BAB II TINJAUAN TEORI - UMMUL PURWATI BAB II

BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Kemarahan aadalah suatu perasaan emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan diarakan sebagai ancaman.

  (Riyadi & Purwito, 2009) Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol. (Kusumawati dan Hartono, 2010 dalam Direja, 2011).

  Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang yang ditunjukan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 2000 dalam Yosep, 2011).

  Berdasarkan pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa perilaku kekerasan adalah suatu dimana seseorang melakukan tindakan kekerasan baik verbal non verbal yang dapat melukai diri sendiri, orang lain, dan lingkunganbaik fisik maupun psikologis, yang timbul akibat perasaan jengkel/marah/kesal/tidak puas.

  8

B. Rentang Respon

  Perasaan marah wajar bagi setiap manusia, tapi perilaku ditunjukan oleh perasaan marah dapat difluktuasi dalam rentang respon kemarahan.

  Rentang responnya dimulai dari yang paling adaptif sampai yang maladaftif. Dan dari yang adaftif adalah asertif dan yang paling maladaptif adalah amuk atau kekerasan.

  Respons adaftif Respons maladaptif

  Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk Gambar 1. Rentang Respon Neurobiologis

  (Sumber : Stuart & Sundden, 2007) Keterangan :

  • Asertif Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan keterangan
  • Frustasi Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan alternatif
  • Pasif Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya

  • Agresif Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih terkontrol
  • Amuk Perasaan yang marah dan permusuhan yang kuat dan hilang control

  (Direja, 2011) Perilaku yang ditampakkan mulai dari yang rendah sampai tinggi yaitu : a.

  Memperlihatkan permusuhan yang rendah b.

  Keras dan menurut c. Mendekati orang lain d.

  Memberikan kata-kata ancaman tanpa nilai melukai e. Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan f. Memberi kata-kata ancaman dengan rencana melukai g.

  Melukai dalamtingkat ringan tanpa membutuhkan perawatan medis.

C. Etiologi

  Menurut Direja (2011) penyebab perilaku kekerasan terdiri dari dua faktor yaitu predisposisi dan presipitasi. Berikut ini adalah yang mempengaruhi perilaku kekerasan.

  1. Faktor predisposisi Faktor yang mendasari atau yang mempermudah terjadinya sebuah perilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, nilai-nilai kepercayaan maupun keyakinan. Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang merupakan faktor predisposisi artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan (Riyadi & Purwito, 2009). 1)

  Faktor biologis Berdasarkan teori biologi ada beberapa hal yang dapat memepengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan yaitu sebagai berikut : a.

  Instinctual drive teory (Teori dorongan naluri) Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.

  b.

  Psycomatic teory (Teori psikomatik) Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan.

  Dalam hal ini sistem limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.

  2) Faktor psikologis a.

  Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai tujuan mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotifasi perilaku kekerasan.

  b.

  Behavioral theory (teori perilaku) Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung, reiforecement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau diluar ruma. Semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.

  c.

  Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga, ataupun lingkungan.

  d.

  Existensial teory (Teori ekstensi) Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan dasar manusia apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui perilaku konstruktif maka individu akan memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.

  3) Faktor sosial budaya

  Berdasarkan teori sosial budaya ada beberapa hal yang dapat memepengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan yaitu sebagai berikut : a.

  Sosial environment teory (teori lingkungan) Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.

  b.

  Social learning teory (teori belajar sosial) Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses soaialisasi.

  2. Faktor presipitasi Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri.

  Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : 1)

  Klien : kelemahan fisik, keputus asaan, ketidak berdayaan, kehidupan yang penuh dalam dengan agresif, dan masalah yang tidak menyenangkan. 2)

  Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan.

3) Lingkungan : panas, padat, bising.

  4) Kesulitan kondisi sosial ekonomi

  5) Ketidaksiapan seorang ibu dalam menerima anaknya, dan ketidakmampuan dalam menempatkan diri sebagai orang dewasa.

  6) Pelaku mungkin memiliki riwayat anti sosial seperti penyalahgunaan obat, dan alkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi frustasi.

  7) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan keluaraga.

  3. Mekanisme koping Perawat mampu mengidentifikasi mekanisme koping klien sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang kontrukstif dalam mengekspresikan sarahnya.

  Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme perthankan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi, depresi, dan

  reaksi formasi. 1) Displacement

  Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan, pada objek yang tidak begitu seperti pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.

  2) Proyeksi

  Menyalahakan orang lain mengenai keinginannya yang tidak baik.

  3) Depresi

  Menekan perasaan yang menyakitkan atau konflik ingatan dari kesadaraan yang cenderung memperluasmekanisme ego lainnya.

  4) Reaksi formasi

  Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan dengan apa yang benar-benar dilakukan orang lain.

D. Tanda dan gejala 1.

  Fisik, mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah, dan tegang, serta postur tubuh kaku.

  2. Verbal, mengancam, mengancam, mengupat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar, ketus.

  3. Perilaku, menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan, amuk/agresif.

  4. Emosi, tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, permusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalah kan, menuntut.

  5. Intelektual, mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang mengeluarkan kata-kata.

  6. Spiritual, merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan kreatifitas terlambat.

  7. Sosial, menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran

  8. Perhatian, bolos, melarikan diri, melakukan penyimpangan seksual.

  (Direja, 2011) E.

   Proses terjadinya masalah

  Stres, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stres dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam, kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapakan melalui 3 cara yaitu :

  1. Mengungkapakan marah secara verbal

  2. Menekan

  3. Menantang Dari ketiga cara ini, cara yang yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai depresi psikomatik atau agresi dan nagamuk.

  Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adlah waktu untuk istirahat, suasana bising adalah melatih persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara positif

  

(compensatory act) dan tercapai perasaan lega (resolution). Bila ia gagal

  dalam memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif (olah raga, menyapu atau baca puisi saat dia marah dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (helplessness). Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (anger). Kemarahan yang diekspresikan keluar (Expressed

  

outward) dengan kegiatan yang konstruktif (contructive action) dapat

  menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (guilt). Kemarahan yang dipendam (Expressed inward) akan menimbulkan gejala psikomatis (Poinful

  syptom) (Yosep, 2011).

F. Psikopatalogik

  

Ancaman atau Kebutuhan

Stress

Marah

  Merasa Kuat Mengungkapkan secara verbal Merasa tidak kuat Menantang Menjaga Kebutuhan Orang Lain Melarikan Diri

  Berkepanjangan Ketegangan menurun Mengingkari masalah Rasa marah teratasi Marah tidak terungkap

  Muncul rasa bermusuhan Rasa bermusuhan menahun

  Marah pada diri sendiri Marah pada orang lain/lingkungan

  

Gambar 2 . Psikopatologik

Sumber : Beck, Rowlin, dan Williams (1996)

  G. Pohon masalah

  Resiko menscederai diri sendiri, orang Akibat lain dan lingkungan Masalah utama

  Gangguan kosep diri : Penyebab Harga diri rendah

  Gambar 3. Pohon masalah perilaku kekerasan (Sumber : Keliat, 2006) H. Penatalaksanaan medis ( Tjay dan Kirana, 2007)

  1. Chlopromazine (CPZ) Dosis 75 – 100mg/hari

  2. Trihexilpenidiyl (THP) Dosis 2mg 2 -3 kali sehari 3. Haloperidol, Dosis 0,5 – 5 mg, sehari 2 – 3 kali.

  4. Fluoketine, Dosis 2mg/hari

  5. Resperidone, 0.25 – 4 mg/hari

  6. Terapi elektrovulsif (ECT) Perilaku kekerasan

I. Masalah Keperawatan

  Masalah keperawatan pada perilaku kekerasan menurut Keliat, (2006) meliputi: a. Perilaku kekerasan

  b. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

  c. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

  d. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

  e. Isolasi sosial

  f. Berduka disfungsional

  g. Inefektif proses terapi

  h. Ketidakefektifan koping keluarga

  J. Diagnosa keperawatan

  a. Perilaku kekerasan

  b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

  c. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

  K. Fokus Intervensi

a. Perilaku Kekerasan Tujuan Umum

  Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan saat sedang berhubungan dengan orang lain dan tidak mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

  

TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya

Kriteria hasil :

  • Klien mau membalas salam
  • Klien mau berjabat tangan
  • Klien mau menyebut nama
  • Klien mau tersenyum
  • Klien mau mngetahui nama perawat

  Intervensi :

  • Bina hunbungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
  • Panggil nama klien dengan nama panggilan yang disukai
  • Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang
  • Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
  • Beri rasa empati
  • Lakukan kontak singkat tapi sering

  TUK II : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan Kriteria hasil :

  • Klien mengungkapkan perasaaannya
  • Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesel (dari diri sendiri, lingkungan atau orang lain).

  Intervensi :

  • Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaaannya
  • Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal
  • Dengarkan ungkapaan rasa kesal/marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.

  TUK III : Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku

  kekerasan

  Kriteria hasil :

   Klien dapat mengungkapkan perasaaan saat marah/jengkel

   Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala jengkel/kesal yang dialaminya

  Intervensi :

   Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakan saat jengkel/marah

   Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien  Simpulkan bersama klien tanda dan gejala jengkel/marah yang dialami klien

  TUK IV : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang

  biasa dilakukan

  Kriteria hasil :

   Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan  Klien dapat bermain peran perilaku kekerasan yang biasa dilakukan  Klien dapat mengetahui carayang biasa dilakukan untuk menyelesaikan masalah

  Intervensi :

  • Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien (verbal, pada orang lain, pada lingkungan dan pada diri sendiri)

   Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

   Bicarakan dengan klien, apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya akan selesai

  TUK V : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan Kriteria hasil :

  • Klien dapat menjelaskan dari cara yang dilakukan klien :
    • Akibat pada klien sendiri
    • Akibat pada orang lain
    • Akibat pada lingkungan

  Intervensi :

   Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang digunakan klien  Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan klien

   Tanyakan kepada klien “ Apakah klien ingin mempelajari cara baru yang sehat”

  TUK VI : Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk

  mencegah perilaku kekerasan

  Kriteria hasil :

  • Klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan secara fisik :Tarik nafas dalam, Pukul bantal/kasur
  • Klien dapat menyebutkan cara bicara (verbal) yang baik dalam mencegah perilaku kekerasan :Meminta dengan baik, Menolak dengan baik, Mengungkapkan perasaan dengan baik

  • Klien dapat mendemonstrasikan cara verbal yang baik
  • Klien dapat menyebutkan kegiatan ibadah yang biasa dilakukan
  • Klien dapat mendemonstrasikan cara ibadah yang dipilih
  • Klien mempunyai jadwal untu melatih cara pencegahan fisik, verbal/sosial, dan obat yang telah dipelajari sebelumnya
  • Klien mampu mengevaluasi kemampuannya dalam melakukan cara fisik, verbal/sosial, spiritual, dan obat sesuai jadwal yang telah disusun.

  Intervensi :

   Tanyakan kepada klien “ Apakah klien ingin mempelajari cara baru yang mengontrol perilaku kekerasan dengan yang sehat”

   Beri pujian jika mempunyai cara lain yang sehat  Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, memukul bantal atau kasur.

   Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah/kesal

   Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan  Secara spiritual : berdo’a dan sholat. kekerasan

  TUK VII :klien dapat mengidentifikasi cara mengontro perilaku

  Kriteria hasil :

  • Klien mampu memilih cara yang dilatih
  • Klien mnegetahui manfaat dari cara yang telah dipilih

  Intervensi :

  • Bantu klien memilih cara yang tepat
  • Bantu klien mengidebtifikasi manfaat cara yang telah dipilih
  • Beri reinforcoment positif atas keberhasilan yang dicapai dalam stimulusi
  • Anjurkan klien menggunakan cara telah dipilih saat jengkel/kesal.

  TUK VIII : klien mendapat dukungan dari keluarga dalam

  mengontrol perilaku kekerasan

  Kriteria hasil : keluarga dapt mendemonstrasikan cara merawat klien Intervensi :

  • Idebtifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap yang telah dilakukan selama ini
  • Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien
  • Jelaskan cara merawat klien :
  • cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif
  • sikap tenang, jelas, dan bicara tenang
  • membantu klien mengenal penyebab marah

  • bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien
  • bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.

  TUK IX : klien dapat menggunakan obat yang benar (sesuai program) Kriteria hasil :

  • Klien dapat menyebutkan jenis, dosis, dan waktu minum obat seta manfaat dari obat itu (prinsip 5 benar : benar orang, obat, dosis, waktu, dan cara pemberian)
  • Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat sesuai jadwal yang ditetapkan
  • Klien mengevaluasi kemampuannya dalam mematuhi minum obat

  Intervensi :

  • Jelaskan jenis-jenis oabt yang diminum klien pada klien dan keluarga
  • Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seijin dokter
  • Jelaskan prisip 5 benar minum obat (nama klien. obat, dosis, cara, waktu)

  • Anjurkan klien melaporkan pada perawat atau dokter jika merasa efek tidak menyenangkan.
  • Beri pujian jika klien meminum obat dengan benar.

b. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

  TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya Kriteria hasil :

  • Klien mampu membalas salam
  • Klien mau menyebutkan nama
  • Klien mau tersenyum
  • Klien mau kontak mata
  • Klien mau mengetahui nama perawat

  Intervensi :

  • Beri salam dan sebut nama klien
  • Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
  • Jelaskan maksud dan hubungan interaksi
  • Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
  • Beri rasa aman dan sikap tapi sering
  • Lakukan kontak mata singkat tapi sering

  TUK II : klien dapat mengidentifikasi aspek positif yang dimiliki

  klien

  Kriteria hasil : Klien mampu mengungkapkan kemampuan yang

  dimiliki pada perawat

  Intervensi :

   Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien

   Setiap perilaku klien hindarkan dari penilaian negatif  Utamakan memberikan pujian yang realistik

  TUK III : Klien mampu menilai kemampuan yang dugunakan Kriteria hasil : Klien mampu menilai kemampuan yang masih dapat

  digunakan

  Intervensi :

  • Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
  • Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilanjutkan kegunaaannya

  TUK IV : Klien dapat menetapkan (merencanakan) kegiatan yang

  sesuai dengan kemampuan yang dimiliki

  Kriteria hasil : Klien dapat memilih kegiatan yang masih dapat

  dilakukan selama dirumah sakit (kegiatan mandiri,

  kegiatan dengan bantuan sebagian, kegiatan yang membutuhkan bantuan total)

  Intervensi :

  • Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapt dilakukan setiap hari sesuai dengan kemampuan :
    • Kegiatan mandiri
    • Kegiatan dengan bantuan sebagaian
    • Kegiatan yang membutuhkan bantuan total

  • Tingkatkan bantuan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien
  • Beri contoh dalam pelaksanaan kegiatan yang boleh dilakukan klien

  TUK V : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi dan kemampuan lainnya.

  Kriteria hasil :

  • Klien dapat mendemonstrasikan kegiatan yang telah dipilih
  • Klien dapat mengevaluasi kemampuannya dalam melakukan kegiatan yang telah dipilih

  Intervensi :

  • Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
  • Beri pujian atas keberhasilan klien
  • Diskusikan pelaksanaan dirumah.

  

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) RESIKO PERILAKU

KEKERASAN Tujuan umum

  

SP 2 : Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik 2 yaitu untuk mencegah

  perilaku kekerasan

   SP 5 : Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah

  kekerasan

  SP 4 : Klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku

  mencegah perilaku kekerasan : (Meminta dengan baik, Menolak dengan baik, Mengungkapkan perasaan dengan baik).

  SP 3 : Klien dapat mendemonstrasikan cara sosial/(verbal) yang baik dalam

  memukul bantal/kasur

  :

  perilaku kekerasan

  Tarik nafas dalam

  Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain.

  :

  akibat, cara mengotrol dan dapat mendemonstrasikan cara fisik 1 untuk mencegah perilaku kekerasan

  

,

  perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

  ,

  tanda dan gejala perilaku kekerasan

  ,

  mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

  SP 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya ,

  SP Keluarga : Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.