BAB II TINJAUAN TEORI - Tita Nikmatiah BAB II

  1. Definisi Masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat- alat kandungan kembali seperti keaadaan sebelum hamil (Saleha,

  2009). Masa nifas atau puerpurium di mulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta samapai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Prawirohardjo, 2006). Masa nifas atau puerpurium adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak-hamil. Masa ini membutuhkan waktu sekitar 6 minggu (farrer, 2001). Jadi masa nifas adalah proses penyembuhan organ-organ reproduksi, waktu kembali pada keadaan tidak hamil membutuhkan waktu maksimal 6 bulan.

  2. Tahap Masa Nifas Masa nifas merupakan rangkaian setelah proses persalinan dilalui oleh seorang wanita, beberapa tahapan masa nifas yang harus dipahami adalah

  a. Puerpurium dini yaitu pemulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.

  b. Puerpurium intermedial yaitu pemulihan menyeluruh alat-alat genital yang lamanya 6-8 minggu. c. Remote puerpurium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat terutama bila selama hamil atau bersalin memiliki komplikasi

  3. Fisiologi masa nifas (menurut farrer, 2001).

  a. Uterus Pada akhir kala tiga persalinan, fundus uteri berada setinggi umbilikus dan berat uterus 1000 gram. Uterus kemudian mengalami involusi dengan cepat selama 7-10 hari pertama dan selanjutnya proses involusi ini berlangsung lebih berangsur-angsur. Setelah postnatal 12 hari, uterus biasanya sudah tidak dapat diraba melalui abdomen, dan setelah 6 minggu, ukurannya sudah kembali pada ukuran tidak hamil, yaitu tingginya 8 cm dengan berat 50 gram. Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi posisi fundus uteri berada kurang lebih pertengahan antara umbilicus dan simpisis, atau sedikit lebih tinggi. Uterus segera setelah kelahiran bayi, plasenta dan selaput janin beratnya sekitar 1000 gram. Kemudian setelah 1 minggu berat uterus menurun sekitar 750 gram dan uterus turun sampai kembali pada berat yang biasanya pada saat tidak hamil yaitu 30 gram pada minggu ke delapan pascapartum (Verney, 2000).

Tabel 2.1 perubahan normal pada uterus selama post partum (menurut : pusdiknas, 2003).

  Involusi uterus Tinggi fundus Berat uterus Diameter uterus

  Palpasi cervik uterus Plasenta lahir

  Setinggi pusat 1000gr 12.5cm Lembut/lunak 7 hari Pertengahan antara pusat dan shimpisis

  500gr 7.5cm 2cm 14 hari Tidak teraba 350gr 5cm 1cm 6 minggu Normal 60gr 2.5cm Menyempit

  b. Lokia Menurut farrer (2001) lokia adalah istilah yang diberikan pada pengeluaran darah dan jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus selama masa nifas. Jumlah dan warna lokia akan berkurang secara progresif : 1) Lokia rubra (hari 1-4) : jumlahya sedang, berwarna merah dan terutama darah 2) Lokia serosa (hari 4-8) : jumlahnya berkurang dan berwarna merah muda (hemoserosa) 3) Lokia alba (hari 8-14) : jumlahnya sedikit berwarna putih atau hampir tidak berwarna c. Serviks

  Servik mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan, ostium eksterna dapat dimasuki oleh dua atau hingga tiga jari tangan : setelah 6 minggu postnatal, serviks menutup.

  Karena robekan kecil-kecil yang terjadi selama dilatasi, serviks tidak pernah kembali keadaan sebelum hamil (nulipara) yang berupa tidak hamil yang berupa lubang yang sudah sembuh, tertutup tapi berbentuk celah. Dengan demikian, os serviks wanita yang sudah pernah melahirkan merupakan salah satu tanda yang menunjukan riwayat kelahiran bayi lewat vagina.

  d. Vulva dan vagina Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak-hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur- angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol.

  Himen mengalami ruptur pada saat melahirkan bayi per vaginam dan yang tersisa hanya sisa-sisa kulit yang disebut karunkulae

  mirtiformis.

  Orifisium vagina biasanya tetap sedikit membuka setelah wanita tersebut melahirkan anak.

  e. Perinium Setelah melahirkan segera, perinium menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju.

  Pada postnatal hari ke-5, perinium sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum melahirkan (nulipara). bertahan.

  f. Payudara Berbeda dengan perubahan atrofik yang terjadi pada organ- organ pelvis, payudara mencapai maturitas yang penuh selama masa nifas kecuali jika laktasi diupresi. Payudara akan menjadi lebih besar, lebih kencang, mula-mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta dimulainya laktasi.

  g. Traktus urinarius Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama.

  Kemungkinan terdapat spasme sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan.

  Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12- 36 jam sesudah melahirkan. Setelah plaseenta dilahirkan, kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis. Ureter ynag berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.

  h. Sistem gastrointestinal Diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal.

  Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari, gerak tubuh berkurang dan usus bagian bawah sering kosong jika dapat menghalangi keinginan kebelakang. i. Sistem Kardiovaskuler

  Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan kadar estrogen, volume darah kembali kepada keadaan tidak-hamil. Jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin kembali normal pada hari ke-5.

  Meskipun kadar estrogen mengalami penurunan yang sangat besar selama masa nifas, namun kadarnya masih tetap lebih tinggi daripada normal. Plasma darah tidak begitu mengandung cairan dan dengan demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan darah harus dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi dini. j. Perubahan psikologis

  Perubahan yang mendadak dan dramastis pada status hormonal menyebabkan ibu yang berada dalam masa nifas menjadi sensitif terhadap faktor-faktor yang dalam keadaan normal mampu diatasinya. Disamping perubahan hormonal, cadangan fisiknya sering sudah terkuras oleh tuntutan kehamilanserta persalinan, keaadan kurang tidur, lingkungan yang asing baginya dan oleh kecemasan akan bayi, suami atau anak-anak yang lain.

Depresi ringan, yang dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah “4th day blues (kemurungan hari keempat)”, sering terjadi dan

  dirinya menangis, paling tidak satu kali, hanya karena masalah yang sering sepele. Sebagian ibu merasa tidak berdaya dalam waktu yang singkat, namun perasaan ini umumnya akan menghilang setelah kepercayaan pada diri mereka dan bayinya tumbuh. Apabila depresi atau insomnia bertahan lebih dari 1 atau 2 hari, pasien harus dirujuk ke bagian psikiatri untuk menyingkirkan kemungkinan psikosis nifas (Sulistyawati, 2009).

  Penyebab terbanyak dari perdarahan post partum tersebut yakni 50-60% karena kelemahan atau tidak adanya kontraksi uterus. terbanyak dari perdarahan post partum tersebut yakni 50-60% karena kelemahan atau tidak adanya kontraksi uterus. Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengembalikan perubahan- perubahan yang terjadi pada masa hamil, persalinan dengan melaksanakan senam nifas agar kembali seperti semula seperti sebelum hamil (Sulistyawati, 2009). k. Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas

  Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang juga mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari psikisnya. Tidak heran bila ibu mengalami sedikit perubahan perilaku dan sesekali merasa kerepotan. Masa ini adalah masa rentan dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran menurut (Sulistyawati, 2009).

  Sulistyawati (2009 ) :

  a) Periode taking in i. Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu biasanya masih pasif dan hanya memperhatikan tubuhnya. ii. Ibu mungkin akan mengulang-ulang menceritakan pengalamannya waktu melahirkan iii. Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi gangguan kesehatan akibat kurang istirahat. iv. Peningkatan nutrisi juga sangat dibutuhkan ibu untuk pemulihan dan persiapan proses laktasi. v. Dalam memberikan asuhan, bidan harus menjadi pendengar yang baik bagi ibu untuk memfasilitasi kebutuhan psikologis ibu.

  b) Periode taking hold i. Preiode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum ii. Ibu berubah menjadi perhatian dan bertangguang jawab terhadap bayinya. iii. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB, BAK, serta kesehatan dan ketahanan tubuhnya. iv. Ibu akan berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan bayi. melakukan hal-hal tersebut. vi. Bidan harus tanggap trhadap kemungkinan terhadap perubahan yanjg terjadi. vii. Tahap ini merupakan tahapan yang baik bagi bidan untuk memberikan asuhan.

  c) Periode letting go i. periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah.

  Periode ini pun sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatihan yang diberikan oleh keluarga ii. ibu akan mengambil alih tanggung jawab pada perawatan bayi. iii. Depresi post partum umumnya terjadi pada periode ini. 2) Factor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang tua pada saat post partum, antara lain : a) Respon dan dukungan keluarga dan teman

  b) Ibu yang baru melahirkan teruma baru pertama kali melahirkan akan sangat membutuhkan dukungan atau respon yang positif dari keluarga dan teman . karena akan mempercepat proses adaptasi terhadap peran baru sebagai ibu. c) Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirsasi ibu. Ia dapat merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang ibu. Sehingga akan memperdekat hubungan ibu dengan ibunya.

  e) Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu

  f) Walaupun bukan lagi pengalaman pertamanya lagi, namun kebutuhan untuk mendapatkan dukungan positif dari lingkungannya.

  g) Pengaruh budaya

  h) Adanya adat istiadat yang dianut oleh lingkungan dan keluarga sedikit banyak akan mempengaruhi keberhasilan ibu dalam melewati saat transisi ini.

  4. Kebutuhan Dasar Masa Nifas a.

   Gizi

  Kualitas dan jumlah makanan yang di konsumsi kan sangat mempengaruhi produksi asi. Ibu menyusui harus mendapatkan tambahan zat makanan sebesar 800kkal yang digunakan untuk memproduksi asi dan untuk aktivitas ibu sendiri (Sulistyawati, 2009).

  b.

   Ambulasi dini

  Disebut juga early ambulation. Early ambulation adalah kebijakan untuk selekas mungkin untuk membimbing klien keluar dari sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam postpartum.

  1) Keuntungan early ambulation adalah :

  a) Klien merasa lebih baik, lebih sehat dan lebih kuat

  b) Faal usus dan kandung kecing lebih baik

  c) Dapat lebih memungkinkan dalam mengajari ibu untuk merawat atau memelihara anaknya, memandikan dan lain-lain selama ibu masih dalam perawatan.

  d) Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia ( social ekonomis ).

  Menurut penelitian-penelitain yang seksama, early ambulation tidak mempunyai pengaruh yang buruk, tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal, tidak memengaruhi penyembuhan luka episiotomy atau luka diperut, serta tidak memperbesar kemungkinan prolapsus atau retrotexto uteri ( Saleha, 2009).

  c. Eliminasi 1) Miksi

  Miksi disebut normal bila dapat buang air kecil spontan setiap 3-4 jam. Ibu diusahakan dapat buang air kecil sendiri, bila tidak dilakukan dengan tindakan.

  a) Dirangsang dengan mengalirkan air kran didekat dengan klien b) Mengompres air hangat diatas simpisisbila tidak berhasil dengan cara diatas maka dilakukan katerisasi. Karena prosedur kencing tinggi untuk itu kateterisasi tidak dilakukan sebelum lewat 6 jam postpartum. Douwer kateter diganti setelah 48 jam. 2) Defekasi Biasanya 2-3 hari postpartum masih sulit buang air besar.

  Jika klien pada hari ketiga belum juga bisa buang besar maka diberi laksan supositoria dan minum air hangat. Agar dapat buang air besar secara teratur dapat dilakukan dengan diit teratur, pemberian cairan yang banyak, makanan cukup serat, olah raga (Dewi dkk, 2011).

  c.

   Kebersihan diri

  Mandi ditempat tidur dilakakukan sampai ibu dapat mandi sendiri dikamar mandi, yang terutama dibersihkan adalah puting susu dan mamae dilanjutkan perawatan perineum (Dewi dkk, 2011).

  d.

Istirahat

  Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan. Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan rumah tangga secra perlahan serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur. Kurang istirahat dapat mempengaruhi ibu dalam beberapa hal : mengurangi jumlah produksi ASI, memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak pendarahan, menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan diri sendiri ( Saleha, 2009).

Seksual Hubungan sexsual aman dilakukan begitu darah berhenti

  Namun demikian hubungan sexsual dilakukan tergantung suami istri tersebut. Selama periode nifas hubungan sexsual juga dapat berkurang yang disebabkan oleh:

  1) Gangguan/ ketidaknyamanan fisik 2) Kelelahan 3) Ketidakseimbangan hormone 4) Kecemasan berlebihan (Yanti, 2011).

  B. Fundus Uteri (Involusio Uteri)

  1. Definisi involusi Dalam masa nifas alat-alat genetalia internal maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan- perubahan alat genital dalam keseluruhannya disebut involusi (Wiknjosastro, 2009).

  Involusi uteri adalah suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus.

  Rahim merupakan organ tubuh yang spesifik dan unik karena dapat mengecil serta membesar dengan menambah atau mengurangi jumlah selnya. Secara alamiah selama kehamilan, rahim makin lama makin membesar. Setelah persalinan rahim akan mengecil kembali perlahan-lahan Salah satu komponen involusio adalah penurunan fundus uteri. Di samping involusi, terjadi juga perubahan-perubahan penting yakni laktasi dan gangguan laktasi merupakan salah satu penyebab penurunan fundus uteri terganggu. Apabila proses involusi ini tidak berjalan dengan baik maka akan timbul suatu keadaan yang disebut sub involusi uteri yang akan menyebabkan terjadinya perdarahan yang mungkin terjadi dalam masa 40 hari, hal ini mungkin disebabkan karena ibu tidak mau menyusui, takut untuk mobilisasi atau aktifitas yang kurang (Hanifa, 2005).

  2. Fisiologi Kontrol normal perdarahan di tempat pelekatan plasenta. Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya . Menjelang aterm, diperkirakan bahwa sekitar 600 ml/ mnt darah mengalir melalui ruang antarvilus. Saat plasenta terlepas, banyak arteri dan vena yang menyalurkan darah menuju dan dari plasenta terputus secara mendadak. Di tempat implantasi plasenta, diperlukan kontraksi dan retraksi miometrium untuk menekan pembuluh-pembuluh tersebut dan menyebabkan obliterasi lumen agar perdarahan dapat dikendalikan. Potongan plasenta atau bekuan darah yang melekat akan menghambat kontraksi dan retraksi efektif miometrium sehingga hemostasis di tempat implantasi tersebut terganggu. Jika miometrium di tempat implantasi plasenta dan disekitarnya berkontraksi dan meskipun terjadi gangguan mekanisme pembekuan yang hebat.

  Selama kala tiga persalinan, akan terjadi perdarahan tak-terhindarkan yang disebabkan oleh pemisahan parsial sementara plasenta. Sewaktu plasenta terlepas, darah dari tempat implantasi dapat cepat lolos kedalam vagina (pemisahan duncan) atau tersembunyi di balik plasenta dan membran (pemisahan schultze) sampai plasenta lahir. Turunnya plasenta ditandai oleh kendurnya tali pusat. Jika perdarahan menetap, diindikasikan pengeluaran plasenta secara manual. Uteus harus di pijat jika tidak berkontraksi dengan kuat (Kennethj, 2009).

  3. Proses involusi uterus Pada akhir kala III persalinan, uterus berada garis di tengah, kira- kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kira

  • –kira sama besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu dengan berat 1000 gram.

  Peningkatan kadar estrogen dan progesteron beranggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus selama hamil. Pertumbuhan uterus pada masa prenatal tergantung pada hyperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot dan hipertropi, yaitu pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada post partum penurunan kadar hormon

  • – hormon ini menyebabkan autolisis.

  1) Autolysis

  Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uteri. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebarnya dari sebelum hamil.

  2) Atrofy Jaringan Jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofy sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofy pada otot-otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofy dan terlepas dengan meninggalakan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang baru. 3) Efek Oksitosin

  Hormone oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah dan membantu proses homeostatis. Kontraksi dan retraksi otot uteri akan mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi plasenta dan mengurangi perdarahan (Sulistyawati, 2009). b. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Involusi Uterus 1) Ambulasi lebih-lebih bila persalinan berlangsung lama, karena si ibu harus cukup beristirahat, dimana ia harus tidur terlentang selama 8 jama post partum untuk memcegah perdarahan post partum. Kemudian ia boleh miring ke kiri dan ke kanan untuk memcegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari kedua telah dapat duduk, hari ketiga telah dapat jalan-jalan dan hari keempat atau kelima boleh pulang. Mobilisasi ini tidak mutlak, bervariasi tergantung pada adanya komplikasi persalinan, nifas, dan sembuhnya luka. 2) Senam Nifas

  Senam nifas berupa gerakan-gerakan yang berguna untuk mengencangkan otot-otot perut yang telah menjadi longgar setelah kehamilan. Waktu memulai senam nifas tergantung keadaan ibu dan nasehat dokter. Bila ibu dalam keadaan normal, setelah beberapa jam boleh dilakukan senam nifas mulai dengan gerakan- gerakan yang amat ringan. Seperti menarik nafas panjang melalui perut, tidur telentang lalu miring kanan, miring kiri dan seterusnya. Senam nifas membantu memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki sikap tubuh dan punggung setelah melahirkan, memperbaiki otot tonus,pelvis dan perenggangan otot abdomen atau disebut juga perut pasca hamil dan memperbaiki juga memperkuat otot panggul

  3) Proses Laktasi Sesudah jam persalinan si ibu disuruh mencoba menyusui kontraindikasi untuk menyusui bayinya, misalnya: menderita

  thypus abdominalis, tuberkulosis aktif, thyrotoxicosis, DM berat,

  psikosi atau puting susu tertarik ke dalam, leprae. Atau kelainan pada bayinya sendiri misalnya pada bayi sumbing (labiognato

  palatoschizis) sehingga ia tidak dapat menyusu oleh karena tidak

  dapat menghisap, minuman harus diberikan melalui sonde. Dimana menyusui merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang akan mampu meningkatkan proses kontraksi uterus yang akhirnya memberikan dampak terhadap semakin cepatnya proses involusi uterus

  Menurut teori Cristina Ibrahim (2006) Ada pengaruh Inisiasi Menyusui Dini dengan penurunan tinggi fundus uteri pada ibu post partum. Hal ini dimungkinkan ibu post partum ini melaksanakan inisiasi menyusui dini dengan segera dan sesuai dengan tehnik yang telah diajarkan. Penurunan TFU ini bisa terjadi dengan baik bila kontraksi dalam uterus baik dan continue (Cristina Ibrahim, 2006).

  Penelitian Wulandari (2007) tentang Hubungan Inisiasi Menyusui Dini Terhadap Penurunan Tinggi Fundus Uteri Ibu Nifas di Puskesmas Sidorejo Lorkota Salatiga, dari 20 responden yang berada di BPS Anik S Mojosongo Surakarta yang memberikan

  IMD berjumlah 16 orang (80%), yang tidak memberikan IMD sebagian besar responden melaksanakan

  IMD sangat mempengaruhi terhadap penurunan TFU dengan p value 0,004.

  Penelitian ini sesuai dengan pernyataan teori (Varney H, 2000) yang menyebutkan bahwa penurunan tinggi fundus uteri dengan usia pada post partum suatu pengaruh yang baik terhadap proses penyembuhan dan proses pemulihan kesehtan sebelum hamil. Oleh karena itu sangat penting pula perhatikan pengawasan terhadap tinggi fundus uteri, ibu yang paritasnya tinggi proses involusinya lebih lambat karena semakin sering hamil uterus juga sering kali mengalami regangan. Dalam teori ini juga dikatakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi involusi uterus adalah gizi, usia, paritas, menyusui, dan senam nifas. Namun dalam lapangan involusi uterus juga dipengaruhi faktor pengetahuan, lingkungan, dan prilaku dimana dalam menunjang untuk mempercepat proses involusi uterus menurut jurnal (Liana, 2013).

  4) Komplikasi Persalinan Persalinan berlangsung lama sampai terjadi persalinan terlantar. Tindakan operasi persalinan. Tertinggalnya plasenta selaput ketuban dan bekuan darah. 5) Anestesi

  Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot uterus menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan dan motilitas ke keadaan normal. 6) Lamanya Persalinan

  Persalinan yang lama, akan memberikan dampak pada kelelahan pada ibu, yang akhirnya akan mengakibatkan otot-otot akan kehilangan

  7) Usia Usia ibu yang relative muda dimana individu mencapai satu kondisi vitalitas yang prima sehingga kontraksi otot dan kembalinya alat-alat kandungan juga semakin cepat karena proses regenerai dari sel-sel alat kandungan yang sangat bagus pada usia- usia tersebut.

  Menurut teori Farrer (2001), Usia ibu yang relatif muda dimana individu mencapai satu kondisi vitalitas yang prima sehingga kontraksi otot dan kembalinya alat-alat kandungan juga semakin cepat karena proses regenerasi dari sel-sel alat kandungan yang sangat bagus pada usia-usia tersebut.

  Penelitian ini sesuai dengan pernyataan teori Varney (2000), yang menyebutkan bahwa penurunan tinggi fundus uteri dengan usia pada post partum suatu pengaruh yang baik terhadap proses penyembuhan dan proses pemulihan kesehtan sebelum hamil. Oleh karena itu sangat penting pula perhatikan pengawasan terhadap tinggi fundus uteri, ibu yang paritasnya tinggi proses sering kali mengalami regangan. Dalam teori ini juga dikatakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi involusi uterus adalah gizi, usia, paritas, menyusui, dan senam nifas. Namun dalam lapangan involusi uterus juga dipengaruhi faktor pengetahuan, lingkungan, dan prilaku dimana dalam menunjang untuk mempercepat proses involusi uterus menurut jurnal (Liana, 2013)

  8) Nutrisi Faktor pemenuhan kebutuhan nutrisi juga sangat mempengaruhi proses involusi uterus. Karena kebutuhan zat pembangun atau protein untuk menggantikan sel-sel yang rusak selama terjadinya proses persalinan dan selama masa nifas cukup tinggi. Sehingga berkurangnya protein juga akan mempengaruhi proses involusi uterus.

  9) Paritas Faktor paritas juga memiliki peranan yang cukup penting.

  Ibu primipara proses involusi uterus berlangsung lebih cepat. Sedangkan Semakin banyak jumlah anak maka proses peregangan otot dan tingkat elastisitasnya akan berkurang.

  Menurut teori Farer (2001), Faktor paritas juga memiliki peranan yang cukup penting. Ibu primipara proses involusi uterus berlangsung lebih cepat. Sedangkan Semakin banyak jumlah anak maka proses peregangan otot dan tingkat elastisitasnya akan Peneliti berasumsi bahwa usia sangat erat kaitannya dengan penurunan tinggi fundus uteri, semakin tua umur seseorang maka semakin berkurang fungsi reproduksinya yang rata-rata dijumpai pada usia lebih dari 35 tahun dan telah melahirkan lebih dari satu kali menurut jurnal (Liana, 2013). 10) Pekerjaan

  Pekerjaan erat hubunganya dengan kemampuan untuk memberikan asi eksklusif. Dimana ibu tidak memberikan asi secara eksklusif karena ibu harus bekerja. Tidak diberikannya asi secara eksklusif juga akan mempengaruhi sekresi dari hormon oksitosin sehingga akan memberikan dampak akan semakin memanjangnya proses involusi uterus.

  4. Etiologi Kebanyakan penyebab perdarahan postpartum adalah atonia uteri, suatu kondisi dimana korpus uteri tidak berkontraksi dengan baik, mengakibatkan perdarahan yang terus menerus dari plasenta (Liana, 2013).

  a. Faktor resiko dari atonia uteri adalah:

  1)

  Uterus yang teregang berlebihan (misalnya pada multigravida, makrosomia, hidramnion)

  2)

  Kelelahan uterus (misalnya pada percepatan atau persalinan yang lama, amnionitis) plasenta akreta) b. Penyebab terbanyak kedua adalah trauma uterus, servik dan/atau vagina.

  Faktor resiko terjadinya trauma adalah :

  1)

  Persalinan pada bayi besar

  

2) Instrumentasi atau manipulasi intrauterine (misalnya forsep, Vakum)

3)

  Persalinan pervaginam pada bekas operasi secsio cesarea.

  4) Episiotomi

  Gangguan koagulasi dan trombositopenia, yang terjadi sebelum atau pada saat kala II atau III, dapat berhubungan dengan perdarahan masif.

  Trauma selama persalianan dapat mengakibatkan hematom pada perineum atau pelvis. Hematom ini dapat diraba dan seharusnya diduga bila tanda vital pasien tidak stabil dan sedikit atau tidak ada perdarahan luar.

  Inversi uteri dapat dihubungkan dengan perdarahan kurang lebih sebanyak 2 Liter. Tidak ada penelitian yang menunjukkan hubungan antara tarikan pada tali pusat dan inverse urteri, meskipun banyak praktisi klinis mengindikasikan bahwa hubungan tersebut dapat terjadi.

  Ruptur uteri dapat dihubungkan dengan perdarahan pervaginam yang sedikt tetapi harus dipertimbangkan bila terjadi nyeri abdomen yang c. Faktor resiko lainnya perdarahan postpartum:

  1) Preeklampsia 2) Riwayat perdarahan postpartum sebelumnya 3) Etnis Asia dan Hispanik 4) Nulipara atau multipara d. Penyebab perdarahan postpartum disebabkan 4 T yaitu.

  1) Tone (atonia uteri ) Atonia uteri dan kegagalan kontraksi dan relaksasi miometrium dapat mengakibatkan perdarahan yang cepat dan massif dan hipovolemik syok. Uterus yang terlalu meregang baik absolute maupun relative, adalah factor resiko mayor untuk atonia uteri.

  Uterus yang terlalu teregang dapat diakibatkan oleh gestasi multifetal, makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin ( misalnya hidrosefalus berat); suatu struktur uteri yang abnormal; atau gangguan persalinan plasenta atau distensi dengan perdarahan sebelum plasenta dilahirkan.

  Kontraksi miometrium yang buruk dapat diakibatkan karena kelelahan akibat persalinan yang lama atau percepatan persalinan, khususnya jika distimulasi. Dapat juga merupakan hasil dari inhibisi kontraksi oleh obat seperti anestesi halogen, nitrat, MgSO4, beta-simpatomimetik, dan nifedipin. Penyebab lain plasenta letak rendah, toksin bakteri, hipoksia, dan hipotermia.

  Trauma dapat terjadi pada persalinan yang lama dan sulit, khususnya jika pasien memiliki CPD (cefalopelvic disproportion) relatif atau absolute dan uterus telah distimulasi dengan oksitosin atau prostaglandin. Pengontrolan tekanan intrauterin dapat mengurangi risiko terjadinya trauma. Trauma juga dapat terjadi pada manipulasi janin intra maupun ekstra uterin.

  Risiko yang paling besar mungkin dihubungkan dengan versi internal dan ekstraksi pada kembar kedua; bagaimanapun, ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat versi eksternal. Akhirnya, trauma mengakibatkan usaha untuk mengeluarkan retensi plasenta secara manual atau dengan menggunakan instrument. Uterus harus selalu berada dalam kendali dengan cara meletakkan tangan di atas abdomen pada prosedur tersebut. Injeksi salin/oksitosin intravena umbilical dapat mengurangi kebutuhan teknik pengeluaran yang lebih invasif.

  Laserasi servikal sering dihubungkan dengan persalinan menggunakan forceps dan serviks harus diinspeksi pada persalinan tersebut. Persalinan per vaginam dengan bantuan (forceps atau vakum) tidak boleh dilakukan tanpa adanya pembukaan lengkap.

  Laserasi servikal dapat terjadi secara spontan. Pada kasus ini, ibu sering tidak dapat menahan untuk tidak mengedan sebelum terjadi dilatasi penuh dari serviks. Terkadang eksplorasi manual atau Sangat jarang, serviks sengaja diinsisi pada posisi jam 2 dan/atau jam 10 untuk mengeluarkan kepala bayi yang terjebak pada persalinan sungsang (insisi Dührssen).

  Laserasi dinding vagina sering dijumpai pada persalinan pervaginam operatif, tetapi hal ini terjadi secara spontan, khususnya jika tangan janin bersamaan dengan kepala. Laserasi dapat terjadi pada saat manipulasi pada distosia bahu. Trauma vagina letak rendah terjadi baik secara spontan maupun karena episiotomi. 3) Tissue (Retensio Plasenta Atau Bekuan Darah)

  Kontraksi dan retraksi uterus menyebabkan terlepasnya plasenta. Pelepasan plasenta yang lengkap mengakibatkan retraksi yang berkelanjutan dan oklusi pembuluh darah yang optimal.

  Retensi plasenta lebih sering bila plasenta suksenturiata atau lobus aksesoris. Setelah plasenta dilahirkan dan dijumpai perdarahan minimal, plasenta harus diperiksa apakah plasenta lengkap dan tidak ada bagian yang terlepas.

  Plasenta memiliki kecenderungan untuk menjadi retensi pada kondisi kehamilan preterm yang ekstrim (khususnya < 24 minggu), dan perdarahan yang hebat dapat terjadi. Ini harus dijadikan pertimbangan pada persalinan pada awal kehamilan, baik mereka spontan ataupun diinduksi. Penelitian terakhir menganjurkan penggunaan misoprostol pada terminasi kehamilan trimester kedua penggunaan prostaglandin intrauterine atau saline hipertonik. Sebuah percobaan melaporkan retensio plasenta membutuhkan dilatasi dan kuretase dari 3.4 % misoprostol oral dibandingkan dengan 22.4 % yang menggunakan prostaglandin intra-amnion (Chapman, 2006).

  Kegagalan pelepasan menyeluruh dari plasenta terjadi pada plasenta akreta dan variannya. Pada kondisi ini plasenta lebih masuk dan lebih lengket. Perdarahan signifikan yang terjadi dari tempat perlekatan dan pelepasan yang normal menandakan adanya akreta sebagian. Akreta lengkap dimana seluruh permukaan plasenta melekat abnormal, atau masuk lebih dalam (plasenta inkreta atau perkreta), muungkin tidak menyebabkan perdarahan masif secara langsung, tapi dapat mengakibatkan adanya usaha yang lebih agresif untuk melepaskan plasenta. Kondisi seperti ini harus dipertimbangkan jika plasenta terimplantasi pada jaringan parut di uterus sebelumya, khususnya jika dihubungkan dengan plasenta previa.

  Semua pasien dengan plasenta previa harus diinformasikan risiko terjadinya perdarahan post partum yang berat, termasuk kemungkinan dibutuhkannya transfuse dan histerektomi. Darah mungkin dapat menahan uterus dan mencegah terjadinya kontraksi yang efektif. distensi uterus dan menghambat kontraksi yang efektif. 4) Trombosis

  Pada awal periode postpartum, gangguan koagulasi dan platelet biasanya tidak selalu mengakibatkan perdarahan yang massif, hal ini dikarenakan adanya kontraksi uterus yang mencegah terjadinya perdarahan. Fibrin pada plasenta dan bekuan darah pada pembuluh darah berperan pada awal masa postpartum, gangguan padahal ini dapat menyebabkan perdarahan postpartum tipe lambat atau eksaserbasi perdarahan karena sebab lain terutama paling sering disebabkan trauma.

  Abnormalitas dapat terjadi sebelumnya atau didapat. Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit lain yang menyertai, seperti HELLP sindrom (hemolisis, peningkatan enzim hati, dan penurunan platelet), abruptio plasenta, sepsis. Kebanyakan hal ini terjadi bersamaan meskipun tidak didiagnosa sebelumnya.

  e. Faktor Predisposisi 1) Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan:

  a) Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan yang pasca persalinan akibat atonia uteri. b) Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600 µ g) segera setelah bayi lahir.

  a) Regangan rahim yang berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, atau anak teralu besar.

  b) Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.

  c) Persalinan grande-multipara.

  d) Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis atau menderita penyakit menahun.

  e) Mioma uteri yang menggangu kontraksi rahim.

  f) Infeksi intrauterin (korioamnionitis).

  g) Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.

  5. Manifestasi klinis Gejala dari sub involusi meliputi lochea menetap/merah segar, penurunan fundus uteri lambat, tonus uteri lembek, tidak ada perasaan mules pada ibu nifas akibatnya terjadinya perdarahan. Perdarahan pasca persalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkirakan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya (Chapman, 2006).

  Penurunan TFU (Tinggi Fundus Uteri) ini bisa terjadi dengan baik bila kontraksi dalam uterus baik dan continue (Cristina Ibrahim, 2006).

  1) Tanda dan gejala pada atonia uteri

  a) Perdarahan pervaginam merembes. Peristiwa sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.

  b) Konsistensi rahim lunak Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.

  c) Fundus uteri naik.

  d) Terdapat tanda-tanda syok : i. Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih) ii. Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg iii. Pucat iv. Keringat/ kulit terasa dingin dan lembab v. Pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih vi. Gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran vii. Urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)

  6. Penanganan Atonia Uteri

  a. Penanganan atonia uteri menurut prawiridihardjo (2006) adalah sebagai berikut :

  1) Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri. 2) Lakukan pemasangan infus dan kompresi bimanual kontraksi uterus yang menghentikan perdarahan.

  4) Jika uterus berkontraksi. Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera. 5) Jika uterus tidak berkontraksi maka : Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong

  6) Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan.

  b. Jika perdarahan terus berlangsung: 1) Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap; Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal atau robeknya membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan sisa plasenta tersebut.Lakukan uji pembekuan darah sederhana.

  2) Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.

  c. Jika semua tindakan diatas telah dilakukan tetapi masih terjadi perdarahan lakukan tindakan spesifik sebagai berikut : 1) Pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar a) Kompresi bimanual eksternal Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang ke luar. Bila perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa kefasilitas kesehatan rujukan. Bla belum berhasil, coba dengan kompresi bimanual internal.

  b) Kompresi bimanual internal Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinja tangan dalam vagina untuk mnejepit pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi.

  Pertahankan kondisi ini bila perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap terjadi, coba kompresi aorta abdominalis.

  c) Kompresi aorta abdominalis Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut. Genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat, akan menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi.

  a) Ligasi arteri uterine dan ovarika

  b) Histerektomi

  7. Kegawatdaruratan Maternal

  a. Definisi Perdarahan Postpartum Secara tradisional perdarahan postpartum adalah kehilangan darah sebanyak 500 mL atau lebih setelah selesainya kala III. Oleh karena itu, wanita melahirkan secara pervaginam mengeluarkan darah sebanyak itu atau lebih, ketika diukur secara kuantitatif. Hal ini dibandingkan dengan kehilangan darah sebanyak 1000 mL pada sectio cesaria, 1400 mL pada histerektomi cesaria elektif, dan 3000 sampai 3500 mL untuk histerektomi cesaria emergensi (Prawirohardjo, 2006).

  Perdarahan postpartum merupakan suatu komplikasi potensial yang mengancam jiwa pada persalinan pervaginam dan sectio cesaria.

  Meskipun beberapa penelitian mengatakan persalinan normal seringkali menyebabkan perdarahan lebih dari 500 mL tanpa adanya suatu gangguan pada kondisi ibu. Hal ini mengakibatkan penerapan definisi yang lebih luas untuk perdarahan postpartum yang didefinisikan sebagai perdarahan yang mengakibatkan tanda-tanda dan gejala-gejala dari ketidakstabilan hemodinamik, atau perdarahan yang mengakibatkan ketidakstabilan hemodinamik jika tidak diterapi. Kehilangan darah lebih dari 1000 mL dengan persalinan pervaginam atau penurunan kadar sebagai perdarahan post partum.

  Wanita dengan kehamilan normal yang mengakibatkan hipervolemia yang biasanya meningkatkan volume darah 30

  • – 60 %, dimana pada rata-rata wanita sebesar 1-2 Liter. Wanita tersebut akan mentoleransi kehilangan darah, tanpa ada perubahan kadar hematokrit postpartum, karena kehilangan darah pada saat melahirkan mendekati banyaknya volume darah yang ditambahkan saat kehamilan.

  b. Perdarahan postpartum dibagi dalam 2 kategori yaitu : 1) Perdarahan post partum primer, bila perdarahan terjadi dalam 24 jam pertama.

  2) Perdarahan post partum sekunder, bila perdarahan terjadi setelah 24 jam pertama hingga 6 minggu setelah persalinan.

  C. Senam Nifas Untuk mengembalikan kepada keadaan normal dan menjaga kesehatan agar tetap prima, senam nifas sangat baik dilakukan pada ibu setelah melahirkan Ibu tidak perlu takut untuk banyak bergerak, karena dengan ambulasi dini (bangun dan bergerak setelah beberapa jam melahirkan) dapat membantu rahim untuk kembali kebentuk semula pada akhir kala

  III persalinan, uterus berada di garis tengah kira-kira 2 cm di bawa umbilicusdengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Dalam waktu12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm diatas umbilikus. dan perlahan kembali kekondisi semula. Tindakan tirah baring dan senam pascapartus membantu proses fiisologis ini secara perlahan.

  Manfaat senam nifas adalah memulihkan kembali kekuatan otot dasar panggul,mengencangkan otot-otot dinding perut dan perinium, membentuk sikaptubuh yang baik dan mencegah terjadinya komplikasi.

  Komplikasi yang dapat dicegah sedini mungkin dengan melaksanakan senam nifas adalah perdarahan post partum. Saat melaksanakan senam nifas terjadi kontraksi otot-otot perut yang akan membantu proses involusi yang mulai setelah plasenta keluar segera setelah proses involusi (Mochtar, 2000 ).

  1. Definisi Senam nifas adalah senam yang dilakukan setelah ibu-ibu melahirkan yang bertujuan mempercepat penyembuhan, mencegah timbulnya komplikasi, serta memulihkan dan menguatkan otot-otot punggung, otot dasar panggul dan otot perut.( Dewi dkk, 2011)

  Senam nifas adalah latihan jasmani yang dilakukan oleh ibu-ibu setelah melahirkan setelah kondisi tubuhnya pulih, serta manfaat senam nifas yaitu membantu penyembuhan rahim, perut dan otot pinggul yang mengalami trauma serta mempercepat kembalinya bagian-bagian tersebut kebentuk normal (Brayshaw, 2007).

  2. Senam pascanatal setelah persalinan normal

  a. Senam sirkulasi persalinan. Senam bertujuan mempertahankan dan atau meningkatkan sirkulsi ibu Pada masa pascapartus segera ketika ia mungkin beresiko mengalami trombosis vena atau komplikasi sirkulasi lain. Senam dapat dilakukan ditempat tidur beberapa kali setiap bangun tidur dan harus dilanjutkan sampai ibu mampu mobilisasi total dan tidak ada edema pergelangan kaki. Senam ini khususnya tepat setelah pemberian enestesi epidural, karena pada saat ini ada risiko edema kaki dan pergelangan kaki serta sirkulasi lebih melambat. Ambulasi dini dapat mencegah trombosis vena profunda.

  b. Senam kaki Duduk atau berbaring dengan posisi lutut lurus. Tekuk lalu regangkan secara perlahan sedikitnya 12 kali, ingat untuk lebih memilih gerakan dorsifleksi bukan plantarfleksi untuk mencegah kram. Pertahankan posisi lutuu dan paha, putar pergelangan sebesar mungkin putarannya, sedikitnya 12 kali untuk satu arah.

  1) Mengencangkan kaki Duduk atau berbaring dengan kaki lurus. Tarik kedua kaki ke atas pada pergelangan kaki dan tekankan bagian belakang lutut ke tempat tidur. Tahan posisi ini dalam hitungan lima, bernafaslah secara normal, lalu relaks. Ulangi gerakan sebanyak 10 kali.

  2) Nafas dalam Pernafasan diafragma membantu mengembalikan liran vena harus diulangi beberapa kali sehari sampai ibu dapat mobilisasi.

  Dalam posisi apapun, tarik nafas dalam sebanyak 3 atau 4 kali (tidak boleh lebih) untuk memungkinkan ventilasi penuh paru- paru. 3) Dasar panggul

  Senam dasar panggul menguatkan otot dasar panggul pascapartus, tujuannya menegmbalikan fungsi penuhnya sesegera mungkindan membantu mencegah masalah atau prolaps urune jangka panjang. Namun kontraksi dan relaksasi otot-otot ini juga membantu meredakan ketidaknyamanan pada perinium, rasa ini mungkin timbul akibat persalinan, dan tujuan pemulihan dengan meningkatkan sirkulasi lokal dan mengurangi edema. Senam dasar panggul harus dimulai sesegera mungkin setelah persalinan untuk mencegah hilangnya kendali kortikal pada otot-otot karena nyeri perinium dan cemas tentang kerusakan jahitan.

  a) Latihan dasar panggul Kencangkan anus seperti defekasi, kerutkan uretra dan vagina juga seperti menahan berkemih, kemudian lepaskan ketiganya. Tahan dengan kuat selama mungkin sampai 10 detik, bernafas secara normal. Relaks dan istirahat selama tiga detik.

  Ulangi dengan perlahan sebanyak mungkin sampai maksimum 10 kali.

  3. Senam pasca partus setelah persalinan dengan bantuan Ibu yang baru menjalani persalinan dengan forsep atau ekstraksi vakum akan mengalami penjahitan dan mungkin memar serta edema. Ibu ini akan ragu-ragu melakukan senam, namun harus dianjurkan untuk melakukan senam sirkulais dan senam dasar panggul ringan yang akan membantu penyembuhan perinium (Brayshaw, 2007).

  Posisi istirahat yang nyaman adalah berbaring miring dengan bantal diletakan diantara kedua kakidan posisi berbaring telungkup, dengan satu buah bantal diletakan di bawah pinggang dan lainnya di bawah kepala dan bahu. Menyusui akan lebih nyaman dengan posisi miring daripada duduk.