Kontribusi Determinan-determinan Intention Terhadap Intention Untuk Meminum Obat Secara Teratur Pada Pengidap AIDS di Yayasan "X" Bandung.

(1)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Abstrak

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada pengidap AIDS di Yayasan “X” Bandung. Pemilihan sampel menggunakan metode accidental sampling, dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 23 orang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kontribusi.

Teori yang digunakan adalah teori Planned Behavior dari Icek Ajzen (1991). Alat ukur yang digunakan merupakan modifikasi alat ukur planned behavior dari Icek Ajzen (2005) dan terdiri dari 39 item. Berdasarkan hasil uji validitas dengan menggunakan Pearson dan uji reliabilitas dengan menggunakan rumus koefisien reliabilitas Alpha Cronbach diperoleh validitas berkisar antara 0,433 - 0,963 dan reliabilitas sebesar 0,878. Data yang diperoleh diolah menggunakan teknik analisis regresi dengan program SPSS 16.0.

Berdasarkan pengolahan data secara statistik, maka didapatkan hasil bahwa determinan perceived behavioral control memberikan kontribusi paling tinggi terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada pengidap AIDS di Yayasan “X” Bandung (rs=0,814). Determinan subjective norms memiliki kontribusi sebesar 0,258, dan determinan attitude toward the behavior memiliki kontribusi yang tidak terlalu signifikan yaitu sebesar -0,071. Korelasi paling erat antar determinan adalah korelasi antara determinan perceived behavioral control dan attitude toward the behavior sebesar 0,864.

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti mengajukan saran bagi peneliti-peneliti lain yang berminat untuk melakukan peneliti-penelitian lanjutan agar dilakukan penelitian lebih mendalam mengenai intention sampai ke perilaku aktualnya dalam meminum obat secara teratur. Pengidap AIDS disarankan agar terus meningkatkan keyakinan bahwa mereka mampu untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam meminum obat secara teratur, dengan cara melihat dampak positif dari meminum obat secara teratur walaupun terdapat pengalaman dan perasaan negatif ketika meminum obat. Peneliti juga menyarankan bagi kelompok pendukung, pendamping minum obat, dan Yayasan “X” Bandung agar memberikan informasi yang lebih lengkap mengenai obat ARV kepada pengidap AIDS. Saran yang diberikan kepada keluarga dan pasangan pengidap AIDS untuk memberi dukungan penuh bagi pengidap AIDS, dengan cara mengingatkan mereka untuk meminum obat secara teratur, serta memberikan dorongan kepada pengidap AIDS bahwa mereka mampu mengatasi hambatan-hambatan untuk meminum obat secara teratur.


(2)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Abstract

The purpose of this research is to give an overview about contribution of intention‟s determinants to intention to take medicine regularly among the AIDS sufferer in „X‟ Foundation in Bandung. The accidental sampling method is used in polling sample and 23 persons count as sample data. The research mode use in this research is Contribution research method.

The theory of this research is The Planned Behavior Theory by Icek Ajzen (1991). The gauge study in this research is a modification from planned behaviour by Icek Ajzen (2005) consist of 39 items. The validity test using pearson dan reliability test using coefficient reliability Alpha Cronbach formula resulting 0,433 – 0,963 for validity and 0,878 for reliability. Data is processed in SPSS 16.0 using analysis regression tecnic.

Based on data proccesing statistic, the determinant perceived behavioral control likely most contributes to the intention of taking medicine regularly in AIDS sufferer in „X‟ foundation, Bandung (rs=0,814). Determinan subjective norms contributes 0,258 and determinan attitude toward the behavior -0,071. The closest correlation is between determinant perceived behavioral control and attitude toward the behavior, 0,864.

Due to the result of this research, future research better be analyzing deeper about intention to the actual behavior in taking medicine regularly. AIDS sufferer should be improving their belief that they can handle the obstacles in taking medicine regularly by focus on the positive effect of taking medicine regularly. For the support group and “X” Foundation in Bandung, researcher suggests to give more detail information about ARV to the AIDS sufferer. Last, researcher‟s suggestion for the family is to give more support to the AIDS sufferer in taking medicine regularly by keep reminding them to do so.


(3)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR ISI

ABSTRAK...i

ABSTRACT...ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 9

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Kegunaan Penelitian... 10

1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 10

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 10

1.5. Kerangka Pemikiran ... 11

1.6. Asumsi Penelitian ... 25


(4)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 27

2.1. The Planned Behavior Theory ... 27

2.1.1. Pengertian Planned Behavior ... 27

2.1.2. Intention ... 29

2.1.3. Attitude Toward The Behavior ... 29

2.1.4. Subjective Norms ... 31

2.1.5. Perceived Behavioral Control... 32

2.1.6. Pengaruh Determinan-determinan Intention Terhadap Intention ... 33

2.1.7. Hubungan Antar Determinan-determinan Intention ... 34

2.1.8. Background Factors ... 35

2.2. AIDS / HIV ... 37

2.2.1. Pengertian AIDS / HIV ... 37

2.2.2. Gejala Utama AIDS ... 38

2.2.3. Klasifikasi AIDS ... 39

2.2.4. Penularan HIV ... 40

2.3. Masa Dewasa Awal ... 40

2.3.1. Perkembangan Fisik... 42

2.3.2. Perkembangan Kognitif... 43


(5)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46

3.1. Rancangan Penelitian ... 46

3.2. Skema Rancangan Penelitian ... 46

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 47

3.4. Alat Ukur ... 48

3.4.1. Alat Ukur Intention dan Determinan-determinan Intention ... 48

3.4.2. Kisi-kisi Alat Ukur ... 50

3.4.3. Prosedur Pengisian ... 54

3.4.4. Sistem Penilaian ... 54

3.4.5. Data Pribadi dan Data Penunjang ... 56

3.4.6. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 56

3.4.6.1. Validitas Alat Ukur ... 56

3.4.6.2. Reliabilitas Alat Ukur ... 58

3.5. Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel ... 59

3.5.1. Populasi Sasaran ... 59

3.5.2. Karakteristik Populasi ... 59

3.5.3. Teknik Penarikan Sampel ... 60

3.6. Teknik Analisis Data ... 60

3.7. Hipotesis Statistik ... 61


(6)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

3.9. Kriteria Kekuatan Hubungan Variabel... 64

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...65

4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian...65

4.1.1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin...65

4.1.2. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia...66

4.1.3. Gambaran Subjek Berdasarkan Status Marital...66

4.2. Gambaran Hasil Penelitian...67

4.2.1. Kontribusi Determinan-Determinan Intention Terhadap Intention untuk Meminum Obat Secara Teratur...67

4.2.2. Korelasi Antara Determinan-Determinan Intention...68

4.2.3. Hasil Uji Hipotesis Penelitian...69

4.2.4. Intention dan Determinan Intention...70

4.3. Pembahasan Hasil Penelitian...75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 86

5.1. Kesimpulan... 86

5.2. Saran... 87 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN


(7)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1. Kerangka Pemikiran... 24 Bagan 2.1. Teori Planned Behavior... 28 Bagan 3.1. Skema Rancangan Penelitian ...46 Bagan 4.1. Skema Nilai Kontribusi dan Korelasi Intention dan Determinan- Determinannya... 69


(8)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Kisi-kisi Alat Ukur ... 50

Tabel 3.2. Penilaian Jawaban ... 55

Tabel 4.1. Gambaran Jenis Kelamin... 65

Tabel 4.2. Gambaran Usia... 66

Tabel 4.3. Gambaran Status Marital... 66

Tabel 4.4. Kontribusi Determinan-Determinan Intention Terhadap Intention untuk Meminum Obat Secara Teratur...67

Tabel 4.5. Korelasi Antara Determinan-determinan Intention...68

Tabel 4.6. Gambaran Penelitian Intention...70

Tabel 4.7. Gambaran Hasil Penelitian Determinan Attitude Toward The Behavior... 71

Tabel 4.8. Gambaran Hasil Penelitian Determinan Subjective Norms...71

Tabel 4.9. Gambaran Hasil Penelitian Determinan Perceived Behavioral Control... 72

Tabel 4.10. Tabulasi Silang antara Attitude Toward the Behavior dan Intention..72

Tabel 4.11. Tabulasi Silang antara Subjective Norms dan Intention...73 Tabel 4.12. Tabulasi Silang antara Perceived Behavioral Control dan Intention.74


(9)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Terapi Antiretroviral

Lampiran 2 : Alat Ukur Planned Behavior Lampiran 3 : Kuesioner Data Penunjang

Lampiran 4 : Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Lampiran 5 : Gambaran Subjek

Lampiran 6 : Data

Lampiran 7 : Crosstabulation Intention dengan data Penunjang Lampiran 8 : Crosstabulation Attitude Toward the Behavior dengan

Data Penunjang

Lampiran 9 : Crosstabulation Subjective Norms dengan Data Penunjang Lampiran 10 : Crosstabulation Perceived Behavioral Control dengan

Data Penunjang

Lampiran 11 : Crosstabulation Faktor yang Mempengaruhi dengan Determinan-Determinan Intention


(10)

1 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah penyakit fatal yang merupakan stadium lanjut dari infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif, menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik di berbagai bagian tubuh tertentu. (http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS)

Kasus AIDS pertama kali di dunia ditemukan pada tahun 1981 di Amerika. Penyakit AIDS diakibatkan oleh HIV. HIV terdapat di darah seseorang yang terinfeksi, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu. HIV dikenal dapat menular melalui pemakaian jarum suntik bersama dan juga hubungan seks. Berita tersebut sampai di Indonesia dan membuat masyarakat cemas. Masyarakat di Indonesia menjadi takut dengan kedatangan wisatawan asing karena menganggap mereka adalah pengidap AIDS mengingat gaya hidup barat yang dianggap bebas. Pada tahun 1987 mulai ditemukan kasus AIDS di Indonesia sebanyak sembilan orang. Hal ini sempat mengejutkan masyarakat Indonesia. HIV/AIDS dikenal sebagai penyakit yang mematikan dan tidak ada obatnya. Masyarakat seringkali berlaku diskriminatif terhadap pengidap AIDS. Tidak jarang ditemui pengidap AIDS yang dikucilkan oleh masyarakat bahkan oleh keluarganya sendiri. Hal ini mengakibatkan pengidap AIDS semakin menutup diri dan malu dengan


(11)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA keadaannya. Namun sebenarnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) juga dapat menular melalui transfusi darah ataupun menular kepada bayi saat

kehamilan, kelahiran, dan menyusui.

(http://spiritia.or.id/art/bacaart.php;http://suar.okezone.com/read/2007/12/02/58/6 5231/hiv-aids-dulu-sekarang-dan-masa-datang)

Pada awalnya pemerintah Indonesia khususnya Departemen Kesehatan pun sempat tidak melaporkan adanya kasus Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) di Indonesia. Menteri Kesehatan hanya mengakui bahwa AIDS mulai masuk ke Indonesia. Rumah sakit di Indonesia pun belum memiliki pelayanan khusus untuk penyakit AIDS. Padahal sebenarnya pemerintah dan masyarakat perlu terbuka untuk menjangkau pengidap AIDS yang masih menutup diri agar dapat ditangani, mengingat semakin banyaknya jumlah pengidap AIDS di Indonesia. Namun seiring berjalannya waktu dan perkembangan ilmu pengetahuan, masyarakat Indonesia mulai menerima keberadaan pengidap AIDS di sekitarnya. Pemerintah juga mulai menunjuk 25 rumah sakit di Indonesia sebagai rumah sakit yang memiliki klinik khusus AIDS. Yayasan bagi pengidap AIDS pun mulai muncul dan tumbuh dengan pesat.

Kini, masyarakat mulai menyadari dan memiliki informasi yang lebih jelas mengenai penularan HIV/AIDS sehingga mereka lebih terbuka terhadap pengidap AIDS. Rumah sakit yang ditunjuk pemerintah pun mulai membuka klinik khusus AIDS. Yayasan bagi pengidap AIDS pun semakin gencar menyampaikan informasi mengenai HIV/AIDS dengan harapan bisa mendorong pengidap AIDS


(12)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA untuk membuka diri dan memulai pengobatan dengan bimbingan dan pendampingan dari yayasan.

Salah satu yayasan yang aktif bergerak dalam memberi dukungan kepada pengidap Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah Yayasan “X” Bandung. Yayasan ini memiliki visi agar Indonesia terbebas dari diskriminasi terhadap orang dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)/AIDS dan orang yang menggunakan narkoba. Yayasan “X” Bandung menggunakan pendekatan sebaya agar terciptanya kualitas hidup yang lebih baik bagi orang dengan HIV/AIDS dan pengguna narkoba di Indonesia. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan “X” Bandung diantaranya adalah memberikan informasi seputar HIV/AIDS kepada masyarakat, menjangkau orang-orang yang dianggap beresiko terjangkit HIV/AIDS, memberikan pelayanan kesehatan dasar untuk daerah yang membutuhkan, dan juga memberikan pendampingan dan kelompok dukungan bagi pengidap AIDS.

Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan PL) Departemen Kesehatan Republik Indonesia, total kasus AIDS yang dilaporkan di Indonesia sejak tanggal 1 Januari 1987 hingga tanggal 31 Desember 2009 berjumlah 19.973 orang dan telah meninggal dunia sebanyak 3.846 orang. Provinsi Jawa Barat sendiri menempati peringkat pertama sebagai provinsi dengan jumlah kasus AIDS terbanyak yaitu dengan total 3.598 orang dan 634 orang telah meninggal dunia. Kota Bandung tercatat sebagai kota terbanyak yang mengidap penyakit HIV/AIDS, dengan


(13)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA jumlah 1.119 kasus. Angka itu terdiri atas 628 kasus AIDS dan 491 HIV positif. (http://aids-ina.org/modules.php)

Saat ini sudah ada obat yang dapat menekan perkembangan virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah. Obat tersebut dikenal sebagai obat antiretroviral (ARV). Meskipun demikian obat ini tidak dapat menyembuhkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) atau menghilangkan virus di dalam tubuh. Pada umumnya pengidap AIDS yang sudah diharuskan untuk mengikuti terapi obat ARV ini diharuskan mengkonsumsi tiga jenis obat secara bersamaan. Obat ini harus dimakan dua kali sehari dengan disiplin yang tinggi dan dikonsumsi seumur hidup. (http://www.spiritia.or.id/art/bacaart.php)

Berdasarkan wawancara dengan salah seorang anggota kelompok tempat sesama pengidap AIDS saling berbagi (kelompok pendukung) di yayasan “X” Bandung diketahui bahwa saat ini obat ARV disubsidi oleh pemerintah sehingga pengidap AIDS yang mengikuti terapi obat ARV tidak perlu membayar penuh seharga obat tersebut. Pengidap AIDS cukup membayar uang sejumlah dua puluh ribu rupiah setiap mengambil obat. Pengambilan obat biasanya dilakukan satu bulan sekali. Namun tidak ada jaminan dari pemerintah mengenai sampai kapan subsidi ini akan diberikan. Setiap akhir tahun selalu terdengar isu akan dihentikannya subsidi ARV dari pemerintah. Hal ini cukup meresahkan bagi pengidap AIDS karena jika subsidi dihentikan maka pengidap AIDS yang mengikuti terapi obat ARV harus membeli sendiri obat ARV tersebut yang harganya bisa mencapai dua juta rupiah untuk satu bulan konsumsi. Terapi obat ARV memang menuntut disiplin yang tinggi dari pengidap AIDS untuk meminum


(14)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA obat. Hal ini biasanya disiasati dengan penggunaan alarm untuk mengingatkan pengidap AIDS. Obat antiretroviral (ARV) harus diminum sesuai jadwal pada jam tertentu, tidak boleh diminum di luar jam yang ditentukan dan harus dikonsumsi seumur hidup. Jika ada pengidap Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yang drop out (DO) dari terapi obat ARV, dimana pengidap AIDS berhenti mengkonsumsi ARV, maka hal ini sangat membahayakan kesehatan mereka. Mereka memiliki kemungkinan diserang infeksi yang lebih parah dari sebelum meminum obat ARV, harus mengganti obat ke tingkatan berikutnya, bahkan mempercepat kemungkinan meninggal.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada enam orang pengidap AIDS yang berada di yayasan “X” Bandung mengenai terapi obat ARV, empat orang di antara enam orang tersebut (66,67%) merasa jenuh dengan jadwal yang ketat dan keterikatan seumur hidup dalam meminum obat ARV. Sedangkan dua orang pengidap AIDS dari enam orang tersebut (33,33%) merasa malas untuk meminum obat ARV secara teratur karena enggan merasakan efek samping dari obat dan juga merasa kurang mendapat dukungan dari lingkungan. Dengan rasa jenuh dan malas yang dirasakan oleh pengidap AIDS di yayasan “X” Bandung, tiga orang di antara enam orang tersebut (50%) mengaku berusaha untuk tetap meminum obat ARV secara teratur sedangkan tiga orang pengidap AIDS dari enam orang yang diwawancara (50%) mengaku pernah sengaja berhenti meminum obat ARV selama lebih dari satu minggu sampai satu bulan lamanya.

Untuk dapat meminum obat secara teratur dibutuhkan niat untuk berusaha. Niat ini dikenal dengan istilah intention dalam teori planned behavior yang


(15)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA diungkapkan oleh Icek Ajzen (1991). Icek Ajzen (1991) mengungkapkan bahwa setiap perilaku manusia ditentukan oleh seberapa kuat niat seseorang mengerahkan usaha secara sadar untuk melakukan sesuatu. Perilaku pengidap Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yang berusaha untuk teratur maupun tidak teratur dalam meminum obat dapat dikaitkan dengan kuat atau lemahnya niat pengidap AIDS untuk teratur meminum obat.

Dari wawancara yang dilakukan peneliti kepada enam orang pengidap AIDS di yayasan “X” Bandung diketahui bahwa semua pengidap AIDS yang diwawancara mengetahui bahwa meminum obat ARV memiliki konsekuensi positif, namun tiga orang (50%) dari enam orang pengidap AIDS yang diwawancara juga mengungkapkan bahwa meminum obat ARV juga memiliki konsekuensi negatif. Mereka mengetahui bahwa dengan meminum obat secara teratur maka kekebalan tubuh (CD4+) mereka akan lebih stabil sehingga sikap mereka favorable terhadap perilaku meminum obat secara teratur (attitude toward the behavior). Sikap favorable ini mendorong niat mereka untuk lebih teratur dalam meminum obat. Tetapi meminum obat ARV secara teratur juga memiliki konsekuensi negatif yaitu efek samping yang dirasakan pada awal penggunaan obat dan jadwal meminum obat yang sifatnya mengikat. Tiga orang dari enam orang pengidap AIDS yang diwawancara (50%) pernah merasakan pusing, mual, munculnya ruam-ruam pada kulit, dan penumpukan lemak pada bagian tubuh tertentu. Mereka juga merasakan jadwal yang terasa mengikat menimbulkan perasaan tidak nyaman sehingga sikap mereka unfavorable terhadap perilaku meminum obat secara teratur. Sikap unfavorable ini menurunkan niat pengidap


(16)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA AIDS untuk teratur dalam meminum obat. Di antara enam orang pengidap AIDS di yayasan “X” Bandung yang diwawancara, satu orang diantara ketiga orang yang merasakan efek samping dari obat ARV sempat berhenti meminum obat (DO) karena enggan merasakan efek samping tersebut.

Dari hasil wawancara juga diketahui bahwa dukungan dan tuntutan dari lingkungan sekitar pun mempengaruhi kepatuhan pengidap Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dalam meminum obat. Empat orang dari enam orang pengidap AIDS yang diwawancara (66,67%) mengungkapkan bahwa keluarga dan teman-teman di sekitar mereka selalu mengingatkan dan memantau mereka dalam meminum obat sesuai dengan jadwal. Hal ini dipersepsi sebagai suatu tuntutan bagi pengidap AIDS untuk meminum obat secara teratur dan pengidap AIDS bersedia mematuhi tuntutan tersebut (subjective norms). Adanya tuntutan dari lingkungan sekitar ini meningkatkan niat pengidap AIDS untuk meminum obat secara teratur. Sedangkan dua orang dari enam orang pengidap AIDS yang diwawancara oleh peneliti (33,33%) mengatakan bahwa keluarga dan teman-teman tidak menuntut mereka untuk meminum obat secara teratur. Dukungan dari keluarga, teman-teman, dan dokter memang ada namun hal tersebut tidak dipersepsi sebagai tuntutan bagi pengidap AIDS untuk meminum obat secara teratur. Mereka mengatakan bahwa terkadang kurangnya pengetahuan keluarga dan masyarakat mengenai ketatnya jadwal meminum obat memberikan kesan kurangnya kepedulian terhadap mereka. Hal ini menurunkan niat pengidap AIDS untuk meminum obat secara teratur. Satu orang yang mengatakan bahwa


(17)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA tidak adanya tuntutan dari keluarga sempat membuatnya berhenti meminum obat (DO).

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengidap Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) seringkali merasa jenuh dan malas untuk meminum obat antiretroviral (ARV) secara teratur sesuai dengan jadwal. Ketidakpastian subsidi dari pemerintah pun cukup meresahkan mereka. Hal tersebut membuat 50% dari pengidap AIDS di yayasan “X” Bandung yang diwawancara merasa tidak mampu untuk meminum obat secara teratur ( perceived behavioral control ) dan menurunkan niat pengidap AIDS untuk meminum obat secara teratur. Mereka seringkali menyadari sudah saatnya meminum obat tetapi merasa tidak mampu melawan rasa jenuh dan malas bahkan untuk sekedar mengambil obat yang berada dekat dari jangkauannya. Namun 50% dari pengidap AIDS yang diwawancara mengungkapkan bahwa mereka masih mampu mengatasi kejenuhan dan rasa malas untuk tetap berusaha meminum obat secara teratur dan berusaha untuk tidak drop out dari terapi obat ARV.

Seorang pengidap AIDS dengan intention yang kuat untuk meminum obat ARV secara teratur akan lebih mudah untuk menampilkan perilaku meminum obat secara teratur. Mereka akan dengan sadar melakukan usaha untuk meminum obat secara teratur. Salah satunya adalah dengan tetap berusaha meminum obat sesuai jadwal tanpa berhenti / drop out (DO) dari terapi obat ARV. Sedangkan seorang pengidap AIDS dengan intention yang lemah untuk meminum obat ARV secara teratur akan merasa sulit untuk menampilkan perilaku meminum obat


(18)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA secara teratur. Mereka akan meminum obat walaupun tidak sesuai dengan jadwal atau bahkan sampai sempat berhenti / drop out (DO) dari terapi obat ARV.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada pengidap AIDS di Yayasan “X” Bandung.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka identifikasi masalah pada penelitian ini adalah :

Bagaimana kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada pengidap AIDS di yayasan “X” Bandung.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mendapat gambaran mengenai kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada pengidap AIDS di yayasan “X” Bandung.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan manakah yang memberikan kontribusi paling besar terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada pengidap AIDS di Yayasan “X” Bandung berdasarkan teori planned behavior dan korelasi antar determinan tersebut.


(19)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoritis

 Memberikan informasi tambahan pada bidang psikologi klinis dan sosial mengenai gambaran kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada pengidap AIDS berdasarkan teori planned behavior.

 Memberi sumbangan informasi mengenai gambaran kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada pengidap AIDS kepada peneliti-peneliti lain, khususnya peneliti dalam bidang psikologi klinis dan sosial yang tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai gambaran kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada pengidap AIDS.

1.4.2. Kegunaan Praktis

 Memberikan informasi kepada pengidap AIDS mengenai gambaran kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk meminum obat secara teratur yang dimilikinya sehingga pengidap AIDS dapat termotivasi untuk meminum obat secara patuh dan teratur dalam rangka menjaga sistem pertahanan tubuh agar dapat berfungsi normal.  Memberikan informasi kepada kelompok pendukung, pendamping minum


(20)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA determinan-determinan intention terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada pengidap AIDS sehingga dapat memotivasi para pengidap AIDS untuk memiliki intention yang kuat untuk meminum obat secara teratur.

 Memberikan informasi kepada keluarga, teman, pasangan hidup, dan figur signifikan bagi pengidap AIDS mengenai gambaran kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada pengidap AIDS. Sehingga keluarga, teman, pasangan hidup, dan figur signifikan bagi pengidap AIDS dapat meningkatkan dukungan kepada pengidap AIDS untuk meminum obat secara teratur.

1.5. Kerangka Pemikiran

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV merupakan virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi. Sel darah putih yang penting dalam sistem kekebalan tubuh adalah T CD4+. Pada kondisi normal jumlah sel T CD4+ berkisar antara 500 dan 1.500. Setelah terinfeksi HIV, jumlah ini mulai menurun. (J. L. Fahey & D. S. Flemming, 1997)


(21)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), semua orang yang memiliki sel T CD4+ berjumlah kurang dari 200 per µL darah adalah orang yang mengidap penyakit AIDS. Diagnosis terhadap AIDS tetap dipertahankan walaupun jumlah sel T CD4+ meningkat di atas 200 per µL darah setelah perawatan ataupun gejala-gejala AIDS yang ada telah sembuh.

HIV terdapat di dalam darah seseorang yang terinfeksi, air susu ibu, air mani dan cairan vagina. HIV dapat menular melalui hubungan seks, transfusi darah, pemakaian alat suntik bersama, dan juga dapat menular pada bayi saat kehamilan, kelahiran, dan menyusui.(C. W. Green, 2004)

Gejala yang biasa dialami oleh pengidap AIDS merupakan gejala infeksi sistemik seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS juga tergantung pada munculnya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.

Melihat perkembangan pengobatan AIDS saat ini, penyakit AIDS sulit disembuhkan. Walaupun sudah ada obat yang diberikan kepada pengidap AIDS, namun obat tersebut tidak dapat menyembuhkan penyakit AIDS. Obat yang diberikan adalah obat yang berguna untuk menghentikan perkembangan virus, namun virus tersebut tetap ada di dalam tubuh. Obat ini bernama obat antiretroviral (ARV). Pengidap AIDS yang sudah diharuskan meminum obat ARV oleh dokter biasanya meminum tiga jenis obat. Obat dikonsumsi dua kali sehari dengan jadwal yang ketat dan harus dikonsumsi seumur hidup. Obat ini


(22)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA memiliki efek samping yang berbeda bagi setiap orang yang meminumnya namun biasanya efek samping ini berlangsung ketika tubuh masih belum bisa beradaptasi dengan obat tersebut. Meskipun demikian banyak pengidap AIDS mengalami peningkatan yang besar pada kesehatan umum dan kualitas hidup mereka, sehingga terjadi adanya penurunan drastis atas tingkat kesakitan (morbiditas) dan tingkat kematian (mortalitas) karena HIV/AIDS. Kurangnya kedisiplinan dalam menerapkan terapi antiretroviral adalah alasan utama mengapa kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat dari penerapan terapi ARV. Sampai saat ini obat ARV masih disubsidi oleh pemerintah Indonesia, namun setiap akhir tahun terdengar isu akan diberhentikannya subsidi obat ARV.

Dengan diperlukannya kedisiplinan tinggi dari pengidap AIDS untuk meminum obat ARV secara teratur, kemungkinan merasakan efek samping obat, dan adanya isu bahwa subsidi obat ARV akan dihentikan, maka pengidap AIDS memerlukan niat yang kuat untuk dapat meminum obat secara teratur. Niat ini disebut sebagai intention seperti yang diungkapkan oleh Icek Ajzen (1991) dalam teori planned behavior.

Icek Ajzen (2002) mengungkapkan bahwa manusia berperilaku berdasarkan pada akal sehat dan selalu mempertimbangkan dampak dari perilaku yang dilakukannya tersebut, hal ini membuat seseorang dapat memunculkan niat untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tersebut. Terdapat tiga determinan yang membentuk intention yaitu attitude toward the behavior, subjective norms, dan perceived behavioral control.


(23)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Niat pengidap AIDS untuk meminum obat ARV secara teratur dipengaruhi oleh sikap favourable atau unfavourable untuk menampilkan suatu perilaku yang dihasilkan dari evaluasi positif atau negatif terhadap suatu perilaku. Sikap ini disebut sebagai attitude toward the behavior. Attitude toward the behavior didasari oleh keyakinan mengenai konsekuensi dalam melakukan suatu perilaku dan pengolahan terhadap hasil suatu perilaku. Seperti yang diungkapkan oleh Keating (dalam Santrock, 1980, 1990) bahwa seseorang pada masa dewasa awal mengatur pemikiran operasional formal dan melibatkan penerapan intelektualitas pada situasi yang memiliki konsekuensi besar dalam mencapai tujuan jangka panjang. Apabila pengidap AIDS mengevaluasi bahwa dengan meminum obat ARV secara teratur maka akan memberikan konsekuensi positif seperti virus di dalam tubuh yang berhenti berkembang, stabilnya sel-sel penting bagi kekebalan tubuh, peningkatan kesehatan secara umum dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari, maka pengidap AIDS memiliki sikap yang favorable terhadap obat ARV. Sikap tersebut mempengaruhi niat pengidap AIDS untuk meminum obat secara teratur menjadi kuat. Apabila pengidap AIDS mengevaluasi bahwa dengan meminum obat ARV akan memunculkan konsekuensi negatif berupa efek samping dari obat ARV yang bervariasi seperti pusing, mual, munculnya ruam-ruam pada kulit, dan penumpukan lemak pada bagian tubuh tertentu, maka pengidap AIDS memiliki sikap unfavorable terhadap obat ARV. Sikap tersebut mempengaruhi niat pengidap AIDS untuk meminum obat secara teratur menjadi lemah.


(24)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Selain itu, niat pengidap AIDS untuk meminum obat ARV secara teratur juga dipengaruhi oleh persepsi individu mengenai tuntutan dari orang-orang yang signifikan untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku dan adanya kesediaan untuk mematuhi tuntutan tersebut. Tuntutan ini disebut subjective norms. Subjective norms didasari oleh keyakinan individu bahwa adanya kelompok orang signifikan baginya menuntut atau tidak menuntut individu untuk menampilkan suatu perilaku serta adanya kesediaan individu untuk mematuhi orang-orang yang signifikan tersebut. Tuntutan tersebut bisa berupa dukungan untuk meminum obat ARV secara teratur, teguran yang diberikan jika lalai dalam meminum obat, atau peringatan yang diberikan jika berhenti meminum obat kepada pengidap AIDS oleh keluarga, teman, pasangan hidup atau figur signifikan di lingkungan. Apabila pengidap AIDS memiliki persepsi bahwa keluarga, teman, pasangan hidup atau figur signifikan di lingkungan menuntut dirinya untuk meminum obat ARV secara teratur dan adanya kesediaan dari pengidap AIDS untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka akan mempengaruhi niat pengidap AIDS untuk meminum obat ARV secara teratur menjadi kuat. Apabila pengidap AIDS mempersepsi tidak adanya tuntutan dari keluarga, teman, pasangan hidup atau figur signifikan di lingkungan untuk meminum obat ARV secara teratur, maka persepsi tersebut akan mempengaruhi niat pengidap AIDS untuk meminum obat ARV secara teratur menjadi lemah.

Persepsi individu mengenai kemampuan mereka untuk menampilkan suatu perilaku juga mempengaruhi niat pengidap AIDS untuk meminum obat ARV secara teratur. Persepsi ini disebut dengan perceived behavioral control.


(25)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Perceived behavioral control didasarkan oleh keyakinan mengenai ada atau tidak adanya faktor-faktor yang mendukung atau menghambat dalam menampilkan suatu perilaku dan persepsi mengenai kemampuan pengidap AIDS untuk mengontrol faktor-faktor tersebut. Apabila pengidap AIDS mempersepsi bahwa mereka memiliki kemampuan untuk meminum obat ARV secara teratur karena adanya faktor pendukung seperti adanya subsidi obat ARV dari pemerintah dan tidak adanya kejenuhan atau rasa malas dalam meminum obat ARV secara teratur serta merasa bahwa mereka mampu mengontrol faktor-faktor tersebut membuat pengidap AIDS mempersepsi bahwa meminum obat ARV secara teratur merupakan hal yang mudah, maka akan mempengaruhi niat pengidap AIDS untuk meminum obat ARV secara teratur menjadi kuat. Apabila pengidap AIDS mempersepsi bahwa mereka tidak memiliki kemampuan karena adanya faktor penghambat seperti isu bahwa subsidi dari pemerintah akan dihentikan, kejenuhan, dan rasa malas dalam meminum obat ARV secara teratur serta merasa tidak mampu mengontrol faktor-faktor tersebut membuat pengidap AIDS mempersepsi bahwa meminum obat ARV secara teratur merupakan hal yang sulit, maka akan mempengaruhi niat pengidap AIDS untuk meminum obat ARV secara teratur menjadi lemah.

Kekuatan determinan-determinan di atas dipengaruhi oleh faktor personal, sosial, dan informasional. Faktor personal, misalnya general attitudes, personality traits, values, emosi, dan intelegensi. General attitudes mempengaruhi bagaimana sikap pengidap AIDS terhadap obat ARV sesuai dengan evaluasi yang mereka lakukan, begitu pula dengan personality traits. Values merupakan nilai-nilai yang


(26)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA dipegang oleh pengidap AIDS, hal ini akan mempengaruhi bagaimana persepsi pengidap AIDS terhadap tuntutan dari keluarga, teman, pasangan hidup, dan figur signifikan lainnya, begitu juga dengan emosi. Intelegensi pengidap AIDS juga turut mempengaruhi informasi yang dapat diterima oleh pengidap AIDS dan akan mempengaruhi evaluasi dan sikap mereka terhadap obat ARV.

Faktor yang kedua adalah faktor sosial. Faktor sosial ini terdiri dari usia, jenis kelamin, suku bangsa, pendidikan, pendapatan, dan agama. Usia pengidap AIDS berpengaruh terhadap banyaknya informasi yang diterima, sikap terhadap obat ARV, dan persepsi mereka terhadap mampu atau tidaknya mereka meminum obat secara teratur. Pengidap AIDS yang berusia lebih tua mungkin memiliki informasi yang berbeda dibandingkan dengan pengidap AIDS yang lebih muda. Jenis kelamin pengidap AIDS juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap persepsi mereka terhadap mampu atau tidaknya mereka meminum obat secara teratur. Pria mungkin memiliki tanggung jawab, peran, dan pengalaman yang berbeda dengan wanita. Faktor sosial lain yang berpengaruh adalah suku bangsa dan agama. Kebiasaan-kebiasaan dalam suku bangsa-nya dan ajaran agama yang dianut pengidap AIDS yang akan berpengaruh terhadap persepsi mereka mengenai tuntutan keluarga, teman, pasangan hidup, dan figur signifikan lainnya. Selain itu juga suku bangsa akan mempengaruhi sikap pengidap AIDS terhadap obat ARV. Pendidikan pengidap AIDS juga turut mempengaruhi pengetahuan pengidap AIDS mengenai obat ARV dan sikap mereka terhadap obat ARV.

Faktor sosial lain yang berpengaruh adalah pendapatan pengidap AIDS, mempengaruhi persepsi mengenai kemampuan pengidap AIDS untuk meminum


(27)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA obat ARV secara teratur. Kondisi keuangan yang berasal dari pendapatan digunakan untuk membayar biaya perjalanan ke rumah sakit dan membayar biaya pengambilan obat sehingga keadaan keuangan yang memadai menjadi pendukung secara finansial dalam meminum obat ARV secara teratur.

Faktor yang ketiga adalah faktor informasional. Faktor informasional ini terdiri dari pengalaman, pengetahuan, dan keterbukaan media. Pengalaman pengidap AIDS dalam meminum obat ARV mempengaruhi evaluasi mereka kemudian sikap mereka terhadap obat ARV. Semakin mudah atau sulit akses terhadap informasi mengenai manfaat obat ARV, efek sampingnya, dan pelayanan obat ARV yang tersedia bagi pengidap AIDS akan mempengaruhi sikap pengidap AIDS terhadap obat ARV.

Interaksi antara attitude toward the behavior, subjective norms, dan perceived behavioral control menunjukkan seberapa besar niat (intention) seseorang yang menjadi indikator mengenai seberapa besar niat (intention) seseorang untuk berusaha menampilkan suatu perilaku tertentu. Jika attitude toward the behavior, subjective norms, dan perceived behavioral control yang dimiliki pengidap AIDS untuk meminum obat ARV secara teratur seluruhnya positif maka intention pengidap AIDS untuk meminum obat ARV secara teratur akan semakin kuat. Sebaliknya, jika attitude toward the behavior, subjective norms, dan perceived behavioral control yang dimiliki pengidap AIDS untuk meminum obat ARV secara teratur seluruhnya negatif maka intention pengidap AIDS untuk meminum obat ARV secara teratur akan semakin lemah.


(28)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Apabila pengidap AIDS memiliki attitude toward the behavior yang positif dan determinan ini merupakan determinan yang paling kuat dalam mempengaruhi intention untuk meminum obat ARV secara teratur, berarti determinan ini akan memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan dua determinan lainnya maka intention pengidap AIDS untuk meminum obat ARV secara teratur akan kuat. Demikian juga sebaliknya, jika pengidap AIDS memiliki attitude toward the behavior yang negatif sedangkan subjective norms dan perceived behavioral control yang positif maka intention pengidap AIDS untuk meminum obat ARV secara teratur akan lemah. Hal ini dikarenakan attitude toward the behavior merupakan determinan yang memiliki pengaruh paling kuat.

Apabila pengidap AIDS memiliki subjective norms yang positif dan determinan ini merupakan determinan yang paling kuat dalam mempengaruhi intention untuk meminum obat ARV secara teratur, berarti determinan ini akan memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan dua determinan lainnya maka intention pengidap AIDS untuk meminum obat ARV secara teratur akan kuat. Demikian juga sebaliknya, jika pengidap AIDS memiliki subjective norms yang negatif sedangkan attitude toward the behavior dan perceived behavioral control yang positif maka intention pengidap AIDS untuk meminum obat ARV secara teratur akan lemah. Hal ini dikarenakan subjective norms merupakan determinan yang memiliki pengaruh paling kuat.

Begitu pula apabila pengidap AIDS memiliki perceived behavioral control yang positif dan determinan ini merupakan determinan yang paling kuat dalam mempengaruhi intention untuk meminum obat ARV secara teratur, berarti


(29)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA determinan ini akan memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan dua determinan lainnya maka intention pengidap AIDS untuk meminum obat ARV secara teratur akan kuat. Demikian juga sebaliknya, jika pengidap AIDS memiliki perceived behavioral control yang negatif sedangkan attitude toward the behavior dan subjective norms yang positif maka intention pengidap AIDS untuk meminum obat ARV secara teratur akan lemah. Hal ini dikarenakan attitude toward the behavior merupakan determinan yang memiliki pengaruh paling kuat.

Ketiga determinan di atas pun saling berhubungan satu sama lain. Apabila hubungan antara attitude toward behavior dan subjective norms erat, maka pengidap AIDS yang memiliki sikap favorable terhadap obat ARV dapat mengevaluasi adanya konsekuensi positif dengan meminum obat ARV secara teratur, misalnya kekebalan tubuh yang meningkat, kesehatan umum yang meningkat, dan dapat tetap melakukan kegiatan sehari-hari. Hal ini membuat keluarga, teman, pasangan hidup, dan figur signifikan lainnya semakin mendukung pengidap AIDS untuk meminum obat ARV secara teratur. Hal ini ditunjukkan dengan mengingatkan pengidap AIDS untuk meminum obat, menemani saat mengambil obat, atau memberi semangat kepada pengidap AIDS untuk meminum obat ARV secara teratur sehingga pengidap AIDS yakin bahwa mereka mampu meminum obat ARV secara teratur. Selain itu pengidap AIDS juga mempersepsi adanya tuntutan dari keluarga, teman, pasangan hidup dan figur signifikan lain sehingga sikap mereka semakin favorable dalam meminum obat ARV.


(30)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Apabila pengidap AIDS memiliki sikap unfavorable dalam meminum obat ARV secara teratur maka pengidap AIDS dapat mengevaluasi adanya konsekuensi negatif setelah meminum obat ARV, misalnya merasakan efek samping dari obat ARV seperti pusing, mual, munculnya ruam-ruam pada kulit, dan penumpukan lemak pada bagian tubuh tertentu. Kemudian mereka memiliki persepsi bahwa keluarga, teman, pasangan hidup, dan figur signifikan lain tidak menuntut mereka untuk meminum obat ARV secara teratur. Serta mereka meyakini adanya kendala untuk meminum obat ARV secara teratur seperti kejenuhan, rasa malas, dan keresahan akan isu mengenai akan diberhentikannya subsidi obat ARV dari pemerintah maka sikap mereka akan semakin unfavorable dalam meminum obat ARV secara teratur.

Apabila hubungan antara attitude toward behavior dan perceived behavioral control erat, maka pengidap AIDS yang memiliki sikap favorable terhadap obat ARV dapat mengevaluasi adanya konsekuensi positif dengan meminum obat ARV secara teratur, misalnya kekebalan tubuh yang meningkat, kesehatan umum yang meningkat, dan dapat tetap melakukan kegiatan sehari-hari. Hal ini membuat pengidap AIDS menganggap dirinya mampu mengatasi efek samping dari obat ARV serta mampu mengatasi hambatan dalam meminum obat secara teratur, memiliki kendali akan ketersediaan obat, dan mampu menepati jadwal meminum obat secara teratur. Ketika pengidap AIDS menganggap dirinya mampu untuk meminum obat ARV secara teratur maka sikap mereka semakin favorable terhadap perilaku meminum obat secara teratur.


(31)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Apabila pengidap AIDS memiliki sikap unfavorable dalam meminum obat ARV secara teratur maka pengidap AIDS dapat mengevaluasi adanya konsekuensi negatif setelah meminum obat ARV, misalnya merasakan efek samping dari obat ARV seperti pusing, mual, munculnya ruam-ruam pada kulit, dan penumpukan lemak pada bagian tubuh tertentu. Serta mereka meyakini adanya kendala untuk meminum obat ARV secara teratur seperti kejenuhan, rasa malas, dan keresahan akan isu mengenai akan diberhentikannya subsidi obat ARV dari pemerintah. Kemudian mereka memiliki persepsi bahwa mereka tidak mampu untuk mengatasi efek samping, mengatasi hambatan yang lain seperti rasa jenuh dan malas dalam meminum obat secara teratur, serta tidak memiliki kendali terhadap ketersediaan obat, maka sikap mereka akan semakin unfavorable dalam meminum obat ARV secara teratur.

Apabila hubungan antara subjective norms dan perceived behavioral control erat, maka pengidap AIDS yang memiliki persepsi bahwa ada tuntutan dari keluarga, teman, pasangan hidup, dan figur signifikan lainnya untuk meminum obat ARV secara teratur juga menganggap dirinya mampu mengatasi efek samping dari obat ARV serta mampu mengatasi hambatan dalam meminum obat secara teratur, memiliki kendali akan ketersediaan obat, dan mampu menepati jadwal meminum obat secara teratur. Semakin pengidap AIDS mempersepsi dirinya mampu untuk meminum obat secara teratur, maka keluarga, teman, pasangan hidup, dan figur signifikan lainnya pun semakin mendukung pengidap AIDS untuk meminum obat secara teratur.


(32)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Apabila pengidap AIDS memiliki persepsi bahwa tidak ada tuntutan dari keluarga, teman, pasangan hidup, dan figur signifikan lainnya untuk meminum obat ARV secara teratur, maka pengidap AIDS akan memiliki persepsi bahwa dirinya tidak mampu untuk mengatasi efek samping, hambatan yang berupa rasa jenuh dan malas, dan tidak memiliki kendali akan ketersediaan obat ARV. Semakin pengidap AIDS mempersepsikan bahwa dirinya tidak mampu untuk meminum obat secara teratur, maka keluarga, teman, pasangan hidup, dan figur signifikan lainnya tidak mendukung dan menuntut pengidap AIDS untuk meminum obat secara teratur.

Kontribusi dan korelasi dari ketiga determinan tersebut akhirnya akan mempengaruhi kuat atau lemahnya intention pengidap AIDS untuk meminum obat secara teratur di Yayasan “X” Bandung. Skema kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :


(33)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Pengidap AIDS di

Yayasan “X”

Bandung

- Faktor personal - Faktor sosial -Faktor informasional

Attitude toward the behavior

Subjective norms

Perceived behavioral

control

Intention

untuk meminum obat secara teratur

kuat

lemah - Normative Beliefs

- Control Beliefs

Bagan 1.1. Kerangka Pemikiran


(34)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 1.6. Asumsi Penelitian

1. Pengidap AIDS di yayasan “X” Bandung memiliki intention yang bervariasi untuk meminum obat secara teratur.

2. Kuat atau lemahnya intention pengidap AIDS di yayasan “X” Bandung untuk meminum obat secara teratur dipengaruhi secara langsung oleh kontribusi determinan attitude toward the behavior, subjective norms, dan perceived behavior control yang bervariasi.

3. Determinan attitude toward the behavior, subjective norms, dan perceived behavior control memiliki kontribusi yang berbeda terhadap intention pengidap AIDS di yayasan “X” Bandung untuk meminum obat secara teratur.

1.7. Hipotesis Penelitian

Hipotesis 1

Ada kontribusi yang signifikan antara attitude toward the behavior terhadap intention pengidap AIDS untuk meminum obat secara teratur.

Hipotesis 2

Ada kontribusi yang signifikan antara subjective norms terhadap intention pengidap AIDS untuk meminum obat secara teratur.


(35)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Hipotesis 3

Ada kontribusi yang signifikan antara perceived behavioral control terhadap intention pengidap AIDS untuk meminum obat secara teratur.


(36)

86 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada pengidap

AIDS di Yayasan “X” Bandung, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Determinan perceived behavioral control merupakan determinan yang memiliki kontribusi paling besar terhadap intention untuk meminum obat secara teratur.

2. Determinan subjective norms merupakan determinan yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap intention untuk meminum obat secara teratur.

3. Determinan attitude toward the behavior memiliki kontribusi yang tidak terlalu signifikan terhadap intention untuk meminum obat secara teratur. 4. Determinan attitude toward the behavior dan perceived behavioral control

memiliki hubungan yang sangat erat.

5. Terdapat hubungan yang erat antara determinan subjective norms dan perceived behavioral control.

6. Terdapat hubungan yang cukup erat antara determinan attitude toward the behavior dan subjective norms.


(37)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 7. Hubungan antara determinan attitude toward the behavior dan subjective norms merupakan hubungan dengan nilai korelasi paling rendah dibandingkan dengan kedua hubungan antar determinan lainnya.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian mengenai kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada pengidap

AIDS di Yayasan “X” Bandung, maka peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Disarankan untuk melakukan penelitian secara lebih mendalam pada penelitian mengenai intention untuk meminum obat secara teratur pada pengidap AIDS selanjutnya. Peneliti menyarankan untuk tidak hanya meneliti intention pengidap AIDS untuk meminum obat secara teratur tetapi sampai ke perilaku aktualnya dalam meminum obat secara teratur (behavior).

2. Peneliti menyarankan pengidap AIDS untuk terus meningkatkan keyakinan bahwa mereka mampu untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam meminum obat secara teratur, dengan cara melihat dampak positif dari meminum obat secara teratur walaupun terdapat pengalaman dan perasaan negatif ketika meminum obat.


(38)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 3. Disarankan kepada kelompok pendukung, pendamping minum obat, dan

yayasan “X” Bandung untuk lebih banyak memberikan informasi secara

lengkap kepada pengidap AIDS sebelum memulai terapi ARV.

4. Peneliti menyarankan orang-orang yang berada di lingkungan pengidap AIDS, khususnya keluarga dan pasangan, untuk memberikan dukungan penuh bagi pengidap AIDS, dengan cara mengingatkan mereka untuk meminum obat secara teratur, serta memberikan dorongan kepada pengidap AIDS bahwa mereka mampu mengatasi hambatan-hambatan untuk meminum obat secara teratur.


(39)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Ajzen, I. 2005. Attitudes, Personality, and Behavior 2 edition, Inggris : Open

University press, McGraw-Hill Education

2006. Constructing a TpB Questionnaire: Conceptual and Methodological Considerations.

Bobko, P. 1995. Correlation and Regression Principles and Applications for Industrial/Organizational Psychology and Management, United States of America : McGraw-Hill, Inc.

Fahey, J. L. & Flemming, D.S. 1997. AIDS/HIV Reference Guide for Medical Proffesionals4th edition, California : The Regents of the University of California

Friedenberg, L. 1995. Psychological Testing: Design, Analysis, and Use. Massachusetts: Allyn & Bacon.

Furlong, Nancy E. 2000. Research Methods and Statistics An Integrated Approach. Santa Barbara : Hacourt College Publisher.

Green, C. W. 2004. Pengobatan untuk AIDS : Ingin Mulai?. Yayasan Spiritia

Guildford, J. P. 1956. Fundamental Statistics in Psychology and Education. (3rd Ed.). Tokyo: Mc. Graw-Hill Kogakusha Company. Ltd

Kumar, R. 1999. Research Methodology A Step-by-step Guide for Beginners. Sage Publication

Santrock, J. W. 1995. Life-Span Development. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.


(40)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Anugerah, Nur. 2009. Kontribusi Determinan-determinan Intention Terhadap

Intention untuk Melakukan Fisioterapi Secara Teratur pada Pasien Stroke Rawat Jalan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Y. S. Jingga, Hie Ignatius Naga. 2009. Studi Kontribusi Mengenai Deteminan determinan Terhadap Intention Untuk Berhenti Mengkonsumsi Narkoba Pada Pasien Panti Rehabilitasi di Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Adi. 2007. Bandung Cetak Rekor Penderita HIV/AIDS Tertinggi. (Online). (http:// aids-ina .org/modules.php?name=News&file=article&sid=219, diakses 28 Maret 2010)

Francis, J.J. et al. Constructing Questionnaires Based on The Theory of Planned Behaviour A Manual for Health Services Researchers. (Online). (http:// people.umass.edu/aizen/pdf/Francis%20etal.TPB%20research%20manual. pdf, diakses tanggal 12 April 2010).

Judarwanto, W. 2007. HIV/AIDS : Dulu, Sekarang, dan Masa Datang. (Online). (http://suar.okezone.com/read/2007/12/02/58/65231/hiv-aids-dulu-seka rang-dan-masa-datang, diakses 21 Mei 2010).

Wikipedia. AIDS. (Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS, diakses tanggal 10 Februari 2010).

Yayasan Spiritia. 2009. Sejarah AIDS. (Online). (http://spiritia.or.id/art/ bacaart. php?artno=1040, diakses 28 Maret 2010).

Yayasan Spritia. 2009. Apa AIDS Itu?. (Online). (http://www.spiritia.or.id/art/ bacaart.php?artno=1001#AIDS, diakses tanggal 28 Maret 2010).


(1)

26

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Hipotesis 3

Ada kontribusi yang signifikan antara perceived behavioral control terhadap intention pengidap AIDS untuk meminum obat secara teratur.


(2)

86 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada pengidap

AIDS di Yayasan “X” Bandung, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Determinan perceived behavioral control merupakan determinan yang memiliki kontribusi paling besar terhadap intention untuk meminum obat secara teratur.

2. Determinan subjective norms merupakan determinan yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap intention untuk meminum obat secara teratur.

3. Determinan attitude toward the behavior memiliki kontribusi yang tidak terlalu signifikan terhadap intention untuk meminum obat secara teratur. 4. Determinan attitude toward the behavior dan perceived behavioral control

memiliki hubungan yang sangat erat.

5. Terdapat hubungan yang erat antara determinan subjective norms dan perceived behavioral control.

6. Terdapat hubungan yang cukup erat antara determinan attitude toward the behavior dan subjective norms.


(3)

87

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 7. Hubungan antara determinan attitude toward the behavior dan subjective norms merupakan hubungan dengan nilai korelasi paling rendah dibandingkan dengan kedua hubungan antar determinan lainnya.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian mengenai kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada pengidap

AIDS di Yayasan “X” Bandung, maka peneliti menyarankan hal-hal sebagai

berikut :

1. Disarankan untuk melakukan penelitian secara lebih mendalam pada penelitian mengenai intention untuk meminum obat secara teratur pada pengidap AIDS selanjutnya. Peneliti menyarankan untuk tidak hanya meneliti intention pengidap AIDS untuk meminum obat secara teratur tetapi sampai ke perilaku aktualnya dalam meminum obat secara teratur (behavior).

2. Peneliti menyarankan pengidap AIDS untuk terus meningkatkan keyakinan bahwa mereka mampu untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam meminum obat secara teratur, dengan cara melihat dampak positif dari meminum obat secara teratur walaupun terdapat pengalaman dan perasaan negatif ketika meminum obat.


(4)

88

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 3. Disarankan kepada kelompok pendukung, pendamping minum obat, dan yayasan “X” Bandung untuk lebih banyak memberikan informasi secara lengkap kepada pengidap AIDS sebelum memulai terapi ARV.

4. Peneliti menyarankan orang-orang yang berada di lingkungan pengidap AIDS, khususnya keluarga dan pasangan, untuk memberikan dukungan penuh bagi pengidap AIDS, dengan cara mengingatkan mereka untuk meminum obat secara teratur, serta memberikan dorongan kepada pengidap AIDS bahwa mereka mampu mengatasi hambatan-hambatan untuk meminum obat secara teratur.


(5)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR PUSTAKA

Ajzen, I. 2005. Attitudes, Personality, and Behavior 2nd edition, Inggris : Open University press, McGraw-Hill Education

2006. Constructing a TpB Questionnaire: Conceptual and Methodological Considerations.

Bobko, P. 1995. Correlation and Regression Principles and Applications for Industrial/Organizational Psychology and Management, United States of America : McGraw-Hill, Inc.

Fahey, J. L. & Flemming, D.S. 1997. AIDS/HIV Reference Guide for Medical Proffesionals4th edition, California : The Regents of the University of California

Friedenberg, L. 1995. Psychological Testing: Design, Analysis, and Use. Massachusetts: Allyn & Bacon.

Furlong, Nancy E. 2000. Research Methods and Statistics An Integrated Approach. Santa Barbara : Hacourt College Publisher.

Green, C. W. 2004. Pengobatan untuk AIDS : Ingin Mulai?. Yayasan Spiritia

Guildford, J. P. 1956. Fundamental Statistics in Psychology and Education. (3rd Ed.). Tokyo: Mc. Graw-Hill Kogakusha Company. Ltd

Kumar, R. 1999. Research Methodology A Step-by-step Guide for Beginners. Sage Publication

Santrock, J. W. 1995. Life-Span Development. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.


(6)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR RUJUKAN

Anugerah, Nur. 2009. Kontribusi Determinan-determinan Intention Terhadap Intention untuk Melakukan Fisioterapi Secara Teratur pada Pasien Stroke Rawat Jalan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Y. S. Jingga, Hie Ignatius Naga. 2009. Studi Kontribusi Mengenai Deteminan determinan Terhadap Intention Untuk Berhenti Mengkonsumsi Narkoba Pada Pasien Panti Rehabilitasi di Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Adi. 2007. Bandung Cetak Rekor Penderita HIV/AIDS Tertinggi. (Online). (http:// aids-ina .org/modules.php?name=News&file=article&sid=219, diakses 28 Maret 2010)

Francis, J.J. et al. Constructing Questionnaires Based on The Theory of Planned Behaviour A Manual for Health Services Researchers. (Online). (http:// people.umass.edu/aizen/pdf/Francis%20etal.TPB%20research%20manual. pdf, diakses tanggal 12 April 2010).

Judarwanto, W. 2007. HIV/AIDS : Dulu, Sekarang, dan Masa Datang. (Online). (http://suar.okezone.com/read/2007/12/02/58/65231/hiv-aids-dulu-seka rang-dan-masa-datang, diakses 21 Mei 2010).

Wikipedia. AIDS. (Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS, diakses tanggal 10 Februari 2010).

Yayasan Spiritia. 2009. Sejarah AIDS. (Online). (http://spiritia.or.id/art/ bacaart. php?artno=1040, diakses 28 Maret 2010).

Yayasan Spritia. 2009. Apa AIDS Itu?. (Online). (http://www.spiritia.or.id/art/ bacaart.php?artno=1001#AIDS, diakses tanggal 28 Maret 2010).


Dokumen yang terkait

Kontribusi Determinan-Determinan Intention Kepada Intention Untuk Melakukan Premarital Sexual Intercourse (Studi Terhadap Mahasiswa Semester I-IV Universitas "X" Bandung).

0 1 34

Kontribusi Determinan-Determinan Intention terhadap Intention Ibu Bekerja untuk Menyusui ASI Eksklusif pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Kecamatan "X" Bandung.

0 0 42

Kontribusi Determinan-Determinan Intention terhadap Derajat Intention untuk Menjalani Proses Penyembuhan pada Penderita Pasca Stroke di Klinik Akupunktur "X" Bandung.

0 0 33

Studi Kontribusi Determinan-determinan Intention Terhadap Intention untuk Tidak Melakukan Premarital Intercourse pada Mahasiswa Universitas "X" Bandung yang Berpacaran.

0 0 27

Kontribusi Ketiga Determinan-determinan Intention Terhadap Intention untuk Membaca Textbook pada Mahasiswa Angkatan 2013 Fakultas Psikologi di Universitas "X" Bandung.

0 0 35

Pengaruh Determinan-determinan Intention Terhadap Intention Untuk Melanjutkan Pendidikan S2 Pada Karyawan di Perusahaan "X" di Kota Bandung.

0 0 30

Studi Kontribusi Mengenai Determinan-Determinan Intention terhadap Intention untuk Tidak Melakukan Seks Pranikah pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas "X" di Bandung.

0 0 41

Kontribusi Determinan-determinan Intention Terhadap Intention untuk Menggunakan KB Suntik Secara Teratur pada Ibu Akseptor KB di Puskesmas Baleendah Kabupaten Bandung.

0 0 36

Pengaruh Determinan-determinan Intention Terhadap Intention Untuk Minum Obat Secara Teratur pada Penderita TBC di Balai Besar Kesehatan "X" Bandung.

1 4 65

Studi Kontribusi Determinan-determinan Intention Terhadap Intention Untuk Berhenti Merokok Pada Pelajar SMA "X" di Kota Bandung Yang Merokok.

0 0 47