PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN OPEN ENDED DAN METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN OPEN ENDED

DAN METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Matematika Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

HEPY RIKSASUSILA NIM. 1007377

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul ”Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMA melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended dan Metode Cooperative Learning Tipe Jigsawbeserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuwan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Agustus 2012 Yang membuat pernyataan,


(3)

(4)

ABSTRAK

Hepy Riksasusila, (2012). Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMA melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended dan Metode Cooperative Learning tipe Jigsaw.

Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa SMA yang merupakan salah satu kompetensi penting dalam pembelajaran matematika sebagai perkembangan ilmu-ilmu lain. Tujuan penelitian ini untuk menjawab apakah terdapat perbedaan rata-rata kemampuan penalaran matematis siswa SMA dan peningkatannya dilihat dari kategori kemampuan awal siswa, serta interaksi antara faktor pembelajaran dengan kategori kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, dan rendah) atau KAM, antara siswa yang hanya memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended (OP) dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended dan metode cooperative learning tipe jigsaw (OPJ). Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMA di Cianjur, dengan populasi seluruh siswa kelas X SMA tersebut semester genap pada tahun 2011/2012. Sampel yang diteliti sebanyak dua kelas (eksperimen dan kontrol) dengan teknik purposive random sampling dan subyek penelitiannya 72 orang siswa. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan desain kuasi eksperimen Pretest-Posttest Control Group Design. Kelas eksperimen siswa yang memperoleh pembelajaran dengan OPJ, dan kelas kontrol siswa yang hanya memperoleh pembelajaran dengan OP. Instrumen yang digunakan adalah tes untuk kemampuan penalaran matematis. Hipotesis penelitian diuji menggunakan uji-t sampel indenpenden atau uji Mann-Whitney, uji ANOVA dua jalur atau uji Kruskal-wallis, uji Scheffe dan pos Hoc Game-Howell. Dari hasil analisis data disimpulkan tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang hanya memperoleh pembelajaran dengan OP,dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan OPJ. Tetapi penelitian ini menemukan terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang hanya memperoleh pembelajaran dengan OP dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan OPJ berdasarkan kategori KAM, serta terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kategori KAM siswa terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis yaitu pada kategori level sedang dan level rendah. Rata-rata peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol untuk kategori KAM level tinggi.

Kata kunci: Kemampuan penalaran, pendekatan open ended dan metode cooperative learning tipe jigsaw.


(5)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... ABSTRAK ... KATA PENGANTAR ...

i ii iii UCAPAN TERIMA KASIH ... DAFTAR ISI ...

iv vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR DIAGRAM ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... B. Rumusan Masalah... C. Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ... E. Definisi Operasional ... F. Hipotesis ...

1 13 13 14 15 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kemampuan Penalaran Matematis ... B. Pendekatan Open Ended ... C. Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif) ... D. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw...

18 24 27 30


(6)

BBAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ... B. Populasi dan Sampel ... C. Variabel Penelitian ... D. Instrumen Penelitian ...

1. Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 2. Analisis Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... a. Reliabilitas Instrumen... b. Validitas ... c. Daya Pembeda ... d. Tingkat Kesukaran... e. Rekapitulasi Analisis Hasil Ujicoba Tes Kemampuan Penalaran Matematis... 3. Skala Sikap Siswa ... 4. Pedoman Observasi Selama Pembelajaran ... E. Pengembangan Bahan Ajar ... F. Teknik Pengumpulan Data ... G. Teknik Pengolahan /Analisis Data ... 1. Analisis Data Hasil Tes KPM ... 2. Analisis Data Hasil Observasi ...

38 39 40 41 41 44 44 47 51 53 . 55 56 57 59 60 61 62 67 E. Teori Belajar Pendukung. ...

F. Hasil Penelitian Terdahulu ... 32 36


(7)

H. Tahap Penelitian ... 1. Tahap Persiapan ... 2. Tahap Pelaksanaan . ... 3. Tahap Analisis Data ... ... I. Jadwal Penelitian ... J. Prosedur Penelitian ...

68 68 69 70 70 71 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian ... 1. Deskripsi Hasil Pengolahan Data... 2. Analisis Hasil Skor Pretes Kemampuan Penalaran

Matematis ... 3. Analisis Hasil Skor Postes Kemampuan Penalaran

Matematis ... 4. Analisis Hasil Skor Gain Kemampuan Penalaran

Matematis ... 5. Analisis N- Gain Kemampuan Penalaran Matematis

berdasarkan Pembelajaran dan KAM Siswa ... B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 1. Deskripsi Skala Sikap Siswa ... 2. Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 3. Deskripsi Temuan Saat Penelitian ...

73 74

75

78

82

86 93 93 109 118


(8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... B. Implikasi ... C. Rekomendasi ...

131 132 133 DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN-LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran

Matematis ... 43

Tabel 3.2 Kriteria Derajat Keandalan J.P. Gulford ... 45

Tabel 3.3 Reliabilitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 46

Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 48

Tabel 3.5 Interpretasi Uji Validitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 49 Tabel 3.6 Interpretasi Koefisien Daya Pembeda ... 51

Tabel 3.7 Hasil Perhitungan dan Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal Kemampuan Penalaran Matematis ... 52 Tabel 3.8 Interpretasi Tingkat Kesukaran dengan Kategori Soal ... 53

Tabel 3.9 Hasil Perhitungan dan Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal Kemampuan Penalaran Matematis ... 54 Tabel 3.10 Rekapitulasi Analisis Hasil Ujicoba Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 55

Tabel 3.11 Skor Nilai Skala Sikap ... 57

Tabel 3.12 Klasifikasi Skor Aktivitas Siswa ... 58

Tabel 3.13 Kriteria Skor Gain Ternormalisasi ... 63

Tabel 3.14 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 70

Tabel 4.1 Deskripsi Statistik Skor Kemampuan Penalaran Matematis 74 Tabel 4.2 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Penalaran 76


(10)

Matematis ... Tabel 4.3 Uji Kesamaan Rata-rata Skor Pretes Kemampuan Penalaran

Matematis ... 78 Tabel 4.4 Uji Normalitas Rata-rata Skor Postes Kemampuan Penalaran

Matematis ... 79 Tabel 4.5 Uji Homogenitas Varians Skor Postes Kemampuan

Penalaran Matematis ... 80 Tabel 4.6 Uji Perbedaan Dua Rata-rata Skor Postes Kemampuan

Penalaran Matematis ... 81 Tabel 4.7 Uji Normalitas Gain kemampuan Penalaran Matematis ... 84 Tabel 4.8 Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan Penalaran Matematis 85 Tabel 4.9 Uji Perbedaan Rata-rata N-Gain Ternormalisas kemampuan

Penalaran Matmatis ... 85 Tabel 4.10 Deskripsi Statistik N-Gain Kemampuan Penalaran

Matematis Berdasarkan Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematis (KAM) Siswa ... 87 Tabel 4.11 Uji Normalitas Gain Kemampuan Penalaran Matematisis

berdasarkan Pembelajaran dan KAM Siswa ... 88 Tabel 4.12 Uji ANOVA Dua Jalur Gain Kemampuan Penalaran

Matematis berdasarkan Pembelajaran dan KAM siswa ... 90 Tabel 4.13 Uji Games-Howel Gain Kemampuan Penalaran Matematis

berdasarkan KAM Siswa ... 91 Tabel 4.14 Persentase Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika 96


(11)

Tabel 4.15 Persentase Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Open Ended ... 99 Tabel 4.16 Persentase Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika

Melalui Pendekatan Open Ended dan Metode Cooperative Learning Tipe Jigsaw ... 102 Tabel 4.17 Persentase Sikap Siswa Terhadap Pernyataan Kemampuan

penalaran Matematis ... 106 Tabel 4.18 Rekapitulasi Persentase Rata-rata Sikap Siswa Trehadap

Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended dan Metode Cooperative Learning Tipe Jigsaw berdasarkan Indikator Skala Sikap... 109 Tabel 4.19 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Selama Proses

Pembelajaran Pendekatan Open Ended ... 112 Tabel 4.20 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Selama Proses

Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended dan Metode Cooperative Learning Tipe Jigsaw... 115


(12)

DAFTAR DIAGRAM

Halaman

Diagram 3.1 Boxplot Reliabilitas ... 47

Diagram 3.2 Scatterdot Validitas ... 50

Diagram 3.3 Boxplot Tingkat Kesukaran 54 Diagram 3.4 Alur Proses Penelitian ... 72

Diagram 4.1 Boxplot Normalisasi Skor Pretes ... 77

Diagram 4.2 Normalplot Skor Pretes ... 77

Diagram 4.3 Boxplot N – Gain ... 83

Diagram 4.4 Normalplot N- Gain ... 83

Diagram 4.5 Boxplot N-Gain menurut Pembelajaran dan KAM ... 89

Diagram 4.6 Normalplot N-Gain menurut Pembelajaran dan KAM .... 89

Diagram 4.7 Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Berdasarkan Pembelajaran dan Level KAM Siswa ... 93

Diagram 4.8 Persentase dan Rata-rata Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Open Ended ... 114

Diagram 4.9 Persentase dan Rata-rata Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran OPJ ... ... 117


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Situasi Pembelajaran dalam Kelas 120

Gambar 4.2 Guru Memberi Motivasi dan Mengarahkan Siswa 121 Gambar 4.3 Siswa dari Perwakilan Kelompok sedang Presentasi 121 Gambar 4.4 Siswa dan Guru, Siswa dan Siswa Tukar Pendapat dalam

Diskusi Kelompok ... ... 122 Gambar 4.5 Siswa Bersama Kelompok LAS dan Salah Satu

Kelompok Mempresentasikan Hasil Diskusi ... 123 Gambar 4.6 Siswa Sedang Mengikuti Tes Kemampuan Penalaran

Matematis ... 123 Gambar 4.7 Kegiatan Interaksi Antar Siswa, Guru dan Guru, Serta


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A.1 Silabus ... 139

Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 140

Lampiran A.3 Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ... ... 183

Lampiran A.4 Rangkuman Materi Trigonometri ... 202

Lampiran B.1 Kisi-kisi Instrumen ... 210

Lampiran B.2 Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Matematik ... 211

Lampiran B.3 Alternatif Jawaban Tes ... 213

Lampiran B.4 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran Matematis ... 218

Lampiran B.5 Lembar Observasi Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran ... 220

Lampiran B.6 Pedoman Observasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Matematika ... 221 Lampiran B.7 Kisi-kisi Skala Sikap ... 222

Lampiran B.8 Skala Sikap ... 223

Lampiran C.1 Data Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... ... 225 Lampiran D.1 Data Hasil Pretes, Postes, dan Gain ... 229

Lampiran D.2 Output Hasil Pengolahan Data ... 234

Lampiran D.3 Hasil Observasi Aktivitas Siswa dan Guru ... 242


(15)

Lampiran E.1 SK Izin Melaksanakan Penelitian ... 250 Lampiran E.2 SK telah Melaksanakan Penelitian ... 251


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu cepat di era global ini tanpa disadari telah mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia, termasuk dalam dunia pendidikan. Perubahan-perubahan besar dan cepat di dunia luar merupakan tantangan-tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan, mengembangkan, dan memberdayakan sumber daya manusia, dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan dan merespon perubahan yang ada di lingkungan masyarakat.

Untuk menjawab tantangan dari perubahan tersebut, maka upaya meningkatkan sumber daya manusia merupakan suatu keharusan, mengingat tuntutan standar kualitas serta kebutuhan di lapangan yang terus-menerus mengalami perubahan dan peningkatan. Untuk itu, dituntut sumber daya manusia yang handal yang mampu berkompetisi secara global, sehingga diperlukan keterampilan tinggi yang melibatkan pemikiran kritis, kreatif, sistematis, logis, dan kemampuan pemecahan masalah. Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui pendidikan matematika. Matematika secara umum memiliki fungsi sebagai bahasa, sebagai cara bernalar dan sebagai alat untuk memecahkan masalah. Seperti yang dikemukakan Suherman (2003: 56) fungsi mata pelajaran matematika sebagai alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan,


(17)

sistematik, kritis dan cermat, menumbuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat matematika sebagai kebutuhan matematika di masa yang akan datang.

Tujuan pembelajaran matematika pada Sekolah Menengah Atas (SMA) dalam Kurikulum 2006 (Depdiknas, 2007: 388) agar siswa memiliki seperangkat kompetensi yang harus ditunjukkan pada hasil belajarnya dalam matematika yaitu: 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Tujuan pembelajaran matematika tersebut menunjukkan betapa pentingnya belajar matematika, karena dengan belajar matematika sejumlah kemampuan dan keterampilan tertentu berguna tidak hanya saat belajar matematika namun dapat diaplikasikan dalam mata pelajaran lain dan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Wahyudin (2008:392) bahwa pada masa


(18)

sekarang ini para siswa sekolah menengah mesti mempersiapkan diri untuk hidup dalam masyarakat yang menuntut pemahaman dan apresiasi yang signifikan terhadap matematika. Kita akan mengalami kesukaran, jika memang bisa mustahil untuk bisa berhasil dalam dunia nyata, tanpa memiliki pengetahuan, skill, dan aplikasi matematika yang perlu.

Sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika, secara rinci para ahli di bidang pendidikan matematika merumuskan lima kemampuan matematis yang harus dikuasai oleh siswa dari tingkat dasar sampai menengah. Kelima kemampuan matematis tersebut adalah pemahaman konsep, penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan (Depdiknas, 2007).

Menurut Sumarmo (2007), kelima kemampuan matematis itu disebut dengan daya matematis atau keterampilan bermatematika. Keterampilan matematika berkaitan dengan karakterisitik matematika yang mengarahkan tujuan matematika pada dua arah pengembangan. Pertama adalah matematika dapat memberikan kemampuan penalaran yang logis, sistematis, kritis dan cermat, dapat menumbuhkan rasa percaya diri serta mengembangkan sikap obyektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam pengembangan kemampuan siswa dalam bermatematika. Hal kedua yaitu dapat mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep dan ide matematika yang kemudian diperlukan untuk memecahkan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya.


(19)

tergolong dalam penalaran matematis dalam pembelajaran matematika antara lain siswa dapat: menarik kesimpulan logis; memberikan penjelasan terhadap model, gambar, fakta, sifat, hubungan atau pola yang ada; memperkirakan jawaban atau proses solusi; menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi; membuktikan argumen yang valid; dan menyusun pembuktian langsung.

Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran. Penalaran juga merupakan proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Kemampuan penalaran matematik merupakan salah satu aspek kemampuan yang dikembangkan siswa ketika belajar matematika. Depdiknas (2007: 388) menyatakan bahwa menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, merupakan tujuan yang harus dicapai siswa dalam belajar matematika. Dengan belajar matematika keterampilan berpikir siswa akan meningkat karena pola berpikir yang dikembangkan matematika membutuhkan dan melibatkan pemikiran kritis, sistematik, logis dan kreatif sehingga siswa akan mampu dengan cepat menarik kesimpulan dari berbagai fakta atau data yang mereka dapatkan atau ketahui.

Studi tentang penalaran adalah penting karena sesuai dengan tujuan instruksional dan pandangan bahwa matematika adalah produk dan proses. Untuk dapat mengantar siswa pada kegiatan bernalar hendaknya siswa dibiasakan untuk selalu tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi dengan mencoba menjawab pertanyaan mengapa, apa dan bagaimana (Sumarmo, 1987).


(20)

Usaha dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa, mengingat kemampuan penalaran matematik membantu siswa senantiasa berpikir secara sistematis, mampu menyelesaikan masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari dan mampu menerapkan matematika pada disiplin ilmu lain serta mampu meminimalisir gejala-gejala pada siswa yang dapat membuat kemampuan matematikanya rendah.

Kemampuan penalaran merupakan proses atau aktivitas mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip dan hasil proses mental tersebut berupa pengetahuan atau kesimpulan. Menurut Keraf (Shadik dalam Awaludin, 2007: 4) menyatakan penalaran merupakan proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan. Menurut Sabandar (2007) soal-soal atau permasalahan matematika yang sifatnya menantang itu akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberdayakan segala kemampuan yang dimilikinya atau menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Upaya peningkatan kemampuan dan keterampilan berpikir matematik siswa khususnya kemampuan penalaran adalah usaha yang serius dari guru sebagai obyek sentral dalam proses pembelajaran dan merupakan salah satu faktor penting, sebagai penentu keberhasilan pembelajaran yang berperan dalam merencanakan, mengelola, mengarahkan dan mengembangkan materi pembelajaran termasuk di dalamnya pemilihan model, pendekatan atau metode yang digunakan sangat menentukan jenis interaksi pembelajaran yang dilakoni


(21)

siswa sekaligus keberhasilan pengajaran matematika. Hal ini sependapat dengan Wahyudin (2003) yang menyatakan bahwa salah satu cara untuk mencapai hasil belajar yang optimal dalam mata pelajaran matematika adalah jika para guru menguasai materi yang akan diajarkan dengan baik dan mampu memilih strategi atau metode pembelajaran dengan tepat dalam setiap proses pembelajaran. Untuk menciptakan situasi didaktis yang memungkinkan siswa melakukan aksi-aksi mental tertentu sangat ditentukan oleh setting pembelajaran yang dirancang oleh guru.

Kemampuan penalaran matematis siswa memungkinkan akan berpengaruh pada hasil belajar siswa di sekolah, karena berdasarkan pengalaman mengajar yang pernah peneliti lakukan apabila selama pembelajaran siswa belum sepenuhnya mengembangkan penalaran matematisnya, maka siswa akan mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal, hal ini sangat mungkin dikarenakan penggunaan model, pendekatan dan metode pembelajaran yang peneliti pilih kurang tepat.

Kemampuan penalaran matematis siswa mungkin dapat ditingkatkan, apabila pembelajaran yang dilaksanakan memperhatikan kemampuan penalaran tersebut serta keterampilan melaksanakan proses matematika.

Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran matematika agar berjalan baik adalah sikap positif siswa terhadap matematika. Hal ini penting karena sikap positif terhadap matematika berkorelasi positif dengan prestasi belajar matematika (Ruseffendi, 1991). Sikap siswa terhadap matematika sangat erat kaitannya dengan minat siswa terhadap matematika, tanpa adanya minat sulit


(22)

untuk menumbuhkan keinginan dan kesenangan dalam belajar matematika. Oleh karena itu diperlukan adanya pembelajaran matematika yang lebih banyak melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran matematika yang lebih banyak melibatkan siswa secara aktif dapat terwujud melalui suatu bentuk pembelajaran yang bersifat alternatif yang dapat diterapkan manakala diperlukan sesuai kebutuhan, yang dirancang sedemikian rupa sehingga mencerminkan keterlibatan siswa secara aktif dalam mendapatkan kesempatan yang banyak untuk menggunakan penalaran berlatih, merumuskan, berkecimpung dalam memecahkan masalah yang komplek yang menuntut usaha-usaha yang sangat besar dan didorong untuk merefleksikan pada pemikiram mereka. Menurut Sumarmo (2000:4) pembelajaran matematika hendaknya mengutamakan pada pengembangan daya matematik (mathematical power) siswa yang meliputi: kemampuan menggali, menyusun konjektur, dan menalar secara logis, menyelesaikan soal yang tidak rutin, menyelesaikan masalah (problem solving), berkomunikasi secara matematika dan mengaitkan ide matematis dengan konteks lainnya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Haryudin, A. M (2010: 85) menyatakan bahwa kemampuan penalaran siswa yang mendapat pembelajaran geometri dengan metode Van Hiele lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran dengan cara konvensional, dan secara umum memberikan dampak positif terhadap pembentukan sikap positif siswa terhadap matematika.

Hasil survey lainnya adalah survey IMSTEP-JICA (Puspitasari, 2010: 5) di salah satu kota di Jawa Barat, dalam proses pembelajaran matematika guru


(23)

berkonsentrasi pada latihan menyelesaikan soal yang lebih bersifat prosedural dan mekanistis daripada berkonsentrasi pada pengembangan pemahaman matematis siswa. Pembelajaran yang diterapkan adalah pembelajaran dengan menjelaskan konsep secara informatif, memberikan contoh soal, dan diakhiri dengan memberikan soal-soal latihan. Dalam kegiatan pembelajaran matematika konvensional biasanya aktivitas belajar mengajar terpusat pada guru, materi matematika disampaikan melalui ceramah, siswa pasif, pertanyaan dari siswa jarang muncul, berorientasi pada satu jawaban benar, dan kegiatan yang menyita waktu. Kegiatan pembelajaran seperti ini tidak memberi kesempatan yang luas bagi berkembangnya kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, penalaran, koneksi, dan komunikasi matematis, karena aktivitas siswa tergolong masih kurang dan siswa lebih berperan sebagai penerima ilmu yang diberikan langsung oleh guru dalam bentuk jadi. Akibatnya, kemampuan siswa dalam berpikir matematis yang meliputi: aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi sangat lemah karena kegiatan mereka seringkali berkutat pada tataran berpikir tingkat dasar yang meliputi: mengenal, dan pemahaman sehingga hasilnya kurang dapat mengungkapkan potensi kecerdasan sikap dan keterampilan.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Hutajulu, M. (2010: 121) menyatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan inkuiri terbimbing dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran matematika, utamanya untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematik siswa, karena secara signifikan meningkat dan siswa memiliki sikap yang positif terhadap pelajaran matematika, diskusi kelompok dan pembelajaran inkuiri terbimbing. Upaya yang dapat


(24)

dilakukan untuk mencari solusi dari masalah-masalah tersebut salah satunya adalah dengan cara memberikan beberapa alternatif lainnya dalam pembelajaran, pendekatan atau model pembelajaran, selain yang biasa guru lakukan dalam mengajar.

Usaha untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa menumbuhkembangkan minat dan motivasi siswa agar tidak pasif dalam belajar juga mampu bersaing dengan diri sendiri adalah dengan cara mengubah pendekatan pembelajaran yang selama ini tradisional. Perubahan pendekatan pembelajaran dapat dilakukan, karena melalui pendekatan yang tepat dapat mengetahui bagaimana siswa memahami konsep, prinsip, prosedur dan fakta yang dapat dilakukan dalam memecahan masalah matematis.

Pembelajaran yang bersifat alternatif yang dirancang sedemikian rupa sehingga mencerminkan keterlibatan siswa secara aktif yang akan peneliti laksanakan adalah pembelajaran yang menggunakan pendekatan open ended dan metode cooperative learning tipe jigsaw. Menurut Nohda (Suherman, 2003: 124) tujuan pembelajaran open ended adalah untuk mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa melalui pemecahan masalah matematis secara simultan. Begitu juga pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, menurut Isjono, (2011: 54) pembelajaran kooperatif jigsaw adalah suatu pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif, dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal, dan menyajikan masalah secara konstekstual pada awal pembelajaran, ini merupakan salah satu stimulus dan pemicu siswa untuk berpikir. Pada keadaan ini, masalah bertindak sebagai


(25)

kendaraan proses belajar untuk mencapai tujuan. Pembelajaran seperti itu dapat memfasilitasi siswa berpikir logis melakukan eksplorasi, investigasi dan memecahan masalah.

Kaitan antara pembelajaran melalui pendekatan open ended secara biasa, dan pendekatan open ended dengan metode cooperative learning tipe jigsaw terhadap kemampuan penalaran matematis, bahwa dalam kedua pembelajaran tersebut siswa diarahkan untuk menemukan sendiri konsep yang ingin dicapai. Pembelajaran ini dapat mengaktifkan siswa melakukan penalaran dan pengkonstruksian sehingga konsep yang ingin dicapai merupakan hasil temuan dari proses kerja siswa itu sendiri.

Pembelajaran dengan pendekatan open ended (Suherman, 2003): 123) adalah pembelajaran yang melibatkan proses berpikir, semua soal-soal dalam pelajaran matematika tidak hanya bersifat tertutup melainkan juga bersifat terbuka. Pada pembelajaran dengan pendekatan open ended, siswa dibagi beberapa kelompok terdiri dari empat orang, melalui diskusi kelompok pengkonstruksian diawali, siswa diberi berbagai masalah dari suatu topik, kemudian diselesaikan dengan caranya sendiri/kelompok dan berbagai cara. Masalah yang diambil untuk tugas matematika dapat diperoleh dari masalah yang konstekstual (real world) dan masalah dalam matematika (Shimada dan Becker, 1997). Masalah konstekstual dapat diambil dari masalah-masalah keseharian atau masalah-masalah yang dapat dipahami oleh pikiran siswa. Masalah open ended adalah masalah matematika yang memliki berbagai macam cara penyelesaian atau lebih dari satu jawaban yang benar .


(26)

Wahyudin (2008: 349) menyatakan bila para siswa bekerja secara kooperatif, mereka menjadi pelajar yang bermotivasi dan antusias. Keuntungan dari belajar kooperatif meliputi perbaikan sikap terhadap sekolah, peningkatan daya retensi, serta peningkatan sensitivitas terhadap berbagai minat dan kebutuhan orang lain. Basis dari belajar kooperatif adalah interdependensi positif, pendekatannya lebih dari sekedar mengajak para siswa untuk bekerja berpasangan atau dalam kelompok-kelompok. Lebih tepatnya, belajar kooperatif adalah pengalaman yang dapat menanamkan kesadaran dalam diri siswa bahwa mereka bersatu dalam suatu upaya bersama, bahwa mereka akan berhasil atau gagal sebagai sebuah tim. Selain interdependensi, belajar kooperatif juga meningkatkan akuntabilitas individu para siswa memahami bahwa mereka masing-masing bertanggungjawab untuk mempelajari muatan pelajaran. Aktivitas-aktivitas kooperatif memberikan pendekatan-pendekatan alternatif untuk mengajarkan muatan matematika, aktivitas-aktivitas ini tidak mengedepankan muatan baru. Semua aktivitas menawarkan panduan yang spesifik, namun demikian tetap cukup fleksibel sehingga para guru dapat mengadaptasinya pada keadaan-keadaan ruang kelas.

Belajar kooperatif pada cooperative learning tipe jigsaw, pertama siswa dibagi menjadi beberapa kelompok terdiri dari empat orang yang heterogen (jenis kelamin dan tingkat kemampuan), guru memberikan permasalahan sebanyak kelompok menurut anggota timnya. Tiap-tiap tim diberikan satu set materi yang lengkap dan masing-masing individu ditugaskan untuk memilih topik mereka. Kemudian siswa dipisahkan menjadi tim atau kelompok “ahli” atau “rekan” yang


(27)

terdiri dari seluruh siswa di kelas yang mempunyai bagian informasi yang sama. Di group ahli, bisa saling membantu mempelajari materi dan mempersiapkan diri untuk tim jigsaw. Setelah siswa mempelajari materi di group ahli, kemudian mereka kembali kepada teman setim jigsaw untuk mengajarkan materi tersebut kepada teman setim dan berusaha untuk mempelajari sisa materi. Sebagai kesimpulan dari pelajaran tersebut siswa diberikan kuis dan diberikan nilai individu. Dalam cooperative learning tipe jigsaw siswa dituntut untuk terampil bertanya dan mengemukakan pendapat, menemukan informasi yang relevan dari sumber yang tersembunyi, mencari berbagai cara alternatif untuk mendapatkan solusi, dan menentukan cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah.

Penerapan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan open ended dan metode cooperative learning tipe jigsaw diharapkan dapat menumbuhkan keaktifan dan sikap positif siswa terhadap pelajaran maupun pembelajaran matematika, sehingga siswa dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematisnya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sebuah alternatif dalam pembelajaran matematika yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMA melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended dan Metode Cooperative Learning Tipe Jigsaw”.


(28)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended dan metode cooperative learning tipe jigsaw, dan siswa yang hanya memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended dan metode cooperative learning tipe jigsaw, dan siswa yang hanya memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended?

3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa dilihat dari kategori kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah? 4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kategori kemampuan

awal siswa terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis?

5. Bagaimanakah sikap (respon) siswa setelah pembelajaran berlangsung dengan menggunakan pendekatan yang diberikan terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menelaah perbedaan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended dan metode


(29)

cooperative learning tipe jigsaw, dan siswa yang hanya memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended.

2. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended dan cooperative learning tipe jigsaw, dan siswa yang hanya memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended yang memiliki peningkatan yang lebih baik.

3. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa dilihat dari kategori kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah.

4. Menelaah interaksi antara pembelajaran yang diberikan dengan kategori kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis.

5. Mendeskripsikan pandangan (sikap) atau respon siswa setelah pembelajaran berlangsung dengan menggunakan pendekatan yang diberikan terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis..

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Bagi Siswa, memberikan dampak pada cara siswa menanggapi suatu permasalahan yang ditemui baik dalam pembelajaran matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari.

2. Bagi peneliti, memberikan pengalaman dan pengayaan pengetahuan yang baru sehingga dapat mengembangkan penelitian-penelitian lanjut yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan.


(30)

E. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi perbedaan pendapat mengenai hal-hal yang dimaksudkan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan definisi operasional yaitu sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan pendekatan open ended adalah suatu pembelajaran yang menekankan pada soal-soal yang memiliki beberapa solusi jawaban atau cara penyelesaiannya. Dalam soal open ended, dasar keterbukaannya (openness) dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tipe, yaitu: process is open, end products are open dan ways to develop are open. Prosesnya terbuka maksudnya adalah tipe soal yang diberikan pada siswa mempunyai banyak cara penyelesaian yang benar. Hasil akhir yang terbuka adalah tipe soal yang diberikan mempunyai jawaban benar lebih dari satu, proses pengembangan terbuka maksudnya ketika siswa telah selesai menyelesaikan masalahnya, siswa dapat mengembangkan masalah baru dengan mengubah kondisi dari masalah yang pertama.

2. Metode cooperative learning tipe Jigsaw adalah suatu cara pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dengan langkah awal membagi siswa ke dalam kelompok kecil beranggotakan 4 orang yang heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuan matematisnya, guru memberikan permasalahan sebanyak kelompok menurut anggota timnya. Tiap-tiap tim diberikan satu set materi yang lengkap dan masing-masing individu ditugaskan untuk memilih topik mereka. Kemudian siswa dipisahkan menjadi tim atau kelompok “ahli” atau “rekan” yang terdiri dari seluruh siswa di kelas yang mempunyai bagian


(31)

informasi yang sama. Di group ahli, bisa saling membantu mempelajari materi dan mempersiapkan diri untuk tim Jigsaw. Setelah siswa mempelajari materi di group ahli, kemudian mereka kembali kepada teman setim jigsaw untuk mengajarkan materi tersebut kepada teman setim dan berusaha untuk mempelajari sisa materi. Sebagai kesimpulan dari pelajaran tersebut siswa diberikan kuis dan diberikan nilai individu

3. Kemampuan penalaran matematis adalah kemampuan siswa dalam menarik kesimpulan, membuktikan secara langsung, memperkirakan jawaban atau proses solusi, memberikan penjelasan terhadap model, fakta, sifat, grafis, hubungan atau pola yang ada serta menyatakan penjelasan dengan cara menggambar grafik.

4. Sikap (respon) siswa adalah tanggapan siswa yang menunjukkan kecenderungan siswa untuk merespon positif atau negatif tentang matematika, pembelajaran matematika dengan pembelajaran pendekatan open ended, dan metode kooperatif tipe jigsaw terhadap soal-soal penalaran matematis yang diberikan.

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended dan metode cooperative learning tipe jigsaw, dan siswa yang hanya memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended.


(32)

2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended dan metode cooperative learning tipe jigsaw, dan siswa yang hanya memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended.

3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa dilihat dari kategori kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah? 4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kategori kemampuan


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kuasi eksperimen atau eksperimen semu dengan pendekatan kuantitatif. Eksperimen semu karena adanya manipulasi perlakuan yaitu dengan menggunakan sampel secara acak tetapi bukan yang sebenarnya yaitu pengambilan sampel acak menurut kelas. Desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok kontrol pretes/postes (Ruseffendi, 2005: 50) yaitu desain kelompok pembanding pretes/postes. Dalam penelitian ini diambil dua kelas yang homogen dengan perlakuan berbeda. Kelas eksperimen adalah kelas yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended dan metode cooperative learning tipe jigsaw (OPJ) dan kelas kontrol adalah kelas yang hanya memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended (OP).

Adapun desain penelitiannya adalah sebagai berikut:

Kelas Kontrol A O X1 O

Kelas eksperimen A O X2 O

Keterangan:

A : Pemilihan sampel purposive yaitu sampel secara acak tetapi bukan yang sebenarnya (pengambilan sampel secara acak menurut kelas)

O : Pretes/Postes tentang kemampuan penalaran matematis

X1 : Perlakuan pembelajaran dengan pendekatan open ended dan metode cooperative learning tipe jigsaw (OPJ).


(34)

Untuk melihat secara lebih mendalam tentang pembelajaran dengan pendekatan open ended dan metode cooperative learning tipe jigsaw (OPJ) terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa, maka dalam penelitian ini dilibatkan kategori kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Instrumen tes kemampuan penalaran matematis yang digunakan di awal (pretest) dan akhir (posttest) sama karena tujuannya adalah untuk melihat ada tidaknya peningkatan akibat perlakuan akan lebih tepat jika diukur dengan alat ukur yang sama.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Cianjur semester genap tahun pelajaran 2011/2012 yang terdiri atas 11 kelas. Adapun alasan pemilihan subjek penelitian pada SMA Negeri 1 Cianjur, yaitu: 1. Siswa-siswa kelas X SMAN 1 Cianjur diasumsikan sudah dapat beradaptasi

dengan pendekatan pembelajaran baru, dan penelitian ini tidak mengganggu program sekolah.

2. Siswa-siswanya belum banyak terpengaruh oleh kegiatan lain seperti kegiatan ujian akhir.

3. Walaupun secara umum SMAN 1 Cianjur merupakan sekolah yang difavoritkan dibandingkan dengan SMA/MA yang lainnya di kabupaten Cianjur, akan tetapi prestasi belajar matematika siswa SMAN 1 Cianjur berada pada peringkat menengah, karena 40% dari siswa kelas X masih berada di bawah KKM. Data ini diperoleh dari data nilai akhir semester 1 Guru matematika SMAN 1 Cianjur, sehingga peneliti menyimpulkan bahwa


(35)

pembaharuan dalam penggunaan model maupun pendekatan pembelajaran masih dimungkinkan. Peneliti merupakan salah satu guru tetap yang mengajar mata pelajaran matematika di SMA Negeri 1 Cianjur.

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Purposive Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2009: 218). Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah dua kelas yang dipilih dari 11 kelas yang tersedia, yaitu: kelas X IPA1 yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended dan metode cooperative learning tipe jigsaw (OPJ), dan kelas X IPA4 yang hanya memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended (OP).

Pemilihan tingkat kelas disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, dalam hal ini dipilih khusus kelas X. Penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan pertimbangan pihak sekolah yaitu kepala sekolah, wali kelas, dan guru mata pelajaran matematika yang mengajar, dengan pertimbangan bahwa penyebaran siswa untuk kedua kelas itu merata ditinjau dari segi kemampuan akademisnya.

C. Variabel Penelitian

Ada dua variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas adalah variabel yang dapat dimodifikasi sehingga mempengaruhi variabel lain, sedangkan variabel terikat adalah hasil yang diharapkan setelah terjadi modifikasi/perlakuan pada variabel bebas.


(36)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan metode cooperative learning tipe jigsaw, sedangkan kemampuan penalaran matematis siswa adalah sebagai variabel terikat. Pendekatan open ended merupakan variabel kontrol.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen tes dan non tes. Instrumen tes berupa tes bentuk uraian untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa, dan instrumen non tes berupa skala sikap dan lembar observasi untuk memperoleh data tentang aktivitas siswa pada saat belajar.

1. Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Tes kemampuan penalaran matematis dalam penelitian ini berfungsi untuk memperoleh data kuantitatif berupa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal penalaran matematis sebelum (pretes) dan sesudah (postes) diberikan perlakuan. Pretes dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal kedua kelas pada awal penelitian mengenai kemampuan penalaran matematis. Postes dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan siswa setelah mengikuti pembelajaran. Soal yang diberikan dalam pretes sama dengan soal yang diberikan pada postes, yakni berupa tes tertulis dalam bentuk uraian. Tes yang diberikan terdiri dari 6 butir soal uraian yang mengukur kemampuan penalaran matematis. Selengkapnya hasil pretes dan postes kemampuan penalaran matematis dapat dilihat pada Lampiran D.1.

Tes kemampuan penalaran matematis siswa disusun oleh penulis, untuk penyusunannya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:


(37)

a. Membuat kisi-kisi soal yang di dalamnya mencakup sub pokok bahasan, indikator soal, dan jumlah soal yang akan dibuat.

b. Menyusun soal tes kemampuan berpikir kreatif matematis. Kisi-kisi dan soal tes dapat dilihat dalam Lampiran A.4.

c. Menilai kesesuaian antara materi, indikator, dan soal-soal tes untuk mengetahui validitas isi dan validitas muka.

Kesesuaian tersebut diperoleh melalui dosen pembimbing, teman mahasiswa pascasarjana UPI Bandung dan pengajar matematika senior di SMA Negeri 1 Cianjur.

Soal tes diambil dari materi pelajaran matematika SMA kelas X semester genap dengan mengacu pada Kurikulum 2006 dalam materi Trigonometri. Validitas soal yang dinilai oleh validator meliputi validitas muka (face validity) dan validitas isi (content validity). Validitas muka adalah validitas bentuk soal (pertanyaan, pernyataan, suruhan) atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya dan tidak menimbulkan tafsiran lain (Suherman, 2003), termasuk juga kejelasan gambar/grafik dalam soal. Selanjutnya, validitas isi menunjukkan ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi yang diajukan, yakni materi yang dipakai sebagai alat tes tersebut merupakan sampel yang representatif dari pengetahuan yang harus dikuasai, termasuk kesesuaian antara indikator dengan butir soal, kesesuaian soal dengan tingkat kemampuan siswa kelas X, dan kesesuaian materi dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.


(38)

Untuk memberikan penilaian yang objektif, kriteria pemberian skor untuk soal tes kemampuan penalaran matematis peneliti berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane, dan Jakabcsin (Hutagaol, 2007) seperti terlihat pada Tabel berikut:

Tabel 3.1

Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran Matematis

Aspek yang diukur Reaksi siswa terhadap soal Skor

Kemampuan menarik kesimpulan

Tidak menjawab atau memberikan ide yang tidak relevan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan.

0 Memberikan sebuah ide yang relevan dengan penyelesaian masalah tetapi pengungkapannya kurang jelas.

1

Memberikan satu ide yang relevan dengan penyelesaian masalah dan pengungkapannya lengkap serta jelas.

2

Memberikan lebih dari satu ide yang relevan dengan penyelesaian masalah tetapi pengungkapannya kurang jelas

3

Memberikan satu ide yang relevan dengan penyelesaian masalah dan pengungkapannya lengkap serta jelas.

4

Kemampuan

Pembuktian langsung

Tidak menjawab atau memberikan ide yang tidak relevan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan.

0 Memberikan sebuah ide yang relevan dengan penyelesaian masalah tetapi pengungkapannya kurang jelas.

1

Memberikan satu ide yang relevan dengan penyelesaian masalah dan pengungkapannya lengkap serta jelas.

2

Memberikan lebih dari satu ide yang relevan dengan penyelesaian masalah tetapi pengungkapannya kurang jelas

3

Memberikan satu ide yang relevan dengan penyelesaian masalah dan pengungkapannya lengkap serta jelas.

4

Kemampuan menyatakan dalam grafik

Tidak menjawab atau memberikan ide yang tidak relevan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan.

0 Memberikan sebuah ide yang relevan dengan penyelesaian masalah tetapi pengungkapannya kurang jelas.

1

Memberikan satu ide yang relevan dengan penyelesaian masalah dan pengungkapannya lengkap serta jelas.

2

Memberikan lebih dari satu ide yang relevan dengan penyelesaian masalah tetapi pengungkapannya kurang jelas

3

Memberikan satu ide yang relevan dengan penyelesaian masalah dan pengungkapannya lengkap serta jelas.


(39)

Kemampuan

Memperkirakan jawaban dengan menggunakan hubungan dua/lebih pernyataan

Tidak menjawab atau memberikan ide yang tidak relevan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan.

0 Memberikan sebuah ide yang relevan dengan penyelesaian masalah tetapi pengungkapannya kurang jelas.

1

Memberikan satu ide yang relevan dengan penyelesaian masalah dan pengungkapannya lengkap serta jelas.

2

Memberikan lebih dari satu ide yang relevan dengan penyelesaian masalah tetapi pengungkapannya kurang jelas

3

Memberikan satu ide yang relevan dengan penyelesaian masalah dan pengungkapannya lengkap serta jelas.

4

Sumber: Cai, lane, dan Jakabcsin (Hutagaol, 2007)

2. Analisis Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Sebelum tes dijadikan instrumen penelitian, tes tersebut terlebih dahulu diukur face validity dan content validity oleh ahli (expert), dalam hal ini dosen pembimbing dan rekan sesama mahasiswa pascasarjana. Langkah selanjutnya adalah tes diujicobakan untuk memeriksa keterbacaan, validitas item, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukarannya. Uji coba dilakukan pada siswa kelas XII SMA Negeri 1 Cianjur.

Data yang diperoleh dari uji coba tes kemampuan penalaran matematis ini dianalisis untuk mengetahui reliabilitas, validitas, daya pembeda, dan tingkat kesukarannya, dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. Kemudian masing-masing hasil yang diperoleh dikategorikan sesuai intervalnya menurut klasifikasi yang telah dibuat oleh para ahli. Berikut ini adalah hasil analisis reliabilitas butir soal, validitas, daya pembeda, dan tingkat kesukarannya.

a. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas suatu instrumen adalah keajegan atau kekonsistenan instrumen tersebut. Suatu tes yang reliabel bila diberikan pada subjek yang sama meskipun oleh orang yang berbeda dan pada waktu yang berbeda pula, maka akan


(40)

memberikan hasil yang sama atau relatif sama. Keandalan suatu tes dinyatakan sebagai derajat suatu tes dan skornya dipengaruhi faktor yang non-sistematik. Makin sedikit faktor yang non-sistematik, makin tinggi keandalannya.

Karena instrumen dalam penelitian ini berupa tes berbentuk uraian, maka derajat reliabilitasnya ditentukan dengan menggunakan rumus Cronbach-Alpha:

∑ (Arikunto, 2010: 109)

Dengan variansi item dan variansi total hitung dengan rumus:

∑ (∑ )

dan ∑ (∑ )

Keterangan:

= koefisien reliabilitas tes

∑ = jumlah varians skor tiap butir soal

= varians skor total

N = jumlah peserta tes

Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen digunakan tolok ukur yang ditetapkan J.P. Guilford (Suherman 2003: 139) sebagai berikut:

Tabel 3.2.

Kriteria Derajat Keandalan J. P. Gulford

Nilai Derajat Keandalan

Sangat rendah

Rendah

Sedang

Tinggi


(41)

Hasil perhitungan reliabilitas tes kemampuan penalaran matematis yang telah diujicobakan adalah seperti terlihat pada Tabel di bawah ini:

Tabel 3.3

Reliabilitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis

No. rpretasi

1 0,95 0, 312 Sangat tinggi

Karena = 0,95 > = 0,312, maka korelasi antara skor setiap soal dan skor yang diperoleh memiliki reliabilitas yang sangat tinggi, dan dapat dikatakan soal yang akan dijadikan alat ukur dalam penelitian memiliki keajegannya sangat baik. Artinya soal yang akan digunakan dalam penelitian memiliki kehandalan kekonsistenan yang dapat dipergunakan untuk beberapa kali tes. Hal ini mungkin diakibatkan karena waktu antara materi yang disampaikan dengan soal yang di teskan. Materi tersebut sudah disampaikan dua tahun yang lalu, tetapi enam bulan lalu terjadi pengulangan materi untuk persiapan ujian nasional, jadi faktor waktu dan pengulangan mungkin menjadi penyebab tingkat reliabilitas soal. Asumsi yang digunakan peneliti adalah jika pada siswa yang sudah cukup lama mempelajarinya bisa mendapatkan tingkat reliabilitas yang sangat tinggi, berarti siswa yang baru saja mempelajarinya memang sudah seharusnya bisa mengerjakan soal tes tersebut.

Boxplot reliabilitas setiap soal disajikan pada Diagram 3.1 dan terlihat bahwa soal yang akan dijadikan alat ukur dalam penelitian memiliki keajegannya sangat baik.


(42)

b. Validitas Instrumen

Kriteria mendasar dari suatu tes yang baik adalah tes yang mengukur hasil-hasil yang konsisten sesuai dengan tujuan dari tes itu sendiri. Menurut Arikunto (2007: 65) sebuah tes dikatakan valid apabila tes itu mengukur apa yang hendak diukur.

Untuk menguji validitas isi didasarkan atas pertimbangan logis (bersifat teoritik) oleh penimbang (pakar) yang relevan melalui kesesuaian butir-butir tes/skala dengan kisi-kisi (Suherman dan Sukjaya, 1990: 140). Validitas isi apabila dapat mengukur Kompetensi Dasar (KD), Standar Kompetensi (SK) serta Indikator yang telah ditentukan sesuai dengan kurikulum 2006 atau kurikulum tingkat satuan pendidikan. Kegiatan ini dilakukan agar peneliti mengetahui validitas empiris dari instrumen yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian.

Diagram 3.1 Boxplot Reliabilitas

Ba

n

y

ak

n

y

a

S


(43)

Karena uji coba dilaksanakan satu kali (single test) maka validasi instrumen tes dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor item dengan skor total butir tes dengan menggunakan rumus Koefisien Korelasi Pearson (Arikunto, 2010: 64-85):

∑ ∑ ∑

√{ ∑ ∑ }{ ∑ ∑ }

Keterangan :

= koefisien korelasi antara variabel dan

= jumlah peserta tes = skor item tes = skor total

Hasil interpretasi yang berkenaan dengan validitas butir tes dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 3.4 di bawah ini:

Tabel 3.4

Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas Koefisien Korelasi Interpretasi

Sangat tinggi

Tinggi

Cukup

Rendah

Sangat Rendah

Sumber: Arikunto (2010: 75)

Hasil perhitungan validitas dari soal yang telah diujicobakan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:


(44)

Tabel 3.5

Interpretasi Validitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis No. Soal Koefisien Korelasi Interpretasi Validitas Signifikansi

1 0,77 Tinggi Sangat signifikan

2a 0,83 Sangat tinggi Sangat signifikan

2b 0,78 Tinggi Sangat signifikan

3 0,87 Sangat tinggi Sangat signifikan

4a 0,87 Sangat tinggi Sangat signifikan

4b 0,83 Sangat tinggi Sangat signifikan

5a 0,86 Sangat tinggi Sangat signifikan

5b 0,80 Sangat tinggi Sangat signifikan

6 0,82 Sangat tinggi Sangat signifikan

Dari enam butir soal kemampuan penalaran matematis yang diujicobakan, terlihat bahwa setiap item soal memiliki validitas tinggi dan sangat tinggi, artinya semua soal memiliki validitas yang baik/sangat signifikan. Berdasarkan Tabel 3.5 di atas setiap soal kemampuan penalaran matematis mempunyai korelasi tinggi terhadap hasil belajar siswa dan semua soal memiliki ketepatan atau validitas yang diandalkan untuk digunakan sebagai instrumen penelitian. Hal ini diperjelas Diagram scatterdot 3.2. berikut:


(45)

0 50 0 5 J um la h (Y)

Skor jawaban soal nomor 1

Diagram Scatter Series1 0 50 0 5 J um la h (Y)

Skor jawaban soal nomor 2a Diagram Scatter

Series1

Diagram 3.2

0 50

0 2 4 6 8 10

ju

m

lah

(

Y)

skor jawaban soal nomor 6

Diagram Scatter Series1 0 50 0 5 J um la h (Y)

Skor jawaban soal no 2b

Diagram Scatter Series1 0 50 0 5 J um la h (Y)

Skor jawaban soal no 3

Diagram Scatter Series1 0 50 0 5 J um la h (Y)

Skor Jawaban soal nomor 4a

Diagram Scatter Series1 0 50 0 5 J um la h (Y)

Skor jawaban soal nomor 4b

Diagram Scatter Series1 0 50 0 5 J um la h (Y)

Skor jawaban soal nomor 5b

Diagram Scatter Series1 0 50 0 5 J um la h (Y)

Skor jawaban soal nomor 5b

Diagram Scatter


(46)

c. Daya Pembeda

Daya pembeda adalah pengukuran sejauh mana suatu butir soal mampu membedakan siswa yang sudah menguasai materi dengan siswa yang belum/kurang menguasai materi berdasarkan kriteria tertentu. Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda adalah sebagai berikut:

A B A JS JB JB

DP 

B B A JS JB JB

DP 

Keterangan:

DP : daya pembeda

JBA : jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar, atau

jumlah benar kelompok atas

JBB : jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar, atau

jumlah benar kelompok bawah

JSA : jumlah siswa kelompok atas (higher group atau upper group)

JSB : jumlah siswa kelompok bawah (lower group)

Interpretasi perhitungan daya pembeda dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Suherman (2003: 161) adalah:

Tabel 3.6

Interpretasi Koefisien Daya Pembeda Besarnya Daya Pembeda Interpretasi

DP < 0,00 Sangat rendah 0,00 < DP < 0,20 Rendah 0,20 < DP < 0,40 Cukup/Sedang

0,40 < DP <0,70 Baik 0,70 < DP < 1,00 Sangat baik


(47)

Untuk data dalam jumlah yang banyak (kelas besar) dengan n > 30, maka sebanyak 27% siswa yang memperoleh skor tertinggi dikategorikan ke dalam kelompok atas (higher group) dan sebanyak 27% siswa yang memperoleh skor terendah dikategorikan kelompok bawah (lower group).

Hasil perhitungan, daya pembeda tiap butir soal disajikan pada Tabel 3.7 di bawah ini:

Tabel 3.7

Hasil Perhitungan dan Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal Kemampuan Penalaran Matematis

No.

Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,41 Cukup

2a 0,48 Baik

2b 0,36 Cukup

3 0,61 Baik

4a 0,48 Baik

4b 0,50 Baik

5a 0,50 Baik

5b 0,48 Baik

6 0,38 Cukup

Berdasarkan kriteria daya pembeda, diperoleh bahwa keenam butir soal mempunyai daya pembeda cukup dan baik. Oleh karena itu, instrumen tersebut dapat digunakan untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Lebih lengkapnya seluruh perhitungan daya pembeda dengan bantuan program microsoft excel 2007, dapat dilihat pada Lampiran C.1.C.


(48)

d. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran soal adalah peluang menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu, yang biasanya dinyatakan dengan indeks atau persentase. Tingkat kesukaran digunakan untuk mengklasifikasikan setiap item instrumen tes ke dalam lima kelompok tingkat kesukaran, dan untuk mengetahui apakah sebuah instrumen tergolong terlalu mudah, mudah, sedang, sukar atau terlalu sukar. Arikunto (2009) menyatakan bahwa soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau terlalu sukar Tingkat kesukaran pada masing-masing butir soal dihitung menggunakan rumus (Suherman, 2003: 170):

A B A

JS JB JB

TK  

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran

JBA : jumlah skor siswa kelompok atas yang menjawab benar

JBB : jumlah skor siswa kelompok bawah yang menjawab benar

JSA : Skor maksimum ideal

Tabel 3.8

Interpretasi Tingkat Kesukaran dengan Kategori Soal

Tingkat Kesukaran Kategori Soal

TK = 0,00 Terlalu sukar

Sukar

Sedang

Mudah

TK = 1,00 Terlalu Mudah

Hasil perhitungan tingkat kesukaran tiap butir soal disajikan pada Tabel 3.9. di bawah ini:


(49)

Tabel 3.9

Hasil Perhitungan dan Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal Kemampuan Penalaran Matematis

No. Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

1 0,80 Mudah

2a 0,74 Mudah

2b 0,80 Mudah

3 0,63 Sedang

4a 0,72 Mudah

4b 0,64 Sedang

5a 0,73 Mudah

5b 0,65 Sedang

6 0,57 Sedang

Melihat komposisi tingkat kesukaran butir soal kemampuan penalaran matematis secara keseluruhan, soal tersebut sudah baik sehingga butir-butir soalnya tidak perlu direvisi.

Boxplot berikut menunjukkan tingkat kesukaran dari tiap-tiap soal, terlihat antara mudah dan sedang.

Diagram 3.3.


(50)

e. Rekapitulasi Analisis Hasil Ujicoba Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Berdasarkan hasil analisis keseluruhan terhadap hasil ujicoba tes kemampuan penalaran matematis yang dilaksanakan di SMAN 1 Cianjur pada kelas X semester II (genap), serta dilihat dari hasil analisis reliabilitas, validitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal, maka dapat disimpulkan bahwa soal tes tersebut dapat dipakai sebagai acuan untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa SMA kelas XII yang merupakan responden dalam penelitian ini.

Rekapitulasi dari perhitungan analisis hasil ujicoba tes kemampuan penalaran matematis disajikan secara lengkap dalam Tabel 3.10 di bawah ini:

Tabel 3.10

Rekapitulasi Analisis Hasil Ujicoba Tes Kemampuan Penalaran Matematis

No.

Soal Reliabilitas Validitas Daya Pembeda

Tingkat Kesukaran 1

Sangat tinggi

Tinggi Cukup Mudah

2a Sangat tinggi Baik Mudah

2b Tinggi Cukup Mudah

3 Sangat tinggi Baik Sedang

4a Sangat tinggi Baik Mudah

4b Sangat tinggi Baik Sedang

5a Sangat tinggi Baik Mudah

5b Sangat tinggi Baik Sedang

6 Sangat tinggi Cukup Sedang

Berdasarkan hasil analisis keseluruhan terhadap hasil uji coba tes kemampuan penalaran matematis yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Cianjur pada kelas XII IPA, dapat disimpulkan bahwa soal tes tersebut layak dipakai


(51)

sebagai acuan untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa SMA Negeri 1 Cianjur kelas X.

3. Skala Sikap Siswa dalam Matematika

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang sikap siswa terhadap pembelajan matematika adalah tes skala sikap. Skala sikap yang dikembangkan dalam instrumen ini dimaksudkan untuk mengungkapkan sikap siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan pendekatan open ended dan metode cooperative learning tipe jigsaw (OPJ), dan sikap siswa terhadap pembelajaran yang hanya menggunaka pendekatan open ended, serta keaktifan

siswa dalam pembelajaran matematika tersebut. Model skala yang digunakan adalah model skala Likert. Arikunto (2009:

180) mengemukakan bahwa skala Likert disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh lima respon yang menunjukkan tingkatan, yaitu: sangat setuju (SS), setuju (S), tidak berpendapat (N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Dalam menganalisis hasil skala sikap, skala kualitatif ditransfer ke dalam skala kuantitatif. Pemberian nilainya dibedakan antara pernyataan yang bersifat negatif dengan pernyataann yang bersifat positif. Untuk pernyataan yang bersifat positif pemberian skornya adalah SS diberi skor 5, S diberi skor 4, N diberi skor 3, TS diberi skor 2 dan STS diberi skor 1. Untuk pernyataan bersifat negatif pemberian skornya sebaliknya. Pemberian nilai skala sikap tersebut dapat dilihat seperti pada Tabel 3.11. di bawah ini:


(52)

Tabel 3.11 Skor Nilai Skala Sikap

Untuk mengetahui sikap siswa, siswa mempunyai sikap positif atau negatif, maka persentase rata-rata skor setiap siswa di atas netral dibandingkan dengan persentase rata-rata skor di bawah netral terhadap setiap butir skor, indikator dan klasifikasinya.

Bila persentase rata-rata skor seorang siswa lebih kecil dari skor di bawah netral, artinya siswa mempunyai sikap negatif dan apabila persentase rata-rata skor seorang siswa lebih besar dari skor di bawah netral, artinya siswa mempunyai sikap positif.

4. Pedoman Observasi Selama Pembelajaran

Pedoman observasi diberikan kepada pengamat, untuk memperoleh gambaran secara langsung aktivitas belajar siswa dalam dua kelas pembelajaran dan aktivitas guru dalam menyajikan pembelajaran pada setiap pertemuan. Tujuan dari pedoman ini adalah sebagai acuan dalam membuat refleksi terhadap proses pembelajaran dan keterlaksanaan kedua pendekatan proses penalaran. Pengamat akan mengisikan nomor-nomor kategori yang sering muncul dalam pedoman observasi yang tesedia.

Pada dasarnya observasi yang dilakukan adalah observasi tentang situasi kelas pada saat pembelajaran dengan pendekatan open ended dan open

Arah dari Pernyataan SS S N TS STS

Positif atauMenyenangkan 5 4 3 2 1


(53)

ended+jigsaw dilaksanakan. Hal ini dipandang perlu untuk dideskripsikan secara rinci, untuk memperkuat pembahasan hasil penelitian yang akan diperoleh. Pengumpulan data aktivitas pembelajaran dilakukan dengan cara membubuhkan tanda ceklist () pada setiap kolom lembar observasi untuk setiap aspek yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Untuk mengolah data hasil observasi berdasarkan aktivitas siswa menggunakan rumus (Lindawati, 2010) berikut:

% 100  

R Q P

Keterangan:

P = persentasi skor aktivitas

Q = rata-rata skor kolektif yang diperoleh pada suatu aktivitas R = skor maksimum dari suatu aspek aktivitas, yaitu 5.

Untuk klasifikasi skor aktivitas siswa, dapat dilihat pada Tabel 3.12 di bawah ini:

Tabel 3.12

Klasifikasi Skor Aktivitas Siswa

Kategori Interpretasi

5 Sangat baik

4 Baik

3 Cukup

2 Kurang

1 Sangat kurang

Aktivitas siswa yang diamati pada kegiatan pembelajaran di kelas adalah keaktifan siswa dalam mencari informasi dengan membaca permasalahan, menyelesaikan masalah, menyampaikan pendapat, membuat laporan kelompok,


(54)

mengajukan atau membahas pertanyaan, membuat kesimpulan, memperhatikan penjelasan teman/guru, mengemukakan pendapat serta berargumen dengan sopan.

Aktivitas guru yang diamati adalah kemampuan guru dalam melaksanakan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sesuai dengan pedoman yang telah disusun. Tujuannya adalah untuk dapat memberikan refleksi terhadap proses pembelajaran, agar pembelajaran selanjutnya dapat menjadi lebih baik daripada pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Observasi terhadap aktivitas siswa dapat dilakukan oleh guru pengamat atau guru yang memberikan pembelajaran dan aktivitas guru dilakukan oleh guru pengamat. Lembar observasi siswa dan guru disajikan dalam lampiran B. 5 dan lampiran B. 6.

E. Pengembangan Bahan Ajar

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat kemungkinan terdapatnya peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended dan metode cooperative learning tipe jigsaw, dan siswa yang hanya memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended. Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada tujuan tersebut, dan juga harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan open ended. Dengan perangkat pembelajaran yang memadai diharapkan proses pembelajaran dapat berlangsung sebagaimana mestinya, sehingga hasil akhir dari data yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.


(55)

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini disusun dalam bentuk lembar aktivitas siswa (LAS). Bahan ajar/LAS dikembangkan dari topik matematika berdasarkan kurikulum 2006 yang berlaku di sekolah menengah atas pada saat penelitian dilaksanakan. Materi yang dipilih berkenaan dengan pokok bahasan trigonometri. Semua perangkat pembelajaran yang digunakan pada kedua kelas penelitian dikembangkan dengan mengacu pada tahapan-tahapan pembelajaran menurut pendekatan open ended, dimana dimulai dengan kegiatan pendahuluan, kegiatan inti (tahap eksplorasi, tahap pembentukan konsep, tahap penerapan konsep), dan kegiatan penutup.

Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar aktivitas siswa (LAS) yang memuat langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan open ended, dan menyajikan permasalahan matematika yang berkaitan dengan kemampuan siswa yang ingin dicapai yaitu kemampuan penalaran matematis. Bahan ajar selengkapnya dapat dilihat pada lampiran A.3

Bahan ajar yang digunakan sudah melalui pertimbangan dari dosen pembimbing dan guru bidang studi tempat penelitian dilaksanakan. LAS juga sudah diujicobakan pada beberapa siswa kelas X SMA (bukan subjek penelitian) yang diambil dari salah satu SMA di Cianjur (bukan tempat penelitian). Uji coba ini dilakukan untuk melihat apakah petunjuk-petunjuk pada LAS dapat dipahami oleh siswa serta kesesuaian waktu yang terpakai dengan waktu yang dialokasikan. F. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui tes, angket dan lembar observasi. Data yang berkaitan dengan kemampuan penalaran matematis siswa


(56)

dikumpulkan melalui pretest dan posttest. Pretest berkaitan dengan kemampuan penalaran yang akan diberikan pada saat pembelajaran dan posttest berkaitan dengan kemampuan penalaran yang diberikan setelah pembelajaran pada penelitian selesai. Angket skala sikap diberikan sesudah pembelajaran berlangsung, sedangkan lembar observasi digunakan saat pembelajaran berlangsung sebagai akibat dari penerapan pembelajaran dengan hanya pendekatan open ended, dan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan open ended dan metode cooperative learning tipe jigsaw.

G. Teknik Pengolahan/Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) dianalisis secara statistik. Hasil pengamatan observasi pembelajaran dianalisis secara deskriptif.

Terdapat dua jenis data yang dianalisis yaitu data kuantitatif berupa hasil tes kemampuan penalaran matematis siswa dan data kualitatif berupa hasil observasi dan angket siswa. Untuk pengolahan data penulis menggunakan bantuan program Software SPSS 16, dan Microsoft Office Excell 2007.

Data yang dianalisis adalah data kuantitatif berupa hasil tes kemampuan penalaran matematis siswa. Untuk menguji hipotesis akan dilakukan analisis statistik pengujian perbedaan peningkatan rata-rata dua sampel.

Data yang diperoleh melalui pretes dan postes selanjutnya diolah melalui tahap sebagai berikut:

1. Kategori kemampuan awal matematis (KAM) siswa adalah pengelompokan siswa yang didasarkan pada kemampuan matematika siswa sebelumnya.


(57)

Kategori ini dikelompokkan menjadi tiga, yaitu level tinggi, level sedang dan level rendah dengan perbandingan 30%, 40%, dan 30% (Dahlan, 2004). 2. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan alternatif jawaban dan rubrik

penskoran yang digunakan.

3. Membuat tabel data skor pretes dan skor postes siswa untuk kedua kelas penelitian.

4. Menguji kesamaan distribusi data rata-rata pretes. 5. Menguji perbedaan dua rata-rata

6. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa diperoleh dari skor pretes dan skor postes yang dihitung dengan rumus gain ternormalisasi (normalized gain).

1. Analisis Data Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Tes kemampuan penalaran matematis dilakukan sebelum (pretes) dan sesudah (postes) pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal itu bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa kelas eksperimen yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended dan metode cooperative learning tipe jigsaw (OPJ) dan siswa kelas kontrol yang hanya memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended (OP).

Setelah diperoleh data, kemudian dibuatlah Tabel pretes dan postes untuk dihitung rata-rata dan simpangan bakunya. Apabila skor pretes tidak berbeda secara signifikan, maka untuk pengujian perbedaan rata-rata dapat digunakan data postes. Selanjutnya, Hake (Meltzer, 2002) menyatakan bahwa apabila skor pretes


(58)

berbeda secara signifikan maka pengujian perbedaan rata-rata dilakukan terhadap gain ternormalisasi dengan rumus:

Gain ternormalisasi (g) =

dengan kriteria indeks gain:

Tabel 3.13

Kriteria Skor Gain Ternormalisasi

Skor gain Interpretasi

Tinggi Sedang Rendah (Hake:1999)

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data yang menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik yang digunakan pada analisis selanjutnya. Rumusan hipotesis yang diuji adalah:

H0 : sampel berasal dari distribusi normal H1 : sampel tidak berasal dari distribusi normal

Perhitungan selengkapnya dengan menggunakan SPSS 16.0 melalui uji Shapiro-Wilk. Kriteria pengujian adalah tolak H0 apabila Sig ≤ taraf signifikansi

( ), untuk kondisi lainnya H0 diterima.

b. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelas sama atau berbeda. Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : : Kedua data bervariansi homogen


(1)

memperkaya pembelajaran yang sudah ada tanpa menghilangkan sistem pembelajaran konvensional.

C. Rekomendasi

Penerapan pembelajaran dengan pendekatan open ended dan metode cooperative learning tipe jigsaw, aspek penalaran matematis yang merupakan fokus perhatian dalam penelitian ini, masih perlu diteliti lebih mendalam lagi. Beberapa rekomendasi yang dapat disampaikan penulis dalam laporan penelitian ini adalah:

1. Pendekatan open ended dan metode cooperative learning tipe jigsaw ini membutuhkan waktu yang lama, dikarenakan guru harus mampu menggali ide-ide pertanyaan yang mengacu kepada arah dalam mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir penalaran matematis siswa melalui pemecahan masalah. Dengan begitu guru diharapkan mampu untuk mengembangkan lebih luas pembelajaran dengan pendekatan open ended dan metode cooperative learning tipe jigsaw.

2. Kemampuan penalaran diharapkan dapat lebih dikembangkan secara tidak langsung, agar siswa aktif dan terbiasa dengan soal-soal non rutin. Hal ini akan mengakibatkan pengembangan proses berpikir siswa kearah yang lebih baik dalam rangka peningkatan dunia pendidikan.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada sekolah lain dan tingkat yang berbeda, dengan materi pokok yang lebih luas, waktu yang lebih lama dan mengembangkan aspek kemampuan lain yang belum dikaji.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Awaludin. (2007). Meningkatkan Kemampuan berpikir Kreatif dan Penalaran Matematis Pada Siswa dengan Kemampuan Matematis Rendah Melalui Pembelajaran Open Ended dalam Kelompok Kecil dengan Pemberian Tugas Tambahan. Tesis. Bandung: PPS-UPI. Tidak diterbitan.

Dahlan, J. A. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Dahlan, J. A. (2004) Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SLTP) melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended. Disertasi. UPI Bandung.

Depdiknas. (2006). Kurikulum 2006, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMA/SMK dan MA. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas. (2007). Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika. Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum 2007.

Gordah, E. K. (2009). Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik Melalui Pendekatan Open Ended. Tesis. PPS-UPI. Bandung:Tidak diterbitkan

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/Analyzingchange-Gain.pdf.

[24November 2011]

Hamalik. (2010). Proses Belajar Mengajar. Jakarta. Bumi Aksara.

Hartanto. (2009). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Aplikasi Matematik Siswa pada Pembelajaran Open ended dengan Konvensional di Sekolah Menengah Pertama. Tesis. PPS-UPI. Bandung:Tidak diterbitkan

Hudoyo, H. (1990). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Malang:IKIP Malang.

Hutajalu, M. (2010). Peningkatan Kemampuan dan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing. Tesis. PPS-UPI. Bandung:Tidak diterbitkan


(3)

Ikin, A. S. (2010). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Setting Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Pencapaian Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Dan Kemandirian Belajar Siswa SMA . Disertasi. PPS-UPI. Bandung:Tidak diterbitkan

Isjoni, H. (2011). Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta

Iskandar. (2009). Psikologi Pendidikan sebuah Orientasi Baru. Cipayung. GP. Press

Lie, A. (2007). Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta:Gramedia

Lindawati, S. (2010). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan

Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis PPS UPI: Tidak Diterbitkan.

Matlin, M.W. (1994). Cognition: Harcourt Barce Jovanovich.

Meltzer, D. E. (2002). The Relationship between Mathematic Preparation and

Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible ”Hidden Variable” In

Diagnostic Pretest Score. [Online]. Tersedia: http:www.physics.iastate.edu. [28 November 2011]

Mina, Enden. (2006). Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open Ended terhadap Kemampuan Kreatif Matematika Siswa SMA. Tesis. PPS-UPI. Bandung:Tidak diterbitkan

Munandar, S. C. U. (1999). Mengembangkan Bakat dan Berpikir Kreatif Anak Sekolah. Jakarta: Gramedia

Nasution, N. (2010). Berbagai Pendekatan dalam Proses belajar Mengajar. Edisi Pertama. Jakarta: Bina Aksara.

NCTM (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston: Virginia.

Neswan, dkk. (2003). Matematika 1 untuk Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Sistem Semester Sekolah Menengah Umum. Bandung. ITB.

Oktavien, Y. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. Tesis PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan Osman, E. R. (1991). Metode Statistik Nonparametrik Terapan. Jakarta. UI Press


(4)

Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematis Siswa Kelas III SLTP di Kota Bandung. Bandung: Disertasi PPS UPI [tidak dipublikasikan]

Priatna, N. (2010). Penalaran Matematika. Tersedia: http://file.upi.edu/ Direktori/ DFPMIPA/JUR.PEND. MATEMATIKA/ NANANG.PRIATNA/ Penalaran Matematika.

Puspitasari, (2010). Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Kooperatif Jigsaw untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis. PPS UPI Bandung. Tidak Diterbitkan

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung. Tarsito

Sabandar, J. (2009). “thinking Classroom” dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah. Tersedia: http://math.sps.upi.edu/wp-content/ upload/ 2009/10/ Thinking-Classroom-dalam-Pembelajaran-Matematika-di-sekolah.pdf. [12 Desember 2011].

Setiawan,Y. (2004) Meningkatkan Penalaran Logika dan Pemahaman Matematika Siswa SMPN Cisolok melalui Pembelajaran dalam Kelompok Kecil dengan Teknik Probing. Tesis UPI Bandung.tidak diterbitkan

Shimada, S. (1997) The Significance of an Open-Ended Approach. Dalam Jerry Becker dan shigeru shimada. The Open-Ended Approach a new Profosal for Teaching Mathematics. Virginia NCTM

Slavin, R.E. (1995). Cooperatif Learning: Theory, Research and Practice. Second Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon Publishers

Sudjana, N. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Suhandri. (2011) Meningkatkan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa SMP pada Pembelajaran Geometri dengan Menggunakan Strategi React. Bandung: Tesis PPS UPI [tidak dipublikasikan]


(5)

Suherman, E., dan Winataputra, U. (1993). Strategi Belajar Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka

Suherman, E. dkk. (2003). “Common Text Book” dalam Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung. JICA UPI

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA UPI Sukardi, Prof. (2011). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Sukarjo, O. (2007). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Siswa dengan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw disertai Pemberian Keterampilan bertanya. Tesis. UPI Bandung. Tidak Diterbitkan

Sukmadinata, N. S. (2006). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi. Bandung: PPS-UPI

Sumarmo, U. (2001). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat Nasional PPMIPA UPI Bandung. Tidak Diterbitkan

Sumarmo, U. (2007). Daya dan Disposisi Matematika : Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Mahasiswa dan Calon Guru. Makalah untuk Kuliah S2 Pendidikan Matematika. SPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan

Sundayana, R.(2010). Statistika Penelitian Pendidikan. Garut: STKIP Garut Press Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Dirjen

Dikti Depdiknas

Trihendradi. C. (2008). Step by Step SPSS 16 Analisis Data Statistik. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Toharudin, U (2004). Pengembangan Kreativitas dalam Pembelajaran Praktikum Biologi di Perguruan Tinggi. Jurnal Kependidikan Metalogika volume 7 ISSN 14106698. FKIP UNPAS Bandung

Turmudi (2009). Taktik dan Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta. Leuser Cita Pustaka.


(6)

Wahyudin (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi Doktor pada FPS UPI Bandung : tidak diterbitkan

Wahyudi. (2008). Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik melalui Pendekatan Pembelajaran Heuristik. [Online]. Tersedia: http://etd.eprints.ums.ac.id/1935/1/A410040074.pdf

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran. Bandung. UPI.

Walle, De Van. (2006). Elementry and Middle School Mathematics. Sixt Edition. Jakarta:Erlangga


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendekatan Open Ended Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa (Penelitian Quasi Eksperimen di MTs Annajah Jakarta)

1 14 197

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Melalui Penerapan Pendekatan Open Ended

0 7 0

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN PENDEKATAN OPEN ENDED PROBLEM SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA SMA.

0 2 43

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PENDEKATAN OPEN-ENDED BERDASARKAN GENDER SISWA.

0 4 45

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN DISCOVERY.

0 2 46

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION DENGAN PENDEKATAN OPEN ENDED.

45 173 66

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN OPEN-ENDED.

0 2 46

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN REPRESENTASI SISWA MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN OPEN ENDED :Studi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XI SMK Farmasi Purwakarta.

0 1 44

MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MULTIPEL MATEMATIS, PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS, DAN SELF ESTEEM SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN OPEN ENDED.

1 2 67

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA MELALUI PENDEKATAN OPEN-ENDED

1 9 7