Penyesuaian diri individu tuna rungu dalam melanjutkan pendidikan di sekolah reguler/umum [sekolah menengah ataupun sekolah tinggi] - USD Repository

  

PENYESUAIAN DIRI INDIVIDU TUNA RUNGU

DALAM MELANJUTKAN PENDIDIKAN DI

SEKOLAH REGULER/ UMUM

(SEKOLAH MENENGAH ATAUPUN SEKOLAH

TINGGI)

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  Oleh : Maria Stephani WR. NIM : 019114086

  PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009

  

HALAMAN MOTTO

Ketika engkau dilahirkan, kau menangis dan dunia bersukacita.

  Isilah hidupmu dengan kebaikan sehingga ketika engkau mati, Anonim dunia menangis dan engkau bersukacita...........( )

  Ketika segala sesuatu menjadi serba salah sebagaimana kadang terjadi, Ketika jalan yang susah payah kau lalui tampak terus mendaki,

  Ketika kesukaan tiada dijumpai dan kebahagiaan sulit digapai, Ingin rasanya tersenyum namun hanya keluh yang terucap,

  Ketika kesusahan menekan, Istirahatlah jika perlu, tetapi JANGAN BERHENTI!!!

  Anonim

  ( )

Biarkan keyakinanmu 5 cm menggantung... mengambang...

  

di depan keningmu

Dan yang kamu butuhkan hanyalah..........

Hanya KAKI yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya,

TANGAN yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya,

  

MATA yang akan menatap lebih lama dari biasanya,

LEHER yang akan lebih sering melihat ke atas,

Lapisan TEKAD yang 1000 kali lebih kuat dari baja,

Dan HATI yang akan bekerja lebih keras dari biasanya,

  

Serta MULUT yang akan selalu berdoa....

  

(5 cm)

  Kupersembahkan karya ini untuk: Tuhan Yesus Kristus Bunda Maria

  , Pelindungku Bapak dan Ibu

  Adikku Sela Serta semua orang yang mencintaiku dan telah mendukungku

  

Karya yang kuberikan ini tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan

apa yang telah aku dapatkan

  

ABSTRAK

  Maria Stephani WR. (2009). Penyesuaian Diri Individu Tuna Rungu dalam

  

Melanjutkan Pendidikan di Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah Menengah

ataupun Sekolah Tinggi). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sanata

  Dharma. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses penyesuaian diri individu tuna rungu yang bersekolah di sekolah umum/ perguruan tinggi dengan berbagai hambatan yang dimiliki terutama berkaitan dengan adanya hambatan komunikasi.

  Jumlah subjek penelitian ini adalah empat orang, yang terdiri dari dua orang mahasiswa dan dua orang siswa SMK. Metode penelitian yang digunakan adalah fenomenologi yang mencoba menggambarkan makna dari pengalaman dalam suatu fenomena (atau topik atau konsep) pada beberapa individu. Proses pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi langsung. Untuk melihat kredibilitas penelitian digunakan intersubjective validity dengan melakukan konfirmasi pada subjek mengenai hasil wawancara yang telah dilakukan, serta menggunakan sumber data majemuk dengan melakukan observasi langsung.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga orang subjek tidak mengalami hambatan yang berarti dalam proses penyesuaian diri yang dilakukan selama subjek berada di sekolah umum. Sedangkan satu orang subjek memiliki hambatan dalam penyesuaian diri karena sifatnya yang pemalu menghambat relasi interpersonalnya, tetapi dia cukup berhasil mengikuti proses belajar di sekolah umum. Faktor yang menunjang keberhasilan ketiga subjek tersebut adalah rasa percaya diri dan rasa ingin tahu yang cukup besar sehingga mendukung mereka untuk berkembang, baik dalam interaksi sosialnya ataupun dalam bidang akademik. Penerimaan dari lingkungan juga menjadi hal yang sangat penting. Penolakan atau pandangan negatif dari lingkungan dapat menghancurkan kepercayaan diri yang akan mengganggu penyesuaian diri subjek.

  Kata kunci: penyesuaian diri, tuna rungu, sekolah umum

  

ABSTRACT

  Maria Stephani WR. (2009). A Deaf Individual Adjustment in Getting

  

Education in Regular Schools/ Universities. Yogyakarta: Faculty of Psychology

Sanata Dharma University.

  This qualitative research is aimed at finding out how the process of a deaf individual adjustment in joining regular schools/universities concerning with the difficulty they have especially with the communication problem.

  The subjects of the research are four students, two of them are university students and the other two are vocational school students. Phenomenology research method is used to describe the meaning of an experience of a phenomenon (a topic, or a concept) towards those individuals. Interview and direct observation is used in data collecting process. To assure the credibility of the research, not only inter subjective validity is used by confirming the result of the interview to the subjects, but also multiple data source by doing direct observation.

  The result of the research shows that three subjects don’t find any meaningful difficulty in the process of adjustment when they are in regular schools, on the other hand, one subject finds a problem concerning with her shyness which obstructs interpersonal relationship, but she is good enough at the learning process. The factor which supports the success of those three subjects in developing themselves both in social interaction and academic field is their big self-confidence and curiosity. The acceptance of the people around them is also very important. The rejection or negative thought from the society can ruin their self-confidence and in turn it will hinder their adjustment.

  Key words: adjustment, a deaf individual, regular school.

  Syukur yang tak terhingga penulis haturkan pada Yesus Kristus atas curahan Roh Kudus-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, serta dengan bantuan Bunda Maria yang terus-menerus menyertai perjalanan panjang penulis.

  Proses yang cukup lama dengan berbagai hambatan dan tantangan untuk menyelesaikan skripsi ini. Peristiwa kehilangan, kesakitan dan cobaan untuk mengalahkan berbagai penyakit yang penulis alami, serta anugerah-anugerah lainnya yang diterima, akhirnya berhasil dilalui dengan berusaha untuk ikhlas dan pasrah sehingga penulis dapat tetap menyelesaikan skripsi yang seringkali tertunda ini.

  Untuk semuanya itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan waktu, informasi, dan dukungan hingga selesainya penyusunan skripsi ini, secara khusus kepada:

  1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberi kesempatan dalam penyusunan skripsi ini.

  2. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku pembimbing skripsi, yang selalu bersedia membaca, memeriksa dan memberikan masukan demi terselesaikannya skripsi ini.

  3. Ibu Sylvia Carolina Murtisari, S.Psi, M.Psi selaku pembimbing akademik, yang selalu memberikan supportnya dan selalu membantu peneliti dengan memberikan informasi dan masukan-masukan.

  4. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, Ibu P. Henrietta PDADS., S.Psi., M.Si. serta Bapak Y. Heri Widodo, S.Psi., M.Si., yang pernah menjadi pembimbing akademik peneliti, serta Bapak Y. Agung Santoso, S.Psi., terima kasih sudah menjadi teman berbagi pengalaman.

  5. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi USD Yogyakarta; Mbak Nanik, Mas Gan.., Mas Doni, dan Pak Gi yang senantiasa membantu dan selalu rajin bertanya kapan daftar ujian hehehehe...

  6. Buat semua responden yang telah membantu penulis untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan. Terima kasih teman-teman!!! Semoga semakin banyak teman-teman tuna rungu yang bersekolah di sekolah umum. Sukses buat kalian!!!

  7. Terima kasih untuk SLB/ B Dena Upakara, SLB Kali Bayem, SLB Bintaran, SMK BOPKRI 2 Bintaran yang telah menerima kehadiran peneliti dan memberikan bantuan dan informasi yang dibutuhkan dengan sangat terbuka.

  Buat teman-teman yang pernah mengajarkan Bahasa Isyarat di halaman Kampus Paingan : Mbak Galuh, Wahyu, Mas Dhoni dan teman-teman dari GERKATIN-DIY, juga yang pernah bekerjasama saat pementasan “A Letter to God ” di PPPG Kaliurang, senang bisa kenal kalian.....

  8. Bapak dan Ibu tercinta. Maaf aku sudah banyak mengecewakan dan terimakasih banyak buat waktu, tenaga, materi yang sudah dikorbankan juga kesabaran, perhatian dan cinta yang sudah dicurahkan buat aku.

  9. Sela...adikku yang tinggal satu. Hehehe...maaf ya kita sering berantem. Buat alm. Ari adikku yang sudah bahagia di tempat terindah, terima kasih sudah hadir dan menjadi bagian terindah dalam hidup kami.

  10. Taey2...Adrianus Dian makasih banyak buat dukungan, pengorbanan, perhatian dan cinta yang begitu besar dan tulus. Tengkyu ya...udah setia dampingin aku dalam susah dan senangku, sehat dan sakitku. Love you taey...

  11. Keluarga besarnya Adrie di Purwokerto dan Semarang, terima kasih buat perhatian dan dukungannya. Buat Hani-Gogon & Dino, sesama saudara dilarang merusak, nanti Tuhan Yesus marah hehehe....cerita-cerita kalian yang konyol membuatku terhibur.

  12. Sahabat-sahabatku yang selalu cerewet dan selalu mengingatkanku biar cepet lulus, Tien-Oty-Gege’ thanks a lot.....

  13. Teman-teman eks-anak 99999 Diana, Crodel, Emi, Cicil, Bora, Cuprit, Okta, Feni, Vino, Jule, Hani, Grace terima kasih buat suka dukanya. Buat teman-teman yang sudah “meracuni” otakku Laora & Aan, Mbeng, Dian.

  14. Tika & Nimas yang selalu usil menggangguku.

  15. Serta semua dosen, karyawan, teman-teman mahasiswa Fakultas Psikologi USD tidak dapat saya sebutkan satu persatu (terutama angkatan 2001) yang senantiasa menyemangati dalam penyelesaian tugas ini.

  Yogyakarta, Desember 2008 Penulis

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL……………………………………………………..... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................ ii HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... iii HALAMAN MOTTO.................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN DATA........................................................... vi ABSTRAK..................................................................................................... vii ABSTRACT................................................................................................... viii PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.......................................... ix KATA PENGANTAR................................................................................... x DAFTAR ISI.................................................................................................. xiii DAFTAR TABEL.......................................................................................... xvi DAFTAR SKEMA........................................................................................ xvii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xviii BAB I PENDAHULUAN..............................................................................

  1 A. Latar Belakang......................................................................................

  1 B. Masalah Penelitian................................................................................

  6 C. Tujuan....................................................................................................

  6 D. Manfaat Penelitian................................................................................

  6 BAB II LANDASAN TEORI........................................................................

  8 A. Penyesuaian Diri...................................................................................

  8

  1. Definisi Penyesuaian Diri...............................................................

  8 2. Kriteria Penyesuaian Diri...............................................................

  9 3. Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri...............................

  15 B. Tuna Rungu...........................................................................................

  16 1. Definisi Tuna Rungu.......................................................................

  16 2. Klasifikasi Tuna Rungu..................................................................

  17 3. Penyebab Gangguan Pendengaran atau Tuna Rungu.....................

  19 4. Akibat dari Gangguan Pendengaran...............................................

  21 C. Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah Menengah ataupun Sekolah Tinggi)..................................................................................................

  24 D. Penyesuaian Diri Individu Tuna Rungu dalam Melanjutkan Pendidikan di Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah Menengah ataupun Sekolah Tinggi).....................................................................................

  26 E. Kerangka Penelitian..............................................................................

  31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................

  33 A. Jenis Penelitian.....................................................................................

  33 B. Subjek Penelitian..................................................................................

  34 C. Identifikasi Variabel dan Batasan Istilah..............................................

  36 D. Metode Pengumpulan Data...................................................................

  39 1. Wawancara.......................................................................................

  39 2. Observasi..........................................................................................

  42 E. Analisis Data.........................................................................................

  43 F. Kredibilitas Penelitian...........................................................................

  47

  BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................

  48 A. Identitas dan Gambaran Subjek............................................................

  48 1. Identitas Subjek................................................................................

  48 2. Gambaran Subjek.............................................................................

  48 B. Tahap Pengambilan Data......................................................................

  53 C. Hasil Penelitian.....................................................................................

  56 1. Subjek 1...........................................................................................

  58 2. Subjek 2...........................................................................................

  75 3. Subjek 3...........................................................................................

  88

  4. Subjek 4........................................................................................... 105

  D. Pembahasan.......................................................................................... 124

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 142 A. Kesimpulan........................................................................................... 142 B. Saran...................................................................................................... 144 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 146

  DAFTAR TABEL TABEL 1. Aspek Penelitian .........................................................................

  38 TABEL 2. Panduan Wawancara....................................................................

  40 TABEL 3. Identitas Subjek............................................................................

  48 TABEL 4. Tahap Pengumpulan Data ...........................................................

  54 TABEL 5. Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data...........................................

  56 TABEL 6. Ringkasan Hasil Penelitian.......................................................... 123

  

DAFTAR SKEMA

Skema 1: Kerangka penelitian.......................................................................

  32 Skema 2: Hasil Penelitian Subjek 1...............................................................

  57 Skema 3: Hasil Penelitian Subjek 2...............................................................

  74 Skema 4: Hasil Penelitian Subjek 3...............................................................

  87 Skema 5: Hasil Penelitian Subjek 4............................................................... 104 Skema 6: Hasil Penelitian.............................................................................. 122 Skema 7: Keberhasilan.................................................................................. 140 Skema 8: Kekurangberhasilan....................................................................... 141

  

DAFTAR LAMPIRAN

  LAMPIRAN 1. Koding Wawancara Subjek.................................................. 152 LAMPIRAN 2. Koding Observasi Subjek..................................................... 153

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam ilmu biologi, makhluk hidup yang dilahirkan ke dunia harus dapat

  beradaptasi terhadap lingkungannya agar dapat bertahan hidup (Vembriarto, 1984). Manusia berperilaku sebagai reaksi atas tuntutan lingkungannya, manusia juga mempunyai cara untuk berhubungan dengan lingkungan sekitarnya, bahkan dapat menyerah dan mengikuti apa yang ada di sekitarnya. Hal itu biasa disebut dengan penyesuaian diri, yang mana manusia berusaha untuk menyamakan dirinya dengan keadaan sekitarnya baik dengan lingkungan fisik maupun dengan lingkungan sosial. Manusia juga dapat melawan dan menguasai lingkungannya (Fudyartanta, 2002). Apabila manusia dapat melakukan penyesuaian diri dengan baik maka ia akan diterima oleh lingkungan sosialnya.

  Penyesuaian diri tidak mempunyai batasan waktu, melainkan terjadi sepanjang proses kehidupan manusia tersebut, mulai ia lahir menjadi remaja, dewasa sampai ia meninggal. Manusia selalu melakukan penyesuaian dalam segala hal. Selama proses penyesuaian diri tersebut (Fudyartanta, 2002), manusia tak jarang menemui hambatan yang dapat menimbulkan konflik dalam dirinya sendiri maupun dengan orang lain, menimbulkan perasaan kecewa atau frustrasi bahkan muncul perilaku-perilaku abnormal. Kemampuan untuk menyesuaikan diri itu sendiri semakin lama semakin berkembang.

  Sebagian besar manusia pada masa remaja melakukan penyesuaian diri didasarkan atas apa yang dituntut oleh lingkungan untuk menghindari hukuman, ancaman dan memperoleh perhatian serta kasih sayang dari orang lain. Menurut Carballo (dalam Sarlito, 1989), semakin manusia beranjak dewasa, penyesuaian yang dilakukan tidak hanya sekedar untuk menghindari hukuman atau ancaman saja melainkan demi kenyamanan dirinya sendiri ketika berada dalam lingkungannya.

  Sebagai manusia normal yang dianugerahi dengan lima indera yang berfungsi dengan baik, tentunya dapat lebih mendukung proses penyesuaian diri tersebut. Namun, tidak semua manusia dilahirkan secara normal dengan fungsi- fungsi indera yang bekerja dengan sempurna. Manusia ada yang lahir dalam keadaan cacat atau mempunyai kelainan, baik kelainan fisik maupun mental, dimana ada yang salah satu inderanya tidak dapat berfungsi dengan baik, anggota tubuh yang tidak lengkap, dan sebagainya. Dalam hal ini, penyesuaian diri akan dikhususkan pada manusia yang mengalami kelainan pendengaran total yang disebut dengan tuna rungu atau tuli total.

  Kekurangan yang dimiliki oleh individu tuna rungu (deaf) atau sering disebut tuli total, berkaitan dengan kemampuan atau fungsi dari indera pendengaran dimana ia sama sekali tidak dapat mendengar. Gangguan ini juga dapat menyebabkan kebisuan karena individu tersebut tidak pernah mendengar berbagai bunyi yang seharusnya dipelajari sehingga sering disebut kelainan ganda, yaitu bisu-tuli. Pada individu tuna rungu, kemampuan berbicara ini mengalami hambatan. Mereka tidak dapat menggunakan indera pendengarannya sehingga proses komunikasi dalam berinteraksi dengan orang lain pun terganggu. Walaupun demikian, individu tuna rungu diberi kemampuan untuk lebih mengoptimalkan fungsi indera lainnya, seperti indera penglihatan (Somantri, 2006). Dengan menggunakan indera penglihatan mereka lebih cepat berkembang dalam hal motorik dan dapat mengerti gerak bibir lawan bicaranya serta membantu dalam penggunaan bahasa isyarat sebagai salah satu media komunikasi. Hal tersebut mendukung individu tuna rungu untuk memiliki berbagai keterampilan yang dapat membantu mereka untuk berkembang yang belum tentu dimiliki juga oleh orang normal.

  Individu tuna rungu juga mempunyai kemampuan untuk berpikir seperti layaknya orang normal. Ia ingin berkembang baik dalam pemikiran, kemampuan, karakter, serta tingkah laku (Suparno, 2007). Mereka juga memiliki keinginan untuk mandiri yang cukup besar. Kekurangannya hanya terletak pada pendengarannya sehingga ia juga mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang layak walaupun ia mempunyai keterbatasan. Biasanya orang dengan kecacatan baik fisik maupun mental atau sering disebut individu dengan kebutuhan khusus cenderung menempuh pendidikan di sekolah-sekolah yang khusus diperuntukkan bagi para penyandang cacat fisik maupun mental. Mereka cenderung untuk dikelompokkan bersama dengan orang-orang lain yang senasib.

  Padahal dalam kehidupan sehari-hari, mereka harus berinteraksi tidak hanya dengan orang yang mempunyai keterbatasan tetapi juga harus berinteraksi dengan orang yang normal.

  Sebagian besar individu tuna rungu di Indonesia menempuh pendidikan dasar di sekolah-sekolah luar biasa, lalu ada yang melanjutkan ke sekolah menengah reguler/ umum dan bahkan sampai perguruan tinggi. Menurut Kushariadi (2004), salah satu alasan yang membuat para orang tua menyekolahkan anaknya yang tuna rungu ke sekolah khusus adalah karena adanya penolakan dari masyarakat ataupun dari pihak pengelola lembaga pendidikan. Di Jakarta dan di beberapa daerah di Indonesia, sekolah dari tingkat SD-SMU ada yang telah menerima siswa dengan gangguan fisik untuk belajar bersama dengan teman-teman seusia mereka yang normal. Bahkan ada salah satu sekolah yang telah melakukan program ini sejak tahun 1989, dan siswa yang memiliki kebutuhan khusus itu mampu mengangkat nama sekolahnya dengan mampu masuk perguruan tinggi (Permanasari, 2005).

  Di sekolah reguler/ umum, individu tuna rungu berada di antara orang normal sehingga mereka harus menyesuaikan diri, beradaptasi dengan lingkungan mereka agar dapat berinteraksi dengan semua orang, baik guru sebagai pendidik dan juga teman-teman mereka dengan berbagai karakter dan latar belakang. Tidak hanya dalam hal bersosialisasi, dalam proses belajar mengajar pun mereka harus mulai terbiasa dengan cara guru mengajar, menerangkan, memberikan informasi yang mungkin tidak dapat diterima secara utuh. Hal ini terjadi bisa karena guru terlalu cepat ketika berbicara sehingga mereka tidak dapat membaca gerak bibir guru. Oleh karena itu, individu tuna rungu harus belajar lebih giat agar dapat mengikuti pelajaran.

  Hambatan yang paling besar bagi individu tuna rungu adalah masalah komunikasi, dimana mereka biasanya mempunyai cacat ganda, yaitu selain tidak bisa mendengar mereka juga tidak dapat berbicara. Padahal ketika mereka berada di sekolah reguler/ umum, tidak ada yang mengerti bahasa mereka, sehingga sering terjadi miskomunikasi baik dengan pengajar maupun dengan teman. Tekanan sosial mereka dalam lingkungan pendidikan cukup besar. Seperti yang dialami oleh Disca, salah seorang tuna rungu yang mengalami masalah sosial, salah satunya karena ketika bersekolah di sekolah reguler/ umum ia dapat mengerti bahasa temannya tetapi temannya tidak dapat mengerti bahasanya (Yull, 2004).

  Sistem pendidikan inklusi di Indonesia belum benar-benar dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hanya sedikit sekali sekolah yang siap dengan sistem pendidikan inklusi. Dalam sistem pendidikan inklusi, sekolah seharusnya menyediakan tenaga pengajar yang siap untuk menghadapi anak dengan kebutuhan khusus. Namun, belum semua sekolah yang menerima anak dengan kebutuhan khusus telah mempersiapkan tenaga pengajar tersebut. Keadaan seperti ini membuat peneliti ingin mengetahui lebih jauh bagaimana proses penyesuaian diri tuna rungu yang bersekolah di sekolah reguler/ umum tersebut. Tentunya mereka harus berproses dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekitarnya terutama dalam lingkungan pendidikannya, menyesuaikan dengan proses belajar mengajarnya dan juga dalam interaksi sosialnya.

  B.

  

Perumusan Masalah

  Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penyesuaian diri yang dilakukan individu tuna rungu yang menempuh pendidikan di sekolah reguler/ umum.

  C.

  

Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu tuna rungu yang sedang menempuh pendidikan di sekolah reguler/ umum.

  D.

Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoretis Manfaat dari penelitian ini secara teoretis adalah memberikan sumbangan bagi bidang psikologi pendidikan tentang bagaimana mengembangkan sistem pendidikan yang efektif bagi individu tuna rungu, apa yang mereka butuhkan untuk bisa mengenyam pendidikan tanpa adanya pembedaan. Penelitian ini juga dapat bermanfaat di bidang psikologi komunikasi, psikologi sosial, dan psikologi perkembangan yang berkaitan tentang bagaimana individu tuna rungu tersebut melakukan interaksi sosial dengan adanya keterbatasan berkomunikasi.

  2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat agar mereka benar-benar mengerti bahwa individu tuna rungu juga dapat mengenyam pendidikan seperti layaknya orang normal. Bagi para orang tua yang mempunyai anak tuna rungu agar tidak membedakan pendidikan yang diberikan baik pada anak normal maupun pada penyandang cacat. Bagi para pemilik atau pengelola lembaga pendidikan agar tidak melakukan diskriminasi dalam penerimaan siswa atau mahasiswa dengan hambatan pendengaran ataupun hambatan yang lainnya, yang ingin masuk ke lembaga pendidikan tersebut. Bagi individu tuna rungu sendiri, agar tidak berkecil hati ketika ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi di sekolah menengah reguler atau perguruan tinggi. Penelitian ini diharapkan dapat membantu individu tuna rungu agar mampu bertahan dan berjuang untuk memperoleh pendidikan yang sama dengan orang normal.

  1. Definisi Penyesuaian Diri Istilah penyesuaian diri dalam kepustakaan berbahasa Inggris dikenal dengan dua istilah yaitu, adaptation atau adaptasi, dan adjustment (Mahmud,

  1989). Mahmud juga menjelaskan bahwa istilah penyesuaian diri yang dikembangkan dari konsep adaptasi digunakan dalam ilmu biologi, sedangkan yang dikembangkan dari konsep adjustment digunakan dalam ilmu-ilmu sosial, khususnya psikologi. Dalam bidang biologi, lebih difokuskan pada penyesuaian terhadap lingkungan fisiknya, dimana manusia dianggap sebagai mahkluk hidup yang mempunyai kemampuan adaptasi yang lebih tinggi, baik terhadap tuntutan- tuntutan alam maupun tekanan-tekanan sosial dalam masyarakat (Vembriarto, 1984). Dalam bidang psikologi sendiri, penyesuaian diri atau adjustment didefinisikan sebagai proses dan hasil individu atau kelompok manusia menghadapi situasi-situasi baru dalam lingkungan hidupnya sehingga perilakunya dapat diterima di dalam hidup bersama dengan masyarakat sekitarnya (Fudyartanta, 2002). Daradjat (1970) mengatakan bahwa seseorang yang tidak dapat melakukan penyesuaian diri dan tidak dapat mengatasi masalahnya dengan wajar dapat mengalami gangguan jiwa.

  Penyesuaian diri sangat erat kaitannya dengan lingkungan. Gerungan (1988) mengartikan penyesuaian diri dalam arti yang luas dimana dapat berarti manusia mengubah dirinya sesuai dengan lingkungannya dan juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan atau keinginan dirinya. Menurut Vembriarto (1984), penyesuaian diri merupakan reaksi manusia terhadap tuntutan-tuntutan baik dari lingkungan fisik maupun lingkungan sosial terhadap dirinya.

  Jadi, disimpulkan bahwa penyesuaian diri yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang dilakukan seseorang agar ia dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya baik lingkungan sosial maupun fisik dan juga dapat memenuhi segala kebutuhan dan keinginannya tanpa mengabaikan tuntutan internal maupun eksternal dengan mengubah dirinya sesuai dengan lingkungan ataupun mengubah lingkungan sesuai dengan dirinya.

  2. Kriteria Penyesuaian Diri Untuk bisa menilai apakah penyesuaian diri yang dilakukan tersebut berhasil atau tidak, maka dibutuhkan beberapa kriteria yang menurut Mahmud

  (1989) dan Fudyartanta (2002) terdiri dari:

  a. Kepuasan psikis atau konfortabilitas psikologis, dimana jika berhasil melakukan penyesuaian diri akan menimbulkan kepuasan psikis, dimana orang merasakan kenyamanan dalam hidup, tidak merasakan adanya penyakit-penyakit kejiwaan yang dapat mengganggu dalam penyesuaian dirinya sedangkan bila gagal maka akan menimbulkan ketidakpuasan dalam bentuk rasa kecewa, gelisah, lesu, depresi dan sebagainya.

  b. Efisiensi kerja, dimana jika berhasil akan terlihat pada pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan dengan efisien, orang dapat melaksanakan apa yang menjadi tugas dan kewajibannya masing-masing secara penuh di lingkungan sosialnya. Jika tidak berhasil akan membuat pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan menjadi tidak efisien.

  c. Kesehatan fisik, dimana jika tidak berhasil melakukan penyesuaian diri, akan menimbulkan gejala-gejala fisik yang mengganggu kesehatan, seperti pusing kepala, sakit perut, gangguan pencernaan, diare, dan sebagainya yang dapat mempengaruhi efisiensinya dalam melakukan penyesuaian diri. Bila berhasil gejala-gejala seperti itu tidak muncul karena organ-organ tubuhnya dapat berfungsi normal sehingga dapat melakukan penyesuaian diri yang baik.

  d. Penerimaan sosial atau aseptabilitas sosial, dimana muncul penerimaan dari kelompok dan masyarakat luas jika penyesuaian diri yang dilakukan berhasil dengan tidak terdapatnya hambatan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, tidak terjadi konflik sosial maupun konflik batinnya sendiri, mampu mengikuti norma dan nilai hidup yang berlaku di lingkungan sosialnya. Jika terjadi konflik sosial maupun konflik batin dan tidak dapat mengikuti norma yang berlaku maka dianggap tidak dapat menyesuaikan diri (maladjustment).

  Haber dan Runyon (1984) mengungkapkan beberapa kriteria yang dapat menandakan penyesuaian diri yang baik, antara lain: a. Persepsi akurat terhadap realitas

  Penyesuaian diri yang baik ditunjukkan dengan kemampuan seseorang untuk menginterpretasikan sesuatu hal yang ada dalam realitas atau peristiwa yang sedang terjadi secara tepat, seperti yang dilakukan orang lain pada umumnya.

  b. Kemampuan untuk mengatasi stres dan kecemasan Keberhasilan untuk mencapai tujuan jangka panjang memberikan arah hidup yang lebih baik untuk bertahan atas kekalahan, frustrasi, dan stres yang terjadi terus menerus. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seseorang memiliki penyesuaian diri yang baik.

  c. Self image yang positif Penilaian terhadap diri sendiri, termasuk penilaian yang positif maupun negatif. Selain itu, bila menemukan aspek-aspek di dalam diri yang tidak menyenangkan, sebaiknya tidak hanya dipikirkan saja tetapi juga berusaha mengubahnya menjadi lebih baik.

  d. Kemampuan untuk mengekspresikan segala jenis emosi Ada dua masalah yang berkaitan dengan pengekspresian emosi, yaitu

  overcontrol dan undercontrol. Overcontrol menimbulkan perasaan

  yang tumpul, perasaan yang dibunuh, sedangkan undercontrol mengekspresikan perasaan secara berlebihan. Keduanya menandakan adanya permasalahan dalam penyesuaian diri. e. Hubungan interpersonal yang baik Manusia adalah mahkluk sosial, dimana manusia saling tergantung satu sama lain untuk memenuhi kebutuhannya, baik fisik, sosial maupun emosi. Individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik, mampu berelasi dengan individu lain dalam cara yang produktif, bermanfaat dan saling menguntungkan. Schneider (1964) menambahkan mengenai kriteria penyesuaian diri yang baik, yaitu: a. Adanya proses pembelajaran baik terhadap pengalaman masa lalu dan juga terhadap situasi baru.

  Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang baik jika ia dapat belajar untuk menghadapi konflik, frustrasi, stres atau berbagai situasi hidup yang lainnya berdasarkan atas pengalaman masa lalunya. Bila di masa lalu ia mengalami kegagalan maka ketika menghadapi situasi yang sama ia dapat belajar dari kegagalannya di masa lalu dan dapat memperbaikinya menjadi lebih baik. Ketika individu tersebut menghadapi situasi baru yang belum pernah ia alami, ia dapat melewatinya karena ia telah belajar terus menerus untuk menghadapi tuntutan-tuntutan hidup setiap harinya. Dengan demikian dapat dilihat bagaimana proses perkembangan individu dalam memecahkan masalahnya sehingga kualitas kepribadiannya semakin hari semakin baik. b. Bersikap realistis dan objektif Sikap realistis dan objektif tidak hanya didasarkan pada kemampuan seseorang untuk memiliki orientasi yang tepat pada kenyataan tetapi juga dilihat dari bagaimana individu tersebut menilai situasi, masalah dan keterbatasan pribadi sebagai hal yang nyata dan berharga sehingga dapat terlihat ketika individu menghadapi situasi yang kritis. Hal ini menunjukkan bahwa individu dapat menerima sebagian besar pendirian dan pandangan diri sendiri menjadi realistis dan objektif sehingga dapat dikatakan bahwa individu tersebut memiliki penyesuaian diri yang sehat. Dari beberapa kriteria penyesuaian diri baik dilihat sebagai hasil ataupun sebagai proses, dapat disimpulkan menjadi lebih sederhana. Kriteria tersebut antara lain: a.

   Self image yang positif

  Dilihat dari kemampuan menilai diri sendiri; menerima kekurangan dan kelebihan yang dimiliki; berusaha untuk memperbaiki kekurangan yang ada menjadi lebih baik.

  b.

Adanya kenyamanan psikologis dan kesehatan fisik

  Kenyamanan psikologis ini dapat ditunjukkan dengan tidak adanya emosi yang berlebihan; tidak ada perasaan frustrasi; tidak ada mekanisme pertahanan diri; tidak ada perasaan kecewa, gelisah, lesu, depresi, dan sebagainya; serta tidak adanya gejala-gejala fisik yang mengganggu kesehatan sehingga bila fisik sehat maka dapat mendukung kesehatan psikologis juga.

  c. aseptabilitas sosial/ hubungan interpersonal yang baik

  dapat dilihat dari kemampuan berelasi dengan individu lain dalam cara yang produktif, bermanfaat dan saling menguntungkan; ada penerimaan dari kelompok dan masyarakat; tidak terjadi konflik sosial maupun konflik batin; mampu mengikuti norma dan nilai hidup yang berlaku di lingkungan sosialnya.

  d.

   Memiliki persepsi yang akurat terhadap realitas, bersikap realistis dan objektif, dan memiliki efisiensi kerja

  Terlihat dari kemampuan untuk menginterpretasikan sesuatu hal yang ada dalam realitas atau peristiwa yang sedang terjadi secara tepat; memiliki orientasi yang tepat pada kenyataan; bagaimana individu tersebut menilai situasi, masalah dan keterbatasan pribadi sebagai hal yang nyata dan berharga; dengan sikap yang realistis dan objektif diharapkan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan efisien, serta dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik.

  e.

Adanya pembelajaran terhadap pengalaman masa lalu dan situasi baru, dan adanya kemampuan mengatasi stres dan kecemasan

  Ditunjukkan dengan kemauannya untuk belajar menghadapi konflik, frustrasi, stres atau berbagai situasi hidup yang lain berdasarkan atas pengalaman masa lalunya; dapat belajar dari kegagalan di masa lalu dan dapat memperbaikinya menjadi lebih baik; mampu menghadapi tuntutan-tuntutan hidup setiap harinya sehingga kualitas kepribadiannya semakin baik.

  3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Gerungan (1988) mengungkapkan ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri seseorang, antara lain: a. Frustrasi atau tekanan perasaan, yaitu perasaan yang disebabkan karena kurangnya kepercayaan diri seseorang dalam mengatasi masalah dan kepercayaan terhadap lingkungan sekitarnya. Orang yang mengalami frustrasi merasa adanya hambatan dalam proses pemenuhan kebutuhan-kebutuhan atau menyangka adanya hal yang menghalangi keinginannya sehingga tidak dapat menyesuaikan diri.

  Orang yang sehat dapat menyesuaikan diri dengan menunda pemuasan kebutuhan dan dapat menerima keadaan frustrasi untuk sementara dan menunggu kesempatan untuk dapat memenuhi kebutuhannya.

  b. Konflik atau pertentangan batin, yaitu perasaan yang disebabkan adanya dua macam dorongan atau lebih, yang bertentangan dan tidak dapat dipenuhi dalam waktu yang bersamaan.

  c. Kecemasan atau anxiety, yaitu manifestasi berbagai proses emosi yang bercampur baur, terjadi ketika seseorang mengalami frustrasi dan konflik. Ada perasaan yang disadari, seperti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, merasa berdosa atau bersalah, perasaan terancam, dan sebagainya. Ada juga perasaan yang diluar kesadaran, misalnya merasa takut tanpa tahu sebabnya. Kecemasan ini timbul karena orang tidak dapat menyesuaikan diri.

  1. Definisi Tuna Rungu Payne et al. (1983) mendefinisikan tuna rungu sebagai individu yang terhambat dalam mendengar suara-suara yang berasal dari lingkungannya, dikarenakan tidak berfungsinya telinga atau adanya gangguan urat saraf sehingga mengalami gangguan pendengaran. Keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya juga disebut tuna rungu (Somantri, 2006).

  Menurut Nurcolis MM (2002), tuna rungu adalah kerusakan atau cacat pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat mendengar atau tuli atau pekak. Anam (1986) mengatakan bahwa tuna rungu adalah orang yang tidak dapat mendengar sama sekali dan karena kekurangannya dalam mendengar, membutuhkan pendidikan khusus.

  Mufti Salim (dalam Sudjadi, 2000) memaparkan bahwa individu tuna rungu adalah individu yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran sehingga mereka mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa.

  Andreas Dwidjosumarto (dalam Somantri, 2006) mengemukakan bahwa seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tuna rungu. Ia juga membedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli dan kurang dengar, seperti diungkapkan oleh Dullah (1977). Tuli adalah keadaan dimana orang yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dengan tingkat yang berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi sama sekali untuk mendengar (total deafness).

  Kurang dengar adalah keadaan dimana seseorang memiliki kerusakan pada indera pendengarannya tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar baik dengan maupun tanpa alat bantu dengar.

  2. Klasifikasi Tuna Rungu Streng et al. (dalam Kirk, 1972) mengelompokkan tuna rungu menjadi beberapa kategori antara lain: a. Deaf yaitu anak yang lahir dengan sedikit atau tanpa kemampuan mendengar atau yang menderita kehilangan pendengaran di awal masa pertumbuhan sebelum mempunyai kemampuan berbicara atau berbahasa.

  b. Deafened yaitu orang yang lahir dengan pendengaran normal tetapi kemudian kehilangan pendengarannya ketika mencapai usia, dimana mereka dapat berbicara dan memahaminya.

  c. Hard of Hearing yaitu orang yang ketajaman pendengarannya berkurang sejak lahir atau dialami ditengah-tengah masa hidupnya.

  Payne et al. (1983) mengatakan bahwa gangguan pendengaran terdiri dari dua kelompok, yaitu: a. Deaf adalah orang yang ketidakmampuan mendengarnya menghambat keberhasilan proses berbahasa atau penginformasian atau masuknya bahasa melalui percobaan dengan atau tanpa alat bantu dengar.

  b. Hard of hearing adalah orang yang secara umum, dengan menggunakan alat bantu dengar mempunyai sisa pendengaran cukup memungkinkan berhasilnya proses masuknya informasi bahasa melalui telinga.

  The Committee on Nomendature of the Conference of Executives of American Schedule for the Deaf (dalam Kirk, 1972) mengklasifikasikan tuna rungu menjadi:

  a. Deaf adalah orang yang indera pendengarannya tidak berfungsi sebagaimana mestinya selama hidupnya. Berdasarkan waktu seseorang kehilangan pendengarannya, deaf dibagi menjadi dua, yaitu:

  1) Congenitally deaf – orang yang lahir tuli 2) Adventitiously deaf – orang yang lahir dengan pendengaran normal tapi indera pendengarannya tidak berfungsi setelah mengalami sakit atau kecelakaan

  b. Hard of Hearing adalah orang yang indera pendengarannya masih dapat berfungsi meski tidak efektif, dengan atau tanpa alat bantu dengar.

  Individu tuna rungu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tuna rungu yang memiliki kategori deaf dimana ia tidak memiliki kemampuan untuk mendengar sehingga menghambat proses komunikasinya.

  3. Penyebab Gangguan Pendengaran atau Tuna Rungu Menurut Moores (dalam Setiawani, 2000), ada enam unsur yang menyebabkan seseorang mengalami ketulian, antara lain: a. Unsur keturunan – gejala kelainan, diperkirakan 30-60 % ketulian disebabkan oleh unsur keturunan, dimana memiliki gejala-gejala kelainan yang mengakibatkan tuli pendengaran.

  b. Unsur penyakit – campak dari ibu, bila wanita yang sedang mengandung tiga bulan terserang campak atau cacar air, kemungkinan besar akan berdampak pada bayinya. Dampak yang ditimbulkan biasanya adalah 50 % penyakit telinga, 20 % penyakit mata, dan 35 % penyakit jantung.

  c. Unsur kelahiran – lahir prematur, kelahiran prematur yang disebabkan oleh kekurangan oksigen menyebabkan otak mengalami luka, dan pendengaran pun akan mengalami kerusakan.

  d. Unsur darah – jenis darah berbeda, jenis darah Rh-positif tidak dapat berpadu dengan jenis Rh-negatif sehingga bila hal ini terjadi, dapat mengancam nyawa bayi, atau bila hidup, mungkin akan mengalami gangguan dalam pendengarannya. e. Unsur syaraf – penyakit pada otak, penyakit pada otak merupakan masalah yang paling serius yang dapat menimbulkan gangguan pada pendengaran seseorang.

  f. Unsur infeksi – infeksi telinga tengah, sering terjadi sebelum usia 6 tahun.

  Penyebab terjadinya gangguan pendengaran juga dipaparkan oleh Somantri (2006) menjadi tiga bagian, antara lain:

  a. Sebelum kelahiran atau prenatal, terdiri dari beberapa faktor, yaitu: 1) orang tua anak (salah satu atau keduanya) menderita tuna rungu atau mempunyai gen pembawa sifat abnormal.

  2) karena penyakit, sewaktu mengandung ibu terserang suatu penyakit terutama saat tri semester pertama kehamilan – saat pembentukan ruang telinga –, misalnya penyakit rubella, moribili , infeksi dan lain-lain.

  3) keracunan obat-obatan, konsumsi obat yang terlalu banyak saat mengandung, pecandu alkohol, konsumsi obat penggugur kandungan juga dapat mengakibatkan gangguan pendengaran.

  b. Saat lahir atau natal, ada dua faktor, yaitu: 1) pengalaman traumatik akibat ibu yang mengalami kesulitan saat persalinan sehingga dibantu dengan penyedotan (tang), adanya tekanan pelvic, penggunaan forceps, intracranial hemorhage.

  2) kondisi lainnya, seperti prematuritas, dimana bayi lahir sebelum waktunya akibat kekurangan oksigen dan kondisi karena sedation berat.

  c. Setelah kelahiran atau post natal, terjadi karena: 1) infeksi, misalnya infeksi pada otak (meningitis) atau infeksi umum seperti difteri, morbilli, dan lain-lain.

  2) pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-anak. 3) kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat pendengaran bagian dalam.

  4. Akibat dari Gangguan Pendengaran Kekurangan pendengaran yang menyebabkan individu tidak mempunyai bahasa yang menurut Uden (1982) dapat mengakibatkan dampak psikologis pada individu tersebut. Dampak-dampak ini diperoleh dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Paul dan Quigley, 1993). Dampak tersebut antara lain:

  a. Egosentrisme yang lebih besar Individu tuna rungu seakan-akan memaksa orang lain untuk selalu memperhatikan dirinya sendiri.

  Egosentrisme ini terlihat dari: 1) daerah pengamatan yang terbatas pada apa yang terjadi di depannya saja, mereka menjadi tidak mengetahui dan kurang peduli atas apa yang terjadi di sekitarnya.

  2) Rasa ingin tahu yang ada pada individu tuna rungu hanya bisa dipenuhi dengan penglihatannya sehingga bila mereka tertarik akan sesuatu, mereka selalu berusaha untuk menarik dekat apa yang membuatnya tertarik dengan mencoba mengambilnya atau merebutnya dari orang lain tanpa memperhatikan keinginan orang lain.

  3) Adanya perasaan sepi dan sendiri, perasaan jauh dari yang lain karena mereka tidak dapat mendengar segala sesuatu yang ada di dekatnya. Individu tuna rungu mengalami kesukaran untuk mengerti cara berpikir orang lain sehingga mereka juga sulit untuk menyesuaikan diri.