SEJARAH PERKEMBANGAN INDUSTRI BATIK TRADISIONAL DI TIRTOMOYO TAHUN 1950-2000

TRADISIONAL DI TIRTOMOYO TAHUN 1950-2000 SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhisebagai Persyaratan guna Mencapai Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh : GILANG CHRISTIAN .W. C0505029 FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS NEGERI SEBELASMARET SURAKARTA

Nama : GILANG CHRISTIAN .W. Nim

: C 0505029

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul “Sejarah Perkembangan Industri Batik Tradisional di Tirtomoyo Tahun 1950-2000 ” adalah betul-betul karya sendiri, bukan dari plagiat dan tidak dibuat oleh orang lain. Hal- hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citas (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 2012 Yang membuat pernyataan

GILANG CHRISTIAN .W.

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

 Ayah dan Ibunda tercinta.  Adik-adikku tersayang.

“ Ketika kesedihan itu harus terjadi dan jiwa tidak lagi memiliki cara untuk menghindarinya, maka kesedihan itu justru akan mendatangkan pahala, karena kesedihan yang demikian merupakan bagian dari musibah atau cobaan, dan hendaklah senantiasa melawannya dengan doa- doa ”.

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang

lain ”. (Q.S. Alam Nasroh:6-7)

“Hidup ini jangan mencari yang sempurna. Namun berupayalah menerima hal yang tak sempuna dengan cara yang terbaik, kesabaran yang paling baik, hingga hidup tidak lagi berat untuk dijalani dan semua akan terlihat sempurna pada

akhirnya”. ( Penulis)

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, karunia, cinta dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Di dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan hal itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sangat besar kepada:

1. Bapak Drs. Riyadi Santoso, M.Ed,Ph.d, selaku Dekan Fakultas Sastra Dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesakan skripsi ini.

2. Ibu Dra.Sawitri PP, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret yang telah mencurahkan segenap pengetahuan yang dimilikinya kepada penulis.

3. Ibu Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum, selaku dosen pembimbing utama karena dorongan dan petunjuk beliaulah penulis tetap mempertahankan tema untuk menyusun skripsi ini.

4. Bapak Drs. Suharyana, M.Pd, selakudosenpembimbing proposal atasmasukandaninformasinyakepadapenulis.

5. Ibu Umi Yuliati, S.S. M.Hum, selaku dosen pembimbing akademik yang telah mendampingi penulis selama menempuh perkuliahan di Jurusan Ilmu Sejarah.

yang telah membagikan ilmunya sehingga memberikan inspirasi kepada penulis untuk mengangkat tema ini sebagai hasil skripsi.

7. Rasa terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan untuk Bapak dan Ibunda yang telah memberi segalanya, adikku yang memberi dorongan serta memberi bantuan untuk peminjaman buku-buku.

di Surakarta, sayaucapkanterimakasihsebesar- besarnyakarenatelahmembantudalammelakukanpenelitiandanwawancara, sertatelahrelamemberikanfasilitassertatenagadanwaktudalampenelitian yang sayalakukan.

9. Terima kasih kepada Bapak dan Ibu warga Tirtomoyo yang telah meluangkan waktunya untuk

diwawancarai dan

mengizinkan saya untuk

mendokumentasikan batik dan hasil karya lainnya dalam bentuk foto.

10. Terimakasihuntuk teman – teman ilmu sejarah angkatan 2005 “Tanpa terkecuali” terima kasih atas “semuanya” dan persahabatan indah yang kalian berikan, serta terima kasih pula untuk teman – teman Ilmu Sejarah angkatan

11. Segenap pihak yang telah mendukung dan membantu terlaksakannya penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulismenyadarisepenuhnyabahwaskripsiinitidakterlepasdarikekurangand ankekeliruan, Penulismenyadarisepenuhnyabahwaskripsiinitidakterlepasdarikekurangand ankekeliruan,

gipembacasekalian. Amin

Surakarta, 2012

Penulis

BAB III. SEJARAH PERKEMBANGAN BATIK DI TIRTOMOYO

TAHUN 1950-2000 …………………………….................................

A. Asal Mula Kerajinan Batik ………………………......................... 28

1. Batik Vorstenlanden..................................................................

2. Batik Pesisir...............................................................................

B. SejarahPerkembangan Batik di Tirtomoyo..................................

1. Pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda.................................

2. Pada Masa Penjajahan Jepang...................................................

3. Pada Masa Kemerdekaan...........................................................

C. PertumbuhanIndustriKerajinan Batik di Tirtomoyo…………...

1. TimbulnyaKerajinan Batik di Tirtomoyo…….........................

2. Proses Produksi Batik…………………………………………

3. SistemKerjadalam Usaha IndustriKerajinan Batik………….

4. Pemasaran Batik………………………………………………

D. Perkembangan RagamHiasBatik di Tirtomoyo Tahun 1950- 2000...............................................................................................

1. Perkembangan Ragam Hias Batik Tahun 1960-1964................

2. Perkembangan Ragam Hias Batik Tahun 1965-1969................

3. Perkembangan Ragam Hias Batik Tahun 1970-1979................

4. Perkembangan Ragam Hias Batik Tahun 1980-an....................

5. Perkembangan Ragam Hias Batik Tahun 1990-2000................

E. PerananPemerintahterhadapPerkembanganIndustriBatik di

Tirtomoyo ………..…………………………...................................

BAB IV. FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERKEMBANGAN INDUSTRI BATIK TRADISIONAL DI

TIRTOMOYO . ……………………………………………………..

A. Pasang Surut Industri Batik di Tirtomoyo tahun 1950-2000.............

1. Bahan Baku yang Sulit Diperoleh..............................................

2. UpahdanTenaga Kerja..............................................................

3. Persaingan dengan Industri Tekstil dan Batik Modern..............

2. Dalam bidang Ekonomi............................................................

83

a. Terancamnya Industri Batik Tradisional oleh Batik Modern.....................................................................................

83

b. Berkurangnya Jumlah Produsen Batik Tirtomoyo...................

83

c. Pergeseran pergeseran dalam Lapangan Kerja Lainnya.........

85

d. Merosotnya Partisipasi Sosisal Pengusaha Batik Tirtomoyo................................................................................

85 BAB V. KESIMPULAN ........................................................................................ 87

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

90

LAMPIRAN ......................................................................................................

93

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1

Luas Daerah dan Perincian Penggunaannya.......................

18 Tabel 2

Mata Pencaharian Penduduk...............................................

18 Tabel 3

MasyarakatTirtomoyoBerdasarkan Tingkat Pendidikan...

20 Tabel4

Jumlah Pengusaha Kerajinan Batik di Tirtomoyo yang Menjadi Anggota Koperasi.................................................

49

DAFTAR ISTILAH

Abdi Dalem

: Pelayanpejabat istana tingkat rendah Babaran : Proses pewarnaan

Batik : Suatu cara membuat desain pada kain dengan cara menutup bagian-bagian tertentu dari kain dengan malam (desain lebah). Batik Dermanyon

: Batik dari daerah Indramayu

Batik Klasik : Batik yang berkembang dalam lingkup keraton. Batik Laseman

: Batik dari daerah Lasem

Batik Pesisir : Batik yang pembuatannya dikerjakan diluar daerah pedalaman (Surakarta dan Yogyakarta), yang termasuk daerah pesisir adalah daerah yang terdapat disepanjang pantai utara Jawa.

Batik Vorstenlanden

: Batikdari daerah pedalaman (Surakarta dan Yogyakarta).

Carat Canting

: Cucuk canting

Cecek-cecek

: Isen bulat kecil pada motif batik

Client Businessman

: Rekan bisnis

Entrepreneurship : Kekuatan untuk membangun Ganefo

: Pesta olahraga dari kelompok negara-negara komunis dan

penentang imperialis-kapitalis.

Hand print

: System sablon

Inl Coperative Vereniging

: Koperasi yang pertama kali dibentuk di Surakarta atau Persatuan Perusahaan Batik Bumi Putera Surakarta (PPBS) IlmuSinengker

: Ilmu yang mempelajari tentang perlambang-perlambang atau

Kainlurik

: Kain tenun

Kuli Kenceng : Masyarakat yang mempunyai sawah, tegal, rumah dan

pekarangan.

Kuli Kendo atau Magersari

: Masyarakat yang mendirikan rumah dipekarangan orang lain.

Lancing

: Lilin lebah

Lawe

: Benang

Mekarang Masyarakat yang hanya mempunyai pekarangan dan tegal saja. Membabar atau

Melered

: Proses penyelesaian dari batikan menjadi kain.

: Upacara menghadap raja

Santrienclave

: Daerah-daerahkantong santri

Selir

: Isteriraja yang bukan permaisuri

Soga Jawa

: Pewarna dari bahan tumbuh-tumbuhan

Upacara Garabeg

: Garebeg mempunyai arti dihadiri atau dikerumuni orang banyak secara bersama-sama. Kata garabeg berarti pula mengantarkan atau mengiringi bersama-sama atau disebut juga dengan upacara gunungan.

Show Room

: Tempat pameran

Vorstenlanden

: Daerah kerajaan yang ada di kota Solo.

Wong Swastanan : Orang-orang yang berhasil dalam menjalankan peranan dalam

aktivitas ekonomi dan perdagangan.

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1.

Surat penelitian..............................................................

93 Lampiran 2.

Peta Wilayah Tirtomoyo……………………………...

94 Lampiran 3.

Daftar Informan.............................................................

95 Lampiran 4.

PendidikandanPelatihanPengembanganIndustri Batik…………………………………………………..

97 Lampiran 5.

MeskiCacat Batik WonogirenMasihLaku di Pasaran………………………………………………...

101 Lampiran 6.

FotoProses Pembutan Batik.......................................... 102 Lampiran7.

FotoPerbedaanRumahPengusaha Batik dengan MasyarakatBiasa……………………………………..

103

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Ragam Hias Motif Batik yang ada di Indonesia................

31 Gambar 2. Batik Vorstenlanden..........................................................

35 Gambar 3. Batik Pedalaman................................................................

35 Gambar4.

Batik Pesisir........................................................................

39 Gambar5.

Batik Motif Remukan........................................................

54 Gambar6.

Batik Motif Keladi dan Jemani.........................................

55 Gambar7.

Batik Tahun 1960-an.........................................................

61 Gambar 8

Batik Sido Wirasat.............................................................

62 Gambar9

Batik Ragam Hias Ceplok.................................................

64

Gilang Christian .W. C0505029. Sejarah Perkembangan Industri Batik Tradisional di Tirtomoyo Tahun 1950-2000. Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Unversitas Sebelas Maret. Industri batik merupakan salah satu industri yang banyak tumbuh dan berkembang di Indonesia. Salah satu pusat industri batik adalah di Tirtomoyo, Wonogiri. Pada mulanya industri batik tradisional ini mengalami perkembangan, akan tetapi lama kelamaan mengalami kemunduran. Hal ini terjadi karena berbagai macam faktor. Permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini, adalah: (1) Bagaimana latar belakang munculnya industri batik di Tirtomoyo pada tahun 1950-2000 ?; (2) Bagaimanakah sejarah perkembangan batik tradisional di Tirtomoyo pada tahun 1950-2000 ?; (3) Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap perkembanganbatik di Tirtomoyo pada tahun 1950-2000 ?

Penelitian ini bertujuan: (1) Mengetahui latar belakang munculnya industri batik di Tirtomoyo pada tahun 1950- 2000; (2) Mengetahui sejarah perkembangan batik tradisional di Tirtomoyo pada tahun 1950-2000; (3) Mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap perkembanganbatik di Tirtomoyo pada tahun 1950-2000. Untuk menjawab pertanyaan di atas penulis menggunakan metode sejarah, karena objek kajiannya berkaitan dengan peristiwa-peristiwa di masa lampau. Data yang diperoleh diolah sesuai dengan metode sejarah dan kemudian di interpretasikan sesuai dengan konsep ilmu sejarah. Di samping itu digunakan teknik penelitian sejarah lesan, karena hasil penelitian ini sebagian besar merupakan hasil wawancara.

Batik adalah suatu desain yang dituangkan pada kain, dengan melewati proses tertentu. Batik merupakan salah satu hasil kebudayaan yang ada di Indonesia. Ragam hias batik di Indonesia beraneka ragam sesuai dengan daerahnya masing-masing. Daerah Tirtomoyo, Wonogiri, merupakan salah satu pusat perbatikan, di daerah tersebut industri batik tradisional tumbuh menjadi industri kerajinan rakyat yang semakin pesat. Mayoritas masyarakat Tirtomoyo, Wonogiri bekerja dibidang perbatikan. Pada awalnya pekerjaan membatik masih dilakukan dengan cara tradisional, tetapi lambat laun mengalami perubahan menjadi semakin maju. Dalam kurun waktu tahun 1960-an industri batik tradisional mengalami perkembangan yang pesat, akan tetapi pada tahun-tahun berikutnya semakin menunjukkan gejala kemunduran.

Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa industri batik di Tirtomoyo, Wonogiri mengalami perkembangan yang sangat pesat, akan tetapi lambat laun mengalami kemunduran. Kemunduran industri batik tradisional di Tirtomoyo, Wonogiri disebabkan oleh banyak faktor.Pemerintah turut berperan dari kebijakan daniklim yang diciptakannya, di samping adanya faktor penyebab yang lain, seperti :munculnya batik printing dan industry tekstilbesar, menurunnya peran koperasi, bahan baku maupun tenaga kerja.

Gilang Christian. W. C0505029. History of Traditional Batik Industry in Tirtomoyo Year 1950-2000.Thesis Department of History Faculty of Literature and Arts universities of March. Batik industry is one of the many industries grow and develop in Indonesia. One center is in Tirtomoyo batik industry, Wonogiri. At first the traditional batik industry is experiencing growth, but decline over time. This happens due to various factors. The problems studied in this thesis are: (1) How to set for the batik industry in the years 1950-2000 Tirtomoyo?; (2) What is the history of traditional batik in Tirtomoyo in 1950-2000?, (3) Factors What affects the development of batik in Tirtomoyo in 1950-2000?

This study aims: (1) Knowing the background of the emergence of batik industry in Tirtomoyo in 1950 to 2000, (2) Knowing the history of traditional batik in Tirtomoyo in the year 1950-2000, (3) Knowing the factors that influence the

years 1950-2000.

To answer these questions the author uses the historical method, because the object of its studies relating to events in the past. The data obtained were processed according to the methods of history and then interpreted in accordance with the concept of historical science. In addition Lesan used techniques of historical research, because the results of this study is largely a result of the interview.

From the research, concluded that the batik industry in Tirtomoyo, Wonogiri experiencing rapid growth, but gradually deteriorated. The decline of traditional batik industry in Tirtomoyo, Wonogiri caused by many factors. Government played a role of climate policy and the creation, in addition to the presence of other factors, such as: the emergence of batik printing and textile industry, decreasing the role of cooperatives, raw materials and labor.

ABSTRAK

2012. Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Unversitas Sebelas Maret. Industri batik merupakan salah satu industri yang banyak tumbuh dan berkembang di Indonesia. Salah satu pusat industri batik adalah di Tirtomoyo, Wonogiri. Pada mulanya industri batik tradisional ini mengalami perkembangan, akan tetapi lama kelamaan mengalami kemunduran. Hal ini terjadi karena berbagai macam faktor. Permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini, adalah: (1) Bagaimana latar belakang munculnya industri batik di Tirtomoyo pada tahun 1950-2000 ?; (2) Bagaimanakah sejarah perkembangan batik tradisional di Tirtomoyo pada tahun 1950- 2000 ?; (3) Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap perkembanganbatik di Tirtomoyo pada tahun 1950-2000 ? Penelitian ini bertujuan: (1) Mengetahui latar belakang munculnya industri batik di Tirtomoyo pada tahun 1950- 2000; (2) Mengetahui sejarah perkembangan batik tradisional di Tirtomoyo pada tahun 1950-2000; (3) Mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap perkembanganbatik di Tirtomoyo pada tahun 1950-2000. Untuk menjawab pertanyaan di atas penulis menggunakan metode sejarah, karena objek kajiannya berkaitan dengan peristiwa- peristiwa di masa lampau. Data yang diperoleh diolah sesuai dengan metode sejarah dan kemudian di interpretasikan sesuai dengan konsep ilmu sejarah. Di samping itu digunakan teknik penelitian sejarah lesan, karena hasil penelitian ini sebagian besar merupakan hasil wawancara.

1 Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah Dengan NIM C0505029 2 Dosen Pembimbing

kerajinan rakyat yang semakin pesat. Mayoritas masyarakat Tirtomoyo, Wonogiri bekerja dibidang perbatikan. Pada awalnya pekerjaan membatik masih dilakukan dengan cara tradisional, tetapi lambat laun mengalami perubahan menjadi semakin maju. Dalam kurun waktu tahun 1960-an industri batik tradisional mengalami perkembangan yang pesat, akan tetapi pada tahun- tahun berikutnya semakin menunjukkan gejala kemunduran. Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa industri batik di Tirtomoyo, Wonogiri mengalami perkembangan yang sangat pesat, akan tetapi lambat laun mengalami kemunduran. Kemunduran industri batik tradisional di Tirtomoyo, Wonogiri disebabkan oleh banyak faktor. Pemerintah turut berperan dari kebijakan daniklim yang diciptakannya, di samping adanya faktor penyebab yang lain, seperti :munculnya batik printing dan industry tekstilbesar, menurunnya peran koperasi, bahan baku maupun tenaga kerja.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah suatu sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan bagian dari manusia dengan cara belajar, dengan kemampuan akal budinya, manusia telah mengembangkan berbagai sistem tindakan, mulai dari

yang sangat sederhana ke arah yang lebih kompleks sesuai kebutuhannya. 1 Seperti yang diketahui bahwa ada 7 unsur kebudayan, dan kesenian adalah salah satunya.

Batik secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang yang ditulis dan dilukis pada daun lontar.Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman.Namun dalam sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya.Jenis dan corak batik tradisional tergolong banyak, namun corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing- masing daerah yang sangat beragam.Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisioanal dengan ciri kekhususannyasendiri.

tersendiri dibanding peninggalan budaya lain yang berprinsip sama, yaitu celup rintang warna. Namun, nilai pada batik Indonesia bukan semata-mata pada keindahan visual. Lebih jauh, batik memiliki nilai filosofi yang tinggi serta sarat akan pengalaman transendenitas. Nilai inilah yang mendasari visualisasi akhir yang muncul dalam komposisi batik itu sendiri.Di dalam perkembangannya, sejarah mencatat bahwa penyebaran batik tidak terlepas dari peranan para pedagang ke berbagai pelosok Nusantara, bahkan ke Malaysia atau Singapura. Di dalam usaha penyebaran itulah, terjadi penetrasi budaya luar yang menambah khasanah perbatikan Indonesia. Fleksibelitas tersebut dapat dilihat melalui batik pesisir yang secara antropologis lebih terbuka terhadap sesuatu yang dibanding daerah pedalaman, menyebabkan masyarakat pendukungnya lebih mudah

menerima budaya luar. 2

Batik dari pulau Jawa terkenal halus dalam proses pembuatannya, memiliki motif bervariasi dan warna indah. Surakarta merupakan salah satu lokasi berkembangnya batik di antara pusat kegiatan pembatikan di Jawa Tengah.Surakarta terdiri dari dua istana yakni keraton Surakarta Hadiningrat dan Pura Mangkunagaran yang berukuran lebih kecil (secara struktur pemerintahan setara dengan kadipaten).Dua tempat tersebut membawa pengaruh budaya, termasuk tradisi membatik pada masing-masing wilayah kekuasaan yang kini dinamakan Eks-Karisidenan Surakarta.Tradisi membatik di Surakarta menyebar ke daerah-daerah sekitar yakni Klaten (Batik Bayat), Sukoharjo (Batik Pajang),

Batik Wonogiren secara harfiah adalah tekstil tradisi khas wilayah Wonogiri (kabupaten), dibuat atau diproduksi dengan menggunakan teknik batik atau cretan lilin (malam atau wax-resist) di atas kain. Tekstil tersebut bukan asli dari Wonogiri, apabila dilihat dari awal kemunculannya.Nama Batik Wonogirenan berasal dari seorang seniwati batik asal Pura Mangkunegaran (Surakarta) bernama Kanjeng Wonogiren atau Raden Ayu Handayaningrat, istri seorang Bupati Wonogiri (menjabat pada zaman pra kemerdekaan RI).Ia mengabdi saat bertahtanya KGPAA Mangkunegaran VII sampai VIII.

Kanjeng Wonogiren adalah kreator tekst il tradisi ini. Kata “wonogiren” pada istilah batik Wonogiren bukan berasal dari kata “wonogiri” mendapat akhiran –an, sehingga menunjukkan kepemilikan atau asal, tetapi nama Kanjeng

Wonogiren. Namanya digunakan untuk menyebut kain batik, karena terkenal dengan babaran atau cara memberi warna pada batik. Istilah tersebut diberikan oleh masyarakat pemakai batik karya beliau dan pembatik yang masih keturunan keluarga bangsawan Pura Mangkunegaran.Babaran Kanjeng Wonogiren menghasikan warna lembut, bersih, dan lebih muda, dibandingkan dengan babaran batik beredar saat itu, yang cenderung gelap dan tajam, karena mayoritas pewarna memakai bahan alami sejenis rempah, yakni soga jambal (Pelthoporum Ferrigineum).Bahan tersebut menghasilkan warna coklat sawo dan gelap, sebagai ciri khas Batik Surakarta.

Batik yang berkembang dalam lingkup kraton disebut Batik Klasik, di Batik yang berkembang dalam lingkup kraton disebut Batik Klasik, di

ditetapkan melalui Perjanjian Salatiga. 3

Batik Wonogiren berasal dari Wonogiri, yang kemunculannya berawal dari kegiatan membatik, tepatnya di Kecamatan Tirtomoyo.Batik Wonogiren memiliki ciri khas motif retakan-retakan disebut dengan remakan atau remukan .Motif remukan tidak sekedar menjadi ciri khas, tetapi bagian dari batik Wonogiren. Hal tersebut menambah nilai estetika, yang membedakan dengan karya batik dari daerah lain. Nilai estetika tersebut bersifat objektif dan murni

terlihat pada garis, bentuk, serta warna. 4

Pola dan motif batik Wonogiren dibuat untuk konsumsi masyarakat sekitar Tirtomoyo dan wilayah Kabupaten Wonogiri.Meskipun motif yang dibuat mengadaptasi dari motif batik Klasik Kraton Surakarta.Babarannya (proses pewarnaannya) lebih tebal dan berbeda dengan batik dari kraton dan lebih sesuai dengan citarasa rakyat yang memiliki kehidupan dinamis serta bebas.Dalam perkembangannya desain batik Wonogiren merupakan objek yang muncul karena ide atau gagasan masyarakat dalam hal ini perajin merupakan pengeeksekusi persepsi masyarakat berupa ide, sebagai wujudnya adalah partisipasi dengan memvisualisasikannya ke sebuah bentuk. Perajin dimaksud adalah pihak yang Pola dan motif batik Wonogiren dibuat untuk konsumsi masyarakat sekitar Tirtomoyo dan wilayah Kabupaten Wonogiri.Meskipun motif yang dibuat mengadaptasi dari motif batik Klasik Kraton Surakarta.Babarannya (proses pewarnaannya) lebih tebal dan berbeda dengan batik dari kraton dan lebih sesuai dengan citarasa rakyat yang memiliki kehidupan dinamis serta bebas.Dalam perkembangannya desain batik Wonogiren merupakan objek yang muncul karena ide atau gagasan masyarakat dalam hal ini perajin merupakan pengeeksekusi persepsi masyarakat berupa ide, sebagai wujudnya adalah partisipasi dengan memvisualisasikannya ke sebuah bentuk. Perajin dimaksud adalah pihak yang

Industri batik Tirtomoyo mengalami perkembangan yang pesat di tahun 1960-an. Perkembangan ini terjadi ketika Koperasi Batik masuk menjadi anggota GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) dan peran serta pemerintah.Memasuki masa Orde Baru, industri batik yang telah berkembang pesat mengalami kemerosotan.Hal ini merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari dari kebijakan Orde Baru yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang menyerap modal dalam jumlah besar.Hal ini dapat dilihat dari ketetapan Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri yang dimaksudkan untuk membuka perekonomian dan menggiatkan kembali dunia usaha swasta, khususnya dari kalangan pengusaha yang memiliki modal besar.

Warga Wonogiri memiliki keinginan untuk memproduksi dan memakai batik dengan ciri khas budaya setempat, meliputi kondisi geografis, sosial, fenomena, selera, dan sebagainya. Motif yang dibuat terinspirasi dari hal-hal tersebut serta modifikasi pola Batik Klasik Kraton Surakarta.Contoh motif terpengaruh fenomena sosial adalah Keladi dan Jemani, berisi motif adaptasi dari bentuk daun Keladi dan Anthurium jenis Jemani yang menjadi tren koleksi

Dominasi pengusaha pribumi dalam sektor industri kerajinan yang biasanya berskala kecil dan bersifat tradisional tersebut terutama terpusat pada bidang batik.Di Indonesia batik dibuat di berbagai daerah, terutama di Pulau Jawa.Jawa Tengah merupakan salah satu pusat kegiatan pembatikan.Batik dari daerah Jawa Tengah khususnya batik Tirtomoyo motifnya lebih halus pembatikannya.Setiap daerah pembatikan mempunyai keunikan dan ciri khas masing-masing, baik dalam ragam hias maupun tata warnanya.Namun demikian, dapat dilihat adanya persamaan maupun perbedaan antar batik berbagai daerah tersebut. Bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa yang bersatu, walaupun terdiri dari berbagai suku bangsa dengan adat yang berbeda, ternyata memiliki selera dan pola citra yang hampir sama. Tentu saja kalau ada perbedaan dalam gaya dan selera, itu disebabkan oleh letak geografis daerah pembuat batik yang bersangkutan, sifat dan tata penghidupan daerah yang bersangkutan, kepercayaan dan adat istiadat yang ada di daerah yang bersangkutan, keadaan alam sekitarnya

dan adanya kontak atau hubungan dengan daerah pembatikan lain. 5 Di daerah Jawa Tengah perkembangan batik banyak dikembangkan dan diawali dari daerah Laweyan Surakarta yang merupakan salah satu daerah kekuasaan keraton Surakarta. Akan tetapi karena adanya suatu permasalahan yang disebabkan oleh adanya kelas sosial dalam kalangan keraton maka batik mengalami ketidakstabilan dan kemunduran. Batik mulai dilarang berkembang dan dipergunakan di keraton. Atas larangan itu, maka para saudagar yang

keluar dari gaya Surakarta. Di dalam perkembangannya Laweyan pun kemudian muncul sebagai sebuah pusat bisnis yang sangat berpengaruh.Tidak hanya bagi kerajaan Mataram, tapi juga sampai ke luar kerajaan tidak tidak terkecuali daerah Tirtomoyo Wonogiri.Batik-batik gaya Surakarta pun secara umum mulai merajai ke berbagai pelosok tanah air diantaranya ragam hias Sawat, Slobog, Sido Mukti, Sido Luhur, Ratu Ratih, Truntum, Satrio Manah, Pamiluto. Sementara untuk motif batik dalem kraton sendiri terdapat diantaranya motif Semen Rama yang dibuat pada masa PB IV tahun 1787 sampai tahun 1816. Motif Indrabrata, Bayubrata, Agnibrata, Babon Angrem, Semen Sida Raja, Naga Raja, Semen Candra, Semen Prabu, Parang Kusuma, Wirasat dan lain-lain. Dari semua desain

motif itu, rata-rata mempunyai makna filosofi yang cukup tinggi. 6 Di Tirtomoyo yang pernah jaya dengan produksi batiknya pada tahun 1960-an, mengalami keterpurukan dijurang kehancuran pada masa krisis moneter 1998.Model client businessman yang dilakukan rezim Soeharto, menjadikan usaha-usaha mandiri kewiraswastaan hancur, karena pada kenyataannya kebijakan penguasa pemerintah adalah memihak para pelaku bisnis kelas pengusaha menengah ke atas yang didasarkan pada kepentingan-kepentingan politik tertentu, pihak pengambil kebijakan.Kebijakan ekonomi baru adalah sebuah perubahan paradigma pembangunan ekonomi radikal dan pada awalnya menjadi perubahan dalam masyarakat yang lebih maju oleh rezim Orde Baru.Untuk kasus pembatikan di Tirtomoyo, dapat dikatakan bahwa perdagangan motif itu, rata-rata mempunyai makna filosofi yang cukup tinggi. 6 Di Tirtomoyo yang pernah jaya dengan produksi batiknya pada tahun 1960-an, mengalami keterpurukan dijurang kehancuran pada masa krisis moneter 1998.Model client businessman yang dilakukan rezim Soeharto, menjadikan usaha-usaha mandiri kewiraswastaan hancur, karena pada kenyataannya kebijakan penguasa pemerintah adalah memihak para pelaku bisnis kelas pengusaha menengah ke atas yang didasarkan pada kepentingan-kepentingan politik tertentu, pihak pengambil kebijakan.Kebijakan ekonomi baru adalah sebuah perubahan paradigma pembangunan ekonomi radikal dan pada awalnya menjadi perubahan dalam masyarakat yang lebih maju oleh rezim Orde Baru.Untuk kasus pembatikan di Tirtomoyo, dapat dikatakan bahwa perdagangan

Dari latar belakang masalah tersebut di atas, mendorong penulis untuk mengadakan penelitian dengan judul “Sejarah Perkembangan Industri Batik Tradisional di Tirtomoyo Tahun 1950-2000 ”. Di dalam studi ini ruang lingkup waktu dimulai tahun 1950 sampai dengan tahun 2000. Hal ini dikarenakan antara tahun 1950-2000 perkembangan batik mulai berkembang dan banyak sekali mengalami perubahan. Selain itu, pengaruh budaya masyarakat lokal dan masyarakat pendatang mulai berpengaruh terhadap perkembangan motif dan gaya batik itu sendiri. Dari perkembangan batik tersebut maka diperlukan suatu perencanaan dan pengembangan batik yang baik demi terciptanya suatu karya batik yang indah.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang munculnya industri batik di Tirtomoyo pada tahun 1950-2000 ?

2. Bagaimanakah sejarah perkembangan batik tradisional di Tirtomoyo pada tahun 1950-2000 ?

3. Faktor-faktorapa yang berpengaruh terhadap perkembanganbatik di Tirtomoyo pada tahun 1950-2000 ?

Bertolak dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, yaitu:

1. Mengetahui latar belakang munculnya industri batik di Tirtomoyo pada tahun 1950- 2000.

2. Mengetahui bagaimanakah sejarah perkembangan batik tradisional di Tirtomoyo pada tahun 1950-2000.

berpengaruh terhadap

perkembanganbatik di Tirtomoyo pada tahun 1950-2000.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah dapat menambah kajian tentang perkembangan batik di Tirtomoyo pada masa lampau sebagai suatu masukan dalam pemikiran pengembangan kesenian batik maupun batik itu sendiri dimasa yang akan datang. Serta dapat menambah wawasan dan bahan bacaan mengenai jejak-jejak peninggalan bersejarah bagi generasi penerus. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan pengembangan studi sejarah khususnya sejarah perkembangan batik di Tirtomoyo pada khusunya dan di Indonesia pada umumnya.

Kajian tentang perkembangan batik dari tahun ke tahun sangatlah menarik untuk dibahas, hal ini bertujuan untuk mengetahui sejarah lahirnya batik di suatu daerah. Referensi buku yang digunakan antara lain: adalah buku yang berjudul

“Batik Klasik”, karangan Hamzuri yang diterbitkan oleh Djambatan, tahun terbit 1981. Buku ini berisi ulasan mengenai batik klasik, sesuai dengan judul bukunya.

Klasik di sini ialah, klasik dalam cara pembatikannya maupun klasik mengenai motif batiknya. Dalam buku ini dijelaskan perlengkapan dan peralatan, dibahas tentang mori, setelah itu dijelaskan mengenai pola.Buku Batik Klasik juga memuat aneka macam kain batik, yang dikelompokkan berdasar motifnya, yaitu motif parang, geometris, banji, tumbuh-tumbuhan menjalar, tumbuh-tumbuhan air , bunga dan satwa dalam alam kehidupan.

Buku berjudul Ungkapan Sehelai Batik, karangan Nian S. Djoemena yang diterbitkan oleh Djambatan, tahun terbit 1986. Buku ini berisi penjelasan mengenai batik secara luas. Mulai dari faktor-faktor yang mempengaruhi ragam hias batik, perkembangan batik. Di dalam buku ini dibagiberbagai ragam hias batik dalam dua golongan besar, yaitu ragam hias geometris dan ragam hias non geometris, sedangkan pada zaman penjajahan Belanda pengelompokan batik ditinjau dari sudut daerah pembatikan yang dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu batik Vorstenlanden dan batik pesisir.Buku ini juga membahas mengenai ragam hias batik menurut daerahnya masing-masing. Bahasan yang pertama adalah batik daerah Solo. Solo merupakan daerah kerajaan atau Vorstenlanden.

Sido Mukti , Semen Rama, Truntum, Sri Nugroho, Pari Seuli, Ceplok Sari, dan lain sebagainya. Daerah Vorstenlanden selain Solo ialah Yogyakarta. Ragam hias batik Yogya memiliki kekhasan sendiri. Beberapa kekhasan ragam hias isen-isen akan dijumpai pada batik Yogya, seperti Dele Kecer dan berbagai jenis ukel yaitu Ukel Cantel , Ukel Tutul, dan Ukel Monte. Daerah Yogya juga memiliki kesamaan dengan daerah Solo mengenai peraturan pemakaian kain batik. Contoh ragam hias batik Yogyakarta, antara lain: ragam hias Ksatrian, Muningar, Nitik Brendi , Keong Sari, Kawung Beton, Grompol, dan lain-lain.

Setelah pembahasan mengenai batik dari daerah Vorstenlanden, dibahas pula mengenai batik dari daerah pesisir. Antara lain batik Cirebon, ragam hias batik Cirebon, antara lain: ragam hias Peksi Naga Liman, Ayam Alas Gunung Jati , Raji Besi, Kapal Kandas, Wadasan, dan lain-lain. Kemudian dibahas batik dari Indramayu, yang sering disebut Dermanyon dan kain panjangnya selalu mempunyai tumpal. Ragam hias batik Indramayu adalah ragam hias Dara Kipu, Urang Ayu , Bangun Tulak, Pintu Raja, Kembang Kapas, Pacar Cina, dan lain sebagainya. Setelah batik Indramayu dibahas mengenai batik daerah Garut. Batik Garut sering disebut Garutan. Ragam hias Garut, antara lain: ragam hias Terang Bulan , Wareng Aruey, Cupat Manggu, Gambir Saketi, Patah Tebu, Kraton Galuh , dan lain-lain. Berikutnya dibahas batik daerah Pekalongan.Batik Pekalongan dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: batik Encim, kain batik bergaya Belanda , dan batik berselera pribumi. Contoh ragam hias batik Pekalongan ialah

Lasem. Batik daerah Lasem sering disebut Laseman. Pemberian nama batik Lasem pada umumnya berdasarkan tata warnanya bukan menurut nama ragam hiasnya. Maka dari itu terdapat istilah Bang-bangan, Kelengan, Bang Biru, dan Bang-Biru-Ijo . Contoh ragam hias batik Laseman, yaitu ragam hias Bang- bangan , Kelengan, Tiga Negeri, Kendoro Kendiri, Tutul, dan lain-lain.

Buku berjudul Makna Batik dalam Kosmologi Orang Jawa, karangan Bejo Haryono, yang diterbitkan oleh Dirjenbud, tahun terbit 2004, tebal buku 44 halaman. Buku ini sesuai dengan judul bukunya makna batik dalam kosmologi orang Jawa, buku ini secara umum memuat mengenai arti dari tiap-tiap ragam hias batik menurut pandangan orang Jawa (Jawa Tengah). Pada bagian pertama dijelaskan terlebih dahulu mengenai arti dari kosmologi. Kosmologi berasal dari bahasa Yunani kosmos, yang berarti keteraturan, keseimbangan, sistem yang harmonis atau alam semesta menjadi satu sistem yang teratur. Kemudian dibahas mengenai tinjauan filosofis yang difokuskan pada makna filsafat dari ragam hias batik. Bagi orang timur, filsafat sebagai petunjuk tingkah laku seseorang untuk menerima nasehat dari orang lain melalui ilmu sinengker, yaitu perlambang- perlambang atau simbol-simbol benda-benda lain.

Buku yang berjudul Katalog Batik Indonesia, karangan Riyanto, yang diterbitkan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik, tahun terbit 1997, tebal buku 79 halaman. Buku ini berisi ulasan mengenai batik secara keseluruhan. Pada bagian pertama dijelaskan mengenai Buku yang berjudul Katalog Batik Indonesia, karangan Riyanto, yang diterbitkan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik, tahun terbit 1997, tebal buku 79 halaman. Buku ini berisi ulasan mengenai batik secara keseluruhan. Pada bagian pertama dijelaskan mengenai

menghilangkan lilin. Bahasan berikutnya, yaitu mengenai motif batik. Pola yang menyusun motif batik tradisional, antara lain: motif Parang, motif Ceplok, motif Pinggiran , dan motif Tumpal atau karangan bunga. Sedangkan pada batik modern, motif dapat berupa gambar nyata (figuratif), semifiguratif, atau nonfiguratif . Setelah itu dibahas mengenai zat pewarna untuk batik. Di sini menurut asalnya zat warna batik dibagi menjadi dua, yaitu zat warna alam dan sintetis. Zat warna dari alam antara lain kunyit, temulawak, akar pohon mengkudu, teh, gambir, dan lain sebagainya. Sedangkan zat warna sintetis antara lain soga ergan, soga kopel, cat bejana, dan lain-lain. Bahasan berikutnya yaitu mengenai tata warna batik. Pewarnaan batik di samping mempunyai keindahan yang khas juga mempunyai arti simbolis dan filosofis.

Skripsi Wiranto, Fakultas Keguruan Universitas Sebelas Maret Surakarta,1979.Pengusahaan Industri Kerajinan batik Bekonang dan Tirtomoyo tahun 1967-1977 . Skripsi ini berisi tentang keadaan Geografis serta riwayat pertumbuhan kerajinan industri batik di desa Wonorejo dan Tirtomoyo, pengusahaan Industri kerajinan batik di desa Wonorejo dan Tirtomoyo.

F. METODE PENELITIAN

Metode yang dilakukan adalah metode sejarah. Metode sejarah merupakan Metode yang dilakukan adalah metode sejarah. Metode sejarah merupakan

Tahap pertama adalah heuristik yaitu mencari dan mengumpulkan sumber-sumber mengenai sejarah perkembangan batik di Tirtomoyo serta dokumen-dokumen lainnya yang sesuai dengan permasalahan yang diperoleh dari berbagai sumber. Hal ini dilakukan karena jenis penelitian ini adalah menggunakan metode historis, maka jenis sumber data yang digunakan adalah data yang berupa arsip, maupun surat kabar yang sejaman dan sumber-sumber sekunder atau buku-buku referensi sebagai pendukung. Buku-buku dan sumber- sumber sekunder lain yang berhubungan dengan topik permasalahan dan tema penelitian diperoleh dari kepustakaan di Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Perpustakaan Rekso Pustoko Mangkunegaran Surakarta.

Tahap Kedua , Metode wawancara merupakan suatu tehnik pengumpulan data yang dilaksanakan secara lisan dari seorang narasumber. Dalam penelitian masyarakat, terdapat dua wawancara, yakni wawancara untuk mendapatkan keterangan dan data dari individu-individu tertentu untuk keperluan informasi, dan wawancara untuk mendapatkan keterangan mengenai data diri pribadi, pandangan Tahap Kedua , Metode wawancara merupakan suatu tehnik pengumpulan data yang dilaksanakan secara lisan dari seorang narasumber. Dalam penelitian masyarakat, terdapat dua wawancara, yakni wawancara untuk mendapatkan keterangan dan data dari individu-individu tertentu untuk keperluan informasi, dan wawancara untuk mendapatkan keterangan mengenai data diri pribadi, pandangan

Tahap ketiga adalah kritik sumber, terdiri dari kritik intern dan ekstern. Kritik intern merupakan kritik yang meliputi tulisan, kata-kata, bahasa dan analisa verbal serta tentang kalimat yang berguna sebagai validitas sumber atau untuk membuktikan bahwa sumber tersebut dapat dipercaya.Kritik ekstern, meliputi material yang digunakan guna mencapai kredibilitas sumber atau keaslian sumber tersebut. Dari hasil sumber-sumber yang berhasil dikumpulkan dikelompokkan sesuai dengan kriteria, terutama kejadian atau peristiwa apa yang terjadi dan tahun berapa, kemudian dipilih dan diseleksi sumber-sumber yang akurat sehingga mendapat informasi yang akurat dan valid.

Tahap keempat adalah interpretasi atau penafsiran, yaitu menafsirkan keterangan-keterangan yang saling berhubungan dengan fakta-fakta yang diperoleh.Analisa data merupakan kegiatan pengklarifikasian data yang terkumpul dalam suatu pola, kategori, dan suatu uraian sehingga dapat ditemukan kerangka berfikir yang mendukung hipotesa kajian.Penulisan ini menganalisa dengan teknik analisa kualitatif, teknik setelah data terkumpul, diseleksi mana yang penting dan tidak penting kemudian diinterpretasikan, ditafsirkan serta dianalisa isinya dengan mencari hubungan sebab akibat dari sebuah fenomena pada cakupan waktu dan tempat tersebut. Dari analisa ini akan menyajikan dalam

Tahap kelima adalah historiografi yaitu proses penulisan sejarah sebagai langkah akhir dari penelitian sejarah.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Skripsi ini akan disusun bab demi bab untuk memberikan gambaran yang terperinci dan jelas. Penyusunan ini dilandasi keinginan agar skripsi ini dapat menyajikan gambaran yang menunjukkan suatu perkembangan kejadian yang berurutan.

Bab I. Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data dan sistematika penulisan skripsi.

Bab II. Menjelaskan tentang gambaran umum, letak geografis dan kondisi demogrfis di Tirtomoyo pada tahun 1950-2000. Bab III. Menjelaskan tentang bagaimanakah sejarah perkembangan industri batik dan ragam hias batik serta peranan pemerintah terhadap perkembangan batik di Tirtomoyo pada tahun 1950-2000.

Bab IV. Menjelaskan tentang faktor dan dampak yang berpengaruh terhadap perkembanganbatik di Tirtomoyo pada tahun 1950-2000. Bab V. Bab ini berisi tentang kesimpulan.

GAMBARAN UMUM WILAYAH TIRTOMOYO

A. Kondisi Geografis Kecamatan Tirtomoyo

Kecamatan Tirtomoyo merupakan salah satu kota di Kecamatan dari Kawedanan Baturetno, Kabupaten Wonogiri propinsi Jawa Tengah. Adapun batas- batas wilayah Kecamatan Tirtomoyo ialah:

1. Sebelah Utara

: Kecamatan Jatiroto

2. Sebelah Selatan : Kecamatan Karangtengah dan Batuwarno

3. Sebelah Barat

: Kecamatan Nguntoronadi

4. Sebelah Timur : Propinsi Jawa Timur yaitu Kabupaten Pacitan (Sumber: Hasil Wawancara dengan Teguh camat Tirtomoyo) tahun 2010. Untuk menuju Kecamatan Tirtomoyo pada masa sekarang dari kota Surakarta

dapat ditempuh melalui jalan raya Surakarta-Wonogiri-Baturetno. Dari arah Wonogiri ke selatan sampai Nguntoronadi yang berjarak sekitar 10 Km berbelok ke arah Timur dengan jarak 18 Km. Keadaan alamnya dikelilingi oleh bukit dan wilatyahnya terbagi menjadi 2 wilayah, yaitu dilalui oleh Sungai Wiroko. Disebelah Selatan sungai terdiri dari 7 desa dan sebelah utara terdiri dari 5 desa dan 2 kelurahan. Luas daerah Kecamatan Tirtomoyo adalah 9301.0885 ha, dengan perincian menurut penggunaannya sebagai berikut:

LUAS DAERAH DAN PERINCIAN PENGGUNAANNYA

No

Jenis

Luas Daerah

5. Padang Rumput

Sumber: Arsip Kecamatan Tirtomoyo tahun 2010

B. Kondisi Demografis Penduduk Tirtomoyo

1. Jumlah Penduduk dan Mata Pencaharian

Untuk mengetahui jumlah penduduk Tirtomoyo lebih terperinci dapat dilihat dari data dalam tabel di bawah ini:

TABEL 2. MATA PENCAHARIAN PENDUDUK

No

Jenis Mata Pencaharian Pokok

2 Buruh tani

6548

5787 7411

3 Pengusaha Kecil

712

470 974

4 Buruh industri

5298

7831 3607

5 Buruh bangunan

8 Pegawai negeri / pensiunan

Sumber: Arsip Kecamatan Tirtomoyo tahun 1950, 1969 & 2000

Dari tabel 2 tersebut memperlihatkan distribusi keadaan penduduk menurut mata pencaharian penduduk. Data itu menunjukkan bahwa pekerjaan utama 66,4 % penduduk desa Tirtomoyo adalah sebagai petani (baik petani pemilik maupun buruh tani). Adapun hasil pertanian dari desa Tirtomoyo adalah hasil padi. Selain padi, hasil pertanian yang lain adalah palawija. Hasil palawija dari sawah yang dihasilkan di desa Tirtomoyo adalah kedelai dan kacang cina (brol), selain itu tanah tegalan menghasilkan singkong dan jagung.

Usaha dalam bidang industri berupa kerajinan batik memberikan lapangan kerja yang cukup luas kepada penduduk, dalam tabel 2 menunjukkan bahwa dari penduduk desa Tirtomoyo pada tahun 1950 sebagian besar adalah sebagai petani, tetapi pada tahun 1979 penduduk desa Tirtomoyo banyak yang beralih profesi sebagai pengrajin, baik sebagai pengusaha batik maupun buruh pengrajin. Hal ini disebabkan karena pada tahun 1960-an industri batik di Tirtomoyo mengalami perkembangan yang sangat pesat. Melihat semakin berkembangnya usaha batik, maka di tahun 1979 masyarakat Tirtomoyo memilih baik jadi pengusaha batik maupun buruh pengrajin daripada jadi petani. Pada tahun 2000 masyarakat banyak yang beralih ke mata pencaharian yang lainnya seperti sebagai sopir, penjahit, reparasi, pegawai negeri, ABRI, dan pensiunan, hal ini dikarenakan industri batik mulai mengalami kemunduran.

Keberadaan kampung Tirtomoyo sudah sejak lama menjadi sorotan umum, selain karena penduduknya adalah pengusaha batik, karakteristik masyarakatnya juga Keberadaan kampung Tirtomoyo sudah sejak lama menjadi sorotan umum, selain karena penduduknya adalah pengusaha batik, karakteristik masyarakatnya juga

menciptakan suatu lapangan kerja. 1

2. Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

TABEL 3. MASYARAKAT TIRTOMOYO BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN

No. Tingkat Pendidikan

1 Tidak Tamat SD

2. Tamat SD

3. Tamat SLTP

4. Tamat SLTA / SMK

5. Sarjana / Diploma

5696 Sumber: Arsip Kecamatan Tirtomoyo tahun 1969 & 2000

Dari Tabel 3 diatas dapat dilihat dimana pada tahun 1969 masyarakat Tirtomoyo sebagain besar penduduknya kebanyakan hanya lulusan SD. Hal ini dikarenakan pada saat itu tidak begitu memperdulikan arti pentingnya pendidikan dikarenakan masyarakat beranggapan bahwa dengan membatik sudah bisa meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Orang tua menyuruh anaknya daripada sekolah lebih baik membantu orang tua dalam usaha batik ataupun jadi buruh batik.

1 Wawancara dengan Teguh camat Tirtomoyo pada tanggal 1 April 2012 jam 10:00 WIB.

berbalik, dimana masyarakat Tirtomoyo sudah banyak yang mencapai pendidikannnya sampai lulusan SLTA / SMK. dengan perkembangan jaman dan industri batik yang mulai menurun masyarakat mulai peduli dengan sistem pendidikan yang pada akhirnya banyak masyarakat yang tidak lagi begitu antusias untuk bekerja dan berprofesi sebagai pembatik.

3. Keadaan Sosial Ekonomi

Perbandingan yang lebih menyolok perbedaannya dengan identitas masyarakat Tirtomoyo adalah pengelompokan masyarakat antara pegawai pemerintahan dan masyarakat pengrajin batik, tetapi beberapa perbedaan identitas diantara keduanya menunjukkan bahwa masalah persepsi kultural adalah faktor yang menentukan perbedaan kedua pengrajin batik itu. Para pegawai pemerintahan lebih tertarik pada gaya hidup modern, oleh karena itu identitas kelompok sosial ini lebih menyerupai “priyayi“. Kampung Tirtomoyo dahulu, lebih dikenal sebagai pusat