MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MODEL.

(1)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN

INQUIRY CO-OPERATION MODEL

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Sata Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan

Oleh:

EKA YUDHA NIM: 1308101

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015


(2)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN

INQUIRY CO-OPERATION MODEL

Oleh: Eka Yudha

S.Pd Universitas Lampung, 2006

Sebuah Tesis yang digunakan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) pada program studi Pendidikan Matematika

© Eka Yudha, 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,


(3)

JUDUL

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN

INQUIRY CO-OPERATION MODEL

Oleh: Eka Yudha

1308101

Disahkan dan Disetujui oleh: Pembimbing

Dr. Kusnandi, M.Si.

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika


(4)

iii

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Eka Yudha, (1308101). Meningkatkan kemampuan penalaran induktif dan disposisi matematis siswa SMP melalui pembelajaran inquiry co-operation

model.

Penelitian ini bertujuan untuk menelaah peningkatan kemampuan penalaran induktif dan disposisi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran

inquiry co-operation model, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori baik secara keseluruhan maupun ditinjau dari masing-masing kemampuan awal matematis (KAM) siswa (atas, tengah, bawah). Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen, yang menggunakan desain kelompok kontrol non ekuivalen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII salah satu SMP Negeri di Kabupaten Pesawaran, dengan mengambil sampel siswa kelas VIII. Kelas eksperimen diberi perlakuan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran inquiry co-operation model, dan kelas kontrol diberi perlakuan dengan pembelajaran ekspositori. Masalah yang diteliti yaitu, pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran induktif serta pencapaian disposisi matematis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa kelas inquiry co-operation model lebih baik dibandingkan dengan kelas ekspositori, pencapaian disposisi matematis siswa kelas inquiry co-operation model lebih baik dibandingkan kelas ekspositori. Adapun hasil penelitian berdasarkan masing-masing KAM menunjukkan bahwa (1) pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa kelompok KAM atas kelas inquiry co-operation model dan ekspositori tidak berbeda secara signifikan; (2) pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa kelompok KAM tengah dan bawah kelas inquiry co-operation model lebih baik dibandingkan kelas ekspositori; (3) pencapaian disposisi matematis siswa kelompok KAM atas kelas inquiry co-operation model dan kelas ekspositori tidak berbeda secara signifikan; (4) pencapaian disposisi matematis kelompok KAM tengah dan bawah kelas inquiry co-operation model lebih baik dibandingkan kelas ekspositori.

Kata Kunci: kemampuan penalaran induktif matematis, disposisi matematis,


(5)

iv

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Eka Yudha, (1308101). Improving inductive reasoning ability and mathematical disposition of junior high school students through inquiry co-operation model.

This study aimed to examine the improvement of inductive reasoning ability and mathematical disposition among students who received inquiry co-operation model and expository lerning. The research used quasi-experimental and non-equivalent control group design. Population of the research is junior high scool student in Pesawaran district, Lampung Province with sample eighth grade students as much as two classes selected purposively. Experimental group gained inquiry co-operation model, and control group with expository learning. The instrument used consisted of mathematical inductive reasoning ability test and mathematical disposition scale. The statistical analysis performed were independent sample t-test and Mann-Whitney test. The result obtained are the

improvement of students’ mathematical reasoning abilities who learned using

inquiry co-operation model is better compared to students who learned using expository learning. The result showed that mathematical disposition scale of students who received inquiry co-operation model better than students who received expository learning.

Keywords: Mathematical inductive reasoning, Mathematical disposition, inquiry co-operation model


(6)

vi

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A Latar Belakang Masalah... 1

B Rumusan Masalah ... 6

C Tujuan Penelitian ... 6

D Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 8

A Kemampuan Penalaran Matematis ... 8

B Disposisi Matematis ... 11

C Pembelajaran Inquiry Co-operation Model ... 13

D Langkah-Langkah Pembelajaran Inquiry Co-operation Model ... 22

E Pembelajaran Ekspositori ... 25

F Teori Belajar yang Mendukung ... 26

G Penelitian yang Relevan ... 30


(7)

vii

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

D Definisi Operasional... 36

E Prosedur Penelitian ... 37

F Instrumen Penelitian ... 40

G Proses Pengembangan Instrumen Penelitian ... 44

H Kesimpulan Hasil Uji Coba ... 47

I Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58

A. Deskripsi Kemampuan Awal Matematis... 58

B. Statistik Deskriptif Hasil Penelitian ... 61

1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis ... 61

2. Kemampuan Awal Penalaran Induktif Matematis ... 64

3. Pencapaian Kemampuan Penalaran Induktif Matematis ... 68

4. Peningkatan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis ... 71

5. Disposisi Matematis Siswa ... 75

6. Lembar Observasi Aktiitas Guru dan Siswa... 79

C. Pembahasan ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 102

B. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 104


(8)

viii

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.1 Kriteria Pengelompokkan Kemampuan Awal Matematis

(KAM)... 34

3.2 Komposisi Jumlah Siswa Berdasarkan Kreteria KAM... 34

3.3 Desain Keterkaitan antara KAM dan Pembelajaran... 35

3.4 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran... 42

3.5 Kategori Disposisi Matematis... 43

3.6 Hasil Uji Coba Validitas Soal Tes Kemampuan Penalaran Induktif 45 3.7 Hasil Uji Coba Daya Pembeda Soal Tes Kemampuan Penalaran Induktif... 46

3.8 Hasil Uji Coba Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes Kemampuan Penalaran Induktif Interpretasi Koefisien Reliabilitas... 47 3.9 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Matematis... 47

3.10 Kategori N-Gain (g)... 49

4.1 Deskripsi Data Awal Kemampuan Matematis Siswa... 59

4.2 Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Matematis (KAM) Siswa.... 59

4.3 Uji Homogenitas Kemampuan Awal Matematis (KAM) Siswa... 60

4.4 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Kemampuan Awal Matematis (KAM) Siswa ... 60

4.5 Komposisi Anggota Sampel... 61

4.6 Deskripsi Ringkasan Data Kemampuan Penalaran Induktif dan Disposisi Matematis... 62

4.7 Deskripsi i Data Kemampuan Awal Penalaran Induktif Matematis. 65 4.8 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM)... 66

4.9 Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM)... 67

4.10 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Skor Pretes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis ... 67

4.11 Deskripsi i Data Pencapaian Kemampuan Penalaran Induktif Matematis... 68

4.12 Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis ... 69

4.13 Uji Homogenitas Skor Postes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis ... 70

4.14 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Skor Postes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis ... 71

4.15 Deskripsi Data Peningkatan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis... 72


(9)

ix

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4.19 Deskripsi Data Pencapaian Disposisi Matematis Siswa... 76 4.20 Uji Normalitas Skor Posskala Disposisi Matematis ... 77 4.21 Uji Homogenitas Skor Pencapaian Disposisi Matematis ... 78 4.22 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Pencapaian Disposisi

Matematis... 79 4.23 Ringkasan Hasil Uji Hipotesis Penelitian... 81


(10)

x

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.1 Skema Penelitian... 39

3.2 Bagan Uji Statistik... 57

4.1 Diagram Batang Rataan Skor Pretes Kemampuan Penalaran Induktf Matematis... 65

4.2 Diagram Batang Rataan Skor Postes Kemampuan Penalaran Induktf Matematis... 69

4.3 Diagram Batang Rataan N-Gain Kemampuan Penalaran Induktf Matematis... 72

4.4 Diagram Batang Rataan Disposisi Matematis... 76

4.5 Kegiatan diskusi siswa... 91

4.6 Contoh hasil Pekerjaan siswa pada LKS 2... 92

4.7 Kegiatan siswa saat diskusi kelompok tahap advocating... 93

4.8 Kegiatan siswa saat mempresentasi hasil diskusi kelompok... 94

4.9 Contoh hasil Pekerjaan siswa pada LKS 3... 95

4.10 Kegiatan siswa saat tahap challenging.... 96

4.11 Contoh hasil Pekerjaan siswa pada LKS 4 tahap challenging... 96

4.12 Kegiatan siswa saat tahap evaluating... 97

4.13 Hasil Jawaban salah satu siswa kelas kontrol pada postes... 100


(11)

xi

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Lampiran A

Instrumen Penelitian

1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen……. 109

2 Lembar Kerja Siswa……….. 127

3 Kisi-kisi Tes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis……... 143

4 Soal Tes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis...……... 144

5 Alternatif Jawaban Kemampuan Penalaran Induktif Matematis…… 147

6 Kisi-kisi Disposisi Matematis………... 148

7 Skala Disposisi Siswa....………... 149

8 Lembar Observasi Guru………... 151

9 Lembar Observasi Siswa……… 152

Lampiran B Analisis Hasil Uji Coba Instrumen 1 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis…… 153

2 Data Pretes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis kelas Eksperimen……… 156

3 Data Pretes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis kelas Kontrol 157 4 Data Postes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis kelas Eksperimen……… 158

5 Data Postes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis kelas Kontrol... 159

6 Gain Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Kelas Eksperimen.. 160

7 Gain Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Kelas Kontrol ... 161

8 Data skor pretes, postes, dan n-gain kemampuan penalaran induktif matematis siswa kelas eksperimen berdasarkan kam... 162

9 Data skor pretes, postes, dan n-gain kemampuan penalaran induktif matematis siswa kelas kontrol berdasarkan kam... 163

Lampiran C Hasil Pengolahan Data 1 Hasil Pengolahan Data Kemampuan Penalaran Induktif Matematis 164 2 Hasil Pengolahan Data Disposisi Matematis……… 178


(12)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU Peraturan Pemerintah Republik INDONESIA Nomor 32 Tahun 2013) (Depdiknas, 2013). Proses pembelajaran akan terjalin dengan baik apabila terjadi interaksi yang baik antara guru dan siswa. Di sekolah, salah satu mata pelajaran pokok yang perlu mendapat perhatian adalah matematika, dimana matematika diajarkan mulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi.

Pembelajaran matematika di sekolah tidak hanya mengharuskan siswa sekedar mengerti materi yang dipelajari saat itu, tetapi juga belajar dengan pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya agar pembelajaran lebih bermakna. Pembelajaran matematika mempunyai peranan yang sangat penting untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan keterampilan serta membentuk sikap siswa. Kemampuan berpikir perlu dilatihkan sejak dini dan diterapkan baik di sekolah maupun diluar sekolah.

Pentingnya pembelajaran matematika dapat dilihat dari tujuan pembelajaran matematika yang tersurat dalam KTSP untuk jenjang SMP (Depdiknas, 2006) yaitu agar siswa mempunyai kemampuan: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengkomunikasikan gagasan


(13)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika di atas, diketahui bahwa kemampuan penalaran merupakan kemampuan yang sangat penting untuk dikuasai siswa. Penalaran dapat membantu siswa melihat matematika sebagai sesuatu yang logis dan masuk akal, sehingga dapat membantu mengembangkan keyakinan siswa bahwa matematika merupakan sesuatu yang mereka dapat pahami, pikirkan, jastifikasi, dan evaluasi (Baroody, 1993), sehingga melalui penalaran, siswa dapat lebih memaknai apa yang telah mereka pahami, serta dengan memahami suatu konsep matematika dapat mengakibatkan meningkatnya kemampuan penalaran. Penalaran matematis merupakan suatu kebiasaan otak yang lain harus dikembangkan secara konsisten menggunakan berbagai macam konteks, mengenal penalaran dan pembuktian merupakan aspek-aspek fundamental dalam matematika (Turmudi, 2008). Wahyudin (2008: 521) menyatakan bahwa kemampuan untuk menggunakan nalar sangatlah penting untuk memahami matematika. Dengan demikian, dapat dikatakan jika seorang siswa harus mempunyai kemampuan nalar yag baik agar dapat memahami matematika dengan baik pula.

Kompetensi-kompetensi yang perlu dimiliki siswa melalui pembelajaran matematika yang ditetapkan oleh NCTM (2000) adalah: (1) pemecahan masalah (problem solving), (2) penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), (3) komunikasi (communication), (4) koneksi (connection), dan (5) representasi

(representation). Kompetensi-kompetensi tersebut termasuk pada kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order mathematical thinking) yang harus dikembangkan dalam proses pembelajaran matematika. Sumarmo (2005: 5) berpendapat bahwa kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi (high order mathematical thinking) diantaranya adalah kemampuan penalaran. Laporan hasil


(14)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

studi Henningsen & Stein (1997), Mullis (2000), Suryadi (2005), dan Murni (2013) yang mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika pada umumnya belum terfokus pada pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Siswa lebih dominan menyelesaikan soal dari buku teks dan kurang memperoleh masalah non rutin yang dapat melatih kemampuan berpikir matematika tingkat tinggi. Dengan demikian perlu adanya upaya untuk mengembangkan pembelajaran matematika yang berorientasi pada pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Kemampuan penalaran merupakan karakteristik utama matematika yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan mempelajari dan mengembangkan matematika atau menyelesaikan suatu masalah matematika (Ansjar & Sembiring, 2000). Bahkan, implementasi pembelajaran yang menekankan kehadiran penalaran juga telah direkomendasikan oleh NCTM (2000: 26) dengan menyatakan bahwa penalaran merupakan bagian dari kegiatan belajar-mengajar matematika. Penalaran berkaitan erat dengan matematika. Senada dengan hal tersebut, depdiknas (2002: 5) menyatakan bahwa materi matamatika dan penalaran matematis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika.

Akan tetapi, beberapa studi menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa dalam pembelajaran matematika masih belum memuaskan. Armiati (2011) mengemukakan hasil penelitian terhadap mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika di Kota Padang menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematis mahasiswa terkategori rendah. Sedangkan Shodikin (2014) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa, pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa SMA masih rendah. Rendahnya kemampuan matematis siswa dapat dipengaruhi oleh banyak faktor.

Menurut Anku (Mahmudi, 2010), salah satu faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar matematika siswa adalah disposisi mereka terhadap matematika. Hal yang sama diungkapkan oleh Mudzikah (2012) bahwa disposisi


(15)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

matematis merupakan faktor pendukung dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muslim (2013) pun mengungkapkan bahwa disposisi matematis siswa masih tergolong rendah. Sehingga disposisi matematis yang merupakan sikap siswa juga perlu menjadi perhatian khusus para guru dalam pembelajaran matematika.

Disposisi merupakan kecenderungan untuk berperilaku secara sadar (consciously), teratur (frequently), dan sukarela (voluntary) untuk mencapai tujuan tertentu, dalam konteks matematika Katz mengungkapkan disposisi matematis berkaitan dengan bagaimana siswa menyelesaikan masalah matematis termasuk di dalamnya apakah percaya diri, tekun, berminat, dan berpikir fleksibel untuk mengeksplorasi berbagai alternatif penyelesaian masalah (Mahmudi, 2010). Menurut Kilpatrick disposisi matematis harus ditingkatkan karena merupakan faktor utama yang menentukan kesuksesan belajar (Kilpatrick et al dalam Mandur dkk, 2013:4). Kita perlu menekankan bahwa siswa harus menghargai matematika dan memiliki keyakinan pada kemampuannya dalam bermatematika. Untuk mencapai tujuan ini secara efektif, kita harus menyadari bahwa keputusan yang dibuat dalam instruksi dan penilaian dapat mempengaruhi sikap dan disposisi matematika siswa. Oleh karena itu, kita harus bekerja untuk mengembangkan sikap positif terhadap matematika pada siswa-siswanya. Pengembangan minat, sikap positif dan ketertarikan terhadap matematika yang akan membentuk kecenderungan yang kuat terhadap matematika.

Untuk dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan disposisi matematis siswa dalam menghadapi suatu permasalahan matematika baik itu pada kegiatan pembelajaran di kelas atau kehidupan sehari-hari siswa, kita perlu mengembangkan suatu pembelajaran yang efektif. Pembelajaran yang dapat mendorong siswa memahami konsep dengan cara mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, mendorong siswa untuk berpikir dan terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.


(16)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Inquiry co-operation model merupakan sebuah pembelajaran yang menekankan pada proses penyelidikan, penemuan suatu konsep (pengetahuan) dan penyelesaian masalah. Melalui proses penyelidikan yang dilakukan selama pembelajaran, siswa menemukan sendiri konsep materi yang dipelajari melalui bimbingan guru. Guru aktif mengkreasi suatu situasi atau permasalahan yang akan menjadi topik penyelidikan siswa, memberikan arahan, serta mengkondisikan agar siswa dapat mengungkapkan perspektifnya, bertanya, dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan oleh guru ataupun siswa yang lain. Sementara siswa aktif dalam melakukan penyelidikan terhadap suatu situasi atau permasalahan yang telah disusun sedemikian rupa oleh guru, mengungkapkan perspektifnya, bertanya, memformulasikan kembali suatu konsep, mencari berbagai alternatif strategi penyelesaian, dan menggunakan strategi tersebut dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Pembelajaran inquiry co-operation model

memuat delapan komponen, yaitu: (a) getting in contact; (b) locating; (c)

identifying; (d) advocating; (e) thinking aloud; (f) reformulating; (g) challenging; dan (h) evaluating.

Untuk dapat aktif dalam pembelajaran inquiry co-operation model

kemampuan awal matematika siswa memegang peranan yang penting. Ide atau gagasan yang muncul dari siswa diharapkan dapat mampu membangun suatu konsep matematika selama proses penyelidikan, penemuan suatu konsep, dan penyelesaian masalah, sehingga kita perlu memperhatikan kemampuan awal matematis siswa. Kemampuan awal matematis (KAM) siswa dikategorikan dalam tiga kategori yaitu atas, tengah, dan bawah. Pengelompokkan ini digunakan untuk melihat secara lebih detail pengaruh pembelajaran terhadap kemampuan maupun peningkatan kemampuan penalaran dan disposisi matematis siswa pada tiap kategori KAM. Selain itu, digunakan pula untuk melihat apakah ada pengaruh bersama (interaksi) antara pembelajaran yang dilakukan dengan KAM siswa terhadap peningkatan kemampuan penalaran dan diposisi matematis siswa. Tujuan digunakan KAM pada penelitian ini adalah untuk melihat efektifitas dari


(17)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pembelajaran inquiry co-operation model, terletak pada kategori KAM atas, tengah, atau bawah.

Pembelajaran Inquiry Co-operation Model dalam pembelajaran matematika diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan disposisi matematis siswa. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran inquiry co-operation model.

B. Rumusan Masalah

Merujuk pada latar belakang penelitian, permasalahan dibatasi pada kajian untuk menjawab pertanyaan penelitian : “apakah pembelajaran dengan inquiry co-operation model dapat meningkatkan kemampuan penalaran induktif dan disposisi matematis siswa SMP”. Rumusan masalah ini dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori?

2. Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, bawah)?

3. Apakah pencapaian disposisi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori?

4. Apakah pencapaian disposisi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, bawah)?


(18)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dijabarkan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menelaah pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model terhadap pembelajaran ekspositori

2. Menelaah pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model terhadap pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, bawah)

3. Menelaah pencapaian disposisi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model terhadap pembelajaran ekspositori. 4. Menelaah pencapaian disposisi matematis siswa yang mendapatkan

pembelajaran inquiry co-operation model terhadap pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, bawah).

D. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian, hasil penelitian ini diharapkan dapat menguji potensi penerapan pembelajaran matematika dengan inquiry co-operation model dalam meningkatkan kemampuan penalaran dan disposisi matematis serta interaksinya terhadap kemampuan awal matematis (KAM) siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Harapannya penelitian ini nantinya dapat memperkaya dan digunakan sebagai dasar dalam penelitian selanjutnya yang sejenis. Disamping itu, manfaat lain yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah: 1. Tersusunnya hasil penelitian yang bermanfaat bagi guru maupun peneliti,

kaitannya dengan upaya pengembangan kemampuan penalaran induktif dan disposisi matematis siswa.

2. Tersusunnya model kerangka pikir penerapan pembelajaran dengan inquiri co-operation model di tingkat Sekolah menengah pertama yang dapat digunakan sesuai dengan pengalaman belajar yang diperoleh siswa.


(19)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menerapkan desain kuasi eksperimen karena subyek untuk kelas eksperimen dan kontrol tidak dipilih secara acak tetapi peneliti menggunakan keadaan subyek seadanya. Hal ini disebabkan oleh sistem sekolah yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pemilihan subyek secara acak. Kuasi eksperimen ini menggunakan desain pretes-postes dan kelompok kontrol tidak acak (nonrandomized control group, pretest-posttest design). Secara sederhana, desain tersebut disajikan sebagai berikut:

Eksperimen : O X O

---

Kontrol : O O (Ruseffendi, 2010)

Keterangan : O = pretes, postes kemampuan penalaran dan disposisi matematissiwa kelas kontrol dan eksperimen

X = perlakuan (pembelajaran dengan inquiry co-operation model)

--- = subyek tidak dikelompokkan secara acak

B. Lokasi dan Subyek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 23 Maret sampai dengan 25 April 2015. Sampel dalam penelitian ini dipilih dua kelas yang memiliki kemampuan awal sama dari lima kelas VIII secara purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu dengan


(20)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

materi bangun ruang sisi datar. Pemilihan kelas kontrol dan kelas eksperimen dilakukan dengan cara acak tak sesungguhnya, yakni dengan memilih secara acak dari kelas yang ada. Hal ini dikarenakan, tidak dimungkinkan peneliti membentuk kelas baru sehingga memilih unit sampelnya berdasarkan kelas. Selanjutnya masing-masing kelas tersebut diidentifikasi berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) siswa, yakni kemampuan awal atas, tengah, dan bawah. Kemampuan awal matematis siswa diperoleh melalui rata-rata nilai Ulangan Harian 1, 2, dan UTS.

Penetapan level kemampuan awal matematis (KAM) menurut didasarkan pada rataan ( ̅) dan simpangan baku (s), sebagai berikut:

KAM ≥ ̅ : siswa level KAM atas

̅ ≤ KAM < ̅ : siswa level KAM tengah KAM < ̅ : siswa level KAM bawah

Hasil yang diperoleh berdasarkan rata-rata ulangan harian 1, 2, dan UTS disajikan dalam Tabel 3.1

Tabel 3.1

Kriteria Pengelompokkan Kemampuan Awal Matematis (KAM)

Formula Kriteria

skor KAM ≥ 63,95 Siswa Kelompok Atas

32,03 ≤ skor KAM < 63,95 Siswa Kelompok Tengah Skor KAM < 32,03 Siswa Kelompok Bawah

Komposisi jumlah siswa berdasarkan kriteria pengelompokkan KAM pada tabel di atas disajikan pada Tabel 3.2

Tabel 3.2

Komposisi Jumlah Siswa Berdasarkan Kreteria KAM

Kriteria KAM Kelas Total

Eksperimen Kontrol

Atas 4 3 7


(21)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bawah 6 7 13

Total 35 33 68

C. Variabel Penelitian

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi penyebab dan nilai-nilainya tidak tergantung pada variabel lain. Variabel bebas (X) pada penelitian ini adalah model pembelajaran, yakni:

X1: pembelajaran dengan inquiry co-operation model

X2: pembelajaran dengan model pembelajaran ekspositori

Variabel Terikat adalah variabel yang menjadi akibat dari suatu penyebab dan nilai-nilainya bergantung pada variabel lain. Variabel terikat (Y) pada penelitian ini adalah kemampuan penalaran matematis dan disposisi matematis siswa pada materi bangun ruang sisi datar.

Desain keterkaitan antara kelompok KAM (kemampuan Awal Matematis) siswa dengan pembelajaran inquiry co-operation model dan Pembelajaran ekspositori disajikan dalam Tabel 3.3

Tabel 3.3

Desain Keterkaitan antara KAM dan Pembelajaran

Kelas Pembelajaran

Kemampuan E K

Kemampuan Awal Atas (A) EA KA

Kemampuan Awal Tengah (T) ET KT

Kemampuan Awal Bawah (B) EB KB

Keterangan:

E : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran Inquiry Co-operation Model.


(22)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

EA : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran Inquiry Co-operation Modeldan memiliki kemampuan awal matematis atas.

ET : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran Inquiry Co-operation Modeldan memiliki kemampuan awal matematis tengah.

EB : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran Inquiry Co-operation Modeldan memiliki kemampuan awal matematis bawah.

KA : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran Ekspositori dan memiliki kemampuan awal matematis atas.

KT : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran Ekspositori dan memiliki kemampuan awal matematis tengah.

KB : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran Ekspositori dan memiliki kemampuan awal matematis bawah.

D. Definisi Operasional

Untuk memperjelas variabel-variabel dan agar tidak menimbulkan perbedaan penafsiran rumusan masalah dalam penelitian ini, berikut disajikan definisi operasional:

1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis

Kemampuan penalaran adalah proses berpikir yang bertujuan untuk menyusun suatu kesimpulan dari data yang awal diketahui dengan aturan atau cara yang sah. Indikator dalam penelitian ini adalah (1) Analogi, (2) Generalisasi, dan(3) Memberikan penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal-soal.

2. Disposisi Matematis

Disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika.. Dalam penelitian ini, indikator disposisi matematis meliputi (1) Percaya diri; (2) Gigih dan tekun; (3) Fleksibel; (4) Memiliki minat dan rasa ingin tahu dalam mengerjakan tugas-tugas matematika; (5) Menerapkan


(23)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

matematika dalam kehidupan sehari-hari; (6) Menunjukkan sikap kooperatif dan penghargaan terhadap orang lain dalam belajar matematika.

3. Pembelajaran Inquiry Co-operation Model

Pembelajaran inquiry co-operation model adalah pembelajaran yang menekankan pada proses penyelidikan, penemuan, dan penyelesaian masalah yang memuat delapan komponen, yaitu: (a) getting in contact (melakukan kontak); (b) locating (melokalisasi); (c) identifying (mengidentifikasi); (d)

advocating (mengadvokasi); (e) thinking aloud (berpikir keras); (f)

reformulating (mereformulasi kembali); (g) challenging (menantang); (h)

ecaluating (mengevaluasi). 4. Pembelajaran Ekspositori

Pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang menggunakan metode ceramah, yang diawali dengan apersepsi, penjelasan materi oleh guru di depan kelas dan siswa duduk mendengarkan, kemudian guru memberikan contoh-contoh soal yang diselesaikan oleh guru, dan terakhir siswa diberi soal-soal latihan sesuai contoh yang telah diberikan.

5. Kemampuan Awal Matematis (KAM)

Kemampuan awal matematis (KAM) adalah kemampuan tentang pengetahuan siswa yang telah dimiliki sebelumnya untuk mengikuti pembelajaran yang lebih tinggi.

E. Prosedur Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian eksperimen. Penelitan dilaksanakan pada materi pokok bangun ruang sisi datar yang dimana diadakan pretest dan postes sebelum dan setelah pembelajaran inquiry co-operation model. Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Studi pendahuluan: identifikasi masalah, studi literatur, dan lain-lain 2. Menyusun instrumen penelitian.


(24)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Validasi instrumen oleh ahli.

4. Mengujicobakan instrumen tes uji coba pada kelas uji coba pada siswa yang sebelumnya telah diajar materi bangun ruang sisi datar.

5. Menganalisis data hasil uji coba instrumen tes uji coba untuk mengetahuii validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran soal.

6. Menentukan butir soal dan instrumen yang memenuhi kriteria.

7. Mengambil data nilai Ulangan Harian 1,2 dan UTS mata pelajaran matematika kelas VIII di SMPN 1 Punduh Pedada tahun pelajaran 2014/2015.

8. Berdasarkan data nilai tersebut, selanjutnya digunakan untuk menentukan kelas sampel penelitian (kelas eksperimen dan kelas kontrol) dengan kemampuan sama dan klasifikasi Kemampuan Awal Matematis (KAM). 9. Memberikan pretes kemampuan penalaran induktif matematis pada kelas

sampel penelitian.

10.Melaksanakan pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran yang telah ditentukan.

11.Melaksanakan tes kemampuan penalaran induktif matematis serta memberikan poskala disposisi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

12.Menganalisis data hasil tes kemampuan penalaran matematis, skala disposisi matematis, dan hasil pengamatan.

13.Menyusun hasil penelitian. 14.Diseminasi hasil penelitian. 15.Pengumpulan hasil penelitian.

Pelaksanaan penelitian di atas dapat dilihat pula pada skema penelitian yang disajikan oleh gambar sebagai berikut.


(25)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu STUDI KEPUSTAKAAN

Penyusunan Rancangan Pembelajaran dan Instrumen Penelitian

Penentuan Sampel dan Populasi

Uji Coba Instrumen

Pelaksanaan Pembelajaran Dengan

Inquiry Cooperation Model

Pelaksanaan Pembelajaran Dengan

Metode Ekspositori

Postes

Pengumpulan dan Analisis Data


(26)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Gambar 3.1

Skema Penelitian

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari lima macam instrumen, yakni (1) bahan ajar, (2) instrumen tes kemampuan penalaran matematis, (3) instrumen skala disposisi matematis siswa, (4) instrumen lembar pengamatan kinerja guru dan aktivitas siswa. Berikut uraian mengenai instrumen tersebut.

a. Bahan Ajar

Bahan ajar yang dikembangkan meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) dan Alternatif Jawaban Lembar Kerja Siswa yang disesuaikan dengan langkah-langkah pembelajaran yang diterapkan yakni pembelajaran dengan inquiry co-operation model dan pembelajaran ekspositori. Langkah-langkah pembelajaran dengan inquiry co-operation model meliputi: (1) getting in contact; (2) locating; (3) identifying; (4)

advocating; (5) thinking aloud; (6) reformulating; (7) challenging; dan (8)

evaluating. Sedangkan pembelajaran ekspositori meliputi: (1) apersepsi, (2) presentasi, dan (3) resitasi. Dalam pengembangannya juga mempertimbangkan


(27)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kemampuan yang ingin dicapai, yakni kemampuan penalaran dan disposisi matematis yang dijabarkan dari silabus yang dibuat.

b. Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Tes Kemampuan Penalaran Matematis (KPM) digunakan untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa. Tes Kemampuan penalaran matematis diberikan sebelum pembelajaran (pretes) dan setelah pembelajaran (postes). Tes kemampuan penalaran matematis yang digunakan berbentuk uraian, hal ini dimaksudkan agar langkah dan cara berpikir siswa dalam menyelesaikan soal dapat lebih tergambar dengan jelas. Sesuai dengan pendapat Ruseffendi (1991) yang mengemukakan bahwa salah satu kelebihan tes uraian yaitu kita bisa melihat dengan jelas proses berpikir siswa melalui jawaban yang diberikan siswa.

Materi tes kemampuan penalaran disesuaikan dengan materi pelajaran matematika SMP semester genap 2014/2015 yang mengacu pada KTSP, khususnya pokok bahasan bangun ruang sisi datar. Penyusunan perangkat tes diawali dengan membuat kisi-kisinya terlebih dahulu yang mencakup pokok bahasan, aspek kemampuan yang diukur, indikator, serta banyaknya butir tes. Kemudian dilanjutkan dengan menyusun tes kemampuan penalaran matematis sesuai dengan indikator masing-masing kemampuan yang diukur beserta kunci jawaban dan pedoman penyekoran tes.

Kemudian tes dikonsultasikan kepada pembimbing, dan meminta pertimbangan validitas muka dan validitas isi, lalu tes diujicoba untuk mengetahui reliabilitas, validitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran butir tes. Selanjutnya baru dilakukan pengolahan dan perhitungan data hasil uji coba.

Instrumen tes kemampuan penalaran matematis berbentuk tes tertulis berjumlah 6 soal. Penyusunan intrumen tes kemampuan penalaran induktif matematis dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut.

1) Menentukan materi pokok dalam penelitian ini yaitu bangun ruang sisi datar.


(28)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2) Menentukan bentuk tes yang digunakan. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal uraian

3) Menentukan alokasi waktu mengerjakan sol dan jumlah butir soal 4) Membuat kisi-kisi soal dan menulis butir soal uji coba.

5) Membuat kunci jawaban dan pedoman penyekoran.

6) Melakukan validitas konstruk dan validitas isi kepada pembimbing. 7) Mengujicobakan instrumen.

8) Menganalisis hasil uji coba dan memilih butir soal yang memenuhi kriteria valid, reliabel, dan mempunyai daya pembeda yang signifikan.

Pedoman pemberian skor untuk mengukur kemampuan pealaran matematis beredoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane, dan Jacabcsin (Nanang, 2009), seperti terlihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran

Skor Kriteria

0 Tidak ada jawaban

1 Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang penalaran atau menarik kesimpulan salah

2 Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar

3 Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar

4 Dapat menjawab semua aspek pertanyaan tentang penalaran matematis dan dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap


(29)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu c. Instrumen Skala Disposisi Matematis Siswa

Instrumen Skala disposisi matematis yang dikembangkan dan diadopsi dari Sumarmo (2010) yang meliputi: aspek-aspek kepercayaan diri, keluwesan (fleksibilitas), ketekunan, keingintahuan, memonitor/refleksi dalam kegiatan matematika, aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum diujicobakan dibuat kisi-kisi skala disposisi matematis terlebih dahulu, kemudian diujicobakan keterbacaan skala disposisi matematis pada siswa kelas VIII yang berorientasi pada redaksi dan keefektifan susunan kalimat agar siswa dapat mengerti maksud dari pernyataan angket yang diberikan. Kategori disposisi matematis berdasarkan Suherman & Kusuma (1990)

Bentuk pernyataan disposisi siswa terhadap matematika dibuat dengan berpedoman pada bentuk skala likert yang terdiri dari 30 pernyataan yang diisi oleh siswa sesudah perlakuan pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Skala Likert dimodifikasi dengan aturan skoring yang mengikuti skala tertentu, yang terdiri atas 4 kategori respon, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) dengan tidak ada pilihan netral. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari jawaban aman (netral) dan mendorong siswa untuk melakukan keberpihakan jawaban.

Tabel 3.5

Kategori Disposisi Matematis

Skor Kategori

90% ≤ SB ≤ 100% Sangat baik

75% ≤ B < 90% Baik

55% ≤ C < 75% Cukup

40% ≤ K ≤ 55% Kurang

SK < 40% Sangat Kurang

Berikut merupakan kisi-kisi dari pernyataan skala disposisi matematis siswa khususnya pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar. Indikator yang


(30)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

digunakan dalam penyusunan pernyataan disposisi ini menggunakan indikator disposisi matematika menurut NCTM.

Dalam menganalisis hasil skala disposisi, pernyataan tersebut ditransformasikan ke dalam skala kuantitatif (ordinal). Pemberian nilai dibedakan antara jenis pertanyaan yang bersifat positif dan negatif. Pernyataan skala disposisi yang bersifat positif pemberian skornya: SS = 4, S = 3, TS = 2 dan STS = 1. Sedangkan pernyataan skala disposisi yang bersifat negatif pemberian skornya: SS = 1, S = 2, TS = 3 dan STS = 4.

d. Instrumen Lembar Observasi Guru dan Siswa

Instrumen lembar observasi guru digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan guru dalam mengelola kelas ketika mengajar dan sesuai tidaknya dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah direncanakan. Instrumen ini juga dikembangkan berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Penyusunan instrumen disesuaikan dengan kisi-kisi pada model pembelajaran yang diterapkan. Lembar penilaian aktivitas siswa digunakan untuk mengetahui seberapa besar aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Dalam pengisiannya, guru atau pengamat diminta memberikan tanda cek (√) pada kotak skala nilai sesuai dengan aktivitas yang dilakukan siswa. Tiap indikator memiliki kategori nilai masing-masing dari 4, 3, 2, atau 1 sesuai pedoman penskoran yang telah diberikan pada tiap-tiap item. Lembar ini diisi oleh guru saat kegiatan pembelajaran berlangsung.

Lembar observasi diberikan kepada observer untuk memperoleh gambaran secara langsung aktivitas belajar siswa dan aktivitas guru dalam menyajikan pembelajaran dalam setiap pertemuan. Tujuan dari pedoman lembar observasi ini adalah untuk mengamati kemampuan guru dalam mengelola kelas ketika mengajar dan untuk mengamati kinerja siswa dalam mengikuti pembelajaran, serta lembar observasi dijadikan sebagai acuan dalam membuat refleksi terhadap proses pembelajaran dan keterlaksanaannya pembelajaran inquiry co-operation model.


(31)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu G. Proses Pengembangan Instrumen Penelitian

Suatu penelitian akan valid apabila alat evaluasi yang digunakan memiliki kualitas yang baik. Untuk mendapatkan alat evaluasi yang berkualitas baik perlu diperhatikan beberapa kriteria, yaitu validitas, reliabilitas, derajat kesukaran, dan daya pembeda. Oleh karena itu sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen harus diujicobakan terlebih dahulu kemudian dilihat validitas, reliabilitas, derajat kesukaran, dan daya pembeda. Untuk instrumen bahan ajar dan lembar kerja siswa (LKS) dilakukan validitas ahli. Instrumen skala disposisi matematis siswa dilihat validitas dengan uji validitas dan reliabilitas. Instrumen tes kemampuan penalaran matematis selain dilakukan validitas ahli juga dilakukan uji validitas empiris yang meliputi uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda dari hasil uji coba lapangan. Berikut uraian dari masing-masing uji empiris yang dilakukan.

a. Menentukan Validitas Butir Tes

Validitas butir tes ditentukan dengan cara menghitung korelasi antara skor setiap butir tes dengan skor totalnya. Perhitungan korelasi ini dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment dari Pearson dengan memakai angka kasar (raw score) (Suherman, 2003)

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:

N = banyaknya peserta tes

∑ = jumlah skor item

∑ = jumlah skor total

∑ = jumlah kuadrat skor item

∑ = jumlah kuadrat skor total


(32)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Adapun interpretasi koefisien korelasi (rxy) yang diperoleh mengikuti

kategori berikut (Suherman, 2003): Tabel 3.6

Interpretasi Koefisien Korelasi

Koefisien Korelasi Interpretasi

0,90 ≤ rxy≤ 1,00 Korelasi sangat tinggi (validitas sangat tinggi)

0,70 ≤ rxy < 0,90 Korelasi tinggi (validitas tinggi)

0,40 ≤ rxy < 0,70 Korelasi sedang (validitas sedang)

0,20 ≤ rxy < 0,40 Korelasi rendah (validitas rendah)

0,00 ≤ rxy < 0,20 Korelasi sangat rendah (validitas sangat rendah)

rxy < 0,00 Tidak Valid

Berdasarkan hasil uji coba soal tes kemampuan penalaran induktif matematis didapatkan hasil seperti pada Tabel 3.7

Tabel 3.7

Hasil Uji Coba Validitas Soal Tes Kemampuan Penalaran Induktif

Butir Soal Validitas Interpretasi

1 0,589 Sedang

2 0,874 Tinggi

3 0,588 Sedang


(33)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5 0,654 Sedang

6 0,858 Tinggi

b. Menentukan Reliabilitas Tes

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan reliabilitas suatu alat evaluasi, salah satunya yaitu dengan menggunakan tes tunggal. Artinya, seperangkat tes dikenakan terhadap siswa dalam satu kali pertemuan, kemudian diperoleh sekelompok data. Dari sekelompok data yang diperoleh, selanjutnya dihitung koefisien reliabilitasnya. Dalam penelitian ini akan digunakan tes berbentuk uraian, sehingga rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas perangkat tes yaitu rumus Croncbach Alpha (Suherman, 2003).

Keterangan:

N = banyaknya butir tes

∑ = jumlah variansi skor setiap butir tes, dan = variansi skor total

Tolak ukur untuk menginterpretasikan koefisien reliabilitas tes menurut Guilford (Suherman, 2003) dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8

Interpretasi Koefisien Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas Interpretasi 0,90 ≤ r11≤ 1,00 Reliabilitas Sangat tinggi 0,70 ≤ r11 < 0,90 Reliabilitas Tinggi 0,40 ≤ r11 < 0,70 Reliabilitas Sedang


(34)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 0,20 ≤ r11 < 0,40 Reliabilitas Rendah

r11 < 0,20 Reliabilitas Sangat rendah

Berdasarkan hasil uji coba soal tes kemampuan penalaran induktif matematis didapatkan reliabilitas sebesar 0,77 dan terkategori tinggi.

c. Menentukan Daya Pembeda (DP) dan Indeks Kesukaran (IK) Butir Tes

Daya pembeda butir tes adalah kemampuan suatu tes untuk dapat membedakan antara testee yang berkemampuan tinggi dengan testee yang berkemampuan rendah. Secara sederhana, sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik jika siswa yang pandai dapat mengerjakan dengan baik, sementara siswa yang kurang tidak dapat mengerjakan dengan baik soal yang diberikan.

Daya pembeda atau discriminatory power dihitung dengan membagi testee ke dalam dua kelompok (atas dan bawah). Kelompok atas (the higher group) yaitu kelompok testee yang tergolong pandai dan kelompok bawah (the lower group) yaitu kelompok testee yang tergolong rendah. Jika subyek pada uji coba lebih dari 30 disebut kelompok besar, maka untuk keperluan perhitungan daya pembeda cukup diambil 27% untuk kelompok atas dan 27% untuk kelompok bawah (Suherman, 2003).

Kualitas setiap butir tes dapat diketahui berdasarkan indeks kesukaran atau tingkat kesukaran yang dimiliki oleh masing-masing butir tes tersebut. Menurut Suherman (2003) butir-butir tes dapat dinyatakan sebagai butir tes yang baik apabila butir-butir tes tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah. Dengan kata lain, tingkat kesukaran butir tes itu adalah sedang atau cukup.

Tahapan yang dapat dilakukan untuk mengetahui daya pembeda dan indeks kesukaran butir tes adalah sebagai berikut:


(35)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(2) Ambil sebanyak 27% siswa yang skornya tinggi, yang selanjutnya disebut kelompok atas dan 27% siswa yang skornya rendah, yang selanjutnya disebut kelompok bawah (Suherman, 2003).

(3) Tentukan daya pembeda butir tes. Adapun rumus yang dapat digunakan adalah sebagai berikut (Suherman, 2003)

Keterangan:

DP : Daya Pembeda

JBA : jumlah skor siswa kelompok atas pada butir tes yang diolah

JBB : jumlah skor siswa kelompok bawah pada butir tes yang diolah

JSA : jumlah skor maksimal ideal salah satu kelompok (atas) pada butir soal yang diolah

Daya pembeda butir tes diinterpretasikan berdasarkan kategori pada Tabel 3.9

Tabel 3.9

Interpretasi Koefisien Daya Pembeda

Daya Pembeda Kriteria

DP ≤ 0,00 Sangat Jelek

0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup

0,40 < DP ≤ 0,70 Baik

0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik

Berdasarkan hasil uji coba soal tes kemampuan penalaran induktif matematis didapatkan hasil sebagai berikut

Tabel 3.10

Hasil Uji Coba Daya Pembeda Soal Tes Kemampuan Penalaran Induktif


(36)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1 0,44 Baik

2 0,64 Baik

3 0,67 Baik

4 0,44 Baik

5 0,42 Baik

6 0,81 Sangat Baik

(4) Menentukan indeks kesukaran butir tes. Menurut (Suheman, 2003) indeks kesukaran butir tes dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

IK : indeks kesukaran

JBA : jumlah skor siswa kelompok atas pada butir tes yang diolah

JBB : jumlah skor siswa kelompok bawah pada butir tes yang diolah

JSA : jumlah skor maksimal ideal salah satu kelompok (atas) pada butir tes yang diolah

Untuk menginterpretasikan indeks kesukaran butir tes digunakan kategori seperti pada Tabel 3.11.

Tabel 3.11

Interpretasi Koefisien Indeks Kesukaran

Koefisien Indeks Kesukaran Interpretasi

IK = 0,00 Soal terlalu sukar

0,00 < IK ≤ 0,30 Soal sukar

0,30 < IK ≤ 0,70 Soal sedang

0,70 < IK ≤ 1,00 Soal mudah


(37)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan hasil uji coba tingkat kesukaran butir soal tes kemampuan penalaran induktif matematis didapatkan hasil sebagai berikut

Tabel 3.12

Hasil Uji Coba Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes Kemampuan Penalaran Induktif

Butir Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

1 0,78 Mudah

2 0,37 Sedang

3 0,61 Sedang

4 0,53 Sedang

5 0,40 Sedang

6 0,40 Sedang

H. Kesimpulan Hasil Uji Coba

Analisis data hasil uji coba tes kemampuan penalaran induktif matematis, dan kemampuan awal matematis siswa menggunakan software Anates V.4 for Windows dengan hasil akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Soal Tes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis

Berikut adalah hasil uji coba kemampuan penalaran induktif matematis Tabel 3.13

Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Butir Soal Validitas Reliabilitas Tingkat Kesukaran

Daya Pembeda

1 0,589

0,77

0,78 0,44

2 0,874 0,37 0,64

3 0,588 0,61 0,67

4 0,603 0,53 0,44


(38)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6 0,858 0,40 0,81

Berdasarkan hasil uji coba dan interpretasi yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa seluruh butir soal kemampuan penalaran induktif matematis dapat digunakan dalam penelitian.

I. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, data yang digunakan terdiri dari data kuantitatif dan data kualitatif, dimana data kuantitatif diperoleh dari skor jawaban siswa pada pretes postes kemampuan penalaran induktif matematis, dan skor poskala disposisi matematis siswa, sedangkan data kualitatif diperoleh dari hasil observasi aktivitas siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung. Data kualitatif diperoleh melalui observasi. Hasil observasi diolah secara deskriptif dan hasilnya dianalisis melalui laporan penulisan essay yang menyimpulkan kriteria, karakteristik serta proses yang terjadi dalam pembelajaran. Pengolahan data kuantitatif pada penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu cara manual dengan berbantukan Microsoft Excel 2007 dan pengolahan data dengan berbantukan software Minitab for windows.

Tahapan dalam melakukan analisis data kuantitatif adalah sebagai berikut: 1. Menghitung skor terhadap hasil pretes dan postes kemampuan penalaran

induktif dan disposisi matematis berdasarkan pedoman penskoran yang telah dibuat. Pada penskoran skala disposisi matematis, setelah dilakukan penskoran berdasar skala likert yang berupa skala ordinal, dilakukan transformasi menjadi skala interval menggunakan metode sucsesive interval (MSI) pada

Microsoft Excel 2007.

2. Menghitung rerata skor pretes dan postes. Skor yang diperoleh dari hasil pretes dan postes di awal dan akhir pembelajaran masing-masing siswa dihitung reratanya. Rerata skor pretes dan postes yang diperoleh siswa kelas eksperimen selanjutnya dianalisis dengan cara dibandingkan dengan rerata


(39)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

skor yang diperoleh siswa kelas kontrol. Skor postes digunakan untuk melihat pencapaian hasil belajar siswa.

3. Menghitung peningkatan Gain Ternormalisasi (N-Gain), peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dengan menggunakan rumus gain ternormalisasi (normaized gain) yang dikembangkan oleh Meltzer (2002). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

in

Hasil perhitungan N-Gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi dari Hake (1999) yang dapat dilihat pada

Tabel 3.14 Kategori N-Gain <g>

N-Gain <g> Kategori

g< 0,3 Rendah

0,3 ≤ g< 0,7 Sedang

g≥ 0,7 Tinggi

4. Menyajikan statistik deskriptif skor pretes, skor postes, dan skor N-Gain yang meliputi skor rata-rata ( ̅ , simpangan baku (s), skor maksimum (xmaks), dan

skor minimum (xmin).

5. Melakukan Uji Prasyarat a. Uji normalitas Data

Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah sebaran data pencapaian dan peningkatan kemampuan siswa berdistribusi normal atau tidak. Normalitas data diperlukan untuk menentukan uji statistik data dari kelompok sampel yang digunakan. Dalam menguji normalitas data, digunakan uji Kolmogorov-Smirnov Zuntuk data kurang dari 30 dan Shapiro-Wilk untuk


(40)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

data lebih dari 30 (Soemantri & Muhidin, 2006). Adapun hipotesis statistik yang diberikan sebagai berikut:

H0 : Data yang diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : Data yang diperoleh berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

Dengan kriteria uji: H0 ditolak jika P-Value kur ng d ri t r f signifik n (α =

0,05).

b. Uji Homogenitas Data

Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah data pencapaian dan peningkatan kemampuan siswa memiliki varians yang sama atau tidak, jika data mempunyai varians yang sama maka kelompok tersebut dikatakan homogen. Untuk menguji homogenitas variansi data, digunakan uji

Homogenitas of Variance (Levene’s Test) yang dilakukan dengan berbantuan Software Minitab for windows. Adapun hipotesis statistik yang diajukan adalah sebagai berikut :

H0 : σ21= σ22 ; Data yang diperoleh berasal dari populasi yang memiliki

variansi yang sama

H1 : σ21≠ σ22 ; Data yang diperoleh berasal dari populasi yang memiliki

variansi yang tidak sama

Kriteria pengujian adalah H0 ditolak jika P-Value kurang dari taraf signifikan (α = 0,05) t u P-Value < 0,05

6. Menguji Hipotesis Penelitian

Pengujian hipotesis untuk mengetahui pencapaian dan peningkatan yang lebih baik antara kedua pembelajaran didasarkan pada uji normalitas dan homogenitas. Apabila data tersebut normal dan homogen, uji hipotesis dilakukan dengan uji t. Namun jika d t tersebut norm l tet pi tid k homogen dil njutk n deng n uji t’ dan jika tidak normal maka uji hipotesis menggunakan uji non parametrik yakni uji Mann-Whitney U (Yamin & Kurniawan, 2014: 239). Berikut uji hipotesis yang akan dilakukan pada penelitian ini:


(41)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Untuk menguji apakah pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori. Adapun hipotesisnya yaitu:

H0 : μeμk

Rata-rata pencapaian kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model tidak lebih baik atau sama dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori.

H1 : μe > μk

Rata-rata pencapaian kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori.

Keterangan:

μe: Rata-rata skor postes kemampuan penalaran induktif matematis siswa

kelas inquiry co-operation model (kelas eksperimen)

μk: Rata-rata skor postes kemampuan penalaran induktif matematis siswa

kelas ekspositori (kelas kontrol)

Jika data berdistribusi normal dan homogen maka uji statistik yang digunakan adalah uji t independen sample test, dengan menetapkan taraf

signifik nsi α = 0,05, m k kriteri penguji n d l h tol k H0 jika nilai p-value ≤ α = 0,05 d n terim H0 jika p-value> α = 0,05. Ap bil d t tid k

berdistribusi normal, maka digunakan uji statistik non-parametrik, yaitu uji

Mann-Whitney U. Kriteria pengujian adalah tolak H0 jika nilai p-value ≤ α =

0,05. Namun jika data berdistribusi normal, tetapi varians tidak homogen, maka digunakan uji t’.

b. Hipotesis Penelitian yang Kedua

Untuk menguji apakah pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik


(42)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositoriditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah).

H0 : μeμk

Rata-rata pencapaian kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model tidak lebih baik atau sama dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositoriditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, bawah).

H1 : μe > μk

Rata-rata pencapaian kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah).

Keterangan:

μe: Rata-rata skor postes kemampuan penalaran induktif matematis siswa

kelas inquiry co-operation model (kelas eksperimen)ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah).

μk: Rata-rata skor postes kemampuan penalaran induktif matematis siswa

kelas ekspositori (kelas kontrol)ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah)

Jika data pasangan kelompok KAM (tinggi, sedang, rendah) berdistribusi normal dan homogen maka uji statistik yang digunakan adalah uji t independen sample test, deng n menet pk n t r f signifik nsi α = 0,05,

maka kriteria pengujian adalah tolak H0 jika nilai p-value ≤ α = 0,05 d n

terima H0 jika p-value> α = 0,05. Ap bil d t p s ng n kelompok KAM

(tinggi, sedang, rendah) tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji statistik non-parametrik, yaitu uji Mann-Whitney U. Kriteria pengujian adalah tolak H0 jika nilai p-value ≤ α = 0,05. mun jik d t

berdistribusi normal, tetapi varians tidak homogen, maka digunakan uji


(43)

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

c. Hipotesis Penelitian yang Ketiga

Untuk menguji apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori. Adapun hipotesisnya yaitu:

H0 : μeμk

Rata-rata peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model tidak lebih baik atau sama dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori.

H1 : μe > μk

Rata-rata peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran inquiry co-operation model lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori.

Keterangan:

μe : Rata-rata skor N-Gain kemampuan penalaran induktif matematis siswa

kelas inquiry co-operation model (kelas eksperimen)

μk : Rata-rata skor N-Gain kemampuan penalaran induktif matematis siswa

kelas ekspositori (kelas kontrol)

Jika data berdistribusi normal dan homogen maka uji statistik yang digunakan adalah uji t independen sample test, dengan menetapkan taraf

signifik nsi α = 0,05, m k kriteri penguji n d l h tol k H0 jika nilai p-value ≤ α = 0,05 d n terim H0 jika p-value> α = 0,05. Ap bil d t tid k

berdistribusi normal, maka digunakan uji statistik non-parametrik, yaitu uji

Mann-Whitney U. Kriteria pengujian adalah tolak H0 jika nilai p-value ≤ α =

0,05. Namun jika data berdistribusi normal, tetapi varians tidak homogen, maka digunakan uji t’.


(1)

104

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, D. (2014). Meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi serta disposisi matematik siswa SMP melalui pembelajaran inkuiri terbimbing. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Ansjar, M. & Sembiring. (2000). Hakikat pembelajaran MIPA dan kiat pembelajaran matematika di perguruan tinggi. Jakarta: Dirjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional.

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

Armiati. (2011). Peningkatan kemampuan penalaran matematis, komunikasi matematis, dan kecerdasan emosional mahasiswa melalui pembelajaran berbasis masalah. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Baroody, A.J. (1993). Problem solving, reasoning, and communicating (K-8), helping children think Mathematically. New York : Merril, an imprint of Macmillan Publishing Company.

Bell, F.H. (1978). Teaching and learning mathematics (in secondary school). Iowa: Wm. C. Brown Company.

Dahar, R.W. (2006). Teori-teori belajar dan pembelajaran. Bandung: PT. Gelora Aksara Pratama.

Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan kemampuan penalaran dan pemahaman matematik siswa sekolah lanjutan tingkat pertama melalui pendekatan pembelajaran open-ended.(Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Depertemen Pendidikan Nasional. (2002). Kurikulum berbasis kompetensi mata pelajaran matematika. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas.


(2)

105

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Depertemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum tingkat satuan pendidikan. Jakarta: Pusat Kuriulum Balitbang Depdiknas.

Depertemen Pendidikan Nasional. (2013). Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan RI No.23. Jakarta: Pusat Kuriulum Balitbang Depdiknas. Dienes, Z,. P. (1969). Mathematics in the primary school. London: Macmillan and

Co Ltd.

Dimyati & Mudjiono. (2002). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah. (1995). Strategi belajar mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Gani, R.A. (2007). Pengaruh pembelajaran metode inkuiri model alberta terhadap kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematika siswa SMA. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Gregg, P.A. (2005). Using writing as a vehicle to assess mathematical disposition. Current Issues in Middle Level Education (CIMLE), Vol.11, hlm.33-34 Haryanto, D. (2013). Penerapan model search, solve, create, and share dengan

pendekatan problem posing untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa SMP. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Henningsen, M dan Stein, M.K. (1997). “Mathematical task and student cognition: classroom-based factors that support and inhibit high-level mathematical thinking and reasoning”. Journal for Research in Mathematics Education. 28, hlm. 524-549.

Hutabarat, D. (2008). Studi perbandingan kemampuan penalaran dan representasi matematis kelompok siswa yang belajar inkuiri dan biasa: studi eksperimen di salah satu SMP negeri di DKI Jakarta. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Hutajulu, M. (2010). Peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematik siswa sekolah menengah atas melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.


(3)

106

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kesumawati, N. (2010) Peningkatan kemampuan pemahaman, pemecahan masalah, dan disposisi matematis siswa SMP melalui pendekatan pendidikan matematika realistik.(Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

John, G.A., & Thornton, C.A. (1993). Vygotsky revisited: nurturing young children’s understanding of number. Focus on Learning Problems in Mathematics, 15, hlm, 18-28.

Learning, A. (2004). Focus on nquiry: ateacher’s guide to implementing inquiry-based learning. [online]. Tersedia : https://education.alberta.ca/media/313361/focusoninquiry.pdf [2013] Mahmudi, A. (2010) Pengaruh pembelajaran dengan strategi MHM berbasis

masalah terhadap kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kretivitas. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Mandur, K; Sadra,W.Suparta,N. (2013). Kontribusi kemampuan koneksi, kemampuan Representasi, dan disposisi matematis terhadap prestasi belajar matematika siswa SMA swasta di kabupaten Manggarai. E-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Vol2.

Meltzer, D.E. (2002). Addendum to: the relationship between mathematics preparation and conceptual learning gain in physics: apossible “Hidden

Variable” in diagnostic pretest score. [online].

Mudzikah, A. (2012). Pembelajaran berbasismasalah berbantuan komputer untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, pemecahan masalah dan disposisi matematik siswa sekolah menengah atas. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Mullis, I., Martin, M.O., Ruddock, G.J., O’Sullivan, C.Y., & Preuschoff, C.

(2000). TIMMS 1999. International mathematics report. Boston: The International Study Boston College.

Murni, A. (2013). Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan representasi matematis siswa SMP melalui pembelajaran metakognitif berbasis softskill.(Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.


(4)

107

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Muslim, A.P. (2013). Peningkatan kemampuan representasi dan disposisi matematis siswa SMP melalui penerapan thinking aloud pair problem solving disertai hypnoteaching (HYPNO-TAPPS). (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

National Council of Teachers of Mathematics. (1989). Curriculum and evaluation standards. Reston, VA: NCTM.

National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and standards for school mathematics. Reston, VA: NCTM.

Nurhadi. (204). Kurikulum 2004. Jakarta : Gramindo.

Polking J. (1998) response to NCTM’s Round 4 Questions (Online) . tersedia

pada http://www.ams.org/goverment/argrpt4.html

Pujiaastuti, H. (2014). Pembelajaran inquiry co-operation model untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, komunikasi, dan self esteem matematis siswa SMP. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Pujiastuti, H., Kusumah, Y. S., Sumarmo, U., & Dahlan, J. A. (2014). Inquiry co-operation model for enhancing junior high school students' mathematical problem solving ability. International journal of contemporary educational research, 1(1), hlm, 51-60. [online]. Tersedia: http://ijcer.net/index.php/home/article/view/3/4 [2015]

Reys, R.E., Suydam, M.N., Lindquist, M.M., dan Smith, N.L. (1998). Helping children learnmathematics. Boston: Allyn and Bacon.

Ruseffendi, E.T. (1998). Statistika dasar untuk penelitian pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Sanjaya, W. (2008). Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Shodikin, A. (2014). Strategi abduktif-deduktif untuk meningkatkan kemampuan penalaran, pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa


(5)

108

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

SMA.(Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Soemantri, A. & Muhidin, S.A. (2006). Aplikasi statistika dalam penelitian. Bandung: Pustaka Setia.

Sugandi, M.M. (2013). Penerapan model osborn untuk meningkatkan literasi dan disposisi matematis siswa SMP. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sugiyono. (2011). Metode penelitian kombinasi (mixed methods). Bandung: Alfabeta.

Suherman, E & Kusumah (1990). Petunjuk praktis untuk melaksanakan evaluasi pendidikan matematika. Bandung: Wijayakusumah

Suherman, E. (2003). Evaluasi pengajaran matematika. Bandung: UPI.

Suhaedi, D. (2013). Peningkatan kemampuan komunikasi matematis, berpikir aljabar, dan disposisi matematis siswa SMP melalui pendekatan pendidikan matematika realistik. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan pemahaman dan penalaran matematika siswa SMA dikaitkan dengan kemampuan penalaran logik siswa dan beberapa unsur belajar mengajar. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sumarmo, U. (2005). Pengembangan berpikir matematik tingkat tinggi siswa SLTP dan SMU serta mahasiswa strata satu (S1) melalui berbagai pendekatan pembelajaran. Laporan Penelitian Hibah Pascasarjana UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Sumarmo, U. (2010). Berpikir dan disposisi matematik: apa, mengapa, dan bagaimana dikembangkan pada peserta didik. FMIPA UPI: tidak diterbitkan.


(6)

109

Eka Yudha, 2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN IND UKTIF DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY CO-OPERATION MOD EL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sumarmo, U. (2013). Kumpulan makalah: berpikir dan disposisi matematik serta pembelajarannya, Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia.

Suryadi, D. (2005). Penggunaan pendekatan pembelajaran tidak langsung serta pendekatan gabungan langsung dan tidak langsung dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir matematik tingkat tinggi siswa SLTP. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Turmudi. (2008). Landasan filsafat dan teori pembelajaran matematika (berparadigma eksploratif dan investigatif). Jakarta. PT Leuser Cita Pustaka.

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan model-model pembelajaran. Bandung: UPI Press.