BAB VII RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA 7.1. Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman 7.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan - DOCRPIJM 60b29fce1d BAB VIIBab 7.Rencana Pembangunan

BAB VII RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA

7.1. Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman

  7.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

  Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain: a.

  Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

  b.

  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

  c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

  d.

  Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

  e.

  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

  7.1.2.Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

  Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini yang dapat dilihat pada Tabel 7.1.

Tabel 7.1. Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Kabupaten

  Bulungan

  No Isu-isu Strategis Keterangan

  1. Meningkatnya penguasaan lahan a.

  Meluasnya lahan tidur di daerah sekitar berskala besar oleh banyak kawasan perkotaan (hinterland). pihak yang tidak disertai dengan b.

  Maraknya spekulasi lahan. kemampuan untuk membangun

  2. Belum terorganisasikannya a.

  Penyelenggaraan pembangunan

dengan baik perencanaan dan perumahan dan permukiman yang belum

pemprograman perumahan dan menjadi prioritas utama bagi Pemerintah

permukiman b.

  Daerah, karena berbagai sebab dan keterbatasan(Dinas/Instansi) yang memiliki kewenangan dalam menangani perumahan dan permukiman masih terbatas jumlah dan ruang gerak / aktifitasnya.

  c.

  Belum tertampungnya aspirasi dan kepentingan masyarakat yang memerlukan rumah, termasuk hak untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan.

  d.

  Penyediaan lahan/tanah, prasarana dan sarana, teknologi, bahan bangunan, konstruksi, pembiayaan dan kelembagaan yang masih memerlukan pengaturan yang dapat mengakomodasikan muatan dan kapasitas lokal.

  3. Belum terselesaikannya masalah Desa menjadi kurang menarik dan dianggap ketidak-seimbangan tidak cukup prospektif untuk dihuni, sedangkan pembangunan kota semakin padat dan tidak nyaman untuk desa-kota (dikotomi kota-desa) dihuni. yang telah menumbuhkan berbagai kesenjangan sosio-ekonomi

  4. Marak dan berkembangnya (kesenjangan pendapatan, menajamkan strata masalah sosial kemasyarakatan antar kelompok dalam masyarakat, urban di daerah ketidaknyamanan bertempat tinggal, crime

  Perkotaan , dan lainnya

  5. Kekurang-siapan dalam Kawasan kumuh tumbuh sejalan dengan

mengantisipasi kecepatan dan berkembangnya pusat-pusat kegiatan ekonomi

dinamika pertumbuhan fisik dan fungsional kawasan perkotaan

  Sumber : Dokumen RP3KP Kab. Bulungan

  Kondisi eksisting pengembangan permukiman menggambarkan kondisi jumlah perumahan secara umum baik itu yang layak huni maupun yang tidak layak huni. Tidak adanya data terkait dengan jumlah perumahan yang ada pada Kabupaten Bulungan saat ini, maka diasumsikan bahwa setiap Kartu Keluarga (KK) memiliki satu rumah. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa kondisi rumah yang ada berdasarkan indeks kemiskinan per KK. Keluarga dengan kategori menengah keatas atau tidak termasuk kategori miskin diasumsikan memiliki rumah yang layak huni.

  Jumlah KK pada tahun 2014 berdasarkan Kabupaten Bulungan Dalam Housing Stock pada tahun 2014

  Angka adalah 42.400. Dengan demikian, maka dapat diasumsikan berjumlah 42.400 unit rumah (1 KK diasumsikan memiliki 1 rumah). rumah tidak layak huni yang ada pada saat ini. Terbatasnya data rumah tidak layak huni sehingga sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa kondisi rumah dilihat berdasarkan indeks kemiskinan. Semakin miskin orang tersebut maka semakin tidak layak rumah tersebut untuk ditempati. Dengan demikian rumah layak huni dan tidak layak huni dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah KK tidak miskin dan miskin. Persentase jumlah penduduk miskin per KK dapat diasumsikan sebagai rumah penduduk yang tidak layak huni. maka dapat dihitung

  Untuk mengetahui jumlah rumah tidak layak huni jumlah kebutuhan rumah yang seharusnya ada pada saat ini dan pada 20 tahun kedepan. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2014 berdasarkan Kabupaten Bulungan Dalam Angka adalah 14.468 jiwa. Dengan asumsi jumlah penduduk per KK yaitu 4 jiwa per KK, maka jumlah KK miskin di Kabupaten Bulungan adalah berjumlah 3.617 KK. Sehingga jumlah rumah tidak layak huni yaitu sekitar 3.617 KK.

  Sedangkan Jumlah rumah layak huni adalah jumlah rumah yang ada pada saat ini dikurangi dengan jumlah rumah yang tidak layak huni. Kebutuhan rumah tidak hanya melihat jumlah rumah yang ada saja. Akan tetapi, jumlah rumah tidak layak huni merupakan pertimbangan yang harus diganti agar setiap KK menempati rumah yang layak huni. Kategori jumlah KK seperti yang telah dibahas di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah rumah layak huni

  Maka perhitungan jumlah rumah layak huni saat ini adalah 38.783 unit rumah.

pada tahun 2034 adalah dengan melihat kekurangan dari kebutuhan total saat ini

ditambah dengan kebutuhan berdasarkan proyeksi jumlah KK pada tahun 2034

  .

Tabel 7.2. Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Walikota/

  Bupati/peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman

  NO Perda/Pergub/Perwal/Perbup/Peraturan lainnya Amanat Kebijakan Daerah Jenis Produk Pengaturan No. /Tahun Perihal

  1. Keputusan Menteri Negara Perumahan dan Permukiman

  09/KPTS/M/IX/ 1999 tentang Pedoman Penyusunan Rencana I-31 Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah

(RP4D)

  2. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Lampiran D bahwa Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota bertugas menyusun RP4D Provinsi, Kabupaten, Kota Provinsi, Kabupaten/

  Kota

  3. PP tentang No. 15 Tahun 2010 Penyelenggaraan Penataan Ruang, Penjelasan Pasal 97 Ayat (1) Huruf f tentang Rencana

Sektor

  4. Undang- undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

  a. Pasal 14 Tugas Pemerintah Provinsi huruf e, menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman (RP3KP) lintas kabupaten/kota b. Pasal 15 Tugas Pemerintah Kabupaten/Kota huruf

  e, menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan Kawasan permukiman (RP3KP) di tingkat kabupaten/kota.

  Sumber : Dokumen RP3KP Kab. Bulungan

  Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan Kabupaten Bulungan yang pesat menyebabkan permasalahan kebutuhan akan perumahan juga meningkat. Namun, ada beberapa permasalahan yang menjadi perhatian di sektor permukiman di Kabupaten Bulungan. Diantaranya adalah : a.

  Kesenjangan kualitas lingkungan perumahan permukiman Kesenjangan Kualitas lingkungan perumahan dan permukiman ini terjadi antara permukiman yang berada di perdesaan dan permukiman di perkotaan.

  Dimana kondisi permukiman perkotaan yang ada di Kabupaten bulungan memiliki kualitas yang baik dibandingkan dengan permukiman yang ada di pedesaan. Selain itu, masih adanya kawasan kumuh di perkotaan yang membuat kondisi lingkungan menjadi kurang tertata dan tidak sehat.

  b.

  Belum memadainya jangkauan pelayanan PSU di beberapa kecamatan Di Kabupaten Bulungan masih ada beberapa kecamatan seperti Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kecamatan Peso dan Kecamatan Sekatak yang belum terlayani oleh sarana dan prasarana permukiman yang memadai terutama listrik dan air bersih. Dimana listrik yang mengaliri kecamatan tersebut belum 24 jam. Listrik tersebut hidup hanya 12 jam, dari jam 6 Sore - Jam 6 pagi. Kemudian air bersih yang ada terkendala permasalahan operasional padahal sarana dan prasaranan yang ada sudah dibangun.

  c. Pelanggaran aturan teknis tata bangunan perumahan, khususnya di kawasan permukiman perkotaan; Selain dari kondisi fisik dan lingkungan permukiman yang kurang memadai, permasalahan lainnya yaitu masih banyaknya pelanggaran teknis tata bangunan perumahan khususnya di kawasan permukiman perkotaan. Dimana bangunan yang dibangun tidak sesuai dengan peraturan yang ada dan tidak memperhatikan peruntukan lahan yang telah di atur dalam RTRW Kabupaten Bulungan.

7.1.3.Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

  Perhitungan analisis kebutuhan rumah penduduk pada tahun 2034 yakni dengan melihat jumlah rumah tidak layak huni pada saat ini dan melihat proyeksi jumlah penduduk pada tahun 2034. Dengan demikian, akan terlihat berapa kebutuhan rumah yang dibutuhkan Kabupaten Bulungan pada tahun 2034. Berdasarkan proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Bulungan tahun 2034 dengan menggunakan data proyeksi penduduk BPS Kabupaten Bulungan, proyeksi jumlah penduduk pada tahun 2034 berjumlah 204.490 jiwa. Dengan asumsi 4 jiwa per 1 KK maka jumlah KK Kabupaten Bulungan pada tahun 2034 yakni berjumlah 51.123 KK.

  Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Rencana perkotaan (kawasan permukiman padat), di Kabupaten Bulungan diarahkan pada pengembangan permukiman perkotaan kota yang dapat memenuhi kebutuhan lingkungan hunian yang serasi dan selaras. Kawasan permukiman kota mencakup wilayah pengembangan kota (untuk ibukota kabupaten dan IKK baik yang telah mempunyai RDTRK maupun belum).

  Kebijaksanaan pemanfaatan ruangnya didasarkan pada tujuan mengembangkan kawasan permukiman kota sebagai tempat pemusatan penduduk, beserta pengembangan sarana-prasarana penunjangnya yang meliputi : penataan ruang kota yang mencakup penyusunan dan peninjauan kembali (evaluasi, revisi) rencana tata ruang kota Rencana pengembangan permukiman perkotaan di Kabupaten Bulungan akan diarahkan pada

  dan pusat-pusat perkotaan akan

  permukiman perkotaan Tanjung Selor (PKW),

  

dikembangkan agar mampu menjadi simpul pemacu perkembangan bagi wilayah

sekitarnya, yaitu Gunung Putih dan Tanjung Palas (PKL), Tanah Kuning (PKL),

Salimbatu (PKL), Karang Agung (PKL), Sekatak Buji (PKL), dan Bunyu (PKL).

Rencana perkotaan dalam rencana pola ruang seluas 8.887 Ha.

  Sedangkan Rencana permukiman pedesaan (kawasan permukiman dengan

kepadatan rendah) adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani

  

kegiatan skala antar desa daerah pertanian/ladang, daya dukung lingkungan

rendah, dan permukiman hunian maksimum 50 persen. Kawasan ini mencakup

perkampungan yang ada dan arahan bagi perluasannya Kebijaksanaan

.

pemanfaatan ruangnya didasarkan pada tujuan untuk mengembangkan kawasan

permukiman yang terkait dengan kegiatan budidaya pertanian, yang meliputi

pengembangan desa-desa pusat pertumbuhan. Rencana permukiman pedesaan

dalam rencana pola ruang seluas 22 951 Ha

  .

7.2. Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

7.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

  Perkembangan Kabupaten Bulungan dengan ibu kota Tanjung Selor sangat mengalami perkembangan yang cukup pesat baik dari segi aspek kehidupan (non fisik) maupun aspek infrastrukturnya. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan tersebut adalah penetapan ibu kota Kalimantan Utara, sehingga kedepannya perlu adanya arahan dalam kebijakan khusunya dalam arah tata ruang dan bangunan secara menyeluruh.

  Dalam arahan rencana tata ruang dan bangunan Kabupaten Bulungan khusunya kota Tanjung Selor adalah bagaimana memberikan arahan tata ruang pada kawasan tersebut sehingga diperlukannya perangkat yang dapat mengendalikan dan memberikan panduan agar kedepannya perkembangan seperti peningkatan jumlah dan sebaran penduduk, kebutuhan sarana dan perasarana kota, penyediaan ruang terbuka publik dan sebagainya dapat dikendalikan dan diarahkan menjadi optimal dan berkesinambungan. Rencana tata ruang dan bangunan Kabupaten Bulungan merupakan acuan dari beberapa subtansi seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bulungan, Rencana Bangunan Wilayah Kota (RBWK) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Tanjung Selor, sehingga kedepannya dapat bersenergi dan menjadi landasan utama dalam pembentukan Rencana Tata Ruang dan Bangunan Kabupaten Bulungan dan dapat menjadi arah pengembanganan

  Master Plan dan kedepannya akan menjadi Detail Engineering kedapan sebagai Design (DED) Kabupaten Bulungan khusunya pada Kota Tanjung Selor. Dalam master plan area tepi sungai lingkup kegiatan rencana tersebut ialah penataan riverfront), aturan legal tata bangunan dan ruang lingkup dari aspek lagal lain ( yang dianggap terkait dengan penataan koridor penyusunan Rencana Tata Ruang dan Bangunan Kabupaten Bulungan.

7.2.2.Isu Strategis, Tantangan, Kondisi Eksisting dan Permasalahan

  Pemerintahan Kabupaten Bulungan dalam hal ini yang menjadi isu strategis menurut instansi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bulungan ialah merencanakan penataan terhadap bangunan dan lingkungan di sepanjang koridor tepi sungai yang memiliki tingkat singnifikan cukup tinggi dalam membentuk citra kota, koridor perencanaan tersebut berada di Kota Tanjung Selor yakni pada daerah Jl. Jendral Sudirman, Jl. Katamso dan Jl. Sabanar Lama.

  Menurut data (Badan Pusat Statistik, 2016) jumlah penduduk pada tahun 2015 Kota Tanjung Selor terdapat 28.394 jiwa, jika disandingkan pada tahun 2011 menunjukan jumlah penduduk sebanyak 27.755 jiwa, atau mengalami kenaikan sebesar 1,02 % selama kurang lebih 3 tahun, jumlah tersebut menunjukan angka yang lebih kecil dari angka proyeksi pertumbuhan penduduk rata - rata sebesar 5,5 % pertahun, selain itu selain jumlah penduduk tingkat kepadatan penduduk mengalami penurunann yang cukup signifikan selama periode 2011 sampai dengan 2015 yaitu sebesar 51,32 jiwa/km2 atau 2,78 % dari jumlah luas wilayah yang ada sehingga kedepannya menjadi tantangan kedepan bagaimana pemerintah khususnya Kabupaten Bulungan perlunya evaluasi dalam menentukan arah kebijakan pembangunan terutama yang terkait dengan

  Pemenuhan tata ruang kota yang cendrung berjalan lebih lambat dari target yang sudah direncanakan sehingga kedepannya arah pengembangan kota dapat tetap bersinergis dengan kebutuhan pengembangan.

  Melihat kondisi eksisting yang terjadi tidak dapat dipungkiri bahwa bentuk pemenuhan kebutuhan bagi warga setempat khsusnya Ibu Kota Tanjung Selor masih sangat terbatas melihat dari pertumbuhan ekonomi yang masih didominasi oleh sektor jasa dan perdagangan, dimana koridor utama komersial masih sangat mudah diindetifikasi di sepanjang pesisir barat Kota Tanjung Selor, apabila dikalsifikasi berdasarkan kontribusinya pada Kabupaten Bulungan, sektor jasa dan perdagangan menyumbang lebih dari 38,34 % atau Rp 2.319,86 Miliyar dari tahun 2011 sampai dengan 2015.

  Hal ini menjadi masalah terutama pada kekahawatiran akan tidak sejalanya arah pengembangan dengan kondisi di lapangan yang cendrung lebih mengutamakan sektor jasa dan perdagangan yang berbeda dengan rencana Kota Tanjung Selor ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Kabupaten Bulungan, dimana berupa kawasan perkotaan yang mempunyai fungsi simpul kegiatan ekspor impor yang mendukung pusat kegiatan industri jasa yang melayani beberapa provinsi dan kabupaten. Posisi PKW Kabupaten Bulungan ialah Ibu Kota Tanjung Selor yang terintegrasi dengan PKW sekitanya seperti PKW Tanjung Redeb dan PKW Malinau. Selain itu PKW tersebut memiliki posisi pendukung kegiatan yang ada di PKN (Pusat Kegiatan Nasional) Yaitu Kota Tarakan dan PKSN (Pusat Kegiatan Strategis Nasional) Yakini Kabupaten Nunukan.

7.1.3.Analisis Kebutuhan Rencana Tata Ruang Dan Bangunan

  Melihat analisis kebutuhan Rencana Tata Ruang dan Bangunan dapat diindentifikasi pada kondisi sekitar koridor yang ada pada Kota Tanjung Selor yang terbagi menjadi beberapa komponen yaitu : a.

  Tata Guna Lahan Bentuk arahan tata guna lahan terutama pada daerah Jl. Jendral Sudirman

  • Katamso - Sabanar Lama berdasarkan Draft RDTR (BAPPEDA, 2012) menunjukan domininasi 2 peruntukan utama yakni Rumah Kepadatan Rendah dan Ruang Terbuka Hijau

  b. Intensitas dan Kepadatan Bangunan Arahan kepadatan di Kota Tanjung Selor dikalsifikasikan menjadi 3 kelas

  2

  dengan rentan antara 9 - 57 jiwa/km . Dari dokumen draft RDTR

  (BAPEDDA, 2012) diperoleh informasi di wilayah administrasi Keluarahan Tanjung Selor Hulu pada ruas Jl. Jend. Sudirman cenderung memiliki tingkat kepadatan yang lebih rendah dari ruas jalan lainnya, dengan

  2

  besaran kepadatan sekitar 25 - 42 jiwa/km , koridor ini merupakan potensi aktivitas warga yang paling tinggi dibanding pada ruas wilayah lainya. Pada koridor Jl. Sabanar lama dan Jl. Katamso merupakan wilayah Kelurahan Tanjung Selor Hilir yang memiliki besaran kepadatan mencapai 42 - 57

  2

  jiwa/km , sedangkan pada tahun 2015 (BPS, 2015) tingkat kepadatan area

  2 Tanjung Selor Hilir sudah mencapai 69 jiwa/km atau meningkat 12

  2

  2

  jiwa/km dan wilayah Tanjung Selor Hulu sebesar 21,15 jiwa/km . Hal ini menunjukan terjadi pertumbuhan yang kurang sesuai dengan daya tampung kawasan atau wilayah yang telah di visikan sebelumnya.

  3. Ruang Terbuka dan Tata Hijau

  • – Katamso - Sabanar Lama Pengambangan koridor Jl. Sudirman merupakan koridor yang merupakan koridor pencitraan kota. Beberapa lokasi Ruang Terbuka dan Tata Hijau yakni pada Tepian Sungai Kayan dan Alun-alun Kota, kedua lokasi tersebut berdekatan dengan Koridor Perencanaan inilah yang memiliki nilai signifikan lebih tinggi bagi pemenuhan kebutuhan ruang luar warga kota Tanjung Selor, berdasarkan ketentuan RDTR (Bappeda, 2012) arahan pembentukan taman dikatagorikan sebagai berikut :

  2

  (a) Taman lingkungan untuk 250 penduduk dengan luas 250 m

  (b) Taman rekreasi dan olah raga untuk 2500 penduduk dengan luas

  2

  1.250 m (c)

  Taman kelurahan untuk 20.000-30.000 jiwa dengan luas lahan 9.000

  2

  m

  2

  (d) Taman kota/regional untuk > 120.000 jiwa dan luas lahan 24.000 m

  4. Sistem Utilitas dan Drainase Perencanaan jaringan utilitas yang sudah ada, terstruktur dengan mengikuti alur jaringan jalan raya yang dalam perencanaannya juga akan beiringan dengan jalan yang baru. Pembangunan tanggul di sempanjang Jl. Sudirman-Katamso-Sabanar Lama merupakan bentuk dalam mengatasi terjadi abrasi yang ditimbulkan oleh meluapnya Sungai Kayan dan mencegah genangan air ke koridor jalan. Mengingat seluruh jaringan drainase eksisiting bermuara pada sisi jalan tersebut maka perencanaan kemiringan jalur jaringan jalan raya, besaran riol/selokan dan area resapan pada area taman harus diarahkan untuk mempercepat air mengalir dari ruas jalan. Kondisi tanah yang jenuh (rawa) menyebabkan air sulit meresap, sehingga potensi genangan bisa bertahan lama. Berdasarkan indetifikasi dalam RDTR Kota Tanjung Selor, seluruh koridor perencanaan memiliki potensi tergenang air.

  5. Node Penanda Kawasan dan Signage Node Penanda Kawasan merupakan orentasi dari masing-masing koridor terhadap sebuah lokasi maupun titik persimpangan. Koridor perencanaan secara umum telah meiliki elemen-elemen yang telah mencakup mengenai node orentasi serta hierarki dari setiap fungsi yang ada. Dalam pembentukannya merupakan indentitas yang kuat dalam memberikan informasi mengenai setiap koridor jalan agar membetuk citra yang kuat.

  Ada beberapa node penanda koridor yang dapat di temukan antara lain; 1) Tugu Cinta Damai ; 2) Kuliner Tepi Kayan ; 3) Tugu „Tanjung Selor‟, 4) Pujasera Sudirman dan 5) Pelabuhan Penumpang „Kapal Speed‟. Aspek lainnya yang dapat me mperkuat dalam pembentukan „wajah jalan‟ adalah keberadaan reklame, elemen jalan, tata informasi, baliho, umbul-umbul maupun spanduk yang penepatannya cendrung mengganggu visual koridor maupun maupun menghalangi penggunaan jalan. Signage disepanjang koridor perencanaan dapat dikalsifikasi menjadi : 1. Penepatan media promosi, seperti baliho, umbul-umbul dan spanduk, perlu diarahkan agar tidak menggangu kualitas koridor ; 2. Penggunaan papan nama sebagai informasi publik yang dilengkapi dengan indentitas lokal, untuk menunjukan kakter budaya lokal.

7.3. Sektor Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)

7.3.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

  Penyelenggaraan pelayanan air minum merupakan tanggung jawab pemerintah daerah sesuai dengan kebijakan otonomi daerah yang diterapkan. Namun, pemerintah pusat dapat mendukung pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik terutama pelayanan penyediaan air minum sehingga tujuan yang terdapat dalam Undang-undang No. 7 Tahun 2004 dapat tercapai yaitu terciptanya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga terjangkau, tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa pelayanan, serta meningkatnya efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.

  Regulasi terhadap pengembangan sistem penyediaan air minum pada prinsipnya adalah bertujuan untuk terciptanya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas, berkuantitas dan berkontinuitas kepada publik dengan harga yang terjangkau, tercapainya kepentingan yang seimbang antara masyarakat konsumen air minum dan tercapainya kepentingan yang seimbang antara masyarakat konsumen air minum dan penyedia jasa pelayanan air minum serta meningkatkan efisiensi dan cakupan pelayanan air minum sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

  Proses penyusunan rencana induk pengembangan sistem penyediaan air minum (RI SPAM) dalam upaya pengembangan SPAM merupakan tahapan paling awal dari penyelenggaraan SPAM yang harus dilaksanakan dan disusun dengan benar sesuai dengan panduan, tata cara ataupun pedoman pada Lampiran I dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 18/PRT/M/2007 Tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

  Sebagaimana tercantum di dalam Rencana Pembangunana Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bulungan Tahun 2005-2025, arah kebijakan terkait dengan penyediaan air bersih/air minum antara lain:

  Pembangunan prasarana dan sarana air bersih yang berkualitas secara merata di semua wilayah dengan harga yang terjangkau.

  1. Peningkatan kapasitas produksi guna pemenuhan kebutuhan air bersih di perkotaan dan pedesaan yang memenuhi syarat kesehatan, sekaligus menyangkut kuantitas dan kontinyuitasnya.

2. Inventarisasi sumber-sumber air baku di pedesaan untuk penyediaan air bersih masyarakat.

  Sejauh ini penyelenggaraan SPAM di Kabupaten Bulungan masih jauh dari target cakupan pelayanan sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah. Hal ini karena kondisi geografis yang luas dengan wilayah yang sulit dijangkau dengan sistem perpipaan, kendala SDM dan lembaga pengelola serta keterbatasan listrik sebagai sumber penggerak unit instalasi SPAM. Namun demikian Kabupaten Bulungan memiliki potensi air baku yang melimpah dengan banyaknya sungai dan anak sungai yang memiliki debit air yang mencukupi dan melintasi hampir seluruh wilayah yang ada.

  Guna merealisasikan arah kebijakan di atas serta berbagai kendala yang masih melingkupi maka dibutuhkan adanya penyusunan Rencana Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) Kabupaten Bulungan yang diharapkan dapat menjadi acuan dalam tahapan rencana pengembangan SPAM jangka panjang (2015-2034) di wilayah Kabupaten Bulungan sehingga ketercapaian cakupan pelayanan air bersih/air minum dapat segera dipenuhi.

7.3.2.Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

  Dalam isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya dalam mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu- isu strategis tersebut adalah : a.

  Peningkatan Akses Aman Air Minum.

  b.

  Pengembangan Pendanaan.

  c. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan. d.

  Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan.

  e.

  Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum.

  f. Rencana Pengamanan Air Minum.

  g.

  Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat; dan Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi.

  Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM diperlukan pembahasan yang dan perhatikan terkait dengan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum di kabupaten/kota secara umum adalah Kondisi wilayah Kabupaten Bulungan yang luas dengan kondisi permukiman di pedesaan yang berbeda-beda baik dari sisi kepadatan penduduk maupun jarak antar desa menjadikan kondisi cakupan pelayanan air minum dengan sistem perpipaan di tiap kecamatan memiliki perbedaan yang cukup tinggi. Hal ini bisa terlihat dari Tabel 7.3.

Tabel 7.3. Jumlah Sambungan Perpipaan PDAM pada Tiap Kecamatan di

  Kabupaten Bulungan

  Jumlah Jumlah Cakupan Kecamatan Desa Sistem SPAM SR per Penduduk Layanan kec.

  Tanjung Tanjung Palas Hulu Perpipaan PDAM Palas Tanjung Palas Perpipaan PDAM Tengah Tanjung Palas Hilir Perpipaan PDAM Karang Anyar Perpipaan PDAM

  1.116 17.643 37,95% Gunung Putih Perpipaan PDAM Pejalin Perpipaan Non PDAM Antutan Perpipaan Non PDAM Teras Nawang Teras Baru

  Tanjung Long Beluah Perpipaan Non PDAM Palas Barat Long Sam Perpipaan Non PDAM Mara I Perpipaan Non PDAM 730 7.907 55,39% Mara Hilir Perpipaan Non PDAM Long Pari Perpipaan Non PDAM

  Tanjung Karang Agung Perpipaan Non PDAM Palas Utara Pimping Perpipaan Non PDAM Panca Agung Perpipaan Non PDAM

  590 11.818 29,95% Ruhui Rahayu Perpipaan Non PDAM Ardi Mulyo Perpipaan Non PDAM Kelubir

  Tanjung Tanah Kuning Perpipaan Non PDAM 1.441 14.791 58,45% Palas Timur Mangkupadi Perpipaan Non PDAM

  Sajau Perpipaan Non PDAM Wono Mulyo Tanjung Agung Perpipaan Non PDAM Binai Perpipaan Non PDAM Pura Sajau Perpipaan Non PDAM Sajau Hilir

  Tanjung Selor Tanjung Selor Hulu Perpipaan PDAM 5.585 57.160 58,62% Tanjung Selor Hilir Perpipaan PDAM Tanjung Selor Timur Perpipaan PDAM Jelarai Selor Perpipaan PDAM Gunung Seriang Bumi Rahayu Perpipaan PDAM Gunung Sari (Blok A) Perpipaan PDAM Apung Tengkapak Perpipaan PDAM

  Tanjung Palas Tengah Salim Batu Perpipaan PDAM 546 10.901 30,05% Silva Rahayu Perpipaan Non PDAM Tanjung Buka Peso Lepak Aru Perpipaan Non PDAM

  655 4.652 84,48% Long Lasan Perpipaan Non PDAM Long Peso Perpipaan Non PDAM Long Bia Perpipaan Non PDAM Muara Pengean Perpipaan Non PDAM Long Lian Long Yin Perpipaan Non PDAM Long Lejuh Perpipaan Non PDAM Long Pelban Perpipaan Non PDAM Long Buang Perpipaan Non PDAM

  Peso Hilir Long Tungu Perpipaan Non PDAM 700 4.474 93,88% Long Bang Perpipaan Non PDAM Long Telenjau Perpipaan Non PDAM Naha Aya Perpipaan Non PDAM Long Lembu Perpipaan Non PDAM Long Bang Hulu Perpipaan Non PDAM Sekatak Sekatak Buji Perpipaan Non PDAM

  1.555 11.597 80,45% Paru Abang Perpipaan Non PDAM Bunau Perpipaan Non PDAM Ujang Perpipaan Non PDAM Tenggiling Perpipaan Non PDAM Kelembunan Perpipaan Non PDAM Turung Perpipaan Non PDAM Terindak Perpipaan Non PDAM Kelising Perpipaan Non PDAM Ambalat Perpipaan Non PDAM Keriting Perpipaan Non PDAM Kendari Perpipaan Non PDAM Bambang Perpipaan Non PDAM Maritam Perpipaan Non PDAM Pentian Perpipaan Non PDAM Punan Dulau Perpipaan Non PDAM Kelincawan Perpipaan Non PDAM Bekeliu Perpipaan Non PDAM Sekatak Bengara Perpipaan Non PDAM Pungit Perpipaan Non PDAM Anjar Arip Perpipaan Non PDAM Liagu Perpipaan Non PDAM

  Bunyu Bunyu Barat Perpipaan PDAM Bunyu Selatan 449 13.991 19,26% Bunyu Timur

  13.367 154.934 51,77% Sumber : Dokumen RISPAM Kab. Bulungan

  Melihat tabel di atas terlihat kondisi cakupan layanan jaringan perpipaan SPAM baik PDAM maupun Non PDAM di tiap-tiap kecamatan cukup beragam. Jika menggunakan angka cakupan pelayanan (berdasar jumlah SR) sebagaimana ditargetkan ditargetkan di dalam RPJM Nasional di tahun 2015 sebesar 68,87 %. Maka dari 10 kecamatan yang ada di Kabupaten Bulungan, baru 3 kecamatan yang dapat memenuhi yaitu Kecamatan Sekatak, Peso dan Peso Hilir. Beberapa kecamatan yang hampir memenuhi target angka nasional adalah Kecamatan Tanjung Selor, Tanjung Palas Timur dan Tanjung Palas Barat.

  Dalam Permasalan Rencana Induk SPAM ialah salah satu hasil penting pelaksanaan Pertemuan Konsultas Masyarakat (PKM) dalam rangka penyusunan Rencana Induk SPAM Kabupaten Bulungan ini adalah adanya wacana/usulan untuk membentuk lembaga pengelola SPAM tingkat desa. Usulan muncul didasarkan pada pemikiran perlunya upaya pendayagunaan beberapa instalasi SPAM yang telah dibangun namun dalam kondisi terbengkalai karena tidak/belum dapat dioperasikan. Di wilayah Kabupaten Bulungan terdapat 33

  IKK dan SPAM Desa yang dibangun oleh Dinas PU (30 unit) dan PNPM Mandiri (3 unit). Sarana fisik penyedia air bersih/minum ini sebagian besar tidak/belum dikelola dengan baik, sehingga banyak mengalami kerusakan akibat pelaksanaan OP yang sangat minim atau bahkan tidak ada sama sekali. Dari 33 unit IKK/SPAMDesa tersebut hanya 2 unit yang dikelola oleh Dinas PU dan 9 unit dikelola oleh LKMD/Desa. Oleh karena keinginan warga untuk mendapatkan air bersih/air minum cukup tinggi, maka keberadaan lembaga pengelola IKK/SPAM Desa dipandang cukup prospektif untuk meningkatkan cakupan layanan dari sarana penyedia air bersih tersebut.

  Tantangan dalam rencana Induk SPAM merupakan pembentukan lembaga pengelola IKK/SPAM tingkat desa yang diusulkan adalah dengan Community Developent) yang juga pendekatan pengembangan masyarakat ( memuat upaya peningkatan kapasitas agar masyarakat lebih teredukasi ( Community Education). Untuk menerapkan konsep ini diperlukan kegiatan yang relevan mencakup hal-hal berikut : a.

  Peningkatan kesadaran (awareness), tentang betapa vitalnya air dalam kehidupan terutama terkait dengan kelangsungan hidup dan matapencaharian. Lebih lanjut peningkatan kesadaran terhadap air dapat membangun persepsi yang lebih tepat tentang fungsi air dalam kehidupan, sehingga menumbuhkan sikap dan perhatian yang memadai terhadap usaha konservasi air serta penggunaan air secara bijak.

  b.

  Penumbuhan keinginan (willingness) untuk melakukan perubahan perilaku dalam kehidupan sehari-hari agar lebih harmonis dengan lingkungannya.

  Dalam bentuk konsensus diharapkan muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang mengelola air untuk mencukupi segala kebutuhannya, berdasar rasa adil bagi masyarakat maupun bagi generasi penerusnya. knowledge) dan ketrampilan (soft skill) untuk

  c. Penguasaan pengetahuan ( meningkatkan kemampuan dalam melakukan pengelolaan air bersih/air minum untuk menunjang kegiatan mata pencaharian dan kegiatan yang lain yang memberikan nilai manfaat ekonomi.

  d.

  Peningkatan kemampuan kolektif dalam menetapkan kebijakan dan tindakan untuk penyelesaian masalah baik yang bersifat fisik/teknis maupun non-teknis, serta mengoptimalkan pendayagunaan asset fisik SPAM. Dalam hal ini terwujud sebagai bentuk berdirinya suatu organisasi pengelolaan air bersih yang sehat dan berperan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

  

7.3.3. Analisis Kebutuhan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air

Minum

  Untuk dapat melaksanakan keempat kegiatan kunci tersebut diperlukan terobosan yang berupa langkah strategis melalui pembentukan Pengelolaan Air Minum Desa (PAMDes), yang dapat disinergikan sebagai penunjang pengembangan agroindustri yang berupa ketersediaan air bersih. Dari pengalaman PAMDes sebagai leading sector atau institusi pioneer telah mampu berperan sebagai pemicu gerakan budidaya skala pedesaan yang berkembang menjadi kegiatan agroindustri. Dengan PAMDes terbentuk di desa maka faktor air bersih, sebagai unsur penting dalam budidaya produksi agroindustri, akan tersedia secara teratur. Aktifitas PAMDes diharapkan akan berdampak terciptanya banyak peluang usaha yang mampu menggerakkan perekonomian rakyat setempat yang berarti ikut menanggulangi masalah kemiskinan yang mungkin terjadi. Lebih lanjut PAMDes akan menjadi embrio dari berdirinya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai lembaga strategis skala desa yang dapat berperan sebagai penggerak tumbuhnya ekonomi kerakyatan di wilayah pedesaan.

  Di wilayah Kecamatan Peso terdapat sebuah SPAM IKK (yaitu SPAM IKK Peso), dan 6 buah SPAM Desa (Desa Long Yin, Long Peleban, Long Buang, Long Leju, Long Lasan, dan Lepak Aru). Total jumlah sambungan yang ada saat ini (2014) di wilayah Kecamatan Peso adalah sebanyak 655 dengan kapasitas total terpasang sebesar 8,50 L/det, sedangkan total jumlah penduduk adalah sebanyak 4.652 jiwa. Dengan mengasumsikan setiap sambungan melayani 6 jiwa maka sambungan tersebut dapat melayani sebanyak 3.930 jiwa atau sekitar mempunyai cakupan pelayanan sebesar 84,48%. Sedangkan Kebutuhan reservoir menyesuaikan dengan tipe atau sistim SPAM yang ada di wilayah Kecamatan Peso, namun biasanya hanya terdiri dari kolam filtrasi dan langsung didistribusi dengan demikian untuk kedepannya sebaiknya perlu disediakan reservoir yang memadai. Ukuran reservoir dapat ditentukan kurang lebih untuk pemenuhan 1 L/detik diperlukan 15 m3 reservoir.

7.4. Sektor Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP)

7.4.1.Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

  Dalam rangka mengatasi permasalahan dan tantangan sanitasi permukiman, utamanya yang disebabkan masih adanya masyarakat yang melakukan BAB di sembarang tempat (BABS), masih belum optimalnya pengelolaan dan pemanfaatan sampah, semakin luasnya genangan di sejumlah daerah, serta adanya kecenderungan semakin merosotnya kualitas kesehatan dan lingkungan pemukiman yang penduduknya padat dan miskin.

  Ketersediaan prasarana lingkungan sanitasi yang standar merupakan kebutuhan mutlak dan hak bagi setiap warganegara agar tersedia dan terpenuhi dalam sistem kehidupan sosial kemasyarakatan. Akan tetapi pada kenyataannya kondisi dan sistem sanitasi secara faktual, khususnya di Kabupaten Bulungan masih sangat diperlukan pembenahan dan perencanaan serta dukungan yang simultan dan komprehensif oleh semua pihak, baik oleh pemerintah, swasta dan masyarakat. Kurang memadainya prasarana lingkungan pada suatu kawasan dapat menimbulkan permasalahan seperti rendahnya kualitas lingkungan permukiman di daerah tersebut. Hal ini disebabkan keberadaan prasarana lingkungan merupakan kebutuhan yang paling penting yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

  Pembangunan sistem sanitasi saat ini mendapat perhatian serius, hal ini sejak pemerintah Indonesia berkomitmen dalam pencapaian target Millennium Development Goals (MDG‟s). Pemerintah Indonesia sejak tahun 2003 telah melaksanakan kegiatan SANIMAS (Sanitasi oleh Masyarakat). Sebuah inisiatif program yang dirancang untuk mempromosikan penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman berbasis masyarakat dan juga mengedepankan pendekatan tanggap kebutuhan. Dengan harapan pada tahun 2020, tidak ada lagi masyarakat Indonesia yang tidak memiliki akses untuk memperoleh air minum dan pelayanan prasarana air limbah sebagai kebutuhan dasar hidup manusia.

  Kabupaten Bulungan merupakan salah satu kota yang mengikuti Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Hal ini dilakukan karena Pemerintah Kabupaten Bulungan menyadari bahwa kondisi sanitasi di Kabupaten Bulungan masih jauh dari yang diharapkan. Untuk pelaksanaan program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman, Pemerintah Kabupaten Bulungan telah membentuk Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL).

  Pengembangan layanan sanitasi Kabupaten berdasarkan rencana pembangunan sanitasi jangka menengah (3 sampai 5 tahunan) yang komprehensif dan bersifat strategis. Rencana jangka menengah tersebut dikenal dengan istilah Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK). Informasi dokumen SSK sangat dibutuhkan karena pemerintah kabupaten memerlukan waktu yang panjang (multi years) untuk memiliki layanan sanitasi yang memenuhi prinsip layanan Sanitasi menyeluruh. Strategi Sanitasi Kabupaten juga dibutuhkan sebagai pengikat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD-SKPD) dan para pelaku pembangunan sanitasi lainnya untuk dapat terus bersinergi mengembangkan layanan sanitasi pada wilayah Pemerintahan Kabupaten. Strategi Sanitasi annual

  Kabupaten akan diterjemahkan ke dalam rencana tindak tahunan ( action plan) yang merupakan informasi lebih rinci dari berbagai usulan kegiatan (program atau proyek) pengembangan layanan sanitasi Kabupaten yang disusun.

  Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Bulungan (SSK) merupakan bagian dari seluruh tahapan alur perencanaan strategis Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). SSK adalah dokumen rencana strategis berjangka menengah yang disusun untuk percepatan pembangunan sektor sanitasi di Kabupaten Bulungan, yang berisi tentang potret kondisi sanitasi kota saat ini, rencana strategi dan rencana tindak pembangunan sanitasi jangka menengah. Dengan adanya dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK), diharapkan target pembangunan sanitasi di Kabupaten Bulungan dapat dicapai, sehingga akan berpengaruh positif terhadap pencapaian target pembangunan sanitasi nasional.

  Penetapan Kabupaten Bulungan sebagai salah satu Kabupaten/kota yang mendapatkan program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) melalui Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 660/4500/VI/Bangda Tanggal 26 September 2011 Perihal Penetapan Kabupaten/Kota sebagai Pelaksanan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman.

7.4.2.Kondisi Eksisting Sanitasi Di Kabupaten Bulungan

  Pengembangan dan pemetaan permasalahan sektor sanitasi di Kabupaten Bulungan menggunakan metoda penentuan target area dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan klastering. Hasil klastering selanjutnya digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program Percepatan Sanitasi Pemukiman sebagai berikut : a.

  Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah.

  b.

  Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan atau kelurahan /desa.

  c. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat.

  d.

  Daerah terkena banjir dan dinilai mengganggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, dan durasi genangan.

  Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kabupaten Bulungan menghasilkan beberapa kategori klaster. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memilki karateristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan atau desa/kelurahan suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA bisa memberikan area berisiko Kabupaten Bulungan, yang terdiri dari 3 klaster seperti yang ditampilkan pada Tabel 7.4.

Tabel 7.4. Area Resiko Kabupaten Bulungan

  No Uraian Kecamatan Kelurahan/Desa

1. Klaster 0 Tanjung Palas Gunung Putih

  2. Klaster 1 Bunyu Bunyu Barat Tanjung Palas Timur Wonomulyo

  3. Klaster 2 Sekatak Sekatak Buji Peso Long Bia Peso Hilir Long Tungu Tajung Palas Utara Pimping Tanjung Palas Barat Long Beluah Tanjung Palas Tengah Salimbatu Tanjung Palas Tanjung Palas Ulu Tanjung Selor Tanjung Selor Timur

  Su mber : Dokumen SSK Kab. Bulungan Tahun 2016

  Berdasarkan hasil laporan EHRA (2012), masing-masing wilayah klaster di Kabupaten Bulungan terdapat beberapa indeks resiko sanitasi, seperti yang ditampilkan pada Gambar 7.1.

Gambar 7.1. Grafik Indeks Resiko Sanitasi Kabupaten Bulungan

7.4.3.Sektor Air Limbah Domestik

  Pertumbuhan dan perkembangan Kabupaten Bulungan menjadi kota Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Utara sehingga laju pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin pesat, berakibat pada meningkatnya volume pencemar, khususnya yang berasal dari buangan grey water) dan limbah WC (black water). domestik, air limbah rumah tangga ( Dengan demikian perencanaan pemerintah harus tertuang dalam jangka pendek atau menengah maupun jangka panjang terhadap pengelolaan air limbah yang terpadu dalam mendukung pembangunan sanitasi di Kabupaten Bulungan.

  Sistem sanitasi dalam pengolahan limbah domestik terbagi atas 2 (dua) sistem pengolahan, yaitu : a.

  Sistem pengolahan secara individu di masing-masing rumah (On Site System), dan secara kolektif atau komunal (Off Site System). Pengolahan secara on-site biasanya dilakukan dengan membuat Septic Tank dan sumur resapan. Septic tank biasanya digunakan untuk mengolah limbah tinja yang kemudian disalurkan menuju ke bak atau sumur resapan, sedangkan untuk limbah yang berasal dari kamar mandi, kegiatan mencuci dan dapur (MCK) langsung diresapkan ke dalam sumur resapan.

  b.

  Pengolahan secara komunal adalah pengolahan dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), yaitu tersediaanya saluran khusus yang membawa air limbah dari rumah-rumah menuju IPAL. Limbah dari beberapa jamban rumah tangga dialirkan kedalam satu unit bangunan

  IPAL. Setelah mengalami proses maka limbah yang dihasilkan dapat dialirkan ke sungai dalam keadaan aman.

  Secara umum sanitasi air limbah domestik di Kabupaten Bulungan mencakup saluran pembuangan dan sistem pengolahan air buangan rumah tangga baik yang berasal dari WC, kamar mandi maupun dapur belum memenuhi sistem sanitasi yang baik. Hal ini dapat dilihat melalui pengelolaan air limbah “Black Water” di salurkan sampai pada penampungan awal yaitu melalui tanki septik, dan untuk “grey water” dilangsung disalurkan ke permukaan bidang tanah.

  Berdasarkan hasil Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan (EHRA) tahun 2012 di Kabupaten Bulungan menunjukkan bahwa fasilitas Buang Air Besar (BAB), sebagian besar masyarakat (88 %) memiliki sarana jamban pribadi, sedangkan keluarga yang tidak memiliki jamban sebesar 12,4 %, yang terdiri dari 0,4 % ke WC helikopter, 9,0 % ke sungai/pantai/laut, 0,8 % ke kebun, 0,6 % ke selokan/parit/got, 0,6 % ke lubang galian, 0,8 % lainnya .

  Sedang untuk penyaluran akhir tinja, sebagian besar masyarakat menyalurkan tinja pada lubang tanah (85,4%) dan cara lainnya menyalurkannya pada ruang terbuka (14,6%). Tempat penyaluran tinja untuk ruang terbuka sebagian besar pada sungai/pantai/laut.

  Seperti telah diuraikan sebelumnya, pengembangan dan pengelolaan Air Limbah Domestik di Kabupaten Bulungan menggunakan sistem sanitasi air limbah On Site Individual dan sistem On Site Komunal. Untuk sistem on-site, secara eksisting yang dominan adalah menggunakan individual atau tanki septic yang mencapai 88% dari cakupan layanan eksisting yang dalam jangka panjang cakupan layanannya ditargetkan 100%, sedang secara komunal (MCK) hanya 5% dari cakupan layanan eksisiting, yang dalam jangka panjang target cakupan layanannya sebesar 10%.

  Berbeda dengan sistem on-site yang cakupan layanan eksistingnya cukup tinggi khususnya untuk tanki septic, maka untuk off-site baik skala kota atau wilayah cakupan layanan eksistingnya masih 0 % atau belum ada. Khusus untuk skala kota, dalam jangka menengah cakupan layanannya di target 20% dan dalam jangka panjang ditarget 40 .

   Berdasarkan data eksisting, pengembangan dan pengelolaan Air

  Limbah Domestik di Kabupaten Bulungan menggunakan sistem sanitasi air On Site Individual sebesar 88 % dan sistem On Site Komunal limbah sistem sebesar 5%.