BAB III PERKEMBANGAN BATIK GUMELEM A. Karakteristik Batik Gumelem - PERKEMBANGAN INDUSTRI BATIK GUMELEM DI DESA GUMELEM KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2006-2016 - repository perpustakaan

BAB III PERKEMBANGAN BATIK GUMELEM A. Karakteristik Batik Gumelem Batik menyebar luas pada akhir abad 18 hingga awal abad 19. Kesenian batik di sepanjang masa itu hanya menghasilkan kain-kain batik

  tulis, hingga kemudian batik cap (menggunakan pencetak dari kayu bermotif sebagai pengganti canting) mulai dikenal setelah Perang Dunia pertama (Rachman, dkk. 2010: 9).

  Batik Gumelem mempunyai ciri khas yang dapat membedakan dengan batik di daerah lain. Ciri khas batik Gumelem menurut beberapa tokoh pelaku pembatikan antara lain:

  1. Suryanto: (Ketua Paguyuban Batik Banjarnegara (PBB) dan pemilik sanggar batik Tanjung Biru) Kekhasan dari batik Gumelem ada pada warnanya yang tajam dan blok warna hitam, dasar warna konon merupakan kesepakatan masyarakat setempat. Dahulu corak aslinya berbentuk buket bunga atau satu angkai bunga dengan latar ukel, cebong kumpul dan gajah ngguling. Namun atas permintaan passar dan menyesuaikan dengan potensi daerah Banjarnegara maka sekarang ini banyak mengalami perubahan, sehingga lebih mengarah pada motif batik kontemporer. Motif atau corak batik mengekspos Candi Dieng, Dawet Ayu dan Salak Pondoh. Selain itu sebagai bentuk fashion, batik Gumelem bisa dipakai di segala suasana dan segala usia. Anak-anak akan lebih manis dengan corak bunga-bunga kecil, binatang kecil atau bintang laut. Sedangkan bagi anak muda lebih baik dengan corak batik tidak full agar tidak terkesan tua dan gunakan warna yang cerah (Rachman. 2010: 33).

  Suryanto selaku orang yang sudah lama berkecimpung di dunia batik menjelaskan bahwa ciri khas batik Gumelem yang terlihat lebih “Jawa” itu kemungkinan berkat jasa Ki Ageng Gumelem yang membawa motif batik pada jaman Kerajaan Mataram Islam ke Banjarnegara.

  Buktinya, motif batik Gumelem hampir sama dengan motif batik di Solo dan Yogyakarta. Dalam perjalanan mereka, kelompok ini berbaur pada masyarakat lokal yang selanjutnya terjadi asimilasi budaya antara Ki Ageng Gumelem dan masyarakat Kabupaten Banjarnegara pada masa itu, termasuk diantaranya adalah kebiasaan membatik yang dilakukan oleh kelompok para pendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka (Rachman, 32: 2010).

  2. Lidwina Wuri Akhdiyatni (pemilik galeri batik Purworejo “Lung

  Kenangan” dari Purworejo) Ciri khas batik Gumelem Banjarnegara terletak pada kekayaan warna. Batik Gumelem Banjarnegara kaya akan motif-motif asli asli yang sekarang sudah banyak dikembangkan oleh tangan-tangan terampil pembatik Banjarnegara. Batik di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua motif, motif klasik antik abtara lain motif sido mukti, sido luhur, parang dan motif-motif pengembangan atau kontemporer. Secara kasat mata kaum awam, batik juga bisa dibedakan dengan melihat warna, yaitu warna-warna klasik (sogan) dengan batik warna-warna cerah seperti warna batik yang kita temui di daerah Gumelem Banjarnegara

  Dari sekian motif batik Banjarnegara yang khas menurutnya adalah motif kantil rinonce karena sekilas mirip motif kawung, dan motif ini sanggat memungkinkan untuk dipadu padankan dengan motif-motif lainnya. Beberapa motif lain mengangkat tema budaya Banjarnegara sekaligus sebagai upaya mempromosikan komoditas yang lain.

  Batik Gumelem sedikit berbeda dengan batik lain di Indonesia, batik Banjarnegara (Gumelem) selalu dilukis pada kedua sisi kain. Tradisi untuk melukis kedua sisi ini mengandung filosofi kehidupan yang dalam untuk memberi pesan agar masyarakat Banjarnegara jujur apa adanya (Rachman. 2010: 33).

  3. Siti Zaenon (seorang pengamat batik Malaysia) memberikan apresiasi bahwa batik Gumelem Banjarnegara identik dengan motif Jonasan yang dia kenal, yaitu kelompok motif geometrik yang didominasi dengan warna-warna dasar kecoklatan dan hitam. Warna coklat karena soga, sementara warna hitam karena wedel, dan batik Gumelem mampu memberikan nuansa dalam keberanian melakukan kebiasaan dan terobosan motif baru, sehingga tercipta karya yang indah (Rachman. 34: 2010).

  4. Agus Winaryanto Kasi Kesra Desa Gumelem Ciri khas motif batik Gumelem terletak pada motif flora dan fauna dan keadaan alam sekitar yang terlihat abstrak serta didominasi warna- warna gelap khas batik pedalaman sehingga motif yang terkandung dalam batik Gumelem terlihat lebih nyata. Keindahan batik Gumelem sangat tergambar pada motif khas batik Gumelem yaitu Udan Liris yang mengandung makna tentang tuntunan hidup manusia (Agus Winaryanto, wawancara tanggal 20 November 2017).

  5. Ngisriyah pemilik griya batik Ciri khas batik Gumelem terletak pada corak warna coklat tanah dan hitam yang terkesan klasik dan berwibawa, serta proses pembatikan yang masih tradisional dan tetap menggunakan pakem menjadikan batik gumelem terjaga keasliannya. Beliau juga mengemukakan bahwa pembuatan batik yang tanpa menggunakan pola terlebih dahulu menjadikan batik Gumelem terkesan beda dari batik lainnya walaupun hasil dari satu pembatik yang sama (Wawancara dengan Ngirsiyah, 5 Desember 2017).

  Dengan berkembangnya batik Gumelem Banjarnegara berbagai motif telah diciptakan namun secara umum batik Gumelem Banjarnegara mempunyai ciri khas sebagai berikut: a. Mempunyai motif asli yang bergaya Mataram dan sangat halus.

  b. Motif batik didominasi oleh motif kontemporer yang kaya akan warna dan geometrik.

  c. Motif batik dengan latar belakang warna gelap atau hitam.

  d. Motif batik diciptakan dengan tetap mempunyai makna filosofi budaya masyarakatnya (Rachman. 2010: 33).

B. Motif dan Corak Batik Gumelem

  Seiring berkembangnya zaman motif batik Gumelem kian berkembang, motif batik Gumelem terbagi menjadi dua jenis yaitu motif klasik dan kontemporer

1. Motif Klasik Batik Gumelem Banjarnegara a. Motif Sida Mukti

  Motif batik Sidamukti merupakan motif batik yang terbuat dari zat pewarna soga alam. Biasanya di gunakan sebagai kain dalam upacara perkawinan. Unsur motif yang tekandung didalamnya adalah gurda, pohon hayat, padi dan kapas. Motif-motif berawalan sida (dibaca sido) merupakan golongan motif yang banyak dibuat para pembatik. Kata “sida” sendiri berarti jadi/menjadi/terlaksana. Dengan demikian, motif-motif be rawalan “sida” mengandung harapan agar apa yang diinginkan bisa tercapai. Salah satunya adalah sida mukti, yang mengandung harapan untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin.

  Terdapat unsur padi dan kapas yang melambangkan kesuburan, pohon hayat melambangkan kehidupan dan motif gurda melambangkan kejantanan. Gurda berasal dari kata garuda. Seperti diketahui, garuda merupakan burung besar. Dalam pandangan masyarakat Jawa, burung garuda mempunyai kedudukan yang sangat penting. Bentuk motif gurda ini terdiri dari dua buah sayap (lar) dan di tengahnya terdapat badan dan ekor. gurda ini juga tidak lepas dari kepercayaan masa lalu. Garuda merupakan tunggangan Batara Wisnu yang dikenal sebagai Dewa Matahari. Garuda menjadi tunggangan Batara Wisnu dan dijadikan sebagai lambang matahari. Oleh masyarakat Jawa, garuda selain sebagai simbol kehidupan juga sebagai simbol kejantanan. Dilihat dari warnanya terdapat warna putih yang melambangkan kesucian, warna coklat melambangkan kehangatan, dan warna hitam melambangkan kewibawaan. Dilihat dari bentuknya motif Sidamukti dari Gumelem lebih dominan warna coklat, sedangkan motif Sidamukti dari Yogyakarta cenderung warna hitam dan putih (Wawancara dengan Suryanto, 10 November 2017).

  b. Motif Udan Liris

  Motif batik udan liris mengambil objek dari sifat dan keadaan hujan yang turun rintik-rintik terkena angin. Hujan dan angin ini memang banyak digunakan sebagai tanda kerendahan hati seseorang. Udan yang berarti hujan yang melambangkan kesuburan. Mengajarkan kepada kita generasi penerus bangsa untuk tetap istiqomah dalam menjalankan ikhtiar mencari rejeki. Halangan dan rintangan bukan menjadi kendala, tetapi justru sebaliknya bisa menjadikan pemicu untuk mencapai hasil yang jauh lebih baik. Dan mengandung makna ketabahan dan harus tahan menjalani hidup prihatin biarpun dilanda hujan dan panas. Orang yang berumah tangga, apalagi pengantin baru, harus berani dan mau hidup prihatin ketika banyak halangan dan cobaan. Ibaratnya tertimpa hujan dan panas, tidak boleh mudah mengeluh. Segala halangan dan rintangan itu harus bisa dihadapi dan diselesaikan bersama-sama. Suami atau istri merupakan bagian hidup di dalam rumah tangga. Jika salah satu menghadapi masalah, maka pasangannya harus ikut membantu menyelesaikan, bukan justru menambahi masalah. Warna hitam melambangkan kekuatan, warna putih melambangkan kesucian, dan warna coklat melambangkan kerendahan hati (Wawancara dengan Suryanto, 10 November 2017).

  c. Motif Buntalan

  Motif buntalan, terdapat 3 unsur yaitu buntal (melati), lunglungan dan ceplok. Motif ini ditafsirkan kepada masyarakat banyumas adalah di khas kan dengan bunga melati yang bersifat mengeluarkan keharuman. Sedangkan lunglungan adalah dimaknai sebagai pesan doa, dan ceplok adalah suatu kemantapan. Bunga melati juga yang mengandung makna keluhuran. Bagi orang Jawa, hidup memang untuk mencari keluhuran materi dan non materi. Keluhuran materi artinya bisa tercukupi segala kebutuhan ragawi dengan bekerja keras sesuai dengan jabatan, pangkat, derajat, maupun profesinya.

  Sementara keluhuran budi, ucapan, dan tindakan adalah bentuk keluhuran non materi. Orang Jawa sangat berharap hidupnya kelak dapat mencapai hidup yang penuh dengan nilai keluhuran. Warna putih melambangkan kesucian dan ketulusan, warna hitam melambangkan keberanian, dan warna coklat melambangkan keluhuran (Wawancara dengan Suryanto, 10 November 2017).

d. Motif Parang Angkrik

  Motif ini sebenarnya adalah motif lokal, terutama yang telah dilambangkan di daerah selatan Banjarnegara. Bentuk-bentuk dengan motif parang adalah identik dengan karang yang berarti ibarat batu karang yang berdiri kokoh berada di laut. Selain itu juga karang melambangkan kekokohan dan keteguhan, atau kepemimpinan yang teguh sebagaimana yang dimiliki bangsa Indonesia pada umumnya.

  Kemudian angkrik adalah berarti senjata, dengan demikian menggunakan kain batik dengan motif parang angkrik diharapkan sebagai simbol keangungan, keteguhan dan keberanian. Warna merah melambangkan keberanian, warna kuning melambangkan keteguhan dan warna coklat melambangkan kekokohan (Wawancara dengan Suryanto, 10 November 2017).

e. Motif Barong

  Motif parang barong termasuk motif lereng yang berarti bentuk dan pola dasar dari garis-garis miring yang sejajar. Diantara garis-garis yangs sejajar terdapat pilin kait atau pilin ganda yang telah mengalami pertentangan.

  Dalam tradisi istana Yogyakarta motif lereng disebut parang, yang mirip seperti senjata pedang, sehingga hanya diperbolehkan oleh golongan bangsawan. Melihat bentuk posisi yang miring atau parang seperti melambangkan gerak cepat. Garis-garis lengkung pada motif batik ini sering diartikan sebagai ombak lautan yang menjadi pusat tenaga alam, dalam hal ini yang dimaksud adalah Raja. Dalam motif parang ada bagian yang berbentuk kemitir. Itu yang disebut barong, barong itu terdapat diantara bagian bawah dan atas disebut bokongan (bokong = pantat) mungkin dalam hal ini merupakan masalah dan lidah api. Diantara garis panjang terdapat mlinjon. Jika kita periksa sungguh-sungguh terasa pada kita bahwa mlinjon yang berderet itu mempunyai bentuk tetesan atau gumpalan-gumpalan air di Mesir sebagai lambang keabadian. Berasal dari kata “barong” (singa). Dulunya dikenakan para bangsawan untuk upacara ritual keagamaan dan meditasi karena motif ini dianggap sakral. Misalnya motif-motif Parang Barong yang pada awalnya hanya digunakan oleh para Raja. Motif Parang sesungguhnya menggambarkan senjata, kekuasaan. Selaras dengan makna yang ada dalam motif Parang Barong, maka Ksatria yang menggunakan batik ini bisa berlipat kekuatannya. Warna putih melambangkan ketulusan sedangkan warna hitam melambangkan kekuatan (Wawancara dengan Suryanto, 10 November 2017).

f. Motif Parang Kusuma

  Motif parang kusumo adalah motif batik tulis dengan zat pewarna Napthol dan digunakan sebagai kain saat tukar cincin. Dalam motif Parang Kusumo terkandung suatu makna bahwa suatu kehidupan harus dilandasi dengan perjuangan dan usaha dalam mencapai keharuman lahir dan batin. Hal ini bisa disamakan dengan harumnya suatu bunga (kusuma). Suatu kehidupan dalam masyarakat yang paling utama harus kita dapatkan adalah keharuman pribadinya tanpa harus meninggalkan norma-norma dan nilai yang berlaku. Suatu hal yang sulit untuk direalisasikan. Tetapi pada umumnya orang Jawa berharap bisa menempuh suatu kehidupan yang boleh dikatakan sempurna lahir batin yang diperoleh atas jerih payah dari tingkah laku dan pribadi yang baik. motif Batik Parang Kusumo bermakna hidup harus dilandasi dengan perjuangan untuk mencari kebahagiaan lahir dan batin, ibarat keharuman bunga (kusuma). Contohnya, bagi orang Jawa, yang paling utama dari hidup di masyarakat adalah keharuman (kebaikan) pribadinya tanpa meninggalkan norma-norma yang berlaku dan sopan santun agar dapat terhindar dari bencana lahir dan batin.

  Warna putih melambangkan kesucian sedangkan warna coklat melambangkan kehidupan yang makmur (Wawancara dengan Suryanto, 10 November 2017).

2. Motif kontemporer batik Gumelem Banjarnegara a. Motif Sekar Tirto

  Sekar artinya bunga sedangkan tirto artinya air. Motif batik sekar tirto adalah motif batik tulis dengan zat Pewarna Soga Alam.

  Digunakan saat pernikahan. Bermakna cinta yang tumbuh kembali. Menurut Suryanto motif ini sebagai simbol cinta yang tulus tanpa syarat, abadi, dan semakin lama terasa semakin subur berkembang karena maknanya dipakai oleh orang tua pengantin pada hari pernikahan. Disimbolkan dengan bunga teratai tumbuh di air yang bermakna bahwa menjalani kehidupan itu mengalir seperti air. Bunga teratai juga banyak tumbuh di daerah Banjarnegara. Harapannya adalah agar cinta kasih yang akan menghinggapi kedua mempelai. Kadang dimaknai pula bahwa orang tua berkewajiban untuk “menuntun” kedua mempelai untuk memasuki kehidupan baru. Terkait dengan warna batik motif sekar torto adalah di dominasi dengan warna merah yang berarti berani, putih yang berarti suci dan hitam yang berarti abadi. warna tersebut mewakili yang diyakini oleh masyarakat Gumelem adalah menunjukkan keberanian. Dalam arti hal ini artinya seorang harus berani menegakkan keberanian dan keadilan. Berani mengatakan sesuai yang benar tanpa kecuali. Sikap ini memang selalu diharapkan bagi seorang pemimpin yang selalu mensosialisasikan kepada rakyatnya untuk menghadapi masa depan (Wawancara dengan Suryanto, 10 November 2017).

  b. Motif Ceplok Gunungan

  Pada dasarnya, ceplok merupakan kategori ragam hias berdasarkan pengulangan bentuk geometri, seperti segi empat, empat persegi panjang, bulat telur, atau pun bintang. Ada banyak varian lain dari motif ceplok, misalnya ceplok sriwedari dan ceplok keci. Batik truntum juga masuk kategori motif ceplok. Selain itu, motif ceplok juga sering dipadupadankan dengan berbagai bentuk motif lainnya untuk mendapat corak dan motif batik yang lebih indah. Terdapat motif gunungan yang melambangkan kewibawaan. Warna merah melambangkan keberanian masyarakat Banjarnegara dalam menghadapi masalah, warna putih melambangkan ketulusan untuk hidup rukun antar warga, dan warna hitam melambangkan keabadian (Wawancara dengan Suryanto, 10 November 2017).

  c. Motif Jahean

  Jenis flora jahe adalah salah satu tumbuhan rumpun berbatang semu atau berimbang, karena jahe memang sering digunakan sebagai bahan campuran dalam membuat jamu olahan atau obat-obatan tertentu. Ide dalam menciptakan motif batik ini diperoleh di sekitar desa Gumelem Banjarnegara. Menurut Suryanto motif jahe terdiri dari unsur utama yaitu jahe dengan bentuknya persegi lima, tidak terarah kadang-kadang berbentuk ada yang besar ada juga yang kecil. Tanaman ini di budidayakan di daerah pegunungan di sekitar Banjarnegara. Adapun unsur tambahan yaitu ceplok dan untaian daun- daun unsur ini sebagai penyerta atau pendukung ornamentik yang utama yaitu unsur flora. Motif batik jahean di Gumelem memang lebih bersifat mengutamakan estetikanya. Dilihat dari segi warnanya dominan warna merah karena jahe bersifat panas dan pedas, warna putih melambangkan keindahan, sedangkan warna hitam sebagai warna pengikat agar motif nampak lebih indah dengan latarnya yang berwarna hitam (Wawancara dengan Suryanto, 10 November 2017).

d. Motif Cendol Salak

  Cendol salak adalah salah satu pelengkap yang penting dalam menu minuman tradisional jawa yang disebut dawet, secara terpadu dawet adalah kesatuan yang terdiri dari unsur cendol, juruh, dan santen. Dalam tradisi jawa atau khususnya di daerah Banjarnegara, minuman dawet adalah sangat dikenal dengan sebutan dawet ayu Banjarnegara. Dalam hal ini cendol adalah terbuat dari bahan yang disebut pati atau hasil dari serbuk masip, dari bahan apapun bisa, beras, gandum, garut, ketela dan berbagai jenis tanaman terpendam yang lain dengan warna biasanya putih coklat dan hitam. Kemudian salak adalah jenis buah yang termasuk ke dalam kategori menempel pada batang dengan dikelumuri berbagai duri yang menempel. Salak ditinjau dari bentuk visual istilah ada yang berwarna hitam tetapi ada juga yang berwarna kuning. Dari segi bentuk salak adalah dengan diluputi kulit yang kasar, tetapi di dalamnya ada daging buah yang berwarna putih. Selain manis salak juga ada yang berasa asam. Di dalam perpaduan antara cendol dan salak sebenarnya hanya kurang lebih mempromosikan bahwa daerah Banjarnegara sebagai pusat produksi buah salak (Wawancara dengan Suryanto, 10 November 2017).

  e. Motif Pakis Tanjung

  Motif pakis tanjung yang berarti bunga pakis, bunga ini banyak sekali tumbuh di daerah Banjarnegara. Motif ini melambangkan keindahan alam yang berarti di Banjarnegara banyak sekali tumbuhan yang hidup dengan subur dan indah, contohnya bunga pakis tanjung itu sendiri. Bunga pakis tumbuh di daerah pegunungan. Dieng adalah salah satu daerah dimana bunga tersebut tumbuh subur. Karena sebagian besar wilayah Banjarnegara adalah pegunungan dan dataran tinggi. Di sekitarnya banyak sekali jenis tanaman dan tumbuhan salah satunya yaitu bunga pakis. Dalam motif ini terdapat unsur bentuk bunga pakis yang melengkung dan ditambah dengan ornamen- ornamen tambahan yaitu dedaunan untuk melengkapi motif pakis tanjung ini. Warna putih melambangkan kesucian, warna merah melambangkan keberanian, warna hitam melambangkan keabadian (Wawancara dengan Suryanto, 10 November 2017).

  f. Motif Semen Klawer

  Semen berasal dari kata semi, yaitu tumbuhnya bagian tanaman. Pada umumnya, ornamen pokok pada pola batik motif semen adalah ornamen yang berhubungan dengan daratan yang digambarkan dengan tumbuh-tumbuhan dan binatang berkaki empat, udara digambarkan dengan awan (mega) dan binatang terbang, serta air atau laut digambarkan dengan binatang air. Batik pada semen klewer secara utuh mengacu pada induknya. Batik dengan gaya pedalaman (biru dan putih) secara struktur merupakan komposisi yang dibangun dari pengulangan pola atau motf-motif pohon hayat yang dikelilingi bagian atas kanan kiri sepasang motif paduan garuda dan ular dibagian atas dan kiri, bawah sepasang motif ular. Motif-motif tersebut seolah-olah menjaga keberadaan pohon hayat. Motif selingan berupa motif yang merupakan bentuk modifikasi pohon hayat. Hal ini di desainer dengan rasa kreator batik menginginkan komposisi harmonis dan tetap menjaga susunan dan keseimbangan simetris. Secara keseluruhan paduan antara motif utama dan motif selingan membangun satu kesatuan. Motif ini diharapkan mempunyai makna simbolik berakhir dengan kebahagiaan. Hal ini diperkirakan pertemuan binatang burung garuda dengan ular adalah cerita peruwatan yang dalam adiparwa memerankan ketika garuda dapat meruwat kadru (ibunya) dari perbudakan yang dilakukan winata (adiparwa) (Wawancara dengan Suryanto, 10 November 2017).

g. Motif Sekar Kanthil

  Sekar kanthil yang berarti bunga kenanga. Dalam pemakaiannya arah Kembang Kanthil ini harus selalu merunduk menghadap kebawah. Motif ini bermakna bahwa walaupun si pemakai sewangi dan seindah seperti bermekarannya bunga Kanthil/Kenanga, tetapi dia harus tetap merunduk /sederhana dalam kehidupannya sehari-hari. Ini juga memberikan makna bahwa pemakainya seorang yang rendah hati dan mengenal etika pergaulan.

  Makna lain dari batik motif ini adalah agar pemakainya dalam pergaulan disenangi dan disayangi oleh sesamanya karena kesederhanaannya. Motif ini didominasi dengan warna merah. Merah yang berarti keberanian. Dalam hidup seseorang harus berani akan hal yang memang benar adanya tanpa mengada-ada. Sedangkan warna putih melambangkan kesucian. Motif ini sering digunakan oleh wanita.

  Wanita yang memiliki keyakinan yang kokoh atau kuat dan ketenangan jiwa, artinya apabila seorang wanita yang memakai batik ini memiliki pengharapan memiliki keyakinan yang kuat (Wawancara dengan Suryanto, 10 November 2017).

h. Motif gilar-gilar

  Motif gilar-gilar mengandung unsur cecek sawut yaitu gabungan antara deretan titik-titik dengan garis-garis sejajar, digambarkan dengan jelas adanya gambar meru (gunung) dan terdapat gambar keranjang tempat dawet ayu yang khas dari Banjarnegara. Arti dari kata gilar-gilar itu sendiri yaitu gumebyar (bahasa jawa), latare jembar gilar-gilar (halamannya lebar gilar-gilar) mengandung pengertian : halamannya luas datar, besih dan indah. Buah salak menggambarkan bahwa Banjarnegara adalah salah satu kota produksi salak. Menurut Suryanto, maknanya itu sendiri yaitu kasar diluar namun halus didalam yang berarti melihat sifat orang tidak hanya dari luarnya saja melainkan isi hatinya dan pribadinya. Walaupun diluar nampak kasar namun didalam hatinya lembut dan putih seperti buah salak. Keranjang tempat dawet ayu adalah ciri khas minuman dari kota Banjarnegara. Terkait dengan motif gilar-gilar adalah selalu didominasi dengan warna coklat. Menurut pandangan masyarakat Banjarnegara warna coklat adalah dikaitkan dengan simbol warna tanah atau bumi. Sehingga kehidupan apa saja selalu hidup diantara bumi. Tanah dalam hal ini sebagai aspek kehidupan tumbuh- tumbuhan, dan hidup memerlukan unsur tanah dan air (Wawancara dengan Suryanto, 10 November 2017).

i. Motif Parang Salak

  Motif parang salak mempunyai arti, Parang yang berarti linggir (senjata), berbentuk runcing yang berarti ketahanan, sesuatu yang tajam dalam berfikir. Sedangkan buah salak merupakan simbol runcing diluar namun halus didalam. Artinya apabila melihat sifat orang atau menilai seseorang tidak hanya dari luarnya saja melainkan hatinya juga. Terkadang orang hanya melihat sisi orang lain hanya dari luar namun tidak banyak orang yang melihat dari dalam hatinya. Sifat seperti itu harus dihindari. Diharapkan masyarakat akan menjadi lebih baik dalam menilai setiap orang. Selain itu ada motif cendol, yaitu salah satu makanan yang berbahan dasar dari beras, atau gandum. Cendol digunakan dalam campuran minuman khas dari Banjarnegara yaitu dawet ayu yang sering kita jumpai. Motif ini didominasi dengan perpaduan warna hitam dan putih. Warna putih melambangkan kesucian, sedangkan warna hitam melambangkan kokoh atau kuat. Jadi masyarakat Banjarnegara diharapkan mempunyai hati yang bersih suci namun kuat dalam menjalani kehidupan (Wawancara dengan Suryanto,

  10 November 2017).

  j. Motif Candi Arjuna

  Motif Candi Arjuna mempunyai arti mengenalkan objek wisata yang ada di Banjarnegara yaitu di Dieng dengan bentuk motif Candi Arjuna. Menurut Lidwina, tokoh Arjuna dipilih karena pamor Arjuna lebih bagus dari pamor yang lain dan pelataran kainnya adalah motif daun purwaceng (dipakai sebagai obat kuat), cendol yang ada di kotakan itu merupakan ciri khas Banjarnegara, cendol dari tepung beras, gandum dan pati. Cendol biasanya dicampur dengan juruh dan santan yang menghasilkan minuman khas dari Banjarnegara yang disebut dawet ayu. Dan ada tambahan motif yaitu untaian dedaunan yang berulang, hal ini menandakan bahwa Banjarnegara mempunyai banyak jenis tanaman yang subur yang tumbuh di dataran tinggi dan pegunungan. Diharapkan Banjarnegara dapat menjadi salah satu objek wisata alam yang menarik para wisatawan lokal maupun mancanegara. Kain batik bermotifkan Candi Arjuna dan tumbuh-tumbuhan ini bermakna bahwa warna hijau adalah warna yang sejuk dan indah dipandang mata (Wawancara dengan Suryanto, 10 November 2017).

  Karena keindahan hasil olahan masyarakat yang kehidupannya sebagai petani. Masyarakatnya gemar menata dan menghias pekaraangan rumah mereka dengan tanaman-tanaman yang indah. Artinya kebersihan dan keindahan pangkal dari Iman. Warna hijau yang sejuk mencerminkan hati yang suci, sesuai dengan ajaran agama yang dianut yaitu Islam. Sedangkan indah merupakan lingkungan yang bersih dengan penataan tanaman hias tersebut, akan lebih elok, menyenangkan jika dipandang juga bermanfaat sebagai bahan penuangan ekspresi dalam menciptakan motif-motif baru (Wawancara dengan Suryanto, 10 November 2017).

  Dalam mendesain suatu prodak pengrajin selalu melihat alam sekitar tempat mereka. Jadi apa yang mereka lihat indah itu yang mereka gambar atau mereka buat. Jika kita buat kombinasi cecek- cecek dengan warna dasarnya menurut warna-warna yang bisa dipakai dalam pembatikan yaitu warna-warna biru tua, coklat dan putih (Wawancara dengan Suryanto, 10 November 2017).

C. Alat dan Cara Pembuatan Batik Gumelem

  Dalam kegiatan pembuatan produk batik untuk memenuhi kebutuhan sandang, terdapat beberapa faktor penting yang mempengaruhi hasil pembuatan produk tersebut. Faktor-fator tersebut antara lain: bahan baku batik, peralatan pembuatan batik dan jenis prosesnya, selain faktor sejarahnya, maupun makna serta maksud dan tujuan pembuatan batik. (Mashadi, dkk. 2015: 13).

1. Peralatan Dalalam Proses Pembatikan

  Teknologi batik merupakan teknologi sederhana sehingga sehingga alat yang digunakan termasuk sederhana. Dengan adanya kemajuan teknologi dan keadaan zaman ada beberapa peralatan yang sudah tidak digunakan lagi. Adapun jenis peralatan yang dipakai dalam tahap proses pembuatan batik Gumelem adalah sebagai berikut:

  a. Peralatan yang Dibutuhkan dalam Proses Pengolahan Mori 1) Peralatan untuk me-ngetel

  Sebelub dibatik, mori ada yang dihilangkan kanjinyya (kanji pabrik) dengan cara direbus. Ada juga yang di-ketel terutama untuk membuat batik tulis halus. Alat yang digunakan untuk penghilangan kanji yaitu panci besar dan kompor/tungku.

  Untuk ngetel alat yang digunakan antara lain: a) Ember/baskom plastik besar untuk me-nguleni kain dengan alkali dan munyak kacang agar kain mempunyai daya serap tinggi serta pegangan kain menjadi supel

  b) Timbangan obat dan gelas ukur

  c) Gawang atau jemuran untuk menjemur kain setelah di-uleni dengan alkali dan minyak kacang d) Bak untuk mencuci kain setelah selesai di-ketel

  2) Peralatan untuk me-ngeplong Proses ngeplong berfungsi untuk menghaluskan permukaan kain setelah kain melalui proses pe-ngetel-an, alat yang dipakai adalah: a) Landasan kayu yang berupa balok kayu yang kuat serta halus seratnya b) Ganden/pemukul dari kayu, untuk memukul kain mori yang telah di-ketel dan dikanji tipis c) Kain selimut, sebagi pembungkus kain mori yang akan di-

  kemplonng supaya tidak kotor dan rusak

  3) Peralatan yang Digunakan dalam Proses Pembuatan batik

  a) Meja pola, yaitu neja gambar khusus untuk batik yang mempunyai konstruksi hampir sama dengan meja gambar pada umumnya.

  b) Wajan, yaitu alat untuk memanaskan lilin/malam batik.

  c) Perapian, yaitu untuk memanaskan lilin.

  d) Gawang batik, tempat untuk menyampirkan kain pada saat proses pembatikan. e) Canting tulis, sebagi media untuik penerapan lilin/malam cair panas pada kain, terbuat dari plat tempaga atau kuningan yang tipis. 4) Peralatan yang Dibutuhkan untuk Pewarnaan Batik

  a) Bak celup permanen untuk mendel dengan indigo alam maupun buatan b) Bak celup permanen yang dibuat dengan batu dan semen yang berfungsi untuk mecelup, membangkitkan warna dan mencuci.

  c) Lergen terbuat dari kayu atau logam yaitu bejana dengan rol bulat di tengah-tengah yang dapat bergerak berputar..

  5) Alat untuk Mengerok Mengerok adalah melepaskan sebagian lilin dari mori dengan cara dikerok. Alat-alat yang dibutuhkan yaitu: a) Gawang untuk menyampirkan kain batik yang akan dikerok lilinnya.

  b) Bandul kayu atau besik untuk memberi beban pada kain yang akan dikerok supaya tidak bergerak.

  c) Cawuk, alat untuk mengerok/melepaskan lilin d) Sikat, berfungi untuk membersihkan lilin yang telah dikerok.

  6) Alat untuk pe-lorod-an (menghilangkan semuruh lilin batik) a) Tungku untuk memasak atau merebus.

  b) Kencung, yaitu bejana terbuat dari tembaga yang berbentuk seperti belanga berdiameter 60-80cm.

  c) Kayu pengaduk/pengangkat kain, berfungi untuk mengaduk dan mengangkat kain pada proses pelepasan lilin dalam kain. d) Gayung penyaring lilin, terbuat dari seng yang berlubang kecil, berfungsi untuk mengambil lilin batik yang terlepas dari kain dan terapung dalam air lorodan. 7) Alat Penghalus Kain

  a) Alat penghalus kain batik berupa alat pres, terbuat dari dua buah lempengan kayu atau plat besi, berfungsi untuk mengepres beberapa kain yang diletakkan diantara kayu atau plat besi tersebut.

  b) Setrika listrik, berfungsi untuk penghalusan dan merapikan kain batik setelah kering.

2. Proses Pembatikan

  a. Proses Persiapan Persiapan yaitu beberapa proses atau pekerjaan yang dilakukan pada kain atau mori sehingga menjadi kain yang siap untuk dibatik. Proses ini meliputi: 1) Ngetel

  Proses ini dilakukan pada kain mori yang akan dibuat batik kualitas bagus. Tujuan proses ini selain untuk menghilangkan kanji pabrik, juga untuk meningkatkan daya serap kain terhadap lilin dan warna serta pegangan kain menjadi supel. Proses ngetel ini menyerupai proses mercerized yaitu dikerjakan (Jawa: diuleni) dalam larutan alkali dingin dan ditambah minyak kacang.

  Pekerjaan ini dilakukan 9 sampai 12 kali. Akali yang dipakai zaman dahulu adalah air abu merang yaitu tangkai padi yang dibakar kemudian abunya direndam air, didiamkan semalam sehingga mengendap. Namun saat ini alkali yang digunakan adalah larutan soda abu.

  2) Ngemplong Mori yang telah di-ketel dan dikanji perlu dihaluskan permukaanya dengan cara di-kemplong yaitu beberapa lembar kain digulung (dilipat menjadi 16 lipatan) kemudian diletakan dan di dikat di atas landasan kayu yang permukaannya rata, kemudian gulungan kain tersebut dipukul menggunakan pemukul dari kayu. Selain untuk menghilangkan permukaan kain, fungsi dari proses

  ngemplong ini untuk meluruskan serat-serat pada benang yang mungkin tertekuk pada saat proses pengetelan.

  Proses ngetel maupun ngemplong pada saat ini jarang dilakukan. Proses ini dilakukan untuk membuat batik tulis kualitas halus.

  b. Proses Pembatikan Proses pembatikan meliputi tahap sebagi berikut:

  1. Peletakan lilin batik bebagai media penerapan pola/ragam hias pada bahan

  2. Pewarnaan

  3. Penghilangan lilin batik Teknik aplikasi peletakan lilin batik dapat dilakukan dengan media alat berupa canting tulis , canting cap atau kombinasi keduanya.

  Dengan cara aplikasi tersebut produk batik digolongkan sebagai batik tulis, cap dan batik kombinasi tulus dan cap.

D. Perkembangan Industri Batik Gumelem 2006-2016 1. Pemberdayaan pengrajin Batik

  Terbitnya surat Keputusan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banjarnegara Nomor 558/031 Tahun 2010 tentang pengukuhan kelompok sadar wisata “Giri Indah” Desa Gumelem kecamatan Susukan Kabupaten Banjarnegara. Memutuskan:

a. Mengukuhkan Kegiatan Kelompok Pemuda Desa Guemelm menjadi Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) “GIRI INDAH”.

  b. Kelompok Sadar Wisata mempunyai tugas: 1) Membantu menciptakan Budaya Sabta Pesona dan Sadar Wisata kepada anggota kelompok serta masyarakat sekitarnya.

  2) Memasyarakatkan Budaya Pesona dan Sadar Wisata kepada kepada anggota kelompok dan masyarakat sekitarnya.

  3) Meningkatkan kesejahteraan anggotanya dengan berbagai kegiatan usaha.

  4) Menjadi tuan rumah yang baik bagi wisatawan.

  c. Melaporkan kegiatan kelompoknya kepada Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.

  d. Semua biaya akibat dikeluarkannya keputusan ini dibebankan kepada: 1) Swadaya anggota kelompok Sadar Wisata yang bersangkutan.

  2) Sumber dana lain yang sah.

  e. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan Terbitnya surat edaran tersebut menunjukan keseriusan Pemerintah

  Kabupaten Banjarnegara dalam pelestarian daerahnya dan menjadikan semakin pesatnya perkembangan batik Gumelem. Pemberdayaan pengrajin batik dimulai sejak tahun 2006 yang dipelopori oleh Pemerintah daeerah Kabupaten banjarnegara melalui DISDAGKOP dengan memprakarsai adanya pelatihan industri batik. Pada tahun 2012 terjadi pemberdayaan skala besar yang dibantu oleh DISDANGKOP, kelompok Sadar Wisata Giri Indah dan Paguyuban Batik Banjarnegara (PBB) berupa pelatihan membatik dan bantuan modal alat-alat batik. Kegiatan tersebut mampu membangkitkan para pelaku industri batik Gumelem dan banyak dari pengrajin tersebut mampu mengangkat kembali Batik Gumelem dengan secara kontinu memproduksi batik dan memasarkan batik ke Luar daerah. Saat ini kegiatan pelatihan untuk pengrajin masih dilakukan secara terus menerus yang diselenggarakan oleh SKPD-SKPD terkait seperti Dinas Koperasi dan UMKM (Suwardjo, wawancara tanggal

  5 Desember 2017).

  Dari beberapa pendapat yang telah disampaikan oleh para informan pada tahap wawancara mengenai upaya pemberdayaan pengrajin diketahui bahwa Pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Banjarnegara terhitung cukup baik, karena pemerintah tetap berkomitmen untuk mengadakan pelatihan-pelatihan agar kualitas batik yang diproduksi bertambah baik. Namun terdapat beberapa kendala dalam pemberdayaan itu sendiri antara lain Partisipasi dan motivasi masyarakat yang kurang sehingga tidak jarang banyak dari peserta yang sudah dilatih tidak mengaplikasikan ilmunya. Hal ini diketahui oleh Dinas karena dinas juga melakukan monitoring. Selain itu permasalahan lainnya adalah kebanyakan masyarakat di desa Gumelem tidak mau beralih pekerjaan karena meyakini bahwa pekerjaan saat ini sudah mencukupi kebutuhan hidup mereka, sehingga apabila mereka keluar dan belajar membatik akan sulit untuk mereka.

Gambar 3.1 Struktur organisasi kelompok Sadar Wisata “Giri Indah” Desa Gumelem Kecamatan Susukan Kabupaten Banjarnegara

  POKJA HUMAS SUTARTO POKJA KEAMANAN CARTUN POKJA LINGKUNG AN HIDUP SUTARJO POKJA KERAJINAN WAKHIRAH POKJA SENI BUDAYA SUMITRO POKJA PEMANDU SUKOMO

  BENDAHARA ADI WIBOWO WAKIL KETUA SISWOYO SEKERTARIS AGUS WINARYANTO KETUA SUWANDI PENASEHAT BUDI SULISTIYO

2. Pemasaran Batik Gumelem

  Pemasaran merupakan pola keputusan dalam suatu perusahaan maupun industri yang menentukan sasaran, maksud dan tujuan yang menghasilkan kebijaksanaan utama dan merencanakan pencapaian tujuan serta merinci jangkauan bisnis yang akan dicapai oleh industri tersebut (Rahab, 2014: 49).

  Pemasaran batik Gumelem dilakukan meluai dua cara diantaranya yaitu pemasaran secara langsung dan secara tidak langsung, Pemasaran secara langsung yaitu dimana para penjual dan pembeli bertemu secara langsung, dimana para pembeli dan penjual dapat bertatap muka bisa melakukan secara tawar menawar secara langsung. Sedangkan pemasaran secara tidak langsung yaitu jual beli dilakukan secara tidak langsung yaitu adanya perantara untuk menyalurkan barang tersebut kepada pembeli yang dituju, penjual dan pembeli tidak bertatap muka secara langsung mereka hanya berhubungan melalui alat telekomunikasi. Adapun pemasaran yang dilakukan secara tidak langsung bisa dilakukan melalui jasa marketing , barang bisa dipaketkan untuk dikiriman kepada alamat yang dituju.

  Desa Gumelem memproduksi berbagai macam jenis batik, harga batik yang dipasarkan bermacam-macam sesuai dengan kain serta kerumitan pola yang digunaka, perpaduan warna yang digunakan, serta banyak sedikitnya lilin yang dipakai dalam pembuatan batik. Batik yang dijual dengan harga mahal yaitu batik tulis dimana batik tulis dilakukan dengan cara manual dengan keuletan tangan dalam membuat sketsa semuanya dilakukan secara manual, baik dari awal membuat sketsa, kemudian mencanting, sampai dilakukan pewarnaan, selain itu batik tulis juga menggunakan banyak lilin sehingga harga yang dipasarkan juga sesuai dengan tingkat kerumitan dalam pembuatan batik. Setiap pengrajin batik yang ada di Desa Gumelem mempunyai tempat pemasaran masing- masing. Ada juga yang menjadi agen untuk memberikan barang kepada langganannya untuk dijual kembali oleh pembelinya, dan kadang juga ada yang membeli dirumah pembatik secara ecer, yang memebeli eceran adalah penduduk sekitar desa Gumelem (Giat saptarini, wawancara tanggal 10 November 2017).

  Pemasaran hasil industri batik Gumelem ini tidak terlepas dari peran instansi Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Budaya dan Pariwisata juga Dinas Perekonomian. Dalam pemasaran batik Gumelem, Dinas-dinas terkait melakukan program dengan menyelenggarakan event atau pameran yang diadakan beberapa bulan sekali, salah satunya adalah event Gumelem Etnic Crnival (GEC) diselenggarakan setiap bulan November yang ditunjukan sebagai wadah pameran kebudayaan desa Gumelem salah satunya adalah batik Gumelem.

  Meskipun dalam pelaksanaannya terkadang ada banyak keluhan dari pengrajin sendiri diantaranya dalam mengikutsertakan pengrajin ke pameran hanya dilakukan pengrajin yang itu-itu saja khususnya untuk pameran ke luar kota, sedangkan pengrajin lainnya terkadang melakukan pemasaran secara mandiri dengan membangun jaringan di luar kota dan membuka showroom sendiri.

  Dapat disimpulkan peran pemerintah adalah menggelar event dan mempromosikan di pameran-pameran baik dalam kota maupun luar kota. bentuk komitmen ini dirasa cukup baik karena event-event pameran tersebut dilaksanakan setiap saat, namun permasalahan pemasaran yang dialami oleh pengrajin batik yaitu kondisi pemasarannya kurang tepat sasaran , tidak semua pengrajin memiliki akses peluang pasar yang sama.

3. Permodalan Pengrajin Batik Gumelem

  Modal merupakan induk (pokok) dalam melakukan usaha dalam bidang industri, perdagangan dll. Modal sangat dibutuhkkan dalam melakukan usaha dimana modal merupakan hal utama untuk berjalannya suatu usaha. Modal yang diperlukana para pengrajin batik memang tidak sedikit, selain untuk membeli peralatan yang harus mereka punya juga untuk membeli bahan kain yang merupakan subyek dalam pembatikan.

  Pada zaman dulu para pengrajin batik cara untuk bisa membatik tidak perlu modal yang begitu besar, pada zaman dulu para pengrajin mengumpulkan dengan sedikit demi sedikit, walaupun ada pinjaman yang diselenggarakan oleh desa tapi para pengrajin batik tidak meminjamnya karena menurut mereka takut tidak bisa mebayar hutangnya, jadi para pengrajin batik zaman dahulu pertama hanya membeli sedikit kain untuk di batik kemudian dijual dan hasil dari penjualan dikumpulkan untuk dijadikan modal untuk membeli kain dan dari hasil tersebut bisa mengumpulkan banyak modal sehingga bisa memproduksi batik dengan jumlah yang cuup banyak (Suwardjo, wawancara tanggal 5 Desember 2017).

  Modal yang digunakan oleh para pemilik industri batik di desa Gumelem untuk memulai melakukan usaha yaitu dengan menggunakan modal sendiri. Memulai usaha dengan modal seadanya memang tidak mudah, mempunyai banyak perjungan, ketelatenan, kesabaran dengan bekerja sebagai pengrajin memang dibutuhkan kesabaran yang tinggi, dengan penghasilan yang tidak begitu banyak maka perlu adanya kesiapan mental untuk bisa menghadapi segala apa yang terjadi dalam usahanya.

  Dalam mempertahankan keberlangsungan suatu kegiatan usaha , dukungan dari berbagai pihak juga di butuhkan oleh para pengrajin batik yang ada di desa Gumelem. Peran pemerintah sendiri dalam membantu permodalan dilaksanakan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Banjarnegara. Dalam bantuan permodalan yang dilakukan Dinas Koperasi dan UMKM memberikan bantuan alat cap dan canting juga kain kepada setiap pengrajin batik Gumelem (Suwardjo, wawancara tanggal 5 Desember 2017).