Analisis minat siswa kelas IX SMP N I Bayat, Klaten untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah kejuruan [SMK].

(1)

viii ABSTRAK

ANALISIS MINAT SISWA KELAS IX SMPN I BAYAT, KLATEN UNTUK MELANJUTKAN PENDIDIKAN KE SEKOLAH MENENGAH

KEJURUAN (SMK)

Eky Oktamilani Putri Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2009

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa jauh minat siswa kelas IX, SMPN I Bayat, Klaten tahun ajaran 2008/2009 untuk melanjutkan pendidikan ke SMK dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi siswa melanjutkan pendidikan ke SMK. Penelitian ini adalah penelitian ex-post facto. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian causal comparative research. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas IX SMPN I Bayat, Klaten dengan sampel adalah 135 siswa.

Hasil penelitian sebagian besar siswa Kelas IX SMPN I Bayat, Klaten berminat melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan nilai mean diskripsi minat siswa sebesar 3,5076. Nilai mean tertinggi ditunjukkan pada dimensi ketrampilan sebesar 3,67. Nilai mean sedang ditunjukkan pada dimensi okupasional sebesar 3,54. Nilai mean terendah ditunjukkan pada dimensi kompetensi sebesar 3.40.

Minat tertinggi adalah pada jurusan yang berhubungan dengan aktivitas, kompetensi dan okupasional real dengan nilai mean masing- masing dimensi 4,33, 4,03 dan 4,04. Minat sedang berhubungan dengan aktivitas, kompetensi, dan okupasional konvensional dengan nilai mean masing- masing dimensi sebesar 4,11, 4,03 dan 3,81. Minat terendah berhubungan dengan aktivitas, kompetensi, dan okupasional investigatif dengan nilai mean masing- masing dimensi sebesar 2,61, 2,44 dan 2,73

Berdasarkan analisis faktor, terdapat 3 faktor yang mempengaruhi minat siswa melanjutkan pendidikan ke SMK, antara lain: Faktor 1, yaitu faktor lingkungan keluarga (ekonomi keluarga) dan kompetensi siswa, dengan total varian sebesar 44,34%. Faktor 2, yaitu faktor lingkungan masyarakat, serta peran guru BP. dengan total varian sebesar 18,46%. Faktor 3, yaitu faktor peran guru kelas secara umum dengan total varian sebesar 15,09%.


(2)

ix ABSTRACT

AN ANALYSIS OF INTEREST OF THE NINTH GRADE STUDENTS OF ONE STATE JUNIOR HIGH SCHOOL BAYAT, KLATEN FOR CONTINUING THEIR STUDY TO VOCATIONAL HIGH SCHOOL (VHS)

Eky Oktamilani Putri Sanata Dharma University

Yogyakarta 2009

This research aims to analyze how deep the interest of the ninth grade students of one State Junior High School in Bayat Klaten, 2008/2009 academic year for continuing their study to VHS and what factors which influence the students to continue their study to VHS. This research is an ex-post facto research. The kind of research is a causal comparative research. The population of this research is 135 the ninth grade students of one State Junior High School in Bayat, Klaten.

The result indicates that the ninth grade students of one State Junior High School in Bayat, Klaten have interest for continuing their study to Vocational High School (VHS) with mean value of student interest description about 3.5076. The highest dimension mean value was indicated on the skill dimension about 3.67. The middle dimension mean value was indicated on the occupational dimension about 3.54. The lowest dimension mean value was indicated on the competence dimension about 3.40.

The highest interest related to the real activity, competence and occupational dimensions with meanvalue for each dimensions are 4.33, 4.03 and 4.04. Middle interest related to conventional activity, competence and occupational dimensions with meanvalue for each dimensions are 4.11, 4.03 and 3,81. The lowest interest related to the investigative activity, competence, and occupational dimensions with meanvalue for each dimens ions are 2.61, 2.44 and 2.73

Based on the factor analysis, there are 3 factors which influence the student interest for continuing their study to VHS, among others: First factor , the family environment factor (family economy) and student competence, with total variant is about 44.34%. Second factor, the community environment factor, and the role of Guidance and counseling Teacher with total variant is about 18.46%. Third Factor, the role of class teacher in general with total variant is about 15.09%.


(3)

ANALISIS MINAT SISWA KELAS IX SMPN I BAYAT, KLATEN UNTUK MELANJUTKAN PENDIDIKAN KE SEKOLAH

MENENGAH KEJURUAN (SMK)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Eky Oktamilani Putri 031334024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2009


(4)

i

ANALISIS MINAT SISWA KELAS IX SMPN I BAYAT, KLATEN UNTUK MELANJUTKAN PENDIDIKAN KE SEKOLAH

MENENGAH KEJURUAN (SMK)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Eky Oktamilani Putri 031334024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2009


(5)

(6)

(7)

iv

LEMBAR PENGESAHAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama: Eky Oktamilani Putri

Nomor Mahasiswa: 031334024

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpus takaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul

Analisis Minat Siswa Kelas IX SMPN I Bayat, Klaten untuk Melanjutkan Pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 27 Mei 2009

Yang menyatakan


(8)

v

Ber sukaci tal ah dal am pen ghar apan , sabar l ah dal am kesesakan dan

ber tekun l ah dal am Doa.

(Roma, 12:12)

Aku m em andang hidup ini seperti apa adany a orang -orang

seperti apa adany a diriku sendiri seperti apa adany a

Karena aku harus m enerim a apa y ang benar dan y ang ny ata

sebelum aku m am pu m em buatny a m enjadi lebih baik.

Aku terpesona pada keajaiban hidup, bersem angat untuk

m enjadi lebih baik, untuk berbuat lebih bany ak dan belajar

lebih bany ak

Karena hidup y ang berdetak di dadaku m erupakan hadiah


(9)

vi

Halama n persembahan

Kupersembahak an Kary a ini untuk : Bapak dan I buku serta nenekku tercinta yang tiada pernah berhenti yang tiada berhenti mencurahkan kasih sayangnya dan memberikan


(10)

vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 27 Mei 2009 Penulis


(11)

viii ABSTRAK

ANALISIS MINAT SISWA KELAS IX SMPN I BAYAT, KLATEN UNTUK MELANJUTKAN PENDIDIKAN KE SEKOLAH MENENGAH

KEJURUAN (SMK)

Eky Oktamilani Putri Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2009

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa jauh minat siswa kelas IX, SMPN I Bayat, Klaten tahun ajaran 2008/2009 untuk melanjutkan pendidikan ke SMK dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi siswa melanjutkan pendidikan ke SMK. Penelitian ini adalah penelitian ex-post facto. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian causal comparative research. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas IX SMPN I Bayat, Klaten dengan sampel adalah 135 siswa.

Hasil penelitian sebagian besar siswa Kelas IX SMPN I Bayat, Klaten berminat melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan nilai mean diskripsi minat siswa sebesar 3,5076. Nilai mean tertinggi ditunjukkan pada dimensi ketrampilan sebesar 3,67. Nilai mean sedang ditunjukkan pada dimensi okupasional sebesar 3,54. Nilai mean terendah ditunjukkan pada dimensi kompetensi sebesar 3.40.

Minat tertinggi adalah pada jurusan yang berhubungan dengan aktivitas, kompetensi dan okupasional real dengan nilai mean masing- masing dimensi 4,33, 4,03 dan 4,04. Minat sedang berhubungan dengan aktivitas, kompetensi, dan okupasional konvensional dengan nilai mean masing- masing dimensi sebesar 4,11, 4,03 dan 3,81. Minat terendah berhubungan dengan aktivitas, kompetensi, dan okupasional investigatif dengan nilai mean masing- masing dimensi sebesar 2,61, 2,44 dan 2,73

Berdasarkan analisis faktor, terdapat 3 faktor yang mempengaruhi minat siswa melanjutkan pendidikan ke SMK, antara lain: Faktor 1, yaitu faktor lingkungan keluarga (ekonomi keluarga) dan kompetensi siswa, dengan total varian sebesar 44,34%. Faktor 2, yaitu faktor lingkungan masyarakat, serta peran guru BP. dengan total varian sebesar 18,46%. Faktor 3, yaitu faktor peran guru kelas secara umum dengan total varian sebesar 15,09%.


(12)

ix ABSTRACT

AN ANALYSIS OF INTEREST OF THE NINTH GRADE STUDENTS OF ONE STATE JUNIOR HIGH SCHOOL BAYAT, KLATEN FOR CONTINUING THEIR STUDY TO VOCATIONAL HIGH SCHOOL (VHS)

Eky Oktamilani Putri Sanata Dharma University

Yogyakarta 2009

This research aims to analyze how deep the interest of the ninth grade students of one State Junior High School in Bayat Klaten, 2008/2009 academic year for continuing their study to VHS and what factors which influence the students to continue their study to VHS. This research is an ex-post facto research. The kind of research is a causal comparative research. The population of this research is 135 the ninth grade students of one State Junior High School in Bayat, Klaten.

The result indicates that the ninth grade students of one State Junior High School in Bayat, Klaten have interest for continuing their study to Vocational High School (VHS) with mean value of student interest description about 3.5076. The highest dimension mean value was indicated on the skill dimension about 3.67. The middle dimension mean value was indicated on the occupational dimension about 3.54. The lowest dimension mean value was indicated on the competence dimension about 3.40.

The highest interest related to the real activity, competence and occupational dimensions with meanvalue for each dimensions are 4.33, 4.03 and 4.04. Middle interest related to conventional activity, competence and occupational dimensions with meanvalue for each dimensions are 4.11, 4.03 and 3,81. The lowest interest related to the investigative activity, competence, and occupational dimensions with meanvalue for each dimens ions are 2.61, 2.44 and 2.73

Based on the factor analysis, there are 3 factors which influence the student interest for continuing their study to VHS, among others: First factor , the family environment factor (family economy) and student competence, with total variant is about 44.34%. Second factor, the community environment factor, and the role of Guidance and counseling Teacher with total variant is about 18.46%. Third Factor, the role of class teacher in general with total variant is about 15.09%.


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih dan limpahan karunia-Nya sehingga skripsi berjudul “ Analisis Minat Siswa Kelas IX SMPN I Bayat, Klaten untuk Melanjutkan Pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)” ini dapat diselesaikan. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelas Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Pada kesempatan ini penulis dengan sepenuh hati menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. T. Sarkim.,M.Ed.,Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarata.

2. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd.,M.Si, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak L. Saptono,S.Pd.,M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Bapak Ign. Bondan Suratno, S.Pd.,M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan perhatian dan waktu dengan keseabaran serta semangatnya untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan koreksi selama penulisan skripsi ini.

5. Ibu Rita Eny Purwantini, S.Pd,M.Si, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi dalam penulisan skripsi ini.


(14)

xi

6. Bapak Drs. FX. Muhadi, M.Pd, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak Djoko Suhartanto, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SMPN I Bayat, Klaten yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di SMPN I Bayat, Klaten.

8. Bapak/Ibu Guru dan Karyawan SMPN I Bayat, Klaten yang dengan keramahannya telah banyak membantu dan memberikan informasi selama penulisan skripsi ini.

9. Adik-adik kelas IX SMPN I Bayat, Klaten atas bantuannya dalam pengisian kuesioner.

10.Pegawai secretariat PAK, yang telah banyak membantu segala macam kepentingan Perkuliahan.

11.Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Suwito Zamin dan Ibu Yustina Sukasmi serta nenekku tercinta yang telah mendukung baik secara material maupun spiritual sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. (terima kasih atas doa-doa di setiap malam)

12.Adikku tercinta yang nyebelin Alf. Triangga Jiwandana dan juga buat adikku Veronika Reiminda, terima kasih atas semua dukungan yang menambah semangatku. (pada kuliah yang rajin yooo….!!)

13.Mz.Andy GeGeR, terima kasih sampai saat ini masih mendampingiku dengan sabar, makasih atas semua dukungannya. (abz ni jangan marah2 trs yoow..!! moga usaha’na lancar, tetap smangat!! ‘n I’ll give my best 2 U).


(15)

xii

14.Sahabatku tercinta yang selalu setia berbagi keceriaan dan kesusahan, Agnes Nina Yanuarti, S.Pd.(makasih ya dah mengantarkan aku dan selalu nemenin ak di kampus) Teresia Niken Maya Widita, S.Pd. dan Bernadeta Shinta W, S.Pd (ak dah nyusul kalian jadi sarjana nich, makasih ya atas dukungannya).

15.Teman-temanku anak PAK, Christina Krisetyawati, Yuandhita Dian P, S.Pd., terima kasih atas semua dukungannya, sukses ya buat kalian smua... 16.Terima kasih buat teman-teman Mudika Peterpanic...(tetep smangat n

kompak selalu yaa...

17.Buat Mz Troy, Second, Dika, Ricky, Apri, dkk. terima kasih atas semua dukungannya.

18.Terima kasih juga buat semua teman-temanku yang namanya tidak dapat penulis sebut satu per satu.

Dalam skripsi ini penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka dengan rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat memberikan kesempurnaan skripsi ini. Semoga dapat memberikan manfaat bagi yang membutuhkan.

Penulis


(16)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah... 6

C. Batasan Masalah... 6

D. Rumusan Masalah... 7

E. Tujuan Penelitian... 7


(17)

xiv BAB II LANDASAN TEORI

A. Deskripsi Teori ... 9

1. Pengertian Belajar... 9

2. Tugas Guru dalam Proses Belajar Mengajar ... 12

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 16

4. Bimbingan dan Belajar ... 23

5. Peran Guru Sebagai Pengajar dan Pembimbing ... 28

6. Peran Guru Kelas ... 31

7. Peran Ahli Bimbingan ... 33

B. Kerangka Teoritis ... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian... 38

B. Populasi dan Sampel Penelitian... 38

C. Lokasi Penelitian ... 39

D. Instrumen Penelitian ... 39

E. Teknik Pengumpulan Data ... 40

F. Analisis Data... 41

G. Prosedur Penelitian ... 43

BAB IV DESKRIPSI SEKOLAH A. Gambaran Umum Sekolah... 45


(18)

xv

B. Data Guru/Karyawan, Fasilitas dan Siswa ... 46 C. Struktur Organisasi Sekolah ... 48 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian... 49 B. Pembahasan Hasil Penelitian... 72 BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ... 79 B. Saran... 80 DAFTAR PUSTAKA


(19)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Rekapitulasi Minat Siswa Kelas IX SMPN I Bayat yang melanjutkan Pendidikan ke Jenjang SLTA Tahun Ajaran

2007/2008... 5

Tabel 3.2 Dimensi dan Indikator Minat Kejuruan ... 41

Tabel 4.3 Data Guru dan Karyawan SMP Negeri I Bayat, Klaten... 47

Tabel 4.4 Data Siswa SMPN I Bayat, Klaten Tahun Ajaran 2008/2009 .. 48

Tabel 5.5 Aktivitas Real... 50

Tabel 5.6 Aktivitas Investigatif ... 51

Tabel 5.7 Aktivitas Artistik ... 51

Tabel 5.8 Aktivitas Sosial ... 52

Tabel 5.9 Aktivitas Entrepreneur ... 52

Tabel 5.10 Aktivitas Konvensional... 53

Tabel 5.11 Kompetensi Real ... 54

Tabel 5.12 Kompetensi Investigatif ... 54

Tabel 5.13 Kompetensi Sosial... 55

Tabel 5.14 Kompetensi Mekanik ... 56

Tabel 5.15 Kompetensi Ilmiah... 56

Tabel 5.16 Kompetensi Seni ... 57

Tabel 5.17 Kompetensi Mengajar ... 57

Tabel 5.18 Kompetensi Berjualan... 58


(20)

xvii

Tabel 5.20 Ketrampilan Musik ... 60

Tabel 5.21 Ketrampilan Ramah Tamah ... 60

Tabel 5.22 Ketrampilan Manajerial... 61

Tabel 5.23 Ketrampilan Perkantoran... 62

Tabel 5.24 Okupasional Realistis ... 63

Tabel 5.25 Okupasional Investigatif ... 63

Tabel 5.26 Okupasional Artistik ... 64

Tabel 5.27 Okupasional Sosial... 64

Tabel 5.28 Okupasional Entreprising... 65

Tabel 5.29 Okupasional Konvensional ... 66

Tabel 5.30 Nilai Mean Dimensi Aktivitas... 66

Tabel 5.31 Nilai Mean Dimensi Kompetensi... 67

Tabel 5.32 Nilai Mean Dimensi Ketrampilan... 67

Tabel 5.33 Nilai Mean Dimensi Okupasional... 68


(21)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner………. 82

2. Hasil Penilaian Kuesioner……… 86

3. Hasil Statistik Deskriptif ………. 90

4. Analisis Faktor……….100

5. Data Guru dan Karyawan SMPN I Bayat, Klaten………102


(22)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) Nomor 20 Tahun 2003; pasal 1, ayat 1 pengertian pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Pengertian tersebut merupakan ungkapan makna teleologis dari pendidikan yakni menciptakan warga yang bertaqwa, berakhlak dan terampil. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diselenggarakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang bersifat formal, nonformal maupun informal dengan berbagai jenjang mulai dari pendidikan usia dini hingga pendidikan tinggi.

Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah (MA) merupakan salah satu jenjang pendidikan yang ditempuh anak dalam mengikuti kegiatan pembelajaran secara formal. Jenjang ini merupakan tahapan-tahapan yang strategis dan kritis bagi perkembangan dan masa depan anak. Pada jenjang ini, anak berada pada pintu gerbang memasuki dunia pendidikan tinggi yang merupakan wahana untuk membentuk integritas profesi yang didambakannya. Pada tahap ini pula, anak dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja yang penuh tantangan dan kompetisi.


(23)

Secara psikologis, masa ini merupakan masa pematangan kedewasaan. Pada tahap ini anak mulai mengidentifikasi profesi dan jati dirinya secara utuh. Para ahli pendidikan seperti Montessory dan Charless Buhler (dalam Sugeng Santosa; 2000), menyatakan bahwa pada usia ini seseorang berada pada masa ‘penemuan diri’. Secara spesifik, Montessory menyebutkan pada usia 12 – 18 tahun, sementara Charles Buhler menyebutkan pada usia 13 – 19 tahun. Salah satu aspek ‘penemuan diri’ pada anak yang paling penting pada tahap ini adalah pekerjaan dan profesi. Secara psikologis mereka mulai mengidentifikasi jenis pekerjaan dan profesi yang sesuai dengan bakat, minat, dan kecerdasan serta potensi yang dimilikinya. (Hayadin, 2008)

Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa pada tiap akhir tahun ajaran, para orang tua siswa disibukkan dengan urusan pendidikan anak-anak mereka. Urusan yang lebih besar terjadi ketika menghadapi masalah peralihan jenjang dari SD ke SMP, dari SMP ke SMA dan seterusnya, karena sesungguhnya pada masa peralihan ini ada sebuah keputusan yang harus dibuat menyangkut masa depan anak.

Situasi yang menarik adalah pada saat peralihan dari jenjang pendidikan SMP ke SMA yang sudah mulai erat kaitannya dengan pilihan karir masa depan anak. Dalam pilihan melanjutkan studi ke jenjang SMA ini, anak biasanya belum begitu peduli dengan karir masa depan mereka, sehingga dalam memilih terkadang masih banyak dipengaruhi oleh pilihan orang tua dari pada pilihannya sendiri. Kenyataan lain menunjukkan mereka beramai-ramai masuk ke SMA


(24)

tanpa tahu mengapa harus masuk SMA. Sangat sedikit jumlahnya yang melanjutkan studi ke Sekolah Kejuruan (SMK).

Perbandingannya cukup fantastis. Secara nasional, menurut data di Depdiknas, prosentase peminat SMK lebih kecil dari 5%. Hanya di empat provinsi (DKI, Jawa Barat, Jateng, Jatim) peminat lulusan SLTP melanjutkan ke SMK di atas 10%. Selebihnya sangat mengharukan, karena di sebagian besar daerah, peminat masuk SMK di bawah 2%. Berdasarkan pengamatan di setiap kota hanya ada satu atau dua SMK saja yang memiliki siswa sesuai dengan daya tampung. Umumnya adalah SMK Negeri yang dapat perhatian khusus dari Diknas. Selebihnya adalah SMK swasta yang bisa dikatakan kecil peminatnya dengan kondisi sekolah yang memprihatinkan (Jama, 2007)

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pada dasarnya adalah salah satu lembaga pendidikan yang bertanggungjawab untuk menciptakan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, keterampilan dan keahlian, sehingga lulusannya dapat mengembangkan kinerja apabila terjun dalam dunia kerja. Pendidikan SMK itu sendiri bertujuan "meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian, serta menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja dan mengembangkan sikap profesional (Isjoni, 2003)

Apapun jenis pendidikan pada Sekolah Menengah Kejuruan tidak lain muara dari lulusannya adalah agar mereka memiliki kemampuan, keterampilan serta ahli di dalam bidang ilmu tertentu. Selanjutnya mampu dan terampil


(25)

diaplikasi dalam dunia kerja. Oleh sebab itu, hakekat dari Sekolah Menengah Kejuruan sangat berbeda dengan SMA.

Ada dua kelebihan dari pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan ini, pertama lulusan institusi ini dapat mengisi peluang kerja pada dunia usaha/industri, karena terkait dengan satu sertifikasi yang dimiliki oleh lulusannya melalui Uji Kemampuan Kompetensi. Dengan sertifikasi tersebut mereka mempunyai peluang untuk bekerja. Kedua, sama seperti lulusan SMA lain, lulusan Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan dapat untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi, sepanjang lulusan tersebut memenuhi persyaratan, baik nilai maupun program studi atau jurusan sesuai dengan kriteria yang dipersyaratkan. (Isjoni, 2003)

Perbedaan peluang untuk memasuki dunia kerja setelah menyelesaikan jenjang pendidikan SLTA antara anak yang memilih masuk SMK daripada SMA sangat nyata. Karena sebagian besar anak yang lulus dari SMK dapat dipastikan segera bisa memperoleh pekerjaan, sebaliknya sebagian besar anak yang lulus dari SMA akan lebih lama menganggur jika mereka tidak ingin atau tidak mampu melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

Berdasarkan data statistik Biro Pusat Statistik (BPS-RI; 2002) jumlah pengangguran terbuka (open unemployment) di tanah air adalah sebanyak 9.132.104 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 41,2 % (3.763.971 jiwa) adalah tamatan SLTA (jenjang pendidikan Menenga h), Diploma, Akademi dan Universitas atau ‘pengangguran terpelajar’. Di antara jumlah pengangguran terbuka tersebut, 2.651.809 jiwa tergolong Hopeless of Job (merasa tidak yakin


(26)

mendapatkan pekerjaan); 436.164 diantaranya adalah tamatan SLTA, Diploma, Akademi, dan Universitas. (Hayadin, 2008)

Terkait dengan pilihan melanjutkan pendidikan dari jenjang SMP ke SMA atau SMK, data lulusan siswa SMPN I Bayat Klaten Tahun Ajaran 2007/2008 yang melanjutkan pendidikannya ke jenjang SLTA memperlihatkan persentase pilihan siswa yang melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) lebih tinggi dibanding siswa yang melanjutkan pendidikan ke SMA, seperti ditunjukkan pada Tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1.1

Rekapilulasi Minat Siswa Kelas IX SMPN I Bayat yang Melanjutkan Pendidikan ke Jenjang SLTA Tahun Ajaran 2007/2008

Kelas Minat SMA Minat SMK Minat SMA/SMK Tidak Melanjutkan

IXA 9 20 10 0

IXB 17 20 3 0

IXC 9 25 6 0

IXD 7 21 8 1

IXE 8 22 10 0

IXF 5 27 5 3

Jumlah 55 135 42 4

Data di atas menunjukkan perbandingan minat siswa yang sangat mencolok, dimana pilihan siswa lulusan SMPN I Bayat Klaten Tahun Ajaran 2007/2008 lebih banyak memilih melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan total siswa yang memilih 135 dari 206 siswa. Sementara jumlah siswa yang memilih melanjutkan pendidikannya ke SMA adalah 55 siswa, 42 siwa masih belum menentukan pilihan ke SMK atau SMA dan 4 siswa menyatakan tidak melanjutkan sekolah karena alasan tertentu.


(27)

Berdasarkan fenomena di atas ada fakta yang menarik untuk diteliti dari gejala perbedaan jumlah persentase pilihan sekolah yang diambil siswa SMPN I Bayat, Klaten 1 ketika menentukan pilihannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SLTA

B. Identifikasi Masalah

Telah menjadi fenome na umum bahwa pada setiap akhir tahun kelulusan jenjang pendidikan SMP, semua siswa harus menentukan pilihan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SLTA dengan pilihan masuk SMA atau SMK. Fakta menunjukkan bahwa pilihan yang mereka ambil jarang memp ertimbangkan karir masa depan mereka, karena terkadang mereka hanya mengikuti apa kata orang tua mereka atau sekedar berramai-ramai masuk SMA karena pengaruh teman sekelas. Konsekwensinya siswa yang lebih memilih masuk SMA daripada SMK dan tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi akan sulit mendapatkan pekerjaan setelah kelulusannya, sementara siswa yang memilih masuk SMK sebagian besar langsung bekerja setelah kelulusan mereka.

C. Batasan Masalah

Penelitian ini akan memusatkan perhatian pada analisa minat siswa SMPN I Bayat, Klaten yang melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pada siswa kelas IX. Materi penelitian yang akan dijadikan dasar untuk menganalisa kecenderungan siswa memilih sekolah tersebut adalah minat belajar, faktor- faktor yang mempengaruhi belajar, peran guru dalam proses dan hasil


(28)

belajar, jenis minat belajar, dimensi dan indikator minat kejuruan. Kesemua materi tersebut saling berhubungan dalam membentuk dan membangun minat belajar siswa.

D. Rumusan Masalah

Penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari latar belakang masalah dan identifikasi masalah. Adapun persoalan yang akan dijawab dalam penelitian adalah:

1. Seberapa jauh minat siswa SMPN I Bayat Klaten melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi minat siswa SMPN I Bayat Klaten melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menemukan bukti-bukti tentang:

1. Minat siswa SMPN I Bayat Klaten untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat siswa SMPN I Bayat Klaten untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat dan keuntungan bagi:


(29)

1. Pendidik

Dengan materi penelitian ini, seorang pendidik diharapkan dapat memiliki pengetahuan tentang minat dan faktor- faktor yang mepengaruhi minat anak, khususnya dalam hal menentukan pilihan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

2. Peneliti

Hasil penelitian ini akan memberikan wawasan yang lebih luas tentang minat dan faktor- faktor yang mempengaruhi minat anak dan dapat mendorong dilakukan penelitian lebih jauh dan berkembang tentang minat


(30)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Belajar

Slameto (1995) mengemukakan bahwa, “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Belajar merupakan kegiatan paling pokok dilakukan di sekolah. Melalui belajar tersebut diharapkan akan mampu mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik setiap siswa melalui latihan, pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya.

Oemar Hamalik (2003) mengemukakan pengertian belajar menurut ahli adalah “suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksinya dengan lingkungan”. Menurut pengertian ini, tujuan belajar adalah adanya perubaha n tingkah laku. Belajar merupakan aktivitas yang sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan khususnya untuk mencapai prestasi belajar. Sri Rumini (1997) memberikan pengertian belajar sebagai berikut :

“Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan”.


(31)

Howard L. Kingskey seperti dikutip Djamarah (2008) mengatakan bahwa learning is the process by which behavior (in the broader sense) is originated or changed through practice or training. Belajar adalah proses di mana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.

Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Perilaku itu mengandung pengertian yang luas. Hal ini mencakup pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap dan sebagainya. Setiap perilaku ada yang nampak --- bisa diamati, ada pula tidak bisa diamati. Perilaku yang dapat diamati disebut penampilan atau behavioral performance. Sedangkan yang tidak bisa diamati disebut "kecenderungan perilaku atau behavioral tendency" (Ali, 2007)

Pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap dan sebagainya yang dimiliki seseorang tidak dapat diidentifikasi karena ini merupakan kecenderungan perilaku saja. Hal ini dapat diidentifikasi - bahkan dapat diukur dari penampilan (behavioral performance). Penampilan ini dapat berupa kemampuan menjelaskan, menyebutkan sesuatu atau melakukan suatu perbuatan. Jadi, kita dapat mengidentifikasi hasil belajar melalui penampilan. Namun demikian, individu dapat dikatakan telah menjalani proses belajar, meskipun pada dirinya hanya ada perubahan dalam kecenderungan perilaku. (De Cecco & Crawford, 1977, dalam Ali, 2007).

Menurut Kimble & Garmezy, sifat perubahan perilaku dalam belajar relatif permanen. Dengan demikian hasil belajar dapat diidentifikasi dari adanya kemampuan melakukan sesuatu secara permanen, dapat diulang-ulang dengan


(32)

hasil yang sama. Kita membedakan antara perubahan perilaku hasil belajar dengan yang terjadi secara kebetulan. Orang yang secara kebetulan dapat melakukan sesuatu, tentu tidak dapat mengulangi perbuatan itu dengan hasil yang sama. Sedangkan orang dapat melakukan sesuatu karena hasil belajar dapat melakukannya secara berulang- ulang dengan hasil sama (Ali, 2007)

Tidak semua perubahan perilaku sebagaimana digambarkan di atas itu hasil belajar. Ada di antaranya terjadi dengan sendirinya, karena proses perkembangan. Seperti halnya bayi dapat memegang sesuatu setelah mencapai usia .tertentu. Keadaan semacam ini pun bukan hasil belajar, melainkan "kematangan atau maturation". Ini merupakan faktor penting yang mempengaruhi hasil belajar. Artinya, belajar akan memperoleh hasil lebih baik bila ia telah matang melakukan hal itu.

Menurut Ali (2007) perubahan perilaku dalam proses belajar adalah akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi ini biasanya berlangsung secara disengaja. Kesengajaan itu sendiri tercermin dari adanya faktor- faktor berikut: 1. Kesiapan (readiness); yaitu kapasitas baik fisik maupun mental untuk

melakukan sesuatu.

2. Motivasi; yaitu dorongan dari dalam diri sendiri untuk melakukan sesuatu. 3. Tujuan yang ingin dicapai

Ketiga faktor di atas mendorong seseorang untuk melakukan proses belajar. Selanjutnya dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar yang dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan perubahan. yang akan mempengaruhi tingkah


(33)

laku seseorang..Dengan kata lain belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang dilakukan individu untuk mencapai tujuan

2. Tugas Guru dalam Proses Belajar Mengajar

Bila ditelusuri secara mendalam, Proses Belajar Mengajar yang merupakan inti dari proses pendidikan formal di sekolah di dalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen pengajaran. Komponen-komponen itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama, yaitu : a) guru, b) isi atau materi pelajaran, dan c) siswa. Interaksi antara ketiga komponen utama melibatkan sarana dan prasarana, seperti metode, media, dan penataan lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta situasi belajar- mengajar yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Dengan demikian, guru yang memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, setidak-tidaknya menjalankan tiga tugas utama (Ali, 2007), yaitu:

a. Perencanaan

Perencanaan yang dibuat, merupakan antisipasi dan perkiraan tentang apa yang akan dilakukan dalam pengajaran, sehingga tercipta suatu situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan yang diharapkan. Perencanaan ini meliputi:

1) Tujuan apa yang hendak dicapai, yaitu bentuk-bentuk tingkah laku apa yang diinginkan dapat dicapai atau dapat dimiliki oleh siswa setelah terjadinya proses belajar mengajar.


(34)

3) Bagaimana proses belajar mengajar yang akan diciptakan oleh guru agar siswa mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

4) Bagaimana menciptakan dan menggunakan alat untuk mengetahui atau mengukur apakah tujuan itu tercapai atau tidak.

b. Melaksanakan Pengajaran.

Pelaksanaan pengajaran selayaknya berpegang pada apa yang tertuang dalam perencanaan. Namun, situasi yang dihadapi guru dalam melaksanakan pengajaran mempunyai pengaruh besar te-hadap proses belajar mengajar itu sendiri. Oleh sebab itu, guru sepatutnya peka terhadap berbagai situasi yang dihadapi, sehingga dapat menyesuaikan pola tingkah lakunya dalam mengajar dengan situasi yang dihadapi. Situasi pengajaran itu sendiri banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1) Faktor Guru.

Setiap guru memiliki pola mengajar sendiri-sendiri. Pola mengajar ini tercermin dalam tingkah laku pada waktu melaksanakan pengajaran. Dianne Lapp, dkk. (1975) menamakan pola umum tingkah laku mengajar yang dimiliki guru dengan istilah "Gaya Mengajar atau Teaching Style". Gaya mengajar ini mencerminkan bagaimana pelaksanaan pengajaran guru yang bersangkutan, yang dipengaruhi oleh pandangannya sendiri tentang mengajar, konsep-konsep psikologi yang digunakan, serta kurikulum yang dilaksanakan (Ali, 2007)

2) Faktor Siswa.

Setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun kepribadian. Kecakapan yang dimiliki masing- masing siswa itu meliputi


(35)

kecakapan potensial yang memungkinkan untuk dikembangkan, seperti bakat dan kecerdasan; maupun kecakapan yang diperoleh dari hasil belajar. Adapun yang dimaksud dengan kepribadian dalam tulisan ini adalah ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh individu yang bersifat menonjol, yang membedakan dirinya dari orang lain. Keragaman dalam kecakapan dan kepribadian ini dapat mempengaruhi terhadap situasi yang dihadapi dalam proses belajar mengajar (Hall & Lindsey, 1981 dalam Ali, 2007)

3) Faktor Kurikulum.

Secara sederhana arti kurikulum dalam kajian ini menggambarkan pada isi atau pelajaran dan pola interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan tertentu. Bahan pelajaran sebagai isi kurikulum mengacu kepada tujuan yang hendak dicapai. Demikian pula pola interaksi guru-siswa. Oleh sebab itu, tujuan yang hendak dicapai itu secara khusus menggambarkan bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai siswa melalui proses belajar yang beraneka ragam. Dengan demikian, baik bahan maupun pola interaksi guru-siswa pun beraneka ragam pula. Hal ini dapat menimbulkan situasi yang ber-variasi dalam proses belajar mengajar.

4) Faktor Lingkungan.

Novak dan Gowin (1984) mengistilahkan lingkungan fisik tempat belajar dengan istilah "Millieu", yang berarti konteks terjadinya pengalaman belajar. Lingkungan ini meliputi keadaan ruangan, tata ruang, dan berbagai situasi fisik yang ada di sekitar kelas atau sekitar tempat berlangsungnya proses belajar


(36)

mengajar. Lingkungan ini pun dapat menjadi salah satu faktor yang mem-pengaruhi situasi belajar.

Sehubungan dengan keempat faktor yang telah disebutkan di atas, guru memegang peranan penting dalam menciptakan situasi, sehingga proses belajar mengajar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Berbagai macam perubahan yang terjadi, yang disebabkan oleh keempat faktor tersebut sepatutnya dapat terbaca oleh guru, sehingga dia dapat menyesuaikan pola interaksinya dengan siswa sesuai dengan situasi yang dihadapi itu (Ali, 2007)

c. Memberikan Balikan.

Menurut Stone dan Nielson (1982), balikan mempunyai fungsi membantu siswa memelihara minat dan antusias siswa dalam melaksanakan tugas belajar. Salah satu alasan yang dikemukakan adalah, bahwa belajar itu ditandai oleh adanya keberhasilan dan kegagalan. Bila hal ini diketahui oleh siswa, akan membawa dampak berupa hadiah dan hukuman. Keberhasilan berdampak hadiah (reward) dan kegagalan berdampak hukuman (punishment). Suatu hadiah sebagai dampak dari keberhasilan yang dicapai dapat menjadi penguat (reinforcement) terhadap hasil belajar; sedangkan suatu hukuman sebagai dampak dari kegagalan dapat menghilangkan (extinction) tingkah laku yang tidak diinginkan. Dengan memperoleh hadiah tersebut individu akan merasakan suatu insentif yang dapat memberikan rangsangan dan motivasi baru dalam belajar. Sedangkan dengan hukuman menyebabkan individu tidak mengulangi kegagalan yang dibuat-nya. Itu sebabnya, maka dalam proses belajar mengajar, balikan sangat penting artinya bagi siswa dalam belajar.


(37)

Upaya memberikan balikan harus dilakukan secara terus menerus. Dengan demikian, minat dan antusias siswa dalam belajar selalu terpelihara. Upaya itu dapat dilakukan dengan jalan melakukan evaluasi. Hasil evaluasi itu sendiri harus diberitahukan kepada siswa yang bersangkutan, sehingga mereka dapat mengetahui letak keberhasilan dan kegagalannya. Evaluasi yang demikian benar-benar berfungsi sebagai balikan, baik bagi guru maupun bagi siswa.

Di dalam melaksanakan proses belajar mengajar, guru dituntut untuk memiliki berbagai ketrampilan yang bertalian dengan jawaban terhadap suatu pertanyaan, yakni bagaimana menyelenggarakan pengajaran yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan yang direncanakan. Pertanyaan tersebut menuntun kepada terpenuhinya berbagai persyaratan yang perlu dimiliki oleh se-orang guru, sehingga dapat melaksanakan tugas dengan berhasil (Ali, 2007)

3. Faktor-Faktor yang Mempe ngaruhi Belaja r

Kemampuan belajar siswa sangat menentukan keberhasilannya dalam proses belajar. Di dalam proses belajar tersebut, banyak faktor yang mempengaruhinya, antara lain motivasi, sikap, minat, kebiasaan belajar, dan konsep diri. Berikut ini diuraikan kelima faktor tersebut dalam mempengaruhi belajar.

a. Motivasi

Motivasi menurut Sumadi Suryabrata (1984) adalah keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna pencapaian suatu tujuan. Sementara itu Gates (1954) mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri


(38)

seseorang yang mengatur tindakannya dengan cara tertentu. Adapun Greenberg (1996) menyebutkan bahwa motivasi adalah proses membangkitkan, mengarahkan, dan memantapkan perilaku arah suatu tujuan. Berdasarkan tiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan (Djaali, 2007).

Eysenck dkk. (1972) dalam Encyclopedia of Psychology menjelaskan bahwa fungsi motivasi antara lain adalah menjelaskan dan mengontrol tingkah laku. Menjelaskan tingkah laku berarti dengan mempelajari motivasi, dapat diketahui mengapa siswa melakukan suatu pekerjaan dengan tekun dan rajin, sementara siswa lain acuh terhadap pekerjaan itu. Mengontrol tingkah laku maksudnya, dengan mempelajari motivasi dapat diketahui mengapa seseorang sangat menyenangi suatu objek dan kurang menyenangi objek yang lain.

Menurut Atkinson seperti dikutip Houston (1985) motivasi seseorang ditentukan oleh dua faktor, yaitu harapan terhadap suatu subjek dan nilai dari objek itu. Makin besar harapan seseorang terhadap suatu objek dan makin tinggi nilai objek itu bagi orang tersebut, berarti makin besar motivasinya. Lebih lanjut Atkinson mengemukakan bahwa di dalam diri setiap individu selalu terdapat pertentangan antara harapan akan sukses yang menyebabkan seseorang termotivasi untuk mencari atau mendekati pencapaian tujuan, sedangkan rasa takut akan mengalami kegagalan menyebabkan orang termotivasi untuk menjauhi atau menghindari pencapaian tujuan. Motivasi yang terjadi pada diri seseorang


(39)

menurut Atkinson adalah hasil dari interaksi antara harapan akan sukses dan rasa takut akan mengalami kegagalan.

b. Sikap

Sikap dapat didefinisikan dengan berbagai cara dan setiap definisi itu berbeda satu sama lain. Trow seperti dikutip mendefinisikan sikap sebagai suatu kesiapan mental atau emosional dalam beberapa jenis tindakan pada situasi yang tepat. Di sini Trow lebih menekankan pada kesiapan mental atau emosional seseorang terhadap sesuatu objek (Djaali, 2007). Sementara Allport mengemukakan bahwa sikap adalah sesuatu kesiapan mental dan saraf yang tersusun melalui pengalaman dan memberikan pengaruh langsung kepada respons individu terhadap semua objek atau situasi yang berhubungan dengan objek itu (Gable, 1997)

Sikap belajar ikut menentukan intensitas kegiatan belajar. Sikap belajar yang positif akan menimbulkan intensitas kegiatan yang lebih tinggi dibanding dengan sikap belajar yang negatif. Peranan sikap bukan saja ikut menentukan apa yang dilihat seseorang, melainkan juga bagaimana ia melihatnya.

Segi afektif dalam sikap merupakan sumber motif. (Martaniah, 1984) Sikap belajar yang positif dapat disamakan dengan minat, sedangkan minat akan memperlancar jalannya pelajaran siswa yang malas, tidak mau belajar dan gagal dalam belajar, disebabkan oleh tidak adanya minat. (Nasution, 1982)

Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap belajar ikut berperan dalam menentukan aktivitas belajar siswa. Sikap belajar yang positif berkaitan erat dengan minat dan motivasi. Oleh karena itu,


(40)

apabila faktor lainnya sama, siswa yang sikap belajarnya positif akan belajar lebih aktif dan dengan demikian akan memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan siswa yang sikap belajarnya negatif.

c. Minat

Minat adalah rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. (Slameto, 1995) Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minatnya. Crow and Crow mengatakan bahwa minat berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan dengan orang, benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.(Leatar & Alice, 1989)

Jadi, minat dapat diekspresikan melalui perayataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian.

1. Minat dan Usaha

Tugas atau pekerjaan tidak dapat diselesaikan tanpa pengerahan usaha, daya, dan tenaga. Semakin sulit tugas, semakin banyak pula tenaga yang diperlukan untuk mengerjakan tugas dengan baik. Generalisasi ini berlaku pula dalam belajar. Penguasaan yang sempurna terhadap suatu mata pelajaran, memerlukan pencurahan perhatian yang rinci. Minat yang telah disadari terhadap bidang pelajaran, mungkin sekali akan menjaga pikiran siswa, sehingga dia bisa


(41)

menguasai pelajarannya. Pada gilirannya, prestasi yang berhasil akan menambah minatnya, yang bisa berlanjut sepanjang hayat (Djaali, 2007)

2. Minat dan Kelelahan

Kondisi lelah bisa ditimbulkan oleh kerja fisik. Akan tetapi, seringkali apa yang dianggap sebagai kelelahan, sebenarnya karena tidak ada atau hilangnya minat terhadap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang itu sendiri. Membaca buku pelajaran secara terus- menerus, dapat mengakibatkan anak mengemukakan kelelahan dan timbullah karenanya keinginan untuk menghentikan belajamya. Akan tetapi, jika dia mengalihkan dari buku tersebut kepada buku baru atau buku lainnya yang menarik minat, dia bisa terus membacanya sampai berjam- jam.

Dalam American Heritage Distionary of the English Language, seperti dikutip Djaali (2007) minat adalah perasaan ingin tahu, mempelajari, mengagumi atau memiliki sesuatu. Di samping itu, minat merupakan bagian dari ranah afeksi, mulai dari kesadaran sampai pada pilihan nilai. Gerungan (1999) menyebutkan minat merupakan pengerahan perasaan dan menafsirkan untuk sesuatu hal (ada unsur seleksi).

Menurut Djaali (2007) terdapat empat dimensi yang menjadi instrumen untuk mengukur minat. Keempat dimensi yang dipergunakan untuk mengukur minat tersebut adalah dimensi aktivitas, dimensi kompetensi, dimensi ketrampilan dan dimensi okupasional. Dimensi aktivitas artinya dimensi yang menunjukkan kebutuhan dan tuntutan bekerja atau melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Aktivitas sendiri lebih merupakan uapaya yang dilakukan manusia untuk melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan.


(42)

Dimensi kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan (UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan). Dimensi ketrampilan adalah kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan dengan baik, mudah dan cermat, didukung oleh kemampuan dasar. (Oxford, 2003). Sementara dimensi okupasional adalah dimensi yang berhubungan dengan keterlibatan seseorang dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya dari dimensi aktivitas dan dimensi okupasional disertai dengan enam indikator minat yaitu (1) realistis, (2) investigatif, (3) artistik, (4) sosial, (5) enterprising, dan (6) konvensional. Pada dimensi kompetensi disertai 8 indikator yaitu (1) realistis, (2) investigatif, (3) sosial, (4) mekanik, (5) ilmiah, (6) seni (7) mengajar, (8) berjualan. Sedangkan pada dimensi ketrampilan disertai 5 indikator yaitu (1) matematik, (2) musik, (3) ramah tamah, (4) manajerial dan (5) perkantoran.(London, 1973; dalam Djaali, 2008).

a) Realistis

Orang realistis umumnya mapan, kasar, praktis, berfisik kuat, dan sering sangat atletis, memiliki koordinasi otot yang baik dan terampil. Akan tetapi, ia kurang mampu menggunakan medium komunikasi verbal dan kurang memiliki keterampilan berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, pada umumnya mereka kurang menyenangi hubungan sosial, cenderung mengatakan bahwa mereka senang pekerjaan tukang, memiliki sifat langsung, stabil, normal, dan kukuh, menyukai masalah konkret dibanding abstrak, menduga diri sendiri sebagai agresif, jarang melakukan kegiatan kreatif dalam bidang seni dan ilmu


(43)

pengetahuan, tetapi suka membuat sesuatu dengan bantuan alat. Orang realistis menyukai pekerjaan montir, insinyur, ahli listrik, ikan, dan kehidupan satwa liar, operator alat berat, dan perencana alat. (Campbell & Hansen, 1981)

b) Investigatif

Orang investigatif termasuk orang yang berorientasi keilmuan. Mereka umumnya berorientasi pada tugas, introspektif, dan asosial, lebih menyukai memikirkan sesuatu daripada melaksanakannya, memiliki dorongan kuat untuk memahami alam, menyukai tugas-tugas yang tidak pasti (ambiguous), suka bekerja sendirian, kurang pemahaman dalam kepemimpinan akademik dan intelektualnya, menyatakan diri sendiri sebagai analis, selalu ingin tahu, bebas, dan bersyarat, dan kurang menyukai pekerjaan yang berulang. Kecenderungan pekerjaan yang disukai termasuk ahli perbintangan, biologi, binatang, kimia, penulis, dan ahli jiwa.

c) Artistik

Orang artistik menyukai hal- hal yang tidak terstruktur, bebas, memiliki kesempatan bereaksi, sangat membutuhkan suasana yang dapat mengekspresikan sesuatu secara individual, sangat kreatif dalam bidang seni dan musik. Kecenderungan pekerjaan yang disenangi adalah pengarang, musisi, penata pentas, konduktor konser, dan lain- lain.

d) Sosial

Tipe ini dapat bergaul, bertanggung jawab, berkemanusiaan, dan sering alim, suka bekerja dalam kelompok, senang menjadi pusat perhatian kelompok, memiliki kemampuan verbal, terampil bergaul, menghindari pemecahan masalah


(44)

secara intelektual, suka memecahkan masalah yang ada kaitannya dengan perasaan; menyukai kegiatan menginformasikan, melatih, dan mengajar. Pekerjaan yang disukai menjadi pekerja sosial, pendeta, ulama, guru.

e). Enterprising

Tipe ini cenderung menguasai atau memimpin orang lain, memiliki keterampilan verbal untuk berdagang, memiliki kemampuan untuk mencapai tujuan organisasi, agresif, percaya diri, dan umumnya sangat aktif. Pekerjaan yang disukai termasuk pimpinan perusahaan, pedagang, dan lain- lain.

f). Konvensional

Orang konvensional menyukai lingkungan yang sangat tertib, menyenangi komunikasi verbal, senang kegiatan yang berhubungan dengan angka, sangat efektif menyelesaikan tugas yang berstruktur tetapi menghindari situasi yang tidak menentu, menyatakan diri orang yang setia, patuh, praktis, tenang, tertib, efisien; mereka mengidentifikasi diri dengan kekuasaan dan materi. Pekerjaan yang disukai antara lain sebagai akuntan, ahli tata buku, ahli pemeriksa barang, dan pimpinan armada angkutan.

Minat kejuruan adalah kecenderungan seseorang untuk memiliki prospek pekerjaan atau jabatan tertentu yang sesuai dengan karakteristik kepribadiannya. Konstelasi tersebut didukung oleh William B. Michael yang menyebutkan bahwa perpaduan tipe-tipe minat akan memperlihatkan pola tingkah laku tertentu dalam melaksanakan tugas, yang disebut kecakapan tugas. (Depdikbud, 1981) Menurut Curtis & John, minat kejuruan adalah penting untuk melihat sejauh mana


(45)

merencanakan seseorang dalam pendidikan untuk suatu pekerjaan tertentu sesuai dengan bidangnya (Djaali, 2007)

Melalui konsep minat secara umum, kemudian dikembangkan menjadi minat kejuruan (gambar), dan berdasarkan pertimbangan referensi yang mendukung adanya minat kejuruan, maka dapat dibuat dimensi dan indikator minat kejuruan seperti tabel berikut ini.

4. Bimbingan dan Belajar

Kebutuhan akan bimbingan bagi para siswa disebabkan oleh per-kembangan kebudayaan yang sangat pesat, yang mempengaruhi perper-kembangan masyarakat secara keseluruhan. Sejak zaman Socrates telah mulai disadari pentingnya bimbingan (guidance) ini. Namun, gagasan ini baru dilaksanakan pada permulaan abad ke-20. Pelaksanaannya dalam bidang pendidikan baru dimulai sejak tahun 1908-an

Program bimbingan sangat berkembang terutama di Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh pengaruh pandangan-pandangan baru dalam pendidikan dan pengaruh perkembangan sosial ekonomi. Kedua bentuk pengaruh ini mempengaruhi keadaan persekolahan. Pandangan baru dalam pendidikan itu antara lain ialah penyediaan kesempatan berkembang secara optimal bagi setiap siswa dan perlunya pembinaan perseorangan agar perkembangan itu mencapai harapan yang diinginkan (Hamalik, 2007)

Pengaruh-pengaruh itu mendorong perlunya dilakukan peninjauan kembali kurikulum dan strategi belajar- mengajar, terutama di sekolah-sekolah menengah. Masalahnya ialah banyaknya siswa yang tidak dapat melanjutkan ke sekolah yang


(46)

lebih tinggi dan karenanya mereka perlu dibantu agar mendapat tempat dalam dunia pekerjaan.

a. Pengertian Bimbingan

Bimbingan dalam arti yang luas inheren dengan pendidikan. Banyak ahli yang sependapat bahwa pengertian tentang bimbingan pada pokok- nya hampir bersesuaian satu sama lain. Terbukti definisi-definisi terdahulu tidak berbeda jauh dengan definisi-definisi bimbingan yang ada sekarang.

Untuk memperoleh pemahaman tentang bimbingan, akan dikemukakan beberapa deflnisi bimbingan oleh beberapa ahli.

1) Harold (1953): Bimbingan di sekolah merupakan aspek program pendidikan yang berkenaan dengan bantuan terhadap para siswa agar dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapinya dan untuk merencanakan masa depannya sesuai dengan minat, kemampuan, dan kebutuhan sosialnya.

2) Chrisholm dalam Hamalik (2007): Bimbingan ialah penolong individu agar dapat mengenal dirinya dan supaya individu itu dapat mengenal serta dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi di dalam kehidupannya.

3) Stikes & Dorcy dalam Hamalik (2007): Bimbingan adalah suatu proses untuk menolong individu dan kelompok supaya individu itu dapat menyesuaikan diri dan memecahkan masalah- masalahnya. Defmisi ini menekankan pandangan pribadi.


(47)

terus-menerus untuk membantu perkembangan individu dalam rangka mengembangkan kemampuannya secara maksimal untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat.

Dari keempat defmisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bimbingan merupakan suatu proses memberi bantuan kepada individu agar individu itu dapat mengenal dirinya dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi sehingga ia dapat menikmati hidup dengan bahagia.

b. Bimbingan Sekolah

Sebagaimana telah kita ketahui, sekolah tradisional sangat mementingkan kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran. Mata pelajaran yang diberikan secara terpisah-pisah itu pada umumnya tidak dapat membantu para siswa untuk menghadapi masalah- masalah dalam kehidupan sehari- hari. Sebaliknya, sangat diperlukan untuk melanjutkan pelajaran ke sekolah yang lebih tinggi.

Hal ini tentu saja menimbulkan masalah, terutama bagi siswa yang tidak mampu melanjutkan pelajarannya ke sekolah yang lebih tinggi. Bagi mereka, mata pelajaran- mata pelajaran itu pada hakikatnya merupakan gawang yang harus dilalui dalam proses untuk memperoleh ijazah atau untuk mengakhiri pendidikannya.

Gejala-gejala yang diuraikan di atas memberikan petunjuk mengenai perlunya bimbingan, baik untuk mempelajari mata ajaran maupun dalam rangka persiapan untuk melanjutkan studi ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi (Hamalik, 2007)


(48)

c. Tujuan Bimbingan Belajar

Bimbingan merupakan suatu proses yang bertujuan sebagai berikut:

1) Agar siswa bertanggung jawab menilai kemampuannya sendiri dan menggunakan pengetahuan mereka secara efektif bagi dirinya.

2) Agar siswa menjalani kehidupannya sekarang secara efektif dan menyiapkan dasar kehidupan masa depannya sendiri.

3) Agar semua potensi siswa berkembang secara optimal meliputi semua aspek pribadinya sebagai individu yang potensial (Hamalik, 2007) Menurut Skinner (1957), bimbingan bertujuan untuk menolong setiap individu dalam membuat pilihan dan menentukan sikap yang sesuai dengan kemampuan, minat, dan kesempatan yang ada yang sejalan dengan nilai- nilai sosialnya.

d. Fungsi Bimbingan Belajar

Fungsi bimbingan adalah sebagai berikut:

1) Membantu individu siswa untuk memperoleh gambaran yang objektif dan jelas tentang potensi, watak, minat, sikap, dan kebiasaannya agar ia dapat menghindarkan diri dari hal- hal yang tidak diinginkan.

2) Membantu individu siswa untuk mendapat pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, bakat,. minat, dan kemampuannya dan membantu siswa itu untuk menentukan cara yang efektif dan efisien dalam menyelesaikan bidang pendidikan yang telah dipilihnya agar tercapai hasil yang diharapkan.


(49)

tentang kemungkinan-kemungkinan dan kecenderungan-kecende-rungan dalam lapangan pekerjaan agar ia dapat melakukan pilihan yang tepat di antara lapangan pekerjaan tersebut. Di samping itu, membantunya untuk mendapat kemajuan yang memuaskan dalam pekerjaannya sambil memberikan sumbangan secara maksimal ter-hadap masyarakatnya (Hamalik, 2007)

Ahli lainnya berpendapat bahwa fungsi bimbingan adalah sebagai berikut: a. Mengorientasikan para siswa kepada sekolah.

b. Membantu para siswa untuk merencanakan pendidikannya di sekolah menengah.

c. Membantu para siswa untuk mengenal minat dan kemampuan masing-masing.

d. Mengorientasikan para siswa ke arah dunia kerja.

e. Membantu para siswa untuk memecahkan masalah hubungan antara siswa perempuan dan laki- laki.

f. Membantu para siswa berlatih menyelesaikan tugas-tugas atau pe-kerjaan. (Hamalik, 2007).

5. Peran Guru sebagai Pengajar dan Pembimbing

Guru dewasa ini berkembang sesuai dengan fungsinya, membina untuk mencapai tujuan pendidikan. Lebih- lebih dalam sistem sekolah sekarang ini, masalah pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan tenaga pengajar perlu mendapat perhatian yang serius. Bagaimanapun baiknya kurikulum, administrasi, dan fasilitas perlengkapan, kalau tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas


(50)

guru- gurunya tidak akan membawa hasil yang diharapkan. Oleh karena itu, peningkatan mutu tenaga-tenaga pengajar untuk membina tenaga-tenaga guru yang pro- fesional adalah unsur yang penting bagi pembaruan dunia pendidikan.

Sering dipertanyakan mengapa bimbingan dan penyuluhan itu dirasakan perlu sekali, bahkan mutlak perlu dilaksanakan di tiap-tiap sekolah. Perkembangan zaman modern yang pesat banyak menimbulkan perubahan dan kemajuan yang mencakup berbagai aspek kehidupan di dalam masyarakat. Di samping itu, pertambahan penduduk yang kian hari kian meningkat cukup berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan. Dalam situasi tertentu kadang-kadang terjadi konflik antara guru dan siswa sehingga situasi pertentangan itu sangat sulit bagi guru untuk menyelesaikannya. Untuk itu perlu adanya pihak lain yang dapat menyelesaikan konflik tersebut (Hamalik, 2007).

a. Guru sebagai Pengajar

Salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh guru di sekolah ialah memberikan pelayanan kepada para siswa agar mereka menjadi siswa atau anak didik yang selaras dengan tujuan sekolah itu. Melalui bidang pendidikan, guru mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, baik sosial, budaya, maupun ekonomi. Dalam keseluruhan proses pendidikan, guru merupakan faktor utama yang bertugas sebagai pendidik. Guru memegang berbagai jenis peranan yang, mau tidak mau, harus dilaksanakannya sebagai seorang guru.

Yang dimaksud sebagai peran ialah pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri-ciri khas semua petugas dari pekerjaan atau jabatan tertentu. Guru harus bertanggung jawab atas hasil kegiatan belajar anak melalui interaksi


(51)

belajar-mengajar. Guru merupakan faktor yang mempengaruhi berhasil- tidaknya proses belajar, dan karenanya guru harus menguasai prinsip-prinsip belajar di samping menguasai materi yang akan diajarkan. Dengan kata lain: Guru harus mampu mencipta-kan suatu situasi kondisi belajar ya ng sebaik-baiknya (Hamalik, 2007)

b. Guru sebagai Pembimbing

Bimbingan adalah proses pemberian bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum terhadap sekolah, keluarga, serta masyarakat.

Dalam keseluruhan proses pendidikan guru merupakan faktor utama. Dalam tugasnya sebagai pendidik, guru memegang berbagai jenis peran yang mau tidak mau harus dilaksanakan sebaik-baiknya. Setiap jabatan atau tugas tertentu akan menuntut pola tingkah laku tertentu pula, dan tingkah laku itu merupakan ciri khas dari tugas atau jabatan tadi. Menurut Hamalik (2007) sehubungan dengan peranannya sebagai pembimbing, seorang guru harus:

a) mengumpulkan data tentang siswa;

b) mengamati tingkah laku siswa dalam situasi sehari- hari; c) mengenal para siswa yang memerlukan bantuan khusus;

d) mengadakan pertemuan atau hubungan dengan orang tua siswa, baik secara individu maupun secara kelompok, untuk memperoleh saling pengertian tentang pendidikan anak; misalnya bekerja sama dengan masyarakat dan lembaga- lembaga lainnya untuk membantu memecahkan masalah siswa;


(52)

f) menyelenggarakan bimbingan kelompok atau individu;

g) bekerja sama dengan petugas-petugas bimbingan lainnya untuk membantu memecahkan masalah para siswa;

h) menyusun program bimbingan sekolah bersama-sama dengan petugas bimbingan lainnya;

i) meneliti kemajuan siswa, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa peran guru, baik sebagai pengajar maupun sebagai pembimbing, pada hakikatnya saling bertalian satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain, kedua peran tersebut dilaksanakan secara berkesinambungan dan sekaligus berinterpenetrasi dan merupakan keterpaduan. Kedua bentuk peran itu berbeda, tetapi menjadi satu.

6. Peran Guru Kelas

Kegiatan kelas merupakan inti program pendidikan, dan guru kelas me-megang peran penting dalam bimbingan. Guru adalah orang dewasa yang paling berarti bagi siswa. Hubungan siswa dengan guru merupakan lingkungan manusiawi yang penting. Gurulah yang menolong siswa untuk mempergunakan kemampuannya secara efektif, untuk belajar mengenal diri sendiri. Keberhasilan guru melaksanakan peran mengajar siswa bergantung pada kemampuannya untuk menc iptakan suasana belajar yang baik di kelas.

Untuk melaksanakan hal ini, guru harus mengenal dirinya sendiri dan hubungannya dengan siswa, keadaan keluarganya, kapasitasnya, minatnya, dan perilakunya serta melengkapi dan mendalami pengetahuannya tentang siswa. la


(53)

harus mengetahui bahwa perannya tak terbatas sebagai pengajar saja, tetapi juga bertugas membantu siswa, mendorong mereka belajar secara optimal dengan cara memberikan bahan pelajaran yang bermakna bagi mereka dan kesempatan bagi siswa untuk turut menilai dan menentukan langkah- langkah kegiatan. Ini berarti bahwa guru berperan pula sebagai pembimbing (Hamalik, 2007)

Jadi, jelaslah bahwa bimbingan tak terlepas dari pekerjaan guru di kelas. Bimbingan bukan semata- mata tugas ahli bimbingan. Memang, tak dapat disangkal bahwa para ahli bimbingan memegang peran yang penting dalam suatu .program yang betul-betul lengkap dan efektif. Namun, tak dapat pula disangkal bahwa kebanyakan sekolah kita belum mempunyai ahli bimbingan. Oleh karena itu, hendaknya para guru guidance minded.

Di balik itu, masih banyak pula guru yang belum mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam bidang bimbingan. Namun, mereka mempunyai kesempatan yang luas untuk melakukan observasi dan konsultasi dengan para siswanya, dan dalam kesempatan itu ia dapat memberikan bimbingannya kepada para siswa bersangkutan.

Romine dalam Hamalik (2007) mengemukakan beberapa hal yang penting bagi guru kelas untuk mempertinggi dan memperbaiki pelayanan bimbingan sebagai berikut:

1. Membuat catatan yang teliti tentang diri siswa untuk melengkapi catatan-catatan sekolah agar segera diperoleh gambaran yang lebih baik tentang individu siswa.


(54)

dalam usaha yang juj.ur dan beralasan untuk memahami mereka sebagai manusia yang belajar, membantu perkembangan kesehatan jasmani, dan sebagainya.

3. Kerja sama dengan guru-guru lain untuk memperoleh gambaran yang lengkap tentang para siswa mengenai tantangan, minat, kebutuhan, dan masalah yang dihadapi mereka.

4. Mempelajari minat dan kebutuhan-kebutuhan siswa dan mempertimbangkannya dalam pelajaran dan dalam berbagai kegiatan. 5. Bekerja sama dengan orang tua siswa untuk memahami dan bekerja

dengan para siswa.

6. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan dalam rangka penggunaan group guidance atau pendekatan-pendekatan dalam pengajaran.

7. Menyesuaikan diri sendiri, bahan pelajaran, kegiatan, dan prosedur kelas dengan minat dan kebutuhan para siswa.

8. Bertindak sebagai sponsor kegiatan-kegiatan siswa, sebagai ang-gota panitia bimbingan, dan melaksanakan tugas-tugas lainnya se-hingga para siswa memahami tugas kewajiban sekolah.

9. Bekerja sama dengan para ahli bimbingan dan personel sekolah lainnya yang dapat membantu guru melaksanakan bimbingan.

7. Peran Ahli Bimbingan

Guru hanya dapat mengerjakan hal-hal yang terbatas dalam program bimbingan. Apabila siswa menghadapi masalah- masalah sosial dan emosional


(55)

yang serius, guru perlu meminta bantuan kepada ahli bimbingan (guidance specialist).

Pada sekolah-sekolah yang telah maju, umumnya program bimbingan dikerjakan oleh seorang ahli bimbingan yang profesional sehingga memudahkan pekerjaan guru dan kepala sekolah dalam melakukan bimbingan bagi para siswa. Ahli bimbingan telah mendapat pendidikan universiter dalam jurusan bimbingan dan penyuluhan dan telah me-nguasai, baik teoretis maupun praktik, cara memberikan bimbingan dan penyuluhan. la bertugas sebagai penasihat guru, membantu guru dalam meneliti potensi siswa, membantu guru dalam usaha memahami perkembangan siswa, menolong guru dalam mempelajari kebutuhan siswa, dan memberi petunjuk tentang cara memberikan pelayanan secara khusus, baik di dalam maupun di luar kelas. Dengan demikian, guru akan dapat melaksanakan tugas mengajarnya dengan lebih efektif (Hamalik, 2007)

Harold (1953) mengemukakan peran ahli bimbingan sebagai berikut: a. Mengoordinasikan pengajaran kelompok dan pengajaran individual

yang menjadi tanggung jawab pokok guru kelas.

b. Mengadministrasikan program untuk lebih memahami para siswa melalui penyediaan data yang memadai.

c. Membantu penyaluran para siswa ke lapangan pekerjaan, baik yang bersifat honorer maupun tenaga penuh setelah mereka menyelesaikan pendidikannya.

d. Berusaha memecahkan kasus yang sulit yang berkenaan dengan masalah gangguan fisik dan psikologis melalui latihan psik iatris.


(56)

e. Membina para lulusan dan para siswa yang putus sekolah melalui tindak lanjut dan perbaikan dengan program bimbingan dan keseluruhan program sekolah.

Jelaslah bahwa peran bimbingan tidak hanya ditangani oleh guru atau guidance specialist, tetapi memerlukan kerja sama yang harmonis dari semua pihak: para administrator, konselor, guru, pekerja sosial, orang tua, dan lain- lain sehingga program bimbingan itu dikoordinasikan secara efektif dan bergerak serta bertindak sebagai satu tim.

B. Kerangka Teori

Menurut UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tercantum pengertian pendidikan, yaitu bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengebangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan nergara”.

Dalam UU Sistem Peendidikan Nasional tersebut ditekankan bahwa pendidikan yang diberikan kepada peserta didik pada dasarnya merupakan upaya pembentukan potensi diri peserta didik melalui suatu proses yang dinamakan proses belajar mengajar. Belajar sendiri adalah proses yang dilakukan seseorang untuk mencapai perubahan perilaku sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 1995). Belajar merupakan aktivitas yang sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan (Hamalik, 2003)


(57)

Perubahan perilaku dalam proses belajar adalah akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi ini biasanya berlangsung secara disengaja yang tercermin dari faktor- faktor seperti: 1) kesiapan, yaitu kapasitas baik fisik maupun mental untuk melakukan sesuatu 2) motivasi, yaitu dorongan dari dalam diri sendiri untuk melakukan sesuatu, dan 3) tujuan yang ingin dicapai (Ali 2007)

Salah satu faktor yang mempengaruhi siswa dalam belajar adalah minat Minat belajar siswa sangat menentukan tujuan belajar yang ingin dicapai, dan dapat membantu mereka membekali diri dengan kemampuan praktis yang dapat digunakan secara mandiri dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara melalui proses belajar- mengajar.

Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan formal yang melibatkan komponen pengajaran antara lain guru, materi pelajaran, dan siswa. Interaksi ketiga komponen ini melibatkan sarana prasarana, seperti metode, media, dan penataan lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta situasi belajar-mengajar yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Seorang guru dalam proses belajar mengajar menjalankan tiga tugas utama, yaitu: a) Perencanaan, yang merupakan antisipasi dan perkiraan tentang apa yang akan dilakukan dalam pengajaran. b) Pelaksanaan pengajaran, yang dalam pelaksanaannya berpegang pada apa yang tertuang dalam perencanaan. c) Memberikan balikan, yang berfungsi membantu siswa memelihara minat dan antusias siswa dalam melaksanakan tugas belajar. (Ali, 2007)

Kemampuan belajar siswa sangat menentukan keberhasilannya dalam proses belajar. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar,


(58)

antara lain motivasi, sikap, minat, kebiasaan belajar, dan konsep diri. Berikut ini diuraikan kelima faktor tersebut dalam mempengaruhi belajar (Djaali, 2007).

Minat sebagai salah satu faktor yang memberikan dorongan siswa dalam belajar adalah perasaan lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu diluar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut maka semakin besar minat individu Jadi, minat dapat diekspresikan melalui perayataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian (Slameto, 1995) Jika dikaitkan ke dalam bidang kerja, minat adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu pekerjaan, minat timbul karena ada unsur kebutuhan.

Minat siswa SMPN I Bayat Klaten untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah kecenderungan siswa menentukan pilihan kerja yang akan dicapainya setelah menyelesaikan proses belajar mengajar di SMK. Pilihan siswa melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah kejuruan adalah karena sekolah tersebut menyediakan kebutuhan yang diperlukan siswa untuk terjun ke dunia kerja.

Berdasarkan konsep minat secara umum, dikembangkan minat kejuruan dengan dimensi antara lain: dimensi 1) aktivitas, 2) kompetensi, 3) ketrampilan dan 4) okupansional dan indikator minat kejuruan seperti indikator 1) realistis, 2)


(59)

investigatif, 3) artistik, 4) sosial, 5) enterprising, dan 6) konvensional. (London, 1973; dalam Djaali, 2007)

Peran bimbingan sekolah yang dilakukan oleh para guru, guru kelas dan ahli bimbingan di sekolah dalam penelitian ini diduga sangat berpengaruh terhadap pilihan minat siswa dalam melanjutkan sekolah ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).


(60)

39 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan mengungkap data yang ada tanpa memberikan perlakuan atau manipulasi data terhadap variabel yang diteliti, sehingga termasuk penelitian ex-post facto. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukardi (1999:3) yang mengemukakan bahwa penelitian ex-post facto adalah penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian merunut ke belakang melalui data tersebut untuk menemukan faktor-faktor yang mendahului atau menentukan sebab-sebab yang mungkin atas peristiwa yang diteliti. Jenis penelitian ini termasuk penelitian causal comparative research, yaitu penelitian yang berusaha mencari informasi tentang mengapa terjadi hubungan sebab akibat.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX SMPN I Bayat, Klaten yang keseluruhannya diperkirakan berjumlah 236 siswa. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah 135 siswa. Pembatasan sampel sebanyak 135 responden ini didasarkan pada tabel perhitungan penentuan sampel Isac dan Michael dengan tingkat kesalahan 5% (Sugiyono, 2000).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik random sampling di mana sampel yang diambil merupakan populasi


(61)

homogen yang hanya mengandung satu ciri, yaitu siswa kelas IX SMPN Bayat I, Klaten. Dengan demikian sampel yang dikehendaki dapat diambil secara acak (Arikunto, 2005) Penggunaan teknik random sampling didasarkan pada pertimbangan kemudahan dan kecepatan dalam pendistribusian angket tanpa harus memilih- milih siapa yang akan diberikan kuesioner.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian yang bertujuan menganalisa minat siswa kelas IX SMPN I Bayat, Klaten untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan ini dilaksanakan langsung di lokasi sekolah yang bertempat di Jalan Raya Bayat, Cawas, Nomor 001, Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.

D. Instrumen Penelitian

Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial maupun alam. Oleh karena penelitian identik dengan melakukan pengukuran maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian disebut instrumen penelitian. Instrumen penelitian adalah alat bantu penelitian yang dipilih dan digunakan peneliti untuk mengukur fenomena yang diamati untuk mendapatkan data penelitian atau dapat disebut sebagai variabel penelitian (Sugiono:2006; Arikunto, 2005).

Instrumen yang akan digunakan meneliti minat siswa untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan adalah didasarkan pada tabel dimensi dan indikator minat kejuruan (Djaali, 2008) sebagai berikut:


(62)

Tabel 3.2

Dimensi dan Indikator Minat Kejuruan

Dimensi Indikator/Tanda-Tanda Nomer Kuesioner

Aktivitas Real 1

Aktivitas Investiga tif 2

Aktivitas Artistik 3

Aktivitas Sosial 4

Aktivitas Entrepreneur 5 Aktivitas

Aktivitas Konvensional 6

Kompetensi Real 7

Kompetensi Investigatif 8

Kompetensi Sosial 9

Kompetensi Mekanik 10

Kompetensi Ilmiah 11

Kompetensi Seni 12

Kompetensi Mengajar 13

Kompetensi

Kompetensi Berjualan 14 Ketrampilan Matematik 15

Ketrampilan Musik 16

Ketrampilan Ramah Tamah 17 Ketrampilan Manajerial 18 Ketrampilan

Ketrampilan Perkantoran 19 Okupasional Realistis 20 Okupasional Investigatif 21 Okupasional Artistik 22

Okupasional Sosial 23

Okupasional Enterprising 24 Okupasional

Okupasional Konvensional 25

Lingkungan Keluarga 26

Lingkungan Masyarakat 27

Kompetensi Siswa 28

Peran Guru 29

Pendorong minat

Peran Guru BP 30

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan kuesioner (angket) Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data


(63)

yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis yang harus dijawab responden (Sugiono: 2006)

Kuesioner dalam penelitian ini berupa daftar pertanyaan yang telah dirancang sebelumnya dan diberikan kepada responden untuk memperoleh informasi yang sebenarnya dari responden. Kuesioner yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner berstruktur. Kuesioner yang diberikan, dirancang sedemikian rupa, dimana responden diminta memilih salah satu dari lima jawaban yang tersedia dengan memberikan tanda silang pada jawaban yang dianggap paling benar (Riduwan, 2002).

E. Analisis Data 1. Skala Likert

Dalam penelitian ini digunakan analisa data diskriptif yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan atau statemen. Pernyataan-pernyataan tersebut mencerminkan minat siswa untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menegah Kejuruan. Data yang diambil dari kuesioner digunakan untuk melakukan verifikasi terhadap materi penelitianyang digunakan.

Untuk menginterpretasikan kuesioner tertutup ini, digunakan model skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pend apat dan persepsi seseorang tentang suatu kejadian atau fenomna (Riduwan, 2002) Model skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima kriteria. Kelima kriteria tersebut adalah: “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “ragu-ragu”, “setuju”, “sangat setuju”. Kriteria ini selanjutnya diklasifikasikan ke dalam data


(64)

numerik dengan penjelasan: nilai 1 diinterpretasikan sebagai “sangat tidak setuju”. 2 “tidak setuju”, 3 “ragu-ragu”, 4 “setuju”, 5 “sangat setuju”. Data numerik ini selanjutnya diolah. Data dianalisa digunakan untuk menemukan kecenderungan utama atau nilai rerata.

Rumus untuk mencari rerata dapat dijelaskan sebagai berikut: µ = ΣΧ

N µ = mean ΣΧ = jumlah skor

2. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah uji statistik yang memberikan gambaran atau deskripsi tentang suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean) standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi).

3. Analisis Faktor

Tujuan utama dari analisis faktor adalah mendefinisikan struktur suatu data matrik dan menganalisis struktur saling hubungan (korelasi) antara sejumlah variabel (test acore, test items, jawaban kuesioner) dengan cara mendefinisikan satu set kesamaan variabel dan dimensi yang sering disebut faktor. Dengan analisis faktor, peneliti mengidentiofikasi dimensi suatu struktur dan kemudian menentukan sampai seberapa jauh setiap variabel dapat dijelaskan oleh setiap dimensi.

Analisis faktor merupakan langkah untuk menemukan cara meringkas (summarize) informasi yang ada dalam variabel asli (awal) menjadi satu set


(65)

dimensi baru atau variate (faktor) dengan menentukan struktur lewat data summarization atau lewat data reduction (pengurangan data). Analisis faktor mengidentifikasi struktur hubungan antar variabel atau korelasi antar responden.

3.1 Asumsi Analisis Faktor

Analisis faktor menghendaki bahwa matrik data harus memiliki korelasi yang cukup agar dapat dilakukan analisis faktor. Jika berdasarkan data visual tidak ada nilai korelasi di atas 0,30 maka analisis faktor tidak dapat dilakukan. Korelasi antar variabel dapat juga dianalisis dengan menghitung partial correlation antar variabel dengan asumsi variabel lainnya dianggap konstan..

Cara lain yang bisa dilakukan adalah melihat matrik korelasi secara keseluruhan. Untuk menguji apakah terdapat korelasi antar variabel digunakan uji Bartlett test of sphericity. Jika hasilnya signifikan berarti matrik korelasi memiliki korelasi yang signifikan dengan sejumlah variabel Uji lain yang digunakan untuk melihat interkorelasi antar variabel dan dapat tidaknya analisis faktor dilakukan adalah measure of sampling adequacy (MSA). Nilai MSA bervariasi dari 0 sampai 1, jika nilai MSA < 0,50 maka analisis faktor tidak dapat dilakukan.

F. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui tahapan-tahapan penelitian sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan diawali dengan penyusunan proposal penelitian yang didukung dengan kajian pustaka menyangkut dasar-dasar teori yang akan menjadi


(66)

landasan dan sumber acuan penelitian. Tahapan ini dimulai dari pengajuan judul penelitian, penelusuran teori dan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya tentang analisa minat siswa SMPN melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan. Langkah selanjutnya menuangkan ide- ide dasar dan asumsi penelitian dalam proposal penelitian, kemudian diserahkan kepada pembimbing untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapat persetujuan dari pembimbing maka dilanjutkan dengan mempersiapkan alat untuk pengumpulan data berupa kuesioner atau angket.

2. Tahap Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan meminta kembali semua kuesioner yang telah disebarkan dan diisi oleh para sisa kelas IX SMPN I Bayat, Klaten tahun ajaran 2008/2009 berjumlah 136 siswa.

3. Tahap Analisis Data

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi; (a) pengecekan kembali

data yang telah terkumpul dari alat atau instrumen yang digunakan.; (b) pemberian skor jawaban terhadap instrumen yang telah dijawab oleh subyek

sesuai dengan kunc i jawaban yang telah disediakan; (c) membuat kategorisasi dan menyusun data hasil penyekoran kunci jawaban, untuk memudahkan dalam pemasukan data; d) pengecekan kembali data yang telah dicetak dengan data yang tertera pada konsep tabulasi (e) menganalisis data berdasarkan data yang telah diolah secara statistik; f) diakhiri dengan penafsiran terhadap hasil data yang telah diolah.


(67)

46 BAB IV

DESKRIPSI SEKOLAH

A. Gambaran UmumSekolah 1. Data Kelembagaan Sekolah

a. Nama Sekolah : SMP Negeri I Bayat, Klaten

b. Alamat : Jl. Raya Cawas No. 01

2. Visi dan Misi Sekolah

Sebagai lembaga pendidikan yang bertanggung jawab dalam memajukan dan mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya dalam dunia pendidikan, maka SMP Negeri I Bayat, Klaten mempunyai maksud dan tujuan atau visi misi yang sangat berguna bagi anak didiknya. Adapun visi dan misinya yaitu :

Visi : Berprestasi, berbudi perkerti luhur dan bertakwa serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi

Misi :

1) Melaksanakan pengembangan kurikulum satuan pendidikan

2) Melaksanakan pengembangan pembelajaran silabus 3) Melaksanakan pengembangan sistem penilaian

4) Melaksanakan pengembangan pelakanaan pembelajaran 5) Melaksanakan pengembangan olahraga dan keseniang 6) Melaksanakan penembangan kegiatan keagamaan 7) Mengikuti perkembangan IPTEK


(68)

Tujuan : Menghasilkan siswa yang berprestasi di bidang akademik dan non akademik, berbudi pekerti luhur dan menguasai IPTEK dengan tidak meninggalkan budaya daerah.

B. Data Guru/Karyawan, Fasilitas dan Siswa

Laporan keadaan guru / karyawan PNS dan Non PNS SMP Negeri I Bayat, Klaten tahun pelajaran 2008 / 2009, sebagai berikut :

Tabel 4.3

Data guru dan karyawan SMP Negeri I Bayat, Klaten Jenis Kelamin

No Pekerjaan

L P

Jumlah

1 Guru PNS 15 20 35

2 Guru Tidak Tetap / GTT 7 7 14

3 Pegawai Tetap / PT 1 0 1

4 Karyawan Tidak Tetap 6 8 14

Jumlah 29 35 64

Sumber: Bagian. Tata Usaha S MP Negeri I Bayat, Klaten

3. Fasilitas

SMP Negeri I Bayat, Klaten memiliki fasilitas untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, fasilitas itu adalah :

a. Gedung sekolah yang luas b. Sekolah masuk pagi c. Prasarana praktek

1) Kelas komputer 2) Sarana internet 3) Lab fisika 4) Mushola 5) Perpustakaan


(69)

4. Ekstra kurikuler a. Pramuka b. Seni tari c. Olahraga d. Karawitan 5. Data siswa

Data siswa SMP Negeri I Bayat, Klaten tahun pelajaran 2008 / 2009 Siswa SMP Negeri I Bayat, Klaten tiap tahun pelajaran dibagi menjadi 6 kelas. Berikut ini data siswa SMP Negeri I Bayat, Klaten tahun pelajaran 2008 / 2009

Tabel 4.4

Data Siswa SMP Negeri I Bayat, Klaten Tahun Pelajaran 2008 / 2009

No Kelas L P Jumlah

1 VII A 11 21 32

2 VII B 18 22 40

3 VII C 18 22 40

4 VII D 18 22 40

5 VII E 19 21 40

6 VII F 19 21 40

Jumlah 232

7 VIII A 11 29 40

8 VIII B 19 20 39

9 VIII C 17 23 40

10 VIII D 17 23 40

11 VIII E 19 21 40

12 VIII F 18 22 40

Jumlah 239

13 IX A 18 21 39

14 IX B 18 22 40

15 IX C 18 22 40

16 IX D 16 24 40

17 IX E 17 23 40

18 IX F 17 21 38

Jumlah 237


(1)

(2)

(3)

LAMPIRAN 5


(4)

(5)

(6)