7.1. Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman - DOCRPIJM 44d731d303 BAB VII09 BAB VII RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CK (fix)

7.1. Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman

  Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal

  Kondisi Eksisting

  Sesuai dengan karateristik wilayah Kota Tanjungpinang yang di kelilingi oleh kawasan laut dan sebagaian sungai maka, tipologi permukiman yang ada di Kota Tanjungpinang meliputi permukiman padat tepi laut, tepi sungai dan permukiman perkotaan, berikut ini adalah penjelasan masing- masing tipologi permukiman yang ada di Kota Tanjungpinang.

  1. Permukiman Padat Tepi Laut

  Yang termasuk permukiman padat tepi laut di Kota Tanjungpinang tersebar di beberapa lokasi antara lain Tanjung Unggat, Lembah Purnama, Pantai Impian, Pelantar Sulawesi, Kp. Bugis. Berikut ini gambaran permukiman padat tepi laut :

Gambar 7.1 : Permukiman Padat Tepi Laut

  2. Permukiman Perkotaan

  Permukiman padat perkotaan di Kota Tanjungpinang tersebar di kawasan yang merupakan kota lama dari Tanjungpinang, yaitu diantaranya Kelurahan Kemboja dan Kelurahan Senggarang Untuk lebih jelasnya mengenai Visualisasi Tipologi Permukiman Padat Perkotaan dapat dilihat pada Gambar berikut :

Gambar 7.2 : Kawasan Permukiman Perkotaan Berdasarkan SK Walikota Tanjungpinang Nomor 377 Tahun 2014 Tentang Penetapan Lokasi Perumahan dan Permukiman Kumuh Di Kota Tanjungpinang . Terdapat 7 lokasi sebaran permukiman kumuh di Kota Tanjungpinang. Seperti dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7.1 : Luasan Kawasan Kumuh di Kota Tanjungpinang LINGKUP ADMINISTRATIF LUAS

TINGKAT NO KAWASAN (HA) KEKUMUHAN KELURAHAN KECAMATAN

  Tanjungpinang

  1 Pantai Impian 12,6 Kampung Baru Sedang Barat

  2 Lembah Purnama, 5,99 Tanjung Ayun Sakti Bukit Bestari Sedang Sungai Nibung Tanjungpinang 3 14,6 Bukit Bestari Sedang Angus Timur

  4 Tanjung Unggat 31,64 Tanjung Unggat Bukit Bestari Tinggi

  5 Pelantar Sulawesi 51,85 Tanjungpinang Kota Tanjungpinang Kota Sedang

  6 Kampung Bugis 18,92 Kampung Bugis Tanjungpinang Kota Tinggi

  7 Senggarang 14,81 Senggarang, Tanjungpinang Kota Tinggi TOTAL 150,41 Sumber : SK Walikota Tanjungpinang tentang Kawasan Kumuh

  Permukiman Kumuh di Kota Tanjungpinang tersebar di tujuh lokasi kawasan yang masuk dalam tiga wilayah administrasi kecamatan, Kecamatan Tanjungpinang Kota dan Kecamatan Bukit Bestari dengan masing-masing tiga lokasi kawasan permukiman kumuh dan kecamatan Tanjungpinang Barat dengan satu lokasi permukiman kumuh. Luasan permukiman kumuh terbesar berada di pelantar sulawesi dengan luas kawasan kumuh 51,85 ha yang masuk dalam wilayah adminstrasi Kecamatan Tanjungpinang Kota, sedangkan untuk luasan permukiman terkecil berada di Lembah Purnama dengan luas 5,99 ha yang masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Bukit Bestari dengan tingkat kekumuhan Sedang. Untuk lebih jelas mengenai lokasi kawasan kumuh di Kota Tanjungpinang dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 7.3 : Titik Lokasi Kawasan Kumuh Kota Tanjungpinang

  Pada gambar diatas terlihat bahwa lokasi permukiman kumuh di Kota Tanjungpinang yang ditunjukan dengan titik berwarna merah, sebagian besar tersebar di wilayah pinggir pantai yang merupakan permukiman tradisional masyarakat Kota Tanjungpinang.

  Dalam pengembangan Permukiman yang aman, nyaman, harmoni dan berkelanjutan. Pengembangan permukiman masih mengalami banyak masalah baik di tingkat Nasional sampai pada tingkat daerah Kab/Kota. Pada tingkat Nasional permasalahan dan Tantangan dalam pengembangan permukiman, diantaranya yaitu;

  Permasalahan pengembangan Permukiman :

  1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang terbatas.

  2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar dapa daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.

  3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial

  Tantangan Pengembangan Permukiman diantaranya :

  1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat

  2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman

  3. Pencapaian taerget MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)

  4. Perhatian Pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah

  5. Memberikan pemahaman kepada Pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota

  6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam penyusunan RPI2JM bidang Cipta Karya pada Kabupaten/Kota Sebagaimana isu strategis diatas yang menjadi Permasalahan dan Tantangan yang ada dilingkup Nasional. Berdasarakan data RKPP yang sudah disusun di Kota Tanjungpinang, dapat ditarik beberapa permasalahan dan tantangan yang ada di Kawasan Permukiman Kota Tanjungpinang. Permasalahan dan Tantangan diantaranya dilihat dari 9 (sembilan) aspek permasalahan yang ada yaitu :

  1. Untuk aspek Pengembangan Kota tantangan Pengembangannya yaitu Lahan di kawasan kota yang sudah sangat sempit untuk pengembangan permukiman perkotaan yang layak huni, penanganan banjir di Pusat Kota, perlu diperhatkan lagi mengenai kondisi drainase yang ada di pusat kota.

  2. Permasalahan pengembangan di sektor Permukiman yaitu Adanya konsentrasi permukiman di pusat kota dan disekitar kawasan tepi laut sehingga potensi ling-kungan menjadi kumuh. Alternatif solusi untuk permasalahan ini yaitu perlu ketegasan mengenai peraturan pemanfaatan lahan untuk perumahan

  3. Permasalahan di Jaringan Jalan yaitu Masih terdapat jalan yang sempit dan lebar jalan yang tidak hierarkis. Jalan utama (Sekunder) dan sebagian Jalan lingkungan di kawasan per-mukiman masih banyak yang rusak akibat genangan air yang diakibatkan kurang berfungsi- nya drainase dan kondisi aspalnya yang kurang baik. Kondisi seperti ini mem-pengaruhi aksesibilitas antar kawasan kegiatan di beberapa lokasi misalnya antara pusat perkotaan dengan pusat permukiman, alternatif solusi untuk penanganan jaringan jalan yaitu perlu adanya data base kerusakan jaringan jalan lingkungan agar cepat terdeteksi dan diperbaiki untuk menghindari terputusnya aksesibilitas kawasan permukiman dengan jalan utama, perlu adanya perbaikan saluran drainase sehingga air limpahan dijalan bisa diatasi.

  4. Permasalahan dari aspek Drainase yaitu Saluran Drainase yang cenderung menjadi tempat pembuangan sampah, saluran drainase yang mengalami sedimentasi dan ditumbuhi tanaman liar. Penyebab sedimentasi pada umumnya saluran masih berupa saluran alam sehingga mudah terjadi erosi dan masih banyaknya drainase yang terdapat genangan. Alternatif solusi untuk Permasalahan Aspek Drainase yaitu perlu adanya sosialisasi tehadap masyarakat agar berpartisipasi menjaga kebersihan drainase maupun kali dilingkungannya, alternatif solusi lainnya yaitu perlu adanya ketegasan peraturan dan sanksi bagi masyarakat yang membuang sampah di drainase

  5. Permasalahan lain dari aspek Air Minum yaitu Kuantitas dan kontinyuitas air bersih masih terbatas, khususnya di musim kemarau kondisi air bersih kurang tersedia dengan baik, perlunya biaya yg tinggi dan rendahnya merangkul investor menjadi kendala dalam peningkatan pelayanan air bersih di Kota Tanjungpinang adalah Kondisi topografi wilayah yang dapat mempengaruhi daya resapan terhadap air permukaan berkurang. Alternatif solusi untuk Permasalahan air minum yaitu Perlu adanya insentif yg menarik bagi pihak swasta yg bersedia bekerjasama dalam upaya meningkatkan jaringan maupun pengolahan air bersih Perlu sosialisasi terhadap masya-rakat yg meng-gunakan sumur dangkal agar aman mengkonsumsi sumber air bersih.

  6. Permasalahan lain yang timbul dalam pengembangan permukiman di Kota Tanjungpinang dari aspek Persampahan yaitu masih kurangnya sarana dan prasarana sampah seperti bak sampah atau TPS, Pelayanan sampah masih sangat terbatas, belum menjangkau seluruh wilayah dan sistem pengolahan sampah di Kota Tanjungpinang belum menerapkan konsep pengolahan yang berkelanjutan. Alternatif solusi untuk permasalahan ini yaitu Perlu adanya insentif yang menarik bagi pihak swasta yang bersedia bekerja sama dalam pengelolaan sampah serta melibatakan peran serta masyarakat dalam pengolahan persampahan.

  7. Permasalahan dari sektor Pengelolaan Limbah yaitu Limbah cair/ rumah tangga dari drainase dibuang langsung ke sungai, Terbatasnya sarana infras-truktur pengelolan air limbah secara komunal, Masih ada kawasan permukiman yg tidak memiliki prasarana dan sarana air limbah (MCK), Masih banyaknya masyarakat, khususnya di sekitar pesisir pantai yang membuang limbah ke pantai. Alternatif Solusi untuk permasalahan ini yaitu Perlu adanya upaya penanganan yang komprehensif antara Pemda Kota Tanjungpinang dan masyarakat serta stakeholder terkait.

7.1.1. Usulan Program Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman

7.2. Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik diperkotaan maupun diperdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Dalam Visi penataan bangunan dan lingkungan yang diharapkan adalah terwujudnya bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri, sedangkan misinya adalah : (1) Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak huni, berjati diri, serasi dan selaras, dan (2) Memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam penataan lingkungan yang produktif dan berkelanjutan.

  Kondisi Eksisting

  Kondisi Eksisting Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kota Tanjungpinang secara umum masih belum tertata dengan baik, karena masih rendahnya kualitas lingkungan dan masih belum memenuhi SPM.

  Untuk meningkatakan kualitas penataan bangunan dan lingkungan di Kota Tanjungpinang pemerintah telah menerbitkan peraturan tentang penataan bangunan dan lingkungan yang menjadi payung hukum dan pedoman dalam pemberian izin dan penataan bangunan yaitu Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung dan telah menyusun dokumen mengenai Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Berikut merupakan regulasi yang menjadi pedoman untuk peningkatan kualitas lingkungan permukiman di Kota Tanjungpinang dapat dilihat pada tabel.

  Tabel 7.5: Sasaran Program Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan Peraturan Penataan Bangunan dan Lingkungan dan Rencana Tata Bangunan No Lingkungan

  1 Perda Bangunan Gedung Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung

  2 RTBL Kelurahan Tanjung Unggat

  3 RTBL Batu Sembilan

  4 RTBL Kampung Bugis

  5 RTBL Kota Lama Sumber : Hasil Kompilasi Data Untuk visualisasi mengenai kondisi umum Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kota Tanjungpinang Mengenai Sektor Kondisi Permukiman dapat dilihat pada Gambar-Gambar yang disajikan berikut ini.

Gambar 7.4 : Kondisi Penataan Bangunan dan Lingkungan Kota Tanjungpinang

  Kondisi penataan bangunan dan lingkungan di Kota Tanjungpinang berdasarkan gambar tersebut diatas terlihat bahwa kondisinya belum tertata dengan baik dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak sehat, sanitasi yang tidak memadai khususnya untuk perumahan yang berada ditepi laut. Dari gambar diatas juga dapat dilihat bahwa permukiman- permukiman yang berada ditepi laut pada umumnya kondisi fisik bangunan adalah temporer serta kondisi kualitas lingkungan sekitar permukiman dikategorikan tidak layakdan/atau tidak sehat. Sedangkan untuk permukiman perkotaan yang berada di darat pada umumnya kondisi bangunan sudah permanen akan tetapi tidak tertata dengan rapi dan terdapat bangunan liar yang terbangun tidak sesuai dengan rencana pola ruang dalahm arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tanjungpinang.

  Sedangkan untuk kondisi Ruang Terbuka hijau di wilayah Kota Tanjungpinang berdasarkan data kondisi eksisisting RTH di Kota Tanjungpinang terdapat 1926 Ha atau sebesar 8% dari luas daratan.

  Untuk memenuhi target komposisi RTh untuk wilayah perkotaan adalah 30% yang terdiri dari 20% RTH Publik dan 10% RTH privat, dalam Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW) Kota Tanjungpinang menargetkan penambahan RTH Publik dengan luasan 1611,74 Ha atau 12% dari luas daratan. Sedangkan untuk mendorogng tercapainya RTH Privt 10% pemerintah memberikan arahan kebijakan melalui atauran tata masa bangunan yang mengatur KDB, KLB dan KDH sebuah bangunan.

  Dalam pelaksanaan kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberpa tantangan dan permasalahan yang dihadapi antara lain: a. Penataan Lingkungan Permukiman

   Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana dan sistem proteksi kebakaran;  Belum adanya ketegasan dalam pelaksanaan penataan bangunan sesuai dengan landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;  Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta Heritage ;  Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.

  b. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara  Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;  Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;

   Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan );  Kurang ditegakannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;  Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;  Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;  Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;  Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;  Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

  c. Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau; Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana dan lingkungan Hijau/terbuka, sarana olahraga.

  d. Kapasitas Kelembagaan Daerah  Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;  Masih adanya tuntunan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;  Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

  Untuk lebih jelasnya hasil identifikasi permasalahan dan tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan yang dihadapi di Kota Tanjungpinang, dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 7.6 : Tantangan dan Permasalahan Penataan Bangunan dan Lingkungan Kota Tanjungpinang No Aspek PBL Permasalahan yang Dihadapi Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi

  1. Aspek Teknis Kebutuhan sarana dan sistem proteksi kebakaran skala Kota Diperlukan sarana dan prasarana sistem proteksi kebakaran

  Penyediaan sarana dan prasarana proteksi kebakaran

  Lemahnya pengendalian pemanfaatan ruang di Kota Tanjungpinang Diperlukan dokumen yang mengatur pengendalian pemanfaatan ruang di Kota Tanjungpinang khusu di wilayah

strategis

pengembangan Penyusunan dokumen RTBL yang berfungsi untuk mengendali- kan pemanfaatan ruang Masih minimnya prasarana dan sarana permukiman kumuh dan nelayan Diperlukan pembangunan prasarana dan sarana permukiman kumuh dan nelayan

  Pembangunan prasarana dan sarana permukiman kumuh dan nelayan

  Masih kurangnya prasarana dan sarana permukiman tradisional (tepi Laut) Diperlukan pembangunan prasarana dan sarana permukiman tradisional dengan memperhatikan karakteristik lokal permukiman tradisonal tersebut

  Pembangunan prasarana dan sarana dengan memperhatikan unsur karakteristik lokal

  Sarana lingkungan hijau/open space atau public space, sarana olah raga, dan lain-lain kurang diperhatikan.

  Pemerintah perlu perawatan dan pemantauan secara intensif dalam pemeliharaan sarana Lingkungan.

  2. Aspek Kelembagaan Masih kurangnya peningkatan dan pemantapan kelembagaan penataan Diperlukan penguatan dan pemantapan keseimbangan penataan lingkungan permukiman

  Penguatan dan pemantapan keseimbangan penataan lingkungan

  Permasalahan Tantangan No Aspek PBL Alternatif Solusi yang Dihadapi Pengembangan lingkungan permukiman permukiman Masih minimnya Dibutuhkan dana Penambahan dana yang yang lebih besar dana untuk diperuntukan untuk

  3. Aspek Pembiayaan untuk kegiatan kegiatan penataan kegiatan penataan penataan lingkungan lingkungan lingkungan permukiman permukiman permukiman

  Kurangnya kesadaran Diperlukan program masyarakat untuk Sosialisasi sosialisasi mengenai berpartisipasi penataan penataan lingkungan membangun dan lingkungan permukiman kepada menjaga penataan permukiman masyarakat lingkungan permukiman Aspek Peran Serta

  4. Masyarakat/swasta Belum dilibatkannya masyarakat secara aktif dalam proses perencanaan dan penetapan prioritas pembangunan diwilayahnya

  Diperlukan Pembangunan pembangunan dan Tidak terpenuhinya dan optimalisasi

  Aspek Lingkungan optimalisasi aspek 5. standart lingkungan aspek lingkungan Permukiman lingkungan permukiman permukiman agar permukiman agar memenuhi SPM memenuhi SPM

  Sumber : Hasil Analisis

7.2.1. Usulan Kebutuhan Program Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

7.3. Sektor Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

7.3.1. Kondisi Eksisting

  Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum.

  Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.

A. Unit Air Baku

   Sumber Air Baku Pelayanan air minum untuk Kota Tanjungpinang sejak tahun 1971 hanya memanfaatkan sumber air Danau Sei Pulai, yang merupakan air permukaan waduk tadah hujan. Kualitas air waduk Sei Pulai sangat rentan terhadap kondisi daerah resapan, curah hujan dan sedimentasi yang terjadi. Sei pulai pada awalnya berupa sungai kecil dan kemudian dikembangkan dengan sistem bendungan yang dibangun pada tahun 1969 dengan luas waduk sekitar 45 Ha dengan kedalaman antara 4-12 m. Bendungan Sei Pulai berjarak sekitar 14 km dari Pusat Kota Tanjungpinang. Kapasitas waduk diperkirakan sebesar 1.350.000 m3 dengan daerah tangkapan air (catchment area) diperkirakan seluas 1,5 km. Berdasarkan perhitungan dan data hidrologi, besarnya limpasan air permukaan pada daerah tangkapan diperkirakan sebesar 2.065 mm/tahun.

  Keberadaan Waduk Sei Pulai sebagai sumber air baku yang sangat tergantung pada kondisi daerah resapan air, sebetulnya sudah diantisipasi dengan penetapan Kawasan Hutan Lindung Sungai Pulai dengan luas lahan 751,80 Ha yang berada di wilayah Kota Tanjungpiang seluas 333,07 Ha dan di wilayah Kabupaten Bintan seluas 418,8 Ha. Penetapan Kawasan Hutan Lindung ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 424/KPTS-II/1987. Namun kondisi Waduk Sei Pulai saat ini sangat kritis, dimana kapasitas air menurun yang ditunjukkan dengan menurunnya level muka air sehingga kapasitas produksipun menurun. Diperkirakan terjadinya penurunan kapasitas Waduk Sei Pulai dikarenakan rendahnya tingkat penyerapan air di kawasan hutan lindung karena berubahnya kawasan tersebut menjadi kawasan budidaya (perkebunan, pertanian dan permukiman) yang diperkirakan sebesar 77%nya. Kondisi Waduk Sei Pulai yang semakin kritis ini mengakibatkan menurunnya produksi air hingga pernah mencapai 30% dari produksi normal.

Gambar 7.5 Waduk Sei Pulai

  Berdasarkan Rencana Tindak Lanjut Air Baku Sungai Pulai Dinas PU Provinsi Kepri 2009, bahwa luas lahan untuk Kawasan Hutan lindung Sungai Pulai seluas 333,07 Ha yang diklasifikasikan peruntukan lahannya meliputi kebun campuran, pertanian, semak belukar, kaplingan lahan, kelapa sawit dan tidak terukur. Pada gambar 7.6, dapat kita lihat bahwa penggunaan lahan di kawasan Hutan Lindung Sungai Pulai adalah didominasi oleh Kebun Campuran yaitu 25 % dari luas Hutan. Pemanfaatan Hutan Lindung untuk kebun campuran dapat mempengaruhi kualitas dan kauntitas air baku.

Gambar 7.6 Pengunaan Lahan Dikawasan Lindung di DAS S. Pulai

   Bangunan Intake Bangunan Intake yang tersedia di Sei Pulai berjumlah 4 (empat unit), yaitu: Intake RPD, PCM, Wika dan PSAB. Bangunan ini terletak di tepi Waduk Sei Pulai dengan selisih ketinggian ± 30 m dari bangunan IPA.

Gambar 7.7 Bangunan Intake Waduk Sei Pulai

B. Unit Produksi

  Saat ini pelayanan air minum untuk Kota Tanjungpinang dilayani oleh 4 (empat) unit IPA dengan total kapasitas terpasang 230 L/dt seperti dirinci pada Tabel berikut:

Tabel 7.10. : Kapasitas IPA PDAM Tirta Kepri Kapasitas Nama Tahun

  Sumber Air No Jenis

  IPA Pembuatan Baku Terpasang Operasi

  IPA Paket- Waduk Sei

  1 PCM 1970

  50

  36 Baja Pulai

  IPA Paket- Waduk Sei

  2 WK 1980 40 - Baja Pulai

  IPA Paket- Waduk Sei

  3 PSAB 1995

  40

  73 Baja Pulai Waduk Sei

  4 RPD 1996

  IPA Beton 100

  46 Pulai Total 230 155

  Sumber: PDAM Tirta Kepri Tanjungpinang, 2010

C. Unit Distribusi

  Reservoir yang dimiliki oleh PDAM Tirta Kepri diklasifikasikan menjadi 2, yaitu reservoir produksi (clear well) dan reservoir distribusi. Reservoir produksi berjumlah 3 unit dengan konstruksi beton bertulang terletak di Sei Pulai. Sedangkan reservoir distribusi berjumlah 3 unit, 1 unit terletak di Bukit Cermin dan 1 unit terletak di Batu IX keduanya terbuat dari konstruksi beton bertulang sedangkan 1 unit dengan konstruksi baja terletak di kawasan Perumnas. Rincian reservoir dapat dilihat pada Tabel berikut.

  Tabel 7.11: Kapasitas dan Lokasi Reservoir No Nama Lokasi Kapasitas Konstruksi Kondisi Beton

  1 Reservior PCM Sei Pulai 250 Baik Bertulang Beton

  2 Reservior WK Sei Pulai 300 Baik Bertulang Beton

  3 Reservior RPD Sei Pulai 500 Baik Bertulang Bukit

  4 Reservior Bukit Cermin 2 x 1.000 Baja Baik Cermin Beton

  5 Reservior Batu IX Batu IX 1.000 Baik Bertulang Reservior Perumnas Kijang

  6 Perumnas 100- Baja Baik Kencana Total

  4.150 Sumber: PDAM Tirta Kepri Tanjungpinang, 2010

Gambar 7.8 Reservoir Produksi dan Distribusi

D. Sistem Pelayanan

  Daerah pelayanan air minum PDAM Tirta Kepri Tanjungpinang meliputi sebagian besar wilayah Kota Tanjungpinang yang terbangun, kecuali wilayah seperti Dompak Daratan, Pulau Dompak (Kecamatan Bukit Bestari); sebagian Batu IX dan Air Raja di Kecamatan Tanjungpinang Timur; Kampung Bugis, Senggarang da Penyengat di Kecamatan Tanjungpinang Kota. Pembagian wilayah pelayanan ditentukan berdasarkan Instalasi Reservoir & Jaringan pipa distribusi.

  Sistem pelayanan di Kota Tanjungpinang dibagi atas 2 (dua) Daerah Pelayanan yaitu pelayanan Sistem Reservoir Bukit Cermin dan Pipa Transmisi Wika dan PCM. Pelayanan melalui sistem Reservoir Bukit Cermin dilakukan secara gravitasi sehingga apabila ditinjau dari kaidah teknik sistem ini cukup memadai. Namun demikian dengan posisi elevasi

  • 53,34 m dpl dan sisyem jaringan pipa distribusi yang menggabungkan antara jaringan pipa di zona elevasi rendah dan elevasi tinggi, maka akan berdampak pada pola aliran dengan tekanan tidak merata dan cenderung ektrim. Komponen wilayah pelayanan PDAM Tirta Kepri meliputi : kawasan permukiman, perdagangan, gedung pemerintahan, pendidikan, indusri, pelabuhan dan kawasan khusus Bandara Raja Ali Haji. Pembagian daerah pelayanan dapat dilihat pada Tabel berikut.

1 Res.Bukir Cermin

  2 Pipa Transmisi Wika  Kecamatan Tanjungpinang Timur 1.

   Kecamatan Tanjung Pinang Kota 1.

  Kel.Tanjungpinang Kota  Kecamatan Tanjungpinang Barat 1.

  Tanjungpinang Barat 2. Kamboja

  Bukit Cermin  Kecamatan Tanjungpinang Timur 1.

  Kampung Bulang  Kecamatan Bukit Bestari 1.

  Tanjugnpinang timur 2. Tanjung Ayun Sakti 3. Sei Jang 4. Tanjung Unggat

Tabel 7.12 :Wilayah Pelayanan PDAM Tirta Kepri No Instalasi Daerah Pelayanan

3. Kampung Baru 4.

  Pinang Kencana 2. Air Raja/Bintan Center 3. Melayu Kota Piring 4. Kampuang Bulang Dan Bandara Kijang

  3 Pipa Transmisi PCM  Kecamatan Tanjungpinang Timur 1.

  Batu Sembilan 2. Melayu Kota Pirirng 3. Kampung Bulang

  Sumber: PDAM Tirta Kepri Tanjungpinang, 2010

E. Sistem Pelayanan Non Perpipaan

  Kelompok masyarakat yang belum terjangkau pelayanan air minumnya oleh PDAM Tirta Kepri, maka mereka memenuhi kebutuhan air minum dieroleh dengan berbagai cara seperti menggunakan sumur gali, sumur bor, atau memanfaatkan jasa pelayanan air minum truk tangki. Secara umum para pengusaha jasa pelayanan air minum tersebut adalah:

  • Pengusaha dibidang jasa mengelola sumber air
  • Pengusaha dibidang jasa mengelola truk tangki air dan • Pengusaha penjualan air minum mineral. Secara umum kondisi kualitas sumber air yang dimanfaatkan oleh masyarakat seperti sumur gali masih cukup baik namun kuantitanya cukup terbatas sehingga pada musim kemarau panjang di wilayah tertentu sumber air mengering.
Gambar 7.9 : Daerah Pelayanan Sistem Penyediaan Air Minum Eksisting Kota Tanjungpinang, Tahun 2010

  7

  • 24

Gambar 7.10 : Pembagian Zona Pelayanan Sistem Penyediaan Air Minum Eksisting Kota Tanjungpinang, Tahun 2010

  7

  • 25

F. Tantangan Pengembangan SPAM

  Beberapa tantangan dalam pengembangan SPAM yang cukup besar kedepan, agar dapat digambarkan : 1) Tantangan Internal:

   Tantangan dalam peningkatan cakupan kualitas air minum saat ini adalah mempertimbangkan masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki akses air minum yang aman yang tercermin pada tingginya angka prevalensi penyakit yang berkaitan dengan air. Tantangan lainnya dalam pengembangan SPAM adalah adanya tuntutan PP 16/2005 untuk memenuhi kualitas air minum sesuai kriteria yang telah disyaratkan.

   Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM yang belum dioptimalkan. Sedangkan adanya tuntutan penerapan tarif dengan prinsip full cost recovery merupakan tantangan besar dalam pengembangan SPAM.

   Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan minimal sebagaimana disebutkan dalam PP No. 16/2005 serta tuntutan kualitas air baku untuk memenuhi standar yang diperlukan.

   Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan SPAM yang belum diberdayakan.

  2) Tantangan Eksternal  Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.

   Tuntutan penerapan Good Governance melalui demokratisasi yang menuntut pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan.

   Komitmen terhadap kesepakatan MDGs 2015 dan Protocol Kyoto dan Habitat, dimana pembangunan perkotaan harus berimbang dengan pembangunan perdesaan.

   Tuntutan peningkatan ekonomi dengan pemberdayaan potensi lokal dan masyarakat, serta peningkatan peran serta dunia usaha, swasta

7.3.2. Usulan Kebutuhan Program Sektor Pengembangan Air Minum

7.4. Sektor Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

  Kondisi Eksisting Air Limbah

  Pengelolaan Air Limbah Kota Tanjungpinang sampai dengan tahun 2013, prioritas pertama direncanakan untuk membuat studi “Master Plan Pengelolaan Air Limbah Domestik Skala Kota” sehingga sistem pengelolaannya dicarikan alternatif sistem yang biaya operasi dan maintenannya relatif murah. Sistem yang sudah ada (eksisting) saat ini hanya dikelola per rumah tangga, sehingga sistem tersebut kurang efisien dinilai dari segi kualitas kesehatan, prioritas kedua membuat Sistem Pengelolaan Air Limbah domestik yang skala (on site) ditempat dan membuat program-program sosialisasi pada mayarakat tentang konstruksi penampungan limbah tinja (Septik Tank). Secara umum sistem pengelolaan air limbah yang ada di Kota Tanjungpinang terdiri dari air limbah yang berupa lumpur tinja dan air limbah yang dihasilkan oleh sisa buangan rumah tangga, Sistem pengolahan air limbah di Kota Tanjungpinang menggunakan sistem pengolahan sanitasi setempat (on site) dan belum memiliki pengolahan air limbah terpusat, pembuangan air limbah domestik dikelola sendiri oleh sebagian masyarakat dengan membangun tangki septik effluen dari tangki septic kemudian dibuang ke saluran yang ada, laut, sungai bagi sebagian masyarakat yang tinggal di tepi laut dan sungai yang belum mempunyai tangki septik, masih menggunakan laut dan sungai atau anak sungai serta kolam sebagai prasarana untuk buang air besar. Saat ini sistem pembuangan air limbah yang berupa lumpur tinja dikelola sendiri oleh masyarakat melalui septic tank dengan leher angsa dan non angsa, dibuang ke sungai sebagai buangan terakhir, Kondisi ini terlihat bagi penduduk yang tidak memiliki jamban pribadi dan berada di tepi sungai dan laut, Namun juga di beberapa kawasan yang memanfaatkan MCK Umum yang dibangun pemerintah melalui swadaya masyarakat, Sedangkan air limbah sisa buangan rumah tangga baik cuci maupun mandi terutama bagi yang di pinggiran sungai dan laut umumnya langsung dibuang ke sungai maupun laut, Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran masyarakat masih rendah dan juga akibat tingkat ekonomi masyarakat rendah pula, Namun keadaan ini akan menibulkan terhadap tingkat kesehatan dan pencemaran yang berdampak kepada penghuni di sekitarnya,

  Untuk pembuangan air limbah air kotor dari rumah tangga (air dapur, mandi, cuci) umumnya masih menjadi satu dengan pembuangan air hujan (drainase) yang pada akhirnya dialirkan ke sungai dan laut bahkan ada yang sembarang, Kondisi ini pada akhirnya dapat mencemari lingkungan khusunya pencemaran terhadap air sungai dan laut yang dapat mengganggu biota laut termasuk kelangsungan hidup ikan di dalamnya. Praktek buang air besar dapat menjadi salah satu faktor risiko bagi tercemarnya lingkungan termasuk sumber air, khususnya bila praktik BAB itu dilakukan di tempat yang tidak memadai. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka seperti di sungai/kali/parit/kebun/laut, tetapi bisa juga termasuk sarana jamban yang tidak higienis di dalam rumah itu sendiri. Bila pun BAB dilakukan di rumah dengan jamban yang nyaman, namun bila sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya karena tidak kedap air atau terdapat saluran yang bocor, maka resiko pencemaran patogen akan tetap tinggi. Selain itu, kondisi jamban juga mempengaruhi resiko kejadian penyakit seperti diare. Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa semakin bersih kondisi sanitasinya, tentunya semakin kecil resiko kejadian penyakitnya. Berdasarkan laporan dari Dinas kesehatan pada Profil kesehatan bulan Maret tahun 2013 terlihat bahwa dari 2.551 jumlah KK dipantau, yang memiliki jamban keluarga dengan kondisi sehat sebanyak 2.137 KK atau 98,52 %. Secara lengkap data tentang jumlah dan kondisi jamban keluarga per-kecamatan dapat dilihat dari Tabel di bawah ini.

Tabel 7.16 : Jumlah dan Presentase KK yang Menggunakan Jamban KK dipantau KK dengan jamban No Kecamatan Jumlah KK Jumlah % Jumlah %

  1 TPI BARAT 17514 294 0,02 293 1,7

  2 TPI KOTA 6708 675 0,10 293 4,4

  3 BUKIT BESTARI 14319 310 0,02 279 1,9

  4 TPI TIMUR 19128 1272 0,07 1272 6,65 TOTAL 57669 2551 0,05 2137 3,7

  Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang

Gambar 7.11 Pengolahan air Limbah

  Dari segi sistem dan cakupan pelayananan, pengelolaan air limbah domestik yang ada di Kota Tanjungpinang masih berupa sistem setempat (on-site), sedangkan untuk sistem terpusat (off-site) belum tersedia. Cakupan pelayanan pengelolaan air limbah di Kota Tanjungpinang dapat dikatakan masih rendah, dimana untuk jenis air limbah tinja manusia (black water) hanya 69 % yang memiliki fasilitas/tempat penampungannya dengan rincian sebagai berikut : 65 % menggunakan tangki septik individual dan 4 % menggunakan cubluk (Studi EHRA,Tahun 2013). Pada beberapa kawasan padat penduduk, tata letak bangunan tangki septik belum memenuhi syarat standar jarak tangki septik dengan sumber air bor/sumur sehingga menimbulkan resiko yang tinggi terhadap kondisi kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi air bersih dengan adanya pencemaran air bawah tanah. Pada kawasan lainnya perilaku buang air besar sembarangan masih cukup tinggi terutama pada kawasan yang berdekatan dengan sungai dan pesisir pantai, tidak tersedianya sarana berupa instalasi pengolahan air limbah (IPAL) maupun instalasi pengolahan limbah tinja (IPLT) di Kota Tanjungpinang menyebabkan pengolahan air limbah domestik baik berupa limbah tinja (black water) maupun limbah rumah tangga (grey water) belum dilakukan secara aman. Pengelolaan air limbah rumah tangga (grey water) masih disalurkan secara langsung pada saluran drainase lingkungan (saluran drainase tersier dan sekunder) dan saluran drainase kota (saluran drainase primer/sungai).

  Sumber : Studi EHRA Kota Tanjungpinang 2013

  Permasalahan, Tantangan dan Peluang pengembangan sektor air limbah di Kabupaten Kota Tanjungpinang akan di uraikan sebagai berikut :

  Permasalahan

  Permasalahn yang mendesak dalam bidang pengelolaan air limbah untuk segera dilakukan penanganan di Kota Tanjungpinang antara lain:  Pemerintah Kota Tanjungpinang belum memiliki Masterplan sektor air limbah domestik.

   Pemerintah Kota Tanjungpinang belum memiliki perangkat peraturan dan standar, pedoman dan manual bidang air limbah domestik.  Peran, fungsi dan kinerja lembaga/institusi pengelola air limbah domestik belum maksimal. Hal ini dikarenakan penjelasan mengenai tugas pokok dan fungsi serta kewenangan masing-masing SKPD belum terurai secara jelas dan rinci disamping anggaran dalam investasi APBD yang tersedia belum diatur untuk dapat mendanai keseluruhan kegiatan dalam pengelolaan air limbah domestik.

   Kota Tanjungpinang sampai saat ini belum memiliki bangunan IPAL atau IPLT terpadu, sedangkan kebutuhan akan pengolahan air limbah domestik sangat diperlukan untuk menjamin adanya situasi lingkungan yang lebih sehat dan aman. Untuk itu pembangunan IPAL atau IPLT terpadu serta saluran/koneksi penghubung dari sumber air limbah domestik hingga tempat pengolahan tersebut menjadi sangat mendesak untuk dilaksanakan terutama pada kawasan padat penduduk dan bangunan.

   Pembangunan sanitasi skala komunitas di daerah dengan kepadatan penduduk tinggi, pendapatan rendah dan rawan sanitasi masih kurang.

   Kesadaran masyarakat akan sanitasi yang baik dan lingkungan yang sehat masih kurang. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan secara menyeluruh mengenai pengelolaan air limbah domestik dan lingkungan, disamping itu juga karena kurangnya sarana yang tersedia serta kondisi kemiskinan sehingga menyebabkan investasi/konsumsi rumah tangga miskin untuk kegiatan pengelolaan air limbah individu tidak menjadi prioritas bahkan terlupakan.

  Peran dan partisipasi dunia usaha masih sangat minim, hal disebabkan karena kurangnya sosialisasi dan kerjasama yang memadai dalam upaya pengelolaan air limbah domestik yang dapat difasilitasi oleh pemerintah Kota Tanjungpinang. Selain itu peraturan menteri PU No. 01/PRT/M/2014 menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU yang menjadi tanggung jawab pemerintah Kabupaten/Kota, sebagaimana terlihat pada tabel berikut

Tabel 7.17 : Standar Pelayanan Minimal Air Limbah Berdasarkan Permen PU No. 01/PRT/M/2014 Standar Pelayanan Minimal Batas Waktu Jenis Pelayanan Dasar

  Ket Pencapaian Indikator Nilai Jumlah penduduk yang terlayani

  Penyehatan Dinas yg Air Limbah sistem pengelolaan

  Lingkungan 60% 2019 membidangi Permukiman air limbah pada Permukiman

  PU tahun 2019 sebesar 60%

  Sumber : Permen PU No. 01/PRT/M/2014

Gambar 7.12 Cakupan Pelayanan Air LimbahGambar 7.13 Infrastruktur Pengolahan Air Limbah Domestik

  Kondisi Eksisting Persampahan

  Kewenangan pengelolaan sektor persampahan di Kota Tanjungpinang secara garis besar berada pada Dinas Tata Kota, Kebersihan, Pertamanan Dan Pemakaman (DTKKPP) dan sebagian kecil lainnya berada pada Badan Lingkungan Hidup (BLH). Dalam segi perencanaan, kedua SKPD ini tetap bersinergi dengan perencanaan tingkat kota yang merupakan tupoksi BAPPEDA. Wilayah pelayanan DTKKPP Kota Tanjungpinang saat ini sudah mencakup keseluruhan wilayah administratif Kota Tanjungpinang yang terdiri dari 4 Kecamatan. Saat ini DTKKPP Kota Tanjungpinang sudah dapat memberikan pelayanan 18 Kelurahan yang tersebar di 4 Kecamatan walaupun secara pelaksanaan di lapangan masih dirasakan kurang maksimal. Secara garis Besar pengelolaan persampahan di Kota Tanjungpinang terbagi atas dua kriteria yaitu cukup baik dan kurang baik, untuk kriteria cukup baik terbagi atas beberapa jenis: pengelolaan sampah, dikumpulkan untuk di daur ulang sebesark 5,6%, dikumpulkan dan dibuang di TPS sebebesar 44,9 %, di buang dilubang dan ditutup tanah 0 %, sedangkan untuk kriteria kurang baik terbagi juga untuk beberapa jenis: dibuang dilahan kosong dan dibiarkan membusuk tidak ada 0%, dibuang disungai/laut/danau/kali sebesar 12 %, dibuang dilubang tapi tidak ditutup tanah tidak ada 0 %, dan dibakar sebanyak 32 %. Untuk lebih jelas mengenai pengolahan sampah dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 7.14 Kondisi Eksisting Pengelolaan Persampahan Wilayah pelayanan DTKKPP Kota Tanjungpinang saat ini sudah mencakup keseluruhan wilayah administratif Kota Tanjungpinang yang terdiri dari 4 Kecamatan. Saat ini DTKKPP Kota Tanjungpinang sudah dapat memberikan pelayanan 18 Kelurahan yang tersebar di 4 Kecamatan walaupun secara pelaksanaan di lapangan masih dirasakan kurang maksimal. Sistem pengelolaan persampahan di Kota Tanjungpinang dapat di bagi menjadi 4 tahap pengelolaan yakni: Kegiatan Penyapuan Jalan, Pengumpulan Sampah Dari Sumber Sampah, Pengangkutan Sampah, dan Tempat Pemrosesan Akhir .

  Permasalahan pengolahan sampah di Kota Tanjungpinang meliputi:  Peremajaan/Penggantian Kendaraan Pengangkut Sampah.  Peremajaan/Penggantian Bak Sampah Kontainer Kapasitas 6m3  Perluasan/Pembebasan Lahan Disekitar TPA Ganet, sebagai lokasi penimbunan baru(sanitary landfill, zona penyangga,zona budidaya terbatas dan penyiapan lahan urug saniter/terkendali.

   Pembuatan Landasan kontainer (diharapkan dilengkapi penutup/atap.)  Pengangkutan Sampah Laut di Daerah Pesisir dan penyiapan tempat dan metode pemindahannya ke TPA kurang  Sebagian lokasi di wilayah kelurahan di pesisir yang penduduknya berada di kawasan pemukiman pelantar di pinggir pantai. Kebiasaan masyarakat untuk membuang sampah di laut. sampah yang berada di laut pada akhirya selalu menumpuk di lokasi pemukiman pelantar, dan kurangnya sarana dan prasarana pembunangan sampah dikawasan pinggir pantai Tantangan pengembangan sampah di setiap Kabupaten/Kota mempunyai karakteristik masing-masing daerah terkait pembangunan sektor persampahan. Tantangan dalam sektor persampahanan di Kota Tanjungpinang meliputi peningkatan cakupan pelayanan, peningkatan kelembagaan, penggalian sumber dana dari pihak swasta, peningkatan kondisi dan kualitas TPA melalui peningkatan komitmen stakeholder kota/kabupaten dalam hal alokasi pembiayaan dan inovasi teknologi pengolahan sampah, peningkatan pelaksanaan program 3R, serta peningkatan upaya penegakan hukum atas pelanggaran pembuangan sampah.

Gambar 7.15 Cakupan Pelayanan PersampahanGambar 7.16 Infrastruktur Pengolahan Persampahan

7.4.1. Usulan Kebutuhan Program Sektor Pengembangan Penyehatan Lingkungan Perkotaan