PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN DISCOVERY.

(1)

i

ESMI POHAN, 071188830011. Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Disposisi Matematis Siswa SMA Melalui Pendekatan Pembelajaran Discovery. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika. Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, 2012.

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh bukti empirik tentang peningkatan kemampuan penalaran dan disposisi matematis siswa melalui pendekatan pembelajaran discovery untuk siswa SMA. Populasi penelitian ini adalah siswa SMA kelas X di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Asahan dengan sampel siswa SMA kelas X berdasarkan jenjang akreditasi sekolah (amat baik, baik dan cukup). Jenis Penelitian ini adalah eksperimen. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran dan disposisi matematis siswa digunakan tes instrument. Analisis data penelitian ini menggunakan Anava dua jalur (ANOVA). Hasil penelitian diperoleh: (1) Peningkatan kemampuan penalaran dan disposisi matematis siswa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran discovery lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran biasa. (2) Peningkatan kemampuan penalaran dan disposisi matematis siswa dengan menggunakan pendekatan

pembelajaran discovery lebih baik daripada siswa yang menggunakan

pembelajaran biasa ditinjau dari jenjang akreditasi sekolah (amat baik, baik dan cukup). (3) Tidak ada interaksi antara faktor pembelajaran dan faktor akreditasi sekolah terhadap peningkatan kemampuan penalaran dan disposisi matematis siswa.


(2)

ii

Esmi Pohan, 071188830011. The Improvement of the Senior High School Students’ Reasoning Ability and Mathematical Disposition through Discovery Approach. Thesis. Medan: Mathematical Education Study Program. Postgraduate School. State University of Medan. 2012.

This research is carried out to obtain the empirical evidence concerning the improvement of the students’ reasoning ability and mathematical disposition through discovery approach for Senior High School students. The population of this research is Senior High School students, with the sample is Senior High School students grade X based on the accreditation level (Excellent, Good, Average) in Education Department of Asahan Regency. This research is experimental. The objective of this research is to find out the improvement of the students’ reasoning ability and mathematical disposition which is used instrument test. The data analysis used in this research is two ways anova. The research result obtained as follows: (1) The improvement of the students’ reasoning ability and mathematical disposition is better by using discovery approach than by using conventional learning. (2) The improvement of the students’ reasoning ability and mathematical disposition is better by using discovery than by using conventional learning based on the school accreditation level (excellent, good, average). (3) There is no interaction between the learning factor and the school accreditation factor to the improvement of the students’ reasoning ability and mathematical disposition.


(3)

v DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK --- i

ABSTRACK --- ii

KATA PENGANTAR --- iii

DAFTAR TABEL --- viii

DAFTAR GAMBAR --- x

DAFTAR LAMPIRAN --- xi

BAB I PENDAHULUAN --- 1

A. Latar Belakang Masalah --- 1

B. Identifikasi Masakah --- 18

C. Pembatasan Masalah --- 19

D. Rumusan Masalah --- 20

E. Tujuan Penelitian --- 22

F. Manfaat Penelitian --- 24

G. Defenisi Operasional --- 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA --- 26

A. Penalaran Matematika--- 26

B. Disposisi Matematis --- 33

C. Hakikat Belajar Matematika --- 37

D. Hakekat Pendekatan Pembelajaran --- 41

E. Pendekatan Pembelajaran Discovery --- 44

F. Pembelajaran Biasa --- 49

G. Teori Belajar Pendukung --- 52

H. Hasil Penelitian yang Releven --- 58

I. Kerangka Konseptual --- 62

1. Perbedaan Kemampuan Penalaran Antara Pembelajaran Pendekatan Discovery Dengan Pendekatan Pembelajaran Biasa --- 62

2. Perbedaan Disposisi Matematis Antara pendekatan Pembelajaran Discovery Dengan Pendekatan Pembelajaran Biasa --- 64

3. Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran Dengan Akreditas Sekolah (Amat Baik, Baik dan Cukup) Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa dan Matematis Siswa --- 65


(4)

vi

BAB III METODE PENELITIAN--- 68

A. Jenis Penelitian --- 68

B. Tempat Waktu Penelitian --- 68

C. Populasi dan Sampel --- 68

1. Populasi Penelitian --- 68

2. Teknik Pengambilan Sampel --- 69

D. Variabel dan Desain Penelitian --- 71

E. Teknik Pengumpulan Data --- 74

1. Tes kemampuan Penalaran Siswa--- 75

2. Kuisioner Disposisi Matematika --- 76

3. Uji Coba Instrumen --- 77

F. Analisa Data --- 82

G. Prosedur Penelitian --- 89

BAB IV HASIL PENELITIAN --- 92

A. Hasil Penelitian Tentang Kemampuan Penelaran Matematis --- 92

1. Deskripsi Kemampuan Penalaran Matematis Siswa --- 82

2. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika Berdasarkan Faktor Pembelajaran --- 94

3. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Faktor Akreditasi Sekolah --- 97

4. Interaksi Antara Faktor Pembelajaran dan Faktor Akreditasi Sekolah Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa 101 5. Gambaran Kinerja Siswa pada Kemampuan Penalaran Matematika --- 104

6. Keragaman Kinerja Jawaban Siswa --- 106

B. Hasil Penelitian tentang Peningkatan Disposisi Matematis --- 114

1. Deskripsi Peningkatan Disposisi Matematis --- 114

2. Peningkatan Disposisi Matematis Berdasarkan Faktor Pembelajaran --- 117

3. Peningkatan Disposisi Matematis Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Faktor Akreditasi Sekolah --- 120

4. Interaksi Antara Faktor Pembelajaran Dan Faktor Akreditasi Sekolah Terhadap Peningkatan Disposisi Matematis Siswa --- 123

C. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Proses pembelajaran --- 126

D. Pembahasan Hasil Penelitian--- 128

1. Faktor Pembelajaran --- 128

2. Faktor Akreditasi Sekolah --- 134


(5)

vii

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN-SARAN --- 139

A. Kesimpulan --- 139

B. Implikasi --- 140

C. Saran-Saran --- 141

DAFTAR PUSTAKA --- 144 LAMPIRAN


(6)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Perbedaan Paedagogi antara Pendekatan Pembelajaran

Discovery dengan Pembelajaran Bias --- 51

Tabel 3.1 Daftar Jenjang Akreditasi Sekolah SMA Negeri Kab. Asahan --- 69

Tabel 3.2 Deskripsi Kemampuan Subyek Tiap Sekolah Berdasarkan Nilai Pretes --- 70

Tabel 3.3 Uji Homogenitas Varians Kemampuan Matematika Siswa antar Kelas --- 70

Tabel 3.4 Perhitungan Uji Normalitas Sampel --- 74

Tabel 3.5 Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis Dan Jenis Uji Statistik Yang Digunakan --- 83

Tabel 4.1 Rerata Gain Kemampuan Penalaran Matematika Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Berdasarkan Jenjang Akreditasi --- 92

Tabel 4.2 Uji Normalitas Data Kemampuan Penalaran Matematika dengan Pendekatan Discovery dan Pembelajaran Biasa --- 95

Tabel 4.3 Uji Homogenitas Varians Kelompok Data Eksperimen dan Kelompok Kontrol --- 95

Tabel 4.4 Rangkuman Uji ANAVA Dua Jalur Kemampuan Penalaran Matematika --- 96

Tabel 4.5 Uji Normalitas Kelompok Data Penelitian --- 98

Tabel 4.6 Uji Homogenitas Varians Kelompok Data Penelitian --- 98

Tabel 4.7 Rangkuman Uji ANAVA Dua Jalur Kemampuan Penalaran Matematika Berdasarkan Faktor Akreditasi Sekolah --- 99

Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Uji t Tentang Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Berdasarkan Akreditasi Sekolah --- 100

Tabel 4.9 Rangkuman Uji ANAVA Dua Jalur Interaksi Antara Faktor Pembelajaran dan Faktor Akreditasi Sekolah --- 101


(7)

ix

Tabel 4.10 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan

Penalaran Matematika --- 104 Tabel 4.11 Jumlah dan Persentasi Siswa yang Memperoleh Batas KKM 60

atau Lebih --- 105 Tabel 4.12 Rerata Gain Disposisi Matematis Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol Berdasarkan Jenjang Akreditasi Sekolah --- 115 Tabel 4.13 Uji Normalitas Data Disposisi Matematis Pembelajaran Discovery

dengan Pembelajaran Biasa --- 117 Tabel 4.14 Uji Homogenitas Varians Kelompok Data Eksperimen dan

Kelompok Kontrol --- 118 Tabel 4.15 Rangkuman Uji ANAVA Dua Jalur Disposisi Matematis Berdasarkan

Akreditasi Sekolah dan Faktor Pembelajaran --- 119 Tabel 4.16 Uji Normalitas Kelompok Data Penelitian --- 120 Tabel 4.17 Uji Homogenitas Varians Kelompok Data --- 121 Tabel 4.18 Rangkuman Uji ANAVA Dua Jalur Peningkatan Disposisi Matematis

Berdasarkan Faktor Akreditasi Sekolah --- 122 Tabel 4.19 Rangkuman Hasil Uji t tentang Pengaruh Pendekatan Pembelajaran

Berdasarkan Akreditasi Sekolah --- 123 Tabel 4.20 Rangkuman Uji ANAVA Dua Jalur Interaksi Faktor Pembelajaran Dan

Faktor Akreditasi Sekolah Terhadap Penongkatan Disposisi Matematis --- 124 Tabel 4.21 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Disposisi


(8)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Perumusan Teori Matematika --- 28

Gambar 3.1 Alur Kerja Penelitian--- 91

Gambar 4.1 Diagram Mean Gain Kemampuan Penalaran Matematika Berdasarkan Faktor Pembelajaran --- 93

Gambar 4.2 Diagran Standart Deviasi Kemampuan Penalaran Matematika Berdasarkan Faktor Pembelajaran --- 93

Gambar 4.3 Grafik Interaksi Antara Faktor Pembelajaran dan Faktor Akreditasi Sekolah terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika ---102

Gambar 4.4 Pola jawaban no 1 ---107

Gambar 4.5 Pola jawaban no 2 ---108

Gambar 4.6 Pola jawaban no 3 ---109

Gambar 4.7 Pola jawaban no 4 ---110

Gambar 4.8 Pola jawaban no 5 ---110

Gambar 4.9 Pola jawaban no 6 ---111

Gambar 4.10 Pola jawaban no 7 ---112

Gambar 4.11 Pola jawaban no 8 ---112

Gambar 4.12 Pola jawaban no 9 ---113

Gambar 4.13 Pola jawaban no10 ---114

Gambar 4.14 Diagram Mean Gain Disposisi Matematis Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Faktor Akreditasi Sekolah ---115

Gambar 4.15 Diagram Standart Deviasi Disposisi Matematis Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Faktor Akreditasi Sekolah ---116

Gambar 4.16 Grafik Interaksi antara Faktor Pembelajaran dan Faktor Akreditasi Sekolah Terhadap Peningkatan Disposisi Matematis Siswa ---123


(9)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman A. RENCANA PEMBELAJARAN DAN LEMBAR AKTIVITAS SISWA

Lampiran 1. Rencana pelaksanaan Pembelajaran I Kelompok Eksperimen --- 148

Lampiran 2. Lembar Aktivitas Siswa I --- 151

Lampiran 3. Soal Kuis I --- 155

Lampiran 4. Rencana Pembelajaran Pembelajaran I Kelompok Kontrol --- 156

Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II Kelompok Eksperimen --- 159

Lampiran 6. Lembar Aktivitas Siswa II --- 162

Lampiran 7. Soal Kuis II --- 165

Lampiran 8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II Kelompok Kontrol --- 166

Lampiran 9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran III Kelompok Eksperimen --- 168

Lampiran10. Lembar Aktivitas Siswa III --- 171

Lampiran11. Soal Kuis III --- 180

Lampiran12. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran III Kelompok Kontrol--- 181

Lampiran13. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IV Kelompok Eksperimen --- 184

Lampiran14. Lembar Aktivitas Siswa IV --- 187

Lampiran15. Soal Kuis IV --- 192

Lampiran16. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IV Kelas Kontrol --- 193

B. INSTRUMEN PENELITIAN Lampiran 1. Kisi- Kisi Tes Kemampuan Penalaran Matematika --- 196

Lampiran 2. Tes Kemampuan Penalaran Matematika --- 197

Lampiran 3. Kunci Jawaban Tes Kemampuan Penalaran --- 201

Lampiran 4. Kisi-Kisi Disposisi Matematis Siswa --- 204


(10)

xii

C. HASIL PERTIMBANGAN AHLI, UJI COBA INSTRUMEN

Lampiran 1. Hasil Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran --- 207

Lampiran 2. Hasil Validasi Lembar Aktivitas Siswa --- 208

Lampiran 3. Hasil Validasi Ahli Terhadap Instrumen Kemampuan Penalaran Matematika --- 210

Lampiran 4. Hasil Validasi Ahli Terhadap Instrumen Angket Disposisi Matematis Siswa --- 211

Lampiran 5. Hasil Uji Beda Sampel --- 212

Lampiran 6. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol --- 212

Lampiran 7. Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol --- 212

Lampiran 8. Rekapitulasi Skor Uji Coba Soal Penalaran Matematika --- 213

Lampiran 9. Rekapitulasi Skor Uji Coba Disposisi Matematis --- 214

Lampiran10. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kemampuan Penalaran Matematika - 216 Lampiran11. Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Penalaran Matematika --- 217

Lampiran12. Hasil Validitas dan Reliabilitas Disposisi Matematis --- 218

D. DATA HASIL PENELITIAN Lampiran 1. Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematis Kelas X SMAN 2 Kisaran Akreditas A Kelas Eksperimen --- 226

Lampiran 2. Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematis Kelas X SMAN 1 Meranti Akreditas B Kelas Eksperimen --- 227

Lampiran 3. Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematis Kelas X SMAN Aek Songsongan Akreditas C Kelas Eksperimen--- 228

Lampiran 4. Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematis Kelas X SMAN 2 Kisaran Akreditas A Kelas Kontrol --- 229

Lampiran 5. Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematis Kelas X-3 SMAN 1 Meranti Akreditas B Kelas Kontrol --- 230


(11)

xiii

Lampiran 6. Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematis Kelas X-2

SMAN Aek Songsongan Akreditas C Kelas Kontrol --- 231 Lampiran 7. Skor Disposisi Matematis Siswa Kelas X-4 SMAN 2 Kisaran

Kelas Eksperimen Sebelum Pembelajaran --- 232 Lampiran 8. Skor Disposisi matematis Siswa Kelas X-3 SMAN 2 Kisaran

Kelas Eksperimen Sesudah Pembelajaran --- 233 Lampiran 9. Skor Disposisi Matematis Siswa Kelas X-2 SMAN 1 Meranti

Akreditas B Kelas Eksperimen Sebelum Pembelajaran --- 234 Lampiran10. Skor Disposisi Matematis Siswa Kelas X-2 SMAN 1 Meranti

Akreditas B Kelas Eksperimen Sesudah Pembelajaran --- 235

Lampiran11. Skor Disposisi Matematis Siswa Kelas X-1 SMAN Aek Songsongan

Akreditas C Kelas Eksperimen Sebelum Pembelajaran --- 236 Lampiran12. Skor disposisi Matematis Siswa Kelas X-1 SMAN Aek Songsongan

Akreditas C Kelas Eksperimen Sesudah Pembelajaran --- 237 Lampiran13. Skor Disposisi Matematis Siswa Kelas X-3 SMAN 2 Kisaran

Kelas Kontrol Sebelum Pembelajaran --- 238 Lampiran14. Skor Disposisi Matematis Siswa Kelas X-3 SMAN 2 Kisaran

Kelas Kontrol Sesudah Pembelajaran --- 239 Lampiran15. Skor Disposisi Matematis Siswa Kelas X-3 SMAN 1 Meranti

Akreditas B Kelas Kontrol Sebelum Pembelajaran --- 240 Lampiran16. Skor Disposisi Matematis Siswa Kelas X-3 SMAN 1 Meranti

Akreditas B Kelas Kontrol Sesudah Pembelajaran --- 241 Lampiran17. Skor Disposisi Matematis Siswa Kelas X-2 SMAN Aek Songsongan

Akreditas C Kelas Kontrol Sebelum Pembelajaran --- 242 Lampiran18. Skor Disposisi Matematis Siswa Kelas X-2 SMAN Aek Songsongan

Akreditas C Kelas Kontrol Sesudah Pembelajaran --- 243 Lampiran19. Hasil Uji Persyaratan Analisis Hipotesis Pertama --- 244


(12)

xiv

Lampiran20. Hasil Uji Persyaratan Analisis Akreditas Amat Baik

Hipotesis Ke Dua --- 246 Lampiran21. Hasil Uji Persyaratan Analisis Akreditas Baik Hipotesis Ke Tiga --- 248 Lampiran22. Hasil Uji Persyaratan Analisis Akreditas Cukup Hipotesis Ke Empat ---- 249 Lampiran23. Hasil Uji Persyaratan Analisis Hipotesis Ke Lima --- 250 Lampiran24. Hasil Uji Persyaratan Analisis Keseluruhan Hipotesis Ke Enam --- 253 Lampiran25. Hasil Uji Persyaratan Analisis Akreditas Amat Baik

Hipotesis Ke Tujuh --- 255 Lampiran26. Hasil Uji Persyaratan Analisis Akreditas Baik

Hipotesis Ke Delapan --- 257 Lampiran27. Hasil Uji Persyaratan Analisis Akreditas Cukup

Hipotesis Ke Sembilan --- 258 Lampiran28. Hasil Uji Persyaratan Analisis Hipotesis Ke Sepuluh --- 259


(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan dapat menyelesaikan masalah kehidupan yang dihadapinya. Sampai saat ini dunia pendidikan dipandang sebagai sarana yang efektif dalam berusaha melestarikan dan mewariskan nilai-nilai hidup. Salah satu pendidikan yang dapat dilakukan masyarakat adalah pendidikan di sekolah mulai SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA dengan segala aspeknya. Kurikulum, pendekatan, metode, strategi, model yang sesuai, fasilitas yang memadai dan sumber daya manusia yang profesional adalah aspek yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan yang direncanakan.

Tujuan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien, efektif (Puskur,2002:56). Di samping itu siswa diharapkan dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan yang lain.

Karnasih (dalam Marpaung, 2009:1) mengatakan bahwa matematika adalah kunci untuk mendapatkan kesempatan atau peluang. Matematika bukan hanya sebagai bahasa sains tetapi matematika memberikan sumbangan langsung dan cara yang fundamental terhadap bisnis, keuangan, kesehatan, pertahanan dan bidang lainnya. Bagi siswa pengetahuan matematika membuka kesempatan untuk


(14)

meningkatkan karir. Bagi warga negara dan bangsa, penguasaan matematika akan memberikan dasar pengetahuan untuk berkompetisi dalam ekonomi yang bersifat teknologi . Diakui atau tidak, matematika sudah merambah ke segala segi kehidupan.

NRC (dalam Shadiq, 2010) menyatakan bahwa matematika adalah dasar dari sains dan teknologi. Matematika berperan penting dan menentukan terhadap kejayaan suatu bangsa. Namun pada sisi yang lain, banyak siswa yang menganggap matematika adalah mata pelajaran yang sangat sulit, menjemukan, hanya berkait dengan bilangan, hanya berkait dengan kegiatan menghafal, dan lain sebagainya. Masalahnya, jika ada siswa yang menganggap bahwa matematika sulit atau malah ada yang berpendapat atau sampai memiliki keyakinan bahwa ia tidak pernah berhasil mempelajari matematika atau tidak berbakat mempelajari matematika, maka si siswa tersebut akan mengalami kesulitan di bangku kuliah maupun di tempat kerjanya. Artinya, kemampuan atau kompetensi matematika akan semakin dibutuhkan di masa depan mereka. Suka atau tidak suka, mereka harus mengembangkan sikap untuk mau mempelajari matematika atau aplikasi matematika seumur hidupnya. Sikap seperti ini tidak akan pernah muncul jika selama di sekolah mereka mengalami hal-hal yang negatif ketika mempelajari matematika. Itulah sebabnya, para siswa seharusnya memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Namun seperti dinyatakan di atas, para siswa


(15)

tidak akan pernah memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat serta disposisi matematika yang baik dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri selama proses pemecahan masalah; jika mereka mengalami hal-hal negatif selama proses pembelajaran matematika di kelasnya.

Sementara Cockroft (dalam Abdurrahman, 1999:235) menyatakan bahwa

matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) Selalu digunakan dalam segi kehidupan; (2) Semua bidang study memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas; (4) Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) Meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran kekurangan; dan (6) Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.

Sujono (dalam Maysaroh, 2008:2) mengatakan bahwa dalam

perkembangan peradaban modern, matematika memegang peranan penting, karena dengan bantuan matematika semua ilmu pengetahuan menjadi lebih sempurna. Matematika merupakan sarana yang efisien dan diperlukan oleh semua ilmu pengetahuan dan tanpa bantuan matematika semua tidak akan mendapat kemajuan yang sangat berarti.

Cornelius (dalam Abdurrahman, 1999:253) mengemukakan ada lima alasan pentingnya belajar matematika, yaitu : (1) Matematika adalah sarana berpikir yang jelas; (2) Matematika adalah sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari; (3) Matematika adalah sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman; (4) Matematika adalah sarana untuk


(16)

mengembangkan kreatifitas; dan (5) Matematika adalah sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Soedjadi (dalam Saragih, 2007:15) bahwa pendidikan matematika memiliki dua tujuan besar yang meliputi:

(1) Tujuan yang bersifat formal, yang memberi tekanan pada penataan nalar anak serta pembentukan pribadi anak; dan (2) Tujuan yang bersifat material yang memberi tekanan pada penerapan matematika serta kemampuan memecahkan masalah matematika.

Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan National Council of Teacher of Mathematics (2000) yaitu: (1) Belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); (2) Belajar untuk bernalar

(mathematical reasoning); (3) Belajar untuk memecahkan masalah

(mathematical problem solving); (4) Belajar untuk mengaitkan ide (mathematical

connections); (5) Pembentukan sikap positif terhadap matematika ( posotive

attitudes towardmathematics ).

Menurut Sumarno (dalam Saragih, 2007:21), kemampuan-kemampuan di atas disebut dengan daya matematik (mathematical power) atau keterampilan matematika (doing math). Keterampilan matematika (doing math) berkaitan dengan karakteristik matematika yang dapat digolongkan dalam berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi. Berpikir tingkat rendah termasuk kegiatan melaksanakan operasi hitung sederhana, menerapkan rumus matematika secara langsung, mengikuti prosedur (algoritma) yang baku, sedangkan yang termasuk pada berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan memahami ide matematika


(17)

secara lebih mendalam, mengamati data dan menggali idea yang tersirat, menyusun konjektur, analogi, dan generalisasi, bernalar secara logik, menyelesaikan masalah, berkomunikasi secara matematik, dan mengaitkan ide matematik dengan kegiatan intelektual lainnya.

Penalaran merupakan salah satu doing math yang erat kaitannya dengan karakteristik matematika. Ruseffendi, (2001) menyatakan bahwa untuk menumbuhkan penalaran atau berpikir logis siswa dalam matematika bukan merupakan masalah sebab sesuai dengan hakekat matenmatika itu sendiri. Di samping itu, kemampuan penalaran dalam pembelajaran matematika perlu dikembangkan karena dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan dalam matematika, yaitu dari hanya sekedar mengingat kepada kemampuan pemahaman (Mukhayat dalam Saragih, 2007). Pentingnya penalaran dalam pembelajaran matematika juga dikemukakan oleh Suryadi (dalam Saragih, 2007:22) yang menyatakan bahwa pembelajaran yang lebih menekankan pada aktivitas penalaran dan pemecahan masalah sangat erat kaitannya dengan pencapaian prestasi siswa yang tinggi.

Sebagai contoh pembelajaran matematika di Jepang dan Korea yang lebih menekankan pada aspek penalaran dan pemecahan masalah mampu menghasilkan siswa berprestasi tinggi dalam tes matematika yang dilakukan oleh TIMSS. Depdiknas (2002:6) menyatakan bahwa ”Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika”. Suryadi (2005). Sumarno (1987) melakukan


(18)

penelitian tentang penalaran logis siswa SMA, satu dari temuannya adalah terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan penalaran siswa dengan kemampuan pemahaman matematika. Demikian juga dengan hasil penelitian Priatna (2003) terhadap siswa kelas 3 sekolah lanjutan tingkat pertama di Kota Bandung menemukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kemampuan penalaran dengan kemampuan pemahaman matematika.

Selain kemampuan penalaran matematika, siswa perlu memiliki kemampuan matematis tingkat tinggi, sikap kritis, kreatif, cermat, objektif dan terbuka, menghargai keindahan matematika, serta ingin tahu dan senang belajar matematika. Apabila kebiasaan berpikir matematis dan sikap tersebut berlangsung secara berkelanjutan, maka secara akumulatif akan tumbuh dan terbentuk disposisi matematis (mathematical disposition) yaitu keinginan, kesadaran, kecenderungan dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk berpikir dan berbuat secara matematik dengan positif (Sumarno,2010:7). Tindakan-tindakan positif siswa akan terwujud ketika mereka senantiasa percaya diri dalam menghadapi persoalan matematis, memiliki rasa keingintahuan yang tinggi, tekun, dan senantiasa melakukan refleksi terhadap hal-hal yang dilakukannya.

Menurut Ruseffendi (dalam Mulyana:31) siswa yang menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka berkenalan dengan matematika yang sederhana, makin tinggi tingkatan sekolahnya dan makin sukar matematika yang dipelajarinya akan semakin berkurang minatnya. Sebagai contoh siswa SMA kelas X lebih cenderung untuk memilih jurusan IPS atau Bahasa jika dibandingkan dengan jurusan IPA. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru dan


(19)

siswa hal ini disebabkan kurangnya disposisi matematis siswa sehingga sebagian besar siswa ingin menghindari pelajaran yang berhubungan dengan matematika. Menurut Mulyana (2009:32) kegagalan siswa dalam mengembangkan disposisi matematikanya terjadi di sekolah menengah atas, karena mereka memiliki peluang untuk menghindari mata pelajaran matematika. Menghindari mata pelajaran matematika dengan memilih program Bahasa atau Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebenarnya menutup peluang mereka untuk berkarir sebagai akhli sains, teknologi, dokter dan akhli lainnya yang memerlukan kecakapan matematika dengan level tinggi . Hal yang sama juga dikemukakan oleh Begle (dalam Mulyana:31) bahwa yang hampir mendekati sekolah menengah mempunyai sikap terhadap matematika dilihat dari sikap yang secara perlahan menurun. Rendahnya disposisi matematis siswa dapat dilihat dari minat dan rasa percaya diri siswa yang kurang dalam belajar matematika dan cenderung untuk menghindarinya. Dari uraian di atas, menunjukkan bahwa baik kemampuan logis, pemahaman, komunikasi matematika dan disposisi matematika siswa merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan kognitif siswa dan dapat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa itu sendiri.

Hasil belajar matematika siswa yang masih menjadi permasalahan yang sering dikeluhkan oleh orang tua siswa maupun oleh para pakar pendidikan matematika sendiri, sebagai contoh sebagaimana yang dikemukakan oleh Saragih (2007:21) bahwa banyak siswa kelas II SMP yang mengalami kesulitan untuk menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan perbandingan senilai, misalnya seorang petani membeli 10kg pupuk urea seharga Rp 35.000 berapa


(20)

rupiah yang diperlukan jika ia membeli sebanyak 55kg. Hasil penelitian Suryadi (Saragih 2007:21 ) menemukan bahwa siswa kelas dua SMP di Kota dan Kabupaten Bandung mengalami kesulitan dalam kemampuan mengajukan argumentasi serta menemukan pola dan pengajuan bentuk umumnya.

Di tingkat Internasional laporan The International Mathematics Science

Study (TIMSS) tahun 1999 (Saragih 2007:22) menunjukkan bahwa kemampuan

siswa kelas dua SMP Indonesia relatif lebih baik dalam menyelesaikan soal-soal tentang fakta dan prosedur tetapi sangat lemah dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin yang berkaitan dengan jastifikasi atau pembuktian, pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematika, menemukan hubungan antara data–data atau fakta yang diberikan. Akibatnya posisi belajar anak-anak Indonesia berada pada urutan 34 dari 38 negara peserta, masih kalah jauh dari negara Singapura yang menempati peringkat pertama dan Malaysia yang berada pada posisi 16 (Darhim, 2004:43 ) Sedangkan pada TIMSS tahun 2003 dari 40 negara, Indonesia berada pada rangking 34, Korea berada di rangking nomor dua, di bawah Singapura

Untuk wilayah Kabupaten Asahan, rendahnya prestasi matematika ini juga menjadi masalah bagi dunia pendidikan. Hasil try out ataupun simulasi yang diadakan beberapa bimbingan belajar menunjukkan hasil yang masih jauh dari yang diharapkan. Seperti hasil simulasi yang diadakan oleh BT/BS Medica pada tanggal 19 September 2009 terlihat bahwa dari 39 peserta, hanya 7 orang yang memiliki nilai 60 atau lebih. Sedangkan untuk BT/BS Bima, dalam simulasi pada tanggal 6 September 2009 , dari 53 peserta, hanya 3 siswa yang mendapat nilai 60


(21)

atau lebih. Untuk try out bagi siswa kelas XII, hasil yang didapat juga tidak jauh berbeda dengan hasil simulasi di atas. Pada try out tahun pelajaran 2008/2009, dari 274 peserta try out, hanya 63 siswa yang mendapat nilai 60 atau lebih. Dengan anggapan bahwa proses tes yang diadakan oleh bimbingan belajar cukup objektif, baik dari kehandalan soal maupun sistem pelaksanaannya, maka hasil yang didapat dapat dijadikan gambaran kemampuan sebenarnya dari siswa-siswa di Asahan . Di SMA Negeri 2 Kisaran prestasi matematika juga rendah, hal ini dapat dilihat dari hasil ujian harian yang dilaksanakan oleh guru tidak mencapai ketuntasan (KKM) yang sudah ditentukan. Dari 224 siswa kelas X yang mengikuti ujian harian I hanya 138 siswa yang tuntas.

Secara lebih khusus, kemampuan penalaran dan pemahaman matematik siswa masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dengan rendahnya hasil yang dicapai siswa jika diberikan soal-soal pemahaman dan penalaran matematika. Siswa yang mengetahui konsep-konsep matematika tidak mampu menyelesaikan soal yang menggunakan konsep-konsep tadi jika soal yang diberikan berbentuk penalaran. Numedal (dalamMulyana,2009:24) mengemukakan bahwa siswa sekolah menengah atas dan perguruan tinggi mengalami kesukaran dalam menggunakan strategi dan kekonsistenan penalaran logika ( logical reasoning ).

Wahyudin (1999) menemukan bahwa rata-rata tingkat penguasaan matematika siswa dalam mata pelajaran matematika adalah 19,4% dengan simpangan baku 9,8%. Juga diketahui bahwa model kurva berkaitan dengan tingkat penguasaan siswa adalah positif (miring ke kiri) yang berarti sebaran tingkat penguasaan siswa tersebut cenderung rendah.


(22)

Secara rinci Wahyudin (1999) menemukan lima kelemahan yang ada pada siswa antara lain: (1) Kurang memiliki materi prasyarat yang baik; (2) Kurang memiliki kemampuan untuk memahami serta mengenali konsep-konsep dasar matematika (aksioma, definisi, kaidah dan teorema) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibicarakan; (3) Kurang memiliki kemampuan dan ketelitian dalam menyimak dan mengenali sebuah persoalan atau soal-soal matematika yang berkaitan dengan pokok bahasan tertentu; (4) Kurang memiliki kemampuan menyimak kembali sebuah jawaban yang diperoleh; (5) Kurang memiliki kemampuan nalar yang logis dalam menyelesaikan persoalan atau soal-soal matematika.

Melihat fakta yang dikemukakan di atas, adalah tidak adil kalau menyalahkan atau membuat suatu kesimpulan bahwa tidak bagusnya nilai matematika disebabkan oleh siswanya yang tidak mampu dan atau matematika itu sukar, seperti yang dikemukakan oleh Cochroft (Wahyudin, 1999). Fisher dan Pipp (Utari, dkk, 1999) mengemukakan dua faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif siswa, yakni internal dan eksternal, kedua faktor tersebut menurut Ruseffendi (1991) mencakup kecerdasan siswa, bakat, kemampuan belajar, minat siswa, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru dan kondisi masyarakat luas. Selanjutnya, Fisher (Utari, dkk., 1999) mempunyai keyakinan bahwa faktor eksternal mempunyai pengaruh yang berarti terhadap perkembangan kognitif seseorang. Oleh karena itu salah satu tugas guru adalah untuk mendorong siswa agar dapat belajar matematika dengan baik dan menumbuhkan disposisi matematika mereka. Sementara kemampuan


(23)

berfikir siswa sangat tergantung pada kualitas dan kuantitas hasil belajar yang diperolehnya.

Menurut Saragih (2007:9), rendahnya hasil belajar adalah suatu yang wajar jika dilihat dari aktivitas pembelajaran di kelas yang selama ini dilakukan oleh guru yang tidak lain merupakan penyampai informasi (metode kuliah) dengan lebih mengaktifkan guru sementara siswa pasif mendengarkan dan menyalin, sesekali guru bertanya dan sesekali siswa menjawab, guru memberi contoh soal dilanjutkan dengan memberi soal latihan yang sifatnya rutin kurang melatih daya nalar, kemudian guru memberikan penilaian. Sejalan dengan itu, Suriadi (2006:3) menyatakan, pembelajaran matematika yang dilakukan di sekolah selama ini terutama di SMA nampaknya kurang memberi motivasi kepada siswa untuk terlibat langsung dalam pembentukan pengetahuan matematika mereka. Siswa lebih banyak bergantung pada guru sehingga sikap ketergantungan inilah yang kemudian menjadi karakteristik seseorang yang secara tidak sadar telah guru biarkan tumbuh dan berkembang melalui gaya pembelajaran tersebut.

Syaban (2008:2) menyatakan bahwa pembelajaran dilakukan melalui proses penyampaian informasi atau trasfer of knowledge bukan melalui pemerosesan informasi. Akibatnya hasil yang diperoleh dari proses pembelajaran seperti itu adalah berupa akumulasi dari pengetahuan yang satu sama lain terisolasi. Guru berdiri di depan siswa untuk menyampaikan pengetahuan, sementara siswa menerimanya tanpa harus mengetahui prosesnya. Siswa dipaksa untuk menerima ilmu, bukan memahami budaya ilmu, sehingga siswa kehilangan orientasi hidupnya karena tidak dituntun membaca fenomena di sekelilingnya.


(24)

Selanjut Wahyudin (1999) menyatakan bahwa sebagian besar siswa tampak mengikuti dengan baik setiap penjelasan atau informasi dari gurunya, tetapi siswa sangat jarang mengajukan pertanyaan sehingga yang terjadi adalah guru asyik sendiri dengan materi pelajaran yang sudah disiapkannya. Akibat dari semua itu, siswa hanya mencontoh apa yang dikerjakan guru, mengingat rumus-rumus atau aturan matematika dengan tanpa makna dan pengertian. Hal ini menyebabkan siswa kurang memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dengan alternatif lain. Padahal proses berpikir untuk mendapatkan penyelesaian masalah lebih dari satu alternatif merupakan salah satu kemampuan penalaran yang harus dikembangkan pada siswa. Salah satu permasalahan misalnya siswa diberikan pertanyaan berapa 8 kali 2, pastilah siswa akan menjawab tanpa berpikir panjang adalah 16. Tapi bila diberikan pertanyaan mengapa nilainya 16? Tentulah para siswa akan berpikir tentang angka-angka yang bila dioperasikan menghasilkan nilai 16 . Kesemuanya itu adalah benar pada alasan masing-masing siswa. Hal seperti inilah yang dapat menggugah siswa untuk bernalar pada suatu masalah dan siswa akan berani mengemukakan ide-idenya karena pertanyaan tersebut adalah terbuka, selain itu dengan sendirinya siswa akan saling menghargai keragaman ide-ide yang muncul dalam menjawab pertanyaan. Jadi proses pembelajaran seperti ini merupakan hasil dari refleksi pembelajaran yang mengedepankan masalah terbuka.

Dari hasil survey IMSTEP-JICA (dalam Syaban,2008:3) diperoleh bahwa pembelajaran matematika masih berkonsentrasi pada hal-hal yang prosedural dan mekanistik, pembelajaran berpusat pada guru, konsep matematika sering disampaikan secara informatif, dan siswa dilatih menyelesaikan banyak soal tanpa


(25)

pemahaman yang mendalam. Model pembelajaran seperti ini akan sulit untuk menumbuhkembangkan daya dan disposisi matematis siswa.

Sejalan dengan itu, Karnasih (1997:3) menyatakan, ditinjau dari segi pengajaran, kegagalan itu disebabkan oleh beberapa hal antara lain: (1) Pengajaran yang sifatnya rutin dan terfokus pada keterampilan menggunakan prosedur dan bukan pengajaran untuk menanamkan pengertian (teaching for

understanding) ataupun pemecahan masalah (problem solving); (2) Pengajaran

yang kurang melatih peserta didik untuk memiliki rasa percaya diri (self

confidence) akan kemampuan dalam memecahkan masalah dalam matematika.

Berkaitan dengan aktivitas belajar tersebut di atas, Rif”at (2001:25) menyatakan dalam rangka belajar, dugaan bahwa pebelajar ingat atau lupa akan suatu rumus tidak dapat dipertahankan karena terkesan untung-untungan. Belajar demikian berkecenderungan menjadikan siswa berfikir pasif, tidak dapat berpikir secara terstruktur, dan belajar menjadi tidak atau kurang bermakna. Weirtheimer (Rif’at, 2001:25) menyebutkan bahwa, pembelajaran yang prosedural, seperti penerapan rumus cenderung menghilangkan kemampuan manusia untuk melihat struktur masalah secara utuh. Padahal, pemahaman akan struktur masalah merupakan pemikiran produktif. Proses-proses yang dilakukan oleh siswa dalam memilih, mengatur dan mengintegrasikan pengetahuan baru, perilaku dan buah pikirannya akan mempengaruhi keadaan motivasi dan sikapnya dan pada akhirnya akan berhubungan dengan strategi belajarnya (Weinstein & Mayer dalam Anthony, 1996).,


(26)

Keberadaan pemilihan dan penggunaan strategi belajar siswa merupakan variabel yang kritis dalam proses belajar aktif (Antony,1999). Dengan menggunakan berbagai macam strategi belajar,pengetahuan yang diperolehnya lebih mendalam dan berkualitas. Pemilihan strategi belajar secara individual dapat dihubungkan dengan berbagai faktor yaitu pengetahuan yang diperoleh sebelumnya, keilmiahan tugas-tugas belajar, motivasi dan ketersediaan sumber daya (Anthony,1999).

Salah satu model pembelajaran yang dianggap kreatif, inovatif , efektif dan dapat membentuk disposisi matematis siswa adalah pembelajaran dengan pendekatan discovery. Hal ini dikarenakan model pembelajaran discovery merupakan model pembelajaran yang progressif serta menitikberatkan pada aktivitas siswa dalam belajar. Model pembelajaran discovery juga memungkinkan siswa untuk mengetahui dengan pasti informasi yang akan diselesaikan dan ide-ide penyelesaian dalam beberapa cara yang berasal dari diri mereka sendiri, ini adalah cara paling alami bagi siswa untuk lebih mudah mengerti, memahami dan lebih mudah diingat (Kite ,2006:1)

Bicknell Holmes & Hoffman ( Castronova,2006) menggambarkan tiga sifat utama pembelajaran discovery yaitu : (1) Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk membuat, mengintegrasikan, dan menggeneralisasi pengetahuan, (2) Siswa dibimbing untuk melakukan aktivitas berdasarkan ketertarikannya,dan menentukan tahapan dan frekuensi kerjanya sendiri,dan (3) Aktifitas-aktifitas yang dilakukan siswa mendorong terjadi terjadinya integrasi pengetahuan baru ke


(27)

dalam pengetahuan siswa sebelumnya yang telah ada. Castronova (2006:3)

mengemukakan bahwa perbedaan fundamental pembelajaran discovery dengan

bentuk – bentuk pembelajaran tradisional adalah: (1) Pembelajaran bersifat aktif daripada pasif; (2) Pembelajaran berorientasi pada proses daripada isi; (3) Kegagalan adalah penting; (4) Umpan balik adalah penting; (5) Pemahaman lebih mendalam.

Hal ini juga telah dikemukakan oleh Sund (Roestiyah, 2001) bahwa

discovery ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu

konsep atau prinsip. Proses mental tersebut antara lain mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dalam tehnik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberi instruksi. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri agar anak dapat belajar sendiri.

Suryosubroto (2002:192) mengemukakan metode discovery diartikan

sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, memanipulasi objek dan lain-lain percobaan, sebelum sampai pada generalisasi. Demikian juga Bruner (Heriawan, 1995:47) menyatakan bahwa anak harus berperan aktif di dalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui satu cara yang disebut discovery. Discovery yang


(28)

dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya diarahkan untuk menemukan konsep dan prinsip.

Jika dibandingkan pembelajaran menggunakan pendekatan discovery dengan pembelajaran mengutamakan paham kontruksivisme, maka akan terlihat beberapa kesamaan prinsip. Dalam paham kontruksivisme siswa menjadi pusat perhatian. Siswa diharapkan mengkontruksi pengetahuannya sendiri menurut mereka sendiri. Oleh karena itu peranan guru hanya sebagai fasilitator ketimbang penyedia informasi. Suherman (2001:76) merumuskan tujuan pembelajaran dengan paham kontruktivis sebagai berikut : seorang guru matematika hendaknya mempromosikan dan mendorong pengembangan setiap individu di dalam kelas untuk menguatkan kontruksi matematika, untuk mengajukan pertanyaan, pengkontruksian, pengeksplorasian, pemecahan dan pembenaran masalah masalah matematika serta konsep-konsep matematika. Guru juga diharapkan berusaha mengembangkan kemampuan siswa untuk merefleksikan dan mengevaluasi kualitas konstruksi mereka.

Dalam kurikulum (2004:8) pada standart kompetensi bahan kajian matematika, kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika di SMA adalah (1) siswa dapat menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes,akurat,efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) siswa memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah; (3) siswa menggunakan penalaran pada


(29)

pola,sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti , atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (4) siswa menunjukkan kemampuan strategi dalam merumuskan, menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah; (5) siswa memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

Tuntutan dari standar kompetensi bahan kajian matematika tersebut adalah siswa memahami pengertian-pengertian dalam matematika dan memiliki keterampilan untuk dapat memecahkan persoalan dalam matematika maupun mata pelajaran yang lain, serta dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman siswa dalam matematika tidak terpisah-pisah ,antara satu konsep dengan konsep yang lain saling terkait, pemahaman siswa pada topik tertentu akan akan menuntut pemahaman siswa dalam topik sebelumnya. Hal ini sesuai dengan hakikat matematika sebagai ilmu yang terstruktur. Selanjutnya siswa dapat melakukan analisis dengan penalaran untuk menarik suatu kesimpulan dari apa yang diperolehnya. Untuk dapat memahami matematika siswa harus memahami dua hal pokok tentang matematika yaitu : siswa harus dapat memahami konsep, prinsip, hukum, aturan dan kesimpulan yang diperolehnya dengan cara mengkonstruksi sendiri dan siswa harus mempunyai kecenderungan yang kuat untuk dapat berfikir dan bertindak dengan cara positif untuk membentuk disposisi matematisnya. Berdasarkan hal tersebut maka penalaran merupakan kemampuan yang sangat penting dalam matematika, dan berdasarkan peran matematika dalam tujuan umum pendidikan matematika, maka kemampuan penalaran dan disposisi matematis harus dimiliki oleh setiap siswa.


(30)

Dari permasalahan di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang penerapan pembelajaran dengan pendekatan discovery yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan disposisi matematis siswa . Kelompok atau level sekolah berdasarkan jenjang akreditasi sekolah amat baik, baik dan cukup diduga berpengaruh dalam upaya pengungkapan perbedaan kontribusi discovery terhadap peningkatan penalaran dan disposisi matematis siswa bila dibandingkan dengan pembelajaran matematika biasa. Sebagai pembanding akan dilihat juga peningkatan kemampuan penalaran dan disposisi matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran matematika biasa (yang sering diterapkan guru di kelas). Untuk itu dipandang perlu melakukan penelitian ; Apakah pendekatan

discovery dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan disposisi matematis

siswa yang pada akhirnya akan meningkatkan hasil belajar.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika di kelas masih berpusat pada guru.

2. Pembelajaran yang dilakukan kurang memberi motivasi kepada siswa untuk terlibat langsung dalam pembentukan pengetahuan matematika mereka.

3. Pembelajaran yang dilakukan guru tidak mampu membentuk dan


(31)

4. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir, tetapi lebih diarahkan kepada kemampuan untuk menghapal informasi; otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu.

5. Pembelajaran bermakna yang diharapkan tidak terjadi, tingkat

kemampuan kognitif anak yang terbentuk hanya pada tataran tingkat yang rendah.

6. Proses pembelajaran tidak mengakomodasi pengembangan kemampuan

siswa dalam pemecahan masalah, penalaran, koneksi, dan komunikasi matematis.

7. Kemampuan penalaran matematis siswa rendah

8. Disposisi matematis siswa rendah.

C. Pembatasan Masalah

Dari keseluruhan masalah yang telah diidentifikasi di atas, maka masalah yang akan diteliti pada penelitian ini dibatasi pada kemampuan penalaran dan disposisi matematis siswa. Berkaitan dengan lokasi penelitian, penelitian ini terbatas pada SMA Negeri di Kabupaten Asahan yang dikelompokkan berdasarkan jenjang akreditasi sekolah amat baik, baik dan cukup.. Penelitian ini melibatkan siswa kelas X dan akan dilakukan pada Tahun Pelajaran 2010/2011, dengan melibatkan dua variabel bebas dan dua variabel terikat. Variabel bebasnya adalah pengembangan pendekatan pembelajaran yang dalam hal ini menggunakan


(32)

pendekatan discovery dan pendekatan pembelajaran biasa ( konvensional) pada materi ajar Trigonometri. Sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan penalaran matematika siswa dan disposisi matematis siswa.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa yang

menerima pembelajaran menggunakan pendekatan discovery lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika biasa ditinjau dari keseluruhan siswa?

2. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa yang

menerima pembelajaran menggunakan pendekatan discovery lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika biasa ditinjau dari jenjang akreditasi sekolah amat baik?

3. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa yang

menerima pembelajaran menggunakan pendekatan discovery lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika biasa ditinjau dari jenjang akreditasi sekolah baik?

4. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa yang

menerima pembelajaran menggunakan pendekatan discovery lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika biasa ditinjau dari jenjang akreditasi sekolah cukup?


(33)

5. Apakah ada interaksi antara faktor pembelajaran dan faktor jenjang akreditasi sekolah dalam mempengaruhi peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa?

6. Apakah peningkatan disposisi matematis siswa yang menerima pembelajaran

menggunakan pendekatan discovery lebih baik daripada siswa yang

memperoleh pembelajaran matematika biasa ditinjau dari keseluruhan?

7. Apakah peningkatan disposisi matematis siswa yang menerima pembelajaran

menggunakan pendekatan discovery lebih baik daripada siswa yang

memperoleh pembelajaran matematika biasa ditinjau dari jenjang akreditasi sekolah amat baik?

8. Apakah peningkatan disposisi matematis siswa yang menerima pembelajaran

menggunakan pendekatan discovery lebih baik daripada siswa yang

memperoleh pembelajaran matematika biasa ditinjau dari jenjang akreditasi sekolah baik?

9. Apakah peningkatan disposisi matematis siswa yang menerima pembelajaran

menggunakan pendekatan discovery lebih baik daripada siswa yang

memperoleh pembelajaran matematika biasa ditinjau dari jenjang akreditasi sekolah cukup?

10. Apakah ada interaksi antara faktor pembelajaran dan faktor jenjang akreditasi sekolah dalam mempengaruhi peningkatan disposisi matematis siswa?

11. Bagaimanan kinerja jawaban siswa pada pendekatan pembelajaran discovery dan pembelajaran biasa?


(34)

E. Tujuan Penelitian

Berdasar rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran matematika

siswa yang menerima pembelajaran menggunakan pendekatan discovery lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika biasa ditinjau dari keseluruhan siswa.

2. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran matematika

siswa yang menerima pembelajaran menggunakan pendekatan discovery lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika biasa ditinjau jenjang akreditasi sekolah amat baik.

3. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran matematika

siswa yang menerima pembelajaran menggunakan pendekatan discovery lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika biasa ditinjau jenjang akreditasi sekolah baik.

4. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran matematika

siswa yang menerima pembelajaran menggunakan pendekatan discovery lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika biasa ditinjau jenjang akreditasi sekolah cukup.

5. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara faktor pembelajaran dan faktor jenjang akreditasi sekolah terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa


(35)

6. Untuk mengetahui apakah peningkatan disposisi matematis siswa yang menerima pembelajaran menggunakan pendekatan discovery lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika biasa ditinjau dari keseluruhan siswa.

7. Untuk mengetahui apakah peningkatan disposisi matematis siswa yang menerima pembelajaran menggunakan pendekatan discovery lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika biasa ditinjau dari jenjang akreditasi sekolah amat baik.

8. Untuk mengetahui apakah peningkatan disposisi matematis siswa yang menerima pembelajaran menggunakan pendekatan discovery lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika biasa ditinjau dari jenjang akreditasi sekolah baik.

9. Untuk mengetahui apakah peningkatan disposisi matematis siswa yang menerima pembelajaran menggunakan pendekatan discovery lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika biasa ditinjau dari jenjang akreditasi sekolah cukup.

10. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara faktor pembelajaran dan faktor jenjang akreditasi sekolah terhadap peningkatan disposisi matematis siswa.

11. Untuk mengetahui kinerja jawaban siswa pada pendekatan discovery dan pembelajaran biasa.


(36)

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis. Manfaat teoritis adalah:

1. Untuk memperkaya dan menambah khasanah ilmu pengetahuan guna

meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya yang berkaitan dengan metode pembelajaran, penalaran dan disposisi matematis.

2. Sumbangan pemikiran dan bahan acuan bagi guru, pengelola lembaga pendidikan dan peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji, mencari suatu strategi pengembangan, pelatihan secara mendalam tentang penerapan metode pembelajaran untuk penalaran dan disposisi matematis siswa. Sedangkan manfaat praktis dalam penelitian ini antara lain:

1. Sebagai bahan pertimbangan dan alternatif bagi guru tentang metode pembelajaran discovery, sehingga dapat merancang pembelajaran yang

lebih baik dengan mengaktifkan siswa menemukan sendiri

pengetahuannya.

2. Memberikan gambaran bagi guru tentang efektifitas dan efisiensi metode pembelajan discovery dalam meningkatkan penalaran dan disposisi matematis siswa.

G. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut :


(37)

1. Kemampuan penalaran matematika siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa untuk menarik kesimpulan dengan cara berpikir induktif dan deduktif yang dibatasi pada generalisasi induktif, analogi induktif, silogisma hipotetik, dan silogisma dengan kualifikasi.

2. Disposisi matematis siswa (productive disposition) adalah kecenderungan siswa memandang matematika sebagai sesuatu yang dapat dikuasai, dan dapat bermanfaat serta meyakini bahwa bila ditekuni secara sungguh-sungguh akan menguntungkan dirinya. Disposisi matematis memiliki indikator rasa percaya diri dalam menggunakan matematika, minat, rasa ingin tahu, kegigihan dalam menghadapi masalah dan memecahkan masalah, fleksibilitas dan berusaha mencari alternatif dalam memecahkan masalah, menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan dan tekun mengerjakan tugas matematika.

3. Pembelajaran matematika dengan pendekatan discovery adalah bentuk pembelajaran dimana konsep, teorema, rumus, aturan dan sejenisnya ditemukan kembali oleh siswa, dalam hal ini guru hanya bertindak sebagai fasilitator, pengarah dan pembimbing. Pendekatan discovery merupakan pendekatan yang progresif yang menitik beratkan kepada aktivitas siswa dalam proses belajar.

4. Pembelajaran matematika biasa adalah pembelajaran dengan proses guru menjelaskan materi, memberi contoh soal, kemudian siswa mengerjakan soal latihan dan tugas.


(38)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN-SARAN A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil temuan yang telah dijelaskan pada bagian terdahulu dapat

diambil beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan faktor

pembelajaran,kemampuan matematika, kemampuan penalaran matematika , disposisi matematis siswa , keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah :

1. Peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa yang memperoleh

pendekatan pembelajaran discovery lebih baik dibandingkan dengan

pendekatan biasa (konvensional) ditinjau dari keseluruhan siswa.

2. Peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa pada jenjang

akreditasi amat baik yang memperoleh pendekatan pembelajaran discovery lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (biasa).

3. Peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa pada jenjang

akreditasi baik yang memperoleh pendekatan pembelajaran discovery lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (biasa).

4. Peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa pada jenjang

akreditasi cukup yang memperoleh pendekatan pembelajaran discovery lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (biasa).

5. Tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor akreditasi sekolah terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa.


(39)

6. Peningkatan disposisi matematis siswa yang memperoleh pendekatan

pembelajaran discovery lebih baik dibandingkan dengan pendekatan

pembelajaran biasa ditinjau dari keseluruhan siswa.

7. Peningkatan disposisi matematis siswa pada jenjang akreditasi amat baik

yang memperoleh pendekatan pembelajaran discovery lebih baik

dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran biasa.

8. Peningkatan disposisi matematis siswa pada jenjang akreditasi baik yang memperoleh pendekatan pembelajaran discovery lebih baik dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran biasa.

9. Peningkatan disposisi matematis siswa pada jenjang akreditasi cukup yang memperoleh pendekatan pembelajaran discovery lebih baik dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran biasa.

10. Tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dan faktor akreditasi sekolah terhadap peningkatan disposisi matematis siswa.

11. Pola jawaban siswa yang memperoleh pembelajaran berdasarkan pendekatan

pembelajaran discovery lebih baik dibanding siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

B. IMPLIKASI

Penemuan dalam penelitian menunjukkan kemampuan penalaran

matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran discovery lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajarkan melalui pendekatan pembelajaran secara konvensional (biasa). Hal ini berimplikasi pada pemilihan pendekatan pembelajaran oleh guru matematika. Guru matematika di sekolah menengah atas harus mempunyai cukup pengetahuan teoretis maupun


(40)

keterampilan dalam memilih pendekatan pembelajaran yang mampu mengubah siswa lebih aktif, mengkontruksi pengetahuan sendiri, memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih leluasa menjawab permasalahan dengan caranya sendiri, mempunyai pengalaman secara matematis dan mampu melatih komunikasi matematika. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat mengubah siswa ke arah yang lebih positif tersebut adalah pendekatan pembelajaran discovery. Perubahan itu sendiri akan mampu melatih kemampuan penalaran matematika siswa sejak dini.

Implikasi lainnya yang perlu mendapat perhatian guru adalah dengan pendekatan pembelajaran discovery akan membuat siswa lebih kritis, berani mengeluarkan ide dan menghargai pendapat orang lain. Diskusi kelompok yang merupakan bagian dari proses pembelajaran discovery akan membuat siswa dapat berkomunikasi matematika secara lisan pada mengawali penyelesaian masalah dan tulisan disaat mereka menemukan kesepahaman. Selain dari itu dengan diskusi kelompok siswa akan saling berkompetisi untuk memberikan yang terbaik bagi kelompoknya, sehingga suasana kelas akan terlihat lebih dinamis dan siswa merasa senang dalam belajar sehingga dapat menumbuh kembangkan disposisi matematis siswa.

C. SARAN - SARAN

Bedasarkan simpulan dan implikasi seperti yang telah dikemukakan, maka disarankan beberapa hal berikut :

1. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran discovery


(41)

konsep-konsep yang sedang dipelajari agar dapat dilakukan tindakan pengayaan.

2. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran discovery

sangat potensial diterapkan dalam pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan matematika pada tingkat pendidikan atas.

3. Guru sebaiknya menciptakan suasana belajar yang lebih banyak

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan dalam penyelesaian masalah dengan cara mereka sendiri sehingga dalam belajar matematika mereka lebih berani berargumentasi, lebih percaya diri, kreatif dan mampu menumbuhkan disposisi matematis siswa terhadap matematika. Guru dapat belajar dari beragam representase yang diberikan siswa dalam membangun dan mengembangkan pengetahuannya. 4. Pendekatan pembelajaran masih belum dikenal guru dan siswa secara

menyeluruh, oleh karena itu perlu disosialisasikan oleh lembaga terkait seperti Dinas Pendidikan Kabupaten atau Propinsi dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam penalaran dan disposisi matematis yang pada akhirnya akan meningkatkan hasil belajar siswa.

5. Bagi segala pihak sebagai pemerhati pendidikan, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan positif pada khasanah dunia pendidikan, serta memberikan manfaat sebagai salah satu referensi dalam usaha peningkatan kualitas hasil belajar siswa.

6. Bagi segala pihak yang menjadi peneliti, disarankan untuk dapat


(42)

misalnya kemampuan koneksi matematika siswa dengan pendekatan discovery.

7. Populasi pada penelitian ini terbatas pada siswa tingkat sekolah menengah atas, untuk itu perlu dilakukan penelitian pada jenjang sekolah dasar dan menengah pertama untuk melihat pengaruh pembelajaran.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah. (2000). Suatu Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan

Penalaran Analogi Matematika.Tesis Magister pada PPS UPI Bandung:

Tidak diterbitkan.

Castronova,J.(2005). Discovery Learning for the 21 Century; What is it and how does it compare to traditional learning in effviews/ectiviness in the 21 Century.[online].Tersedia:

http://www.chiron.valdosta.edu/are/litreviews/vol 11 No 1/castronova

litr/pdf.[10 Pebruari 2006].

Copi, I.M. (1978). Introduction to Logic. New York: Macmillan. Dahar, R.W.(1996). Teori – Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Depdiknas - Pusat Kurikulum - Balitbang (2002). Kurikulum Berbasis

Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk

Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Tersedia: http://www.bsnp-

indonesia.org/standards-proses.php.

Giere, R.N. (1984). Understanding Scientific Reasoning (2nd Edition). New York:Holt, Rinehart and Winston.

Hancock, C.L. (1995). Enhanching Mathematics Learning With Open-ended

Question. The Mathematics Teacher. Vol. 88, 6 September 1995.

Hasanah,A.(2004).Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran

Berbasis Masalah yang Menekankan pada Representasi Matematika.

Tesis. UPI Bandung.

Hudoyo, H. (1998). Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan

Konstruktivis. Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Upaya-upaya

Meningkatkan Peran Pendidikan Matematika dalam Mengahadapi Era Globalisasi. Malang: Tidak Diterbitkan.

Mukhayat, T.(2004). Mengembangkan Metode Belajar yang Baik pada Anak. Yogyakarta: FMIPA. UGM.


(44)

Mulyana, Endang.(2009). Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Pemahaman dan Disposisi Matematika Siswa SMA

Program IPA. Disertasi UPI. Bandung.Tidak Diterbitkan.

National Council of Teacher Mathematics. (2000). Principles and Standards for

School Mathematics. Reston, VA:NCTM.

Poerwadarminta,W.J.S.(1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.

Rif’at, M. (2001). Pengaruh Pola-Pola Pembelajaran Visual dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Masalah-Masalah Matematika (Eksperimen pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika di

Kalimantan Barat). Disertasi UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA (Cetakan Kedua). Bandung:Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (2001). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang

Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Ruseffendi,E.T. (1984). Dasar-Dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru. Bandung: Tarsito.

Sanjaya, Wina. (2008). Strategi Pembelajaran. Berorientasi Standart Proses

Pendidikan. Jakarta. : Kencana Prenada Groupe.

Saragih, S. ( 2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi

Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pendekatan

Matematika Realistik. Disertasi Doktor pada PPS UPI.: Tidak Diterbitkan.

Sastrosudirjo, Samekto S (1988). Hubungan Kemampuan Penalaran dan Prestasi

Belajar untuk Siswa SMP. Jurnal Pendidikan. No. 1 tahun ke 18. IKIP Yogyakarta.

Shadiq,Fadjar" Apa dan Mengapa Matematika Begitu Penting

?(fadjar_p3g@yahoo.com & www.fadjarp3g.wordpress.com/diakses

tanggal 23 Februari 2009).

Slavin, R.E. (1997). Research on Co-operative Learning and Achievement. What

we Know, What we Need Know. Contemporary Educational Psychology

Volume 21. 43 - 69.

Soekardijo, J.S. (1988). Logika Dasar, Tradisionil, Simbolik dan Induktif. Jakarta:Gramedia.


(45)

Subandriyo. (2006). Studi Tentang Keefektifan Metode Inkuiri dalam

Pembelajaran Matematika Ditinjau dari Sikap Percaya Diri Siswa. Tesis:

Tidak diterbitkan

Sularmi, (2006) .”Perbedaan Pengaruh Metode Inquiry- Discovery

DanKonvensional Terhadap Prestasi Belajar IPA Ditinjau Dari

Motivasi Belajar Pada Siswa .Tesis. UPI Bandung.Tidak Diterbitkan

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa

SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan

Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi. Bandung: PPS

IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan.

Sumarmo, U. (2005). Pengembangan Berpikir Matematik tingkat SLTP dan SMU

serta Mahasiswa Strata 1 melalui Beberapa Pendekatan Pembelajaran.

Laporan Penelitian. LEMLIT UPI. Tidak Dipublikasikan.

Sumarno ,U. (2010). Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan

Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik.[online]

Suriadi, (2006). Pembelajaran dengan Pendekatan Discovery yang Menekankan Aspek Analogi untuk Meningkatkan Pemahaman Matematik dan

Kemampuan berpikir KritisSiswa SMA. Tesis. Bandung: PPS UPI.: Tidak

Diterbitkan

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung sertPendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka

Meningkatkan Kemampuan Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP.

Disertasi . Bandung. PPS UPI.: Tidak Diterbitkan

Suryosubroto,B.(2002). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta. Rineka Cipta

Syaban, M. (2008). Menumbuhkan daya dan disposisi siswa SMA melalui

pembelajaran investigasi. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas

Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.

Syofni. (1989). Hubungan Kemampuan Penalaran dalam Matematika dan

Prestasi Siswa Kelas 1 SMA Negeri Kodya Surabaya. Tesis PPS IKIP

Malang: Tidak Diterbitkan.

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan

Siswa dalam Pelajaran Matematika. Disertasi. PPS UPI: Tidak


(46)

Wardani, S. (2009) Meningkatkan kemampuan berfikir kreatif dan disposisi matematik siswa SMA melalui pembelajaran dengan pendekatan model

Sylver. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan


(1)

konsep-konsep yang sedang dipelajari agar dapat dilakukan tindakan pengayaan.

2. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran discovery sangat potensial diterapkan dalam pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan matematika pada tingkat pendidikan atas. 3. Guru sebaiknya menciptakan suasana belajar yang lebih banyak

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan dalam penyelesaian masalah dengan cara mereka sendiri sehingga dalam belajar matematika mereka lebih berani berargumentasi, lebih percaya diri, kreatif dan mampu menumbuhkan disposisi matematis siswa terhadap matematika. Guru dapat belajar dari beragam representase yang diberikan siswa dalam membangun dan mengembangkan pengetahuannya. 4. Pendekatan pembelajaran masih belum dikenal guru dan siswa secara

menyeluruh, oleh karena itu perlu disosialisasikan oleh lembaga terkait seperti Dinas Pendidikan Kabupaten atau Propinsi dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam penalaran dan disposisi matematis yang pada akhirnya akan meningkatkan hasil belajar siswa.

5. Bagi segala pihak sebagai pemerhati pendidikan, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan positif pada khasanah dunia pendidikan, serta memberikan manfaat sebagai salah satu referensi dalam usaha peningkatan kualitas hasil belajar siswa.

6. Bagi segala pihak yang menjadi peneliti, disarankan untuk dapat mengembangkan lebih lanjut penelitian ini melalui penelitian yang relevan


(2)

misalnya kemampuan koneksi matematika siswa dengan pendekatan discovery.

7. Populasi pada penelitian ini terbatas pada siswa tingkat sekolah menengah atas, untuk itu perlu dilakukan penelitian pada jenjang sekolah dasar dan menengah pertama untuk melihat pengaruh pembelajaran.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah. (2000). Suatu Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Analogi Matematika. Tesis Magister pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Castronova,J.(2005). Discovery Learning for the 21 Century; What is it and how does it compare to traditional learning in effviews/ectiviness in the 21 Century.[online].Tersedia:

http://www.chiron.valdosta.edu/are/litreviews/vol 11 No 1/castronova litr/pdf.[10 Pebruari 2006].

Copi, I.M. (1978). Introduction to Logic. New York: Macmillan. Dahar, R.W.(1996). Teori – Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Depdiknas - Pusat Kurikulum - Balitbang (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Tersedia: http://www.bsnp- indonesia.org/standards-proses.php.

Giere, R.N. (1984). Understanding Scientific Reasoning (2nd Edition). New York:Holt, Rinehart and Winston.

Hancock, C.L. (1995). Enhanching Mathematics Learning With Open-ended Question. The Mathematics Teacher. Vol. 88, 6 September 1995.

Hasanah,A.(2004).Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan pada Representasi Matematika. Tesis. UPI Bandung.

Hudoyo, H. (1998). Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Konstruktivis. Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Upaya-upaya Meningkatkan Peran Pendidikan Matematika dalam Mengahadapi Era Globalisasi. Malang: Tidak Diterbitkan.

Mukhayat, T.(2004). Mengembangkan Metode Belajar yang Baik pada Anak. Yogyakarta: FMIPA. UGM.


(4)

Mulyana, Endang.(2009). Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Pemahaman dan Disposisi Matematika Siswa SMA Program IPA. Disertasi UPI. Bandung.Tidak Diterbitkan.

National Council of Teacher Mathematics. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA:NCTM.

Poerwadarminta,W.J.S.(1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.

Rif’at, M. (2001). Pengaruh Pola-Pola Pembelajaran Visual dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Masalah-Masalah Matematika (Eksperimen pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika di Kalimantan Barat). Disertasi UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA (Cetakan Kedua). Bandung:Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (2001). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Ruseffendi,E.T. (1984). Dasar-Dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru. Bandung: Tarsito.

Sanjaya, Wina. (2008). Strategi Pembelajaran. Berorientasi Standart Proses Pendidikan. Jakarta. : Kencana Prenada Groupe.

Saragih, S. ( 2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi Doktor pada PPS UPI.: Tidak Diterbitkan. Sastrosudirjo, Samekto S (1988). Hubungan Kemampuan Penalaran dan Prestasi

Belajar untuk Siswa SMP. Jurnal Pendidikan. No. 1 tahun ke 18. IKIP Yogyakarta.

Shadiq,Fadjar" Apa dan Mengapa Matematika Begitu Penting ?(fadjar_p3g@yahoo.com & www.fadjarp3g.wordpress.com/diakses tanggal 23 Februari 2009).

Slavin, R.E. (1997). Research on Co-operative Learning and Achievement. What we Know, What we Need Know. Contemporary Educational Psychology Volume 21. 43 - 69.

Soekardijo, J.S. (1988). Logika Dasar, Tradisionil, Simbolik dan Induktif. Jakarta:Gramedia.


(5)

Subandriyo. (2006). Studi Tentang Keefektifan Metode Inkuiri dalam Pembelajaran Matematika Ditinjau dari Sikap Percaya Diri Siswa. Tesis: Tidak diterbitkan

Sularmi, (2006) .”Perbedaan Pengaruh Metode Inquiry- Discovery

DanKonvensional Terhadap Prestasi Belajar IPA Ditinjau Dari Motivasi Belajar Pada Siswa .Tesis. UPI Bandung.Tidak Diterbitkan Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa

SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi. Bandung: PPS IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan.

Sumarmo, U. (2005). Pengembangan Berpikir Matematik tingkat SLTP dan SMU serta Mahasiswa Strata 1 melalui Beberapa Pendekatan Pembelajaran. Laporan Penelitian. LEMLIT UPI. Tidak Dipublikasikan.

Sumarno ,U. (2010). Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik.[online]

Suriadi, (2006). Pembelajaran dengan Pendekatan Discovery yang Menekankan Aspek Analogi untuk Meningkatkan Pemahaman Matematik dan Kemampuan berpikir Kritis Siswa SMA. Tesis. Bandung: PPS UPI.: Tidak Diterbitkan

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung sertPendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi . Bandung. PPS UPI.: Tidak Diterbitkan

Suryosubroto,B.(2002). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta. Rineka Cipta

Syaban, M. (2008). Menumbuhkan daya dan disposisi siswa SMA melalui pembelajaran investigasi. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.

Syofni. (1989). Hubungan Kemampuan Penalaran dalam Matematika dan Prestasi Siswa Kelas 1 SMA Negeri Kodya Surabaya. Tesis PPS IKIP Malang: Tidak Diterbitkan.

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan Siswa dalam Pelajaran Matematika. Disertasi. PPS UPI: Tidak Dipublikasikan.


(6)

Wardani, S. (2009) Meningkatkan kemampuan berfikir kreatif dan disposisi matematik siswa SMA melalui pembelajaran dengan pendekatan model Sylver. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublika