BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka - PENINGKATAN KEMAMPUAN MENARASIKAN HASIL WAWANCARA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL KOMPONEN PEMODELAN DAN INKUIRI PADA SISWA KELAS VII B SMP NEGERI I KALIBAGOR TAHUN PELAJARAN 2009-2010 - repository perpustakaan

  1. Menulis

  a. Pengertian Menulis Menulis merupakan suatu proses. Oleh karena itu merupakan suatu proses, maka menulis harus mengalami tahap prakarsa, tahap pelanjutan, dan tahap revisi, dan tahap tatap muka. Tahap ini dibedakan dalam pratulis, tahap penulisan, tahap penyuntingan dan tahap pengakhiran atau penyelesaian, ( Parera. 1987: 3).

  Menurut Tarigan (1994: 21) menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu.

  Marwoto (1987: 12) menyatakan bahwa menulis adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan ide, pikiran, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman-pengalaman hidupnya dalam bahasa tulis yang jelas, runtut, ekspresif, enak dibaca dan bisa dipahami orang lain.

  9 Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah suatu proses kemampuan seseorang untuk melahirkan pikiran atau perasaan dalam bahasa tulis yang jelas, runtut, ekspresif, enak dibaca dan bisa dipahami oleh orang lain.

  b. Tujuan Menulis Menurut Tarigan (1994: 23) setiap jenis tulisan mengandung beberapa tujuan itu sangat beraneka ragam, maka bagi penulis yang belum berpengalaman ada baiknya memperhatikan kategori di bawah ini:

  1) memberitahukan atau mengajar 2) meyakinkan atau mendesak 3) menghibur atau menyenangkan 4) mengutarakan/mengekspresikan perasaan dan emosi yang berapi- api.

  Menurut Hurto Hartig dalam Tarigan (1994: 24) sehubungan dengan tujuan penulisan suatu tulisan maka dia merangkumnya sebagai berikut: 1) Assignment purpose (Tujuan penugasan)

  Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan bukan atas kemauan sendiri (misalnya para siswa yang diberi tugas merangkum buku, sekretaris yang ditugaskan membuat laporan, notulen rapat). 2) Altruistic purpose (Tujuan altruistic)

  Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya ingin membuat hidup para pembacanya lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu. Seseorang tidak akan dapat menulis secara tepat guna kalau dia percaya. Baik secara sadar maupun secara tidak sadar bahwa pembaca atau penikmat karyanya itu adalah “lawan” atau ‘musuh”. Tujuan altruistic adalah kunci keterbacaan sesuatu tulisan.

  3) Persuasive purpose (Tujuan persuasive) Tujuan yang bertujuan meyakinkan para pembaca kebenaran gagasan yang diutarakan.

  4) Informatonal purpose (Tujuan informasional, Tujuan penerangan).

  Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan/penerangan kepada para pembaca. 5) Self-expressiv purpose (Tujuan pernyataan diri)

  Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang akan pada para pembaca. 6) Creative purpose (Tujuan kreatif)

  Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi “keinginan kreatif” di sini melebihi pernyataan diri, dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik nilai-nilai kesenian.

  7) Problem solving purpose (Tujuan pemecahan masalah) Dalam tulisan seperti ini sang penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Sang penulis ingin menjelaskan menjernihkan serta menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat mengerti dan diterima oleh para pembaca.

  Dari uraian di atas jelaslah bahwa kemampuan menulis itu tidak datang dengan sendirinya. Dia menuntut latihan yang cukup dan teratur serta pendidikan yang terprogram. Seorang penulis juga harus memperhatikan bahwa setiap melakukan kegiatan menulis harus menentukan tujuan dengan baik, namun seorang penulis sering mengalami kesulitan dalam mengikuti tujuan utama yang telah ditetapkan. Pemecahan yang baik untuk menghindari hal tersebut dengan cara merumuskan suatu tujuan terlebih dahulu dalam kerangka penulisan sebelum menulis.

  2. Narasi

  a. Pengertian Narasi Narasi adalah suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu waktu. Atau dapat dirumuskan dengan cara lain narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi, (Keraf, 2007: 136).

  Menurut Moeliono (2007: 774) narasi adalah pengisahan suatu cerita atau kejadian. Sedangkan Alpian (2005: 54) menyatakan bahwa narasi adalah suatu bentuk karya tulis yang berusaha menggambarkan suatu peristiwa yang telah terjadi.

  Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa narasi adalah suatu bentuk rangkaian peristiwa atau cerita pengalaman manusia yang digambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi.

  b. Macam-Macam Narasi Menurut Keraf (2007: 136-138) narasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

  1) Narasi Ekspositoris Narasi ekspositoris pertama-tama bertujuan untuk menggugah pikiran para pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan. Sasaran utamanya adalah rasio, yaitu berupa perluasan pengetahuan para pembaca sesudah membaca kisah tersebut. Narasi menyampaikan informasi mengenai berlangsungnya suatu peristiwa. Sebuah narasi mengenai berlangsungnya suatu pemogokan buruh di suatu perusahaan untuk menuntut kenaikan gaji suatu narasi yang ditampilkan oleh seseorang penuntut umum di depan pengadilan mengenai bagaimana berlangsungnya suatu pembunuhan semuanya berusaha menyampaikan informasi kepada para pembaca atau pendengar mengenai kejadian itu, supaya merekapun tahu mengenai peristiwa itu secara tepat.

  Sebagai sebuah bentuk narasi, narasi ekspositoris mempersoalkan tahap-tahap kejadian rangkaian-rangkaian perbuatan kepada para pembaca atau pendengar. Runtutan kejadian atau peristiwa yang disajikan itu di maksudkan untuk menyampaikan informasi untuk memperluas pengetahuan atau pengertian pembaca, tidak peduli apakah disampaikan secara tertulis atau secara lisan.

  Narasi ekspositoris dapat bersifat khas atau khusus dan dapat pula bersifat generalisasi.

  Narasi ekspositoris yang bersifat generalisasi adalah narasi yang menyampaikan suatu proses yang umum yang dapat dilakukan siapa saja. Dan dapat pula dilakukan secara berulang- ulang. Dengan melaksanakan tipe kejadian itu secara berulang- ulang, maka seseorang dapat memperoleh kemahiran yang tinggi mengenai hal itu. Misalnya suatu wacana naratif yang menceritakan bagaimana seseorang menyiapkan nasi goreng, bagaimana membuat roti, bagaimana membangun sebuah kapal dengan menggunakan bahan fero semen dan sebagainya. Semua narasi yang disebutkan itu adalah narasi yang bersifat generalisasi. Narasi itu menyampaikan proses yang umum yang dapat dilakukan siapa saja dan dapat dilakukan berulang kali.

  Narasi yang bersifat khusus adalah narasi yang berusaha menceritakan suatu peristiwa yang khas yang hanya terjadi satu kali. Peristiwa yang khas adalah peristiwa yang tidak dapat diulang kembali karena ia merupakan pengalaman atau kejadian pada suatu waktu tertentu saja. Narasi mengenai pengalaman seseorang yang pertama kali masuk perguruan tinggi, pengalaman seseorang yang pertama kali mengarungi samudra luas, pengalaman seorang gadis yang pertama kali menerima curahan kasih dari seorang pria idamannya. 2) Narasi Sugesti

  Seperti halnya dengan narasi ekspositoris, narasi sugesti juga pertama-tama bertalian dengan tindakan atau perbuatan yang dirangkaikan dalam suatu kejadian atau peristiwa. Seluruh rangkaian kejadian berlangsung dalam suatu satuan waktu. Tetapi tujuan atau sasaran utamanya bukan memperluas pengetahuan seseorang tetapi berusaha memberi makna atas peristiwa atau kejadian itu sebagai suatu pengalaman. Karena sasarannya adalah makna peristiwa atau kejadian itu. Maka narasi sugestif selalu melibatkan daya khayal (imajinasi).

  Narasi sugesti merupakan suatu rangkaian peristiwa yang disajikan sekian macam sehingga merangsang daya khayal para pembaca. Pembaca menarik suatu makna baru di luar apa yang diungkapkan secara eksplisit. Sesuatu yang eksplisit adalah sesuatu yang tersurat mengenai objek atau subjek yang bergerak dan bertindak sedangkan makna yang baru adalah sesuatu yang tersirat.

  Semua obyek yang dipaparkan sebagai suatu rangkaian gerak, kehidupan para tokoh dilukiskan dalam satuan gerak yang dinamis, bagaimana kehidupan itu berubah dari waktu ke waktu. Makna yang baru akan dijelaskan dipahami sesudah narasi itu selesai dibaca. Karena ia tersirat dalam seluruh narasi itu.

  Dengan demikian narasi tidak bercerita atau memberikan komentar mengenai sebuah cerita, tetapi ia justru mengisahkan suatu cerita atau kisah. Seluruh kejadian yang disajkan menyiapkan pembaca kepada suatu perasaan tertentu untuk menghadapi peristiwa yang berada di depan matanya. Narasi menyediakan suatu kematangan mental. Kesiapan mental itulah yang melibatkan para pembaca bersama perasaannya, bahkan melibatkan simpati atau antipati mereka kepada kejadian itu sendiri. Inilah makna yang dikatakan tadi. Makna yang tersirat dalam seluruh rangkaian kejadian itu.

  3. Wawancara

  a. Pengertian Wawancara Wawancara adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi dari responden (siswa, orang yang diwawancarai) dengan melakukan tanya jawab sepihak. Artinya dalam kegiatan wawancara itu pertanyaan hanya berasal dari pihak pewawancara, sedangkan responden yang menjawab pertanyaan- pertanyaan saja, (Nurgiyantoro, 2001: 55).

  Menurut Licoln dan Guba (dalam Syamsuddin, 2007: 94) wawancara adalah suatu percakapan dengan tujuan. Tujuan dilakukan wawancara untuk memperoleh konstruksi yang terjadi sekarang tentang orang, kejadian, aktivitas, organisasi dan perasaan, motivasi, pengakuan, kerisauan dan sebagainya; rekonstruksi keadaan tersebut berdasarkan pengalaman masa lalu; proyeksi keadaan tersebut yang diharapkan terjadi pada masa yang akan datang dan verifikasi, pengecekan dan pengembangan informasi (konstruksi, rekonstruksi dan proyeksi) yang telah didapat sebelumnya.

  Menurut Sudijono (2006: 82) wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan.

  Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi serta menghimpun bahan-bahan keterangan yang terjadi sekarang misalnya tentang orang, kejadian, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, pengakuan dan kerisauan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak dan berhadapan muka.

  b. Macam-Macam Wawancara Menurut Nurgiyantoro (2001: 55-56) wawancara dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:

  1) Wawancara terpimpin Dalam wawancara terpimpin pihak pewawancara atau pengevaluasi telah menyiapkan sejumlah pertanyaan secara sistematis. Demikian pula halnya dengan jawaban yang diharapkan dari responden juga sudah dipersiapkan sehingga dalam menjawab pertanyaan itu responden tinggal memilih jawaban yang sudah dipersiapkan.

  2) Wawancara bebas Dalam wawancara bebas sebaiknya responden diberi kebebasan untuk menjawab berbagai pertanyaan sesuai dengan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh pewawancara.

  Untuk memberikan informasi secara jelas kepada orang lain tentang suatu cerita atau kejadian, maka teks wawancara perlu dirubah menjadi narasi, sedangkan narasi adalah suatu karangan yang menceritakan suatu cerita atau kejadian dari awal sampai akhir secara rinci.

  Mengubah teks wawancara menjadi bentuk narasi dapat diartikan suatu kegiatan memaparkan suatu dialog dalam bentuk tulisan. Dalam menarasikan suatu bentuk percakapan atau dialog harus tahu bagaimana cara penulisan kalimat langsung dan tidak langsung.

  Menurut Alpian (2005: 17) kalimat langsung adalah kalimat yang menirukan secara cermat ucapan orang lain atau ujaran orang lain. Ciri dari kalimat langsung adalah adanya tanda petik (”....”), menggunakan kata ganti orang pada bagian yang diberi tanda petik, tidak berkata tugas, kalimat yang bertanda petik bisa berbentuk kalimat tanya, berita atau perintah, dan intonasi naik terdapat pada bagian yang dikutip.

  Kalimat tak langsung adalah kalimat yang melaporkan ucapan orang lain. ciri dari kalimat ini adalah tidak menggunakan tanda petik, kata ganti orang mengalami perubahan pada bagian yang dikutip, menggunakan kata tugas seperti, bahwa, sebab, supaya, atau untuk, dan intonasi mendatar dan menurun pada bagian akhir kalimat, (Alpian. 2005: 18)

  Dengan menggunakan teks wawancara sebagai alat bantu dalam mengembangkan narasi akan membantu siswa untuk menceritakan kembali suatu peristiwa atau kejadian secara kronologis. Kegiatan seperti ini menyuburkan kesempatan kreatif bagi siswa dalam menampilkan gagasan dan keahlian memilih kata-kata dan merangkainya menjadi kalimat.

  4. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Komponen Pemodelan dan Inkuiri.

  a. Pengertian Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Pembelajaran kontekstual adalah konsepsi pembelajaran yang membantu pengajar menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata serta pembelajaran yang memotivasi peserta didik agar menghubungkan pengetahuan dan diterapkannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota kelurga dan masyarakat. Dalam pendekatan ini ada tujuh elemen penting yaitu inkuiri, pertanyaan, konstruktivistik, pemodelan, masyarakat belajar, penilaian otentik dan refleksi, (Iskandarwassid, 2008: 62-63).

  Menurut Nurhadi (dalam Muslich.2007: 41) pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pengetahuan dan ketrampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar.

  Contekstual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. pembelajaran. ( Suprijono, 2009: 79)

  Alwasilah (2007: 65) menyatakan bahwa Contextual Teaching and Learning adalah sebuah sistem yang menyeluruh. CTL terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung. Jika bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah, bagian-bagian yang terpisah melibatkan proses-proses yang berbeda, yang ketika digunakan secara bersama-sama, memampukan para siswa membuat hubungan yang menghasilkan makna. Setiap bagian CTL yang berbeda ini memberikan sumbangan dan menolong siswa memahami tugas sekolah. Secara bersama-sama mereka membantu suatu sistem yang memungkinkan para siswa melihat makna di dalamnya, dan mengingat materi akademik.

  Contekstual Teaching and Learning merupakan konsep belajar yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan seharai-hari. Melalui proses penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik akan merasakan pentingnya belajar, dan mereka akan memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang dipelajarinya, (Mulyasa, 2009: 102).

  Menurut Sanjaya (2009: 255) Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

  Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, serta proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

  CTL memungkinkan proses belajar yang tenang dan menyenangkan, karena pembelajaran dilakukan secara alamiah, sehingga peserta didik dapat mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajarinya. Pembelajaran kontekstual mendorong peserta didik memahami hakikat, makna, manfaat belajar, sehingga memungkinkan mereka rajin termotivasi untuk senantiasa belajar, bahkan kecanduan belajar. Kondisi tersebut terwujud ketika peserta didik menyadari tentang apa yang meraka perlukan untuk hidup, dan bagaimana cara menggapainya, (Mulyasa, 2009: 103).

  Menurut Sanjaya (2009: 255-256) konsep pembelajaran kontekstual ada tiga hal yang harus dipahami yaitu : 1) CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. 2) CTL mendorong agar siswa agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan yang nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan yang nyata. Bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa sehingga tidak akan mudah terlupakan. 3) CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, tetapi bagaimana materi

  pelajaran itu dapat mewarnai prilakunya dalam kehidupan sehari- hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.

  Dalam pembelajaran kontekstual lebih mengutamakan strategi dari pada hasil. Guru dalam kelas kontekstual mempunyai tugas untuk membantu siswa mencapai tujuan. Tugas guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberikan informasi kepada siswa karena dalam pendekatan kontekstual siswa dituntut aktif menemukan sendiri pengetahuan tersebut bukan dari ceramah guru, guru hanya memberikan jalan mengarahkan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan tersebut.

  Menurut Sanjaya (2009: 261-262) perbedaan CTL dengan pembelajaran konvensional yaitu: 1) CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran. Sedangakan dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif

  2) dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok, seperti kerja kelompok, berdiskusi, saling menerima dan memberi. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa lebih banyak belajar secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghafal materi pelajaran

  3) dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil; sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat teoristis dan abstrak

  4) dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman; sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan

  5) tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri ;sedangkan pembelajaran konvensional, tujuan akhir adalah nilai atau angka

  6) dalam CTL, tindakan atau prilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri, misalnya individu tidak melakukan prilaku tertentu karena ia menyadari bahwa prilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat; sedangkan dalam pembelajaran konvensional, tindakan atau prilaku individu didasarkan pada faktor dari luar dirinya, misalnya individu tidak melakukan sesuatu disebabkan hukuman atau sekedar untuk memperoleh angka atau nilai dari guru

  7) dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional hal ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain

  8) dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing- masing; sedangkan dalam pembelajaran konvensional guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran

  9) dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi dimana saja dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan; sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas

  10) oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek perkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai cara, misalnya dengan evaluasi proses, hasil karya siswa, penampilan, rekaman, observasi, wawancara, dan lain sebagainya; sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes.

  Pembelajaran kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan kehidupan yang nyata. Dalam pendekatan kontekstual siswa mengetahui manfaat apa yang diperoleh dari kegiatan belajar yang ia lakukan. Dan mereka sendiri sebagai fasilitator dan motivator yang mengarahkan dan memotivasi siswa dalam proses pembelajaran.

  Pembelajaran kontekstual diharapkan mampu menghasilkan siswa yang kritis, kreatif, mandiri, dan berkompeten.

  b. Komponen Pemodelan Yang dimaksud dengan modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya guru memberikan contoh bagaimana cara mengoprasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan kalimat asing, guru olah raga memberikan contoh bagimana cara melampar bola, guru kesenian memberikan contoh bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi memberikan contoh bagimana cara menggunakan termometer, dan lain sebagainya, (Sanjaya, 2009: 267).

  Pemodelan adalah pembelajaran kontekstual dengan menekankan arti penting pendemonstrasian terhadap hal yang dipelajari peserta didik. Pemodelan memusatkan pada arti penting pengetahuan prosedural. Melalui pemodelan peserta didik dapat meniru terhadap hal yang dimodelkan. Model bisa berupa cara mengoprasikan sesuatu, contoh karya tulis, melafalkan bahasa dan sebagainya, (Suprijono. 2009: 88).

  Menurut (Muslich. 2007:46) pemodelan (modeling) merupakan komponen pendekatan CTL yang menyarankan bahwa pembelajaran ketrampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh tentang, misalnya cara mengoprasikan sesuatu, menunjukan hasil karya, mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa dari pada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukkan model atau contohnya. Prinsip-prinsip komponen modeling yang bisa diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran adalah sebagai berikut: 1). pengetahuan dan ketrampilan diperoleh dengan mantap apabila ada model atau contoh yang bisa ditiru 2). model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau dari ahlinya. 3). model atau contoh bisa berupa cara mengoprasikan sesuatu , contoh hasil karya, atau model penampilan.

  Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa komponen pemodelan dalam pendekatan kontekstual adalah pemberian model atau contoh dalam proses pembelajaran sehingga dari model tersebut siswa lebih mudah memahami materi yang sedang dipelajari.

  Model dalam pembelajaran dapat berupa cara melakukan sesuatu, menunjukkan contoh sesuatu tulisan misalnya dan lain sebagainya, yang dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran. Guru bukan satu-satunya model dalam pendekatan kontekstual. Akan tetapi siswa juga dapat menjadi model pembelajaran atau mendatangkan sumber dari luar yang benar-benar dapat dijadikan model dalam pembelajaran.

  Dalam pendekatan kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Siswa juga dapat dilibatkan untuk merancang sebuah model pembelajaran. Misalkan dalam pembelajaran puisi, ada siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap model.

  c. Komponen Inkuiri Inkuiri artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya adalah proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah, diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosional, maupun pribadinya, (Sanjaya, 2009: 265).

  Inkuiri adalah kata kunci pembelajaran kontekstual. Belajar penemuan menunjuk pada proses dan hasil belajar. Belajar penemuan melibatkan peserta didik dalam keseluruan proses metode keilmuan sebagai langkah-langkah sistemik menemukan pengetahuan baru atau memferivikasi pengetahuanlama. Belajar penemuan mengintegrasikan aktivitas belajar peserta didik ke dalam metode penelitian sebagai landasan oprasional melakukan investasi. Dalam investigasi peserta didik tidak hanya belajar memperoleh informasi, namun juga pemprosesan informasi adalah kemampuan peserta didik memecahkan masalah dan mengkonstruksikannya ke dalam bentuk laporan atau bentuk lainnya sebagi bukti tindak produktif peserta didik dari belajar penemuan. Prosedur inkuiri terdiri dari tahapan yaitu melontarkan permasalahan, mengumpulkan data dan verifikasi, mengumpulkan data dan eksperimentasi, merumuskan penjelasan dan menganalisis proses inkuiri, (Suprijono. 2009: 86)

  Menurut (Muslich. 2007: 45) komponen menemukan (inquiri) merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan ini diawali dengan pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian, pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri fakta yang dihadapinya. Atas pengertian tersebut, prinsip-prinsip yang bisa dipegang guru ketika menerapkan komponen inquiri dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: 1). pengetahuan dan ketrampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri 2). informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa. 3). siklus inkuiri adalah observasi, (observation) bertanya

  (questionong), mengajukan dugaan (hipotesis), pengumpulan data (data gathering), dan penyimpulan (conclussion).

  Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa komponen inkuiri merupakan bagian inti dari pendekatan kontekstual karena inkuiri berarti siswa menemukan sendiri pengetahuan dan ketrampilan dalam proses pembelajaran bukan hasil mengingat atau menghafal seperangkat kata-kata. Dengan inkuiri siswa diarahkan untuk berpikir secara sistematis. Karena dalam pembelajaran inkuiri siswa harus melalui siklus belajar yang terdiri atas observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan.

  Kegiatan pertama yang harus dilakukan siswa dalam siklus inkuiri adalah merumuskan masalah, setelah merumuskan masalah siswa melakukan observasi terhadap objek dari masalah yang dirumuskan itu. Setelah mengamati, siswa menanyakan hal-hal yang belum ia mengerti berkaitan dengan masalah yang telah ia rumuskan kepada sumber-sumber yang mengetahui tentang masalah tersebut. Salah satu sumber yang ada di kelas adalah guru dan teman. Setelah mengobservasi dan bertanya selajutnya siswa dapat mengajukan dugaan (hipotesis). Untuk menjawab hipotesis tersebut siswa melakukan pengumpulan data. Setelah hipotesis tersebut terjawab atau terbukti, langkah akhir dalam siklus inkuiri adalah menarik kesimpulan berdasarkan apa yang telah mereka dapatkan.

  Demikianlah kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual komponen inkuiri.

  Dalam proses pembelajaran siswa secara menyeluruh dituntut aktif dan guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator.

  5. Pembelajaran Menulis Narasi Berdasarkan Teks Wawancara dengan Pendekatan Kontekstual Komponen Pemodelan dan Inkuiri

  Narasi adalah suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu waktu. Atau dapat dirumuskan dengan cara lain narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi,(Keraf, 2007: 136).

  Wawancara adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi dari responden (siswa, orang yang diwawancarai) dengan melakukan tanya jawab sepihak. Artinya dalam kegiatan wawancara itu pertanyaan hanya berasal dari pihak pewawancara, sedangkan responden yang menjawab pertanyaan-pertanyaan saja, (Nurgiyantoro, 2001: 55).

  Menurut Sudijono (2006: 82) wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan.

  Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi dari responden dan menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan

  Pembelajaran menulis narasi dari teks wawancara disini menggunakan pendekatan kontekstual dengan menerapkan 2 komponen yaitu pemodelan dan inkuiri.

  Pembelajaran kontekstual adalah konsepsi pembelajaran yang membantu pengajar menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata serta pembelajaran yang memotivasi peserta didik agar menghubungkan pengetahuan dan diterapkannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota kelurga dan masyarakat. Dalam pendekatan ini ada tujuh elemen penting yaitu inkuiri, pertanyaan, konstruktivistik, pemodelan, masyarakat belajar, penilaian otentik dan refleksi. (Iskandarwassid, 2008: 62-63)

  Ketika melaksanakan pembelajaran konteksual sebenarnya ketujuh komponen pendekatan kontekstual tidak lepas satu dengan yang lainnya.

  Akan tetapi kita dapat menekankan pada salah satu komponen pembelajaran menulis narasi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kontekstual dengan menekankan komponen pemodelan dan inkuiri.

  Dalam pembelajaran menulis narasi yaitu guru menghadirkan model yang berupa contoh teks wawancara yang sudah diubah menjadi narasi.

  Teks wawancara yang sudah diubah menjadi narasi ini dijadikan model, tidak untuk ditiru siswa, tetapi siswa harus belajar menemukan pengetahuan tentang teks wawancara yang sudah diubah menjadi narasi tersebut. Disini peran guru sebagai fasilitator dan motivator yang mengarahkan dan memotivasi keaktifan siswa. Setelah mengamati model siswa berdiskusi dengan temannya untuk membahas pengetahuan yang ia temukan, misalnya menemukan pengetahuan tentang mengubah kalimat langsung menjadi kalimat tidak langsung, pengertian narasi. Selanjutnya siswa dapat bertanya kepada guru atau temannya tentang hal-hal yang berkaitan dengan menulis narasi berdasarkan teks wawancara.

  Setelah mengetahui tentang hal-hal menulis narasi berdasarkan teks wawancara, kemudian siswa menulis. Ketika siswa menulis narasi berdasarkan teks wawancara guru mengarahkan dan membimbingnya. Melalui pembelajaran seperti ini diharapkan dapat memecahkan masalah rendahnya kemampuan menulis narasi berdasarkan teks wawancara. Dalam pembelajaran menulis narasi perlu adanya suatu pembelajaran yang variasi dan efektif. Namun pada kenyataanya di sekolah khususnya proses pembelajaran masih menggunakan paradigma lama yang dikenal dengan model pembelajaran tradisional. Model pembelajaran ini dirasa siswa kurang diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki, siswa terkesan pasif.

  Penggunaan pendekatan kontekstual komponen pemodelan dan inkuiri dalam menulis narasi merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi dengan kehidupan dunia nyata siswa sehingga siswa dapat menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupannya. Dalam pendekatan kontekstual siswa mengetahui manfaat apa yang diperoleh dari kegiatan belajar yang ia lakukan.

  Dan mereka sendiri yang mengalami proses tersebut karena siswa sebagai subjek pembelajaran, guru hanya sebagai fasilitator dan motivator yang mengarahkan dan memotivasi siswa dalam proses pembelajaran. Pembelajaran kontekstual diharapkan mampu menghasilkan siswa yang kritis, kreatif, mandiri dan berkompeten.

  Ada tujuh komponen penting dalam pendekatan kontekstual, yaitu kontruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian yang sebenarnya. Dari ketujuh komponen tersebut komponen pemodelan dan inkuiri dirasa paling tepat dalam membelajarkan keterampilan menulis narasi. Pemberian model yang berupa contoh narasi berdasarkan teks wawancara akan memberikan pengetahuan bagi siswa, yaitu dapat melihat dan mempelajari secara langsung teks wawancara yang sudah diubah menjadi narasi. Penghadiran model dalam pembelajaran dapat memotivasi dan membantu siswa dalam menulis narasi berdasarkan teks wawancara. Proses inkuiri yang dilalui siswa mendorong mereka untuk aktif menemukan sendiri pengetahuan tentang menulis narasi berdasarkan teks wawancara dan membiasakan siswa berfikir sistematis dan kritis yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengembangkan teks wawancara menjadi narasi.

  Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas, hipotesis tindakan kelas yang diajukan dalam penelitian ini yaitu jika pembelajaran menarasikan hasil wawancara pada siswa kelas VII B SMP N I Kalibagor dilakukan dengan menggunakan pendekatan kontekstual komponen pemodelan dan inkuiri, maka tingkat kemampuan menulis narasi dari teks wawancara semakin meningkat.

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI I TEGINENENG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 13 74

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI I TEGINENENG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

4 37 79

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN BAHASA INDONESIA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 SINARMULYA KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 7 62

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS DESKRIPSI MELALUI PENDEKATAN INKUIRI PADA SISWA KELAS IVB SD NEGERI 1 RAJABASA TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 2 63

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 2 REJOSARI KECAMATAN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 5 52

KEMAMPUAN MENULIS NARASI BERDASARKAN TEKS WAWANCARA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

1 11 59

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 KAMPUNG KOTAAGUNG KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 5 34

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PENGALAMAN PRIBADI MELALUI STRATEGI INKUIRI PADA SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 2 BANDAR SEMESTER 2 TAHUN PELAJARAN 2016/2017

0 0 12

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan - PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS BERITA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION) PADA SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 3 SOKARAJA TAHUN AJARAN 2012-2013 - repository perpustaka

0 3 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - STUDI DESKRIPTIF RESPON SOSIAL PADA REMAJA DI SMK NEGERI KALIBAGOR - repository perpustakaan

0 0 8