------(Dr Ir H.M. Anwar Nur)
Anggota
------
AWSgota
-----------
-
(Dr Ir I Putu G. Widjaja-Adhi)
------------
Anggota
2.
Anggota
Ketua Program Stud'
Agrononi
dy,
-----------
(Prof. Dr Ir 8 . Achmad Surkat
Lulus Tanggal :
- -
(Dr Ir Daniel ~urdi3$l;so)
0 4 NO! 1991
an Fakultas
- Edi Guhardja)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara pada tanggal, 15 Desember 1947.
Orangtuanya
adalah Gontam Simanungkalit (Almarhum), Theresia Br
Hutauruk (Almarhum) dan Bintang Br Simanungsong.
Pada tahun 1960 lulus Sekolah Rakyat di Aek Nabara,
tahun 1963 lulus dari SMP HKBP Seminari-Sipoholon dan
tahun 1966 lulus Sekolah Menengah Atas Nasrani Medan.
Setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas langsung memasuki Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara tahun
1967 dan menyelesaikan pendidikan Sarjana Pertanian dalam
jurusan Kesuburan Tanah tahun 1975.
Bekerja sebagai Asisten Perguruan Tinggi di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara sejak 1 Maret 1968
sampai 1 April 1975.
-
Sejak tahun 1975 bekerja sebagai Penyuluh Pertanian
Spesialis pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi
Kalimantan
ela ad an
sampai 31 Oktober 1985 dan sebagai
Penyuluh Pertanian Spesialis pada Sekretariat Satuan
Pembina Bimas Propinsi Kalimantan Selatan sejak 1 Nopember sampai sekarang.
Pada tahun 1975 sampai tahun 1978 menjadi Pimpinan
Balai Benih Induk Padi Binuang, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan.
Pada tahun 1978 selama enam bulan mengikuti Rice
Production Training Programe di IRRI Filipina yang diberikan oleh Proyek Penyuluhan Pertanian Tanaman Pangan
Nasional (NFCEP).
Pada tahun 1984 mendapat tugas belajar Program Magister
(S2)
ke Institut Pertanian Bogor atas biaya Proyek
Penyuluhan Pertanian Nasional (NAEP) dan lulus pada
tanggal 6 Nopember 1986.
Sejak September 1988 menjadi mahasiswa Program Doktor (S3) di Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa dari Proyek Penyuluhan Pertanian Nasional (NAEP).
~ e j a ktahun 1974 penulis menikah dengan Romian Br
Panggabean putri keempat
dari Bapak Pdt .- K. Panggabean
dan ibu Sonna Br Tambunan dan dikaruniai dua orang anak
yaitu Imelda Darmianty Risnauli Simanungkalit dan Isak
Roberto Enos Mangapul Simanungkalit.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur yang tak terhingga dipanjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Kuasa oleh karena petunjuk, bimbingan,
.perlindungan dan rahmatNya penulis dapat melakukan dan
menyelesaikan penelitian serta penulisan disertasi ini.
Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati
penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada Bapak Dr Ir H. Joedojono Wiroatmodjo sebagai ketua komisi pembimbing, 1bu Dr Ir Justika
S. Baharsjah, Bapak Dr Ir H.M.
Anwar Nur, Bapak Dr Ir I
Putu G. Widjaja Adhi dan Bapak Dr Ir Daniel Murdiyarso
sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala petunjuk,
saran dan birnbingan serta koreksi yang diberikan sejak
awal penulisan rencana penelitian, pelaksanaan penelitian
hingga akhir penulisan disertasi ini.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Dr
Mansjur Lande MSc Kepala Balai Penelitian Tanaman Pangan
Banjarbaru yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian serta menggunakan segala fasilitas penelitian di
Banjarbaru dan di Kebun Percobaan Unit Tatas.
Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Ir Muhrizal MSc
sebagai Kepala Kebun Percobaan Unit Tatas beserta seluruh
staf yang telah banyak memberi bantuan sehingga penelitian
ini dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana
penelitian.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Bapak Ir Hairunsjah MS Kepala Laboratorium Balittan
Banjarbaru beserta seluruh staf yang telah banyak memberikan petunjuk dan bantuan dalam analisa tanah.
Ucapan
terima kasih disampaikan kepada bapak Ir Rob A.L. Kselik
team leader LAWOO Banjarbaru beserta staf yang telah banyak memberikan petunjuk dan bantuan sehingga penelitian
ini dapat berjalan dengan baik sesuai dengan rencana penelitian.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Dr Ir
Suryatna Effendi Kepala Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor dan Bapak M. Widjik S. MSc. Kepala Laboratorium Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor beserta seluruh staf, terutama Ibu Nanan Sri Mulyani BSc,
dan Bapak Sulaeman MSc, serta laboran atas bantuan analisa
tanah dan tanaman.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Sekreta-
ris Badan Pengengali Bimas Jakarta Bapak Dr Ir H. Dudung
Adjid sekarang Bapak
H. Amrin Kahar, Bapak Kepala
. Abdul
Kantor Wilayah Departemen Pertanian Propinsi Kalimantan
1r
Selatan Ir H. Noorsyamsi, Sekretaris Pembina Harian Bimas
Propinsi Kalimantan Selatan sejak Bapak H.A. Mado sekarang
Bapak Dr Ir H. D. S. Shobar Wiganda, MSc. , Bapak Rektor
Institut Pertanian Bogor dan Direktur Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor, atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti program pendidikan doktor
di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Kepada Bapak Ir Syamsudin Abbas sebagai Kepala Badan
Pendidikan dan Latihan Pertanian Departemen Pertanian yang
telah memberi beasiswa dan menyediakan pembiayaan pendidikan dan penelitian diucapkan terima kasih.
Kepada semua Bapak dan Ibu guruku sejak Sekolah
Rakyat hingga Sekolah Menengah Atas, demikian juga kepada
semua dosen di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, serta seluruh dosen di Fakultas Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor yang telah membekali penulis
dalam berbagai disiplin ilmu penulis mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.
Kepada ayah G. Simanungkalit (Alm), bunda T. Br Hutauruk (Alm), dan B. Br Simangunsong serta mertuaku Bapak
Pdt. K. Panggabean dan Ibu S. Br Tambunan yang telah
memberikan bantuan moril dan materil serta iringan doa,
-
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggitingginya.
Akhirnya ter,ima kasih dan penghargaan khusus penulis
sampaikan kepada isteriku tercinta R. Br Panggabean
beserta anak-anakku tersayang Imelda Darmianty Risnauli
dan Isak Roberto Enos Mangapul atas segala pengertian,
pengorbanan, ketabahan dan dorongan yang mereka berikan
sehingga penulis dapat melaksanakan pendidikan ini.
Kiranya hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembangunan pertanian pada masa mendatang.
Bogor, Agustus 1991
Penulis
DAFTAR IS1
Halaman
.....................................
GAMBAR ....................................
DAFTAR TABEL
DAFTAR
v
xiii
......................................
Latar Belakang ..............................
Tujuan Penelitian ...........................
Hipotesis ...................................
TINJAUAN PUSTAKA .................................
Sebaran Tanah Sulfat Masam ..................
Sifat Kimia Tanah Sulfat Masam ..............
Pertumbuhan Tanaman .........................
Pengelolaan Tanah Sulfat Masam ..............
Mencegah Keracunan .....................
Mengatasi Keracunan dan Pengapuran .....
Budidaya Basah ..............................
22
Tanggap Tanaman Kedelai terhadap Budidaya
Basah
25
PENDAHULUAN
..................................
1
1
4
4
5
5
6
13
17
20
21
1
Pemanfaatan Lahan Sulfat Masam dan Budidaya
Basah
..................................
Pola Tanam ..................................
BAHAN DAN METODE .................................
Percobaan-I (Percobaan Rumah Kaca) ..........
Tempat dan Waktu Percobaan .............
Bahan dan Peralatan ....................
Rancangan Percobaan
27
31
35
35
35
35
....................
36
..................
38
Pelaksanaan Percobaan
Halaman
........
Percobaan-I1 (Percobaan Lapang) .............
Tempat dan Waktu Penelitian ............
Bahan dan Peralatan ....................
Rancangan Percobaan ....................
Pelaksanaan Percobaan ..................
Pengamatan dan Pengumpulan Data
................
HASIL PENELITIAN .................................
Percobaan-I (Percobaan Rumah Kaca) ..........
Parameter Tumbuh .......................
Tinggi Tanaman ....................
Luas Daun .........................
Bobot Kering Tanaman ..............
Pengamatan dan Analisis
Banyaknya Bintil dan Bobot Kering
Bintil
.......................
Banyaknya Cabang dan Buku Produktif
........................
.
Laju Tumbuh Pertanaman Rata-rata ..
Laju Tumbuh Relatif Rata-rata .....
Laju Asimilasi Netto Rata-rata ....
Analisis Tumbuh
........
dan Hasil ...............
Polong ..................
Biji ....................
Nisbah Luas Daun Rata-rata
Komponen Hasil
Banyaknya
Banyaknya
........................
100 Butir Biji ..............
Bobot Biji
Bobot
40
43
43
43
44
45
48
51
51
51
51
Halaman
......................
Percobaan-I1 (Percobaan Lapang) .............
Keadaan Agroklimat Unit Tatas ..........
Indeks Panen
Hujan. Evapotranspirasi dan Permukaan Air Tanah
.............
Radiasi Surya .....................
Lamanya Penyinaran ................
Suhu Udara ........................
Keadaan Tanah Unit Tatas ...............
Sifat Kimia Tanah .................
Sifat Fisik Tanah .................
Sifat Kimia Air Tanah .............
Parameter Tumbuh .......................
Tinggi Tanaman ....................
Luas Daun ..........................
Bobot Kering Tanaman ..............
Banyaknya Cabang ..................
Banyaknya Buku Produktif ..........
Analisis Tumbuh ........................
87
87
87
89
90
92
93
93
100
102
103
103
106
109
119
119
121
..
121
.....
124
....
127
........
131
.......................
134
Laju Tumbuh Pertanaman Rata-rata
Laju Tumbuh Relatif Rata-rata
Laju Asimilasi Netto Rata-rata
Nisbah Luas Daun Rata-rata
Analisis Tanaman
86
...............
..................
Komponen Hasil dan Hasil
Banyaknya Polong
iii
136
136
.
Halaman
....................
Biji ........................
100 Butir Biji ..............
Banyaknya Biji
135
Bobot
139
Bobot
Bobot Biji per Petak'dan Bobot
Biji per Hektar
..............
Analisis Usahatani .....................
PEMBAHASAN UMUM ...................................
Agroklimat Tatas ............................
Pola Tanam Kedelai di Tatas .................
Pengaruh Tingkat Pemberian Kapur ............
KESIMPULAN DAN SARAN .............................
Kesimpulan ..................................
Saran .......................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................
LAMPIRAN ........................................
139
139
142
144
144
145
149
153
153
155
156
170
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Teks
1.
2.
3.
4.
Perbandingan Hasil antara Sistem Surjan dan
Bukan Surjan Dalam Bentuk Hasil Panen
dan Nilai Rupiah .......................
29
Perbandingan Nisbah Kesetaraan Tanahedan
Pendapatan antara Surjan, Persawahan
Sekali pada MH dan Padi MH - Palawija MK
30
Kombinasi Perlakuan antara Pola Tanam (P)
dengan Tingkat ~emberianKapur (K)
37
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Tinggi Tanaman (cm) dari
Percobaan-I, Tanam-I1 pada Umur 2, 4, 6
dan 8 MST
52
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Luas Daun (cm2) dari
Percobaan-I, Tanam-I1 pada Umur 2, 4, 6
dan 8 MST
...............................
55
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Bobot Kering Akar (g/pot)
dari Percobaan-I, Tanam-I1 pada Umur 2,
4, 6 dan 8 MST
58
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Bobot Kering Pucuk
(g/pot) dari Percobaan-I, Tanam-I1 pada
Umur 2; 4 , 6 dan 8 MST
61
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Bobot Kering Total (g/pot)
dari Percobaan-I, Tanam-I1 pada Umur 2,
4, 6 dan 8 MST
64
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Banyaknya Bintil Akar
(buah) dan Bobot Kering Bintil Akar (g)
dari Percobaan-I, Tanam-I1 pada Umur 6
dan 8 MST ..............................
67
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Banyaknya Bintil Akar
(buah) dari Percobaan-I, Tanam-I1 pada
Umur 6 MST .............................
68
.....
...............................
5.
6.
.........................
7.
.................
8.
.........................
9.
10.
Nomor
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
Ha laman
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Banyaknya Bintil Akar
(buah) dari Percobaan-I, Tanam-II.pada
Umur 8 MST
.............................
68
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Bobot Kering Bintil Akar
(g) dari Percobaan-I, Tanam-I1 pada
Umur 6 MST .............................
69
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Bobot Kering Bintil Akar
(g) dari Percobaan-I, Tanam-I1 pada
Umur 8 MST
.............................
69
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Banyaknya Cabang dan Buku
Produktif dari Percobaan-I, Tanam-I1
...
72
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap ~ata-rataLaju Tumbuh
Pertanaman (LTP) (9.harim')
dari
Percobaan-I, Tanam-I1 pada Umur 2-4 MST,
4-6 MST dan 6-8 MST
....................
74
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Rata-rata Laju Tumbuh
Relatif (LTR) (9.9-l. hari-l) dari
Percobaan-I, Tanam-I1 pada Umur 2-4 MST,
4-6 MST dan 6-8 MST
....................
77
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Rata-rata Laju Asimilasi
Netto (LAN) (g .~m-~.h-') dari
Percobaan-I, Tanam-I1 pada Umur 2-4 MST,
4-6 MST dan 6-8 MST
....................
80
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Banyaknya Polong (buah),
Banyaknya Biji (buah), Bobot Kering Biji
(g) dan Bobot 100 Butir Biji Tanaman
Kedelai pada Percobaan-I, Tanam-I1 .....
84
Pengaruh Reklamasi dan Penggunaan Tanah
terhadap Perubahan Sifat Kimia Tanah di
Lokasi Tabunganen Tamban Luar, Unit Tatas
dan Barambai, Pulau Petak Kalimantan
Selatan ................................
95
.
Halaman
Nomor
20.
Beberapa Ciri Kimia dan Fisika Tanah yang
Digunakan untuk Percobaan Rumah Kaca
dan Lapang Sebelum Tanam-I
96
pH Tanah Sebelum Tanam-I1 dan Sebelum Panen-I1
pada Percobaan-I1
97
Aluminium dapat Dipertukarkan (A1
Sebelum
Tanam-I1 dan Sebelum Panen-Iqdkada
Percobaan-I1
98
Analisis Tanah Sebelum Tanam-I1 dan Sebelum
Panen-I1
99
.............
21.
22.
......................
...........................
23.
24.
...............................
Nilai Redoks Potensial (mV) Minimum dan
Maksimum pada Lahan Sawah dan Kering
di Unit Tatas
100
Beberapa Sifat Fisik Tanah pada Profil Tanah
di Unit Tatas
101
Kualiatas Air Tanah di Unit Tatas, Barambai
dan Tabunganen Pulau Petak pada
Kedalaman 0-40 cm
103
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Rata-rata Tinggi Tanaman
(cm) pada Umur 2, 4, 6 dan 8 MST dari
Percobaan-11, Tanam-I1
104
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Rata-rata Luas Daun (LD)
(cm2) pada Umur 2, 4, 6 dan 8 MST dari
Percobaan-11, Tanam-I1
.................
107
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Bobot Kering Akar
(g/tanaman) dari Percobaan-11, Tanam-11.
111
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Bobot Kering Pucuk (g)
pada Umur 2 , 4, 6 dan 8 MST dari
Percobaan-11, Tanam-I1 .................
114
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Bobot Kering Total (g)
pada Umur 2, 4, 6 dan 8 MST dari
Percobaan-11, Tanam-I1 .................
117
...........................
25.
26.
..........................
......................
27.
.................
28.
29.
30.
31.
Halaman
Nomor
32.
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Banyaknya Cabang
dan Buku Produktif dari Percobaan-11,
Tanam-I1
120
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Laju Tumbuh Pertanaman
~ata-rata (LTP) pada Umur 2-4 MST,
4-6 MST dan 6-8 MST dari Percobaan-11,
Tanam-I1
122
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur kerhadap Laju Tumbuh Relatif
Rata-rata (LTR) (g.g-l. h-l) pada Umur
2-4 MST, 4-6 MST dan 6-8 MST dari
Percobaan-11, Tanam-I1
125
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Laju As'milasi Netto
Rata-rata (LAN) (g.cm-'. h-l) pada Umur
2-4 MST, 4-6 MST dan 6-8 MST dari
Percobaan-11, Tanam-I1
128
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Nisbah Luas Daun
Rata-rata (NLD) (cm-2.g-l) pada Umur
2-4 MST, 4-6 MST dan 6-8 MST dari
Percobaan-11, Tanam-I1
.................
134
Serapan Hara Tanaman 6 MST pada Percobaan-11,
Tanam-I1
...............................
136
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Banyaknya Polong (buah),
Banyaknya Biji (buah), Bobot Kering Biji
(g) dan Bobot 100 Butir Biji (g) Tanaman
Kedelai pada Percobaan-11, Tanam-I1
....
138
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur serta ~nteraksinyaterhadap Hasil
per Petak dari Percobaan-11, Tanam-I1 ..
141
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Hasil Biji Kering
pada Percobaan-11, Tanam-I1
(ton ha-')
.
141
Analisis Usahatani Budidaya Tanaman Kedelai
pada Berbagai Pola Tanam di Percobaan-I1
143
...............................
33.
...............................
34.
.................
35.
.................
36.
37.
38.
39.
40.
41.
viii
Halaman
Nomor
Lam~iran
1.
2.
3.
4.
....................
Deskripsi Kedelai Varietas Wilis ............
Deskripsi Varietas IR-46
173
Rata-rata Radiasi Surya dan Lamanya
Penyinaran Harian per Bulan di KP.
Unit Tatas Tahun 1981 - 1990
174
Suhu Udara Maksimum, Minimum dan Rata-rata
Bulanan di KP Unit Tatas
Tahun 1981
1990
175
Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada Umur 2 dan
4 MST dari Rumah Kaca, Tanam-I1
176
Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada Umur 6 dan
8 MST dari Rumah Kaca, Tanam-I1
176
Sidik Ragam Luas Daun pada Umur 2 dan 4 MST
dari Percobaan-I, Tanam-I1
177
Sidik Ragam Luas Daun pada Umur 6 dan 8 MST
dari Percobaan-I, Tanam-I1
.............
177
Sidik Ragam Bobot Kering Akar pada Umur 2 dan
4 MST dari Percobaan-I, Tanam-I1
.......
178
Sidik Ragam Bobot Kering Akar pada Umur 6 dan
8 MST Uari Percobaan-I, Tanam-I1
178
Sidik Ragam Bobot Kering Pucuk pada Umur 2
dan 4 MST dari Percobaan-I, Tanam-I1
...
179
Sidik Ragam Bobot Kering Pucuk pada Umur 6
dan 8 MST dari Percobaan-I, Tanam-I1
...
179
Sidik Ragam Berat Kering Total pada Umur 2
dan 4 MST dari Percobaan-I, Tanam-I1 ...
180
Sidik Ragam Berat Kering Total pada Umur 6
dan 8 MST dari Percobaan-I, Tanam-I1 ...
180
Sidik Ragam Banyaknya Bintil dan Bobot Bintil
dari Percobaan-I, Tanam-I1 pada Umur
6 MST ..................................
181
-
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
172
Rata-rata Curah Hujan, Hari Hujan dan Evapotranspirasi Potensial (ETP) Bulanan di
Kebun Percobaan Unit Tatas 1981 - 1990 .
...........
5.
171
......................
........
........
.............
.......
Nomor
Halaman
Sidik Ragam Banyaknya Bintil dan Bobot Kering
Bintil dari Percobaan-I, Tanam-I1 pada
Umur 8 MST
.............................
Sidik Ragam Banyaknya Cabang dan Buku
Produktif pada Saat Panen dari
Percobaan-I, Tanam-I1
..................
Sidik Ragam Laju Tumbuh Pertanaman Rata-rata
(LTP) pada 2-4 MST, 4-6 MST dan 6-8 MST
dari Percobaan-I, Tanam-I1
.............
Sidik Ragam Laju Tumbuh Relatif Rata-rata
(LTR) pada 2-4 MST, 4-6 MST dan 6-8 MST
dari Percobaan-I, Tanam-I1
.............
Sidik Ragam Laju Asimilasi Netto Rata-rata
(LAN) pada 2-4 MST, 4-6 MST dan 6-8 MST
dari Percobaan-I, Tanam-I1
.............
Sidik Ragam Nisbah Luas Daun Rata-rata (NLD)
pada 2-4 MST, 4-6 MST dan 6-8 MST dari
Percobaan-I, Tanam-I1
..................
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Rata-rata Nisbah Luas
Daun (NLD) dari Percobaan-I, Tanam-I1
..
Sidik Ragam Banyaknya Polsng dan Banyaknya
Biji dari Percobaan-I, Tanam-I1
........
Sidik Ragam Bobot Biji dan Bobot 100 Biji
dari Percobaan-I, Tanam-I1
.............
Sidik Ragam Indeks Panen dari Percobaan-I,
Tanam-I1
...............................
Pengaruh Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur terhadap Indeks Panen ( % ) dari
Percobaan-I, Tanam-I1 ..................
Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada Umur 2 dan
4 MST dari Percobaan-11, Tanam-I1 ......
Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada Umur 6 dan
8 MST dari Percobaan-11, Tanam-I1 ......
Sidik Ragam Luas Daun pada Umur 2 dan 4 MST
dari Percobaan-11, Tanam-I1 ............
Nomor
31.
32.
33.
34.
Halaman
Sidik Ragam Luas Daun pada Umur 6 dan 8 MST
dari Percobaan-11, Tanam-I1
............
194
Sidik Ragam Bobot Kering Akar pada Umur 2 dan
4 MST dari Percobaan-11, Tanam-I1
......
195
Sidik Ragam Bobot Kering Akar pada Umur 6 dan
8 MST dari Percobaan-11, Tanam-I1
195
Sidik Ragam Bobot Kering Pucuk pada Umur 2 dan
4 MST dari Percobaan-11, Tanam-I1
196
......
......
35.
Sidik Ragam Bobot Keri,ng Pucuk pada Umur 6 dan
8 MST dari Percobaan-11, Tanam-I1
36.
Sidik Ragam Berat ~ e r i n gTotal pada Umur 2 dan
4 MST dari Percobaan-11, Tanam-1-1
37.
38.
39.
......
......
Sidik Ragam Berat Kering Total pada Umur 6 dan
8 MST dari Percobaan-11, Tanam-I1 ......
Sidik Ragam Banyaknya Cabang dan Buku
Produktif dari Percobaan-11, Tanam-I1 ..
Sidik Ragam Laju Tumbuh Pertanaman Rata-rata
(LTP) pada Umur 2-4 MST, 4-6 MST dan
6-8 MST dari Percobaan-11, Tanam-I1
....
40.
41.
Sidik Ragam Laju Tumbuh Relatif Rata-rata
(LTR) pada Umur 2-4 MST, 4-6 MST dan
6-8 MST dari Percobaan-11, Tanam-I1
....
Sidik Ragam Laju Asimilasi Netto Rata-rata
.
(LAN) pada Umur 2-4 MST, 4-6 MST dan
6-8 MST dqri Percobaan-11, Tanam-I1
....
42.
Sidik Ragam Nisbah Luas Daun Rata-rata (NLD)
pada Umur 2-4 MST, 4-6 MST dan 6-8 MST
dari Percobaan-11, Tanam-I1
............
43. Sidik Ragam Banyaknya Polong dan Biji per
Tanaman dari Percobaan-11, Tanam-I1
....
44. Sidik Ragam Bobot Biji per Tanaman dan Bobot
100 Butir Biji dari Percobaan-11,
Tanam-I1
...............................
45. Sidik Ragam Hasil per Petak dan per Hektar
dari Percobaan-11, Tanam-I1
............
Nomor
Halaman
46.
Penetapan Kemasaman Total Potensi (KTP)
.....
207
47.
Penetapan Aluminium dapat Dipertukarkan
(Aldd) dengan penyangga Ekstrak KC1 1 N.
208
Penetapan Susunan Kation, Kejenuhan Basa dan
Kapasitas Tukar Kation dengan Penyangga
NH40Ac pH 7.0
..........................
209
.
210
48.
49.
Analisis Nitrogen Tanah dan Tanaman Kedelai
50.
Analisis Fosfor Tanah melalui Metode Bray-11.
51.
Analisis Fosfor Tanaman
52.
Analisis Unsur K, Ca
.....................
dan Mg Tanaman .........
211
\212
213
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Nomor
Teks
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Grafik Perubahan pH dari Berbagai Contoh
Tanah karena Penggenangan
..............
Tinggi Permukaan Air pada Budidaya Basah dan
Padi Sawah
.............................
24
Tinggi Tanaman dari setiap Pola Tanam dan
Tingkat Pemberian Kapur pada berbagai
Umur Tanaman dari Percobaan-I, Tanam-11.
53
Luas Daun dari setiap Pola Tanam dan Tingkat
Pemberian Kapur pada berbagai Umur
Tanaman dari Percobaan-I, Tanam-I1
.....
56
Bobot Kering Akar dari setiap Pola Tanam dan
Tingkat Pemberian Kapur pada berbagai
Umur Tanaman dari Percobaan-I, Tanam-11.
59
Bobot Kering Pucuk dari setiap Pola Tanam
dan Tingkat Pemberian Kapur pada
berbagai Umur Tanaman dari Percobaan-I,
Tanam-I1
...............................
62
Bobot Kering Total dari setiap Pola Tanam dan
Tingkat Pemberian Kapur pada berbagai
Umur Tanaman dari Percobaan-I, Tanam-11.
65
Laju Tumbuh Pertanaman Rata-rata (LTP)
dari setiap Pola Tanam dan Tingkat
Pemberian Kapur pada berbagai Umur
Tanaman dari Percobaan-I, Tanam-I1
75
.....
Laju Tumbuh Relatif Rata-rata (LTR) dari
setiap Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur pada berbagai Umur Tanaman dari
Percobaan-I, Tanam-I1
78
Laju Asimilasi Netto Rata-rata (LAN) dari
setiap Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur pada berbagai Umur Tanaman dari
Percobaan-I, Tanam-I1
..................
81
Nisbah Luas Daun Rata-rata (NLD) dari setiap
Pola Tanam dan Tingkat Pemberian Kapur
pada berbagai Umur Tanaman dari
Percobaan-I, Tanam-I1 ..................
85
..................
10.
11.
7
xiii
Nomor
12.
Halaman
Curah Hujan, Evapotranspirasi dan Permukaan
Air Tanah di Lahan Sawah Unit Tatas
....
89
..
91
...............................
105
13.
Pola Beberapa Unsur Iklim Bulanan di Tatas
14.
Tinggi Tanaman dari setiap Pola Tanam dan
Tingkat Pemberian Kapur pada berbagai
Umur Tanaman dari Percobaan-11,
Tanam-I1
Luas Daun dari setiap Pola Tanam dan Tingkat
Pemberian Kapur pada berbagai Umur
Tanaman dari Percobaan-11, Tanam-I1
....
Bobot Kering Akar dari setiap Pola Tanam dan
Tingkat Pemberian Kapur pada berbagai
Umur Tanaman dari Percobaan-11,
Tanam-I1
...............................
Bobot Kering Pucuk dari setiap Pola Tanam dan
Tingkat Pemberian Kapur pada berbagai
Umur Tanaman dari Percobaan-11,
Tanam-I1
...............................
a
Bobot Kering Total dari setiap Pola Tanam dan
Tingkat Pemberian Kapur pada berbagai
Umur Tanaman dari Percobaan-11,
Tanam-I1
...............................
Laju Tumbuh Pertanaman Rata-rata (LTP) dari
setiap Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur pada berbagai Umur Tanaman dari
Percobaan-11, Tanam-I1
.................
1
Laju Tumbuh Relatif Rata-rata (LTR) dari
setiap Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur pada berbagai Umur Tanaman dari
Percobaan-11, Tanam-I1
.................
-
Laju Tumbuh Relatif Rata-rata (LTR) dari
setiap Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur pada berbagai Umur Tanaman dari
Percobaan-11, Tanam-I1
.................
Laju Asimilasi Netto Rata-rata (LAN) dari
setiap Pola Tanam dan Tingkat Pemberian
Kapur pada berbagai Umur Tanaman dari
Percobaan-11, Tanam-I1 .................
xiv
Nomor
Ha laman
Lampiran
1.
Bagan Percobaan di Lapangan dengan 4 Taraf
Pola Tanam dan 4 Taraf Tingkat Pemberian
Kapur
..................................
171
Bagan dari Suatu Anak Petak dengan Ukuran
4 x 5 m
172
3.
Lokasi
173
4.
Sistem Surjan yang Diletakkan Timur-Barat
pada Lahan Pasang Surut Membentuk
Drainase Sistem Sirip
2.
................................
Penelitian ...........................
..................
174
PENDAHULUAN
Latar
Dalam
Belakanq
dua dasawarsa terakhir ini perhatian pemerin-
tah terhadap perluasan areal pertanian terasa semakin
besar.
Dari luas lahan 25
-
35 juta ha yang berupa lahan
rawa dan pasang surut yang sebagian besar terdapat di
pulau-pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya (WidjajaAdhi, 1986), diperkirakan berpotensi tinggi untuk pertanian 5
-
7
juta ha. Sampai akhir Pelita IV yang telah
dibuka dan dikembangkan sekitar 950 000 ha (Balitbangtan,
1986).
Sebagian besar tanah mineral di daerah pasang surut
terdiri dari tanah sulfat masam yang luasnya diperkirakan
2 juta hektar yang tersebar di dataran pantai Sumatera dan
Kalimantan -(Driessen dan Soepraptohardjo, 1974).
Berbagai
penelitian di lahan pasang surut telah dilakukan sejak
Pelita I oleh IPB dan ITB di Sumatera dan UGM di
Kalimantan Selatan dalam rangka Proyek Pembukaan
Persawahan Pasang Surut (P4S) di bawah Departemen PUTL.
Sejak tahun 1985
-
1986 atas bantuan pinjaman Bank Dunia
penelitian pertanian di lahan pasang surut dilaksanakan
oleh Proyek Penelitian Pertanian Lahan Pasang Surut dan
Rawa (SWAMP-11) yang dikelola Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Kebanyakan tanaman tidak memuaskan pertumbuhannya
pada tanah ini.
Budidaya tanaman pada tanah ini
memerlukan
pengelolaan
adanya masukan yang tinggi d a n - c a r a
yang tepat.
Di beberapa negara budidaya
tanaman tertentu pada tanah sulfat masam cukup berhasil,
seperti bit gula di Belanda, kelapa sawit di Malaysia,
kentang dan sorgum di Uganda dan 'nenas di Vietnam.
Sebagian besar petani memanfaatkan tanah sulfat masam
untuk budidaya padi seperti di Indonesia, Vietnam dan
Thailand (Bloomfield dan Coulter,
1973; Breemen dan Pons,
1978) di Afrika (Dent, 1986), dan di daratan Cina (Qi-fan,
1981) karena tanaman ini dapat tumbuh dan berkembang dalam
keadaan reduktif (anaerob).
Keadaan reduktif ini sekaligus menghindari teroksidasinya pirit (FeS2) yang melepaskan asam sulfat yang
mengakibatkan rendahnya pH tanah.
Proses pemasaman akan
menurunkan kesuburan tanah, Ion-ion H+ dan A1+f+ yang
terbentuk dalam proses ini mendesak hara kation dari
komplek jerapan.
terbawa air.
Kemudian hara tersebut hilang tercuci
Demikian juga oksidasi atau hidrasi Fe dan
1
A1 yang terbentuk meningkatkan kapasitas tanah dalam
mengikat anion, misalnya fosfat dan molibdat dimana ha1
ini menurunkan ketersedian hara tersebut bagi tanaman.
Sebaliknya dalam keadaan jenuh air (reduktif) membawa
perubahan drastis dalam tanah.
Keadaan ini mengurangi
pertukaran gas, sehingga konsentrasi oksigen berkurang dan
praktis nihil dalam beberapa jam atau hari (Ponnamperuma,
1964). Dalam keadaan ini bakteri anaerobik menggunakan
senyawa nitrat, oksida mangan dan ferri, sulfat, fosfat
serta hasil dissimilasi bahan organik.
Setelah nitrat
habis konsentrasi ~ n + + ,kemudian ~ e + +meningkat yang dapat
meracuni tanaman.
Penanaman palawija pada areal dengan
drainase kurang
baik, biasanya disarankan untuk menggunakan sistem surjan.
Menurut Sudaryaono (1988) sistem surjan yang dilaksanakan
di lahan tadah hujan Kulon Progo, Yogyakarta menggunakan
lebar petakan 2
-
15
m dengan ketinggian
0.4
-
1.5 m.
Sistem surjan memerlukan biaya yang lebih tinggi bila dibandingkan budidaya jenuh air, karena bedengannya lebih
tinggi.
Strategi pengelolaan tanaman kedelai dengan budidaya
basah antara lain dapat diterapkan pada areal dengan
irigasi yang cukup baik dan drainase kurang baik.
Budidaya jenuh air telah dilaksanakan pada tanaman kedelai
dan juga pada tanaman jagung.
Di Vietnam penerapan
budidaya jenuh ai,r untuk jagung pada tahun 1983 seluas
ha, dan meningkat menjadi
(Chomchalow, 1988).
200
000
50
ha pada tahun 1988
Budidaya jenuh air meningkatkan bobot
kering akar dan bintil akar serta aktivitas bakteri
penambat N bila dibandingkan cara irigasi biasa (Troedson
et a1
.,
1983)
.
Perbaikan pertumbuhan tanaman tersebut
perlu diimbangi dengan ket,ersediaan hara cukup untuk
meningkatkan produksi kedelai.
Pemberian fosfor sering
menunjukkan pengaruh yang nyata pada tanaman kedelai
dibanding nitrogen dan kalium.
Dengan latar belakang potensi d a n peran
t a n a m a n ke-
d e l a i pada m a s a mendatang d a n dalam r a n g k a u s a h a u n t u k
mengatasi
sebagian dari
k e d e l a i , pada
kendala
pertumbuhan
tanah sulfat masam
maka
d a n hasil
dilaksanakan
serangkaian percobaan di rumah kaca maupun d i lapangan.
Tuiurn Penelitian
Percobaan
ini dilakukan dengan t u j u a n u n t u k mempe-
lajari penerapan budidaya basah tanaman kedelai
l a x ' (L.)
Merr)
d e n g a n berbagai
pola
(Glycine
tanam dan tingkat
pemberian kapur pada tanah sulfat masam.
Hivotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.
Budidaya
basah
menghindari
sekaligus
mengurangi
kebutuhan
kapur
dan
proses
bahkan
pemasaman
dapat
untuk tanaman kedelai
tanah
meniadakan
pada
tanah
sulfat masam.
2.
Dengan
adanya budidaya basah tanaman kedelai
k i n a n penanaman
kemung-
kedelai d u a k a l i s e t a h u n d a p a t di-
laksanakan atau memasukkan tanarnan kedelai pada pola
tanam yang sudah ada d i tanah sulfat masam.
3.
Penerapan
kan
budidaya basah tanaman
pendapatan
masam.
usahatani
sawah
kedelai
pada
meningkat-
tanah
sulfat
TINJAUAN PUSTAKA
Sebaran Tanah Sulfat M a s a m
sebagian besar.tanah sulfat masam terhampar pada
daerah tropik basah dan subtropik, dan hanya sebagian
kecil terdapat pada daerah iklim sedang.
Di daerah tro-
pik tanah sulfat masam terdapat terutama pada lahan rawa
pasang surut dan pantai mangrove yang salin d a n rawa
belakang (backswamp) yang payau.
~ o s i ltanah sulfat masam yang ditemukan pada endapan
teras alluvial tua menunjukkan berasal dari masa pertengahan atau awal periode pleitosin (Moormann, 1963).
Di seluruh dunia terdapat sekitar 12
tanah sulfat masam.
Diantaranya 5.5
-
13
juta ha
juta h a d i Asia
Tenggara dan Timur (Bloomfield dan Coulter, 1973; Breemen
dan Pons, 1978) dan 6.6 juta ha di Afrika
-
Toure, 1982)
.
(Kouma dan
Di beberapa negara Eropa, seperti Belanda,
Swedia, Finlandia dan Inggeris, Amerika dan Australia
dilaporkan juga terdapat tanah sulfat masam.
diperkirakan terdapat 67 ribu ha
Indonesia terdapat sekitar
2.0
D i Cina
(Qi-fan, 1981).
Di
juta hektar tanah
sulfat
-
masam yang sebagian besar tersebar di Kalimantan dan Sumatera (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974), dan menurut
Sukardi (1990) 4.2 juta ha tersebar di empat pulau besar
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya.
S i f a t K i m i a Tanah S u l f a t
--Ion H+ dan PH.
Masam
Konsentrasi ion H+ pada tanah sulfat masam
sangat tinggi, terutama pada lapisan atas yang teroksidasi karena reklamasi dan drainase.
Pada keadaan
teroksidasi pH dapat mencapai kurang dari 2
1963 ; Breemen dan Pons, 1978) .
lapang terkadang turun dari
4,
genang pH dapat lebih besar dari
(Moorman,
Pada keadaan aerob pH
tetapi pada keadaan ter4
(Dent, 1986).
Hasil penelitian Ponnamperuma
(1972) dan Sanchez
(1976) menyatakan bahwa penggenangan mengakibatkan kenaikkan pH tanah masam dan menurunkan pH tanah basa
(Gambar 1). Penggenangan pada tanah sulfat masam meningkatkan pH secara perlahan apabila dibandingkan dengan
tanah normal bukan tanah sulfat masam, tetapi pH yang
dicapai jarang mencapai 6 (Breemen dan Pons, 1978).
Un-
tuk tanah yang masih dipengaruhi oleh ayunan pasang surut
biasanya
lebih dari 4.5.
Pada keadaan i n i jarang
ditemukan jarosit (Ismangun dan Driessen, 1978; Breemen,
1976).
Jarosit biasanya tidak ditemukan pada tanah yang
berdrainase jelek, sekalipun kondisi sangat masam
(Dent,
1986).
Breemen (1976) menunjukkan bahwa selisih perubahan pH
lebih dari
antara
0.04
0.2
-
per unit memberikan indikasi adanya pirit-S
0.05%
yang harus dioksidasi.
Ketersediaan dan kelarutan unsur-unsur dalam tanah
keseluruhan berkaitan dengan pH tanah.
Sehingga pH se-
cara tidak langsung dapat menunjukkan tingkat keracunan
a t a u kecukupan suatu unsur atau senyawa dalam tanah
(Buckman dan Brady, 1969; Bohn et al., 1979).
1
-
,
-- -=.'a
-
-
-
57
+
A
a
99
-
e35
0
0
4
0
liat
4.9
z.4
liat
liat
liat
3.8
8.7
7.7
liat
57
99
5
4
2
8
(%I Fe(%) Mu(%)
4-70 0.08
2-9
2.60 0.01
6.6
7-2 0.08 0.00
2.2
0.63
0.07
4.8
1-55 0-08
14
12
10
h
Waktu (minggu)
Grafik Perubahan pH dari Berbagai Tanah
karena Penggenangan (Ponnamperuma, 1977)
Gambar 1.
Aluminium
(Al).
menurunnya pH.
( 1 9 7 3 ) mengacu
k e l a r u t a n A1
Konsentrasi pelarutan A1 meningkat dengan
Magistad dalam Bloomfield
penelitihn bahwa pada
0.3
ppm
d a n pada
pH
pH
3.1
dan Coulter
4 . 5
diperoleh
kelarutan A1
meningkat menjadi 76.4 ppm.
Kelarutan A1 semakin meningkat pada selang pH 4
(Dent, 1986).
Menurut
Breemen
-
(1973) keaktifan
berhubunqan dengan pH, yaitu meningkat
sepuluh
4.5
A1
kali
s e t i a p penurunan pH satu unit.
(1984) menunjukkan
Cholitkul d a n Sangtong
adanya hubungan antara keasaman total
dengan A1 tertukar.
Sebanyak 49 Contoh tanah sulfat ma-
Sam dari tujuh seri yang
dan empat seri antara 3 . 9
mempunyai pH antara 3.6
-
5.3
-
4.5
menunjukkan hubungan me-
nurut persamaan:
Keasaman total = 2 A 1 tertukar (atau A1 terektraks)
= 2 H tertukar
A l tertukar = 0.45
(r
=
+ 0.988 A1 terekstrak
0.96**)
P e r s a m a a n menunjukkan bahwa
total
berasal
dari
A1
hampir
tertukar
dengan
selebihnya d a r i 50% keasaman t o t a l dari
Konsentrasi A1 terekstrak tanah sulfat
berkisar 50 ppm
Besi [Fe).
50%
keasaman
menganggap
A 1 terekstrak.
masam di Indonesia
(Ismangun dan Driessen, 1974).
Konsentrasi Fe terlarut pada
sulfat masam sangat kecil.
beberapa tanah
Hal ini karena jumlah total Fe
t a n a h tergolong kecil atau jumlahnya yang s e d i k i t yang
mudah berada dalam bentuk tereduksi.
Pada t a n a h sulfat masam
dalam
bentuk
kristal
tua,
Geotit
dan
terkadang secara perlahan berubah
melepaskan
senyawa air.
2 FeO.OH
Geot it
------ >
Fe k e b a n y a k a n berada
Haematit.
Geotit
menjadi Haematit dengan
Reaksi yang terjadi adalah:
Fe20 + H20
~aema%i
t
.................
(1)
Pada tanah sulfat masam muda, F e sebagian besar berada
dalam koloidal.
Pada pH kurang dari 3.5, Fe (111) menjadi terlarut
(Bloomfield dan Coulter, 1973).
Dalam
ha1 ini boleh jadi
Fe (111) yang terjadi merupakan hasil oksidasi dari Fe
(11) oleh
bakteri
Thioferoksidan
yang mampu hidup
sekalipun dalam suasana masam.
Konsentrasi
Fe
berkisar antara 9
-
(11) pada
18 mmol/L
tanah
s a w a h biasanya
dan mencapai 90 mmol/L
setelah dua minggu penggenangan
(Ponnamperuma 1973).
H a s i l survei pada tiga jenis tanah s u l f a t masam
-
Kalimantan menunjukkan Fe terekstrak 5.5
26.2
di
mmol/L
(Manuelpillai et al., 1985).
Manaan - 1 .
pH.
~onsentrasiMn dalarn tanah dipengaruhi oleh
Konsentrasi Mn turun 100 kali lipat
dengan mening-
katnya pH satu unit (Linsay, 1972).
Gejala keracunan Mn
sering muncul karena adanya
pergantian antara kering dan
Coulter, 1973).
Keracunan Mn
horison B, yaitu antara 0.01
-
masam, dan antara 0.06
basah
(Bloomfield dan
(11) umumnya berada
-
0.05%
pada
untuk tanah sulfat
0.14% untuk tanah jenis lain.
Dalam tanah Mn dicirikan dengan bercak hitam berupa
konkresi dari M n O
yang tersebar pada horizon B.
t a n a h sulfat masam tua Mn
tertukar dan terlarut.
'
Pada
(11) berada d a l a m kJent.uk
Mn bentuk terlarut berkorelasi
dengan Mn total dalam tanah (Breemen, 1976).
Garam
dan Keqaraman.
-
Kelarutan
garam
(Salinitas) me-
ningkat apabila tanah berpirit dikeringkan d a n t e r oksidasi.
yang jelek
Kegaraman berhubungan dengan adanya drainase
(Bloomfield dan Coulter, 1973).
Kegaraman
dapat terjadi karena lapisan tanah bawah yang tidak matang
diikuti oleh drainase yang jelek (Breemen, 1976).
Kegaraman terukur dengan DHL 80 mmhos/cm
lapisan atas 30 cm di Senegambia
(Marius, 1982);
mmhos/cm pada lapisan atas 30 cm, dan 1
-
lapisan 1 m di Kalimantan
1
7 mmhos/cm
lapisan 1 m di Thailand (Breemen, 1976); 1
pada
pada
-
-
5
pada
7 mmhos/ cm
(Manuelpillai et al.,
1985).
Hidroaen Sulfida, Sulfur.
dan Pirit.
Pada tanah sulfat
masam keracunan H2S dimungkinkan terjadi karena tereduksinya sulfat terutama pada tanah yang tergenang.
Reaksi
yang terjadi adalah:
~
0
+ ZH+
~
+~ 2CH20
---- >
H2S
+
2 H20
+
2 C02
..
(2)
-
2 x
Bahan organik
Konsentrasi H2S dalam larutan air berkisar
mmol/L
(Dent, 1986).
Keracunan
antara 1
H2S
sering
berkaitan dengan tingginya kandungan bahan organik dan
rendahnya Fe.
Bahan organik dalam ha1 ini merupakan
sumber energi bagi
besar
bakteri
pereduksi
sulfat, sehinqga
kaitannya dengan kelangsungan terjadinya
reduksi.
Pada keadaan masam
bakteri pereduksi
(Desulfoxi-bacterim dan D e s u l p h o t o ~ a c u l u m ) tidak
reaksi
sulfat
dapat
11
bekerja. Oleh karena itu keracunan H2S banyak terjadi
apabila pH dinaikkan sekitar 4.0 dengan penggenangan
(Bloomfield dan Coulter, 1973; Dent, 1986).
Sulfur pada tanah sulfat masam dapat mencapai 5 000
ppm S.
(Attanandana et
dl.,
1982).
Konsentrasi sulfur
*
total 0.40% atau S terekstrak dalam asam (NH40Ac) 20 me/
100 g tanah pada lapisan antara 40
-
100 cn digolongkan
sangat tinggi (Vacharotayan dan Attanandana, 1985).
Kandungan pirit
(FeS2) dalam tanah sulfat masam
beragam dan cenderung semakin meningkat k e lapisan bawah,
terutama pada Sulfaquent dan Sulfaquept (Breemen dan Pons,
1973).
Pada tanah sulfat
masam Karang Agung, Sumatera
diperoleh 0.4 - 0.7% pirit pada lapisan 0
meningkat menjadi 1.2
(Eelaart, 1982).
-
4.6% pada
-
20 cm dan
lapisan 80
-
120 cm
Pirit membahayakan apabila berada aalam
suasana teroksidasi yang menyebabkan turunnya pH dengan
cepat.
Untuk menetralkan 1% pirit diperlukan 3% CaC03
(Pons et al. dalam Driessen dan Sudjadi, 1984).
Karbondioksida, 3 Asam-asam Oruanik.
Karbondioksida
(C02) dihasilkan terutama dari dekomposisi
bahan organik.
Umumnya C02 terendap pada tanah tergenang dan
yang kaya bahan organik dan Fe.
tanah masam
Penggenangan selama dua
minggu akan meningkatkan tekanan parsil
C02
dalam larutan
hingga mencapai 80 kpa, tetapi kemudian menurun dengan
cepat dan kemudian tereduksi menjadi metana (Dent, 1986).
Asam-asam organik dihasilkan dari dekomposisi bahan
organik
secara anaerob.
Asam orqanik, seperti asam
asetat, asam butirat dan lainnya
berpengaruh merugikan
terhadap tanaman pada kultur larutan
pH 4 ,
tetapi tidak
meruqikan pada pH 6 atau 8 (Tanaka dan Navasero dalam
Bloomfield dan Coulter, 1973).
Fosfor
m.
Kebanyakan tanah sulfat masam kahat P.
Ke-
kahatan P pada tanah sulfat masam terjadi di Vietnam dan
Malaysia
(Bloomfield dan Coulter, 1973); d i Thailand
(Breemen, 1976);
di Indonesia
(Nedeco, dalam Ismangun
dan Driessen, 1974); dan di Cina (Qi-fan, 1981).
kahat P pada tanah sulfat masam boleh
karena
Adanya
jadi disebabkan
kandungan A1 dan Fe yang tinggi, sehingga P ter-
ikat menjadi bentuk yang stabil atau sukar terlarut
(Sanches, 1976).
Tembasa (Cu).
Adanya assosiasi gambut pada
beberapa
tanah sulfat masam dapat menyebabkan terjadinya kekahatan
Cu.
Kekahatan Cu pada tanah sulfat masam ditemukan oleh
Moormann (1963) pada tanaman nenas.
Kation-kation Tertukar. Adanya kahat Ca, Mg, K, Mn, Zn,
Cu, dan Mo tidak bersifat khas pada tanah sulfat masam.
Keadaan dan jumlah hara yang tidak imbang mungkin
lebih
berperan dalam memberi pengaruh daripada kahatnya hara itu
sendiri.
Pencucian yang lama sehingga dapat mengakibatkan
kehilangan basa-basa dan melapuknya mineral-mineral pada
tanah sulfat masam, pada gilirannya menyebabkan kejenuhan
A1 meningkat pada kompleks pertukaran.
Pada tanah sulfat
masam Ca dan Mg tertukar tergolong rendah, yaitu 5 me
Ca/100 g tanah dan 9 me Mg/100 g tanah (Bloomfield dan
Coulter, 1973)
.
Pertumbuhan Tanaman
Kebanyakan tanaman tumbuh merana pada tanah sulfat
masam.
Hampir semua sifat kimia tanah sulfat masam me-
rupakan kendala bagi pertumbuhan tanaman.
Kandungan ion H+ yang tinggi pada pH kurang
menyebabkan menderitanya
akar tanaman.
dari 4
Dalam ha1 ini
boleh jadi karena bersamaan dengan adanya pengaruh oleh A1
dan Mn
(Adam dan Pearson, 1967; Bloomfield dan Coulter,
1973). Konsentrasi ion H+ yang tinggi
pada pH kurang dari
.4.2 dapat menyebabkan penyerapan balik kation-kation oleh
akar
(Black dalam Sanchez, 1976). seiring ha1 di atas, pH
yang
rendah mengakibatkan
terhambatnya konversi NH4.
Keadaan ini mengakibatkan tanaman jenis leguminosae tumbuh
kuranq memuaskan (Bloomfield dan Coulter, 1973).
Konsentrasi A1 dalam larutan tanah lebih dari 1 pprn
sudah dapat menyebabkan penurunan hasil tanaman secara
langsung (Sanchez, 1976). Konsentrasi A1
250 pprn dapat membahayakan
dalam tanah pada
pertumbuhan padi, 800 ppm mem-
pengaruhi secara nyata terhadap hasil, dan pada 1 500 ppm
dapat menimbulkan keracunan
(Moormann, 1963).
A1 sebagai faktor kuantitas kemasaman hanya
Pengaruh
berada pada
pH kurang dari 5 - 5 , pada pH
lebih dari 5 - 5
kemasaman dipengaruhi oleh Hdd dan H+
pada
yang
kuantitas
berdissosiasi
ikatan ion OH, yang terdapat pada oksida berair Fe
dan Al; gugus ikatan A l O H di tepi mineral liat silikat;
gugus fenolik dan karboksil bahan organik tanah
(Widjaja-
Pada pH kurang dari 4 kelarutan A1 meningkat
~ d h i ,1985).
(Dent, 1986).
Pengaruh Fe berbeda untuk setiap tanaman.
Konsen-
trasi Fe lebih dari 9 mmol/L dapat menyebabkan keracunan
pada
tanaman padi
1986).
(Nhung dan Ponnamperuma dalam
Keracunan Fe umumnya
Dent,
terjadi pada tanah-tanah
tergenang, termasuk tanah sulfat masam
yang mempunyai
tingkat kemasaman yang tinggi disertai dengan suasana
redoks yang rendah.
Pada keadaan redoks yang rendah, Fe
( 1 1 ) menjadi mudah larut dan dapat mencapai hingga 5 000
ppm
(Ponnamperuma, 1976).
Keracunan Fe pada tanaman
padi
tampak apabila dalam jaringan daun terkandung lebih dari
300 ppm Fe (Sanchez, 1976).
Kelarutan Fe mencapai minimal
pada pH lebih dari 6.5 (Ismunadji dan Mahmud, 1985).
Adanya
keracunan Mn masih
biasanya terjadi pada
Pemberian
sedikit diketahui
tanah-tanah
masam
dan
bukan sulfat.
2 - 8 ppm M n pada kultur larutan tidak menun-
jukkan adanya gejala
keracunan bagi
dalam Bloomfield dan Coulter, 1973).
t e r j a d i pada
4 ppm dalam
tanaman
(Lockard
Keracunan
dapat
larutan tanah, tetapi pada
tanaman padi keracunan akan tampak apabila kadar Mn dalam
jaringan pucuk batang mencapai 2 500 ppm (Sanchez, 1976).
Meningkatnya konsentrasi garam terlarut menyebabkan
meningkatnya
tekanan osmotik
mengakibatkan
tanaman.
pada
larutan tanah.
terhambatnya penyerapan
Hal
ini
a i r d a n hard
Pertumbuhan dan hasil tanaman mulai terganggu
nilai kegaraman-DHL antara
1.5
-
7.0
mmhos/cm.
Kebanyakan tanaman mulai terganggu apabila DHL lebih dari
4 mmhos/cm
(Sanchez, 1976). tetapi beberapa
tertentu dapat tumbuh
pada DHL
-
antara 10
tanaman
20 mmhos/cm
(Dent, 1986).
Konsentrasi H2S yang tinggi sering
dihubungkan
dengan adanya serangan beberapa penyakit tanaman, seperti
" A k i o c h i " atau " B r u s o m e W d a n
Helminthosporiur
sp.
S e r a n g a n penyakit d i a t a s d i d u g a k a r e n a m e n u r u n n y a
kemampuan akar tanaman dalam melakukan
oksidasi oleh
pengaruh H2S sehingga penyerapan hara menurun dan tanaman
menjadi
peka terhadap serangan penyakit
(Bloomfield dan
Coulter, 1973). Konsentrasi H2S dalam larutan 1
mmol/L sudah dapat melemah