Pengaruh Determinan-determinan Intention Terhadap Intention Untuk Minum Obat Secara Teratur pada Penderita TBC di Balai Besar Kesehatan "X" Bandung.

(1)

iii

Universitas Kristen Maranatha intention terhadap intention untuk minum obat secara teratur pada penderita TBC di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung. Pemilihan sampel menggunakan metode convenience sampling dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 60 orang.

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner intention dan determinan-determinannya yang disusun oleh Icek Ajzen (2005) dan dimodifikasi oleh peneliti dan mengacu pada Teori Planned Behavior. Jumlah item 16 dengan validitas berkisar antara 0,370 - 0,793 dan reliabilitas sebesar 0,851.

Diperoleh hasil bahwa secara bersama-sama ketiga determinan dalam mempengaruhi intention untuk minum obat secara teratur memberikan kontribusi sebesar 81,2%. Perceived behavioral control memberikan kontribusi terbesar terhadap intention untuk minum obat secara teratur yaitu sebesar 37,2%. Subjective norms memberikan kontribusi kedua terbesar terhadap intention untuk minum obat secara teratur yaitu sebesar 0,289. Kontribusi terkecil terhadap intention untuk minum obat secara teratur diberikan oleh attitude toward the behavior yaitu sebesar 15,0%. Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa sebanyak 61,67% responden memiliki intention yang kuat dan 38,33% responden memiliki intention yang lemah untuk minum obat secara teratur. Data hasil penelitian ini diolah dengan menggunakan teknik multiple regresi. Hasil uji signifikansi model regresi sebesar 0,00 dengan taraf kepercayaan 95%.

Berdasarkan penelitian, peneliti mengajukan saran bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengukur belief-belief yang mendasari determinan intention dan pengaruhnya terhadap determinan itu sendiri. Peneliti juga memberikan saran kepada perawat Balai Besar Kesehatan “X” Bandung untuk memberikan penyuluhan secara rutin tentang manfaat minum obat secara teratur. Pada keluarga disarankan untuk memberikan dukungan secukupnya dengan selalu mengingatkan penderita TBC agar minum obat secara teratur sesuai dosis dan jadwalnya. Pada penderita TBC disarankan dapat menyadari bahwa minum obat secara teratur itu penting dan menguntungkan untuk mencapai kesembuhan yang tuntas.


(2)

vii

Universitas Kristen Maranatha

Lembar Judul ... i

Lembar Pengesahan... ii

Abstrak ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ...vii

Daftar Tabel ...xi

Daftar Bagan ... xiii

Daftar Lampiran ...xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 10

1.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... 11

1.4.1 Kegunaan Ilmiah ... 11

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 11

1.5 Kerangka Pemikiran ...12

1.6 Asumsi ... 21


(3)

viii

Universitas Kristen Maranatha

2.1.2 Intention ... 24

2.1.3 Attitude Toward The Behavior ... 25

2.1.4 Subjective Norms ... 27

2.1.5 Perceived Behavior Control ... 28

2.1.6 Pengaruh Determinan-Determinan Terhadap Intention ... 29

2.1.7 Background Factors... 30

2.1.8 Control factor... 32

2.1.9 Target, Action, Context, and Time ... .….…. 33

2.2. Periode Masa Dewasa...………... 34

2.2.1. Karakteristik Masa Dewasa Awal ………. 34

2.2.2. Perkembangan Kognitif Masa Dewasa Awal... 35

2.2.3. Masa Dewasa Tengah...37

2.2.4. Perubahan Fisik Masa Dewasa Tengah...37

2.3. Penyakit Tuberkulosis (TBC)... 38

2.3.1. Pengertian TBC......….. 38

2.3.2. Gejala-gejala Penyakit TBC ………...…………... 38

2.3.3. Cara Penularan Penyakit TBC ………...………... 39


(4)

ix

Universitas Kristen Maranatha

3.1 Rancangan Penelitian ... 42

3.2 Skema Rancangan Penelitian ... 42

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 43

3.3.1 Variabel Penelitian ... 43

3.3.2 Definisi Operasional ... 43

3.4 Alat Ukur ... 44

3.4.1 Alat Ukur Intention dan Determinan-Determinannya ... 44

3.4.2 Kisi-kisi Alat Ukur... 45

3.4.3 Sistem Penilaian ... 45

3.4.4 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 46

3.4.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur...46

3.4.5.1 Validitas Alat Ukur...46

3.4.5.2 Reliabilitas Alat Ukur...47

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 47

3.5.1 Karakteristik Populasi ... 47

3.5.2 Teknik Penarikan Sampel ... 48

3.6 Teknik Analisis Data ... 48


(5)

x

Universitas Kristen Maranatha

4.1.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia... 53

4.1.3 Gambaran Subjek Berdasarkan Pendidikan... 53

4.2 Gambaran Hasil Penelitian...54

4.2.1 Intention dan Determinan Intention... 54

4.2.2 Pengaruh Determinan-determinan Intention Terhadap Intention Untuk Minum Obat Secara Teratur... 56

4.2.3 Pengaruh Determinan-determinan Intention Secara Bersama-sama Terhadap Intention Untuk Minum Obat Secara Teratur... 57

4.2.4 Uji Hipotesis... 58

4.2.5 Tabulasi Silang Intention dan Determinan-determinan Intention...60

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian...63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...72

5.1 Kesimpulan... 72

5.2 Saran...73

DAFTAR PUSTAKA ...74

DAFTAR RUJUKAN ...75 LAMPIRAN


(6)

xi

Universitas Kristen Maranatha

Tabel 2.1 Tahap Perkembangan ... 35

Tabel 3.1 Tabel Alat Ukur ... 45

Tabel 3.2 Sistem Penilaian...45

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ………... 53

Tabel 4.3 Gambaran Subjek Berdasarkan Pendidikan …………... 53

Tabel 4.4 Gambaran Hasil Penelitian Intention...54

Tabel 4.5 Gambaran Hasil Penelitian Determinan Attitude toward the behavior dalam Intention...54

Tabel 4.6 Gambaran Hasil Penelitian Determinan Subjective Norms dalam Intention...55

Tabel 4.7 Gambaran Hasil Penelitian Determinan Perceived Behavioral Control dalam Intention...55

Tabel 4.8 Pengaruh Determinan Intention terhadap Intention untuk minum obat secara teratur...56

Tabel 4.9 Pengaruh Determinan Intention Secara Bersama-sama terhadap Intention untuk minum obat secara teratur...57

Tabel 4.10 Signifikansi Attitude toward the behavior terhadap intention...58

Tabel 4.11 Signifikansi Subjective Norms terhadap intention...58


(7)

xii

Universitas Kristen Maranatha Behavior...60 Tabel 4.15 Tabulasi Silang antara Intention dan Subjective

Norms………...61 Tabel 4.16 Tabulasi Silang antara Intention dan Perceived Behavioral


(8)

xiii

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.5 Skema Kerangka Pemikiran ...20 Bagan 2.1 Teori Planned Behavior ...24 Bagan 3.1 Skema prosedur penelitian ………...…...42 Bagan 4.1 Skema Pengaruh Determinan-Determinan Intention terhadap Intention


(9)

xiv

Universitas Kristen Maranatha Lampiran 2. Data Penunjang

Lampiran 3. Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Intention dan Determinan-determinannya

Lampiran 4. Karakteristik Responden

Lampiran 5. Hasil jawaban data primer responden

Lampiran 6. Crosstabulation attitude toward the behavior dengan Data Penunjang Lampiran 7. Crosstabulation Subjective Norms dengan Data Penunjang

Lampiran 8. Crosstabulation Perceived Behavioral Control dengan Data Penunjang.

Lampiran 9. Uji Hipotesis


(10)

(11)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama (inisial) :

Menyatakan bersedia untuk mengisi kuesioner yang bertujuan untuk penelitian Pengaruh Determinan-Determinan Intention Terhadap Intention Untuk Minum Obat Secara Teratur Pada Penderita TBC Di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung.

Saya bersedia dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Mengisi kuesioner ini secara sukarela tanpa paksaan

2. Mengisi kuesioner ini dengan sungguh-sungguh, sesuai dengan kondisi saya

3. Mengikuti seluruh instruksi dan prosedur yang ada dengan baik.

4. Memiliki hak untuk bertanya kepada tester apabila ada hal-hal yang tidak saya mengerti

Adapun surat pernyataan ini bersifat rahasia. Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan tanpa paksaan (sukarela).

Bandung, Mei 2012


(12)

KATA PENGANTAR

Dalam rangka memenuhi syarat kelulusan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung, salah satu syarat kelulusan yang harus dipenuhi adalah menyusun skripsi. Adapun judul skripsi ini adalah Pengaruh Determinan-Determinan Intention Terhadap Intention Untuk Minum Obat Secara Teratur Pada Penderita TBC di Balai Besar Kesehatan ”X” Bandung.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka saudara dimohon kesediannya untuk meluangkan waktu mengisi kuesioner ini. Data yang akan diperoleh nantinya akan dipergunakan untuk penelitian ini.

Saudara diharapkan untuk mengisi kuesioner ini dengan sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya. Identitas dan kerahasiaan jawaban saudara akan dijaga.

Atas kesediaan dan bantuannya saya ucapkan terima kasih. Hormat saya,


(13)

DATA PRIBADI Nama (Inisial) :

Usia :

Jenis Kelamin : L / P Pendidikan :

PETUNJUK PENGISIAN

Pada halaman berikut ini terdapat sejumlah pertanyaan yang diakhiri dengan 2 kata yang berlawanan. Diantara 2 kata yang berlawanan tersebut terdapat 7 kemungkinan jawaban. Kemungkinan jawaban tersebut adalah sebagai berikut :

1 = sangat : jika Saudara merasa kata di sebelah kiri tersebut sangat sesuai dengan diri Saudara

2 = cukup : jika Saudara merasa kata di sebelah kiri tersebut cukup sesuai dengan diri saudara

3 = agak : jika Saudara merasa kata di sebelah kiri tersebut agak / sedikit sesuai dengan diri saudara

4 = netral : jika Saudara merasa kata di sebelah kiri dan kanan tidak sesuai dengan diri saudara

5 = agak : jika Saudara merasa kata di sebelah kanan tersebut agak / sedikit sesuai dengan diri saudara

6 = cukup : jika Saudara merasa kata di sebelah kanan tersebut cukup sesuai dengan diri saudara

7 = sangat : jika Saudara merasa kata di sebelah kanan tersebut sangat sesuai dengan diri Saudara

Perhatikan setiap pertanyaan dengan teliti dan lingkari angka yang sesuai dengan diri Saudara.


(14)

Contoh :

Cuaca di kota Bandung belakangan ini adalah

baik : __1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__: buruk sangat cukup agak netral agak cukup sangat

Jika Saudara berpikir bahwa cuaca di kota Bandung sangat baik, maka lingkarilah angka 1 seperti ini :

baik : __1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__: buruk

Jika Saudara berpikir bahwa cuaca di kota Bandung cukup baik, maka lingkarilah angka 2 seperti ini :

baik : __1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__: buruk

Jika Saudara berpikir bahwa cuaca di kota Bandung agak baik, maka lingkarilah angka 3 seperti ini :

baik : __1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__: buruk

Jika Saudara berpikir bahwa cuaca di kota Bandung tidak baik dan tidak buruk, maka lingkarilah angka 4 seperti ini :

baik : __1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__: buruk

Jika Saudara berpikir bahwa cuaca di kota Bandung agak buruk, maka lingkarilah angka 5 seperti ini :

baik : __1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__: buruk

Jika Saudara berpikir bahwa cuaca di kota Bandung cukup buruk, maka lingkarilah angka 6 seperti ini :

baik : __1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__: buruk

Jika Saudara berpikir bahwa cuaca di kota Bandung sangat buruk, maka lingkarilah angka 7 seperti ini :

baik : __1__:__2__:__3__:__4__:__5__:__6__:__7__: buruk

Dalam menentukan pilihan jawaban, pastikan Saudara mengisi semua nomor dan tidak melingkari lebih dari 1 pilihan jawaban.


(15)

Jawablah setiap pertanyaan dibawah ini dengan cara melingkari angka yang menurut saudara paling menggambarkan diri saudara. Beberapa pertanyaan tampak mirip tapi pertanyaan tersebut ditunjukkan pada topik-topik yang berbeda. Bacalah setiap pertanyaan dengan seksama.

1. Bagi saya minum obat secara teratur merupakan hal yang… Mudah dilakukan : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : 7 : Sulit dilakukan 2. Sebagian besar keluarga saya berpikir bahwa....

Saya harus : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : 7 : Saya tidak harus minum obat secara teratur

3. Bagi saya minum obat secara teratur merupakan hal yang…… Baik : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : 7 : Buruk

4. Saya berencana untuk minum obat secara teratur

Sesuai dengan : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : 7 : Tidak sesuai dengan diri saya diri saya

5. Saya sendiri yang memutuskan untuk minum atau tidak minum obat secara teratur

Setuju : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : 7 : Tidak setuju 6. Teman saya berpikir bahwa ….

Saya harus : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : 7 : Saya tidak harus minum obat secara teratur

7. Bagi saya minum obat secara teratur merupakan hal yang.... Penting : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : 7 : Tidak penting


(16)

8. Saya ………… minum obat secara teratur

Berniat: 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : 7 : Tidak berniat

9. Saya yakin bahwa jika saya mau, saya dapat minum obat secara teratur Benar : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : 7 : Salah

10. Dokter menuntut saya untuk minum obat secara teratur. Benar : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : 7 : Salah

11. Bagi saya minum obat secara teratur merupakan hal yang….

Menyenangkan : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : 7 : Tidak menyenangkan 12. Saya ………

Akan : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : 7 : Tidak akan berusaha minum obat secara teratur

13.Bagi saya minum obat secara teratur merupakan hal yang….dilakukan Mungkin: 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : 7 : Tidak mungkin

14.Perawat saya berpikir bahwa...

Saya harus : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : 7 : Saya tidak harus minum obat secara teratur

15. Bagi saya minum obat secara teratur merupakan hal yang.… Menguntungkan : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : 7 : Merugikan 16. Saya akan mencoba untuk minum obat secara teratur. Setuju : 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : 7 : Tidak setuju


(17)

DATA PENUNJANG

Bacalah dengan seksama setiap pertanyaan di bawah ini kemudian jawablah pertanyaan tersebut dengan cara memberi tanda silang (x) pada pilihan jawaban yang menurut Saudara paling menggambarkan diri Saudara.

(Personal)

1. Saya adalah pribadi yang ...

a. senang berbicara dan senang berinteraksi dengan orang lain

b. pendiam dan lebih senang menikmati waktu sendiri daripada bersama orang lain

2. Bagi saya kesehatan itu merupakan hal yang ... a. penting

b. cukup penting c. kurang penting

3. Jenis emosi yang dominan didalam diri saya adalah ... a. semangat, senang dan ceria

b. mudah sedih dan mudah kecewa

(Informasi)

4. Saya memiliki informasi yang ... tentang cara pengobatan penyakit TBC. a. jelas


(18)

5. Selama ini saya ... untuk memperoleh informasi tentang penyakit TBC dan cara pengobatannya.

a. mudah b. sulit

(Dukungan sosial)

6. Dalam menjalani pengobatan TBC, saya ... dari keluarga a. memperoleh dukungan

b. kurang memperoleh dukungan

7. Keluarga saya ... ketika saya mengalami kesulitan a. mensupport


(19)

HASIL PERHITUNGAN VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR INTENTION DAN DETERMINAN-DETERMINANNYA

A. Validitas Intention

No Item Koefisien Keterangan

4 0,517 Diterima

8 0,788 Diterima

12 0,692 Diterima

16 0,717 Diterima

B. Validitas Attitude Toward the Behavior

No Item Koefisien Keterangan

3 0,780 Diterima

7 0,370 Diterima

11 0,702 Diterima

15 0,377 Diterima

C. Validitas Subjective Norms

No Item Koefisien Keterangan

2 0,416 Diterima

6 0,793 Diterima

10 0,464 Diterima

14 0,487 Diterima

D. Validitas Perceived Behavioral Control

No Item Koefisien Keterangan

1 0,702 Diterima

5 0,721 Diterima

9 0,581 Diterima

13 0,472 Diterima

Derajat Reliabilitas Alpha Cronbach = 0,851


(20)

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Subjek Usia Jenis Kelamin Pendidikan Terakhir

1 54 Laki - laki SD

2 34 Laki - laki SMU

3 58 Perempuan SD

4 56 Perempuan SD

5 26 Laki - laki SMP

6 33 Laki - laki SMP

7 25 Perempuan SMU

8 45 Perempuan SD

9 42 Laki - laki SMU

10 55 Laki - laki SD

11 26 Laki - laki SD

12 32 Perempuan SMU

13 28 Perempuan SMU

14 32 Perempuan S1

15 30 Laki - laki SMU

16 44 Perempuan SMU

17 20 Laki - laki SMU

18 19 Perempuan SMK

19 54 Perempuan SMP

20 43 Laki - laki SMU

21 20 Perempuan SMK


(21)

23 23 Perempuan SD

24 25 Laki - laki SMU

25 59 Laki - laki S1

26 34 Laki - laki SMU

27 60 Laki - laki STM

28 19 Laki - laki SMK

29 33 Perempuan S1

30 26 Laki - laki SMU

31 60 Laki - laki SD

32 47 Laki - laki STM

33 42 Perempuan SD

34 19 Laki - laki SMU

35 22 Perempuan SMP

36 25 Laki - laki SMK

37 37 Perempuan SD

38 34 Laki - laki SMU

39 25 Perempuan SD

40 26 Laki - laki SD

41 31 Perempuan SMU

42 26 Laki - laki SD

43 35 Perempuan SMU

44 60 Perempuan SMK

45 22 Laki - laki SD


(22)

KARAKTERISTIK RESPONDEN

47 45 Laki - laki SMP

48 19 Laki - laki SMP

49 19 Perempuan SMU

50 23 Laki - laki SMP

51 20 Laki - laki SMP

52 27 Perempuan D3

53 24 Perempuan SD

54 51 Laki - laki SMP

55 39 Laki - laki SMU

56 25 Perempuan SMK

57 42 Laki - laki SD

58 33 Perempuan SMP

59 48 Perempuan SD


(23)

HASIL JAWABAN DATA PRIMER RESPONDEN

Subjek ATB SN PBC Intention

1 27 28 24 28

2 27 28 26 28

3 22 28 27 26

4 22 27 27 27

5 15 17 19 18

6 25 26 28 28

7 17 25 22 23

8 15 18 19 16

9 26 28 26 28

10 26 27 28 27

11 24 27 26 28

12 14 24 21 21

13 15 17 19 16

14 26 27 27 28

15 25 28 27 26

16 20 28 22 27

17 23 27 27 26

18 23 27 26 25

19 22 28 22 26

20 24 28 26 28

21 23 28 27 27

22 23 25 23 26

23 25 28 26 25

24 15 17 20 16

25 25 21 27 25

26 15 25 26 25

27 23 26 24 25

28 21 25 19 26

29 26 25 21 25

30 24 27 26 27


(24)

32 26 25 25 27

33 21 23 21 25

34 28 25 28 27

35 20 25 27 26

36 27 24 27 26

37 25 26 27 28

38 22 26 23 24

39 22 28 21 25

40 24 28 25 27

41 20 28 26 26

42 22 16 23 23

43 16 22 28 28

44 25 24 24 26

45 25 27 27 27

46 26 27 25 26

47 17 17 15 16

48 27 23 26 28

49 24 25 24 27

50 16 25 23 23

51 19 28 26 27

52 27 27 25 26

53 22 27 26 25

54 15 18 17 17

55 26 25 25 27

56 16 19 17 17

57 21 19 22 26

58 26 19 27 27

59 23 22 24 25


(25)

CROSSTABULATION ATTITUDE TOWARD THE BEHAVIOR DENGAN DATA PENUNJANG

Tabel 6.1 Crosstabs antara Usia dengan Attitude Toward The Behavior (ATB)

Usia ATB

Total

Positif Negatif

19-34 tahun 20 16 36

55,6% 44,4% 100%

35-60 tahun 14 10 24

58,3% 41,7% 100%

Total 34 26 60

56,7% 43,3% 100%

Tabel 6.2 Crosstabs antara Jenis Kelamin dengan Attitude Toward The Behavior (ATB)

Jenis kelamin ATB

Total

Positif Negatif

Laki-laki 21 11 32

65,6% 34,4% 100%

Perempuan 13 15 28

46,4% 53,6% 100%

Total 34 26 60


(26)

Tabel 6.3 Crosstabs antara Pendidikan Terakhir dengan Attitude Toward The Behavior (ATB)

Pendidikan ATB

Total

Positif Negatif

SD 10 8 18

55,6% 44,4% 100%

SMP 3 7 10

30% 70% 100%

SMU/SMK/SMEA 16 11 27

59,3% 40,7% 100%

Perguruan Tinggi 5 0 5

100% 0% 100%

Total 34 26 60

56,7% 43,3% 100%

Tabel 6.4 Crosstabs antara Kesehatan (nilai) dengan Attitude Toward The Behavior (ATB)

Kesehatan (nilai)

ATB

Total

Positif Negatif

Penting 28 23 51

54,9% 45,1% 100%

Cukup penting 6 3 9

66,7% 33,3% 100%

Total 34 26 60


(27)

Tabel 6.5 Crosstabs antara Memiliki Informasi dengan Attitude Toward The Behavior (ATB)

Memiliki informasi

ATB

Total

Positif Negatif

Jelas 25 23 48

52,1% 47,9% 100%

Kurang jelas 9 3 12

75% 25% 100%

Total 34 26 60


(28)

CROSSTABULATION SUBJECTIVE NORMS DENGAN DATA PENUNJANG

Tabel 7.1 Crosstabs antara Usia dengan Subjective Norms (SN)

Usia SN

Total

Positif Negatif

19-34 tahun 19 17 36

52,8% 47,2% 100%

35-60 tahun 12 12 24

50% 50% 100%

Total 31 29 60

51,7% 48,3% 100%

Tabel 7.2 Crosstabs antara Jenis Kelamin dengan Subjective Norms (SN)

Jenis kelamin SN

Total

Positif Negatif

Laki-laki 17 15 32

53,1% 46,9% 100%

Perempuan 14 14 28

50% 50% 100%

Total 31 29 60


(29)

Tabel 7.3 Crosstabs antara Pendidikan dengan Subjective Norms (SN)

Pendidikan SN

Total

Positif Negatif

SD 13 5 18

72,2% 27,8% 100%

SMP 3 7 10

30% 70% 100%

SMU/SMK/SMEA 12 15 27

44,4% 55,6% 100%

Perguruan Tinggi 3 2 5

60% 40% 100%

Total 31 29 60

51,7% 48,3% 100%

Tabel 7.4 Crosstabs antara Dukungan Keluarga Saat Menjalani Pengobatan TBC dengan Subjective Norms (SN)

Dukungan SN

Total

Positif Negatif

Memperoleh dukungan

31 29 60

51,7% 48,3% 100%

Kurang memperoleh dukungan

0 0 0

0% 0% 0%

Total 31 29 60


(30)

Tabel 7.5 Crosstabs antara Ketika Mengalami Kesulitan dengan Subjective Norms (SN)

Ketika mengalami

kesulitan

SN

Total

Positif Negatif

Support 29 29 58

50% 50% 100%

Kurang mensupport

2 0 2

100% 0% 100%

Total 31 29 60


(31)

CROSSTABULATION PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL DENGAN DATA PENUNJANG

Tabel 8.1 Crosstabs antara Usia dengan Perceived Behavioral Control (PBC)

Usia PBC

Total

Positif Negatif

19-34 tahun 22 14 36

61,1% 38,9% 100%

35-60 tahun 12 12 24

50% 50% 100%

Total 34 26 60

56,7% 43,3% 100%

Tabel 8.2 Crosstabs antara Jenis Kelamin dengan Perceived Behavioral Control (PBC)

Jenis kelamin PBC

Total

Positif Negatif

Laki-laki 20 12 32

62,5% 37,5% 100%

Perempuan 14 14 28

50% 50% 100%

Total 34 26 60


(32)

Tabel 8.3 Crosstabs antara Pendidikan dengan Perceived Behavioral Control (PBC)

Pendidikan PBC

Total

Positif Negatif

SD 11 7 18

61,1% 38,9% 100%

SMP 5 5 10

50% 50% 100%

SMU/SMK/SMEA 15 12 27

55,6% 44,4% 100%

Perguruan Tinggi 3 2 5

60% 40% 100%

Total 34 26 60

56,7% 43,3% 100%

Tabel 8.4 Crosstabs antara Kepribadian dengan Perceived Behavioral Control (PBC)

Kepribadian PBC

Total

Positif Negatif

Senang

berbicara dan beriteraksi

22 18 40

55% 45% 100%

Pendiam dan lebih senang sendiri

12 8 20

60% 40% 100%

Total 34 26 60


(33)

Tabel 8.5 Crosstabs antara Jenis Emosi yang Dominan dengan Perceived Behavioral Control (PBC)

Jenis emosi yang dominan

PBC

Total

Positif Negatif

Semangat,senang dan ceria

28 16 44

63,6% 36,4% 100%

Mudah sedih dan mudah kecewa

6 10 16

37,5% 62,5% 100%

Total 34 26 60

56,7% 43,3% 100%

Tabel 8.6 Crosstabs antara Memperoleh Informasi dengan Perceived Behavioral Control (PBC)

Memperoleh informasi

PBC

Total

Positif Negatif

Mudah 26 23 49

53,1% 46,9% 100%

Sulit 8 3 11

72,7% 27,3% 100%

Total 34 26 60


(34)

Uji hipotesis

Tabel 10.1 Output uji t Coefficientsa

-3.987 1.087 -3.666 .001

.267 .088 .224 3.031 .004

.440 .081 .387 5.402 .000

.521 .093 .456 5.618 .000

(Cons tant) X1 X2 X3 Model 1

B Std. Error Uns tandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: Y a.

Hipotesis 1 : Signifikansi attitude toward the behavior terhadap intention

H0 : Attitude toward the behavior tidak berpengaruh signifikan terhadap intention.

H1 : Attitude toward the behavior berpengaruh signifikan terhadap intention.

Tingkat signifikan (α) sebesar 5% dan nilai ttabel = 2,002 Hipotesis 2 : Signifikansi subjective norms terhadap intention

H0 : Subjective norms tidak berpengaruh signifikan terhadap intention. H1 : Subjective norms berpengaruh signifikan terhadap intention. Tingkat signifikan (α) sebesar 5% dan nilai ttabel 2,002


(35)

Hipotesis 3 : Signifikansi perceived behavioral control terhadap intention

H0 : Perceived behavioral control tidak berpengaruh signifikan terhadap intention.

H1 : Perceived behavioral control berpengaruh signifikan terhadap intention.

Tingkat signifikan (α) sebesar 5% dan nilai ttabel 2,002

Hipotesis 4 : Signifikansi attitude toward the behavior, subjective norms dan perceived behavioral control secara bersama-sama terhadap intention

H0 : Attitude toward the behavior, subjective norms dan perceived behavioral control secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap intention.

H1 : Attitude toward the behavior, subjective norms dan perceived behavioral control secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap intention.

Tingkat signifikan (α ) sebesar 5%

Dengan menggunakan program SPSS 13 for Windows diperoleh output sebagai berikut:


(36)

Tabel 10.2 Output Uji F

ANOVAb

410.324 3 136.775 80.533 .000a

95.109 56 1.698

505.433 59

Regress ion Res idual Total Model

1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), X3, X2, X1 a.

Dependent Variable: Y b.

Berdasarkan tabel 10.2, diketahui nilai Fhitung sebesar 80,533 dengan p-value (sig) 0,000. Dengan α=0,05 serta derajat kebebasan v1 = 56 (n-(k+1)) dan v2 = 3, maka di dapat Ftabel 2,769.


(37)

Kisi-Kisi Alat Ukur Intention dan Determinan-Determinannya

Item 1. Attitude Toward The Behavior adalah sikap

mengenai baik atau buruk, penting atau tidak penting, menyenangkan atau tidak menyenangkan, menguntungkan atau merugikan untuk minum obat secara teratur pada penderita TBC yang sedang menjalani pengobatan di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung.

3. Bagi saya minum obat secara teratur merupakan hal yang (Baik – Buruk)

7. Bagi saya minum obat secara teratur merupakan hal yang (Penting – Tidak Penting)

11. Bagi saya minum obat secara teratur merupakan hal yang…. (Menyenangkan – Tidak Menyenangkan)

15. Bagi saya minum obat secara teratur merupakan hal yang.… (Menguntungkan – Merugikan)

2. Subjective Norms adalah persepsi penderita TBC

yang sedang menjalani pengobatan di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung terhadap keluarga, teman, dokter, dan perawat untuk mengharuskan

2. Sebagian besar keluarga saya berpikir bahwa

(Saya harus - Saya tidak harus) minum obat secara teratur 6. Teman saya berpikir bahwa….


(38)

atau tidak mengharuskan meminum obat secara teratur dan kesediaan untuk mematuhi orang-orang tersebut.

10. Dokter menuntut saya untuk minum obat secara teratur (Benar – Salah )

14. Perawat saya berpikir bahwa

(Saya harus – Saya tidak harus) minum obat secara teratur 3. Perceived Behavioral Control adalah persepsi

penderita TBC mengenai mampu atau tidak mampunya mereka untuk minum obat secara teratur, mudah atau sulit, mungkin atau tidak mungkin, setuju atau tidak setuju, benar atau salah untuk minum obat secara teratur.

1. Bagi saya minum obat secara teratur merupakan (Mudah dilakukan - Sulit dilakukan)

5. Saya sendiri yang memutuskan untuk minum atau tidak minum obat secara teratur

(Setuju – Tidak Setuju)

9. Saya yakin bahwa jika saya mau, saya dapat minum obat secara teratur (Benar – Salah)

13. Bagi saya minum obat secara teratur merupakan hal yang .... dilakukan (Mungkin – Tidak Mungkin)

4. Intention adalah seberapa kuat niat penderita

TBC di Balai Besar Kesehatan ”X” Bandung

4. Saya berencana untuk minum obat secara teratur (Sesuai – Tidak Sesuai) dengan diri saya


(39)

untuk berencana, mencoba, dan berusaha untuk minum obat secara teratur.

8. Saya (Berniat – Tidak berniat) untuk minum obat secara teratur

12. Saya (Akan berusaha – Tidak akan berusaha) untuk minum obat secara teratur

16. Saya akan mencoba untuk minum obat secara teratur (Setuju – Tidak Setuju)


(40)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal pokok dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Dalam mewujudkan hal ini secara optimal harus diselenggarakan upaya kesehatan bagi semua kehidupan seseorang. Menurut UU Kesehatan No. 36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (http://www.fakta.or.id/index.php?option=com_content&view=article&Itemid=11 8&id=154:uu-no-36-tahun-2009-tentang-kesehatan).

Faktor perilaku dan lingkungan merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat. Penyakit yang sangat erat hubungannya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik dan biologis adalah penyakit infeksi. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme, seperti bakteri atau virus yang ada di dalam tubuh. Salah satu contoh penyakit yang disebabkan oleh bakteri yaitu penyakit Tuberkulosis (TBC). Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosa. Bakteri ini merupakan basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mengobatinya. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga di kenal juga sebagai Bakteri


(41)

Universitas Kristen Maranatha Tahan Asam (BTA). TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening. Meskipun demikian, bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia. Penyakit TBC ini juga merupakan salah satu penyakit infeksi menular, yang mana penyebarannya dapat melalui udara dalam bentuk percikan dahak yang mengandung kuman bakteri yang keluar dengan cara batuk, bersin, maupun saat berbicara dengan penderita TBC, dimana kuman-kuman tersebut akan bersarang di paru-paru (Departemen Kesehatan RI, 2008).

Penyakit Tuberkulosis sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dan telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Pada tahun 1993, WHO mencanangkan TBC sebagai kedaruratan dunia (global emergency) karena situasi TBC di dunia semakin memburuk dan jumlah kasus TBC meningkat serta banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TBC baru dan 3 juta kematian akibat TBC di seluruh dunia (Departemen Kesehatan RI, 2008).

Dari seluruh kasus Tuberkulosis yang ada, 95% penderita TBC berada di negara-negara berkembang. Diperkirakan 74% kasus baru ditemukan di benua Asia dan dua pertiganya ditemukan di Asia Tenggara. Di negara-negara berkembang tersebut kematian akibat TBC mencapai 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah (Departemen Kesehatan RI, 2008).


(42)

Universitas Kristen Maranatha Dalam peringatan hari TBC Sedunia yang jatuh pada tanggal 24 Maret 2010 lalu, terungkap bahwa Indonesia berada di urutan ketiga setelah India dan China dalam masalah penderita TBC terbesar di dunia. Diperkirakan terdapat lebih dari 500 ribu orang yang menderita penyakit TBC di Indonesia. Di Jawa Barat penderita TBC terus meningkat mencapai 61.429 jiwa pada tahun 2010. Menurut Asisten Daerah Kesejahteraan Rakyat Pemprov Jawa Barat, Peri Supriatna, penderita TBC di Jabar sebagian besar berasal dari keluarga tidak mampu atau miskin yang berakhir pada kematian hingga mencapai 150 orang/tahun (www.Kapanlagi.com, Oktober 2010).

Diantara 500 ribu orang yang menderita TBC di Indonesia, sebanyak 2.220 orang berada di Kabupaten Bandung. Menurut Suhardiman, selaku Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, tingginya jumlah penderita TBC tersebut karena banyak daerah di Kabupaten Bandung yang kurang bersih, sehingga mengakibatkan bakteri BTA berkembang biak dengan cepat. Menurut Ketua Perkumpulan Pemberantasan Tuberkolosis Indonesia (PTTI) Jawa Barat, 85% penderita TBC di Jawa Barat berada pada usia produktif dan sebagian besar berasal dari kelompok sosial ekonomi rendah serta berpendidikan rendah. Data dari Dinas Kesehatan Jawa Barat mencatat pada tahun 2003 sebanyak 492 penderita TBC yang meninggal dunia atau setiap hari ada satu orang penderita TBC yang meninggal dunia ( www.Republika.com, Maret 2010).

Untuk menanggulangi berbagai masalah TBC di Indonesia, pemerintah menetapkan program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Paru (P2TB) dengan


(43)

Universitas Kristen Maranatha menetapkan strategi DOTS ( Directly Observes Treatment Short-course ) yang di rekomendasikan oleh WHO. DOTS pertama kali diperkenalkan pada tahun 1995 dan telah di implementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia (Departemen Kesehatan RI, 2008).

Pengobatan penyakit TBC memiliki beberapa tujuan, yaitu agar dapat menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis), dan menurunkan resiko penularan. Tanda-tanda orang yang dicurigai terkena penyakit TBC adalah secara umum dapat terlihat dari gejalanya terlebih dahulu yaitu batuk berdahak selama 2 - 3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, dan demam meriang lebih dari satu bulan. Di lihat dari gejala-gejala tersebut, penderita TBC harus melakukan pemeriksaan dahak (sputum) secara mikroskopis langsung dan rontgen bagian dada untuk memastikan apakah pasien mengidap positif TBC atau tidak (Departemen Kesehatan RI, 2008).

Salah satu balai pengobatan yang menangani pengobatan bagi penderita TBC adalah Balai Besar Kesehatan ”X” Bandung. Balai Besar Kesehatan “X” Bandung adalah unit pelayanan teknis yang menyelenggarakan upaya kesehatan paru. Penderita TBC yang sedang menjalani pengobatan di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung ini pada umumnya masih berusia produktif. Menurut Santrock (2002), pada masa dewasa yang berusia produktif ini, kondisi fisiknya tidak


(44)

Universitas Kristen Maranatha hanya mencapai puncak tetapi juga mulai mengalami penurunan. Oleh sebab itu, kondisi kesehatan orang dewasa dapat ditingkatkan dengan mengurangi gaya hidup yang dapat merusak kesehatannya dan meningkatkan gaya hidup sehatnya. Begitu juga halnya yang dialami oleh penderita TBC ini.

Berdasarkan wawancara dengan 10 orang penderita TBC, pada saat pertama kali penderita mengetahui dirinya didiagnosa penyakit TBC, muncul berbagai perasaan dari dalam diri mereka. Perasaan terkejut, takut, dan malu kepada keluarga serta masyarakat sekitarnya, karena mereka mengetahui bahwa penyakit tersebut beresiko menular dan sulit untuk disembuhkan sehingga akan menimbulkan perasaan stress dalam diri mereka.

Berdasarkan wawancara dengan seorang perawat di bagian penyuluhan penyakit TBC di Balai Besar Kesehatan ”X” Bandung, penyakit TBC dapat disembuhkan secara tuntas apabila penderita mengikuti anjuran tenaga kesehatan untuk minum obat secara teratur sesuai dengan dosis yaitu minum obat 1 kali setiap pagi dengan waktu yang sama, 1 - 2 jam sebelum sarapan dalam arti keadaan perut masih kosong. Selain itu mengurangi makanan yang berminyak seperti goreng-gorengan dan mengkosumsi makanan yang bergizi dengan pola tinggi kabrohidrat dan protein untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya. Pengobatan yang dilakukan harus dengan cara meminum obat secara teratur sesuai waktu yang ditetapkan tersebut sangat penting agar obatnya bekerja secara sempurna untuk mencapai kesembuhan yang optimal.

Perawat tersebut juga mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit TBC ini biasanya disebabkan oleh


(45)

Universitas Kristen Maranatha lingkungan rumah yang kurang bersih, kurangnya ventilasi-ventilasi udara, penggunaan bantal dan guling yang jarang di jemur, serta kebiasaan merokok yang dapat menurunkan daya tahan tubuh paru-paru sehingga relatif akan mempermudah terkena TBC. Menurut perawat tersebut, penyakit TBC menular tetapi dapat di sembuhkan secara tuntas dengan cara mengikuti pengobatan yang diberikan dokter dan perawat dimana penderita TBC diharuskan menjalani proses pengobatan yang cukup lama yaitu 6 sampai 9 bulan dan harus rutin, tidak boleh terputus. Namun, pada kenyataannya banyak penderita TBC yang merasa sudah sembuh karena sudah tidak merasakan gejala-gejalanya lagi seperti tidak batuk-batuk, tidak merasakan sesak nafas dan tidak berkeringat lagi dimalam hari sehingga mereka memutuskan sendiri untuk berhenti mengkonsumsi minum obat secara teratur.

Pada umumnya, pengobatan penyakit TBC akan selesai dalam jangka waktu enam bulan, yang terdiri atas dua tahap. Tahap pertama yaitu tahap intensif dimana penderita TBC harus minum obat selama dua bulan pertama setiap hari. Tahap kedua yaitu tahap lanjutan dimana penderita TBC harus minum obat tiga kali dalam seminggu selama empat bulan. (Yohannes L, 2008).

Berdasarkan survei awal, menurut penuturan 15 orang penderita TBC di Balai Besar Kesehatan ”X” Bandung, pada awalnya mereka bingung mengapa bisa terjangkit penyakit TBC dan kurang memahami informasi mengenai TBC serta bagaimana aturan pengobatan yang harus dijalani sehingga mereka tidak mengobati penyakitnya secara tuntas. Setelah mereka mendapatkan penjelasan bagaimana meminum obat yang tepat dari dokter dan perawat yaitu minum obat 1


(46)

Universitas Kristen Maranatha kali setiap pagi dengan waktu yang sama, 1 - 2 jam sebelum sarapan dalam arti keadaan perut masih kosong, ternyata dalam pelaksanaannya minum obat secara teratur sangat sulit dilakukan karena beberapa alasan, antara lain penderita TBC malas menelan obatnya yang berukuran besar, terlambat bangun karena tidak terbiasa bangun pagi, malas dan bosan untuk mengikuti jadwal waktu minum obat yaitu minum obat 1 kali setiap pagi dengan waktu yang sama, 1 - 2 jam sebelum sarapan dalam keadaan perut masih kosong dan lupa harus minum obat sehingga membuat mereka mengalami kegagalan untuk sembuh secara tuntas.

Padahal, penderita TBC yang lalai meminum obatnya secara teratur selain akan gagal untuk mencapai kesembuhan juga akan mengakibatkan terjadinya kekebalan ganda kuman TBC terhadap Obat Anti-Tuberkulosis (OAT) dan penderita TBC tersebut beresiko mengalami multidrug resistant (MDR), kuman berkembang lebih banyak sehingga menyerang organ lain, membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh, selain biaya yang semakin mahal, masa produktif yang hilang juga semakin banyak.

Fenomena di atas menunjukkan betapa sulitnya penderita TBC untuk bisa minum obat secara teratur agar mereka sembuh secara tuntas. Oleh sebab itu di butuhkan niat yang kuat untuk minum obat secara teratur dari dalam diri penderita TBC sendiri. Dengan memiliki niat yang kuat untuk minum obat secara teratur, maka penderita TBC akan terdorong mengerahkan upaya yang lebih dalam mengatasi kesulitannya untuk meminum obat secara teratur dibandingkan dengan penderita TBC yang memiliki niat yang lemah.


(47)

Universitas Kristen Maranatha Niat dalam teori Planned Behavior (Ajzen, 1991) disebut intention yaitu suatu keputusan mengerahkan usaha untuk melakukan suatu perilaku. Dalam penelitian ini adalah niat penderita TBC untuk minum obat secara teratur. Terdapat tiga determinan yang mempengaruhi intention yaitu attitude toward the behavior, subjective norms, dan perceived behavioral control. Attitude toward the behavior merupakan sikap baik atau buruk, menarik atau membosankan, penting atau tidak penting, menguntungkan atau merugikan penderita TBC terhadap evaluasi dari konsekuensi untuk minum obat secara teratur. Subjective norms merupakan persepsi penderita TBC mengenai tuntutan dari keluarga (orangtua, istri dan suami), teman, dokter, dan perawat untuk mengharuskan atau tidak mengharuskan minum obat secara teratur, serta kesediaan penderita TBC untuk mematuhi orang-orang tersebut. Perceived behavioral control merupakan persepsi penderita TBC mengenai mampu atau tidak mampu dan mudah atau sulitnya untuk minum obat secara teratur.

Berdasarkan hasil wawancara dengan 15 orang penderita TBC di Balai Besar Kesehatan ”X” Bandung, sebanyak 6 orang (40%) mengatakan bahwa mereka merasa tertarik untuk meminum obat secara teratur dan minum obat secara teratur itu dirasakan penting serta menguntungkan (attitude toward behaviour). Hal ini dikarenakan minum obat secara teratur akan membuat mereka cepat sembuh, bisa lebih produktif lagi dan terhindar dari kekebalan ganda kuman TBC terhadap Obat Anti-Tuberkulosis (OAT), sehingga intention mereka untuk minum obat semakin kuat. Sebanyak 9 orang (60%) penderita TBC memiliki sikap tidak tertarik untuk minum obat secara teratur dan minum obat secara teratur itu


(48)

Universitas Kristen Maranatha dirasakan tidak penting serta merugikan (attitude toward behaviour). Hal ini disebabkan karena mereka merasa malas menelan obatnya yang berukuran besar dan lelah harus menelan obat setiap pagi dengan waktu yang sama, 1 - 2 jam sebelum sarapan dalam arti keadaan perut masih kosong sehingga intention untuk minum obat secara teratur semakin lemah.

Sebanyak 12 orang (80%) penderita TBC mempersepsi bahwa keluarga (orangtua, istri dan suami) teman, dokter dan perawat menuntutnya (berupa teguran dan peringatan) untuk selalu meminum obat secara teratur agar mencapai kesembuhan secara tuntas dan terhindar dari kekebalan ganda kuman TBC terhadap Obat Anti-Tuberkulosis (subjective norms), serta mereka memiliki kesediaan untuk mengikuti orang-orang tersebut, maka intention mereka untuk minum obat semakin kuat. Sebanyak 3 orang (20%) penderita TBC mempersepsi bahwa keluarga (orangtua, istri dan suami) teman, dokter dan perawat tidak menuntut mereka untuk selalu meminum obat secara teratur (subjective norms), serta mereka memiliki kesediaan untuk mengikuti orang-orang tersebut, maka intention mereka untuk minum obat semakin lemah.

Sebanyak 12 orang (80%) penderita TBC mempersepsi bahwa mereka mampu untuk minum obat secara teratur dan karena adanya faktor-faktor yang mendukung mereka untuk minum obat secara teratur (perceived behavioral control), misalnya mudah mencari obat-obat yang diperlukannya, merasa mudah untuk minum obat secara teratur di waktu yang sama pada pagi hari karena biasa bangun pagi dan mampu bertahan dalam kebosanan sehingga intention untuk minum obat secara teratur semakin kuat. Sebanyak 3 orang (20%) penderita TBC


(49)

Universitas Kristen Maranatha mempersepsi bahwa minum secara teratur merupakan hal yang sulit dilakukannya serta merasa adanya faktor-faktor yang menghambat hal tersebut (perceived behavioral control). Hal ini dikarenakan sulit mendapatkan obat karena jarak antara balai pengobatan jauh dari tempat tinggal, ia merasa kurang mampu menahan rasa bosan minum obatnya dan sulit untuk menelan obat-obatnya karena bentuk dari obatnya yang besar serta jumlah obat yang banyak untuk diminum sehingga intention mereka untuk minum obat semakin lemah.

Dari pemaparan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti intention dan determinan-determinannya untuk minum obat secara teratur pada penderita TBC di Balai Besar Kesehatan ”X” Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tadi, peneliti tertarik untuk mengetahui seberapa kuat pengaruh determinan-determinan intention terhadap intention untuk minum obat secara teratur pada penderita TBC di Balai Besar Kesehatan ”X” Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai determinan-determinan intention dan intention untuk minum obat secara teratur pada penderita TBC di Balai Besar Kesehatan ”X” Bandung.


(50)

Universitas Kristen Maranatha Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang mendalam mengenai pengaruh determinan-determinan intention terhadap intention untuk minum obat secara teratur pada penderita TBC di Balai Besar Kesehatan ”X” Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Ilmiah

 Memberikan sumbangan informasi mengenai gambaran pengaruh determinan-determinan intention terhadap intention, dan hubungan antar determinan-determinan intention untuk minum obat secara teratur pada penderita TBC. Kepada peneliti-peneliti lain khususnya dalam bidang psikologi yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh intention dan determinan-determinannya.

 Untuk menambah informasi dalam bidang ilmu psikologi kesehatan mengenai gambaran intention dan determinan-determinannya dari teori planned behavior pada penderita TBC.

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Memberikan informasi kepada dokter, perawat maupun tenaga kesehatan di Balai Besar Kesehatan ”X” Bandung mengenai intention dan


(51)

deteminan-Universitas Kristen Maranatha determinan yang di miliki oleh penderita TBC sehingga mereka dapat memotivasi penderita TBC agar memiliki intention yang kuat untuk minum obat secara teratur sehingga dapat mencapai kesembuhan secara tuntas.

 Memberikan informasi kepada keluarga mengenai gambaran intention dan determinan-determinan yang dimiliki penderita TBC sehingga mereka dapat mendukung dan memotivasi penderita TBC agar memiliki intention yang kuat dalam usahanya untuk meminum obat secara teratur sampai tuntas.

 Memberikan informasi kepada penderita TBC di Balai Besar Kesehatan ”X” Bandung mengenai intention dan determinan-determinannya yang di miliki mereka untuk meningkatkan kedisiplinan dalam minum obat secara teratur dan rutin.

1.5 Kerangka Pemikiran

Kesadaran masyarakat akan masalah kesehatan masih sangat rendah. Baik kesehatan diri sendiri, keluarga, maupun kesehatan lingkungan. Hidup yang sehat mencerminkan seseorang memiliki pola hidup sehat dalam menjaga dirinya dari berbagai penyakit. Salah satu penyakit akibat pola hidup tidak sehat adalah penyakit TBC. Penyakit TBC ini dapat menyerang pada siapa saja tak terkecuali pria, wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja.

Penyakit TBC adalah penyakit yang sulit disembuhkan. Bakteri TBC ini dapat hidup berbulan-bulan walaupun sudah dilakukan pengobatan, hal ini karena bakteri TBC memiliki daya tahan yang kuat sehingga pada umumnya pengobatan


(52)

Universitas Kristen Maranatha memerlukan waktu yang lama yaitu 6 bulan. Cara pengobatan yang sangat penting dijalani penderita TBC ini adalah harus minum obat secara teratur sesuai dengan dosis yang dianjurkan.

Namun penderita TBC memiliki kecenderungan untuk berhenti minum obat apabila merasa gejalanya telah hilang seperti tidak batuk-batuk, tidak merasakan sesak nafas dan tidak berkeringat lagi dimalam hari sehingga mereka memutuskan sendiri untuk berhenti mengkonsumsi minum obat secara teratur, padahal bakteri TBC sebenarnya masih berada dalam keadaan aktif dan siap membentuk resistensi terhadap obat. Jika hal ini terjadi dan kuman tersebut menyebar, maka pengendalian TBC akan semakin sulit dilaksanakan sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk disembuhkan. Oleh karena itu penderita TBC harus memiliki niat yang kuat untuk dapat minum obat secara teratur.

Menurut Ajzen (2005), individu dalam berperilaku berdasarkan akal sehat dan selalu mempertimbangkan dampak dari perilaku tersebut. Hal ini yang membuat seseorang berniat untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tersebut. Di dalam teori planned behavior, niat seseorang untuk berperilaku tertentu di sebut intention. Intention adalah suatu keputusan untuk mengerahkan usaha dalam melakukan suatu perilaku, didalam penelitian ini niat pada penderita TBC untuk minum obat secara teratur. Intention dipengaruhi oleh tiga determinan, yaitu attitude toward the behavior, subjective norms, dan perceived behavioral control. Ketiga determinan tersebut terbentuk dari sejumlah beliefs yang berbeda-beda yang dimiliki oleh seseorang.


(53)

Universitas Kristen Maranatha Determinan yang pertama yaitu attitude toward the behavior adalah sikap favourable atau unfavourable dalam menampilkan suatu perilaku yang dihasilkan dari evaluasi positif atau negatif terhadap suatu perilaku. Attitude toward the behavior terbentuk dari behavioral belief dan outcome evaluations yaitu keyakinan mengenai evaluasi dari konsekuensi menampilkan suatu perilaku. Jika penderita TBC yang memiliki keyakinan dengan minum obat secara teratur akan menghasilkan konsekuensi yang positif yaitu dapat sembuh secara tuntas, bisa lebih produktif lagi, bisa fokus kembali dalam melakukan pekerjaan maupun pendidikannya dan terhindar dari kekebalan ganda kuman TBC terhadap Obat Anti-Tuberkulosis (OAT) maka penderita TBC akan memiliki sikap yang favourable terhadap minum obat secara teratur. Sikap favourable ini, yaitu semangat untuk minum obat secara teratur dimanapun mereka berada dan tidak merasa bosan untuk melakukan hal itu sesuai dengan jadwal waktu minum obat (minum obat 1 kali setiap pagi dengan waktu yang sama, 1 - 2 jam sebelum sarapan dalam keadaan perut masih kosong). Sikap tersebut akan mempengaruhi intention untuk penderita TBC untuk minum obat secara teratur menjadi kuat.

Begitu juga sebaliknya, jika penderita TBC yang memiliki keyakinan minum obat secara teratur akan menghasilkan konsekuensi yang negatif yaitu tidak dapat sembuh secara tuntas, maka akan memiliki sikap yang unfavourable terhadap minum obat secara teratur. Sikap unfavourable ini, misalnya penderita TBC mereka merasa malas menelan obatnya yang berukuran besar dan lelah harus menelan obat setiap pagi dengan waktu yang sama, 1 - 2 jam sebelum sarapan dalam arti keadaan perut masih kosong, serta karena mereka merasa sudah sehat


(54)

Universitas Kristen Maranatha dan merasa gejalanya telah hilang sehingga sikap tersebut akan mempengaruhi intention untuk minum obat secara teratur menjadi lemah.

Determinan kedua yaitu subjective norms adalah persepsi mengenai tuntutan dari orang-orang yang signifikan untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku tertentu dan kesediaan untuk mematuhi orang-orang tersebut. Tuntutan yang dipersepsi penderita TBC ini dapat berupa teguran atau peringatan dari keluarga (orangtua, istri dan suami), teman, dokter, dan perawat agar tidak lupa minum obat sesuai jadwalnya. Subjective norms terbentuk dari normative beliefs dan motivation to comply, yaitu keyakinan seseorang bahwa individu atau kelompok yang penting baginya akan menyetujui atau tidak menyetujui penampilan dari suatu perilaku dan kesediaan individu untuk mematuhi orang-orang yang signifikan tersebut.

Jika penderita TBC memiliki keyakinan bahwa keluarga (orangtua, istri dan suami), teman, dokter, dan perawat mengharuskan mereka minum obat secara teratur akan mempersepsi bahwa keluarga (orangtua, istri dan suami), teman, dokter, dan perawat menuntut mereka untuk minum obat secara teratur sampai tuntas misalnya mengingatkan untuk minum obat secara teratur dimanapun mereka sedang berada, membangunkan bila waktu minum obat sudah tiba dan mereka memiliki kesediaan untuk mengikuti orang-orang tersebut, maka intention untuk minum obat secara teratur menjadi kuat. Namun sebaliknya jika penderita TBC yang memiliki keyakinan bahwa keluarga (orangtua, istri dan suami), teman, dokter, dan perawat tidak mengharuskan mereka minum obat secara teratur sampai tuntas dimanapun mereka berada, misalnya orangtua tidak menegurnya


(55)

Universitas Kristen Maranatha apabila mereka lupa minum obat, maka mereka akan mempersepsi bahwa keluarga (orangtua, istri, dan suami), teman, dokter, dan perawat tidak menuntut untuk minum obat secara teratur serta mereka memiliki kesedian mengikuti orang-orang tersebut, maka intention untuk minum obat secara teratur menjadi lemah.

Determinan ketiga yaitu perceived behavioral control adalah persepsi individu mengenai kemampuan mereka untuk menampilkan suatu perilaku. Perceived behavioral control terbentuk dari control beliefs dan power of control factors, yaitu keyakinan mengenai ada atau tidak adanya faktor-faktor yang mendukung atau menghambat dalam menampilkan suatu perilaku terhadap minum obat secara teratur. Jika penderita TBC memiliki keyakinan bahwa terdapat faktor-faktor yang mendukung untuk minum obat secara teratur misalnya mudah mencari obat-obat yang diperlukannya, merasa mudah untuk minum obat secara teratur meskipun setiap minum obat harus dibantu dengan buah pisang terlebih dahulu, dapat minum obat sesuai dengan jadwal setiap pagi dengan waktu yang sama, 1 - 2 jam sebelum sarapan dalam arti keadaan perut masih kosong dan mampu bertahan dalam kebosanan maka mereka mempersepsi bahwa untuk minum obat secara teratur dirasakan mudah, sehingga intention untuk minum obat secara teratur menjadi kuat.

Jika penderita TBC yang memiliki keyakinan bahwa tidak terdapat faktor-faktor yang mendukungnya untuk minum obat secara teratur, misalnya sulit mendapatkan obat karena jarak antara balai pengobatan jauh dari tempat tinggal, tidak dapat membeli obat dikarenakan kondisi ekonominya lagi kurang baik ,merasa kurang mampu menahan rasa bosan minum obatnya dan sulit untuk


(56)

Universitas Kristen Maranatha menelan obat-obatnya karena bentuk dari obatnya yang besar serta jumlah obat yang banyak untuk diminum maka akan menimbulkan persepsi bahwa mereka tidak mampu untuk minum obat secara teratur, sehingga intention untuk minum obat secara teratur menjadi lemah.

Ketiga determinan akan mempengaruhi kuat atau lemahnya intention seseorang dalam menampilkan suatu perilaku. Pengaruh ketiga determinan tersebut terhadap intention dapat berbeda-beda satu sama lain. Ketiga determinan tersebut dapat sama-sama kuat mempengaruhi intention, atau dapat salah satu saja yang kuat dalam mempengaruhi intention, tergantung kepada determinan apa yang dianggap paling penting dalam mempengaruhi intention. Misalnya penderita TBC memiliki subjective norms yang positif dan determinan tersebut memiliki pengaruh yang paling kuat, maka intention penderita TBC untuk minum obat secara teratur akan kuat walaupun dua determinan yang lainnya negatif karena subjective norms merupakan determinan paling penting mempengaruhi niat penderita TBC untuk minum obat secara teratur. Sebaliknya, apabila subjective norms yang dimiliki oleh penderita TBC negatif dan kedua determinan lainnya positif, maka intention penderita TBC untuk minum obat secara teratur akan lemah. Hal ini dikarenakan bahwa subjective norms memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap intention.

Attitude toward the behavior, subjective norms dan perceived behavioral control saling berhubungan satu sama lain. Attitude toward the behavior, subjective norms dan perceived behavioral control dapat memiliki hubungan yang positif atau negatif.


(57)

Universitas Kristen Maranatha Ketiga beliefs yang membentuk determinan-determinan diatas, masing-masing juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti kepribadian, nilai-nilai dan emosi (personal); umur, jenis kelamin, pendidikan (social); pengalaman dan pengetahuan (information) dan dukungan sosial. Semua faktor tersebut dapat mempengaruhi behavioral, normative, dan control beliefs penderita TBC, sehingga pada akhirnya mempengaruhi pula ketiga determinan dan intention untuk minum obat secara teratur. Jika penderita TBC memiliki keyakinan bahwa sebagai pribadi yang lebih senang berbicara dan senang berinteraksi dengan orang lain, maka mereka mempersepsi untuk mendapatkan informasi mengenai pengobatan TBC yang benar yaitu dengan minum obat secara teratur akan dirasakan mudah (perceived bahavioral control positif), sehingga akan memperkuat intentionnya untuk minum obat secara teratur. Jika penderita TBC memiliki keyakinan bahwa kesehatan itu sesuatu hal yang penting untuk dirinya, akan menghasilkan konsekuensi yang positif yaitu selalu sehat maka mereka tertarik untuk menjaga kesehatannya (attitude toward behavior positif) sehingga intentionnya untuk menjaga kesehatannya menjadi kuat. Jika penderita TBC memiliki keyakinan bahwa dengan selalu mempunyai rasa semangat, senang dan ceria didalam menjalani kehidupannya maka mereka mempersepsi bila mendapatkan masalah akan dirasakan mudah (perceived bahavioral control positif), sehingga akan memperkuat intentionnya untuk selalu optimis menghadapi masalah. Jika penderita TBC memiliki keyakinan dapat memperoleh informasi yang jelas tentang cara pengobatan yang benar yaitu minum obat secara teratur, akan menghasilkan konsekuensi yang positif yaitu dapat sembuh secara


(58)

Universitas Kristen Maranatha tuntas (attitude toward behavior positif) sehingga intentionnya untuk minum obat secara teratur menjadi kuat. Jika penderita TBC memiliki keyakinan bahwa selama ini mudah untuk memperoleh informasi tentang penyakit TBC dan cara pengobatannya yaitu minum obat secara teratur maka mereka mempersepsi minum obat secara teratur dirasakan mudah (perceived bahavioral control positif), sehingga akan memperkuat intentionnya untuk minum obat secara teratur. Jika penderita TBC memiliki keyakinan dalam menjalani pengobatan TBC mereka memperoleh dukungan dari keluarga seperti mengingatkannya minum obat secara teratur selama menjalani pengobatannya (subjective norms positif) sehingga akan memperkuat intentionnya untuk minum obat secara teratur. Jika penderita TBC memiliki keyakinan bahwa keluarganya memberikan support pada saat mereka mengalami kesulitan seperti menemani mereka ketika berobat (subjective norms positif) sehingga akan memperkuat intentionnya untuk sembuh secara tuntas.


(59)

Universitas Kristen Maranatha 1.5 Skema Kerangka Pikir

Faktor-faktor yang mempengaruhi:

- Personal (kepribadian, nilai dan emosi)

- Social (umur, jenis kelamin dan pendidikan)

- Information (pengetahuan dan pengalaman)

- Dukungan sosial

Behavioral beliefs

Normative beliefs

Control beliefs

X

Penderita TBC di Balai Besar

Kesehatan X Bandung

Attitude toward the

behaviour

Subjective Norms

Perceived behavioura l control

Intention Minum obat


(60)

Universitas Kristen Maranatha 1.6Asumsi penelitian

Dari kerangka pemikiran di atas, peneliti mempunyai asumsi, yaitu:

1. Kuat lemahnya intention penderita TBC untuk minum obat secara teratur dipengaruhi oleh attitude toward the behavior, subjective norm, dan perceived behavioral control.

2. Determinan-determinan penderita TBC di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung untuk minum obat secara teratur memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap intention.

3. Penderita TBC di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung memiliki intention yang berbeda-beda untuk meminum obat secara teratur.

4. Ketiga beliefs yang membentuk determinan-determinan diatas, masing-masing juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti personal (kepribadian, nilai-nilai dan emosi); social; information (pengetahuan dan pengalaman) dan dukungan sosial.

1.7Hipotesis

Hipotesis Utama :

Terdapat pengaruh signifikan determinan-determinan terhadap intention untuk minum obat secara teratur pada penderita TBC di Balai Besar Kesehatan”X” Bandung.


(61)

Universitas Kristen Maranatha Hipotesis Sekunder:

Hipotesis 1

Terdapat pengaruh antara attitude toward the behavior terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada penderita TBC di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung.

Hipotesis 2

Terdapat pengaruh antara subjective norms terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada penderita TBC di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung.

Hipotesis 3

Terdapat pengaruh antara perceived behavioral control terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada penderita TBC di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung.

Hipotesis 4

Terdapat pengaruh antara attitude toward the behavior, subjective norms dan perceived behavioral control secara bersama-sama terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada penderita TBC di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung.


(62)

72 Universitas Kristen Maranatha KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh determinan-determinan intention terhadap intention untuk minum obat secara teratur pada 60 orang penderita TBC yang sedang menjalani pengobatan di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Determinan perceived behavioral control yang memberikan kontribusi paling besar yaitu sebesar 37,2% terhadap intention untuk minum obat secara teratur pada penderita TBC.

2. Ketiga determinan, yaitu attitude toward the behavior, subjective norms, dan perceived behavioral control secara bersama-sama mempengaruhi intention dengan kontribusi sebesar 81,2% pada penderita TBC yang sedang menjalani pengobatan di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung. 3. Determinan subjective norms memberikan kontribusi kedua terbesar yaitu

sebesar 28,9% bagi penderita TBC terhadap intention untuk minum obat secara teratur.

4. Determinan attitude toward the behavior memberikan kontribusi yang terkecil yaitu sebesar 15% bagi penderita TBC terhadap intention untuk minum obat secara teratur.

5. Hasil tabulasi silang yang utama mempengaruhi determinan-determinan dengan data penunjang terhadap intention, yaitu yang mempengaruhi


(63)

Universitas Kristen Maranatha perceived behavioral control adalah jenis emosi yang dominan pada penderita TBC. Attitude toward the behavior adalah nilai (pentingnya kesehatan) bagi penderita TBC untuk minum obat secara teratur.

5.2. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Saran Ilmiah:

Untuk penelitian lebih lanjut, dapat mengukur belief-belief yang mendasari determinan-determinan intention dan pengaruhnya terhadap determinan itu sendiri.

Saran Praktis :

1. Bagi perawat di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung disarankan memberikan penyuluhan secara rutin tentang manfaat minum obat secara teratur.

2. Bagi keluarga disarankan untuk memberikan dukungan secukupnya kepada penderita TBC dengan selalu membantu mengingatkan mereka untuk minum obatnya sehingga penderita TBC dapat meminum obatnya secara teratur sesuai dosis dan jadwalnya.

3. Bagi penderita TBC disarankan dapar menyadari bahwa minum obat secara teratur itu penting dan menguntungkan untuk mencapai kesembuhan yang tuntas.


(64)

74

Universitas Kristen Maranatha Ajzen, Icek. 2005. Attitudes, Personality and Behavior. England: Open

University Press, McGraw-Hill Education.

Ajzen, Icek. 1991. Organizational of Behavior and Human Decision Processes. University of Massachusetts at Amherst.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi Kedua. Jakarta : Bakti Husada

Endrayanto., Sujarweni,W. 2012. Statistik Untuk Penelitian. Edisi Pertama : Graha Ilmu.

Furlong. 2000. Research Methods and Statistics. Florida : Harcourt College Publishers.

Laban, Y. 2008. TBC - Penyakit dan Cara Pencegahannya. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Santrock, W. 2002. Life Span Development. Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Siregar, S. 2010. Statistika Deskriptif Untuk Penelitian : Dilengkapi Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17. Jakarta : Rajawali Pers.

Sugiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Cetakan Kelima. Bandung : Penerbit Alfabeta.

Taylor, Shelley E. 1995. Health Psychology. Third Edition : Mc Graw – Hill, INC


(65)

75

Universitas Kristen Maranatha Intention Untuk Berhenti Menggunakan Narkoba Pada Pecandu

Narkoba Yang Sedang Menjalani Rehabilitasi Di Rumah Sakit “X”

Bogor. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Ariestya, Yofanny C. 2007. Studi Deskriptif Mengenai Intention Dan Determinan-Determinannya Dalam Pengelolaan Diabetes Dengan Diet Pada Pengidap

Diabetes Melitus Di Rumah Sakit “X” Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas

Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

http://www.fakta.or.id/index.php?option=com_content&view=article&Itemid=11 8&id=154:uu-no-36-tahun-2009-tentang-kesehatan

www.Kapanlagi.com, diakses Oktober 2010


(1)

Universitas Kristen Maranatha

1.6Asumsi penelitian

Dari kerangka pemikiran di atas, peneliti mempunyai asumsi, yaitu:

1. Kuat lemahnya intention penderita TBC untuk minum obat secara teratur dipengaruhi oleh attitude toward the behavior, subjective norm, dan perceived behavioral control.

2. Determinan-determinan penderita TBC di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung untuk minum obat secara teratur memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap intention.

3. Penderita TBC di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung memiliki intention yang berbeda-beda untuk meminum obat secara teratur.

4. Ketiga beliefs yang membentuk determinan-determinan diatas, masing-masing juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti personal (kepribadian, nilai-nilai dan emosi); social; information (pengetahuan dan pengalaman) dan dukungan sosial.

1.7Hipotesis

Hipotesis Utama :

Terdapat pengaruh signifikan determinan-determinan terhadap intention untuk minum obat secara teratur pada penderita TBC di Balai Besar Kesehatan”X” Bandung.


(2)

22

Hipotesis Sekunder:

Hipotesis 1

Terdapat pengaruh antara attitude toward the behavior terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada penderita TBC di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung.

Hipotesis 2

Terdapat pengaruh antara subjective norms terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada penderita TBC di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung.

Hipotesis 3

Terdapat pengaruh antara perceived behavioral control terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada penderita TBC di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung.

Hipotesis 4

Terdapat pengaruh antara attitude toward the behavior, subjective norms dan perceived behavioral control secara bersama-sama terhadap intention untuk meminum obat secara teratur pada penderita TBC di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung.


(3)

72 Universitas Kristen Maranatha

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh determinan-determinan intention terhadap intention untuk minum obat secara teratur pada 60 orang penderita TBC yang sedang menjalani pengobatan di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Determinan perceived behavioral control yang memberikan kontribusi

paling besar yaitu sebesar 37,2% terhadap intention untuk minum obat secara teratur pada penderita TBC.

2. Ketiga determinan, yaitu attitude toward the behavior, subjective norms, dan perceived behavioral control secara bersama-sama mempengaruhi intention dengan kontribusi sebesar 81,2% pada penderita TBC yang sedang menjalani pengobatan di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung. 3. Determinan subjective norms memberikan kontribusi kedua terbesar yaitu

sebesar 28,9% bagi penderita TBC terhadap intention untuk minum obat secara teratur.

4. Determinan attitude toward the behavior memberikan kontribusi yang terkecil yaitu sebesar 15% bagi penderita TBC terhadap intention untuk minum obat secara teratur.

5. Hasil tabulasi silang yang utama mempengaruhi determinan-determinan dengan data penunjang terhadap intention, yaitu yang mempengaruhi


(4)

73

perceived behavioral control adalah jenis emosi yang dominan pada penderita TBC. Attitude toward the behavior adalah nilai (pentingnya kesehatan) bagi penderita TBC untuk minum obat secara teratur.

5.2. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Saran Ilmiah:

Untuk penelitian lebih lanjut, dapat mengukur belief-belief yang mendasari determinan-determinan intention dan pengaruhnya terhadap determinan itu sendiri.

Saran Praktis :

1. Bagi perawat di Balai Besar Kesehatan “X” Bandung disarankan memberikan penyuluhan secara rutin tentang manfaat minum obat secara teratur.

2. Bagi keluarga disarankan untuk memberikan dukungan secukupnya kepada penderita TBC dengan selalu membantu mengingatkan mereka untuk minum obatnya sehingga penderita TBC dapat meminum obatnya secara teratur sesuai dosis dan jadwalnya.

3. Bagi penderita TBC disarankan dapar menyadari bahwa minum obat secara teratur itu penting dan menguntungkan untuk mencapai kesembuhan yang tuntas.


(5)

74

Universitas Kristen Maranatha University Press, McGraw-Hill Education.

Ajzen, Icek. 1991. Organizational of Behavior and Human Decision Processes.

University of Massachusetts at Amherst.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi Kedua. Jakarta : Bakti Husada

Endrayanto., Sujarweni,W. 2012. Statistik Untuk Penelitian. Edisi Pertama :

Graha Ilmu.

Furlong. 2000. Research Methods and Statistics. Florida : Harcourt College

Publishers.

Laban, Y. 2008. TBC - Penyakit dan Cara Pencegahannya. Yogyakarta :

Penerbit Kanisius.

Santrock, W. 2002. Life Span Development. Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit

Erlangga.

Siregar, S. 2010. Statistika Deskriptif Untuk Penelitian : Dilengkapi Perhitungan

Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17. Jakarta : Rajawali Pers.

Sugiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Cetakan Kelima. Bandung : Penerbit

Alfabeta.

Taylor, Shelley E. 1995. Health Psychology. Third Edition : Mc Graw – Hill, INC


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Ruth, Sri Br Sitepu. 2010. Kontribusi Determinan-Determinan Terhadap Intention Untuk Berhenti Menggunakan Narkoba Pada Pecandu Narkoba Yang Sedang Menjalani Rehabilitasi Di Rumah Sakit “X” Bogor. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Ariestya, Yofanny C. 2007. Studi Deskriptif Mengenai Intention Dan Determinan-Determinannya Dalam Pengelolaan Diabetes Dengan Diet Pada Pengidap Diabetes Melitus Di Rumah Sakit “X” Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

http://www.fakta.or.id/index.php?option=com_content&view=article&Itemid=11 8&id=154:uu-no-36-tahun-2009-tentang-kesehatan

www.Kapanlagi.com, diakses Oktober 2010


Dokumen yang terkait

Kontribusi Determinan-Determinan Intention Kepada Intention Untuk Melakukan Premarital Sexual Intercourse (Studi Terhadap Mahasiswa Semester I-IV Universitas "X" Bandung).

0 1 34

Kontribusi Determinan-Determinan Intention terhadap Intention Ibu Bekerja untuk Menyusui ASI Eksklusif pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Kecamatan "X" Bandung.

0 0 42

Kontribusi Determinan-Determinan Intention terhadap Derajat Intention untuk Menjalani Proses Penyembuhan pada Penderita Pasca Stroke di Klinik Akupunktur "X" Bandung.

0 0 33

Studi Kontribusi Determinan-determinan Intention Terhadap Intention untuk Tidak Melakukan Premarital Intercourse pada Mahasiswa Universitas "X" Bandung yang Berpacaran.

0 0 27

Kontribusi Ketiga Determinan-determinan Intention Terhadap Intention untuk Membaca Textbook pada Mahasiswa Angkatan 2013 Fakultas Psikologi di Universitas "X" Bandung.

0 0 35

Pengaruh Determinan-determinan Intention Terhadap Intention Untuk Melanjutkan Pendidikan S2 Pada Karyawan di Perusahaan "X" di Kota Bandung.

0 0 30

Studi Kontribusi Mengenai Determinan-Determinan Intention terhadap Intention untuk Tidak Melakukan Seks Pranikah pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas "X" di Bandung.

0 0 41

Kontribusi Determinan-determinan Intention Terhadap Intention untuk Menggunakan KB Suntik Secara Teratur pada Ibu Akseptor KB di Puskesmas Baleendah Kabupaten Bandung.

0 0 36

Studi Kontribusi Determinan-determinan Intention Terhadap Intention Untuk Berhenti Merokok Pada Pelajar SMA "X" di Kota Bandung Yang Merokok.

0 0 47

Kontribusi Determinan-determinan Intention Terhadap Intention Untuk Meminum Obat Secara Teratur Pada Pengidap AIDS di Yayasan "X" Bandung.

0 0 40