PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI I TEGINENENG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

(1)

i

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh HELFITASARI

Masalah dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan berwawancara siswa melalui teknik pemodelan di kelas VIII SMP Negeri 1 Tegineneng tahun pelajaran 2011/2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan berwawancara siswa melalui teknik pemodelan di kelas VIII SMP Negeri 1 Tegineneng tahun pelajaran 2011/2012.

Penelitian ini menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri atas dua siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri I Tegineneng yang berjumlah 40 siswa. Setiap siklus mengunakan teknik pengumpulan data berupa tes praktik berwawancara dan lembar observasi. Tes praktik digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam berwawancara melalui teknik pemodelan, sedangkan lembar observasi digunakan untuk mengamati aktivitas siswa dan guru selama kegiatan pembelajaran. Siklus I


(2)

ii

Berdasarkan analisis data, diketahui pada prasiklus, siklus I, dan siklus II menunjukkan peningkatan nilai rata-rata kelas. Prasiklus, nilai rata-rata kelas 58 dengan persentase ketuntasan sebesar 40%. Siklus I, memperoleh nilai rata-rata kelas 61,81 dengan persentase ketuntasan 52,5%. Siklus II, memperoleh nilai rata-rata 70,69 dengan persentase ketuntasan sebesar 85%. Hasil observasi menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa pada setiap siklusnya. Hal tersebut terlihat pada keaktifan dan keantusiasan siswa dalam mengikuti pembelajaran berwawancara melalui teknik pemodelan. Demikian juga dengan aktivitas guru yang mengalami peningkatan dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, teknik pemodelan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berwawancara pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Tegineneng tahun pelajaran 2011/2012.


(3)

Penelitian Tindakan Kelas

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh HELFITASARI NPM 1013106003

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(4)

xv

Grafik Halaman

1. Hasil Kumulatif Keterampilan Berwawancara Siklus I ... 56

2. Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Siklus I... 65

3. Nilai Keterampilan Berwawancara Siklus II... 71

4. Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Siklus II ... 80

5. Perbandingan Ketuntasan Siswa dalam Berwawancara, Prasiklus, Siklus I dan II ... 86


(5)

xi

HALAMAN JUDUL... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP... vi

PERSEMBAHAN ... vii

MOTO ... viii

SANWACANA... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GRAFIK ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Kegunaan Penelitian... 7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keterampilan Berbicara ... 8

2.1.1 Pengertian Berbicara ... 8

2.1.2 Pengertian Kemampuan Berbicara... 9

2.1.3 Tujuan Berbicara... 10

2.2 Wawancara... 11

2.2.1 Pengertian Wawancara... 11

2.2.2 Jenis-jenis Wawancara ... 13

2.2.3 Langkah-langkah Wawancara ... 17

2.2.4 Teknik Interaksi dalam Berwawancara ... 19

2.2.5 Faktor Penunjang Keefektifan Berwawancara... 22

2.3 Pendekatan Kontekstual ... 27

2.3.1 Pengertian Pendekatan Kontekstual ... 27

2.3.2 Komponen Utama Pendekatan Kontekstual... 28

2.3.3 Teknik Pemodelan... 31

2.3.3.1 Pengertian Teknik Pemodelan ... 31

2.3.3.2 Prinsip-prinsip Pemodelan ... 33


(6)

xii

3.5 Indikator Kinerja ... 36

3.6 Prosedur Penelitian ... 36

3.7 Teknik Pengumpulan Data... 41

3.8 Instrumen Penelitian ... 42

3.9 Teknik Analisis Data... 48

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 50

4.1.1 Prasiklus ... 51

4.1.2 Siklus I... 52

4.1.2.1 Tahap Perencanaan ... 52

4.1.2.2 Tahap Pelaksanaan Tindakan... 53

4.1.2.3 Tahap Pengamatan ... 55

4.1.2.4 Tahap Refleksi ... 66

4.1.2 Siklus II ... 68

4.1.2.1 Tahap Perencanaan ... 68

4.1.2.2 Tahap Pelaksanaan Tindakan... 69

4.1.2.3 Tahap Pengamatan ... 70

4.1.2.4 Tahap Refleksi ... 81

4.2 Pembahasan ... 82

4.2.1 Siklus I... 82

4.2.2 Siklus II ... 83

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 88

5.2 Saran... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 90


(7)

xvi

1. Format Kesediaan Menjadi Teman Sejawat ... 92

2. Surat Pernyataan ... 93

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 94

4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II... 102

5. Hasil Kemampuan Siswa Berwawancara Siklus I ... 109

6. Kemampuan Siswa Berwawancara ditinjau dari Ketepatan Ucapan Siklus I ... 111

7. Hasil Kemampuan Siswa Berwawancara ditinjau dari Nada yang Sesuai Siklus I ... 113

8. Hasil Kemampuan Siswa Berwawancara ditinjau dari Pilihan Kata/ Diksi Siklus I... 115

9. Hasil Kemampuan Siswa Berwawancara ditinjau dari Keefektifan Kalimat pada Siklus I... 117

10. Hasil Kemampuan Siswa Berwawancara ditinjau dari Sikap yang Wajar, Tenang, dan Tidak Kaku Siklus I... 119

11. Hasil Kemampuan Siswa Berwawancara ditinjau dari Kelancaran Siklus I ... 121

12. Hasil Kemampuan Siswa Berwawancara ditinjau dari Relevansi/ Penalaran siklus I ... 123

13. Hasil Kemampuan Siswa Berwawancara ditinjau dari Penguasaan Topik siklus I... 125


(8)

xvii

18. Kemampuan Siswa Berwawancara ditinjau dari Ketepatan Ucapan

Siklus II ... 135

19. Hasil Kemampuan Siswa Berwawancara ditinjau dari Nada yang Sesuai Siklus II ... 137

20. Hasil Kemampuan Siswa Berwawancara ditinjau dari Pilihan Kata/ Diksi Siklus II ... 139

21. Hasil Kemampuan Siswa Berwawancara ditinjau dari Keefektifan Kalimat pada Siklus II ... 141

22. Hasil Kemampuan Siswa Berwawancara ditinjau dari Sikap yang Wajar, Tenang, dan Tidak Kaku Siklus II ... 143

23. Hasil Kemampuan Siswa Berwawancara ditinjau dari Kelancaran Siklus II ... 145

24. Hasil Kemampuan Siswa Berwawancara ditinjau dari Relevansi/ Penalaran siklus II... 147

25. Hasil Kemampuan Siswa Berwawancara ditinjau dari Penguasaan Topik siklus II... 149

26. Analisis Hasil Evaluasi Siklus II... 151

27. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Proses Pembelajaran Siklus II... 153

28. Hasil Pengamatan Aktivitas Guru Proses Pembelajaran Siklus II... 155

29. Angket Refleksi Siswa pada Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual ... 157

30. Instrumen Kemampuan Siswa dalam Berwawancara Melalui Teknik Pemodelan... 159

31. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian di Sekolah... 166


(9)

xiii

3.1 Indikator Penilaian Kemampuan Berwawancara ... 43

3.2 Lembar Observasi Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran ... 46

3.3 Lembar Observasi Aktivitas Guru dalam Proses Pembelajaran ... 47

3.4 Tolok Ukur Penilaian Kemampuan Berwawancara ... 49

4.1 Distribusi Kemampuan Berwawancara Prasiklus ... 52

4.2 Distribusi Kumulatif Kemampuan Berwawancara Siklus I ... 56

4.3 Kemampuan Berwawancara Indikator Ketepatan Ucapan Siklus I ... 57

4.4 Kemampuan Berwawancara Indikator Nada yang Sesuai ... 58

4.5 Kemampuan Berwawancara Indikator Pilihan Kata/Diksi Siklus I ... 59

4.6 Kemampuan Berwawancara Indikator Keefektifan Kalimat Siklus I... 59

4.7 Kemampuan Berwawancara Indikator Sikap yang Wajar, Tenang dan Tidak Kaku Siklus I ... 60

4.8 Kemampuan Berwawancara Indikator Kelancaran Siklus I ... 61

4.9 Kemampuan Berwawancara Indikator Relevansi/Penalaran Siklus I ... 62

4.10 Kemampuan Berwawancara Indikator Penguasaaan Topik Siklus I ... 63

4.11 Nilai Rata-rata Kemampuan Berwawancara Siklus I... 63


(10)

xiv

4.16 Kemampuan Berwawancara Indikator Nada yang Sesuai Siklus II... 73

4.17 Kemampuan Berwawancara Indikator Pilihan Kata/Diksi Siklus II ... 73

4.18 Kemampuan Berwawancara Indikator Keefektifan Kalimat Siklus II ... 74

4.19 Kemampuan Berwawancara Indikator Sikap yang Wajar, Tenang dan Tidak Kaku Siklus II ... 75

4.20 Kemampuan Berwawancara Indikator Kelancaran Siklus II ... 76

4.21 Kemampuan Berwawancara Indikator Relevansi/Penalaran Siklus II... 77

4.22 Kemampuan Berwawancara Indikator Penguasaaan Topik Siklus II ... 77

4.23 Nilai Rata-rata Kemampuan Berwawancara Siklus II ... 78

4.24 Rekapitulasi Hasil Analisis Data Siklus II ... 79

4.25 Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Siklus II ... 80

4.26 Perbandingan Ketuntasan Siswa Berwawancara, Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II ... 85

4.27 Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II... 86


(11)

Oleh

HELFITASARI

Penelitian Tindakan Kelas

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG

2012


(12)

Ketua : Sumarti, S.Pd., M.Hum. ……..………..

Sekretaris : Eka Sofia Agustina, S.Pd., M.Pd. ………

Penguji

bukan Pembimbing: Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd. ………

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003


(13)

jumlahnya. Sungguh Alllah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. (Q.S. An Nahl:18)

Ilmu adalah penyuluh masa depan

Ilmu tanpa amal bagaikan pohon tak berbunga

Sebagian ilmu Allah telah dipelajari, tetapi masih banyak lagi ilmu Allah yang terahasia.

Allah menghendaki kenyataan, tidak perencanaan Baik buruk perbuatan kita tidak mempengaruhi Allah Mencari dan mengamalkan ilmu adalah ibadah

Hidup, mati, ibadah, amal dan jodoh adalah rahasia Allah (Penulis)


(14)

Subhanahuwata’ala berikan, kupersembahkan karya ini kepada suami dan ketiga belahan jiwaku, Ifan Reynaldi Utama, Achmad Rashel Nabawi, dan Achmad Ibram Trinata.


(15)

Nomor Pokok Mahasiswa : 1013106003

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI, Pembimbing 1

Sumarti, S.Pd., M.Hum. NIP 197003181994032002

Pembimbing 2

Eka Sofia Agustina, S.Pd., M.Pd. NIP 197808092008012001

Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Drs. Imam Rejana, M.Si. NIP 194804211978031004


(16)

Penulis adalah anak pertama dari enam bersaudara pasangan dari Bapak M. Basri, S.E dan Ibu Sudarni (alm).

Jenjang pendidikan penulis dimulai dari SD Negeri 1 Banjarnegeri, Tegineneng lulus 1987, SMP Bina Remaja Tegineneng lulus 1990, SMA Negeri Natar lulus 1993, dan Diploma 3 Bahasa dan Sastra Lampung Unila lulus 2001.

Tanggal 19 Juli 2001, penulis mulai mengajar di SMP Negeri 1 Tegineneng, Kabupaten Pesawaran Bidang Studi Bahasa Lampung. Tanggal 1 April 2006, penulis diangkat PNS tetap pada SMP Negeri 1 Tegineneng, Kecamatan Tegineneng, Kabupaten Pesawaran hingga saat ini penulis tetap mengajar bidang studi Bahasa Lampung.

Tahun 2010, penulis mengikuti Program Pendidikan S-1 dalam Jabatan dari Dinas Pendidikan di FKIP Unila. Penulis sudah melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) atau Program Pemantapan Mengajar (PKM) dan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di SMP Negeri 1 Tegineneng tempat penulis mengajar yang beralamatkan di Trimulyo No.17 Kecamatan Tegineneng, Kabupaten Pesawaran.


(17)

x

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan PTK dengan

judul “Peningkatan Kemampuan Berwawancara Melalui Teknik Pemodelan Pada

Siswa Kelas VIII SMP Negeri I Tegineneng Tahun Pelajaran 2011/2012. Salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Salaulahu’alaihiwasalam, serta para sahabat, keluarga, dan pengikutnya yang senantiasa setia sampai akhir zaman. Amin.

Penulis telah banyak menerima bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan PTK ini. Oleh karena itu, dengan segenap jiwa sebagai wujud rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan atas segala bantuan, penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Sumarti, S.Pd., M.Hum., selaku dosen pembimbing I, yang tak henti-hentinya memberikan dorongan, saran, dan bimbingan demi kesempurnaan penulisan PTK ini;

2. Eka Sofia Agustina, S.Pd., M.Pd., selaku dosen pembimbing 2, yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran-saran mulai pembuatan proposal hingga penyelesaian PTK ini dengan penuh kesabaran;

3. Dr. Edy Suyanto, M.Pd., selaku Ketua Program Studi sekaligus Pembimbing Akademik, yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis


(18)

xi

yang telah memberikan tuntunan dan masukan sehingga PTK ini menjadi lebih sempurna;

5. Drs. Imam Rejana, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, FKIP Universitas Lampung;

6. Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung; dan 7. Keluarga besar SMP Negeri 1 Tegineneng terutama Kepala Sekolah Bapak

Heri Subagio, S.Pd., teman sejawat Tuty Irianti, S.Pd., teman-teman guru dan staf TU, siswa-siswi atas kerja sama dan kemudahan yang penulis dapatkan selama melaksanakan PKM dan PTK ini.

Penulis menyadari dalam penulisan PTK ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Karena itu, penulis mengharap kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan PTK ini. Harapan penulis, semoga karya kecil ini bisa bermanfaat bagi kita semua, khususnya dalam pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah.

Bandar Lampung, 2012 Penulis,


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP perlu diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Komunikasi yang dimaksud adalah suatu proses penyampaian maksud pembicara kepada orang lain dengan menggunakan saluran tertentu (Depdiknas 2003: 4). Dalam konteks alami, fungsi bahasa yang utama adalah sebagai alat komunikasi. Untuk itu, pengajaran bahasa Indonesia lebih banyak melatih siswa terampil berbahasa, bukan dituntut lebih banyak mengetahui pengetahuan tentang bahasa.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah salah satu program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap Bahasa Indonesia. Fungsi dan tujuan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia SMP dan MTs sebagai (1) sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa, (2) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, (3) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (4) sarana penyebarluasan pemakaian bahasa dan sastra Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan, (5) sarana pengembangan penalaran, dan (6) sarana pemahaman keragaman budaya Indonesia melalui khasanah kesastraan Indonesia (Depdiknas, 2006). Oleh karena


(20)

itu, tujuan pembelajaran bahasa diharapkan dapat membentuk kompetensi bahasa Indonesia siswa SMP dan MTs dengan M-enyajikan komponen kebahasaan, komponen pemahaman, dan komponen penggunaan bahasa secara terpadu.

Keterampilan berbicara merupakan salah satu aspek kebahasaan yang sangat penting. Dengan berbicara kita dapat memenuhi kebutuhan berkomunikasi dengan masyarakat sekitar lingkungan kita. Selain itu apabila komunikasi yang digunakan dengan bahasa lisan, maka komunikasi tersebut akan berlangsung efektif dan efisien. Karena dengan menggunakan bahasa lisan, berarti komunikasi yang dilakukan menggunakan media ucapan, dan hakikat bahasa adalah ucapan. Proses pengucapan bunyi-bunyi bahasa itu tidak lain adalah dengan berbicara, untuk dapat berbicara dengan baik diperlukan keterampilan berbicara (Tarigan, 1994: 15).

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pembelajaran Bahasa Indonesia SMP dan MTs pada keterampilan berbicara, sebagai bahan penelitian salah satu yang Sesuai dengan standar kompetensi kelas, VIII yaitu mengungkapkan berbagai informasi melalui wawancara dan presentasi laporan. Keterampilan berbicara yang dimaksud dalam standar kompetensi ini dipertegas dalam kompetensi dasar yaitu berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan dengan memperhatikan etika berwawancara (Depdiknas, 2006).

Wawancara merupakan keterampilan berbicara yang sering dilakukan oleh peliput berita dan para peneliti dalam berbagai bidang. Bagi para peneliti, berwawancara termasuk metode tanya jawab yang berlandaskan pada tujuan penelitian yakni


(21)

menyelidiki pengalaman, perasaan, motif, dan motivasi seseorang (Hadi, 1981: 193). Berwawancara merupakan salah satu pelatihan untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Oleh karena itu, pembelajaran wawancara saat ini dirasa sangat penting keberadaannya.

Berdasarkan hasil ulangan harian Bahasa Indonesia siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Tegineneng pada pokok bahasan berwawancara belum mencapai KKM yang telah ditentukan, sebesar 65 sedangkan nilai rata-rata kelas yang diperoleh hanya 58. Jumlah siswa seluruhnya 40 siswa, yang mencapai KKM hanya 16 siswa dan yang belum mencapai KKM berjumlah 24 siswa. Penyebab rendahnya hasil belajar tersebut karena siswa kurang dapat menuangkan gagasan (ide), kurang latihan berbicara, dan kesalahan pada kebahasaan. Berdasarkan wawancara, siswa kurang termotivasi dalam pembelajaran berbicara khususnya berwawancara. Hal ini disebabkan mereka jarang memperoleh nilai tinggi. Dengan demikian, keterampilan berwawancara siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Tegineneng perlu ditingkatkan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berwawancara masih belum berhasil, untuk itu dibutuhkan suatu teknik pembelajaran yang tepat untuk dapat mengatasinya.

Berdasarkan hal di atas, pembelajaran berwawancara perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh semua pihak, terutama guru Bahasa Indonesia. Guru sebagai fasilitator hendaknya menggunakan teknik pembelajaran wawancara yang menarik dan lebih bervariasi agar siswa lebih tertarik dan memiliki kemampuan berbicara khususnya berwawancara yang baik. Berdasarkan kenyataan,


(22)

pembelajaran berwawancara yang dilaksanakan kurang produktif. Guru umumnya hanya menerangkan hal-hal yang berkenaan dengan teori. Sementara pelatihan yang sebenarnya kurang disentuh. Oleh karena itu, keterampilan berbicara perlu dibelajarkan dengan benar, yakni membelajarkan siswa untuk terampil berbicara.

Untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa khususnya dalam berwawancara dapat digunakan teknik pemodelan. Komponen pemodelan merupakan bagian dari strategi pembelajaran kontekstual. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan berbahasa atau pengetahuan tertentu ada model yang bisa ditiru. Dalam hal ini, guru memberi model tentang cara, mengerjakan sesuatu dan bagaimana cara belajar. Siswa dapat dikatakan menguasai keterampilan barn dengan baik jika guru memberi contoh dan model untuk dilihat dan ditiru (Depdiknas 2002: 16).

Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Dengan demikian, mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sebagai anggota keluarga dan masyarakat, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yaitu: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), penilaian sebenamya (authentic assessment), dan refleksi (reflection) (Depdiknas 2006: 5). Dengan konsep pendekatan kontekstual tersebut, proses pembelajaran dapat berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan


(23)

siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Hasil pembelajaran kontekstual diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Dalam hal ini, strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.

Teknik pemodelan dengan pendekatan kontekstual memiliki kelebihan antara lain (1) menyenangkan siswa, (2) menggalakkan guru untuk mengembangkan kreatifitas siswa, (3) mengurangi hal-hal yang bersifat verbal dan abstrak, (4) menimbulkan respon yang positif dari siswa yang lamban/kurang cakap, dan (5) menumbuhkan cara berpikir yang kritis, karena siswa menyaksikan langsung melalui pemodelan yang didemonstrasikan di depan kelas.

Peningkatan keterampilan berwawancara melalui teknik pemodelan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Tegineneng diharapkan dapat mengatasi kesulitan siswa dalam pembelajaran berwawancara. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Pemodelan sebagai salah satu komponen pendekatan kontekstual mempunyai peran penting dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Kegiatan pemberian model dalam pembelajaran keterampilan berbicara bertujuan untuk membahasakan gagasan yang dipikirkan dengan cara mendemonstrasikan, agar para siswa belajar melakukan sesuatu. Artinya, ada model yang ditiru dan diamati oleh siswa. Dalam pembelajaran tersebut, diberi contoh teks wawancara. Komponen pemodelan melibatkan guru, siswa, dan model dari luar untuk menjadi model.


(24)

Keterampilan berbicara melalui teknik pemodelan diasumsikan dapat mengatasi permasalahan siswa dalam pembelajaran berwawancara. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian kaji tindak untuk meningkatkan kemampuan berwawancara melalui teknik pemodelan pada siswa kelas VIII SMP Negeri I Tegineneng.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah peningkatan kemampuan berwawancara siswa melalui teknik pemodelan di kelas VIII SMP Negeri 1 Tegineneng tahun pelajaran 2011/2012.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan peningkatan kemampuan berwawancara siswa melalui teknik pemodelan di kelas VIII SMP Negeri 1 Tegineneng tahun pelajaran 2011/2012.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik. secara teoretis maupun secara praktis.

1.4.1 Secara Teoretis

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengembangan pengetahuan keterampilan berbicara khususnya wawancara serta memberikan alternatif dalam pemilihan teknik pembelajaran. Teknik pemodelan dapat dijadikan salah satu solusi efektif dalam upaya mengatasi masalah kesulitan berwawancara.


(25)

1.4.2 Secara Praktis

Hasil penelitian kelas ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa dan guru. a. Bagi Siswa

Manfaat bagi siswa dapat lebih mudah menemukan dan mengembangkan ide dalam berwawancara dengan teknik pemodelan. Dengan adanya model, siswa dapat mencontoh bagaimana berwawancara yang benar.

b. Bagi Guru

Manfaat bagi guru Bahasa Indonesia adalah menambah wawasan guru tentang keterampilan berbicara khususnya berwawancara melalui teknik pemodelan.


(26)

II. LANDASAN TEORI

2.1 Keterampilan Berbicara

Keterampilan berbicara merupakan bagian integral dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Keberhasilan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berkaitan erat dengan komponen berbicara dan ditentukan beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain guru, siswa, teknik pembelajaran, materi pembelajaran, media pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan lingkungan. Faktor-faktor tersebut saling mengait dan menentukan dalam pembelajaran keterampilan berbicara (Arsjad dan Mukti, 1987: 5).

2.1.1 Pengertian Berbicara

Berbicara adalah suatu alat pengkomunikasian gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang penyimak dan sang pendengar. Berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide yang dikombinasikan Moris (dalam Movia: 2002). Menurut Arsjad dan Mukti (1987: 34), berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Sementara itu. menurut Tarigan, (2008: 16) berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.


(27)

Berdasarkan beberapa pengertian berbicara di atas, penulis mengacu pada pendapat Tarigan, yaitu berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Karena, dalam penelitian ini bukan hanya kemampuan siswa dalam hal mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi dan kata-kata secara tepat saja, melainkan juga diharapkan siswa mampu menyampaikan pikiran secara efektif dan mengkomunikasikan gagasan tersebut sesuai dengan kebutuhan pembicaraan yang akan dilaksanakan.

2.1.2 Pengertian Kemampuan Berbicara

Kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang berarti bisa atau sanggup. Kata dasar mampu mendapat simulfiks ke-an membentuk kata jadian kemampuan. Simulfiks ke-an yang menempel pada kata dasar akan membentuk kata dasar yang menyatakan sifat atau keadaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Sedangkan menurut Sujono (1981: 10-11) seseorang dikatakan mampu berbicara dengan sempurna apabila ia mampu menggunakan intonasi, pelafalan kata, serta mampu menguasai kalimat dengan lancar dalam pembicaraannya.

Kemampuan berbicara adalah kemampuan untuk mengucapkan kalimat-kalimat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan gagasan dan pikiran (Arsyad dan. Mukti, 2008).

Dari pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa seseorang dikatakan mampu berbicara dengan sempurna apabila ia mampu menggunakan intonasi,


(28)

pelafalan kata, serta mampu menguasai kalimat dengan lancar dalam pembicaraannya. Dalam penelitian ini, itonasi berarti pewawancara tidak berbicara terlalu lambat atau cepat sehingga narasumber dapat menangkap maksud pertanyaan yang diajukan. Dalam pelafalan kata, pewawancara mampu mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat, karena pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian narasumber.

2.1.3 Tujuan Berbicara

Pada dasamya tujuan berbicara adalah berkomunikasi agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, pembicara hendaknya mengkomunikasikan, makna yang akan dikomunikasikan. Pada dasamya berbicara mempunyai tiga maksud umum di antaranya sebagai berikut.

a. Memberitahukan atau Melaporkan

Berbicara untuk melaporkan dilaksanakan bila seseorang itu ingin (1) menjelaskan suatu proses, (2) menguraikan, mentafsirkan, atau menginterpretasikan suatu hal, (3) memberi atau menanamkan suatu pengetahuan, dan (4) menjelaskan kaftan. Berbicara untuk memberitahukan dan melaporkan bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan pendengar. Untuk itu, pembicara harus mempersiapkan pembicaraannya terlebih dahulu (Tarigan, 1985).

b. Menjamu dan Menghibur

Berbicara untuk menghibur berarti pembicara menarik perhatian pendengar dengan cara seperti, humor, spontanisasi, menggairahkan, kisah-kisah jenaka, petualangan bertujuan untuk menimbulkan suasana gembira bagi pendengamya.


(29)

c. Membujuk, Mendesak, dan Meyakinkan

Berbicara di sini mempunyai tujuan mempercayai suatu hal dan terdorong untuk melakukannya, meyakinkan pendengar, disertai pendapat dan fakta atau bukti sehingga diharapkan sikap pendengar dapat diubah (Tarigan : 1985).

2.2 Wawancara

Keterampilan berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang diajarkan di SMP. Dalam pembelajaran berbicara di SMP pada umumnya mempelajari bagaimana berkomuniksi secara lisan dengan bails, salah satunya adalah berwawancara.

2.2.1 Pengertian Wawancara

Wawancara atau interview merupakan cara mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang narasumber atau yang sering disebut informan. Biasanya, sebelum melakukan wawancara, pewawancara mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada informan. Namun, pewawancara tidak boleh hanya terpaku dengan pertanyaan yang telah dipersiapkan tersebut. Karena pertanyaan itu sifatnya hanya sebagai arahan untuk memperoleh informasi yang diinginkan. pewawancara bisa saja mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Karena pada prakteknya apabila terdapat informasi menarik dan perlu diketahui lebih lanjut, maka pewawancara boleh mengajukan pertanyaan baru di luar konsep pertanyaan yang telah disediakan.


(30)

Kartono (1980: 171) mengungkapkan pengertian wawancara dari asal katanya. Interviewberasal dari kata intervueyang memiliki arti perjumpaan sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Dengan demikian, wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu msalah tertentu, dan merupakan proses tanya jawab lisan dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik.

Wawancara adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan responder berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalah penelitian (Moleong, 2004:46). Sedangkan menurut Gunadi (1998: 131), wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu yang merupakan tanya jawab lisan, ketika dua orang to lebih berhadap-hadapan secara fisik (face to face) untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, dan motivasi seseorang.

Berdasarkan beberapa pengertian wawancara diatas, penulis mengacu pada pendapat Gunadi yang mengemukakan bahwa wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu yang merupakan tanya jawab lisan, ketika dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik (face to face) untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, dan motivasi seseorang. Sebab, dalam penelitian ini siswa melaksanakan kegiatan wawancara lisan yang dilaksanakan oleh dua orang yang saling berhadap-hadapan secara fisik. Kegiatan ini bertujuan untuk menggali informasi berupa tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, atau motivasi narasumber. Di mana sebelum


(31)

mereka melaksanakan proses wawancara, terlebih dahulu para siswa melihat contoh dari guru yang sebagai model langsung dalam pembdajaran ini. Pada penelitian ini, guru mempergunakan teman sejawat sebagai contoh atau model yang digunakan.

2.2.2 Jenis-Jenis Wawancara

Ada beberapa jenis wawancara yang biasa ditemukan dalam suatu kegiatan riset. Gunadi (1998:51) mengemukakan beberapa jenis wawancara antara lain sebagai berikut.

a. Wawancara Pendahuluan

Pada wawancara jenis ini, tidak ada sistematika tertentu, tidak terkontrol, informal, terjadi begitu saja, tidak diorganisasikan atau terarah. Wawancara jenis ini dikenal sebagai wawancara tidak terpimpin. Wawancara tidak terpimpin merupakan suatu kegiatan tanya jawab yang dikuasi mood dan keinginan. Wawancara tidak terpimpin susunan pertanyaan tidak ditentukan lebih dahulu dan pembicaraannya tergantung pada suasana wawancara. Wawancara tidak terpimpin seringkali disebut wawancara tidak terstruktur karena tidak terikat pada daftar pertanyaan tertentu. Kartono, (1980: 187). Sementara itu, Gunadi (1998) menjelaskan wawancara jenis ini biasanya digunakan untuk mengenalkan periset pada orang yang akan diriset. Periset perlu mengorbankan waktu untuk berkenalan atau beramah-tamah dengan informan sebelum mewawancarai. Dalam hal ini pada dasarnya wawancara bertujuan untuk membangun kepercayaan diri pewawancara pada responder.


(32)

Informan adalah seseorang atau anggota kelompok yang diriset yang diharapkan mempunyai informasi penting. Wawancara ini menjadi pembuka yang bisa membuat informan terbujuk untuk menyampaikan informasi kepada periset. Setelah itu oleh periset dilanjutkan pada wawancara yang lebih mendalam. Dalam riset kualitatif, jenis wawancara ini berguna dalam upaya menciptakan kepercayaan informan pada riset.

b. Wawancara Terstruktur (Structured Interview)

Pada jenis ini, periset menggunakan pedoman wawancara yang merupakan bentuk spesifik yang berisi instruksi yang mengarahkan periset dalam melakukan wawancara. Wawancara jenis ini dikenal juga sebagai wawancara sistematis atau wawancara terpimpin. Kartono (1980: 187) mengemukakan bahwa wawancara terpimpin, ialah wawancara yang dilakukan dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya seperti pedoman wawancara, topik wawancara, tujuan wawancara, dan pelaksanan wawancara. Wawancara terpimpin seringkali disebut juga sebagai wawancara. berstruktur. Fungsi wawancara terpimpin adalah sebagai alat pengumpul data yang relevan bagi tujuan suatu penelitian. Contohnya wawancara yang dilakukan seorang siswa kepada gurunya. Berger (2000: 112) mengemukakan bahwa wawancara jenis ini, biasanya digunakan pada riset kuantitatif, misalnya survei, sebagai data tambahan pertanyaan dalam kuisioner. Pertanyaan yang akan diajukan kepada responder sudah disusun secara sistematis.


(33)

Wawancara terstruktur menuntut periset mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang susunannya ditetapkan sebelumnya, dengan kata-kata yang sama. Jawaban biasanya sudah baku, tinggal dipilih dari beberapa jawaban yang sebelumnya telah disediakan oleh periset.

Untuk periset pemula, wawancara terstruktur ini sangat membantu dalam mengarahkan risetnya agar ridak meleset. Namun periset harus mempelajari dan mamahami pedoman wawancara agar wawancara dapat berjalan dengan lancar.

c. Wawancara Semistruktur (Semistructured Interview)

Wawancara semistruktur ini, biasanya pewawancara mempunyai daftar pertanyaan tertulis tetapi memungkinkn untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara bebas, namun yang masih terkait dengan permasalahan. Wawancara ini dikenal dengan nama wawancara tertarah atau bebas terpimpin. Artinya, wawancara ini dilakukan secara bebas, tapi tetap terarah dengan tetap berada pada jalur pokok permasalahan yang akan dilakukan dan telah disiapkan terlebih dahulu.

Pedoman permasalahan yang akan ditanyakan merdoakan landasan atau pijakan dalam melakukan wawancara. Pewawancara dimungkinkan untuk mengembangkan pertanyaan sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga memungkinkan mendapatkan data yang lebih lengkap.

Wawancara semistruktur atau bebas terpimpin merupakan kombinasi dari wawancara terpimpin. Di dalam wawancara ini, dipersiapkan secara tegas


(34)

pedoman wawancara dan arah pembicaraan. Pedoman wawancara berupa kerangka uraian pertanyaan yang dipersiapkan secara sistematis. Wawancara ini juga memiliki ciri fleksibelitas dan keluwesan karena, dengan fleksibelitas pawawancara dapat dengan mudah mengarahkan pembicaraan langsung mengena pada pokok pembicaraan, sedangkan dengan keluwesan, pewawancara akan, mendapat kesempatan untuk mencapai tujuan penyelidikan tentang sikap, keyakinan, dan perasaan. Oleh sebab itu wawancara jenis ini sering digunakan untuk,menggali gejala kehidupan psikis, keyakinan,motivasi, harapan, pengalaman, dan lain sebagainya. (Kartono, 1980: 190).

d. Wawancara Mendalam(Depth Interview)

Wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi, dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dengan frekuensi tinggi secara berulang-ulang dan secara intensif. Pada wawancara mendalam ini, pawawancara relatif tidak mempunyai kontrol atau respon informan, artinya informan bebas memberikan jawaban. Dalam hal ini pewawancara mempunyai tugas yang cukup berat, ia harus berusaha bagaimana informan bersedia memberikan jawaban-jawaban yang lengkap, mendalam, bila perlu secara terbuka dan tidak ada yang disembunyikan. Hal ini dapat diperoleh dengan cara mengusahakan agar proses, wawancara dapat berlangsung secara informal seperti sedang mengobrol.

Berdasarkan penjabaran jenis jenis wawancara di atas, penulis mengarahkan siswa pada jenis wawancara semistruktur(Semistructured Interview)babas terpimpin.


(35)

Karena akan dapat memberikan manfaat pada pembelajaran siswa dalam kegiatan berwawancara yang efektif dan efisien.

2.2.3 Langkah-Langkah Wawancara

Dalam melakukan wawancara, perlu adanya persiapan agar uraian yang disampaikan dapat teratur, sistematis, jelas, dan dapat mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul dalam pelaksanaan wawancara. Agar wawancara berhasil, perhatikan hal-hal dibawah ini.

a. Sebelum melaksanakan wawancara lakukan persiapan terlebih dahulu. Persiapan tersebut menyangkut garis besar wawancara, penguasaan materi wawancara, pengenalan mengenai sifat, karakter, atau kebiasaan seseorang yang hendak diwawancarai.

b. Dalam berwawancara terdapat peraturan atau norma-norma yang harus ditaati seperti sopan santun, jenis pakaian yang digunakan, dan pengenalan terhadap norma/etika setempat.

Hal diatas perlu diperhatikan agar kita dapat beradaptasi dengan lingkungan tempat pelaksanaan wawancara.

c. Menentukan topik dan tujuan. Dalam wawancara penentuan topik dan tujuan merupakan suatu kegiatan yang pertama kali harus dilakukan, karena hal itu dapat menunjang keefektifan dalam berwawancara. Topik yang dipilih hendaknya menarik untuk dibicarakan. Tujuan pembicaraan berhubungan dengan gambaran mengenai tanggapan yang akan diberikan narasumber. Untuk memudahkan siswa dalam mencapai pembicaraan yang sistematis dan efisien, sebaiknya sebelum melaksanakan wawancara siswa harus mengetahui


(36)

tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan dan motiv-asi dari narasumber. d. Menentukan Informan atau Interviewer. Setelah siswa berhasil merumuskan

topik dan tujuan wawancara, barulah narasumber ditentukan. Dalam hal ini diperlukan seorang narasumber yang berwibawa, panutan atau tokoh idola suatu kelompok.

e. Pewawancara sebaiknya mengumpulkan bahan terlebih dahulu, baru menyusun kerangka uraian. Bahan yang dikumpulkan harus berhubungan dengan topik dan tujuan dari wawancara. Dalam berwawancara siswa dapat melakukannya dengan pengamatan langung dan tidak langsung. Pengamatan langsung yaitu dengan cara diperoleh dari Internet, majalah, buku-buku bacaan, dan sebagainya. Pengamatan tidak langsung adalah pengamatan melalui pendangan atau persepsi. Pewawancara melakukan pengamatan langsung mengenai kelayakan narasumber dalam memberikan informasi. f. Membuat daftar pertanyaan. Tujuan pembuatan daftar pertanyaan untuk

memudahkan siswa dalam menyusun pembicaraan wawancara. Kerangka berisi topik pertanyaan yang telah direncanakan. Uraian tersebut dibagi dalam pertanyaan permulaan, pertengahan dan penutup. Selanjutnya pada saat wawancara, pewawancara mengembangkan pertanyaan berdasarkan urutan topik pertanyaan yanng telah disusun.

g. Melakukan uji coba. Setelah menyusun kerangka uraian, siswa mengadakan uji coba yang dapat dilakukan dengan teman atau sahabat sekelas. Pada tahap ini, siswa dapat melakukan koreksi pada kekurangan-kekurangan terhadap pertanyaan pertanyaan yang dapat menimbulkan salah tafsir. Tujuan uji coba


(37)

ini untuk mengadakan penyempurnaan secara menyeluruh dalam berwawancara.

2.2.4 Langkah-Langkah Teknik Interaksi dalam Wawancara

Dalam melakukan wawancara seseorang harus mempunyai kemampuan bertanya-jawab dengan pihak lain untuk memperoleh keterangan atau pendapat tentang suatu hal. Agar teknik wawancara dapat dikuasai, seseorang harus memiliki pengetahuan, keterampilan, daya seni, dan pengalaman yang cukup.

Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa untuk menjadi pewawancara atau pembicara, seseorang harus memiliki keterampilan teknis dalam berbicara dan wawancara, seni berbicara, pengalaman yang cukup banyak, selain itu juga harus sering berlatih sebagai upaya perbaikan kinerja. Untuk menunjang keberhasilan dalam wawancara secara teknis, dapat mengembangkan model komunikasi sebagai berikut.

a. Menciptakan suasana santai; b. Menjadi pendengar yang aktif;

c. Dalam menyampaikan pesan harus jelas dan benar; dan

d. Apabila ternyata dalam proses wawancara ternyata harus mengulang pertanyaan atau tanggapan, maka pewawancara harus mampu menyampaikannya dengan jelas, agar jawaban atau tanggapan yang diberikan nantinya oleh pihak yang diwawancarai sesuai dengan maksud pertanyaan atau permohonan dari pewawancara.


(38)

Pladi (1981: 192-217) mengemukakan mengenai teknik interaksi berwawancara. Berikut ini merupakan tahapan yang harus diperhatikan untuk melaksanakan wawancara.

a. Pengucapan Salam Pembuka

Sebelum wawancara dimulai, perlu mengucapkan salam pembuka. Salam yang diucapkan harus menyesuaikan dengan narasumber. Boleh bersifat umum ataupun bersifat keagamaan. Karena salam pembuka berguna bagi pewawacara untuk menciptakan keakraban dan keluwesan pada saat wawancara.

b. Pembicaraan Pendahuluan

Pembicaraan pendahuluan merupakan langkah perkenalan sekaligus menginformasikan topik dan tujuan wawancara. Sebaiknya dalam melakukan wawancara tidak perlu terburu-buru untuk masuk ke materi wawancara, namun. dapat dimulai dengan pembicaraan yang santai, ringan, dan netral. Karena pembicaraan pendahuluan menentukan suasana yang akan terjadi selama wawancara berlangsung.

c. Bertanya pada Kegiatan Wawancara

Kegiatan wawancara dimulai dengan pertanyaan yang luas dan secara bertahap diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih spesifik. Dalam hal ini pewawancara boleh menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, namun demikian pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tetap bergantung pada situasi dan kondisi pada saat itu. Dalam arti, apabila dalam proses wawancara terdapat informasi menarik dan perlu diketahui lebih lanjut,


(39)

maka pewawancara dapat mengajukan yang di luar kerangka pertanyaan. Hal ini dikenal dengan istilah prodding atau probing.

d. Prodding atauProbing

Prodding atau probing adalah mengadakan penggalian lebih dalam atau penyelidikan penggalian yang lebih menyeluruh (Hadi, 1981: 198). Pewawancara melakukan ini untuk mengetahui lebih dalam lagi mengenai alasan-alasan, dorongan suatu pendapat yang telah dikemukakan oleh narasumber. Namun pewawancara tetap menggunakan kerangka uraian, apabila ia telah merasa jelas, maka pewawancara akan kembali pengajukan pertanyaan menurut kerangka uraian sebelumnya.

e. Pencatatan

Pencatatan merupakan cara yang lebih efektif untuk menghindari timbulnya kesalahan akibat daya ingat yang kurang baik. Untuk itu, sebelum melakukan wawancara sebaiknya pewawancara mempersiapkan terlebih dahulu. Misalnya, alat tulis, alat perekam elektronik yang efisien, dan sebagainya pada proses pewawancara upayakan agar pendangan mata tetap tertuju pada wajah narasumber, walau sekali-kali boleh melirik ke catatan. Namun hendaknya pada wawancara kegiatan mencatat tidak terlalu mencolok.

f. Kesimpulan

Kesimpulan adalah ihktisar atau kesudahan pendapat (pendapat terakhir yang berdasarkan uraian sebelumnya). Kesimpulan merupakan keputusan yang telah didiskusikan dan dipertimbangkan oleh kedua belch pihak. Sebagai penentu


(40)

berhasil tidaknya kegiatan wawancara biasanya memanfaatkan ringkasan atau kesimpulan (Hadi, 1981: 192 - 217).

2.2.5 Faktor Penunjang Keefektifan Wawancara

Beberapa faktor penunjang dalam keefektifan berwawancara antara lain sebagai berikut.

a. Pembicara harus mampu memberikan kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan. Dengan pengusaan topik yang baik akan menumbuhkan rasa percaya diri, keberanian dan kelancaran dalam berwawancara.

b. Pembicara harus berbicara (mengucapkan bunyi-bunyi bahasa) dengan jelas dan tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat akan mengalihkan perhatian narasumber/pendengar.

c. Faktor kebahasaan 1) Ketepatan ucapan

Ketepatan ucapan adalah tepat dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa (Sudrajat, A., 2008) mengemukakan bahwa pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Hal ini akan sangat menggangu keefektifan berwawancara. Karena jika terdapat pengucapan yang kurang tepat akan menimbulkan kebosanan, suasana yang kurang menyenangkan, dan wawancara tersebut menjadi kurang menarik.

2) Nada yang sesuai

Kesesuaian nada dalam ucapan merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara, bahkan terkadang merupakan faktor penentu. Walau masalah


(41)

yang dibicarakan sebenarnya kurang menarik, tapi dalam pembicaraan itu nada yang digunakan sesuai tekanannya makna pembicaraan itu akan jadi menarik. Hal ini sangat penting untuk menjadi perhatian pewawancara, karena dalam wawancara apabila ditemukan nada pada suatu kata yang kurang sesuai maka akan terjadi kejanggalan. Hal tersebut akan mengalihkan perhatian narasumber, akibatnya pokok pembicaan yang disampaikan kurang diperhatikan juga.

3) Pilihan Kata (Diksi)

Pilihan kata adalah ketepatan dalam memilih dan menggunakan kata yang tepat, sehingga pendengar mengerti maksud dari pembicaran. Untuk itu pilihan kata hendaknya tepat, jelas dan bervariasi. Jelas artinya mudah dimengerti oleh pendengar, karena pendengar akan lebih tertarik apabila kata yang digunakan sudah dikenalnya, Untuk itu pewawancara harus memperhatikan siapa pendengarnya, apa yang menjadi pokok pembicaraan, dengan demikian pendengar akan tertarik kalau pewawancara berbicara dengan jelas dan dalam bahasa yang sudah dikuasainya.

4) Keefektifan Kalimat

Pembicaraan yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, mengenai sasaran dan mampu menimbulkan pengaruh dan dapat meninggalkan kasan atau menimbulkan akibat (Arsjad dan Mukti, 1988: 19). Kalimat efektif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.


(42)

(a) Keutuhan

Ciri keutuhan akan terlihat jika setiap kata benar-banar merupakan bagian dari sebuah kalimat.

(b) Perpautan

Perpautan bertalian dengan hubungan antara unsur-unsur kalimat, misalnya antara kata dengan kata, frasa dengan frasa dalam sebuah kalimat. Hubungan perpautannya pun harus logis dan jelas.

(c) Pemusatan

Pemusatan perhatian pada bagian yang terpenting dalam kalimat dapat dicapai dengan penempatan bagian tersebut pada awal atau akhir kalimat, sehingga bagian ini mendapat tekanan waktu berbicara.

(d) Kehematan

Kalimat efektif juga harus hemat dalam pemakaian kata, sehingga tidak ada kata-kata yang mubazir, seharusnya tidak dibicarakan, namun dibicarakan. Hal ini akan menyebabkan pendengar bosan.

d. Faktor Nonkebahasaan

Faktor nonkebahasaan di antaranya sebagai berikut. 1) Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku

Sikap seseorang sangat ditentukan oleh situasi, tempat, dan penguasaan materi. Dalam hal ini posisi duduk, sikap badan, posisi punggung diusahakan tegap, karena akan sangat membantu pewawancara untuk tidak


(43)

merasa gugup dan gelisah. Sikap yang wajar dalam wawancara juga hendaknya pada waktu berbicara pandangan pembicara diarahkan kepada semua pedengar. Pendangan yang hanya tertuju pada satu arah akan menimbulkan kesan pendengar tidak diperhatikan. Hal ini akan berakibat perhatian pendengar akan berkurang. Jadi usahakan agar pendengar merasa terlibat dan diperhatikan. Pada waktu menyampaikan isi pembicaraan, seorang pembicara hendaknya memiliki sikap terbuka, dalam artian mau menerima pendapat pihak lain, bersedia menerima kritik dan mau mengubah pendapatnya kalau memang keliru.

Dalam penelitian ini, siswa diharapkan berwawancara dengan posisi duduk atau berdiri dengan wajar, tenang, dan tidak kaku. Juga diharapkan siswa menguasai materi, karena dengan penguasaan materi baik, akan menghilangkan kegugupan. Dalam berwawancara ketenangan pada waktu mengajukan pertanyaan dapat tercermin dalam gerak-gerik dan mimik. Jadi hendaknya menghindari gerakan yang diikuti dengan mimik yang berlebihan, karena akan mengganggu keefektifan berbicara. Sebaliknya apabila dalam berbicara pewawancara mimik serta gerakgeriknya wajar, akan dapat menghidupkan komunikasi, jadi proses wawancara tidak kaku.

2) Kelancaran

Kegiatan berwawancara merupakan suatu kegiatan tanya jawab yang mangandalkan media berupa bahasa lisan, jadi pewawancara harus mampu berbicara dengan baik agar tidak menyulitkan pendengar dalam menangkap


(44)

isipembicaraan. Hindari pembicaraan yang terputus-putus, berbicara terlalu cepat, karena kedua hal tersebut akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraan. Tingkat kelancaran dalam berbicara tentu disesuaikan dengan situasi, tempat, dan jumlah. Jika pewawancara berbicara dengan lancar dan jelas maka isi wawancara yang disampaikan lebih mudah ditangkap oleh narasumber. Untuk itu pewawancara hendaknya tidak gugup. Pewawancara harus mampu mengatur suara agar jelas terdengar.

3) Relevansi/Penalaran

Relevansi /penalaran dalam wawancara harus memiliki hubungan yang logis. Proses berpikir untuk menuju kesimpulan jugs harus logis. Hal ini berarti hubungan bagian dalam kalimat, hubungan kalimat dengan kalimat harus masuk akal dan memiliki keterkaitan dengan pokok pembicaraan. Agar harasumber mampu menangkap isi pembicaraan, bagian dalam kalimat dan hubungan antarkalimat harus berhubungan dengan pokok pembicaraan.

4) Penguasaan Topik

Dalam kegiatan berwawancara penguasaan topik sangat penting. Seorang pembicara dalam kegiatan berwawancara dikatakan menguasai topik apabila dapat menyampaikan pokok wawancara dengan tepat. Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Jadi, penguasaan topik ini sangat penting bahkan merupakan faktor utama dalam berbicara.


(45)

2.3 Pendekatan Kontekstual

Pada subbab ini akan dipaparkan teori-teori tentang pengertian pendekatan kontekstual, komponen utama kontekstual, dan teknik pemodelan.

2.3.1 Pengertian Pendekatan Kontekstual

Pendekatan dilihat dari sudut bagaimana proses pengajaran atau materi pengajaran itu dikelola adalah suatu jalan, cara, atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran (Depdiknas, 2002 ). Sehubungan dengan hal itu, Sunarti dan Subana (2002) juga mengungkapkan, pendekatan adalah seperangkat asumsi tentang hakikat bahasa, pengajaran bahasa, dan proses belajar bahasa.

Dewasa ini ada kecenderungan untuk kembali pada pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih baik jika mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang (Depdiknas, 2002 ).

Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.


(46)

Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam konteks ini, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya dalarn status mereka, dan bagaimana meneapainya. Mereka sadar bahwa yang dipelajari berguna bagi hidupnya. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menanggapinya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing (Depdiknas 2002).

2.3.2 Komponen Utama Pendekatan Kontekstual

Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif. Nurhadi dan Senduk (2003) menyebutkan, ada tujuh komponen utama yang mendasari penerapan pendekatan kontekstual di kelas, yaitu konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (pemodelan), penilaian sebenarnya (authentic assessment), dan refleksi(reflection).

1. Konstruktivisme(Constructivism)

Kontruktivisme merupakan landasan filosofi CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun manusia-melalui proses sedikit demi sedikit melalui konteks terbatas (sempit), dan tidak sekonyong-konyong pengetahuan dikontruksi melalui pengalaman nyata yang ada di lapangan. Dalam pandangan konstruktivis strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu tugas guru adalah


(47)

memfasilitasi proses tersebut dengan (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

2. Bertanya(Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki siswa dimulai dari keinginan tahu sehingga ia bertanya. Aktivitas siswa dapat diamati pada saat kegiatan diskusi, bekerja dalam kelompok, menemui kesulitan, mengamati dan lainnya. Dalam pembelajaran yang aktif, kegiatan bertanya berguna untuk (1) menggali informasi, (2) mengecek pemahaman siswa, (3) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, (4) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, (5) memfokuskan perhatian siswa, (6) menggali lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, (7) membangkitkan respon siswa, (8) menyegarkan kembali respon siswa, (9) memberi bimbingan pada siswa dan, (10) menilai siswa.

3. Menemukan(Inquiry)

Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi dari hasil menemukan sendiri. Dalam kegiatan pembelajaran guru hares selalu merancang dan merencanakan kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan apapun materi yang diajarkan.

4. Masyarakat Belajar(Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar dapat diperoleh melalui sharing antar


(48)

teman, antar kelompok, antar individu yang belum tahu dengan yang lebih tahu dan lainnya. Kalau seseorang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang dapat merupakan sumber belajar. Ini berarti bahwa orang akan sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman.

5. Pemodelan(Modeling)

Pembelajaran dengan pemodelan adalah belajar dengan meniru dari suatu aktivitas yang dapat ditiru. Dalam pembelajaran ini guru dapat memberikan contoh untuk membuktikan suatu identitas dari masalah, mendemonstrasikan bagaimana seharusnya siswa belajar dan perlu didingat bahwa guru bukanlah satu-satunya model.

6. Penilaian Sebenarnya(Authentic Assessment)

Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang dapat bermakna memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar dapat memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Kemajuan belajar dinilai dari proses bukan dari basil dan dengan berbagai cara.

7. Refleksi(Reflection)

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang baru dipelajari atau apa yang telah dilakukan di masa lalu. Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi.


(49)

Dalam PTK ini, peneliti memilih penerapan teknik pemodelan yang merupakan salah satu dari tujuh komponen utama pendekatan kontekstual. Karena itu, teknik pemodelan dipilih tersendiri sebagai salah satu judul PTK ini. Untuk mengetahui lebih jelas tentang teknik pemodelan berikut diuraikan tentang pengertian teknik pemodelan, prinsip-prinsip pemodelan, dan keunggulan teknik pemodelan.

2.3.3 Teknik Pemodelan

Dalam proses belajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik-teknik penyajian dalam mengajar. Salah satu strategi yang digunakan dalam pembelajaran adalah teknik pemodelan. Untuk mendapatkan suatu definisi yang dapat dipahami dengan baik dari pengertian pemodelan, maka kita harus mengetahui secara mendalam apa arti sebenarnya kata pemodelan.

2.3.3.1 Pengertian Teknik Pemodelan

Model adalah seperangkat prosedur yang bertujuan untuk mewujudkan suatu proses, seperti penilaian kebutuhan, pemilihan media, dan evaluasi. Ketiga hal tersebut memiliki peran penting dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran yang berupa alat peraga digunakan oleh guru untuk memudahkan dan mempercepat proses belajar mengajar (Hartono, 2002: 33).

Pemodelan dalam pembelajaran adalah cara guru mempersiapkan suatu karangan model yang akan dijadikan sebagai model atau contoh (Tarigan, 1986: 194). Teknik pemodelan merupakan teknik pembelajaran dengan menggunakan model


(50)

atau alat peraga. Kehadiran alat peraga akan menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar lebih menarik dan mengasyikkan serta siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran. Wujud alat peraga atau model disesuaikan kebutuhan setiap mata pelajaran.

Komponen pemodelan merupakan bagian dari strategi pembelajaran kontekstual. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan berbahasa atau pengetahuan tertentu ada model yang bisa ditiru. Dalam hal ini, guru memberi model tentang cara mengerjakan sesuatu dan bagaimana cara belajar. Siswa dapat dikatakan menguasai keterampilan baru dengan baik jika guru memberi contoh dan model untuk dilihat dan ditiru (Depdiknas 2002: 16).

Pemodelan adalah kegiatan pemberian model dengan tujuan untuk membahasakan gagasan yang kita pikirkan, mendemonstrasikan bagaimana kita menginginkan para siswa untuk belajar atau melakukan sesuatu yang kita inginkan. Dalam teknik pemodelan, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan model dari luar. Dengan demikian, dalam pembelajaran berwawancara, guru menghadirkan contoh atau model yang bersumber dari hasil wawancara penulis dengan pihak lain atau hasil wawancara siswa itu sendiri untuk disajikan dalam pembelajaran.

Dari pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa teknik pemodelan adalah suatu teknik pembelajaran, guru mempersiapkan suatu model yang akan memeragakan suatu gagasan yang dirancang, baik itu melibatkan siswa, guru itu sendiri, atau model dari luar.


(51)

2.3.3.2 Prinsip-Prinsip Pemodelan

Menurut Nurhadi dan Senduk (2003: 43) prinsip-prinsip pemodelan antara lain sebagai berikut.

a. Memilih model apa yang digunakan, bagaimana masalahnya dan bagaimana juga dengan solusinya;

b. Setiap model dapat dinyatakan dalam tingkatan yang berbeda; c. Model yang terbaik adalah yang berhubungan dengan realitas;

d. Tidak pernah ada model tunggal yang cukup baik, setiap sistem yang baik memiliki serangkaian model kecil yang independen.

Prinsip pemodelan tidak terlalu menitikberatkan kepada bentuk dalam model apa untuk merancang sebuah pembelajaran, bentuk model ini bebas, bisa menggunakan bentuk apa saja, sesuai dengan keinginan kita, contohnya mempresentasikan bagaimana menjadi pewawancara yang baik dan mendapatkan informasi yang sesuai dengan tema wawancara.

2.3.3.3 Kelebihan Teknik Pemodelan

Dalam setiap teknik yang digunakan guru di kelas, pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan teknik pemodelan. Kelebihan teknik pemodelan, antara lain sebagai berikut (Depdiknas. 2002:30).

a. Menyenangkan siswa;

b. Menggalakkan guru untuk mengembangkan kreatifitas siswa;

c. Memungkinkan eksperimen berlangsung tanpa memerlukan lingkungan yang sebenarnya;


(52)

d. Mengurangi hal-hal yang bersifat verbal dan abstrak;

e. Tidak memerlukan pengarahan yang pelik dan mendalam, karena walau bukan guru langsung yang menjadi model (dapat mengambil orang lain), namun teknik pemodelan ini dapat berlangsung;

f. Menimbulkan interaksi antara model dengn siswa, yang memberi kemungkinan timbulnya keutuhaan dan kegotongroyongan serta rasa keakraban;

g. Menimbulkan respon yang positif dari siswa yang lamban/kurang cakap; h. Menumbuhkan cara berpikir yang kritis, karena siswa menyaksikan langsung


(53)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas. Penelitian Tindakan Kelas merupakan salah satu bentuk penelitian yang bersifat reflektif Guru harus merancang dan melaksanakan penelitian ini secara bersama. Sasaran penelitian diambil dari berbagai pormasalahan dalam pembelajaran yang menjadi keprihatinan guru dan atau sekolah. Untuk itu perlu mengadakan perbaikan untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Tim Pelatih proyek PGSM (1999: 4).


(54)

3.2 Subjek Penelitian

Subjek dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri I Tegineneng Kabupaten Pesawaran dengan jumlah siswa 40 terdiri atas 29 siswa perempuan dan 11 siswa laki-laki.

3.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Tegineneng Kabupaten Pesawaran. 3.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tahun pelajaran 2011/2012. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas sesuai dengan jadwal pelajaran Bahasa Indonesia di kelas VIII A (2 x 45 menit) per tatap muka, dan penelitian akan berlangsung sampai indikator yang telah ditentukan tercapai.

3.5 Indikator Kinerja

Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini difokuskan pada proses dan hasil pembelajaran. Dari segi proses diharapkan mencapai 80% siswa aktif dalam pembelajaran dan dari segi hasil siswa mencapai KKM 65.

3.6 Prosedur Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini terdiri dari dua siklus. Masing-masing siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang dicapai, seperti yang telah didesain dalam indikator yang diselidiki. Untuk mengetahui permasalahan efektivitas pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri I Tegineneng Kabupaten Pesawaran dilakukan observasi terhadap kegiatan pembelajaran yang


(55)

dilakukan guru, selain itu diadakan diskusi antara guru sebagai peneliti dengan para pengamat sebagai teman sejawat dalam penelitian ini. Melalui langkah-langkah tersebut akan ditentukan bersama-sama antara guru dan pengamat untuk menetapkan tindakan yang tepat dalam rangka meningkatkan efektivitas pembelajaran bahasa Indonesia. Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini setiap siklusnya meliputi: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi dalam setiap siklus. Secara rinci prosedur penelitian tindakan kelas ini dijabarkan dalam uraian berikut ini.

3.6.1 Tahap Perencanaan

Pada tahap perencanaan ini kegiatannya antara lain sebagai berikut. a. Peneliti dan pengamat menetapkan altematif peningkatan efektivitas

pembelajaran bahasa indonesia dalam berwawancara;

b. Peneliti bersama-sama teman sejawat membuat perencanaan pengajaran yang mengembangkan keterampilan khususnya aspek berbicara;

c. Menginventarisir media pembelajaran yang akan digunakan; d. Membuat lembar observasi;

e. Mendesain alat evaluasi.

3.6.2 Tahap Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap pelaksanaan tindakan ini adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran sebagaimana yang telah direncanakan berdasarkan rencana pelaksaaan pembelajaran (RPP) dengan indikator yang telah ditetapkan dengan menggunakan teknik pemodelan.


(56)

1. Siklus I

Langkah-langkah kegiatan yang direncanakan pada siklus I terdiri atas 2 kali pertemuan, antara lain sebagai berikut.

a) Pertemuan Pertama

1) Kegiatan Awal (10 menit)

a) Sebagai pembuka, guru terlebih dahulu mengucapkan salam kepada siswa dan sebagai bentuk kepedulian guru menanyakan kabar siswanya, apakah dalam keadaan baik.

b) Mengecek kehadiran siswa. c) Mengadakan apersepsi.

d) Menyampaikan atau menginformasikan Kompetensi Dasar (KD). indikator, dan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

2) Kegiatan Inti (60 menit)

1) Guru menghadirkan model yang memeragakan cara berwawancara yang baik.

2) Guru dan siswa bertanya jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan cara berwawancara yang baik.

3) Guru menjelaskan hal-hal penting yang berkaitan dengan bagaimana cara memperagakan wawancara di depan kelas dengan menggunakan pilihan kata yang tepat, sikap pada waktu berwawancara, dan penguasaan materi berwawancara (topik dan tujuan wawancara) dengan memperhatikan tema atau topik yang digunakan secara baik.


(57)

penjelasan guru dalam berwawancara dan mencatat hal-hal pokok dalam berwawancara.

5) Siswa menuliskan hal-hal penting bagaimana berwawancara yang baik sesuai dengan tema atau topik yang digunakan.

6) Siswa memeragakan wawancara di depan kelas. 3) Kegiatan Akhir (10 menit)

a) Melakukan evaluasi.

b) Guru memberi kata-kata pujian kepada siswa atas keikutsertaan secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.

c) Guru meminta siswa mempelajari kembali di rumah materi yang telah diterimanya.

b)Pertemuan Kedua

1. Kegiatan Awal (10 menit) a) Apersepsi dan motivasi.

b) Tanya jawab tentang materi pelajaran pada pertemuan sebelumnya. c) Menjelaskan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

d) Guru melakukan apersepsi dengan bertanya jawab kepada siswa hal-hal yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.

2. Kegiatan Inti (60 menit)

a) Siswa melihat kembali cara guru mewawancarai seseorang di depan kelas (dalam hal ini guru memilih salah satu siswa sebagai contoh model).


(58)

b) Semua siswa memperhatikan model yang memperagakan cara berwawancara.

c) Bersama pasangannya siswa memperagakan cara berwawancara di depan kelas.

d) Guru melakukan pengamatan dari hasil kerja siswa.

e) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas.

3. Kegiatan Akhir (10 menit)

a) Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan.

b) Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan.

c) Melakukan evaluasi secara tertulis. d) Guru memberikan penilaian. 3.6.3 Tahap Observasi

Pada tahap observasi ini kegiatan yang dilaksanakan yaitu mengobservasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan.

3.6.4 Tahap Refleksi

Kegiatan pada tahap refleksi ini yaitu menganalisis data yang diperoleh dari observasi/pengamatan. Berdasarkan hasil observasi tersebut, guru dapat merefleksikan diri tentang kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Dengan


(59)

demikian, guru akan dapat mengetahui efektivitas kegiatan pembelajaran melalui teknik pemodelan yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil refleksi ini akan dapat diketahui kelemahan kegiatan pembelajaran melalui teknik pemodelan yang dilakukan oleh guru.

Setelah kegiatan pelaksanaan tindakan siklus I, peneliti bersama teman sejawat menilai hasil pekerjaan siswa, mengevaluasi kelebihan dan kekurangan yang ditemukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Jika pada siklus I masih belum mencapai target yang ditetapkan, maka peneliti merencanakan perbaikan pada siklus II.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui 2 cara, yaitu tes dan nontes. a. Tes

Tes yang dilakukan pada penelitian ini adalah tes praktik memperagakan wawancara. Tes praktik dilakukan pada setiap pembelajaran berlangsung pada materi berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan dengan memperhatikan etika berwawancara.

b. Nontes

Nontes melalui observasi dan angket. 1. Observasi

Observasi yang dilaksanakan yaitu mengobservasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan yaitu lembar kegiatan aktivitas siswa dan lembar kegiatan aktivitas guru.


(60)

Observasi digunakan untuk mengetahui apakah wawancara yang diperagakan siswa di kelas berjalan dengan efektif. Pedoman observasi atau pengamatan ini diisi selama pembelajaran berlangsung dengan cara memberi tanda ceklis (√) pada setiap aspek yang diamati siswa dengan tingkat kemampuan kurang sekali, kurang, cukup, baik atau baik sekali.

2. Angket

Angket diberikan kepada siswa setelah mengikuti pembelajaran berwawancara. Sasaran pernyataan dalam angket adalah kejadian dalam proses pembelajaran berawwancara dengan teknik pemodelan pendekatan kontekstual. Jumlah pernyataan meliputi 10 butir dengan menggunakan alat penilaian skor dan dipilih dengan tanda cek list.

3.8 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RPP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran.

2. Lembar Observasi Kegiatan Pembelajaran

Lembar observasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Indikator penilaian kemampuan berwawancara;


(61)

Tabel 3.1 Indikator Penilaian Kemampuan Berwawancara pada Siswa Kelas VIII SMPN 1 Tegineneng

Indikator Sub Indikator Deskriptor Penilaian Skor Maksimal Skor 1. Kebahasaan a. Ketepatan

Ucapan 1) Pada saat melakukan wawancara, kata-kata yang diucapkan siswa

semuanya tepat 5

5 2) Terdapat 1-2 kesalahan kata-kata

yang diucapkan siswa 4

3) Terdapat 3-4 kesalahan kata-kata,

yang diucapkan siswa 3

4) Terdapat lebih dari 4 kesalahan

kata yang diucapkan siswa 2 5) Kata-kata yang diucapkan siswa

semuanya tidak tepat 1 b. Nada yang

sesuai 1) Siswa berwawancara dengan nada yang sangat baik 5

5 2) Terdapat 1-2 kesalahan nada yang

digunakan siswa dalam

berwawancara 4

3) Terdapat 3-4 kesalahan nada yang digunakan siswa dalam

berwawancara 3

4) Terdapat lebih dari 4 kesalahan nada yang digunakan siswa dalam

berwawancara 2

5) Siswa berwawancara dengan nada

yang tidak tepat 1

c. Pilihan

Kata/diksi 1) Pilihan kata yang digunakan siswa dalam berwawancara tepat semua

sesuai kalimat 5

5 2) Terdapat 1-2 kesalahan pilihan kata

yang digunakan dalam

berwawancara 4

3) Terdapat 3-4 kesalahan pilihan kata yang digunakan dalam

berwawancara 3

4) Terdapat lebih dari 4 kesalahan pilihan kata yang digunakan dalam

berwawancara 2

5) Pilihan kata yang digunakan siswa dalam berwawancara tidak satupun


(62)

d. Keefektifan

Kalimat 1) Semua kalimat yang digunakan siswa dalam berwawancara efektif 5

5 2) Terdapat 1-2 kesalahan

penggunaan kalimat dalam

berwawancara 4

3) Terdapat 3-4 kesalahan penggunaan kalimat dalam

berwawancara 3

4) Terdapat lebih dari 4 kesalahan penggunaan kalimat dalam

berwawancara 2

5) Kalimat yang digunakan siswa dalam berwawancara semuanya

tidak efektif 1

2.Nonkebahasaan a. Sikap yang wajar tenang, dan tidak kaku

1) Siswa berwawancara dengan sikap yang sangat baik, yaitu sikap wajar, tenang, dan tidak kaku 5

5 2) Siswa berwawancara dengan sikap

yang wajar, tenang tetapi kaku 4 3) Siswa berwawancara dengan sikap

yang wajar, tetapi tidak tenang 3 4) Siswa berwawancara dengan sikap

yang wajar,tetapi tidak tenang dan

kaku 2

5) Siswa berwawancara dengan sikap yang tidak wajar, tidak tenang dan

kaku 1

b. Kelancaran 1) Siswa berbicara dengan sangat lancar sehingga menyampaikan

pembicaraan sangat baik 5

5 2) Dalam berwawancara siswa

berbicara dengan lancar tetapi

masih ada 1-2 kesalahan 4 3) Dalam berwawancara siswa

berbicara cukup lancar tetapi

masih ada 3-4 kesalahan 3 4) Dalam berwawancara siswa

berbicara kurang lancar 2 5) Dalam berwawancara siswa

berbicara tidak lancar sama sekali 1 c. Relevansi/

Penalaran 1) Relevansi antarkalimat dalam berwawancara sangat sesuai 5 2) Terdapat 1-2 kesalahan proses 4


(63)

Penghitungan nilai akhir tes kemampuan siswa berwawancara melalui teknik pemodelan menggunakan rumus sebagai berikut.

Untuk mengukur aktivitas siswa selama pembelajaran, peneliti menyiapkan penilaian pada lembar observasi aktivitas siswa pada tabel 3.2 sebagai berikut.

berpikir dalam berwawancara

5 3) Terdapat 3- 4 kesalahan proses

berpikir dalam berwawancara 3 4) Terdapat lebih dari 4 kesalahan

proses berpikir dalam

berwawancara 2

5) Bagian kalimat tidak memiliki keterkaitan dengan pokok

pembicaraan 1

d. Penguasaan

Topik 1) Siswa dapat menguasai topik wawancara dengan sangat baik 5

5 2) Terdapat 1-2 kesalahan dalam.

memahami topik wawancara 4 3) Terdapat 3-4 kesalahan dalam

memahami topik wawancara 3 4) Terdapat lebih dari 4 kesalahan

dalam memahami topik wawancara 2 5) Siswa tidak menguasai topik

wawancara 1


(64)

Tabel 3.2 Lembar Observasi Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

No Indikator Deskriptor Penilaian Skor Maksimal Skor 1 Keseriusan Seluruh siswa memperhatikan dengan

serius peragaan berwawancara 5

5 Ada 1-3 siswa yang tidak serius

memperhatikan peragaan berwawancara

4 Ada 4-6 siswa yang tidak serius

memperhatikan peragaan berwawancara

3 Ada 7-9 siswa yang tidak serius

memperhatikan peragaan berwawancara

2 Lebih dari 10 siswa tidak

memperhatikan peragaan berwawancara

1 2 Inisiatif Seluruh siswa aktif mencari bahan pada

sumber lain dan memiliki ide atau gagasan untuk menyelesaikan tugas

5

5 Ada 1-3 siswa yang tidak aktif mencari

bahan pada sumber lain dan tidak memiliki ide atau gagasan untuk

menyelesaikan tugas 4

Ada 4-6 siswa tidak aktif mencari bahan pada sumber lain dan tidak memiliki ide atau gagasan untuk menyelesaikan tugas

3 Ada 7-9 siswa tidak aktif mencari

bahan pada sumber lain dan tidak memiliki ide atau gagasan untuk menyelesaikan tugas

2 Lebih dari 10 siswa tidak aktif mencari bahan pada sumber lain dan tidak memiliki ide atau gagasan untuk menyelesaikan tugas

1 3 Tanya

Jawab Seluruh siswa aktif bertanya jawab dengan guru atau teman dalam menyelesaikan masalah

5

. 5 Ada 1-3 siswa tidak aktif bertanya

jawab dengan guru atau teman dalam menyelesaikan masalah

4 Ada 4-6 siswa tidak aktif bertanya

jawab dengan guru atau teman dalam menyelesaikan masalah


(65)

Ada 7-9 siswa tidak aktif bertanya jawab dengan guru atau teman dalam menyelesaikan masalah

2 Lebih dari 10 siswa tidak aktif bertanya jawab dengan guru atau teman dalam menyelesaikan masalah

1

Jumlah (Skor Maksimal) 15

Selain aktivitas siswa yang dinilai selama kegiatan pembelajaran, aktivitas guru juga dinilai oleh pengamat dalam hal ini adalah teman sejawat sebagai kolaborator penelitian ini. Untuk mengukur aktivitas guru selama pembelajaran, dapat disajikan lembar observasi aktivitas guru pada tabel 3.3 sebagai berikut.

Tabel 3.3 Lembar Observasi Aktivitas Guru dalam Proses Pembelajaran

No Aspek yang diamati Skor

I Pra Pembelajaran

1. Mempersiapkan siswa untuk belajar 1 2 3 4 5 2. Melakukan kegiatan apersepsi 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 II Kegiatan Inti Pembelajaran

A.Penguasaan Materi Pembelajaran

3. Menunjukkan penguasaan materi pembelajaran 1 2 3 4 5 4. Mengaitkan materi dengan pengetahuan lain yang relevan 1 2 3 4 5 5. Menyampaikan materi dengan jelas, sesuai dengan hirarki

belajar dan karakteristik siswa 1 2 3 4 5 6. Mengaitkan materi dengan realita kehidupan 1 2 3 4 5 B.Pendekatan/Strategi Pembelajaran

7. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kompetensi

(tujuan) yang akan dicapai 1 2 3 4 5

8. Melaksanakan pembelajaran secara runtut 1 2 3 4 5

9. Menguasai kelas 1 2 3 4 5

10.Melaksanakan pembelajaran yang bersifat kontekstual 1 2 3 4 5 11.Melaksanakan pembelajaran yang memungkinkan

tumbuhnya kebiasaan positif 1 2 3 4 5

12.Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu

yang direncanakan 1 2 3 4 5

C.Pemanfaatan Media Pembelajaran/Sumber Belajar

13.Menggunakan media secara efektif dan efisien 1 2 3 4 5 14.Menghasilkan pesan yang menarik 1 2 3 4 5 15.Melibatkan siswa dalam pemanfaatan sumber


(66)

D.Pembelajaran yang Memicu dan Memelihara Keterlibatan Siswa 16.Menumbuhkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran 1 2 3 4 5 17.Menunjukkan sikap terbuka terhadap respon siswa 1 2 3 4 5 18.Menumbuhkan kerjasama dan antusiasme siswa dalam

belajar 1 2 3 4 5

E.Penilaian Proses dan Hasil Belajar

19.Memantau kemajuan belajar selama proses 1 2 3 4 5 20.Melakukan penilaian akhir sesuai dengan kompetensi

(tujuan) 1 2 3 4 5

F. Penggunaan Bahasa

21.Menggunakan bahasa lisan dan tulis secara jelas, baik, dan

benar 1 2 3 4 5

22.Menyampaiakan pesan dengan gaya yang sesuai 1 2 3 4 5 III Penutup

23.Melakukan refleksi atau membuat rangkuman dengan

melibatkan siswa 1 2 3 4 5

24.Melaksanakan tindak lanjut dengan memberikan arahan atau kegiatan atau tugas sebagai bagian

remedial/pengayaan

1 2 3 4 5 Jumlah

Keterangan:

1 : sangat kurang 2 : kurang

3 : cukup 4 : baik

5 : sangat baik

3.9 Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Menilai indikator ketercapaian siswa;

2. Menjumlah skor keseluruhan hasil pekerjaan siswa;


(67)

berikut.

ℎ = 100%

4. Menentukan tingkat kemampuan siswa berdasarkan tolok ukur yang telah ditetapkan.

Tabel 3.4 Tolok Ukur Penilaian Kemampuan Berwawancara

No Rentang Skor Tingkat Kemampuan

1 85 - 100 Sangat Baik

2 75 - 84 Baik

3 60 - 74 Cukup

4 40 - 59 Kurang

5 0 - 39 Sangat Kurang

(Nurgiantoro, 2001: 399).

Analisis ini dihitung dengân menggunakan statistik sederhana, yaitu menentukan ketuntasan belajar siswa. Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai nilai 65 dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut mencapai daya serap lebih dan atau sama dengan 80%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar klasikal digunakan rumus sebagai berikut.

%

100

Siswa

belajar

tuntas

yang

Siswa

P


(1)

Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. 1986.Pemandu Di Dunia SastraCet. 1.Yogyakarta: Kanisius

Herdian. 2007. Metode Pembelajaran Discovery (Penemuan).http://www.herdy2007. wordpress. com

Herdian. 2007. Metode Pembelajaran Discovery (Penemuan).http://www.herdy2007. wordpress. com

Hidayat, Rahayu S. 1989. Pengetesan Kemampuan Membaca Secara Komunikatif. Jakarta: Intermasa.

Hidayat, Rahayu S. 1989. Pengetesan Kemampuan Membaca Secara Komunikatif. Jakarta: Intermasa.

Hopkins. 1996. American Get Ready] 1 Teacher's Book (America Get Ready). London: Oxford University Press.

Hopkins. 1996. American Get Ready] 1 Teacher's Book (America Get Ready). London: Oxford University Press.

Hopkins. 1998.Creating the Conditions for Classroom Improvement A Handbook of Staff Development Activities. London: David Fulton Publish.

Hopkins. 1998.Creating the Conditions for Classroom Improvement A Handbook of Staff Development Activities. London: David Fulton Publish.

Jusup, Djajadisastra. 1994. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito,: 65

KBBI. 2000. Edisi Kelima. Jakarta: Balai Pustaka. KBBI. 2000. Edisi Kelima. Jakarta: Balai Pustaka.

Keraf, Gorys. 1982.Argumentasi Dan Narasi. Jakarta: Gramedia.

Keraf, Gorys. 1984.Diksi Dan Gaya Bahasa Komposisi Lanjutan I Ed. Yang Diperbaharui. Jakarta: Gramedia.

Lexy J. Moleong. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Jakarta:PT. Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Muhaimin, Abdul Mujib. 1993.Pemikiran Pendidikan Islam.Bandung: Trigenda


(2)

Mukhlis, Abdul. 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah Panitia Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban.

Mulyasa, H.E. 2007. Menjadi Guru Profesional. Jakarta:Rosda. Mulyasa, H.E. 2009.Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:Rosda.

Mursini, Siti Aisah Ginting. 2001. Peranan Simulasi Kreatif Dalam Peningkatan Kemampuan Berbahasa Indonesia Murid Sekolah Dasar Suatu Studi Eksperimen : Laporan Penelitian. Medan.Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan.

Nababan, P.W.J. 1984. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.

Nana, Sudjana. 1991. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru, hal: 86

Napitupulu, Dongsina. 2000. Pendekatan Keterampilan Proses Dalam Menulis Karangan Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Dan Minat Baca Terhadap Belajar Menulis Karangan Narasi Siswa SLTP. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.

Rahmanto. 1993. Metode Pengajaran Sastra. Jakarta : PT. Kanisius.

Roestiyah, N.K. 2008. Strategi Belajar Mengajar edisi ke-7. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta:Rineka Cipta. Sagala, Syaiful. 2004.Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung. Penerbit

Alfabeta.

Satori, Djam’an dan Aan Komariah. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta : Gama Media.

Sayuti, Suminto A. 2000.Berkenalan Dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media Semi, M. Atar. 1988.Anatomi Sastra. Padang : Angkasa Raya.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta

Sukardi. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Buni Aksara


(3)

Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1986.Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Sumardjo, Jakob. 1988. Masalah Pemasyarakatan Sastra di Indonesia. Jakarta :

Depdikbud.

Sumardjo, Jakob. 1995.Sastra Dan Massa. Bandung: Penerbit ITB. Sumardjo, Jakob. 1995.Sastra Dan Massa. Bandung: Penerbit ITB.

Sumiyanti. 2010. Peningkatan Kemampuan Mendeskripsikan Tabel melalui Penerapan Metode Pemberian Tugas pada Siswa Kelas VII SMP Taman Siswa Teluk Betung Tahun Pelajaran 2009/2010. Bandar Lampung: Unila. Suryaman, Ukun. 1982. Pilihan Kata Dalam Bahasa Indonesia. Bandung:Alumni Suryaman, Ukun. 1985. Dasar-Dasar Bahasa Indonesia Baku. Bandung: Alumi. Suryosubroto. 2002.Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta. Sutrisno, Joko. 2008. Pengaruh Metode Pembelajaran Inquiry dalam belajar Sains

terhadap Motivasi Belajar Siswa.. http://www.erlangga.co.id. Diakses pada tanggal 21 April 2008.

Syamsudin, A. R. Dan Vismaia S. Damaianti. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: Rosda Karya.

Tarigan, Henry Guntur. 1985.Pengajaran KosakataCet. 1. Bandung: Angkasa. Trianto. 2007.Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis.

Surabaya. Penerbit Pustaka Publisher

Uno, Hamzah.B. 2007.Mode Pembelajaran : Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta. Bumi Aksara.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990.Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia. Widdiharto, Rachmadi. 2004.Model-Model Pembelajaran Matematika SMP.

Makalah disampaikan pada Diklat Instruktur/Pengembangan Matematika SMP jenjang Dasar. Yogyakarta. Diknas.

Widdiharto, Rachmadi. 2004.Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Makalah disampaikan pada Diklat Instruktur/Pengembangan Matematika SMP jenjang Dasar. Yogyakarta. Diknas.

Widiati, Nita dkk. 2000. Kemampuan Membaca Dan Menulis Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Umum Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca Dan Menulis Argumentasi Siswa Sekolah Menengah


(4)

Umum : Laporan Kegiatan. Bandung: Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia.

Widiati, Nita dkk. 2000. Kemampuan Membaca dan Menulis Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Umum Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca Dan Menulis Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Umum : Laporan Kegiatan. Bandung: Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia.

Winarno, Surakhmad. 1994. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito, hal: 92


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI I TEGINENENG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 13 74

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI I TEGINENENG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

4 37 79

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACAKAN TEKS BERITA MELALUI PENERAPAN TEKNIK PEMODELAN SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 1 PARDASUKA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

1 13 60

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS SURAT UNDANGAN MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 2 TANGKIT SERDANG PUGUNG TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

1 23 120

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 PURWODADI GISTING TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 10 14

ENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 PURWODADI GISTING TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

1 12 68

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT MELALUI TEKNIK PELATIHAN SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI I PAGELARANTAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 8 63

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA INDAH MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS VII-A SMP MUHAMMADIYAH BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 6 62

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMANDU ACARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS VIII A SEMESTER GENAP SMP 17.3 KATIBUNG LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 7 41

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI BEBAS MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS VIII-1 SMP NEGERI 1 LABUHAN RATU LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

3 41 108