BAB VII RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA 7.1. Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman - DOCRPIJM 1502193572BAB VII RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA

BAB VII RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA 7.1. Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari

  lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yangmempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan yang terdiri atas permukiman nelayan dan permukiman adat (kampung bajo).

7.1.1. Kondisi Eksisting Permukiman Kumuh Perdesaan 1. Kecamatan Lakudo

  Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan Lakudo terdiri dari 12 desa dan 3 Kelurahan. Dimana keberadaan permukiman dengan jumlah bangunan yang terdata berjumlah 3325 rumah dengan kondisi fisik bangunan permanen berjumlah 973 dan bangunan non permanen 1407. Sebagian besar Kecamatan Lakudo sudah terlayani baku air minum dari PDAM dan ada juga mata air yang digunakan sebagai sumber air. Untuk keberdaan MCK di Kecamatan Lakudo hampir semua desa yang ada telah memiliki MCK hanya saja pada desa Wongko Matawine yang menggunakan MCK umum dan belum yang memiliki lebih banyak dengan jumlah 155 dan 149. Dari data kepadatan permukiman Kecamatan Lakudo yang memiliki kepadatan ttinggi berada di Ibukota Kecamatan, dengan keteraturan bangun yang terkontrol oleh jaringan jalan. Memiliki jangkauan jaringan jalan yang melewati permukiman dengan kualitas jaringan jalan yang baik dan telah terlayani oleh PDAM. Berdasarkan hasil pengolahan pada Kecamatan Lakudo Memiliki dua kelas tingkat permukiman kumuh yaitu pertama tingkat permukiman sedang seluas 173,02 ha dan kedua tingkat permukiman kumuh dengan luas 7,04 ha yang berada pada Desa Teluk Lasongko dan Desa Mone. Dilihat dari indikator yang dikumpulkan, berdasarkan kondisi bangunan permukiman menghadap jalan dan membelakangi laut, dengan tipe permukiman non permanen dan daerah kumuh belum memiliki MCK dan pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey lapangan. Identifikasi permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Buton Tengah karena

  spot-spot dari permukiman menyebar sepanjang pesisir pantai dan

  teluk begitu juga yang ada di Kecamatan Lakudo. Lebih jelasnya sebagaimana ditunjukan pada gambar dan tabel di bawah:

Gambar 7.1. Kondisi lingkugan permukiman kumuh Kec. Lakudo o d u k a L n ta a m ca e K n a g n a p a L y e rv u S l si a h ta a D ..1 7 l e b a T

2. Kecamatan GU

  Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan GU terdiri dari 10 desa dan 2 Kelurahan. Dimana keberadaan permukiman dengan jumlah bangunan yang terdata berjumlah 17107 rumah dengan kondisi fisik bangunan permanen berjumlah 11050 dan bangunan non permanen 6057. Sebagian besar Kecamatan GU sudah terlayani baku air minum dari PDAM dan ada juga mata air yang digunakan sebagai sumber air. Untuk keberdaan MCK di Kecamatan GU hampir semua desa yang ada telah memiliki MCK tetapi pada Desa Lowu-Lowu dan Desa Bantea yang tidak memiliki MCK lebih banyak yaitu sebesar 157 dan 134 rumah. Dari data kepadatan permukiman Kecamatan GU yang memiliki kepadatan ttinggi berada di Ibukota Kecamatan, dengan keteraturan bangun yang terkontrol oleh jaringan jalan. Memiliki jangkauan jaringan jalan yang melewati permukiman dengan kualitas jaringan jalan yang baik dan telah terlayani oleh PDAM. Dari hasil pengolahan pada Kecamatan GU Memiliki dua kelas tingkat permukiman kumuh yaitu pertama tingkat permukiman sedang seluas 169,14 ha dan kedua tingkat permukiman kumuh dengan luas 19,00 ha yang berada pada Desa Bantea, Desa Bombonawulu dan Desa Wadiabero. Dilihat dari indikator yang dikumpulkan, berdasarkan kondisi bangunan permukiman menghadap jalan dan membelakangi laut, dengan tipe permukiman non permanen dan daerah kumuh belum memiliki MCK dan pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey lapangan. Identifikasi permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Buton Tengah karena

  spot-spot dari permukiman menyebar sepanjang pesisir pantai dan

  teluk begitu juga yang ada di Kecamatan GU. Sebagiaimana ditunjukan pada gambar dan tabel berikut:

Gambar 7.2. Kondisi lingkugan permukiman kumuh Kec. Gu

  U G n ta a m ca e K n a g n a p a L y e rv u S l si a h ta a D .2 7 l e b a T

3. Kecamatan Sangia Wambulu

  Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan Sangia Wambulu terdiri dari 5 desa dan 1 Kelurahan. Dimana keberadaan permukiman dengan jumlah bangunan yang terdata berjumlah 1586 rumah dengan kondisi fisik bangunan permanen berjumlah 259dan bangunan non permanen 1377. Sebagian besar Kecamatan Sangia Wambulu sudah terlayani baku air minum dari PDAM dan ada juga mata air yang digunakan sebagai sumber air. Untuk keberdaan MCk di Kecamatan Sangia Wambulu hampir semua desa yang ada telah memiliki MCK. Dari data kepadatan permukiman Kecamatan Sangi Wambulu yang memiliki kepadatan tinggi berada di Ibukota Kecamatan, dengan keteraturan bangun yang terkontrol oleh jaringan jalan. Memiliki jangkauan jaringan jalan yang melewati permukiman dengan kualitas jaringan jalan yang baik. Dari hasil pengolahan pada Kecamatan Sangia Wambulu Memiliki tiga kelas tingkat permukiman kumuh yaitu pertama tingkat permukiman rendah seluas 58,38 ha, tingkat sedang seluas 10,03 ha dan ketiga tingkat permukiman kumuh dengan luas 2,98 ha yang berada pada Kelurahan Tolandona. Dilihat dari indikator yang dikumpulkan, berdasarkan kondisi bangunan permukiman menghadap jalan dan membelakangi laut, dengan tipe permukiman non permanen dan daerah kumuh belum memiliki MCK dan pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey lapangan.

  Identifikasi permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Buton Tengah karena spot-spot dari permukiman menyebar sepanjang pesisir pantai dan teluk begitu juga yang ada di Kecamatan Sangia Wambulu. Sebagiaimana ditunjukan pada gambar dan tabel berikut:

Gambar 7.3. Kondisi lingkugan permukiman kumuh

  Kec. Sangia Wambulu lu u mb a W ia g n a S n ta ma ca e K n a g n a p a L y e rv u S l si a h ta a D .3

  7 l e b a T

4. Kecamatan Mawasangka

  Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan Mawasangka terdiri dari 17 desa dan 2 Kelurahan. Dimana keberadaan permukiman dengan jumlah bangunan yang terdata berjumlah 4917 rumah dengan kondisi fisik bangunan permanen berjumlah 2152 dan bangunan non permanen 2896. Sebagian besar Kecamatan Mawasangka sudah terlayani baku air minum dari PDAM dan ada juga mata air yang digunakan sebagai sumber air. Untuk keberdaan MCk di Kecamatan Mawasangka hampir semua desa yang ada telah memiliki MCK. Dari data kepadatan permukiman Kecamatan Mawasangka yang memiliki kepadatan tinggi berada di Ibukota Kecamatan, dengan keteraturan bangun yang terkontrol oleh jaringan jalan. Memiliki jangkauan jaringan jalan yang melewati permukiman dengan kualitas jaringan jalan yang baik. Dari hasil pengolahan pada Kecamatan Mawasangka Memiliki tiga kelas tingkat permukiman kumuh yaitu pertama tingkat permukiman rendah seluas 159,59 ha, tingkat sedang seluas 36,52 ha dan ketiga tingkat permukiman kumuh dengan luas 11,86 ha yang berada pada Desa Terapun dan Kelurahan Mawasangka. Dilihat dari indikator yang dikumpulkan, berdasarkan kondisi bangunan permukiman menghadap jalan dan membelakangi laut, dengan tipe permukiman non permanen dan daerah kumuh belum memiliki MCK dan pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey lapangan. Identifikasi permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Buton Tengah karena spot-spot dari permukiman menyebar sepanjang pesisir pantai dan teluk begitu juga yang ada di Kecamatan Mawasangka. Sebagiaimana ditunjukan pada gambar dan tabel berikut:

Gambar 7.4. Kondisi lingkugan permukiman kumuh

  Kec. Mawasangka a k g n sa a w a M n ta a m ca e K n a g n a p a L y e rv u S l si a h ta a D .4

  7 l e b a T

5. Kecamatan Mawasangka Tengah

  Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan Mawasangka Tengah terdiri dari 9 desa dan 1 Kelurahan. Dimana keberadaan permukiman dengan jumlah bangunan yang terdata berjumlah 2413 rumah dengan kondisi fisik bangunan permanen berjumlah 725 dan bangunan non permanen 1668. Sebagian besar Kecamatan Mawasangka sudah terlayani baku air minum dari PDAM dan ada juga mata air yang digunakan sebagai sumber air. Untuk keberdaan MCk di Kecamatan Mawasangka Tengah hampir semua desa yang ada telah memiliki MCK hanya saja Desa Morikana yang memiliki MCK lebih sedit dari pada yang memiliki MCK. Dari data kepadatan permukiman Kecamatan Mawasangka Tengah yang memiliki kepadatan tinggi berada di Ibukota Kecamatan, dengan keteraturan bangun yang terkontrol oleh jaringan jalan. Memiliki jangkauan jaringan jalan yang melewati permukiman dengan kualitas jaringan jalan yang baik Dari hasil pengolahan pada Kecamatan Mawasangka Tengah hanya Memiliki satu tingkatan kelas yaitu rendah dengan luas 57,20 ha dan tidak memiliki wilayah yang masuk dalam kategori kumuh. Dilihat dari indikator yang dikumpulkan, berdasarkan kondisi bangunan permukiman menghadap jalan dan membelakangi laut, dengan tipe permukiman non permanen dan daerah kumuh belum memiliki MCK dan pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey lapangan.

  Identifikasi permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Buton Tengah memiliki spot-spot dari permukiman yang menyebar sepanjang pesisir pantai dan teluk begitu juga yang ada di Kecamatan Mawasangka Tengah. Sebagiaimana ditunjukan pada gambar dan tabel berikut: .

Gambar 7.5. Kondisi lingkugan permukiman kumuh

  Kec. Mawasangka Tengah h a g n e T a k g n sa a w a M n ta a m ca e K n a g n a p a L y e rv u S l si a h ta a D .5

  7 l e b a T

6. Kecamatan Mawasangka Timur

  Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan Mawasangka Timur terdiri dari 8 desa. Dimana keberadaan permukiman dengan jumlah bangunan yang terdata berjumlah 1708 rumah dengan kondisi fisik bangunan permanen berjumlah 322 dan bangunan non permanen 1262. Sebagian besar Kecamatan Mawasangka Timur sudah terlayani baku air minum dari PDAM dan ada juga mata air yang digunakan sebagai sumber air. Untuk keberdaan MCk di Kecamatan Mawasangka Timur hampir semua desa yang ada telah memiliki MCK. Dari data kepadatan permukiman Kecamatan Mawasangka yang memiliki kepadatan tinggi berada di Ibukota Kecamatan, dengan keteraturan bangun yang terkontrol oleh jaringan jalan. Memiliki jangkauan jaringan jalan yang melewati permukiman dengan kualitas jaringan jalan yang baik. Dari hasil pengolahan pada Kecamatan Mawasangka Timur Memiliki dua kelas tingkat permukiman kumuh yaitu pertama tingkat permukiman rendah seluas 58,05 ha, tingkat kumuh tinggi seluas 4,97 ha yang berada pada Desa Wambulolu dan Desa. Dilihat dari indikator yang dikumpulkan, berdasarkan kondisi bangunan permukiman menghadap jalan dan membelakangi laut, dengan tipe permukiman non permanen dan daerah kumuh belum memiliki MCK dan pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey lapangan. Identifikasi permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Buton Tengah memiliki spot-spot dari permukiman yang menyebar sepanjang pesisir pantai dan teluk begitu juga yang ada di Kecamatan Mawasangka Timur. Sebagiaimana ditunjukan pada gambar dan tabel berikut:

Gambar 7.6. Kondisi lingkugan permukiman kumuh

  Kec. Mawasangka Timur r imu T a k g n sa a w a M n ta ma ca e K n a g n a p a L y e rv u S l si a h ta a D .6

  7 l e b a T

7. Kecamatan Talaga Raya

  Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan Talaga Raya terdiri dari 2 kelurahan dan 8 desa. Dimana keberadaan permukiman dengan jumlah bangunan yang terdata berjumlah 2336 rumah dengan kondisi fisik bangunan permanen berjumlah 1125 dan bangunan non permanen 940. Sebagian besar Kecamatan Talaga Raya sudah terlayani baku air minum dari PDAM baik yang Swakelola Masayrakat dan Swasta dan ada juga mata air yang digunakan sebagai sumber air. Untuk keberdaan MCK di Kecamatan Talaga Raya hampir semua desa yang ada telah memiliki MCK terkecuali Desa Kokoe hampir sebagian permukiman tidak memilik MCK. Dari data kepadatan permukiman Kecamatan Talaga Raya yang memiliki kepadatan tinggi berada di Ibukota Kecamatan, dengan keteraturan bangun yang terkontrol oleh jaringan jalan. Memiliki jangkauan jaringan jalan yang melewati permukiman dengan kualitas jaringan jalan yang baik. Dari hasil pengolahan pada Kecamatan Talaga Raya Memiliki dua kelas tingkat permukiman kumuh yaitu pertama tingkat permukiman rendah seluas 50,33 ha, tingkat kumuh tinggi seluas 19,53 ha yang berada pada Desa Kokoe, Desa Wulu, Kelurahan Talaga 1, Desa Pagilia dan Desa Talaga Besar. Dilihat dari indikator yang dikumpulkan, berdasarkan kondisi bangunan permukiman menghadap jalan dan membelakangi laut, dengan tipe permukiman non permanen dan daerah kumuh belum memiliki MCK dan pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey lapangan. Identifikasi permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Buton Tengah karena spot-spot dari permukiman menyebar sepanjang pesisir pantai dan teluk begitu juga yang ada di Kecamatan Talaga Raya. Sebagiaimana ditunjukan pada gambar dan tabel berikut:

Gambar 7.7. Kondisi lingkugan permukiman kumuh

  Kec. Talaga Raya a y a R a g la a T n ta ma ca e K n a g n a p a L y e rv u S l si a h ta a D .7 7 l e b a T

Berdasarkan uaraian kondisi diatas, maka luas pemukiman kumuh menurut lampiran Surat Keputusan Bupati Buton Tengah tentang Luasan permukiman kumuh Kabupaten Buton Tengah Tahun 2016, sebagaimana ditunjukan pada tabel berikut

  Tabel 7.8 Luas permukiman kumuh perdesaan menurut kecamatan Kabupaten

  Buton Tengah Tahun 2016

  Luas Luas Kawasan Kawasan No. Kecamatan Kelurahan/Desa Kumuh Kumuh (Ha) (Ha)

  1 Talaga Kokoe 81781.12

  18.17 Wulu 51680.43 Kelurahan Talaga 1 18580.85 Pangilia 17270.32 Talaga Besar 12426.75

  2 Lakudo Teluk Lasongko 60092.90

  7.74 Mone 17332.41

  3 Mawasangka Wambuloli 3006.31

  4.97 Timur Inulu 46763.13

  4 Mawasangka Kelurahan 9700.77

  11.87 Mawasangka Terapung 108999.20

  5 Sangia Wambulu Kelurahan Tolandona 29869.75

  2.98

  6 Gu Bantea 116012.26

  20.91 Bombonawulu 93119.26

  Total

  66.64 Sumber : Hasil analisis studi identifikasi kumuh Tahun 2016

7.1.2. Kondisi Eksisting Permukiman Perdesaan dan Perkotaan

  Berdasarkan hasil survey Tahun 2016, kondisi permukiman eksisting, jumlah kepala keluarga dan rumah di kabupaten Buton Tengah sebagaimana ditunjukan pada tabel berikut

  Tabel 7.9 Jumlah Rumah, KK yang memiliki dan belum memiliki rumah menurut kecamatan Kabupaten Buton Tengah Tahun 2016

  Jumlah KK Jumlah Jumlah KK Yang

  Jumlah Yang Belum No Kecamatan KK memiliki rumah rumah memiliki

  (jiwa) sendiri rumah sendiri

  1 Gu 5.725 4.949 4.900 825

  2 Lakudo 5.972 5.152 5.127 370 Mawasangka 3 3.145 2.413 2.366 755 Tengah

  4 Talaga raya 3.045 2.336 2.336 633 Mawasangka 5 2.147 1.708 1708 347 Timur

  6 Mawasangka 6.099 4.917 4.917 1.060 Sangia 7 2.134 1.538 1.593 356 Wambulu

  28,267 23,013 22,947 4,346 Jumlah

  Sumber data : Data olah hasil survey Tahun 2016

  Berdasarkan data di atas terdapat 4.346 kepala keluarga yang belum memiliki rumah, sedangkan kepala keluarga yang memiliki rumah berjumlah 22.949 atau 81% dari keseluruhan jumlah kepala keluarga. Untuk itu upaya penyediaan rumah yang layak huni menjadi perhatian bersama yang harus di barengi dengan upaya pemerintah daerah membuka kawasan prmukiman baru.

A. Kawasan Permukiman Perkotaan Kabupaten

  Kondisi umum lingkungan perumahan dan permukiman perkotaan baru di Kecamatan Lakudo sebagai Ibukota Kabupaten Buton Tengah, tersebar di sepanjang pesisir Pantai ataupun teluk, disamping itu tersebar mengikuti jalan utama sehingga terbentuk pola permukiman linear berada pada kiri kanan jalan. Sedangkan sebaran permukiman ke arah darat relatif masih sangat rencah.

  Sebaran perumahan mengikuti pesisir pantai mempunyai nilai sejarah tersendiri dimana sejak dahulu masyarakat yang mendiami pesisir ini bermata pencaharian sebagai nelayan. Hasil observasi sementara menunjukan bahwa tingkat kepadatan perumahan relatif cukup tinggi khususnya di lingkungan permukiman pesisir, wajah permukiman semrawut, dan relatif terbatas layanan sarana dan prasarana dan utilitas umum. Seperti pada gambar berikut:

Gambar 7.8. Kondisi lingkungan permukiman perkotaan Kec. Lakudo

  Selama ini penyediaan perumahan di Kabupaten Buton Tengah tidak hanya dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat sendiri, tetapi juga partisipasi para pengembang swasta. Untuk lokasi kawasan RSH di Kabupaten Buton Tengah yang perumahannya dibangun oleh para pengembang swasta, terdapat di Desa Walando Kec. Gu. Selengkapnya kondisi RSH di Kabupaten Buton Tengah tersaji pada Tabel dibawah ini : Tabel 7.10

  Data Kondisi RSH di Kabupaten Buton Tengah Tahun 2013

  Tahun Prasarana Lokasi Jumlah Pembang Pengelola Kondisi CK yang No. RSH Unit unan ada

  Perumahan 1 2013 Developer

  50 Baik ada Walando City

  Jumlah

  50 Sumber: Hasil Wawancara Lapangan Tahun 2016 B.

   Permukiman Perdesaan

  Kondisi eksisting permukiman perdesaan Kabupaten Buton Tengah umumnya berada di kawasan pesisir pantai, sebagaimana dijabarkan pada uraian berikut

1. Kecamatan Gu

  Kondisi umum lingkungan perumahan dan permukiman di Kecamatan Gu tidak jauh berbeda dengan Kecamatan lakudo, dimana kondisi eksisting tersebar di sepanjang pesisir pantai ataupun teluk, disamping itu tersebar mengikuti jaringan jalan utama sehingga terbentuk pola permukiman grid berada pada kiri kanan jalan dan persebaran permukiman ke arah darat relatif sudah mulai berkembang.

  Sebaran perumahan mengikuti pesisir pantai mempunyai nilai sejarah tersendiri dimana sejak dahulu masyarakat yang mendiami pesisir ini bermata pencaharian sebagai nelayan. Hasil observasi sementara menunjukan bahwa tingkat kepadatan perumahan relatif cukup tinggi khususnya di lingkungan permukiman pesisir, wajah permukiman semrawut, dan terjadi reklamasi untuk pengembangan permukiman ke arah laut. Seperti ditunjukan pada gambar berikut:

Gambar 7.9. Kondisi lingkugan permukiman perdesaan

  Kec. Gu 2.

   Kecamatan Sangia Wambulu

  Kondisi umum lingkungan perumahan dan permukiman di Kecamatan Sangia Wambulu tidak jauh berbeda dengan 2 (dua) kecamatan sebelumnya, dimana kondisi eksisting tersebar di sepanjang pesisir pantai ataupun teluk, disamping itu pula tersebar mengikuti jalan lokal yang berada di sepenjang pesisir. sehingga terbentuk pola permukiman linear berada pada kiri kanan jalan. dan persebaran permukiman ke arah darat relatif sudah mulai berkembang sebab lahan yang tersedia di pesisir kecenderungan sudah terbatas.

  Sebaran perumahan mengikuti pesisir pantai mempunyai nilai sejarah tersendiri dimana sejak dahulu masyarakat yang mendiami pesisir ini bermata pencaharian sebagai nelayan. Hasil observasi sementara menunjukan bahwa tingkat kepadatan perumahan relatif cukup tinggi khususnya di lingkungan permukiman ke arah darat, wajah permukiman semrawut (relatif jarak antar bangunan terbatas). Seperti pada gambar berikut:

Gambar 7.10. Kondisi lingkungan permukiman perdesaan

  Kec. Sangia Wambulu 3.

   Kecamatan Mawasangka Timur

  Kondisi umum lingkungan perumahan dan permukiman di Kecamatan Mawasangka timur, tersebar di sepanjang pesisir pantai ataupun teluk, tersebar membentuk pola grid yang mengikuti kiri kanan jalan lingkungan permukiman. Dan persebaran permukiman ke arah darat relatif sudah mulai berkembang.

  Hasil observasi sementara menunjukan bahwa tingkat kepadatan perumahan relatif tergolong menengah khususnya di lingkungan permukiman pesisir, wajah permukiman semrawut, dan memiliki keterbatasan pelayanan sarana dan prasarana umum, seperti air bersih dan kondisi permukaan jalan yang belum teraspal. Seperti pada gambar berikut:

Gambar 7.11. Kondisi lingkungan permukiman perdesaan

  Kec. Mawasangka Timur 4.

   Kecamatan Mawasangka Tengah

  Kondisi lingkungan perumahan dan permukiman di Kecamatan Mawasangka tengah, umumnya tersebar di sepanjang jalan utama dan jalan lingkungan permukiman. Dan persebaran permukiman ke arah darat relatif sudah mulai berkembang dengan pola linear mengikuti kiri kanan jalan.

  Hasil observasi sementara menunjukan bahwa tingkat kepadatan perumahan relatif tergolong rendah, terdapat kerteraturan bangunan, kondisi permukaan jalan yang belum teraspal. Dan berlaku hukum adat bagi kepemilikan lahan perumahan. Kondisi tersebut seperti ditunjukan pada gambar berikut:

Gambar 7.12. Kondisi lingkungan permukiman perdesaan

  Kec. Mawasangka Tengah 5.

   Kecamatan Mawasangka

  Kondisi umum lingkungan perumahan dan permukiman di Kecamatan Mawasangka tidak jauh berbeda dengan Kecamatan Gu di atas, dimana kondisi eksisting tersebar di sepanjang pesisir pantai, disamping itu tersebar mengikuti jaringan jalan lingkungan permukiman sehingga terbentuk pola permukiman grid berada pada kiri kanan jalan dan persebaran permukiman ke arah darat relatif masih rendah perkembangannya

  Sebaran perumahan mengikuti pesisir pantai mempunyai nilai sejarah tersendiri dimana sejak dahulu masyarakat yang mendiami pesisir ini bermata pencaharian sebagai nelayan. Hasil observasi sementara menunjukan bahwa tingkat kepadatan perumahan relatif cukup tinggi khususnya di lingkungan permukiman pesisir, wajah permukiman semrawut, dan pengembangan permukiman ke arah laut oleh masyarakat adat suku Bajo. Seperti ditunjukan pada gambar berikut:

Gambar 7.13. Kondisi lingkungan permukiman perdesaan

  Kec. Mawasangka 6.

   Kecamatan Talaga Raya

  Kondisi umum lingkungan perumahan dan permukiman di Kecamatan Talaga Raya tidak jauh berbeda dengan Kecamatan lainnya, dimana kondisi eksisting tersebar di sepanjang pesisir dan pulau kecil, disamping itu tersebar mengikuti jaringan jalan lingkungan permukiman sehingga terbentuk pola permukiman grid berada pada kiri kanan jalan dan persebaran permukiman ke arah darat relatif sudah cukup pesat perkembangannya.

  Hasil observasi sementara menunjukan bahwa tingkat kepadatan perumahan relatif cukup tinggi khususnya di lingkungan permukiman pesisir, wajah permukiman semrawut, dan terjadi reklamasi untuk pengembangan permukiman ke arah laut. Seperti ditunjukan pada gambar berikut:

Gambar 7.14. Kondisi lingkungan permukiman perdesaan

  Kec. Talaga Raya Kondisi permukiman perdesaan di Kabupaten Buton Tengah, diprioritaskan pada pembangunan:

  Penyehatan dan perbaikan lingkungan permukiman kumuh

  • Peningkatan aksesbilitas ke wilayah-wilayah belakang melalui
  • pengembangan jaringan jalan.
  • kawasan pertanian, perkebunan dan perikanan.

  Peningkatan ketersedian sarana dan prasarana produksi bagi

  • pertanian.

  Penetapan pusat-pusat pengumpul/akumulasi bagi hasil-hasil

  Peningkatan prasarana komunikasi antar sentra produksi.

7.1.3. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

  Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya: 1)

  Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas. 2)

  Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.

3) Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.

  Tantangan pengembangan permukiman diantaranya: 1)

  Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat 2)

  Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman. 3)

  Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)

  4) Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang

  Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah 5)

  Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. 6)

  Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2JM bidang Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.

  Kabupaten Buton Tengah dengan potensi sumberdaya yang terus melakukan pembangunan dengan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang terus meningkat, telah mengundang migrasi dan pertambahan penduduk. Dengan motif perbaikan ekonomi, migrasi penduduk terus meningkat sementara sarana dan prasarana wilayah tidak signifikan perkembangannya dengan pertambahan penduduk. Akibatnya tumbuh rumah-rumah yang sederhana yang terbatas ketersediaan sarana dan prasarana pemukimannya seperti air bersih, sanitasi, drainase dan pengelolaan sampah dan limbah. Adapun permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada di Kabupaten Buton Tengah dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

  Tabel 7.11 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan

  Pengembangan Permukiman di Kabupaten Buton Tengah Aspek

  Pengem- Permasalahan Tantangan Alternatif

  No bangan yang dihadapi Pengembangan Solusi

  Permu- kiman

  1. Aspek  Permasalahan  Keberadaan  Pnyususnan Teknis Lokasi Perda master plan Permukiman yang Tentang kawasan siap tidak sesuai RTRW bangun dan RTRW; beserta lingkungan

  RDTR siap bangun  Sarana dan

  Kabupaten pada kawasan prasarana Buton yang secara lingkungan Tengah teknis permukiman masih dalam mengikuti perkotaan dan perdesaan yang tahap proses kriteria teknis menurun rancangan pengembangan kualitasnya. regulasi. kawasan permukiman

   Pengembang dan diarahkan an kawasan k arah daratan permukiman yang masih terbatas (masih terpusat di kawasan pesisir)

  2. Aspek  Belum adanya  Pemahaman  Pembentukan Kelembag Dinas / Badan/ tugas pokok Dinas yang aan

  Lembaga Teknis dan fungsi menangani pada SOPD yang instansi perumahan secara khusus terkait dan menangani bidang permukiman pembangunan dan perumahan  Peningkatan Pengembangan yang belum Kapasitas SDM perumahan dan terbangun dan Pelaku Permukiman; dan

  Pembangunan bersinergi Perumahan

   Lemahnya pelaksanaan dan  Kelembagaan koordinasi antar pihak ketiga Permukiman instansi terkait; (pengembang

   Peningkatan )yang belum Kerjasama

   Pengembangan bersinergi kualitas SDM yang dengan pihak dengan masih terbatas lain yang pemerintah. terutama di bidang terkait Perumahan dan Permukiman;

  3. Aspek Dana alokasi untuk  Belum ada  Mencari Pembiaya sektor perumahan minat sumber- an yang masih terbatas pengembang sumber an pembiayaan menanamka perumahan n modal di dari dunia Kabupaten usaha/swasta Buton serta pebankan Tengah  kerjasama karena daya anggaran beli ditingkat masyarakat kementerian yang masih rendah.

  4. Aspek Peningkatan Mendorong  Kesadaran Peran jumlah peran KSM masyarakat akan

  Serta penduduk baik (Kelompok rumah sehat yang Masyarak secara alamiah Swadaya masih relatif at maupun Masarakat) rendah karena migrasi dalam hal

   Faktor kemiskinan akan semakin penyediaan memacu perumahan dan kebutuhan permukiman lahan khususnya permukiman perumahan swadaya

  5. Aspek  Konsentrasi  Kebutuhan  Pembukaan Lingkung permukiman di lahan guna jaringan jalan an kawasan pengembang baru untuk

  Permuki pesisir/pantai; an kawasan menstimulasi man permukiman pengembanga ke arah n kawasan  Permasalahan permukiman kawasan permukiman lindung kea rah kumuh pesisir; daratan.

   Dilakukan dengan konsep land konsolidation dan urban renewal pada permukiman padat dan kumuh;  Program Relokasi pada kawasan permukiman yang terdapat pada kawasan lindung;  Mendorong investasi perumahan oleh pihak pengembang (developer) 7.1.4.

   Evaluasi Program-Program Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman

  Beberapa hasil identifikasi kegiatan pengembangan permukiman yang ada selama masih meliputi kegiatan pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari : 1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk penyediaan perumahan baru oleh developer yang masih terbatas baik lokasi dan jumlah yang terbangun, bahkan tercatat dari sumber data sekunder berjumlah 1(satu) kawasan, serta

  2) pembukaan dan pembangunan jaringan jalan baru Kecamatan Lakudo sebagai perkotaan Kabupaten, guna mendorong terbentuknya kawasan permukiman baru.

  Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari: 1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan masih sebatas penyediaan perumahan melalui kegiatan bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) oleh Kementerian Perumahan Rakyat di Kecamatan Lakudo pada tahun 2014 yang lalu. 2) pembukaan dan pembangunan jaringan jalan baru di lingkungan permukiman perdesaan guna mendorong terbentuknya kawasan permukiman baru, khususnya daerah pesisir

  3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM. Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan. Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan

  • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
  • Infrastruktur permukiman RSH
  • Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya

  Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan

  • Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial

  (Agropolitan/Minapolitan)

  • Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
  • Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil
  • Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)
  • Infrastruktur perdesaan PPIP
  • Infrastruktur perdesaan RIS PNPM

  Kegiatan pengembangan permukiman Kabupaten Buton Tengah sesuai Renstra dari SKPD Terkait terdiri

  • – dari :

1. Program Pengembangan Perumahan

  a) Fasilitasi dan stimulasi Perumahan Masyarakat

  b) Pengembangan PSU Kawasan Perumahan c) Survey dan Pendataan Perumahan Rumah Tidak Layak

  Huni (RTLH)

  d) Penyusunan Rencana dan Strategi Pembangunan

  Perumahan

  e) Kerjasama Lembaga Bidang Perumahan

  f) Pembangunan Rusunawa

  g) Bantuan Stimulan Pembangunan Swadaya (BSPS)

  h) Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Perumahan i) Pengawasan Pembangunan Perumahan j) Penanganan Lingkungan Perumahan Kumuh Berbasis

  Kawasan (PLP2K-BK) k) Pembangunan Stimulan Prasarana, Sarana dan Utilitas

  Perumahan dan Permukiman

  2. Program Lingkungan Sehat Perumahan

  a) Pembangunan Sarana dan Prasarana Lingkungan

  b) Pembangunan Sarana dan Prasarana Kawasan dan

  Lingkungan Siap Bangun (KASIBA

  • – LISIBA)

  c) Penyediaan Sarana Sanitasi Dasar di Kawasan Kumuh

  d) Pembangunan Sarana Air Bersih di Kawasan Kumuh

  e) Penyusunan Pedoman Pengawasan Lingkungan Sehat

  Perumahan

  f) Penataan Kawasan Kumuh

  g) Peningkatan Peran Serta masyarakat dalam Pelestarian

  Lingkungan Permukiman

  h) Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar terutama bagi masyarakat miskin

  3. Program Penataan Lingkungan Permukiman

  a) Penyehatan Lingkungan Permukiman

  b) Penataan jalan dalam lingkungan permukiman khususnya permukiman kumuh c)

  Penataan ruang public

4. Usulan dan Program Kegiatan

  a) Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman

  Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan pemerintah Kabupaten Buton Tengah. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.

  b) Usulan Pembiayaan Pembangunan Permukiman

  Pembiayaan usulan program terdiri-dari pembiayaan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Swadaya masyarakat, dan pihak swasta. Dana dari Pemerintah Kabupaten merupakan dana pendamping atau dana sharing yang diwajibkan oleh Pemerintah Pusat. Berdasarkan kondisi eksisting, tantangan dan permasalahan pngembangan kawasan permukiman serta evaluasi program kegiatan/proyek pengembangan permukiman, maka Matriks Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Buton Tengah Tahun 2016

  • – 2020 bidang Pengembangan Permukiman dengan menggunakan analisis sistem informasi geografis, ditunjukan pada tabel berikut.

  Tabel 7.12 Matriks sektor pengembangan kawasan permukiman

  Total Sasaran program

  Uraian sasaran Luas No

  Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V

  program kawasan

  (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)

  (Ha) Kawasan Kumuh 1 66,64 13,328 13,328 13,328 13,328 13,328 perdesaan Kawasan

  2 Permukiman 1.373,28 274.656 274.656 274.656 274.656 274.656 Perdesaan

  3 Kawasan Permukiman Khusus, terdiri atas : Permukiman

  448,37 89.674 89.674 89.674 89.674 89.674 pesisir/nelayan Permukiman

  79,40

  15.88

  15.88

  15.88

  15.88

  15.88 pulau Permukiman perkotaan (Kel. 61,65

  12.33

  12.33

  12.33

  12.33

  12.33 Lakudo)

  Sumber: Rencana sektor pengembangan kawasan permukiman Tahun 2016

  Berdasarkan tabel di atas bahwa program pengembangan permukiman perdesaan menjadi sasaran utama gunan meminimalisir pertumbuhan permukiman kumuh di samping pnguatan program pengentasan kawasan permukiman kumuh itu sendiri gunan mendukung gerakan nasional 100-0-100.

7.2. Sektor Penataan Bangunan Dan Lingkungan

  Agenda Nasional di bidang penataan bangunan dan lingkungan, salah satunya adalah program membangun melalui pinggiran, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud

  • – kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda Nasional lainnya adalah Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di Kab/Kota dan tersedianya pedoman harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di Kab/Kota.

  Berdasarkan agenda

  • – agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional bidang PBL dapat dirumuskan sebagai berikut:

  a) Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

  b) PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan; c)

  Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan; d)

  Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

  e) Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan standar pelayanan minimal; f)

  Pelibatan Pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.

  Arahan penataan bangunan dan lingkungan berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi:

  a) Program bangunan dan lingkungan;

  b) Rencana Umum dan Panduan Rancangan;

  c) Rencana Investasi;

  d) Ketentuan pengendalian Rencana;

e) Pedoman pengendalian pelaksanaan.

7.2.1. Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung dan NSPK di Bidang Penataan Bangunan Dan Lingkungan

  Dalam rancangan peraturan daerah tentang bangunan gedung di Kabupateh Buton tengah, beberapa persyaratan menyangkut penataan bangunan dan lingkungan, yaitu:

  a) Bangunan gedung harus diselenggarakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang telah ditetapkan dalam RTRW Kabupaten

  Buton dan/atau RDTR dan/atau RTBL dari lokasi yang bersangkutan.

  b) Pemerintah Daerah memberikan informasi mengenai rencana tata ruang dan tata bangunan dan lingkungan kepada masyarakat secara cuma-cuma.

  c) Informasi berisi keterangan mengenai peruntukan lokasi, intensitas bangunan yang terdiri dari kepadatan bangunan, ketinggian bangunan, dan garis sempadan bangunan.

  d) Bangunan gedung yang dibangun di atas prasarana dan sarana umum, di bawah prasarana dan sarana umum, di bawah atau diatas air, di daerah jaringan transmisi listrik tegangan tinggi, di daerah yang berpotensi bencana alam, dan di kawasan keselamatan operasional penerbangan (KKOP), harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan memperoleh pertimbangan serta persetujuan dari pemerintah daerahdan/atau instansi terkait lainnya.

  e) Dalam hal terjadi perubahan RTRW Kabupaten Buton Tengah dan/atau RDTR dan/atau RTBL yang mengakibatkan perubahan peruntukan lokasi, maka fungsi bangunan gedung yang tidak sesuai dengan peruntukan yang baru harus disesuaikan.

  Dalam pemanfaatan lahan dalam pendirian bangunan gedung didasarkan pada ketentuan penetapan koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien dasar hijau (KDH) dan ketinggian bangunan.

  Penetapan KDB didasarkan pada luas kapling/persil, peruntukan atau fungsi lahan, dan daya dukung lingkungan, dengan ketentuan sebagai berikut:

  1) bangunan gedung fungsi hunian, KDB sebesar 70% (tujuh puluh persen);

  2) bangunan gedung fungsi keagamaan, KDB sebesar 70% (tujuh puluh persen);

  3) bangunan gedung fungsi usaha, KDB sebesar 60% (enam puluh persen);

  4) bangunan gedung fungsi sosial dan budaya, KDB sebesar 60% (enam puluh persen);

  5) bangunan gedung fungsi khusus, KDB sebesar 60% (enam puluh persen);

  6) bangunan gedung lebih dari satu fungsi, KDB sebesar 60% (enam puluh persen). Sedangkan penetapan Koefisien Dasar Hijau (KDH) ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan/resapan air permukaan yang disesuaikan dengan RTRW Kabupaten Buton Tengah atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana setiap bangunan umum apabila ditentukan, ditentukan KDH maksimum 40% (empat puluh persen) dari luas lahan dan apabila tidak ditentukan, maka besarnya KDH minimum adalah 30% (tiga puluh persen). Ketinggian bangunan gedung meliputi ketentuan mengenai JLB dan KLB yang dibedakan dalam KLB tinggi, sedang dan rendah. Dengan persyaratan teknis, yaitu: a)

  Ketinggian bangunan gedung tidak boleh mengganggu lalu lintas penerbangan.

  b) Ketinggian bangunan disesuaikan dengan RTRW Kabupaten Buton atau RDTR atau yang diatur dalam RTBL atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  c) Untuk masing-masing lokasi yang belum dibuat tata ruangnya, ketinggian maksimum bangunan gedung ditetapkan oleh instansi terkait dengan mempertimbangkan lebar jalan, fungsi bangunan, keselamatan bangunan, serta keserasian dengan lingkungannya.

  d) Bangunan gedung dapat dibuat bertingkat ke bawah tanah sepanjang memungkinkan untuk itu dan tidak bertentangan dengan ketentuan perundang undangan.

  e) Ketinggian bangunan deret maksimum 4 (empat) lantai dan selebihnya harus berjarak dengan persil tetangga.

  Selanjutnya, arahan garis sempadan dalam pengaturan mendirikan bangunan gedung, pengaturan garis sempadan bangunan gedung mengacu pada RTRW Kabupaten Buton atau RDTR atau yang diatur dalam RTBL, atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penetapan garis sempadan bangunan didasarkan pada pertimbangan keamanan, kesehatan, kenyamanan dan keserasian dengan lingkungan dan ketinggian bangunan, dengan persyaratan teknis, yaitu: a)

  GSB terluar yang sejajar dengan as jalan (rencana jalan)/tepi sungai/tepi pantai ditentukan berdasarkan lebar jalan/rencana jalan/lebar sungai/kondisi pantai, fungsi jalan dan peruntukan kapling/kawasan. Letak GSB terluar bilamana tidak ditentukan lain adalah separuh dari Daerah Milik Jalan (Damija) dihitung dari tepi jalan/pagar.

  b) Letak GSB terluar untuk daerah pantai, bilamana tidak ditentukan lain adalah 100 (seratus) meter dari garis pasang tertinggi ke arah darat pantai yang bersangkutan.

  c) Untuk lebar sungai yang kurang dari 5 (lima) meter, letak garis sempadan adalah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi jalan/pagar.

  d) Letak GSB terluar pada bagian samping yang berbatasan dengan tetangga bilamana tidak ditentukan lain adalah minimal 2,5 (dua koma lima) meter dari batas kapling atau atas dasar kesepakatan dengan tetangga yang saling berbatasan.

  e) Letak GSB terluar pada bagian belakang yang berbatasan dengan tetangga bilamana tidak ditentukan lain adalah minimal 2,5 (dua koma lima) meter dari batas kapling atau atas dasar kesepakatan dengan tetangga yang saling berbatasan.

  f) Garis sempadan pagar terluar yang berbatasan dengan jalan ditentukan berhimpit dengan batas terluar Ruang Milik Jalan

  (RUMIJA).

  g) Garis pagar di sudut persimpangan jalan ditentukan dengan serongan/lengkungan atas dasar fungsi dan perempatan jalan.

  h) Tinggi pagar yang berbatasan dengan jalan ditentukan paling tinggi

  1,5 (satu koma lima) meter dari permukaan halaman/trotoar dengan bentuk transparan atau tembus pandang. i)

  Garis sempadan jalan masuk ke kapling bilamana tidak ditentukan lain adalah berhimpit dengan batas terluar garis pagar. j)

  Apabila GSB ditetapkan berhimpit dengan garis sempadan pagar, cucuran atap suatu tritis/overstek harus diberi talang dan pipa talang harus disalurkan sampai ke tanah. k)

  Dalam hal garis sempadan bangunan belum ditetapkan, Bupati Buton Tengah dapat menetapkan garis sempadan bangunan sementara dengan berpedoman pada peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi setelah mendengar pertimbangan Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG). Sedangkan pengaturan jarak bebas bangunan, dengan persyaratan teknis, yaitu: a)

  Jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan untuk setiap lokasi harus sesuai dengan peruntukannya.

  b) Setiap bangunan gedung yang dibangun tidak boleh melanggar ketentuan minimal jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Buton Tengah atau RDTR atau yang diatur dalam RTBL.

  c) Ketentuan jarak bebas bangunan gedung ditetapkan dalam bentuk:

   garis sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi sungai, tepi pantai, dan/atau jaringan listrik tegangan tinggi, dengan mempertimbangkan aspek keselamatan dan kesehatan;  jarak antara bangunan gedung dengan batas persil, jarak antar bangunan, dan jarak antara as jalan dengan pagar halaman yang diberlakukan per kapling/per persil dan/atau per kawasan pada lokasi bersangkutan dengan mempertimbangkan aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.

   Setiap bangunan hunian jarak antar massa/blok bangunan satu lantai yang satu dengan yang lainnya dalam satu kapling atau antara kapling minimum adalah 4 (empat) meter.

   Setiap bangunan umum harus mempunyai jarak massa/blok bangunan dengan bangunan sekitarnya sekurang-kurangnya 6 (enam) meter dan 3 (tiga) meter dengan batas kapling.

   Penetapan jarak bebas bangunan gedung atau bagian bangunan gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah didasarkan pada pertimbangan keberadaan atau rencana jaringan pembangunan utilitas umum.

  NSPK lainnya berkenaan adalah dengan izin mendirikan bangunan. Setiap orang atau badan wajib mengajukan permohonan

  IMB kepada Bupati untuk melakukan kegiatan: