TIARA FATMA KUMALA R0108042
commit to user
PENGARUH PEMBERIAN KONSELING EKLEKTIK TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASANGAN YANG
MENGALAMI INFERTILITAS
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan
Oleh:
TIARA FATMA KUMALA R0108042
PROGRAM STUDI D IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2012
(2)
commit to user
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
KARYA TULIS ILMIAH
PENGARUH PEMBERIAN KONSELING EKLEKTIK TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASANGAN YANG
MENGALAMI INFERTILITAS
Oleh:
TIARA FATMA KUMALA R0108042
Telah disetujui oleh Pembimbing untuk diujikan di hadapan Tim Penguji Pada Tanggal 3 Juli 2012
Pembimbing Utama
(Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si.) NIP.19781022 200501 002
Pembimbing Pendamping
(Erindra Budi Cahyanto, S.Kep., Ns., M.Kes.) NIP.19780220 200501 1 001
Ketua Tim STUDI KASUS
(Erindra Budi Cahyanto, S.Kep., Ns., M.Kes.) NIP.19780220 200501 1 001
(3)
commit to user
iii
HALAMAN PENGESAHANAN
KARYA TULIS ILMIAH
PENGARUH PEMBERIAN KONSELING EKLEKTIK TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASANGAN YANG
MENGALAMI INFERTILITAS Oleh:
TIARA FATMA KUMALA R0108042
Telah dipertahankan dan disetujui di hadapan Tim Penguji KTI Program Studi D IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran UNS
Pada Hari Kamis, 12 Juli 2012
Pembimbing Utama
Nama : Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si. ...
NIP : 19781022 200501 1 002
Pembimbing Pendamping
Nama : Erindra Budi Cahyanto, S.Kep., Ns., M.Kes. ...
NIP : 19780220 200501 1 001
Ketua Penguji
Nama : Drs. Hardjono, M.Si. ...
NIP : 19590119 198903 1 002
Sekretaris
Nama : Ropitasari, S.Si.T., M.Kes. ...
Ketua Tim KTI
Erindra Budi C., S.Kep., Ns., M.Kes. NIP. 19780220 200501 1 001
Ketua Program Studi D IV Bidan Pendidik FK UNS
H. Tri Budi Wiryanto, dr., Sp.OG. (K) NIP. 19510421 198011 1 002
(4)
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul : “Pengaruh Pemberian Konseling Eklektik terhadap Tingkat Kecemasan pada Pasangan yang Mengalami Infertilitas”.
Karya tulis ilmiah ini diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana sains terapan Program Studi D IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mengalami hambatan dan rintangan, namun penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak H. Tri Budi Wiryanto, dr., Sp.OG. (K), Ketua Program Studi D IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah mendukung dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
2. Ibu Sri Mulyani, S.Kep., Ns., M.Kes., Sekretaris Program Studi D IV Bidan
Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun karya tulis ilmiah ini.
3. Bapak Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si., sebagai dosen pembimbing utama yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta dengan sabar dan penuh tanggung jawab dalam memberikan bimbingan, motivasi dan pengarahan.
(5)
commit to user
vii
4. Bapak Erindra Budi Cahyanto, S.Kep., Ns., M.Kes., sebagai dosen
pembimbing pendamping yang dengan sabar telah mencurahkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan dorongan selama penulis menyusun karya tulis ilmiah ini.
5. Bapak Drs. Hardjono, M.Si., sebagai ketua penguji yang telah memberikan
saran dan masukan yang sangat berharga demi sempurnanya karya tulis ini. 6. Ibu Ropitasari, S.Si.T., M.Kes., sebagai sekretaris yang telah memberikan
saran dan masukan untuk kebaikan karya tulis ilmiah ini.
7. Seluruh dosen D IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis.
8. Ibu dan bapak tercinta serta keluarga yang telah mendukung dan mendoakan
penulis.
9. Teman-teman Mahasiswa Program Studi D IV Bidan Pendidik Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang selalu bersama dalam suka maupun duka menjalani pendidikan.
Semoga amal dan kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT. Penulis mengharapkan kritik, saran dan petunjuk yang bersifat membangun dari pembaca.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Surakarta, Juli 2012
(6)
commit to user
iv ABSTRAK
Tiara Fatma Kumala. R0108042. 2012. Pengaruh Pemberian Konseling Eklektik terhadap Tingkat Kecemasan pada Pasangan yang Mengalami
Infertilitas. Program Studi D IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Latar Belakang : Di Kelurahan Plesungan, Gondangrejo, Karanganyar didapatkan 20 pasangan infertilitas, tiga dari lima pasangan yang ditemui mengatakan cemas dengan keadaannya. Sehingga penelitian ini sangatlah diperlukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian konseling eklektik terhadap tingkat kecemasan pada pasangan yang mengalami infertilitas.
Metode Penelitian : Quasi experimental dengan desain one group pretest posttest. Sampel berjumlah 18 pasangan suami isteri yang mengalami infertilitas, teknik pengambilan sampel simple random sampling. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner TMAS (Taylor Manifest Anxiety Scale). Analisis data dengan menggunakan paired t test dengan taraf signifikansi 5 % .
Hasil Penelitian : Mayoritas umur responden menyebar dalam rentang 20-35 tahun. Sebanyak 18 orang menyatakan bahwa lama pernikahan mereka > 5 tahun. Semua responden menyatakan belum pernah hamil dan belum mempunyai anak. Rata-rata tingkat kecemasan awal (pretest) 25,17 dan rata-rata tingkat kecemasan akhir (posttest) 23,08. Hasil analisis dengan paired t-test menunjukkan p = 0,001. Simpulan : Ada pengaruh pemberian konseling eklektik terhadap tingkat kecemasan pada pasangan yang mengalami infertilitas, p = 0,001 (p < 0,05).
(7)
commit to user
v ABSTRACT
Tiara Fatma Kumala. R0108042. 2012. The Influence of Eclectic Counseling for Anxiety Levels in Infertile Couples. D IV Study Program of Midwife Educators. Faculty of Medicine. Sebelas Maret University. Surakarta
Background : In the Village Plesungan, Gondangrejo, Karanganyar there were 20 infertile couples, three out of five who encountered said worried by the situation. So, this study was needed. The purpose of this study was to determine the influence of eclectic counseling for anxiety levels in infertile couples.
Research Methods : Quasi-experimental with one group pretest-posttest design. Sample of 18 infertile couples by simple random sampling. Measuring instrument used TMAS (Taylor Manifest Anxiety Scale) questionnaire. Analyzed data by a paired t-test with significance level of 5%.
Research Results : The majority of respondents age in the range of 20-35 years. 18 respondents said that their marriage status was more than 5 years. All respondents had never been pregnant and have not had children. The average level of initial anxiety (pretest) 25.17 and the average level of anxiety to the end (posttest) 23.08. The analysis by paired t-test showed p = 0.001.
Conclusion : There was an influence of eclectic counseling for the level of anxiety in infertile couples, p = 0.001 (p <0.05).
(8)
commit to user
viii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR BAGAN ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II. LANDASAN TEORI ... 7
A. Tinjauan Pustaka ... 7
1. Tingkat Kecemasan ... 7
a. Definisi ... 7
b. Faktor Penyebab ... 7
c. Mekanisme Terjadinya Kecemasan ... 8
d. Tingkat Kecemasan ... 9
(9)
commit to user
ix
2. Konseling ... 12
a. Pengertian Konseling ... 12
b. Macam-macam Konseling ... 13
c. Pengertian Konseling Eklektik ... 14
d. Asumsi Dasar tentang Konseling Eklektik ... 15
e. Tujuan Konseling Eklektik ... 16
f. Tahapan Konseling Eklektik ... 16
g. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konseling ... 18
h. Indikator Keberhasilan Konseling Eklektik ... 20
3. Infertilitas ... 20
a. Definisi ... 20
b. Klasifikasi ... 21
c. Etiologi ... 21
d. Penyebab Infertilitas pada Wanita ... 22
e. Prognosis ... 25
f. Pemeriksaan pada Pasangan Infertil ... 26
g. Penatalaksanaan ... 28
4. Pengaruh Konseling Eklektik terhadap Tingkat Kecemasan .. 35
B. Kerangka Konsep ... 36
C. Hipotesis ... 37
BAB III. METODE PENELITIAN ... 38
A. Jenis dan Desain Penelitian ... 38
B. Lokasi Penelitian ... 38
(10)
commit to user
x
D. Sampel dan Teknik Sampling ... 39
E. Besar Sampel ... 39
F. Kriteria Restriksi ... 40
G. Definisi Operasional Variabel ... 40
H. Cara Kerja ... 41
I. Analisis Data ... 43
BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 47
A. Karakteristik Responden ... 47
B. Tingkat Kecemasan Sebelum dan Setelah Pemberian Konseling Ekletik ... 50
C. Analisis Pengaruh Pemberian Konseling Eklektik terhadap Tingkat Kecemasan pada Pasangan yang Mengalami Infertilitas 50 BAB V. PEMBAHASAN ... 53
BAB VI. PENUTUP ... 57
A. Simpulan ... 57
B. Saran ... 57 DAFTAR PUSTAKA
(11)
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Definisi Operasional Variabel ... 40
Tabel 2. Item Pernyataan Kuesioner ... 42
Tabel 3. Umur Responden ... 47
Tabel 4. Lama Pernikahan Responden ... 48
Tabel 5. Pendidikan Terakhir Responden ... 48
Tabel 6. Pekerjaan Responden ... 49
Tabel 7. Penghasilan Responden ... 49
Tabel 8. Jumlah Anak ... 49
Tabel 9. Skor Tingkat Kecemasan Responden ... 50
Tabel 10. Hasil uji Paired t test ... 52
(12)
commit to user
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Diagram Pemeriksaan Infertilitas ... 27 Bagan 2. Skema Penatalaksanaan Infertilitas ... 34 Bagan 3. Kerangka Konsep ... 36
(13)
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Permohonan Ijin Penelitian dan Pengambilan Data Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian dari Kepala Desa Plesungan Lampiran 3. Surat Penyataan Keaslian Penelitian
Lampiran 4. Lembar Konsultasi Pembimbing Utama Lampiran 5. Lembar Konsultasi Pembimbing Pendamping Lampiran 6. Jadwal Kegiatan Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 7. Permohonan Menjadi Responden Lampiran 8. Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 9. Kuesioner Penelitian
Lampiran 10. Identitas Responden
Lampiran 11. Rekapan Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Lampiran 12. Hasil Pretest
Lampiran 13. Hasil Posttest
Lampiran 14. Modul Pemberian Konseling Eklektik Lampiran 15. Presensi Pelaksanaan Konseling Eklektik Lampiran 16. Leaflet
Lampiran 17. Hasil Uji Normalitas Data Lampiran 18. Hasil Uji Homogenitas Data Lampiran 19. Hasil Uji Linearitas Data Lampiran 20. Hasil Uji Paired t test Lampiran 21. Daftar Riwayat Hidup Lampiran 22. Dokumentasi
(14)
(15)
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menikah dan memiliki keturunan merupakan fase yang dijalani oleh manusia dalam siklus kehidupannya. Memiliki keturunan sebagai penerus generasi dirasakan sebagai suatu keharusan oleh sebagian masyarakat. Keberadaan anak dianggap mampu menyatukan dan menjaga agar suatu keluarga atau pernikahan tetap utuh (Wirawan, 2004).
Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan sekitar 50-80 juta pasangan mengalami kesulitan mendapatkan keturunan. Masalah infertil ini tentu merisaukan, tidak hanya pasangan suami-isteri, juga keluarganya. Diperkirakan sekitar 10-15% pasangan usia subur mengalami masalah infertilitas (Yan dalam Napitupulu, 2011).
Sekitar satu dari 10 pasangan suami-isteri usia subur tidak bisa memperoleh keturunan. Hingga akhir tahun 2009 tercatat sekitar 1,5 atau dua juta pasangan mengalami masalah gangguan kesuburan atau infertilitas dari total pasangan subur di Indonesia yang mencapai 15 juta. Berdasarkan sensus penduduk di Indonesia, diperoleh angka ketidaksuburan suami istri yang berkisar 12-25 % (Kompas, 2010).
Dokter yang mendalami Ilmu Infertilitas di Indonesia masih langka. Kalaupun ada, masih terlampau sering belum menghayati kesedihan pasangan yang ingin anak. Masih terlampau banyak pasangan yang terpaksa harus
(16)
commit to user
2
menahan perasaan ingin memiliki anak, bahkan ada yang berobat dari satu dokter ke dokter yang lain karena kurang bimbingan dan penyuluhan tentang pengelolaan pasangan infertilitas (Wiknjosastro, 2005).
Bagi sebagian orang, infertilitas merupakan hal yang sering dicemaskan dan menjadi masalah yang serius. Istilah mandul/infertilitas dalam tradisi masyarakat kita begitu menakutkan, terutama bagi wanita karena dianggap sebagai vonis kegagalan fungsi kewanitaannya menjadi ibu (Alam, 2007).
Kecemasan yang dirasakan oleh pasangan infertilitas tersebut cukup beralasan karena berbagai faktor. Sebagai contoh, dalam setiap pertemuan keluarga, kerabat, dan kenalan, sudah dapat dipastikan pertanyaan akan berkisar sekitar keadaan keluarga, berapa lama menikah, dan sudah berapa jumlah anak. Bagi masyarakat Indonesia, pertanyaan semacam ini merupakan hal yang wajar karena dalam sistem masyarakat Indonesia pasangan suami istri merupakan bagian dari keluarga besar, sehingga hal ini seolah-olah menjadi masalah bersama. Tekanan dari pihak luar seringkali yang menjadi sumber masalah dalam hubungan suami-isteri. Pertanyaan itu selanjutnya akan menjadi hal yang sensitif, apabila kemudian seorang wanita tak kunjung hamil (Kasdu, 2002).
Sebuah kejadian mengerikan menimpa rumah tangga di Kanpur, India Utara. Isteri dipaksa memakan pecahan kaca karena menolak diceraikan suaminya. Alasan sang suami menceraikan isterinya karena sang isteri tidak bisa memberikan keturunan. Karena itu, dia berniat ingin menikah lagi. Tidak
(17)
commit to user
hanya memaksa isterinya memakan pecahan kaca, sang suami juga diduga melakukan tindak kekerasan terhadap istrinya (Republika, 2011).
Banyak klien yang membutuhkan konseling menginginkan penyelesaian-penyelesaian yang membuat mereka tidak menderita karena kecemasan. Meskipun usaha-usaha untuk menghindari kecemasan, misalnya dengan menciptakan ilusi bahwa dalam hidup ini terdapat keamanan yang dapat membantu kita mengatasi hal-hal yang tidak dikenal, kita sesungguhnya tahu sampai taraf tertentu bahwa kita menipu diri. Kebanyakan orang mencari bantuan profesional karena mereka mengalami kecemasan atau depresi. Banyak klien yang memasuki kantor konselor disertai harapan bahwa konselor akan mencabut penderitaan mereka atau setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk mengurangi kecemasan mereka (Corey, 2008).
Penelitian tentang tingkat kecemasan pada pasangan infertil pernah dilakukan oleh Purba (2010) dari Universitas Sumatera Utara dengan judul : “Kecemasan Pasangan Usia Subur terhadap Infertilitas Sekunder di Dusun XI Desa Pasar Melintang Kecamatan Lubuk Pakem Tahun 2010”. Adapun perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada desain penelitian, penelitian tersebut menggunakan desain kualitatif fenomenologi, sedangkan penelitian ini menggunakan desain quasi experimental. Untuk jumlah partisipan juga berbeda, penelitian tersebut memakai enam pasang partisipan, penelitian ini memakai 18 pasangan infertilitas.
(18)
commit to user
4
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Kelurahan Plesungan, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, didapatkan data bahwa terdapat 20 pasangan infertilitas. Peneliti menemui 5 (lima) dari 20 pasangan tersebut, 3 (tiga) di antaranya mengatakan cemas dengan keadaannya (Data Primer, 2012).
Oleh karena itu, peneliti tertarik mengadakan penelitian lebih dalam untuk mengetahui pengaruh pemberian konseling eklektik terhadap tingkat kecemasan pada pasangan yang mengalami infertilitas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah penelitian yaitu : Apakah ada pengaruh pemberian konseling eklektik terhadap tingkat kecemasan pada pasangan yang mengalami infertilitas?
C. Tujuan Penelitan
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian konseling eklektik terhadap tingkat kecemasan pada pasangan yang mengalami infertilitas.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasangan yang mengalami
(19)
commit to user
b. Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasangan yang mengalami
infertilitas setelah diberikan konseling eklektik.
c. Untuk menganalisis pengaruh pemberian konseling eklektik terhadap tingkat kecemasan pada pasangan yang mengalami infertilitas.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis
Diharapkan dapat memberikan masukan ilmiah mengenai kondisi psikologis, khususnya kecemasan yang terjadi pada pasangan yang mengalami infertilitas.
2. Manfaat aplikatif
a) Bagi responden
Penelitian ini diharapkan dapat mengurangi tingkat kecemasan yang terjadi setelah diberikannya konseling eklektik.
b) Bagi profesi
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan selanjutnya sebagai bahan pertimbangan dalam upaya membantu, mencegah, dan mengatasi kecemasan pada kasus infertilitas dengan pemberian konseling eklektik. Profesi ini terkait dengan pihak-pihak yang bertanggungjawab terhadap masalah kesehatan masyarakat seperti bidan, dokter, atau tenaga kesehatan lainnya, psikolog, maupun masyarakat umum.
(20)
commit to user
6
c) Bagi mahasiswa
Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan pengaruh pemberian konseling eklektik terhadap tingkat kecemasan pada pasangan yang mengalami infertitas.
(21)
commit to user
7 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tingkat kecemasan
a. Definisi
Kecemasan atau dalam bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari bahasa Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik (Trismiati, 2004). Hawari (2008) mendefinisikan kecemasan sebagai gangguan dalam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal.
Kecemasan adalah perasaan yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. Tidak ada subjek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas (Videbeck, 2008).
b. Faktor penyebab
Menurut Burham dalam Nurmelly (2010), sumber kecemasan dapat ditelusuri dari tiga penyebab dasar, yaitu :
(22)
commit to user
8
1) Rasa harga diri yang mungkin terancam oleh keraguan akan penampilan lahiriah.
2) Kesejahteraan pribadi yang mungkin terancam oleh
ketidakpastian akan masa depan.
3) Kesejahteraan yang terancam oleh berbagai konflik yang tidak terpecahkan.
Adapun faktor yang berhubungan dengan kecemasan menurut Stuart dan Sundeen (2007) adalah konflik yang tidak disadari tentang nilai esensial dan tujuan hidup, ancaman pada konsep diri, ancaman
pada kematian, ancaman/perubahan status kesehatan,
ancaman/perubahan status sosioekonomi, peran fungsi, lingkungan, pola interaksi, krisis situasi dan maturitas, dan kebutuhan yang tidak terpenuhi.
c. Mekanisme terjadinya kecemasan
Seseorang yang mengalami stressor psikososial (perkawinan, orang tua, antar pribadi, pekerjaan, lingkungan, keuangan, hukum, perkembangan, penyakit fisik, faktor keluarga, dan trauma) yang ditangkap melalui panca inderanya, melalui sistem saraf panca indera akan diteruskan ke susunan saraf pusat otak, yaitu bagian saraf otak yang disebut lymbic system, melalui transmisi saraf (neurotransmitter/sinyal penghantar saraf). Dan selanjutnya stimulus atau rangsangan psikososial tadi melalui susunan saraf autonom (simpatis/parasimpatis) akan diteruskan ke kelenjar-kelenjar
(23)
commit to user
hormonal (endokrin) yang merupakan sistem imunitas tubuh dan organ-organ tubuh yang dipersarafinya (Hawari, 2008).
Struktur kepribadian terdiri atas tiga elemen, yaitu : id, ego, dan superego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitif. Superego mencerminkan hati nurani seseorang sedangkan ego atau aku digambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari id dan superego. Berkaitan dengan sebab-sebab kecemasan, Freud mengemukakan bahwa lemahnya ego akan menyebabkan ancaman yang memicu munculnya kecemasan. Sumber ancaman terhadap ego tersebut berasal dari dorongan yang bersifat insting dari id dan tuntutan-tuntutan dari superego. Freud menyatakan bahwa ego disebut sebagai eksekutif kepribadian karena ego mengontrol pintu-pintu ke arah tindakan, memilih segi-segi lingkungan ke mana ia akan memberikan respons, dan memutuskan insting-insting manakah yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya. Fungsi-fungsi eksekutif ini dijalankan dengan mengintegrasikan tuntutan id, superego, dan dunia luar yang sering bertentangan. Hal ini sering menimbulkan tegangan berat pada ego dan menyebabkan timbulnya kecemasan (Leod, 2005).
d. Tingkat Kecemasan
Peplau dalam Stuart dan Sundeen (2007) membagi tingkat kecemasan menjadi empat, yaitu :
(24)
commit to user
10
1) Kecemasan ringan yang berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari. Kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan kreatifitas.
2) Kecemasan sedang yang memungkinkan individu untuk
berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain. Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tindak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.
3) Kecemasan berat yang sangat mengurangi lapang persepsi
individu. Cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.
4) Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah,
ketakutan, dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya, karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
(25)
commit to user
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional.
e. Gejala klinis
Menurut Bucklaw dalam Trismiati (2004), para ahli membagi bentuk kecemasan itu menjadi dua tingkat, yaitu :
1) Tingkat psikologis
Kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala kejiwaan seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi, perasaan tidak menentu, dan sebagainya.
2) Tingkat fisiologis
Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala-gejala fisik, terutama pada fungsi saraf, misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual, dan sebagainya.
Menurut Hawari (2008), keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami kecemasan antara lain sebagai berukut : 1) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri,
dan mudah tersinggung.
2) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, dan mudah terkejut. 3) Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4) Gangguan pola tidur dan mimpi-mimpi yang menegangkan.
(26)
commit to user
12
6) Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging, berdebar-debar, sesak mafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya.
2. Konseling
a. Pengertian konseling
Konseling yang berasal dari bahasa Inggris “counseling”, pengertiannya dapat dilihat dari segi bahasa dan dari segi layanan profesional. Dari segi bahasa, konseling terkait dengan kata counsel yang berarti nasihat (to obtain counsel), anjuran (to give counsel), dan pembicaraan (to take counsel). Dari segi layanan profesional, konseling memiliki deskriptif yang dikemukakan oleh para ahlinya di dalam literatur profesional Amerika. Definisi konseling dapat dipandang sebagai komunikasi antar pribadi (relationship), sebagai proses yang dilalui (process), dan sebagai pertemuan tatap muka (face to face relationship) (Sutarno, 2008).
Burks dan Stefflre dalam Yuridah (2009) menyatakan bahwa konseling merupakan suatu hubungan profesional antara seorang konselor dan seorang klien. Hubungan ini biasanya dilakukan orang per orang. Hubungan dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan hidupnya, belajar mencapai tujuan yang ditentukan sendiri melalui pilihan-pilihan yang bermakna dan penyelesaian masalah emosional atau antar pribadi.
(27)
commit to user
American Psychological Association (APA) memberi batasan konseling sebagai suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan-hambatan perkembangan pribadinya dan mencapai perkembangan kemampuan pribadi yang dimiliki secara optimal. Konseling adalah suatu hubungan timbal balik antara konselor dan klien yang bersifat profesional baik secara individu ataupun kelompok, yang dirancang untuk membantu konseli mencapai perubahan yang berarti dalam kehidupan (Yuridah, 2009).
b. Macam-macam konseling
Menurut Latipun (2003), macam-macam konseling yang bisa diberikan kepada klien, antara lain :
1) Konseling berpusat pada person, yang memandang klien sebagai
partner dan memerlukan keserasian pengalaman pada pasien maupun konselor dan keduanya perlu mengemukakan pengalamannya saat hubungan berlangsung.
2) Konseling rasional emotif behavior atau cognitive behavior therapy, yang menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan emosi, kognisi, dan perilaku.
3) konseling behavior, merupakan proses konseling dengan
upaya-upaya pengubahan perilaku mulai dari kegagalan individu untuk belajar merespon secara adaptif hingga mengatasi gejala neurotik.
(28)
commit to user
14
4) Konseling realitas, memandang individu pada perilaku dengan standar yang objektif yang dikatakan dengan realistik. konseling ini berfokus pada perilaku, personal, dan pada saat ini.
5) Konseling eklektik, merupakan konseling yang menggunakan data klien sebagai studi secara individual yang meliputi keseluruhan kehidupan sehari-hari yang terus mengalami perubahan sesuai masalah dan situasinya.
6) Konseling kelompok, salah satu bentuk konseling dengan
memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberi umpan balik dan pengalaman belajar. lebih memfokuskan menangani klien yang mengalami gangguan neurotik atau problem emosional berat lain dan dilakukan untuk jangka panjang.
7) Konseling keluarga, merupakan penerapan konseling yang
secara khusus memfokuskan pada masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannya melibatkan keluarga.
c. Pengertian konseling eklektik
Konseling eklektik merupakan konseling yang menggunakan data klien sebagai studi secara individual yang meliputi keseluruhan kehidupan sehari-hari yang terus mengalami perubahan sesuai masalah dan situasinya (Latipun, 2003). Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Prochaska pada tahun 1984 dalam Nugroho (2012) bahwa konseling eklektik merupakan penerapan fungsi
(29)
commit to user
psikologi untuk memecahkan masalah personal, dengan menerapkan prinsip khusus yang ditetapkan berdasar masalah khusus yang dipecahkan. Atau dapat juga dikatakan bahwa konseling eklektik berpegang teguh pada pandangan teoritis dan pendekatan (approach) yang merupakan perpaduan dari berbagai unsur yang diambil.
d. Asumsi dasar tentang konseling eklektik
Latipun (2003) menyatakan bahwa eklektik memiliki sejumlah asumsi dasar yang berkaitan dengan proses konseling, asumsi dasar itu adalah tidak ada sebuah teori yang dapat menjelaskan seluruh situasi klien, dan pribadi konselor adalah faktor penting akan keberhasilan konseling pada berbagai tahap proses konseling. Berangkat dari asumsi dan fakta ini maka konseling eklektik tidak mendukung secara eksklusif mengikuti teori tertentu. Eklektik didasarkan pada prinsip umum untuk memahami dan menggunakan teori dan strategi serta teknik konseling sesuai dengan situasi nyata. Asumsi-asumsi di atas ditunjang oleh kenyataan berikut:
1) Tidak ada dua klien atau situasi klien yang sama. 2) Klien adalah pihak yang paling mengerti problemanya.
3) Kepuasan klien lebih diutamakan diatas pemenuhan kebutuhan konselor.
4) Konselor menggunakan keseluruhan sumber profesional dan
personal yang tersedia dalam situasi pemberian bantuan (konseling).
(30)
commit to user
16
5) Konselor dan proses konseling dapat salah dan dapat tidak mampu untuk melihat secara jelas atau cepat berhasil dalam setiap konseling atau situasi klien.
6) Secara umum, efektifitas konseling adalah proses yang
dikerjakan dengan klien bukan kepada atau untuk klien. e. Tujuan konseling eklektik
Konseling eklektik mengutamakan aspek kondisi psikologis sebagai fokus sentral yang lain dari kepribadian. Tujuan konseling eklektik adalah membantu klien mengembangkan integritasnya pada level tertinggi, yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan. Untuk mencapai tujuan yang ideal ini maka klien perlu dibantu untuk menyadari sepenuhnya situasi masalahnya, mengajarkan klien secara sadar dan intensif memiliki latihan pengendalian di atas masalah tingkah laku. Eklektik berfokus pada tingkah laku, tujuan, masalah, dan sebagainya. Konselor dalam mencapai tujuan ini dapat berperan secara bervariasi, misalnya sebagai konselor, psikiater, guru, konsultan, fasilitator, mentor, advisor, atau pelatih (Latipun, 2003).
f. Tahapan konseling eklektik
Menurut Nugroho (2012), pelaksanaan konseling eklektik tidak ada suatu tahapan yang spesifik. Untuk tahapan-tahapan konseling, Carkhuff mengemukakan ada enam tahapan konseling eklektik. Enam tahapan tersebut adalah :
(31)
commit to user
1) Tahapan eksplorasi
Tahapan ini adalah tahap awal dari proses konseling. Pada tahap ini diharapkan untuk membangun hubungan yang baik dengan klien. Hal ini diperlukan karena dengan hubungan yang baik konselor dapat mencari informasi tentang permasalahan yang dihadapi klien sebanyak-banyaknya.
2) Tahapan perumusan masalah
Bersama klien, konselor membuat rumusan dan membuat kesepakatan bersama tentang masalah apa yang dihadapi oleh klien. Jika rumusan tidak disepakati maka kembali ke tahap pertama.
3) Tahap identifikasi masalah
Pada tahap ini konselor dan klien bersama mengidentifikasi masalah dan alternatif masalah dari hasil perumusan masalah. Alternatif yang diidentifikasi adalah alternatif yang tepat dan realistik. Konselor tidak boleh menentukan alternatif mana yang akan digunakan, tetapi semua keputusan tentang penggunaan alternatif pemecahan masalah berada di tangan klien. Konselor hanya membantu dalam menyusun daftar alternatif.
4) Tahap perencanaan
Jika klien telah menentukan alternatif pemecahan masalah. Kemudian klien bersama konselor membuat rencana tindakan. Rencana tersebut antara lain tentang apa yang dilakukan,
(32)
commit to user
18
bagaimana caranya, kapan waktunya, dan sebagainya. Syarat rencana yang baik adalah realistik, bertahap, mempunyai tujuan yang jelas, dan dapat dipahami oleh klien.
5) Tahap tindakan atau komitmen
Pada tahap selanjutnya hasil perencanaan kemudian dilaksanakan. Di sini klien harus melakukan rencana yang telah disusun. Pelaksanaan ini harus dilakukan karena proses konseling akan sia-sia jika perencanaan yang telah disusun sedemikian rupa tidak dilaksanakan.
6) Tahap penilaian dan umpan-balik
Konselor dan klien perlu mendapatkan umpan balik dan penilaian tentang keberhasilannya. Jika dirasa gagal maka perlu adanya tinjauan atau perencanaan ulang dalam memberi tindakan terhadap masalah yang dihadapi klien sehingga dapat dicari suatu tindakan yang paling tepat untuk menghadapi masalah yang dihadapi oleh klien.
g. Faktor-faktor yang mempengaruhi konseling
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
konseling menurut Luddin (2010) adalah :
1) Usia klien
Klien berusia dewasa dimungkinkan lebih sulit dilakukan modifikasi persepsi tingkahlakunya dibandingkan dengan klien
(33)
commit to user
berusia belasan tahun, karena berhubungan dengan fleksibilitas kepribadiannya.
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin terutama berkaitan dengan perilaku model. Faktor modelling sangat penting dalam upaya pembentukan tingkah laku baru.
3) Tingkat pendidikan
Pendidikan seseorang mempengaruhi cara pandangnya terhadap diri dan lingkungan, sehingga akan berbeda cara menyikapi proses berlangsungnya konseling pada klien yang berpendidikan tinggi dengan yang berpendidikan rendah.
4) Inteligensi
Inteligensi pada prinsipnya adalah kemampuan penyesuaian diri dan cara pengambilan keputusan klien yang berinteligensi tinggi akan banyak berpartisipasi lebih cepat dan tepat dalam membuat suatu keputusan.
5) Status sosial ekonomi
Status sosial dan ekonomi berpengaruh terhadap tingkah laku, individu yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi yang baik akan mempunyai sikap dan pandangan yang positif tentang masa depannya dibandingkan keluarga yang status ekonominya rendah.
(34)
commit to user
20
6) Sosial budaya
Yang termasuk dalam sosial budaya adalah pandangan keagamaan dan kelompok etnis.
h. Indikator keberhasilan konseling eklektik
Norma atau patokan yang dipegang oleh Thorne dalam Nugroho (2012), klien dikatakan telah berhasil dalam menjalani proses konseling eklektik apabila klien :
1) Mampu mengungkapkan perasaan-perasaan dan motif-motifnya
secara lebih memadai.
2) Mampu mengatur dirinya sendiri dengan lebih baik.
3) Memandang dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya secara lebih realistik.
4) Mampu berpikir lebih rasional dan logis.
5) Mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikap yang lebih selaras dan lebih konsisten yang satu dengan yang lain.
6) Mengatasi penipuan diri dengan meninggalkan penggunaan berbagai mekanisme pertahanan diri.
7) Menunjukkan tanda-tanda lebih mampu mandiri dan bertindak secara lebih dewasa.
3. Infertilitas a. Definisi
Infertilitas didefinisikan sebagai hilangnya kemampuan untuk hamil dan melahirkan seorang anak. Keadaan ini tidak sama dengan
(35)
commit to user
sterilitas, yang merupakan ketidakmampuan absolut dan irreversibel untuk hamil. Secara klinis, suatu pasangan diduga mengalami infertilitas jika tidak terjadi kehamilan setelah koitus yang sering dan tidak menggunakan kontrasepsi selama 12 bulan (Heffner, 2008).
Infertilitas adalah apabila sepasang suami istri setelah bersenggama secara teratur (2-3x per minggu), tanpa memakai metode pencegahan, belum mengalami kehamilan selama satu tahun (Mansjoer, 2001).
b. Klasifikasi
Infertilitas terdiri dari : 1) Infertilitas primer
Apabila istri belum pernah hamil walaupun bersenggama teratur selama 12 bulan (Wiknjosastro, 2005).
2) Infertilitas sekunder
Apabila istri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama teratur selama 12 bulan (Wiknjosastro, 2005).
c. Etiologi
Penyebab infertilitas 25-40% dari pihak suami, 40-55% dari pihak istri, 10% dari keduanya, dan 10% merupakan faktor yang tidak dapat dijelaskan (Bereks, 2002). Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi infertilitas pada perempuan adalah faktor ovulasi sebanyak 5-25%, faktor tuba atau uterus 15-25%, faktor serviks/
(36)
commit to user
22
imunologik 5-20%, dan faktor yang tidak dapat dijelaskan 10-25%. Pada seperempat kasus, diyakini terdapat lebih dari satu faktor yang terlibat (Llewellyn. 2001).
d. Penyebab infertilitas pada wanita
Penyebab utama infertilitas dari pihak wanita adalah kegagalan ovulasi (15-20%), sumbatan pada tuba fallopii (50%), dan faktor uterus (8-10%). Penyebab pada infertilitas sekunder tidaklah jauh berbeda dengan infertilitas primer, biasanya kasus muncul setelah adanya kehamilan, seperti gangguan hormonal, tumbuhnya tumor, polip, endometriosis, dan sumbatan tuba (Nadesul, 2007).
1) Kegagalan ovulasi
Menurut Heffner (2008), penyebab infertilitas pada wanita salah satunya adalah kegagalan ovulasi secara teratur. Pada beberapa kasus tidak terjadi ovulasi sama sekali. Berbagai gangguan yang menyebabkan oligoovulasi atau anovulasi adalah : a) Disfungsi hipotalamus seperti kelainan berat badan dan
komposisi tubuh, latihan fisik yang berat, dan stres. b) Penyakit pada hipofisis seperti hiperprolaktinemia.
c) Disfungsi ovarium seperti adanya sindrom ovarium polikistik. Tidak adanya ovulasi dikarenakan tubuh tidak dapat membuat hormon yang cukup atau terjadi ketidakseimbangan hormon. Apabila seorang wanita mempunyai jarak/siklus menstruasi kurang dari 25 hari atau lebih dari 35 hari, maka akan mengalami
(37)
commit to user
kesulitan ovulasi. Kadang-kadang tidak bisa menghasilkan sel telur apabila berat badan turun secara drastis atau bila terlalu gemuk (Burns, 2000).
Siklus haid yang teratur dan lama haid yang sama biasanya merupakan siklus haid yang ber-ovulasi. Menurut Ogino, haid berikutnya akan terjadi 14 ± 2 hari setelah ovulasi. Siklus haid yang tidak teratur, dengan lama haid yang tidak sama, sangat mungkin disebabkan oleh anovulasi. Kegagalan ovulasi juga hampir selalu ada pada keadaan amenorea (Wiknjosastro, 2005). 2) Sumbatan pada tuba fallopii
Penyakit tuba fallopii biasanya merupakan akibat dari pembentukan jaringan parut inflamasi pada tuba. Inflamasi ini dapat disebabkan oleh penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease), apendisitis dengan ruptur, aborsi septik, pascaoperasi, dan kadang-kadang akibat penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (Heffner, 2008).
Infeksi panggul atau riwayat kehamilan ektopik sebelumnya menunjukkan adanya perlengketan. Dismenorea sekunder atau nyeri panggul yang bersifat siklik juga perlu dicurigai adanya endometriosis (Norwitz, 2007).
Endometriosis merupakan kelainan yang sering ditemukan, ditandai oleh tumbuhnya kelenjar endometrium yang lepas ke luar uterus dan melekat pada organ-organ seperti ovarium, usus besar,
(38)
commit to user
24
tuba fallopii, dan kandung kemih. Jaringan tersebut berbiak dan menebal menanggapi hormon estrogen, seperti yang terjadi di tempatnya semula di dalam uterus. Jaringan ini menyerang organ tempatnya melekat dengan menimbulkan jaringan parut yang mengerut dan terasa nyeri, serta menghambat fungsi organ tersebut (Alam, 2007).
3) Faktor uterus
Tumor (kista, kanker) atau jaringan fibrosa (fibroid, polip), dan pemaparan radiasi dosis tinggi dapat menghalangi terjadinya implantasi ovum yang telah dibuahi di endometrium. Selain itu, adanya lendir serviks yang bersifat melawan sperma juga merupakan gangguan yang dapat mencegah adanya fertilisasi (Alam, 2007).
Masalah lain yang dapat mengganggu transportasi spermatozoa melalui uterus adalah distorsi kavum uteri karena mioma atau polip, peradangan endometrium, dan gangguan kontraksi uterus. Kelainan-kelainan tersebut dapat mengganggu dalam hal implantasi, pertumbuhan intrauterine, dan nutrisi serta oksigenasi janin (Wiknjosastro, 2005).
4) Hambatan lain
Menurut Alam (2007) selain adanya kegagalan ovulasi, sumbatan tuba, dan faktor uterus, adapula hambatan yang dapat menyebabkan infertilitas yaitu :
(39)
commit to user
a) Kecelakaan karena jatuh atau tertabrak kendaraan. b) Cedera akibat olahraga berlebihan.
c) Kebiasaan mengangkat barang terlalu berat pada masa sebelum haid atau setelah persalinan.
d) Kelainan bawaan (kongenital) berupa hymen/ selaput dara yang terlalu kencang untuk penetrasi.
e) Ketidaksempurnaan (malformasi) berupa bergabungnya vulva,
tidak adanya vagina, uterus terbelah, atau tidak adanya uterus dan serviks uteri.
e. Prognosis
Wiknjosastro (2005) mengemukakan dalam bukunya Ilmu Kandungan tentang hasil penyelidikan Dor et al. menunjukkan bahwa kasus infertilitas primer terdapat penurunan tetap prognosis kehamilan setelah umur 30 tahun. Pada infertilitas sekunder terdapat juga penurunan, akan tetapi tidak securam seperti infertilitas primer. Penyelidikan tersebut selanjutnya mengemukakan bahwa pasangan yang belum mempunyai anak selama 3 (tiga) tahun kurang, prognosis kehamilannya masih baik. Akan tetapi, apabila lamanya infertilitas 5 (lima) tahun lebih, prognosisnya buruk. Oleh karena itu, pasangan infertil dianjurkan untuk tidak menunda pemeriksaan dan pengobatan infertilitas selama 3 (tiga) tahun lebih. Prognosis terjadinya kehamilan tergantung pada umur suami, umur istri, dan
(40)
commit to user
26
lamanya dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan yaitu frekuensi senggama dan lamanya pernikahan.
f. Pemeriksaan pada pasangan infertil
Antara 1 dalam 8 pasangan mengalami kesulitan untuk hamil. Sebelum pemeriksaan dimulai, pasangan tersebut diberikan anjuran untuk melukukan hubungan seksual teratur 2-3x seminggu, dan nasihat tentang merokok dan minuman beralkohol yang juga mempengaruhi kesuburan. Biasanya kehamilan akan terjadi sekitar 90% dalam kurun waktu satu tahun, tergantung pada usia wanita (Glasier, 2006).
Adapun syarat-syarat pemeriksaan pasangan infertil menurut Kurniawati (2009) adalah sebagai berikut:
1) Isteri yang berumur antara 20-30 tahun baru akan diperiksa setelah berusaha untuk mendapat anak selama 12 bulan. Pemeriksaan dapat dilakukan lebih dini apabila pernah mengalami keguguran berulang, diketahui mengidap kelainan endokrin, pernah mengalami peradangan rongga panggul atau rongga perut, dan pernah mengalami bedah ginekologik.
2) Isteri yang berumur antara 31-35 tahun dapat diperiksa pada kesempatan pertama pasangan itu datang ke dokter.
3) Isteri pasangan infertil yang berumur antara 36-40 tahun hanya akan diperiksa kalau belum mempunyai anak dari pernikahan ini.
(41)
commit to user
4) Pemeriksaan infertilitas tidak dilakukan pada pasangan infertil yang salah satu anggota pasangan mengidap penyakit yang dapat membahayakan kesehatan isteri atau anaknya.
Adapun pemeriksaan infertilitas dapat digambarkan dengan diagram pemeriksaan sebagai berikut :
2. 3. Pemeriksaan infertilitas Evaluasi kondisi ovarium Ultrasonografi
(USG) Histeroskopi
Histerosalpingo grafi (HSG) Laparoskopi Pertubasi Evaluasi patensi tuba USG Transvaginal USG Abdomen Untuk menilai siklus ovulasi dan kualitas ovum Untuk memeriksa organ dalam serta dapat melihat adanya kista, tumor, dan pembengka kan lain Dapat memberikan keterangan tentang seluk beluk kavum uteri, patensi tuba, dan peritoneum Kemudian dilihat secara radiografik Penyuntikan media kontras (yodium) Dilakukan apabila: 1. Kelainan pada
HSG
2. Riwayat abortus habitualis 3. Adanya mioma 4. PUD
Dekstran 32% Glukosa 5% Garam fisiologik
Gas CO2
Dapat membilas sumbatan tuba yang ringan, berkhasiat bakteriostatik Tuba paten tekanan 80-100 mmHg Sumbatan tuba
tekanan ˃ 200 mmHg Dapat segera dikoreksi Adanya endometriosis perlekatan, mioma, kista, infeksi Pembiusan umum, dibuat 3 lubang untuk kamera dan alat operasi Peniupan
gas O2
Hanya meberikan
informasi
Bagan 1
Diagram Pemeriksaan Infertilitas Sumber : Kurniawati, 2009
(42)
commit to user
28
g. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan infertilitas pertama-tama harus diketahui terlebih dahulu penyebab utamanya. Setelah itu barulah bisa dilakukan perbaikan. Mungkin diperlukan obat untuk memacu ovulasi, dan memperbaiki kualitas sperma, atau tindakan pembedahan untuk menghilangkan sumbatan pada tuba fallopii dan gangguan lainnya (Alam, 2007).
1) Medikamentosa
a) Vitamin
Vitamin E (membantu menormalkan produksi hormon dengan memperbaiki sistem endokrin), vitamin A (meningkatkan kadar progesteron), vitamin C (membantu meningkatkan sekresi progesteron, pertumbuhan folikel, dan korpus luteum), dan asam folat (membantu proses fertilisasi dan kehamilan) (Alam, 2007).
Untuk pria, nutrisi pun sangat diperlukan karena sperma rentan terhadap kerusakan radikal bebas yang diduga bertanggungjawab untuk banyak kasus hitung sperma rendah. Antioksidan seperti vitamin C, betakaroten, selenium, dan vitamin E terbukti sangat penting melindungi kerusakan sperma. Nutrisi lain yang diperlukan adalah vitamin B12 yang defisiensinya menyebabkan penurunan
(43)
commit to user
b) Pil KB
Dietil stillbestrol (DES) yang diberikan dengan dosis 0,1-0,2 mg per hari dimulai pada hari ke-5 sampai ke-20 dari siklus haid dapat meningkatkan kualitas dan meningkatkan jumlah lendir serviks. Akan tetapi, pemberian DES dengan dosis seperti itu dapat juga menghambat terjadinya ovulasi (Wiknjosastro, 2005).
2) Induksi ovulasi
Obat-obat ini diperlukan untuk mengatasi gangguan ovulasi. Berikut ini adalah obat-obat yang telah dianggap berhasil, yaitu: a) Klomifen sitrat (clomiphene)
Klomifen atau kloramifen adalah obat yang pertama diberikan dokter jika mencurigai terjadinya kegagalan ovulasi. Klomifen bekerja terhadap hipotalamus, yang meningkatkan kadar FSH dan LH serum setelah makan obat. Peningkatan kadar gonadotropin itu cukup untuk mematangkan folikel dan membuat puncak FSH dan LH pada hari ke-9 yang mengakibatkan ovulasi. Kalau ada haid, klomifen sitrat diberikan pada hari ke-5 sampai hari ke-9 selama lima hari. Kalau tidak ada haid, dibuatkan dulu perdarahan surut dengan pemberian 5 mg noretisteron, 2x1 selama lima hari, dan pemberian klomifen dimulai pada hari kelima setelah hari pertama terjadinya perdarahan surut.
(44)
commit to user
30
Dosis permulaan klomifen ialah 50 mg per hari selama lima hari, dan ovulasi biasanya terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-10 setelah tablet terakhir dimakan (Wiknjosastro, 2005).
Wiknjosastro (2005) menyatakan bahwa terdapat empat kemungkinan hasil pengobatan klomifen :
(1) Terjadi ovulasi. Maka, pengobatan diulangi dengan dosis yang sama.
(2) Hanya terjadi pematangan folikel, mungkin dengan ovulasi terlambat atau dengan defek korpus luteum. Maka, pengobatan diulangi dengan dosis yang sama. Kalau hasilnya tetap sama, dosis selanjutnya tetap ditingkatkan.
(3) Terjadi pematangan folikel tanpa terjadinya ovulasi. Maka, pengobatan diulangi dengan dosis yang sama ditambah suntikan HCG (3000-5000 UI) selama lima sampai tujuh hari setelah dosis klomifen terakhir dimakan.
(4) Tidak ada reaksi sama sekali. Maka, dosis klomifen ditingkatkan pada setiap siklus, dimulai dengan 100mg per hari selama lima hari dan berakhir dengan dosis maksimal 200mg per hari selama lima hari.
Pengobatan klomifen berhasil menginduksi ovulasi pada 80% dari wanita, mekipun hanya 40% yang hamil.
(45)
commit to user
Kesuksesan paling tinggi terjadi pada bulan-bulan pertama terapi. Kegagalan fertilisasi dalam waktu enam siklus klomifen dengan ovulasi mengharuskan evaluasi ulang (Norwitz, 2007).
b) Pergonal (Ekstrak FSH dan LH)
Pergonal bekerja merangsang ovarium untuk
menghasilkan estrogen dan progesteron, hormon yang menyiapkan uterus untuk mempersiapkan kehamilan. Pergonal disuntikkan pada pasien dalam kondisi perawatan rumah sakit yang terawasi. Dengan kontrol tersebut akan menghasilkan satu atau dua sel telur, namun akibat kekeliruan perhitungan mungkin saja tidak menghasilkan satu sel telur pun. Kehamilan kembar dapat terjadi akibat penggunaan obat infertilitas ini (Alam, 2007).
c) Bromokriptin (bromocriptine)
Norwitz (2007) menyatakan bahwa bromokriptin diindikasikan untuk wanita dengan disfungsi ovulasi
hiperprolaktinemik akibat adenoma hipofisis yang
mensekresi prolaktin atau hiperprolaktinemia idiopatik. Obat ini dapat menghambat sekresi prolaktin oleh hipofisis, sehingga siklus menstruasi berjalan normal. Dosis awal 1,25 mg per hari dapat ditingkatkan setiap minggu dengan penambahan 1,25 mg sampai menstruasi normal tercapai.
(46)
commit to user
32
Obat ini akan mengembalikan menstruasi pada 90% wanita dengan hiperprolaktinemia dan 80% diantaranya akan hamil.
3) Terapi operatif
Jikalau infertilitas ternyata ada hubungannya dengan masalah tuba yang tersumbat, maka pengobatan saja sangat sedikit kemungkinan membawa hasil. Dalam hal memutuskan
pembedahan, pasangan yang bersangkutan harus
mempertimbangkan terlebih dahulu bagaimana kemungkinan keberhasilannya, dan bagaimana reaksi mereka terhadap kemungkinan kegagalan sama sekali. Indikasi pembedahan tuba adalah tersumbatnya seluruh atau sebagian tuba sebagaimana diperiksa dengan histerosalpingografi dan laparoskopi. Tujuan
pembedahan tuba adalah untuk memperbaiki dan
mengembalikan anatomi tuba dan ovarium seperti semula. (Wiknjosastro, 2005).
Terdapat dua pilihan dan mana yang dipilih bergantung pada keparahan tuba dan keinginan pasien. Pendekatan pertama adalah mengusahakan membuat tuba fallopii menjadi paten dengan menggunakan pembedahan mikro. Jika ujung fimbriae tuba saja yang terhambat, dapat dilakukan salpingotomi atau fimbriolisis. Hasilnya memungkinkan 40% wanita hamil dalam waktu 2 tahun setelah operasi. Kerusakan tuba yang lebih besar
(47)
commit to user
memerlukan anastomosis tuba, dengan angka keberhasilan tidak lebih dari 20%, sedangkan melepaskan kembali ligasi tuba angka kehamilan mencapai 60%. Karena hasil yang relatif buruk (kecuali pelepasan kembali ligasi tuba), beberapa ahli ginekologi melakukan pendekatan alternatif IVF (in vitro fertilization) dengan petimbangan risiko kehamilan ektopik lebih kecil dan kemungkinan melahirkan anak sehat lebih besar (Llewellyn, 2001).
(48)
commit to user
34
Secara singkat penatalaksanaan infertilitas dapat
digambarkan sebagai berikut :
PIHAK ISTRI:
1. Kepuasan seks.
2. Psikologis-vaginismus.
3. Kelainan: - Kongenital. - Infeksi-trauma.
4. Gangguan hormonal.
5. Gangguan ovulasi
PIHAK SUAMI:
1. Frekuensi-kepuasan seks. 2. Teknik hubungan seks.
3. Psikologis:impoten ejakulasio prekoks 4. Kelainan anatomis:
- Hipo-epispadia
- Varikokel-kriptokismus. - Trauma-kecelakaan. - Sinar rontgen. 5. Infeksi neoplasma. 6. Kelainan endokrin. PASANGAN INFERTILITAS:
1. Kawin satu tahun. 2. Harmonis.
PEMERIKSAAN ISTERI: 1. Fisik normal.
2. Evaluasi ovulasi: - Temperatur basal. - Hormonal khusus.
• Progesteron midluteal. • LH surge
- Ultrasonografi folikel. - Biopsi endometrium. 3. Evaluasi tuba patensi
- H. S. G. - Laparoskopi.
- Partubasi-hidrotubasi.
PEMERIKSAAN SUAMI: 1. Sperma analisis:
- 2-3 kali/3 bulan. 2. Evaluasi spermatozoa:
- Imunologis interaksi. - Uji Shim Huhner. - Kultur spermatozoa. 3. Evaluasi hormonal 4. Konsul andrologi/urologi
BERHASIL HAMIL
1. Inseminasi buatan
2. Assistedreproductive technology.
IVF-GIFT. ZIFT. TET.
3. Surgate mother.
GAGAL HAMIL: 1. Adopsi anak. 2. Hidup tanpa anak. PENGOBATAN:
Medikamentosa: Terapi operatif suami istri: Induksi ovulasi: - Vitamin. - Melepaskan perlekatan. - Parlodel. - Pil KB (rebound efek) - Operasi rekonstruksi. - Klomifen.
- Hormonal.
KEHAMILAN RISIKO TINGGI: • Antenatal intensif.
Bagan 2
Skema Penatalaksanaan Infertilitas Sumber : Manuaba, 2001
Keterangan :
(49)
commit to user
4. Pengaruh Konseling Eklektik terhadap Tingkat Kecemasan
Mowrer (1953) menyatakan bahwa konseling berhubungan dengan usaha mengatasi klien yang mengalami gangguan kecemasan biasa (normal anxiety), dengan cara konseling ini pemberian bantuan terhadap klien akan menumbuhkan identitasnya karena konseling ini bertujuan memberikan support dan mendidik kembali (supportive dan re-educative). Dengan demikian, diharapkan kecemasan yang timbul bisa berkurang (Gunarsa, 2007).
Konseling adalah proses yang mengurangi gejala, memberikan wawasan yang dapat membantu klien memahami dan menyelesaikan masalah. Konseling ini sangat efektif dalam mengobati depresi dan kecemasan (Leod, 2005).
Konseling merupakan salah satu cara yang tepat untuk membantu mengatasi berbagai permasalahan dalam hidup. Konseling membantu mengidentifikasi masalah, mencari solusi atau alternatif yang tepat dan menyadarkan akan adanya potensi setiap manusia untuk dapat mengatasi berbagai permasalahannya sendiri, karena pada dasarnya setiap manusia pasti berkenalan dengan masalah, konflik, dan situasi yang tidak menyenangkan terkait dengan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan sekitar di antaranya adalah perasaan sedih, kecewa, stres, depresi, merasa takut, dan cemas (Hawari, 2008).
(50)
commit to user
36
B. Kerangka Konsep
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan dalam tinjauan pustaka dapat digambarkan kerangka konsep sebagai berikut :
Pasangan Suami-Istri Infertilitas (stresor) Tingkat Kecemasan Konseling Eklektik Tahapan konseling 1. Eksplorasi 2. Perumusan masalah 3. Identifikasi masalah 4. Perencanaan 5. Tindakan 6. Penilaian &
umpan balik
Meningkat Menurun
Neurotransmitter(sin yal penghantar saraf) Panca indera
Sistem saraf pusat (otak, sistem limbik) Sistem saraf otonom
(simpatis/ parasimpatis) Kelenjar hormonal (endokrin) Organ-organ yang dipersarafi : diteliti : tidak diteliti
Bagan 3 Kerangka konsep Sumber : Hawari, 2008
(51)
commit to user
C. Hipotesis
Ada pengaruh pemberian konseling eklektik terhadap tingkat kecemasan pada pasangan yang mengalami infertilitas.
(52)
commit to user
38 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah quasi experimental dengan desain penelitian one group pretest posttest.
O1 = pengamatan sebelum intervensi
X = intervensi
O2 = pengamatan setelah intervensi
B. Lokasi Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Plesungan Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karangnyar.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April- Juni 2012.
C. Populasi Penelitian 1. Populasi Target
Pada penelitian ini, populasi targetnya adalah pasangan suami isteri yang mengalami infertilitas di Desa Plesungan.
(53)
commit to user
2. Populasi Aktual
Pada penelitian ini, populasi aktualnya adalah pasangan suami isteri yang mengalami infertilitas dan tinggal menetap di Desa Plesungan serta berada di tempat saat penelitian.
D. Sampel dan Teknik Sampling
Penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling yaitu teknik pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.
E. Besar Sampel
Menurut Notoatmodjo (2010), untuk populasi kecil atau lebih kecil dari 10.000, dapat menggunakan formula seperti berikut:
n = N
1 + N (d )
Keterangan : N : besar populasi n : besar sampel
d : tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan, biasanya 0,05.
Pada penelitian ini besar populasi yang ada adalah 20 pasangan suami isteri yang mengalami infertilitas atau 40 orang. Dengan menggunakan rumus estimasi besar sampel di atas penelitian ini menggunakan 36 orang.
(54)
commit to user
40
F. Kriteria Restriksi
1. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
a. Pasangan suami isteri yang melakukan hubungan seksual secara teratur 2-3x seminggu selama satu tahun belum terjadi kehamilan. b. Pasangan suami isteri yang tidak menggunakan alat kontrasepsi jenis
apa pun.
c. Bersedia menjadi responden.
2. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
a. Pasangan suami isteri yang sulit diajak komunikasi (mempunyai keterbatasan atau berkebutuhan khusus).
b. Pasangan suami isteri yang mempunyai gangguan kejiwaan berat.
G. Definisi Operasional Variabel
Tabel 1. Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi
Operasional Alat ukur Cara Ukur Skala
Pemberian konseling eklektik Konseling yang menggunakan data klien sebagai studi secara individual. Pemberian konseling
Presensi -
Tingkat kecemasan Gangguan dalam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas. Taylor Manifest Anxiety Scale (T-MAS) Jumlah skor Rasio
(55)
commit to user
H. Cara Kerja 1. Intervensi
Penelitian pengaruh pemberian konseling eklektik terhadap tingkat kecemasan pada pasangan yang mengalami infertilitas dilaksanakan dalam beberapa tahap yaitu :
a. Tahap Persiapan
Tahap ini meliputi studi pendahuluan, penyusunan proposal termasuk instrumen penelitian, dan perijinan.
b. Tahap Pelaksanaan
Pemberian konseling eklektik dilakukan dengan rincian sebagai berikut :
1) Melakukan pretest dengan kuesioner T-MAS (Taylor Manifest
Anxiety Scale) sebelum dilakukan konseling.
2) Memberikan konseling eklektik dengan tahapan sebagai berikut :
a) Tahapan eksplorasi
b) Tahapan perumusan masalah
c) Tahap identifikasi masalah
d) Tahap perencanaan
e) Tahap tindakan atau komitmen
f) Tahap penilaian
3) Melakukan postest dengan kuesioner T-MAS (Taylor Manifest Anxiety Scale) selang satu minggu setelah diberikan konseling.
(56)
commit to user
42
c. Tahap Penyusunan Laporan
Pada tahap ini membuat laporan karya tulis ilmiah berdasarkan data yang telah diperoleh dan dilanjutkan dengan seminar hasil penelitian. 2. Instrumentasi
a. Tingkat kecemasan
1) Alat ukur
Kecemasan diukur dengan menggunakan Taylor Manifest Anxiety Scale (T-MAS). T-MAS merupakan alat ukur baku atau standar bagi kecemasan dan diterima secara internasional. Alat ukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 50 butir pernyataan yang tergolong menjadi dua kategori, yaitu :
Tabel 2. Item Pernyataan Kuesioner Item pernyataan
Favourable Unfavourable
2, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 21, 23, 24, 25, 27, 28, 30, 31, 33, 34, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 44, 45, 46, 48, 49.
1, 3, 8, 12, 18, 20, 22,
26, 29, 32, 35, 40, 43, 47, 50. Sumber : Azwar, 2007
Klien diberikan kuesioner kemudian diberikan penjelasan bagaimana pengisian kuesioner tersebut. Apabila kondisi klien tidak memungkinkan, kuesioner akan dibacakan atau dipandu oleh orang lain yang ditunjuk. Pengukuran dilakukan pada saat awal penelitian
(57)
commit to user
dan saat akhir penelitian. Skor dinilai berdasar jawaban untuk tiap-tiap pernyataan favourable, skor 1 apabila menjawab ya, dan skor 0 apabila menjawab tidak. Untuk pernyataan unfavourable diberikan skor 0 apabila menjawab ya, dan skor 1 apabila menjawab tidak. Skor akhir yaitu jumlah skor total. Skor kecemasan dinyatakan dengan angka, rentang 1-50. Seseorang dikatakan cemas apabila skor lebih dari 22, apabila skor lebih kecil atau sama dengan 22 maka dikatakan tidak cemas (Azwar, 2007).
2) Cara pengambilan data
Cara pengambilan data secara langsung dari responden (data primer) dengan cara mengisi kuesioner yang diberikan peneliti. b. Konseling Eklektik
1) Alat ukur
Pada penelitian ini, alat ukur yang digunakan adalah presensi. Setiap responden penelitian yang telah diberikan konseling eklektik diwajibkan mengisi daftar presensi yang telah disediakan.
2) Cara pengambilan data
Cara pengambilan data secara langsung dari responden (data primer) dengan cara wawancara seputar kondisi responden.
I. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan alat bantu komputer dan langkah-langkah yang dilakukan adalah:
(58)
commit to user
44
1. Pengolahan Data
a. Editing
Upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan.
b. Coding
Kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer
c. Data Entry
Kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel kontingensi.
2. Analisis Data a. Analisis univariat
Pada penelitian ini adalah karakteristik responden yang meliputi umur, lama pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan, penghasilan, dan jumlah anak.
b. Analisis bivariat
Adapun uji yang digunakan sebelum dilakukan uji paired t-test adalah : 1) Uji normalitas
Dalam penelitian ini dilakukan Shapiro Wilk test karena jumlah sampel yang digunakan kurang dari 50, dikatakan normal apabila p > 0,05.
(59)
commit to user
2) Uji homogenitas
Dalam penelitian ini dilakukan Levene’s test, data tersebut dikatakan berasal dari populasi yang bervarian homogen apabila p > 0,05.
3) Uji linearitas
Uji linearitas data menggunakan Test of Linearity dengan nilai signifikansi dari Deviation of Linearity, apabila nilai tersebut lebih dari 0,05 berarti bahwa garis regresi tersebut berbentuk linear. Jika memenuhi syarat, maka dipilih uji t berpasangan (paired t test). Jika tidak memenuhi syarat (data tidak berdistribusi normal) dilakukan transformasi data terlebih dahulu. Jika variabel baru hasil transformasi berdistribusi normal, maka dipakai uji t berpasangan (paired t test). Jika variabel baru hasil transformasi tidak berdistribusi normal, maka dipilih uji Wilcoxon (Dahlan, 2011).
(60)
commit to user
47 BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan untuk mengamati pengaruh pemberian konseling eklektik terhadap tingkat kecemasan pada pasangan yang mengalami infertilitas di Desa Plesungan, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar. Penelitian dilakukan dengan cara mengetahui tingkat kecemasan awal (pretest) kemudian diberikan konseling eklektik dan dilanjutkan dengan test akhir (posttest). Adapun hasil penelitian sebagai berikut :
A. Karakteristik Responden
1. Umur
Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 3. Umur Responden
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa mayoritas umur responden menyebar dalam rentang 20-35 tahun.
2. Lama Pernikahan
Karakteristik responden berdasarkan lama pernikahan dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Umur Frekuensi %
< 20 tahun 1 2,77
20-35 tahun 20 55,56
> 35 tahun 15 41,67
(61)
commit to user
Tabel 4. Lama Pernikahan Responden Lama
Pernikahan Frekuensi %
1-3 tahun 12 33,33
3-5 tahun 6 16,67
> 5 tahun 18 50
Total 36 100
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa setengah dari jumlah responden yaitu 18 responden menyatakan bahwa lama pernikahan mereka > 5 tahun.
3. Pendidikan Terakhir
Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 5. Pendidikan Terakhir Responden
Pendidikan Frekuensi %
Tidak Sekolah 4 11,11
SD 7 19,44
SMP 8 22,22
SMA 15 41,67
PT 2 5,56
Total 36 100
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir mayoritas responden adalah SMA, sejumlah 15 responden (41,67%).
4. Pekerjaan
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
(62)
commit to user
49
Tabel 6. Pekerjaan Responden
Pekerjaan Frekuensi %
Buruh 14 38,89
IRT 3 8,33
Swasta 19 52,78
Total 36 100
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa pekerjaan mayoritas responden adalah swasta, sejumlah 19 responden (52,78%).
5. Penghasilan
Karakteristik responden berdasarkan penghasilan adalah sebagai berikut : Tabel 7. Penghasilan Responden
Penghasilan Frekuensi %
- 2 5,56
< Rp 500.000,00 9 25
Rp 500.000,00-Rp 1.000.000,00 14 38,89
Rp 1.000.000,00-Rp 3.000.000,00 11 30,55
Total 36 100
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai penghasilan Rp 500.000,00-Rp 1.000.000,00 yaitu sebesar 14 responden (38,89%).
6. Jumlah Anak
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 8. Jumlah Anak Responden
Jumlah Anak Frekuensi %
Belum Punya 36 100
1 - 0,0
2 - 0,0
Total 36 100
(63)
commit to user
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa semua responden (100%) menyatakan bahwa mereka belum mempunyai anak.
B. Tingkat Kecemasan Sebelum dan Setelah Pemberian Konseling Eklektik Tingkat kecemasan yang diukur pada penelitian ini tampak pada skor yang diambil sebelum diberikan konseling eklektik (pretest) dan setelah diberikan konseling eklektik (posttest) dengan alat ukur kuesioner Taylor Manifest Anxiety Scale (T-MAS). Hasil skor tingkat kecemasan tersebut disajikan dalam tabel di bawah ini :
Tabel 9. Skor Tingkat Kecemasan Responden
Ketegori N Mean Standar Deviasi
Pretest 36 25,17 4,994
Posttest 36 23,08 3,409
Sumber : Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel di atas, rata-rata skor pretest (25,17±4,994) lebih tinggi jika dibandingkan rata-rata skor posttest (23,08±3,409).
C. Analisis Pengaruh Pemberian Konseling Eklektik terhadap Tingkat
Kecemasan pada Pasangan yang Mengalami Infertilitas
Analisis data dengan menggunakan uji t-test, adapun uji yang digunakan sebagai prasyarat menggunakan uji t-test adalah sebagai berikut :
1. Uji normalitas
Hasil uji normalitas data sebelum pemberian konseling eklektik menggunakan Shapiro-Wilk test p = 0,775 (p > 0,05), maka disimpulkan data terdistribusi normal. Hasil uji normalitas data sesudah pemberian
(64)
commit to user
51
konseling eklektik menggunakan Shapiro-Wilk test p = 0,279 (p > 0,05), maka disimpulkan data terdistribusi normal. Hasil perhitungan uji normalitas data dapat dilihat pada lampiran.
2. Uji homogenitas
Hasil uji homogenitas data sebelum pemberian konseling eklektik menggunakan Levene’s test p = 0,242 (p > 0,05), maka disimpulkan bahwa data tersebut berasal dari populasi yang bervarians homogen. Hasil uji homogenitas data setelah pemberian konseling eklektik menggunakan Levene’s test p = 0,359 (p > 0,05), maka disimpulkan bahwa data tersebut berasal dari populasi yang bervarians homogen. Hasil perhitungan data dapat dilihat pada lampiran.
3. Uji linearitas
Hasil uji linearitas data menggunakan test of linearity dengan melihat nilai signifikansi dari deviation of linearity. Apabila nilai tersebut lebih dari 0,05 berarti garis regresi berbentuk linear. Data sebelum pemberian konseling eklektik p = 0,887 (p > 0,05) dan data setelah pemberian konseling eklektik p = 0,649, maka dapat disimpulkan bahwa kedua data tersebut mempunyai garis regresi yang berbentuk linear.
Dari data di atas dapat disimpulkan, bahwa data tes awal dan tes akhir telah terdistribusi normal, sehingga bisa dilakukan uji paired t-test. Hasil uji t-test sebagai berikut:
(65)
commit to user
Tabel 10. Hasil Uji Paired t-test
Kategori N Mean p t
Pretest 36 25,17
0,001 3,515
Posttest 36 23,08
Sumber : Hasil Olah Data SPSS 16.00
Hasil paired t-test menunjukkan p = 0,001 (p < 0,05) dan t hitung = 3,515 > t tabel = 2,021 yang membuktikan ada pengaruh pemberian konseling eklektik terhadap tingkat kecemasan pada pasangan yang mengalami infertilitas.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh konseling eklektik terhadap tingkat kecemasan pada pasangan infertilitas, dapat dilihat nilai correlation pada tabel berikut ini :
Tabel 11. Paired Samples Correlations
Kategori N Correlation Sig.
Pretest & Posttest 36 0,702 0,000
Sumber : Hasil Olah Data SPSS 16.00
Nilai correlation di atas dikuadratkan kemudian dikalikan 100%, hal ini menunjukkan seberapa besar sumbangan konseling eklektik terhadap tingkat kecemasan pada pasangan yang mengalami infertilitas (Sugiyono, 2011). Hasil perhitungan menunjukkan (0,702)2 x 100% = 49,2%. Berdasarkan perhitungan tersebut, sebesar 49,2% tingkat kecemasan diturunkan karena faktor konseling eklektik dan 50,8% karena faktor lain.
(66)
commit to user
53 BAB V PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan 36 responden, merupakan 18 pasangan suami isteri yang mengalami infertilitas. Hal ini bisa diketahui apabila sepasang suami isteri setelah bersenggama secara teratur (2-3x per minggu), tanpa memakai metode pencegahan, belum mengalami kehamilan selama satu tahun (Mansjoer, 2001). Berdasarkan klasifikasi infertilitas, apabila isteri belum pernah hamil walaupun bersenggama teratur selama 12 bulan disebut infertilitas primer, apabila isteri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama teratur selama 12 bulan disebut infertilitas sekunder (Wiknjosastro, 2005). Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada kasus infertilitas adalah memeriksa bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, penyebaran rambut, keadaan payudara, kelenjar tiroid, dan dinding perut. Pada kasus infertilitas, dokter melakukan pemeriksaan ginekologik untuk mengetahui keadaan organ kelamin luar dan dalam, biasanya dengan pemeriksaan dalam memakai jari, alat khusus (spekulum/cocor bebek), ataupun alat ultrasonografi (USG) (Utama, 2007). Semua responden penelitian ini termasuk klasifikasi infertilitas primer, hal ini disebabkan semua responden (100%) menyatakan bahwa mereka belum pernah hamil.
Berdasarkan dari perhitungan pada tiap-tiap item pernyataan, didapatkan bahwa jumlah skor pada test awal lebih besar dibanding test akhir. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skor nilai sebelum pemberian konseling eklektik
(67)
commit to user
sebesar 25,17±4,994 dan setelah pemberian konseling eklektik rata-ratanya turun menjadi 23,08±3,409, hasil ini menunjukkan adanya selisih nilai rata-rata setelah diberikan konseling eklektik. Hasil uji statistik dengan paired t-test untuk sampel dalam satu kelompok (paired sample test) menunjukkan nilai p = 0,001 (p < 0,05) dan t hitung = 3,515 > t tabel = 2,021 yang membuktikan adanya pengaruh pemberian konseling eklektik terhadap tingkat kecemasan pada pasangan yang mengalami infertilitas.
Hal ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari konseling eklektik terhadap penurunan kecemasan pada pasangan yang mengalami infertilitas di Desa Plesungan, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar. Sesuai pendapat Mowrer (1953) yang menyatakan bahwa konseling berhubungan dengan usaha mengatasi klien yang mengalami gangguan kecemasan biasa (normal anxiety), dengan cara konseling ini pemberian bantuan terhadap klien akan menumbuhkan identitasnya karena konseling ini bertujuan memberikan support dan mendidik kembali (supportive dan reeducative). Dengan demikian, diharapkan kecemasan yang timbul bisa berkurang (Gunarsa, 2007).
Penelitian sejenis dilakukan oleh Mirani (2005) yang berjudul : “Pengaruh Konseling Genetik pada Tingkat Kecemasan dan Depresi terhadap Penentuan Gender Ambigus Genitalia” pada 20 orang responden. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa ada pengaruh konseling genetik pada tingkat kecemasan dan depresi terhadap penentuan gender ambigus genetalia dan sebesar 60% sumbangan konseling genetik untuk menurunkan tingkat kecemasan dan depresi. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Rahmat (2010) yang berjudul :
(1)
commit to user
53
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan 36 responden, merupakan 18 pasangan suami
isteri yang mengalami infertilitas. Hal ini bisa diketahui apabila sepasang suami
isteri setelah bersenggama secara teratur (2-3x per minggu), tanpa memakai
metode pencegahan, belum mengalami kehamilan selama satu tahun (Mansjoer,
2001). Berdasarkan klasifikasi infertilitas, apabila isteri belum pernah hamil
walaupun bersenggama teratur selama 12 bulan disebut infertilitas primer, apabila
isteri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun
bersenggama teratur selama 12 bulan disebut infertilitas sekunder (Wiknjosastro,
2005). Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada kasus infertilitas adalah memeriksa
bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, penyebaran rambut, keadaan payudara,
kelenjar tiroid, dan dinding perut. Pada kasus infertilitas, dokter melakukan
pemeriksaan ginekologik untuk mengetahui keadaan organ kelamin luar dan
dalam, biasanya dengan pemeriksaan dalam memakai jari, alat khusus
(spekulum/cocor bebek), ataupun alat ultrasonografi (USG) (Utama, 2007).
Semua responden penelitian ini termasuk klasifikasi infertilitas primer, hal ini
disebabkan semua responden (100%) menyatakan bahwa mereka belum pernah
hamil.
Berdasarkan dari perhitungan pada tiap-tiap item pernyataan, didapatkan
bahwa jumlah skor pada test awal lebih besar dibanding test akhir. Hasil
penelitian menunjukkan rata-rata skor nilai sebelum pemberian konseling eklektik
(2)
commit to user
sebesar 25,17±4,994 dan setelah pemberian konseling eklektik rata-ratanya turun
menjadi 23,08±3,409, hasil ini menunjukkan adanya selisih nilai rata-rata setelah
diberikan konseling eklektik. Hasil uji statistik dengan paired t-test untuk sampel
dalam satu kelompok (paired sample test) menunjukkan nilai p = 0,001 (p < 0,05)
dan t hitung = 3,515 > t tabel = 2,021 yang membuktikan adanya pengaruh
pemberian konseling eklektik terhadap tingkat kecemasan pada pasangan yang
mengalami infertilitas.
Hal ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari konseling
eklektik terhadap penurunan kecemasan pada pasangan yang mengalami
infertilitas di Desa Plesungan, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar.
Sesuai pendapat Mowrer (1953) yang menyatakan bahwa konseling berhubungan
dengan usaha mengatasi klien yang mengalami gangguan kecemasan biasa
(normal anxiety), dengan cara konseling ini pemberian bantuan terhadap klien
akan menumbuhkan identitasnya karena konseling ini bertujuan memberikan
support dan mendidik kembali (supportive dan reeducative). Dengan demikian,
diharapkan kecemasan yang timbul bisa berkurang (Gunarsa, 2007).
Penelitian sejenis dilakukan oleh Mirani (2005) yang berjudul : “Pengaruh
Konseling Genetik pada Tingkat Kecemasan dan Depresi terhadap Penentuan
Gender Ambigus Genitalia” pada 20 orang responden. Hasil penelitian tersebut
juga menunjukkan bahwa ada pengaruh konseling genetik pada tingkat kecemasan
dan depresi terhadap penentuan gender ambigus genetalia dan sebesar 60%
sumbangan konseling genetik untuk menurunkan tingkat kecemasan dan depresi.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Rahmat (2010) yang berjudul :
(3)
commit to user
“Pengaruh Konseling terhadap Kecemasan dan Kualitas Hidup Pasien Diabetes
Mellitus di Kecamatan Kebakkramat” pada 38 orang responden penelitian. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada kelompok yang mendapat konseling
terdapat penurunan tingkat kecemasan yang bermakna, dan peningkatan kualitas
hidup yang bermakna.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan konseling adalah usia klien,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, inteligensi, status sosial ekonomi, dan sosial
budaya. Klien berusia dewasa dimungkinkan lebih sulit dilakukan modifikasi
persepsi tingkahlakunya dibandingkan dengan klien berusia belasan tahun, karena
berhubungan dengan fleksibilitas kepribadiannya (Luddin, 2010). Responden
penelitian termuda usia 19 tahun dan yang tertua usia 50 tahun.
Pendidikan seseorang mempengaruhi cara pandangnya terhadap diri dan
lingkungan, sehingga akan berbeda cara menyikapi proses berlangsungnya
konseling pada klien yang berpendidikan tinggi dengan yang berpendidikan
rendah (Luddin, 2010). Rata-rata tingkat kecemasan akhir (posttest) responden
yang berpendidikan SD dan yang tidak sekolah lebih rendah yaitu sebesar 19%,
meskipun memiliki selisih sedikit dibandingkan responden yang berpendidikan
SMP (22%), SMA (20%), dan perguruan tinggi (20%). Menurut hasil penelitian
yang dilakukan oleh Astria (2009) yang berjudul : “Hubungan Karakteristik Ibu
Hamil Trimester III dengan Kecemasan dalam Menghadapi Persalinan di
Poliklinik Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit X Jakarta” menunjukkan
bahwa tingkat pendidikan secara statistik dapat membuktikan adanya hubungan
yang signifikan dengan kecemasan dalam menghadapi persalinan. Tingkat
(4)
commit to user
pendidikan yang rendah menyebabkan kurangnya pengetahuan dan keterbatasan
kemampuan dalam memahami, hal ini akan berlanjut pada kurangnya kesadaran
dan kepedulian tentang kesehatan (Siahaan, 2008).
Status sosial dan ekonomi berpengaruh terhadap tingkah laku, individu yang
berasal dari keluarga dengan status ekonomi yang baik akan mempunyai sikap
dan pandangan yang positif tentang masa depannya dibandingkan keluarga yang
status ekonominya rendah (Luddin, 2010). Status ekonomi dapat dilihat dari
penghasilan yang diperoleh setiap bulannya, sebesar 14 responden (38,89%)
menyatakan berpenghasilan Rp 500.000,00-Rp 1.000.000,00 dan selama
pelaksanaan penelitian ini sebagian besar mempunyai pandangan yang positif
tentang masa depan.
(5)
commit to user
57
BAB VI
PENUTUP
A.
Simpulan
1.
Skor rata-rata tingkat kecemasan sebelum diberikan konseling eklektik
sebesar 25,17.
2.
Skor rata-rata tingkat kecemasan setelah diberikan konseling eklektik
sebesar 23,08.
3.
Ada pengaruh pemberian konseling eklektik terhadap tingkat
kecemasan pada pasangan yang mengalami infertilitas, p = 0,001 (p <
0,05).
B.
Saran
1.
Bagi Dinas Kesehatan Terkait
Bagi dinas kesehatan terkait diharapkan agar bekerjasama dengan
puskesmas setempat untuk memberikan konseling eklektik pada
pasangan yang mengalami infertilitas dalam jangka waktu tertentu,
misalnya satu bulan sekali.
2.
Bagi Responden
Pasangan yang mengalami infertilitas perlu mencari alternatif lain agar
tingkat kecemasan dapat diatasi, misalnya melakukan konsultasi dengan
ahli dan meminta dukungan dari keluarga.
(6)