Latar Belakang Analisis Pendapatan Nelayan Tradisional Dibandingkan Dengan Upah Minimum Regional di Kecamatan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan pemukiman-pemukiman penduduk di sekitar garis pantai. Dalam hal ini, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari para penduduk yang bermukim di daerah pantai tersebut pada umumnya memilih pekerjaan sebagai nelayan selain pekerjaan-pekerjaan sampingan lainnya. Hasrat untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera dalam arti sebenarnya adalah tujuan mulia yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia termasuk Kecamatan Johan Pahlawan Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam NAD sebagai subsistem didalam Sistem Pemerintah Republik Indonesia. Dalam peningkatan kesejahteraan penduduk dapat dilakukan apabila pendapatan penduduk mengalami peningkatan yang cukup hingga mampu memenuhi kebutuhan dasar untuk kehidupannya. Hal ini dapat diartikan bahwa kebutuhan– kebutuhan pangan, sandang, perumahan, kesehatan, keamanan, dan sebagainya tersedia dan mudah dijangkau setiap penduduk sehingga pada gilirannya penduduk yang miskin semakin sedikit jumlahnya. Sektor perikanan merupakan salah satu sasaran pemerintah dalam usaha meningkatkan ekspor non migas, penyediaan lapangan kerja, sumber devisa dan untuk gizi makanan. Tetapi dari sisi lain, dapat juga dilihat bahwa masyarakat Universitas Sumatera Utara yang mendiami pesisir pantai yang berperan aktif dalam usaha perikanan sebahagian besar belum terlepas dari lingkaran kemiskinan yang perlu penanganan serius. Sebagai sebuah sistem dari keseluruhan pengelolaan potensi laut yang ada tersebut, bidang perikanan dapat dijadikan sebagai indikator yang baik bagi pengelolaan laut. Dikarenakan di sektor tersebut terdapat sumber daya ikan yang sangat besar. Sehingga perikanan sebagai salah satu sumber daya alam yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan dan peningkatan taraf hidup bangsa pada umumnya, nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil dan pihak-pihak pelaku usaha di bidang perikanan dengan tetap memelihara lingkungan, kelestarian dan ketersediaan sumber daya, Danuri,2009. Sumber daya perikanan sebenarnya secara potensial dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan, namun pada kenyataannya masih cukup banyak nelayan yang belum dapat meningkatkan hasil tangkapannya, sehingga tingkat pendapatan nelayan tidak meningkat. Tujuan pembangunan perikanan di Indonesia ini pada prinsipnya memiliki dua sasaran pokok yaitu menaikkan produksi dan meningkatkan pendapatan pada sektor perikanan. Hal ini sejalan dengan upaya memperbaiki taraf hidup nelayan dan meningkatkan produksi perikanan nasional yang secara langsung ataupun tidak langsung dipengaruhi oleh faktor modal kerja, pengalaman kerja yang dimiliki dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara Masyarakat yang mempunyai mata pencaharian dan berpenghasilan sebagai usaha nelayan merupakan salah satu dari kelompok masyarakat yang melakukan aktivitas usaha dengan mendapatkan penghasilan bersumber dari kegiatan usaha nelayan itu sendiri. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan dan binatang air lainnya. Tingkat kesejahteraan nelayan sangat ditentukan oleh hasil tangkapannya. Banyaknya tangkapan tercermin pula besar pendapatan yang diterima dan pendapatan tersebut sebagian besar untuk keperluan konsumsi keluarga. Dengan demikian tingkat pemenuhan kebutuhan konsumsi keluarga atau kebutuhan fisik minimum kfm sangat ditentukan oleh pendapatan yang diterima. Para usaha nelayan melakukan pekerjaan dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan demi kebutuhan hidup. Untuk pelaksanaannya diperlukan beberapa perlengkapan dan dipengaruhi oleh banyak faktor guna mendukung keberhasilan kegiatan. Menurut Salim 1999 faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha nelayan meliputi sektor sosial dan ekonomi yang terdiri dari besarnya modal, jumlah tenaga kerja, pengalaman kerja, teknologi. Dengan demikian pendapatan nelayan berdasarkan besar kecilnya volume tangkapan, masih terdapat beberapa faktor yang lain yang ikut menentukannya yaitu faktor sosial dan ekonomi selain diatas. Pengembangan sektor kelautan dan perikanan berjalan lambat, karena kebijakan pembangunan lebih berorientasi kepada pengembangan kegiatan di daratan dibandingkan di kawasan pesisir dan lautan. Sehingga eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya pesisir dan kelautan terabaikan, dan sebagian besar masyarakat Universitas Sumatera Utara pesisir yang bekerja sebagai nelayan masih hidup di bawah garis kemiskinan, Serdiati, 2002. Upaya yang dilakukan dalam kaitannya dengan rencana kebijaksanaan pembangunan sektor pertanian, khususnya subsektor perikanan, bertujuan untuk : 1 Meningkatkan produksi dan mutu hasil perikanan baik untuk memenuhi pangan. Gizi dan bahan baku industri dalam negeri serta ekspor hasil perikanan. 2 Meningkatkan produktivitas usaha perikanan dan nilai tambah serta meningkatkan pendapatan nelayan, 3 Memperluas lapangan kerja serta kesempatan berusaha dalam menunjang pembangunan daerah, 4 Meningkatkan pembinaan kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup. Dengan kenyataan tersebut maka sudah sewajarnya apabila potensi sumberdaya perikanan yang ada dikembangkan penangkapannya untuk kemakmuran rakyat dengan tetap memelihara dan menjaga kelestarian sumberdaya perikanan ini, disamping memperhatikan faktor-faktor yang menunjang perolehan produksi usaha nelayan tersebut. Provinsi Nangroe Aceh Darussalam NAD wilayahnya dikelilingi oleh perairan laut, yaitu sebelah utara berbatasan dengan perairan Selat Malaka dan Laut Andalaman, sebelah timur berbatasan dengan perairan Selat Malaka, sebelah barat dan selatan berbatasan dengan perairan Samudera Indonesia. Provinsi ini memiliki panjang pantai mencapai 1.660 km sehingga Universitas Sumatera Utara mempunyai kawasan pesisir dan lautan seluas 57.365,57 km 2 . Sebelum peristiwa tsunami, sumberdaya alam Provinsi Nangroe Aceh Darussalam di kawasan pesisir dan lautan terdiri atas sumberdaya dapat pulih renewable resources meliputi berbagai jenis ikan, udang, rumput laut, sumberdaya tidak dapat pulih non- renewable resources meliputi mineral, bahan tambanggalian, minyak bumi dan gas. Pada tahun 2004 silam tepatnya pada 26 desember terjadi peristiwa Tsunami yang telah meluluh lantakkan sebagian besar wilayah Aceh, termasuk Meulaboh. Hal tersebut cukup membuat masyarakat pesisir pantai khususnya para nelayan kehilangan mata pencaharian. Karena gelombang Tsunami mengakibatkan rusaknya ekosistem laut yaitu ikan dan karang. Gelombang Tsunami yang dahsyat menyebabkan proses pemulihan membutuhkan waktu yang panjang. Hal ini sangat berdampak bagi kehidupan masyarakat Aceh, khususnya nelayan. Sebelum terjadi musibah tsunami hasil tangkapan nelayan cukup melimpah. Namun, setelah terjadi tsunami menimbulkan efek penurunan hasil tangkapan yang cukup signifikan. Usaha penangkapan ikan juga sudah lama dimulai oleh manusia, sejak dikembangkannya perahu dan alat-alat penangkap ikan seperti jala, pancing, dan alat-alat lain. Manusia yang hidup di pantai laut atau danau melihat bahwa sumber ikan anugerah dari sang pencipta. Untuk itu dikembangkanlah perahu dan alat-alat tangkap ikan. Pengetahuan yang mendukung nenek moyang pada zaman dahulu dalam hal ini yaitu : Universitas Sumatera Utara 1 Pengetahuan astronomi perbintangan, sehingga mereka dapat mengarungi lautan dan kembali ke tempat. 2 Pengetahuan iklim sehingga mereka dapat mengetahui waktu-waktu yang tepat menangkap ikan. 3 Ilmu teknik pembuatan perahu dan kapal, antara lain penggunaan tenaga angin dengan memakai layar untuk menggerakkan perahu. 4 Pengetahuan teknik pembuatan alat tangkap seperti jala, pacing,dan lain-lain. 5 Pengetahuan pengelolaan ikan seperti penggaraman, pengeringan, dan pengasapan. Simanjuntak, 2004. Memajukan usaha perikanan kita, bukan saja akan menambah makanan yang diperlukan oleh tubuh kita, melainkan juga dapat memperluas lapangan pekerjaan, memanfaatkan sumber kekayaan alam yang tersedia, dan dapat menunjang pendapatan bagi penduduk. Tingkat kesejahteraan nelayan sangat dipengaruhi oleh hasil tangkapannya. Jika hasil tangkapannya bagus, maka pendapatan mereka juga baik, begitu pula sebaliknya. Selain itu, beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan menurut Sujarno 2008 meliputi faktor sosial dan ekonomi yang terdiri dari besarnya biaya, jumlah perahu, jumlah tenaga kerja, jarak tempuh, dan pengalaman. Hasil tangkapan nelayan sangat beragam. Hasil tangkapan nelayan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu tangkapan ikan dan tangkapan non-ikan. Adapun hasil tangkapan nelayan berupa ikan seperti ; ikan tongkol, ikan gembung, ikan selar, ikan salam, dan ikan kakap. Hasil tangkapan nelayan non- ikan seperti; kerang, kepiting, udang, tiram dan cumi-cumi. Beberapa masalah Universitas Sumatera Utara perikanan tangkap yang juga mempengaruhi pendapatan nelayan menurut Murdiyanto 2007 adalah tingginya harga bahan bakar, sumber daya yang terkuras dan harga ikan sebagai output dalam perikanan tangkap. Tabel 1. Produksi Perikanan Tangkap Menurut Provinsi, 2007-2011 ton Provinsi Perikanan Laut 2007 2008 2009 2010 2011 Nangroe Aceh Darussalam 130.550 129.947 138.942 126.701 143.681 Sumatera Utara 348.222 354.535 358.664 341.323 463.201 Sumatera Barat 187.092 187.043 191.345 192.658 196.511 Riau 102.090 87.917 75.520 77.102 90.503 Jambi 43.638 43.945 44.120 44.524 44.700 Sumatera Selatan 37.790 38.653 39.735 40.877 43.800 Bengkulu 42.435 57.655 44.209 44.241 39.860 Lampung 135.324 144.859 164.552 143.813 154.484 Bangka Belitung 123.202 150.496 153.222 159.421 192.474 Kep. Riau 193.556 225.439 225.469 196.633 157.506 Sumber : Badan Pusat Statistik Dari tabel diatas menunjukkan produksi perikanan tangkap terbanyak dalam ton adalah Sumatera Utara,yaitu pada tahun 2011 menembus angka 463.201 ton pada tahun 2011. Selanjutnya diikuti oleh Provinsi NAD, Sumatera Barat, Kep riau, Lampung, dan Bangka Belitung. Dan sebaliknya produksi perikanan tangkap terkecil dalam ton adalah provinsi Sumatera Selatan dengan angka 37.790 ton pada tahun 2007. Selanjutnya diikuti oleh provinsi Jambi dan Bengkulu. Universitas Sumatera Utara Namun pada hakikatnya nelayan tradisional adalah nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan perahu dayung atau layar serta menggunakan alat tangkap ikan yang sederhana seperti pukat hanyut, pukat tangguk, pukat bakul, pukat rentang, pukat tarik, pukat sorong, belat, pancing, rawai, jaring, jala, pancing, umpan, dan alat tangkap non-modern tanpa menggunakan teknologi canggih untuk melaut dan wilayah operasinya di kawasan perairan yang berhampiran dengan pantai. Operasi menangkap ikan dijalankan seorang atau berdua yang rata-ratanya pulang hari, pergi pagi balik petang atau pergi petang balik pagi. Hasil tangkapan rendah dan sebahagian besarnya digunakan untuk keperluan dapur sendiri, selebihnya dijual atau diproses menjadi ikan asin atau ikan kering. Kebijakan Upah Minimum telah menjadi isu yang penting dalam masalah ketenagakerjaan di beberapa Negara baik maju maupun berkembang. Sasaran dari kebijakan upah minimum ini adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum dari pekerja dan keluarganya. Dengan demikian, kebijakan upah minimum adalah untuk : 1 Menjamin penghasilan pekerja sehingga tidak lebih rendah dari suatu tingkat tertentu, 2 Meningkatkan produktivitas pekerja, 3 Mengembangkan dan meningkatkan perusahaan dengan cara-cara produksi yang lebih efisien Sumarsono, 2003. Kebijakan upah minimum di Indonesia sendiri pertama kali diterapkan pada awal tahun 1970. Meskipun demikian, pelaksanaannya tidak efektif pada tahun-tahun Universitas Sumatera Utara tersebut Suryahadi,dkk, 2003. Pemerintah Indonesia baru mulai memberikan perhatian lebih terhadap pelaksanaan kebijakan upah minimum pada akhir tahun 1980. Hal ini terutama disebabkan adanya tekanan dari dunia internasional sehubungan dengan isu-isu tentang pelanggaran standar ketenagakerjaan yang terjadi di Indonesia. Pada awalnya kebijakan upah minimum ditetapkan berdasarkan biaya Kebutuhan Fisik Minimum KFM. Dalam perkembangannya kemudian, dalam era otonomi daerah, dalam menentukan besaran tingkat upah minimum beberapa pertimbangannya adalah : 1 Biaya Kebutuhan Hidup Minimum KHM, 2 Indeks Harga Konsumen IHK, 3 Tingkat upah minimum antar daerah, 4 Kemampuan, pertumbuhan, dan keberlangsungan perusahaan, 5 Kondisi pasar kerja, dan 6 Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita. Sebagai input informasi dalam penelitian ini dijelaskan bahwa Upah Minimum Regional UMR Provinsi Nangroe Aceh Darussalam pada tahun 2012 sebesar Rp.1.550.000,- Satu Juta Lima Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah. Universitas Sumatera Utara

1.2 Identifikasi Masalah