MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) PADA SISWA SEKOLAH DASAR : Studi Kuasi Eksperimen pada Kelas III Sekolah Dasar di Kecamatan Sukajadi Kota Bandung Tahun Pe
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi
Matematika dengan Menggunakan Model Realistic Mathematics
Education (RME) pada Siswa Sekolah Dasar
(Studi Kuasi Eksperimen pada Topik Keliling dan Luas Bangun Persegi dan Persegi Panjang di Kelas III Terhadap Tiga Sekolah Dasar di Kecamatan Sukajadi
Kota Bandung Tahun Pelajaran 2011-2012)
TESIS
Diajukan untuk memenuhi Syarat memperoleh Gelar Magister Pendidikan Konsentrasi Pendidikan Matematika Sekolah Dasar
Program Studi Pendidikan Dasar
Oleh
BURHAN ISKANDAR ALAM NIM : 0908836
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
(2)
2012
PERNYATAANDengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul
“
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi
Matematika dengan Menggunakan Model Realistic Mathematics
Education (RME) pada Siswa Sekolah Dasar.
” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.Bandung, 13 Oktober 2012
Yang membuat pernyataan,
(3)
Menggunakan Model Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) pada Siswa Sekolah Dasar
(Studi Kuasi Eksperimen pada Kelas III Sekolah Dasar di Kecamatan Sukajadi Kota Bandung Tahun Pelajaran 2011-2012)
Burhan Iskandar Alam (0908836) ABSTRAK
Kemampuan pemahaman dan komunikasi matematika merupakan hal penting bagi siswa dan perlu ditingkatkan, melalui proses pembelajaran. Mencapai kemampuan dimaksud diperlukan kompetensi guru dalam memilih pendekatan pembelajaran yang dapat mengantarkan siswa memahami konsep matematika dan mengasah kemampuan berkomunikasi matematisnya. Salah satu pendekatan yang relevan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa adalah pendekatan RME. Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menelaah peningkatan pembelajaran dengan pendekatan RME terhadap kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa. Tujuan ini dijabarkan pada kajian yang membandingkan antara pembelajaran RME dengan pembelajaran konvensional; pengaruh pembelajaran RME pada tingkat kemampuan siswa dan level sekolah; serta sikap siswa terhadap pembelajaran matematika realistik. Digunakan metode kuasi eksperimen dengan desain penelitian kontrol pretest-postest. Menjadikan 201 siswa kelas III SD di Kecamatan Sukajadi Kota Bandung sebagai subyek penelitian, diperoleh data melalui instrument tes masing-masing kemampuan pemahaman dan komunikasi adalah ; 15 soal PG, dan 5 soal uraian, serta pemberian angket sikap siswa. Menggunakan software anates versi 4.0 menunjukkan instrument tes adalah valid dan reliabel, memiliki tingkat kesukaran dan daya pembeda yang baik. Hasil uji dengan ANOVA two way dengan SPSS versi 17 menunjukkan data berdistribusi normalitas dan homogen pada tingkat signifikansi alpha 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan RME dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa secara signifikan lebih baik, dibandingkan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. ditinjau dari kemampuan awal siswa dan pembelajaran serta level sekolah. Analisis data angket memperlihatkan bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan RME sebagian besar bersikap positif terhadap pelajaran matematika. Dengan demikian penelitian ini memberikan rekomendasi bahwa pembelajaran dengan pendekatan RME dapat dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran matematika dan dapat diterapkan di berbagai level sekolah karena dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa Sekolah Dasar. Pembelajaran dengan pendekatan RME juga dapat dijadikan sebagai salah satu upaya untuk memotivasi siswa dalam meningkatkan kualitas dan hasil belajar matematika siswa.
(4)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
PERNYATAAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GRAFIK ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Hipotesis ... 12
E. Definisi Operasional... 13
BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Dasar Mengajar ... 18
B. Hakekat Matematika ... 22
C. Pembelajaran Matematika ... 26
D. Karakteristik Realistic Mathematics Education (RME) ... 28
E. Prinsip-prinsip Realistic Mathematics Education (RME)... 32
(5)
G. Pemahaman Matematika ... 36
H. Komunikasi Matematika ... 42
I. Hubungan Pemahaman dan Komunikasi Matematika ... 45
J. Teori-teori Belajar yang Berkaitan dengan RME ... 50
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 54
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 55
C. Variabel Penelitian ... 56
D. Instrumen Penelitian... 56
E. Waktu dan Tahap Penelitian ... 73
F. Teknik Pengolahan Data ... 75
G. Prosedur Penelitian... 77
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 79
B. Pembahasan ... ... 131
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 145
B. Saran ... 146
DAFTAR PUSTAKA ... 148
LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 157
(6)
B. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ... 175
C. Lembar Evaluasi Siswa ……… ... 197
D. Instrumen Penelitian ... 209
E. Hasil Uji Instrumen ... 240
F. Data Hasil Penelitian ... 271
G. Dokumentasi Penelitian ... 310
H. Lembar Hasil Penelitian di Lapangan ... 325
I. Surat Ijin Penelitian ... 423
(7)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Pengklasifikasi Objek Operasional Pemahaman Matematika ... 41
3.1 Desain Penelitian ... 54
3.2 Interpretasi Koefisien Validitas ... 59
3.3 Uji Validitas Tes Pemahaman Matematika ... 60
3.4 Uji Validitas Tes Komunikasi Matematika ... 61
3.5 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ... 63
3.6 Klasifikasi Daya Pembeda ... 64
3.7 Daya Pembeda Tes Pemahaman Matematika ... 65
3.8 Daya Pembeda Tes Komunikasi Matematika ... 66
3.9 Kreteria Tingkat Kesukaran ... 67
3.10 Tingkat Kesukaran Butir Soal Pemahaman Matematika ... 68
(8)
3.12 Klasifikasi Gain ... 76
3.13 Struktur Alur Penelitian ... 78
4.1 Uji Normalitas Pretes Kemampuan Pemahaman Matematika ... 80
4.2 Uji Homogenitas Pretes Kemampuan Pemahaman Matematika ... 81
4.3 Uji-t Perbedaan Rerata Pretes Pemahaman Matematika ... 82
4.4 Uji Normalitas Postes Kemampuan Pemahaman Matematika ... 83
4.5 Uji Homogenitas Postes Kemampuan Pemahamn Matematika ... 84
4.6 Uji-t Perbedaan Rerata Postes Pemahaman Matematika ... 85
4.7 Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Pemahaman Matematika ... 87
4.8 Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan Pemahaman Matematika ... 88
4.9 Skor Rata-rata Pretes, Postes, Standar Deviasi dan N-Gain Kemampuan Pemahaman Matematika ... 88
4.10 Uji-t Perbedaan Peningkatan Rerata N-Gain Pemahaman Matematika ... 89
4.11 Uji Anova Dua Jalur Rerata Skor N-Gain Pemahaman Matematika ... 90
4.12 Uji Anova Dua Jalur terhadap Rerata Skor Pemahaman Matematika ... 92
4.13 Uji Normalitas Data Pretes Kemampuan Komunikasi Matematika ... 95
(9)
4.15 Uji-t Perbedaan Rerata Pretes Komunikasi Matematika ... 96
4.16 Uji Normalitas Postes Kemampuan Komunikasi Matematika ... 98
4.17 Uji Homogenitas Postes Kemampuan Komunikasi Matematika ... 99
4.18 Uji-t Perbedaan Rerata Postes Kemampuan Komunikasi Matematika ... 100
4.19 Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematika ... 102
4.20 Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematika ... 103
4.21 Skor Rata-rata Pretes, Postes, Standar Deviasi dan N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematika ... 103
4.22 Perbedaan Peningkatan Rata-rata N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa ... 104
4.23 Uji Anova Dua Jalur Rerata Skor N-Gain Kemampau Komunikasi Matematika Siswa ... 105
4.24 Uji Anova Dua Jalur Terhadap Rerata Skor Komunikasi Matematika ... 107
4.25 Hasil Perhitungan Data Observasi Tiap Pertemuan ... 110
4.26 Sikap Siswa Terhadap Pelajaran Matematika untuk Sekolah Level Tinggi ... 112
(10)
4.28 Sikap Siswa Terhadap Soal-soal Pemahamn konsep dan Komunikasi Matematika siswa pada Level Sekolah Tinggi ... 117
4.29 Sikap Siswa Terhadap Pelajaran Matematika untuk Sekolah Level Sedang ... 119
4.30 Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika pada Level Sekolah Sedang ... 121
4.31 Sikap Siswa Terhadap Soal-soal Pemahamn konsep dan Komunikasi Matematika siswa pada Level Sekolah Sedang ... 123
4.32 Sikap Siswa Terhadap Pelajaran Matematika untuk Sekolah Level Rendah ... 125
4.33 Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika pada Level Sekolah Rendah .... 127
4.34 Sikap Siswa Terhadap Soal-soal Pemahamn konsep dan Komunikasi Matematika siswa pada Level Sekolah Rendah ... 129
(11)
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Interaksi Peningkatan Kemampuan Pemahaman terhadap Pembelajaran
dengan Kemampuan Awal Matematika ... 91
Grafik 4.2 Interaksi Peningkatan Kemampuan Pemahaman terhadap Metode
Pembelajaran dengan Level Sekolah ... 93
Grafik 4.3 Interaksi Peningkatan Kemampuan Komunikasi terhadap Pembelajaran
dengan Kemampuan Awal Matematika ... 104
Grafik 4.4 Interaksi Peningkatan Kemampuan Komunikasi terhadap Metode
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Alat Pengumpul Data
A1. Silabus Pembelajaran ... 154
A2. Rencana Pembelajaran 1 ... 157
A3. Rencana Pembelajaran 2 ... 160
A4. Rencana Pembelajaran 3 ... 163
A5. Rencana Pembelajaran 4 ... 166
A6. Rencana Pembelajaran 5 ... 169
A7. Rencana Pembelajaran 6 ... 172
Lampiran B Lembar Kerja Siswa (LKS) B1. Lembar Kerja Siswa I ... 175
B2. Lembar Kerja Siswa 2 ... 178
B3. Lembar Kerja Siswa 3 ... 182
B4. Lembar Kerja Siswa 4 ... 188
B5. Lembar Kerja Siswa 5 ... 191
B6. Lembar Kerja Siswa 6 ... 194
Lampiran C Lembar Evaluasi Siswa C1. Lembar Evaluasi Siswa I ... 197
C2. Lembar Evaluasi Siswa 2 ... 199
C3. Lembar Evaluasi Siswa 3 ... 201
C4. Lembar Evaluasi Siswa 4 ... 203
(13)
C6. Lembar Evaluasi Siswa 6 ... 205
C7. Data Skoran Untuk Uraian Pemahaman ... 207
C8. Data Skoran Untuk Uraian Komunikasi ... 208
Lampiran D Instrumen Penelitian D1. Kisi-kisi Soal ... 209
D2. Kisis-kisi Angket ... 211
D3. Soal Uji Coba Kemampuan Pemahaman ... 212
D4. Soal Uji Coba Kemampuan Komunikasi ... 217
D5. Soal Pretes dan Postes Kemampuan Pemahaman Matematika ... 222
D6. Soal Pretes dan Postes Kemampuan Komunikasi Matematika ... 227
D7. Lembar Skala Sikap ... 233
D8. Lembar Observasi Siswa ... 235
D9. Lembar Observasi Guru ... 236
D10. Lembar Kuesioner Guru ... 237
D11. Lembar Wawancara Siswa ... 239
Lampiran E Hasil Uji Instrumen E1. Data Uji Instrumen Kemampuan Pemahaman Matematika ... 240
E2. Data Uji Istrumen Kemampuan Komunikasi Matematika ... 244
E3. Uji Validitas Butir Soal ... 248
E4. Uji Reliabelitas Butir Soal ... 249
E5. Daya Pembeda Butir Soal ... 252
E6. Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 252
E7. Data Uji Instrumen Kemampuan Komunikasi Matematika ... 244
E8. Uji Validitas Butir Soal ... 259
E9. Uji Reliabelitas Butir Soal ... 260
E10. Daya Pembeda Butir Soal ... 263
E11. Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 263
Lampiran F Data Hasil Penelitian F1. Data Hasil Penelitian Kelas Eksperimen ... 271
F2. Data Hasil Penelitian Kelas Kontrol ... 275
F3. Uji Normalitas Pretes Kemampuan Pemahaman ... 279
F4. Uji Normalitas Pretes Kemampuan Komunikasi ... 280
F5. Uji Normalitas Postes Kemampuan Pemahaman ... 281
F6. Uji Normalitas Postes Kemampuan Komunikasi ... 282
F7. Uji Homogenitas Pretes ... 283
(14)
F9. Uji Normalitas N-Gain ... 285
F10. Uji Homogenitas N-Gain ... 286
F11. Skor Rata-rata, Standar Deviasi dan Gain Pretes dan Postes ... 287
F12. Uji-t Perbedaan Rata-rata Prites ... 288
F13. Uji-t Perbedaan Rata-rata Postes ... 289
F14. Uji-t Perbedaan Peningkatan Rata-rata N-Gain ... 290
F15. Uji Anova dua Jalur terhadap Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika pada Aspek Pemahaman ... 291
F16. Uji Anova dua Jalur terhadap Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika pada Aspek Komunikasi ... 292
F17. Uji Anova dua Jalur terhadap Pembelajaran dan Level Sekolah pada Aspek Pemahaman Matematika ... 293
F18. Uji Anova dua Jalur terhadap Pembelajaran dan Level Sekolah pada Aspek Komunikasi Matematika ... 294
F19. Hasil Observasi Kegiatan Siswa Level Tinggi, Sedang dan Rendah ... 295
F20. Hasil Observasi Kegiatan Guru Level Tinggi, Sedang dan Rendah ... 298
F21. Data Angket Siswa Pada Sekolah Level Tinggi ... 301
F22. Data Angket Siswa Pada Sekolah Level Sedang ... 303
F23. Data Angket Siswa Pada Sekolah Level Rendah ... 305
F24. Frekuensi dan Presentase Jawaben Angket Sikap Siswa Level Tinggi ... 307
F25. Frekuensi dan Presentase Jawaben Angket Sikap Siswa Level Sedang ... 308
F26. Frekuensi dan Presentase Jawaben Angket Sikap Siswa Level Rendah ... 309
Lampiran G Dokumentasi ... 310
Lampiran H Lembar Hasil Penelitian Di Lapangan ... 319
(15)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki pranan penting dalam kehidupan manusia, maka dari itu dalam BSNP (2006) dikatakan bahwa matematika perlu diberikan pada semua peserta didik mulai sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Namun pada kenyataannya banyak siswa di setiap jenjang pendidikan menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit dan sering menimbulkan berbagai masalah yang sulit untuk dipecahkan, sehingga berdampak pada rendahnya hasil belajar hal ini diperkuat oleh Hadi (2005) Matematika telah menjadi momok bagi setiap siswa. Matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan pelajaran yang tidak disenangi, kalau bukan pelajaran yang paling dibenci (Turmudi, 2010). Hal ini memperlihatkan bahwa matematika memang merupakan pelajaran yang kurang disukai dan diminati oleh para siswa.
Penelurusan pandangan sikap siswa terhadap pelajaran matematika di Indonesia menurut beberapa pendapat bahwa matematika belum menjadi pelajaran yang banyak siswa memvaforitkannya Sumarmo (2003) mengatakan bahwa ditinjau dari kesenangan belajarnya, siswa Sekolah Dasar menunjukkan perasaan yang biasa-biasa saja dalam belajar matematika, matematika belum
(16)
tingkatan sekolahnya makin meningkat banyaknya siswa yang kurang berminat dalam belajar matematika. Senada dengan pendapat di atas Ruseffendi (2006) mengatakan bahwa, anak-anak menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka berkenalan dengan matematika yang sederhana. Makin tinggi tingkatan sekolahnya dan makin sukar matematika yang dipelajarinya akan semakin berkurang minatnya. Sedangkan menurut pendapat Begle (1979) siswa yang hampir mendekati Sekolah Menengah mempunyai sikap positif terhadap matematika secara perlahan menurun.
Minat terhadap matematika dalam diri seseorang merupakan modal utama untuk menumbuhkan keinginan dan memupuk kesenangan belajar matematika. Tanpa benih minat yang baik dalam diri seseorang, akan sulit tercipta suasana belajar yang memadai. Akibat adanya minat tersebut, diharapkan muncul kecenderungan bersikap positif terhadap matematika. Ini menjadi penting sebab, sikap positif terhadap matematika berkorelasi positif dengan prestasi belajar (Begle, 1979). Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi peran matematika sebagai salah satu ilmu dasar yang memiliki nilai esensial yang dapat diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan menjadi sangatlah penting, pola pikir matematika selalu menjadi andalan dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Mencermati pentingnya pelajaran matematika yang memegang peranan dalam sendi-sendi kehidupan, maka tentu memiliki tujuan pembelajaran yang dapat mengangkat kemampuan pemahaman dan komunikasi pada setiap sekolah seperti tercantum dalam Permendiknas No. 22 (Depdiknas, 2006) meliputi hal
(17)
berikut: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luas, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; 2) menggunakan pemahaman pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Mengacu pada tujuan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa belajar matematika tidak cukup dengan hanya menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum, tetapi harus diikuti dengan pembelajaran yang bermakna, dimana siswa dapat mengesplorasi kemampuan dalam dirinya secara maksimal dan dapat menumbuhkan rasa ingin tahunya dengan leluasa dan tanpa tekanan. konsep pembelajaran seperti inilah yang harus dapat dikembangkan dalam era modern saat ini, karena matematika tidak terletak pada penguasaan matematika sebagai ilmu tetapi bagaimana menggunakan matematika itu dalam memberi solusi/menjawab berbagai persoalan dalam kehidupan seseorang.
Dewasa ini banyak persoalan yang dihadapi oleh guru matematika maupun oleh siswa dalam proses pembelajaran matematika. masalah yang dimaksud
(18)
adalah siswa tidak memahami konsep matematika karena materi pelajaran yang dirasakan siswa terlalu abstrak dan kurang menarik serta kurangnya contoh yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari mereka, metode penyampaian materi yang terpusat pada guru sementara siswa cenderung pasif, dan evaluasi penilaian yang hanya terfokus pada sumatif kurang pada formatif. Materi pelajaran matematika disampaikan sebagian besar guru di Indonesia masih menggunakan pendekatan tradisional yang menekankan pada latihan pengerjaan soal-soal atau drill and practice, prosedural serta menggunakan rumus dan algoritma (Zulkardi, 2001: 3). pada umumnya dalam pembelajaran matematika, para siswa menonton bagaimana gurunya mendemonstrasikan penyelesaian soal-soal matematika di papan tulis dan siswa mengkopi apa yang telah dituliskan oleh gurunya, penjelaskan guru dalam pembelajaran matematika diawali dengan mengungkapkan rumus-rumus dan dalil-dalil matematika terlebih dahulu, baru siswa berlatih dengan soal-soal rutin yang diberikan mengakibatkan siswa kurang memahami terhadap masalah-masalah matematika yang berkaitan dengan kehidupan nyata yang ada di sekeliling siswa (Turmudi, 2008). Kegiatan pembelajaran semacam itu jelas tidak memberikan keleluasaan kepada siswa untuk meningkatkan kompetensi matematis siswa sebagaimana dituntut dalam kurikulum Permendiknas No. 22 (Depdiknas, 2006).
Fakta di lapangan menunjukan bahwa kemampuan pemahaman dan komunikasi matematika siswa masih rendah. Hal ini didasarkan oleh penelitian Asbullah (2005) yang menyatakan bahwa secara klasikal, kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa masih rendah. Padahal pemahaman
(19)
matematis dan komunikasi matematis merupakan kemampuan yang perlu dikembangkan dalam matematika. Hal ini dikarenakan pemahaman itu sangat dibutuhkan dalam memetakan suatu masalah didalam matematika, sehingga dapat menyelesaikan masalah dengan tepat. Demikian juga pada komunikasi matematika diperlukan memperjelas keadaan atau masalah, memperediksi kejadian dari suatu masalah berdasarkan karakterristik masalah yang lalu dan untuk dapat memperoleh informasih dan kesimpulan yang cepat dari suatu masalah. Adapun salah satu penyebab rendahnya kemampuan tersebut adalah karena kemampuan tersebut belum dikembangkan sejak dini, terutama pada usia Sekolah Dasar, sehingga kesalahan-kesalahan pada pemahaman konsep siswa dan ketidakmampuan komunikasi matematis siswa terbawa hingga ke jenjang berikutnya, Jarmita (2009) rendahnya hasil belajar matematika bukan hanya disebabkan karena matematika yang sulit, melainkan disebabkan oleh beberapa faktor yang meliputi siswa itu sendiri, guru, metode pembelajaran, maupun lingkungan belajar yang saling berhubungan satu sama lain.
Faktor dari siswa itu sendiri adalah kurangnya pemahaman konsep siswa terhadap materi yang diajarkan. Selain itu, faktor lain yang dapat mempengaruhi rendahnya hasil belajar siswa adalah adanya anggapan/asumsi yang keliru dari guru-guru yang menganggap bahwa pengetahuan itu dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Dengan adanya asumsi tersebut, guru memfokuskan pembelajaran matematika pada upaya penuangan pengetahuan tentang matematika sebanyak mungkin kepada siswa. Akan tetapi, dalam perkembangan seperti sekarang ini, guru dituntut agar tugas dan peranannya tidak
(20)
lagi sebagai pemberi informasi (transmission of knowledge), melainkan sebagai pendorong belajar agar siswa dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui berbagai aktifitas sehingga mereka dapat membentuk kemampuan pemahaman dan komunikasinya secara matematis.
Aspek kemampuan kompetensi yang diharapkan muncul sebagai dampak dari pembelajaran matematika adalah kemampuan memahami konsep matematika dan kemampuan komunikasi itu sendiri. Para siswa yang memiliki pemahaman konsep yang bagus akan mengetahui lebih dalam tentang ide-ide matematika yang masih terselubung. Setiap materi pelajaran yang dipelajari membutuhkan pemahaman yang bagus, pemahaman yang bagus sangat mempengaruhi dari penyelesai sebuah soal atau masalah dalam matematika.
Tingkat pemahaman dari setiap siswa sangatlah berbeda dan sangat berhubungan dengan komunikasi siswa. Indikator yang signifikan dari pemahaman konsep adalah kemampuan untuk menyatakan situasi-situasi matematika dalam berbagai cara dan mengetahui bagaimana pernyataan yang berbeda dapat digunakan untuk tujuan yang berbeda juga. Pengetahuan yang dipelajari dengan pemahaman akan memberikan dasar dalam pembentukan pengetahuan baru sehingga dapat digunakan dalam memecahkan masalah-masalah baru, setelah terbentuknya pemahaman dari sebuah konsep, siswa dapat memberikan pendapat, memiliki ide yang cemerlang, dan dapat menjelaskan suatu konsep, maka terbentuklah kemampun komunikasi matematika yang baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar dengan pemahaman sangat lebih bermakna jika dibandingkan siswa yang hanya belajar dengan menghafal.
(21)
Selain memberi prioritas pada pengembangan kemampuan pemahaman dalam upaya mengembangkan sikap ilmiah siswa, juga diperlukan adanya kemampuan komunikasi. Karena melalui komunikasi, seseorang akan dapat mengungkapkan gagasan, temuan atau bahkan perasaannya terhadap orang lain. Nuryani (dalam Kania, 2009) menyatakan bahwa kemampuan berkomunikasi menjadi salah satu syarat yang memegang peranan penting, karena membantu dalam proses penyusunan pikiran, menghubungkan gagasan dengan gagasan lain, sehingga dapat mengisi hal-hal yang "kurang" dalam seluruh jaringan gagasan siswa. Komunikasi dapat meningkatkan pemahaman konsep-konsep abstrak matematika.
Berdasarkan fakta tersebut maka perlu diupayakan adanya pengembangan kemampuan pemahaman dan komunikasi siswa dalam pembelajaran matematika agar siswa mampu bersikap ilmiah dalam menganalisis dan menggunakan konsep-konsep matematika yang diperlukan dalam memecahkan persoalan-persoalan kehidupan mereka sehari-hari.
Kemampuan komunikasi adalah kemampuan menyajikan matematika secara tertulis, lisan atau diagram. National Council of Teacher of Mathematics yang disingkat NCTM (2000) menyatakan, bahwa: “Seorang siswa dikatakan mampu mengkomunikasikan matematika, jika dapat mengekspresikan ide-ide matematika dengan berbicara, menulis, mendemonstrasikan dan menggambarkan secara visual, memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematika yang dipresentasikan dalam bentuk tulisan, lisan atau visual dan
(22)
menggunakan kosa kata notasi dan struktur matematika untuk mewakili ide-ide dimaksud”.
Peningkatan kemampuan komunikasi siswa dapat dilakukan dengan mengadakan perubahan-perubahan dalam pembelajaran. Dalam hal ini, perlu dirancang suatu pembelajaran yang membiasakan siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, sehingga siswa lebih memahami konsep yang diajarkan serta mampu mengkomunikasikan pemikirannya baik dengan guru, teman maupun terhadap materi matematika itu sendiri. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematika siswa adalah dengan melaksanakan model pembelajaran yang relevan untuk diterapkan oleh guru.
Model pembelajaran yang sebaiknya diterapkan adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga siswa lebih mudah untuk memahami konsep-konsep yang diajarkan dan mengkomunikasikan ide-idenya dalam bentuk lisan maupun tulisan. Berkaitan dengan masalah di atas maka komunikasi matematika siswa adalah kemampuan siswa untuk berkomunikasi yang meliputi penggunaan keahlian membaca, menulis, menyimak, menelaah, mendengar, berdiskusi, menginterprestasi, mengevaluasi ide, simbol, istilah serta informasi matematika.
Pembelajaran matematika yang menarik akan memberikan motifasi, rasa senang dan membangkitkan sikap positif terhadap pelajaran matematika serta dapat meningkat kemampuan pemahamn dan komunikasi matematiknya, maka diperlukan upaya untuk menciptakan suatu pembelajaran matematika yang
(23)
menyenangkan siswa dalam belajar. Salah satu pendekatan yang memungkinkan dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan realistik (Realistic Mathematics Education) atau disingkat RME.
“RME adalah teori pembelajaran matematika yang pertama kali dikenalkan dan dikembangkan oleh Freudenthal Institute di negeri Belanda. RME atau pembelajaran matematika realistik adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang nyata bagi siswa, menekankan keterampilan process of doing mathematics, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri strategi atau cara penyelesaian masalah (student inventing sebagai kebalikan dari teacher taching) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah, baik secara individual maupun kelompok. Pada pendekatan ini guru berperan sebagai fasilitator, moderator dan evaluator, sementara siswa berpikir, mengkomunikasikan Pemahamannya, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain” (Zulkardi, 2001: 3)
Pengajarkan matematika seyogyanya guru memperhatikan faktor perkembangan mental berpikir anak. Diketahui bahwa matematika yang merupakan ide abstrak tidak begitu saja dapat dipahami oleh siswa sekolah dasar, yang dalam klasifikasi tahapan berpikir menurut Piaget masih dalam tahap berpikir operasional kongkrit Ruseffendi (2006) mengungkapkan bahwa setiap individu melalui empat tahap perkembangan intelektual, yaitu : sensori motor, preoperasional, operasi kongkrit, dan operasi formal. Setiap individu akan mengalami urutan tahapan yang sama, tetapi kecepatannya masing-masing. Piaget
(24)
dalam (Suryadi & Herman, 2008) menjelaskan bahwa perkembangan intelektual anak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : kematangan, pengalaman fisik, pengalaman matematis-logis, transmisi sosial (intelektual sosial), dan keseimbangan.
Mencermati ide abstrak tersebut di atas, maka perlu dibuat sebuah pembelajaran yang lebih kongrit sehingga lebih mudah dipahami sisiwa, karena siswa dari umur 7-8 tahun sampai 11-12 tahun tahap pengerjaan logis dapat dilakukan dengan bantuan benda-benda nyata. Pengalaman terhadap benda-benda kongkrit yang sudah dimiliki siswa akan sangat membantu dalam mendasari pemahaman konsep-konsep yang abstrak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang diajukan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level Sekolah? 2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis
siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan siswa?
3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah?
(25)
4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan siswa?
5. Apakah terdapat pengaruh interaksi terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematika berdasarkan tingkat kemampuan awal matematika siswa?
6. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik ditinjau dari level sekolah?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi objektif tentang peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa yang mengikuti pembelajaran matematik dengan pendekatan realistik. Tujuan penelitian ini dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Mengetahui adanya perbedaan peningkatan kemampuan Pemahaman matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah.
2. Mengetahui adanya perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistic dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan siswa.
(26)
3. Mengetahui adanya perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah. 4. Mengetahui adanya perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan siswa.
5. Mengetahui adanya pengaruh interaksi antara siswa dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematika ditinjau dari kemampua awal siswa.
6. Mengetahui gambaran sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik ditinjau dari level sekolah.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka hipotesis yang ingin peneliti ajukan sebagai berikut ;
1. Terdapat perbedaan kemampuan pemahaman matematika siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan pendekatan realistic dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah.
2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa pada kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan realistic dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan siswa.
(27)
3. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematik siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah. 4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa
pada kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan realistic dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan siswa.
5. Adanya pengaruh interaksi siswa dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik ditinjau dari tingkat kemampuan siswa.
6. Sikap positif siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistic.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:
1. Realistic Mathematics Education
Pembelajaran matematika bermaksud menata nalar, membentuk sikap dan menumbuhkan kemampuan menggunakan dan menetapkan matematika, (Suharta, 2005). Ini berarti bahwa dalam pembelajaan tidaklah cukup bila hanya memberikan tekanan pada keterampilan berhitung dan dapat menyelesaikan soal, tetapi penekanan tersebut harus diberikan pada bagaimana nalar dan sikap siswa terbentuk untuk kehidupan nyatanya.
(28)
Sejalan dengan itu menurut Zulkardi, (2001: 3). Bahwa :“RME atau pembelajaran matematika realistik adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang nyata bagi siswa, menekankan keterampilan process of doing mathematics, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri strategi atau cara penyelesaian masalah dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok“. lni berarti pembelajaran terpusat pada siswa, guru berperan sebagai fasilitator, moderator dan evaluator dan menilai jawaban siswa. Dengan pendekatan ini siswa dilatih untuk bersikap menghargai pendapat/jawaban siswa yang lain.
Dalam hal ini, pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik memberikan kesempatan pada siswa untuk beraktifitas dalam pembelajaran (siswa berdiskusi dalam mencari strategi/langkah penyelesaian soal) dan materi yang diberikan berdasarkan konteks atau hal-hal yang real (nyata) atau pernah dialami/diketahui siswa dan dikaitkan dengan situasi kehidupan sehari-hari 2. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran matematika yang berpusat pada guru, guru menyampaikan materi pelajaran didepan kelas, guru mendemonstrasikan penyelesaikan masalah atau soal, siswa sebagai objek yang pasif, siswa tidak dilibatkan secara langsung dalam pembelajaran yang berlangsung, siswa jarang mengajukan pertanyaan, berorentasi pada satu jawaban yang benar, aktifitas siswa hanya mendengar, mencatat, bertanya, dan mengerjakan soal secara individual atau bekerja sama.
(29)
Romberg dan Kaput (Turmudi, 2008) menjelaskan tentang kelas tradisional umumnya ditandai dengan (1) pemeriksaan PR hari sebelumnya, (2) menyajikan materi baru yang diikuti oleh siswa, (3) siswa mengerjakan tugas untuk hari berikutnya. Selanjutnya juga Senk dan Thompson (dalam Turmudi, 2008) mengkritiknya bahwa setiap topik biasanya diperkenalkan dengan menyatakan suatu aturan diikuti oleh sebuah contoh bagaimana menerapkan aturan tersebut, kemudian diberi sejumlah soal latihan.
Sudjana (1989 : 59) menyatakan bahwa kelemahan pembelajaran biasa (teknik ceramah) adalah guru tidak mampu mengontrol sejauh mana siswa telah memahami uraiannya. Keunggulan dari pembelajaran biasa adalah: 1) guru merasa nyaman karena seakan-akan tidak ada tuntutan terhadap inovasi atau perubahan dalam proses belajar-mengajar, karena guru diberi wewenang penuh terhadap kegiatan pembelajaran, 2) sangat efektif digunakan untuk kelas yang jumlah siswanya banyak yang sulit digunakan dengan tekhnik lain, sehingga tekhnik ini sering disebut tekhnik kuliah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran berpusat pada guru, (2) terjadi passive learning, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan (5) penilaian bersifat sporadis.
Jika dilihat dari modus penyampaian pesan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan) dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung).
(30)
Dengan kata lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode ceramah dan/atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dari ketuntasannya menyampaikan materi dalam kurikulum. Penekanan aktifitas belajar lebih banyak pada buku teks dan kemampuan mengungkapkan kembali isi buku teks tersebut. Jadi, pembelajaran konvensional kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses (hands-on activities).
3. Pemahaman Matematika
Pemahaman (understanding) yang diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari. Lebih lanjut Ruseffendi (2006 : 220) menyatakan bahwa pemahaman merupakan salah satu aspek dalam taksonomi Bloom. Pemahaman diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi bahan yang dipelajari. Untuk memahami suatu objek secara mendalam seseorang harus mengetahui: 1) objek itu sendiri; 2) relasinya dengan objek lain yang sejenis; 3) relasinya dengan objek lain yang tidak sejenis; 4) relasi-dual dengan objek lainnya yang sejenis; 5) relasi dengan objek dalam teori lainnya. Menurut Purwanto (Jarmita: 2009), yang dimaksud dengan pemahaman atau komprehensi adalah tingkat kemampuaan yang mengharapkan siswa mampu memahami konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini siswa bukan hanya menghafal secara verbalistas, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan. Pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pemahaman konsep merupakan kemampuan untuk menjelaskan atau mendefinisikan konsep-konsep matematika dengan kata-kata sendiri. Ada tiga aspek pemahaman, yaitu: 1) kemampuan
(31)
mengenal, 2) kemampuan menjelaskan, dan 3) kemampuan menginterpretasikan atau menarik kesimpulan.
4. Komunikasi Matematik
Kemampuan komunikasi matematik adalah kemampuan menyajikan matematika secara tertulis, lisan atau diagram. Menurut NCTM (dalam Kania, 2009) bahwa seorang siswa dikatakan mampu mengkomunikasikan matematiknya jika ia dapat :
a. Mengekspresikan ide-ide matematika dengan berbicara, menulis, lalu mendemonstrasikan dan menggambarkannya secara visual.
b. Memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematika yang dipresentasikan dalam bentuk tulisan, lisan atau visual.
c. Menggunakan kosa-kata, notasi dan struktur matematika untuk mewakili ide-ide serta menggambarkan model-model situasi matematika.
d. Menghubungkan bahasa sehari-hari ke dalam bahasa dan simbol matematika. Dalam hal ini, matematika sebagai alat komunikasi dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dapat berbentuk: (1) memberi argumen; (2) mendorong siswa membaca atau menulis aspek matematik melalui gambar, simbol, tabel dan kata-kata.
(32)
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kuasi eksperimen dengan menggunakan dua kelompok/kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol, dimaksudkan agar penelitian dapat dibandingkan. Untuk memperoleh data pada kelas tersebut diberikan tes awal/pretes dan tes akhir/postes. Perbedaan antara kedua kelas tersebut adalah perlakuan dalam proses pembelajaran, dimana kelas eksperimen pembelajarannya dengan menggunakan pendekatan realistik, sedangkan kelas kontrol pembelajarannya secara konvensional/biasa.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain “Pretet-Postes Control Group Desaign” (Sugiyono, 2009), dengan rancangan seperti dalam tabel berikut:
Tabel 3.1. Desain Penelitian
Kelompok Pretes Perlakuan Postes
Eksperimen O1 X O2
Kontrol O3 O4
Keterangan :
O1 = Tes kemampuan prasyarat (pretes) O2 = Postes
(33)
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini terdiri atas tiga sekolah dengan level yang berbeda yaitu SDN Sukajadi IX Bandung sebagai level sekolah tinggi, terdiri dari dua kelas dengan jumlah siswa masing-masing kelas adalah sebanyak 27 orang siswa yang diberi perlakuan pembelajaran dengan pendekatan realistik sebagai kelas eksperimen dan 32 orang siswa yang tidak diberi perlakuan realistik atau dengan pembelajaran konvensional sebagai kelas kontrol, dan SDN Sukagalih 6 Bandung sebagai level sekolah sedang, terdiri dari dua kelas dengan jumlah siswa masing-masing kelas adalah sebanyak 41 orang siswa yang diberi perlakuan pembelajaran dengan pendekatan realistik sebagai kelas eksperimen dan 38 orang siswa yang tidak diberi perlakuan realistik atau dengan pembelajaran konvensional sebagai kelas kontrol. Sedangkan SDN Sukagalih 1 Bandung sebagai kategori level sekolah rendah, terdiri dari dua kelas dengan jumlah siswa masing-masing kelas adalah sebanyak 30 orang siswa yang diberi perlakuan pembelajaran dengan pendekatan realistik sebagai kelas eksperimen dan 33 orang siswa yang tidak diberi perlakuan realistik atau dengan pembelajaran konvensional sebagai kelas kontrol. Ketiga sekolah tersebut berdasarkan data dari dinas pendidikan setempat berada di Kecamatan Sukajadi Kota Bandung.
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sampel populasi, karena hanya terdapat dua kelas yang akan dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Alasan pembatasan ini terkait dengan efektifitas pelaksanaan penelitian, di mana
(34)
diambil.
Subyek penelitian ditentukan berdasarkan perhitungan sampel strata. Sedangkan tingkat kemampuan awal matematika (KAM) siswa ditentukan berdasarkan nilai rerata ujian sehari-hari dari guru kelas, sehingga setiap sekolah akan diperoleh siswa dengan tingkat kemampuan baik, cukup dan kurang.
C. Variabel Penilitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat, penjelasan dua variabel tersebut adalah sebagai berikut: 1. Variabel bebas, menurut Arikunto (1993: 93) yang dimaksud dengan Variabel
bebas adalah variabel yang mempengaruhi disebut juga variabel penyebab atau independent variable. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik dan pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional.
2. Variabel terikat, masih menurut Arikunto (1993:93) disebutkan bahwa Variabel terikat adalah variabel akibat atau variabel tergantung atau dependent variable. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kemampuan Pemahaman dan komunikasi matematis.
D. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan empat macam instrumen, yang terdiri atas soal tes matematika, format observasi selama proses pembelajaran berlangsung, skala sikap terhadap pembelajaran matematika yang
(35)
dengan pendekatan realistik.
1. Instrumen Tes Matematika
Tes yang dijadikan instrumen penelitian terdiri dari pretes dan postes yang disusun dalam dua perangkat, yaitu tes kemampuan pemahaman matematis dan tes kemampuan komunikasi matematis. Komposisi isi dan bentuk soal pretes dan postes ini disusun serupa karena salah satu tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis peningkatan belajar siswa.
Bahan tes diambil dari materi pelajaran matematika SD kelas III semester genap dengan mengacu pada Kurikulum KTSP pada materi Keliling dan Luas Bangun Datar serta Pengunaannya Dalam Pemecahan Masalah
a. Instrumen Tes Pemahaman Matematis
Tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman matematis siswa terdiri dari 15 butir soal pilihan ganda dan 5 butir soal yang berbentuk uraian. Dalam penyusunan soal tes, diawali dengan penyusunan kisi-kisi soal yang dilanjutkan dengan menyusun soal beserta alternatif kunci jawaban masing-masing butir soal. Secara lengkap, untuk kisi-kisi pada lampiran D1 dan instrument tes pemahaman matematis dapat dilihat pada lampiran D5. Untuk memberikan penilaian yang objektif, kriteria pemberian skor untuk soal tes kemampuan pemahaman pada soal pilihan ganda adalah jawaban benar diberikan hasil skor 1 (satu) dan yang menjawab salah diberikan hasil skor 0 (nol) maka jumlah skor ideal adalah 15, sedangkan untuk penilaian pada soal
(36)
langah jawaban yang ditulis benar diberi skor 1. Maka pada soal tes pemahaman konsep dengan total skor ideal adalah 42 langkah (lampiran C7). b. Instrumen Tes Komunikasi Matematis
Tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa untuk pilihan ganda juga menggunakan teknik yang sama sperti tes pemahaman, yaitu diawali dengan penyusunan kisi-kisi soal (lampiran D1) yang dilanjutkan dengan menyusun soal beserta alternatif kunci jawaban (lampiran C8). Kriteria pemberian skor untuk soal tes kemampuan pemahaman pada soal pilihan ganda adalah jawaban benar diberikan hasil skor 1 (satu) dan yang menjawab salah diberikan hasil skor 0 (nol) maka jumlah skor ideal adalah 15, sedangkan untuk penilaian pada soal uraian setiap urutan langka jawaban yang ditulis salah diberikan skor 0 dan bila langah jawaban yang ditulis benar diberi skor 1. Maka pada soal tes kemampuan komunikasi matematika dengan total skor ideal adalah 25 langkah (lampiran C8).
Sebelum diteskan, instrumen yang akan digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa tersebut diuji validitas isi dan validitas mukanya. Validitas soal yang dinilai oleh validator adalah meliputi validitas muka (face validity) dan validitas isi (content validity). Validitas muka disebut pula validitas bentuk soal (pertanyaan, pernyataan, suruhan) atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran lain (Suherman, 2003 :106), termasuk juga kejelasan gambar dalam soal. Sedangkan validitas isi
(37)
(bahan) yang dipakai sebagai tes tersebut merupakan sampel yang representatif dari pengetahuan yang harus dikuasai (Suherman, 2003 : 107), termasuk kesesuaian antara indikator dan butir soal; kesesuaian soal dengan tingkat kemampuan siswa dan kesesuaian materi dan tujuan yang ingin dicapai.
Untuk mengukur kecukupan waktu siswa dalam menjawab soal tes ini, peneliti juga mengujicobakan soal-soal kepada kelompok terbatas yang terdiri dari lima orang siswa yang sudah pernah memperoleh materi ini. Selanjutnya soal-soal yang valid menurut validitas muka dan validitas isi diujicobakan kembali kepada siswa kelas IV pada SDN Sukagali 6 pada tanggal 6 maret 2012. Kemudian data yang diperoleh dari ujicoba Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi matematis, dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran tes tersebut dengan menggunakan program Anates Versi 4.0. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran E3, proses penganalisisan data hasil ujicoba meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Analisis Validitas
Suatu alat evaluasi (instrumen) dikatakan valid bila alat tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Russefendi, 1991 : 176). Interpretasi mengenai besarnya koefisien validitas dalam penelitian ini menggunakan ukuran yang dibuat J.P.Guilford (Suherman, 2003 : 113) pada tabel berikut:
Tabel 3.2
(38)
0,90 < rxy≤1,00 Sangat tinggi (sangat baik) 0,70 < rxy≤ 0,90 Tinggi (baik) 0,40 < rxy≤ 0,70 Sedang (cukup) 0,20 < rxy≤ 0,40 Rendah (kurang) 0,00 < rxy≤ 0,20 Sangat rendah
rxy < 0,20 Tidak valid
Berdasarkan hasil uji coba diperoleh hasil perhitungan koefisien validitas dan signifikansi butir soal untuk soal kemampuan pemahaman matematis yang dapat dilihat pada Tabel 3.3. berikut ini.
Tabel 3.3.
Uji Validitas Tes Pemahaman Matematis soal Pilihan Ganda dan Uraian
PILIHAN GANDA
Nomor Soal Korelasi Interpretasi Validitas Signifikansi
1 0,574 Sedang (cukup) Signifikan
2 0,607 Sedang (cukup) Signifikan
3 0,527 Sedang (cukup) Signifikan
4 0,619 Sedang (cukup) Signifikan
5 0,811 Tinggi (baik) Sangat Signifikan
6 0,437 Sedang (cukup) Signifikan
7 0,628 Sedang (cukup) Signifikan
8 0,545 Sedang (cukup) Signifikan
9 0,387 Rendah (kurang) Revisi
10 0,223 Rendah (kurang) Revisi
11 0,353 Rendah (kurang) Revisi
12 0,278 Rendah (kurang) Revisi
13 0,545 Sedang (cukup) Signifikan 14 0,436 Sedang (cukup) Signifikan
15 0,297 Rendah (kurang) Revisi
URAIAN
Nomor Soal Korelasi Interpretasi Validitas Signifikansi
1 0,637 Sedang (cukup) Signifikan
2 0,933 Tinggi (baik) Sangat Signifikan
3 0,718 Tinggi (baik) Sangat Signifikan
4 0,678 Sedang (cukup) Signifikan
(39)
yang digunakan untuk menguji kemampuan pemahaman matematis tersebut berdasarkan kriteria validitas tes, diperoleh lima soal pilihan ganda nomor 9, 10, 11, 12 dan 15 direvisi karena tidak signifikan, dan sepuluh soal yang lain mempunyai validitas baik (signifikan). Artinya, tidak semua soal mempunyai validitas yang baik. Untuk kriteria signifikansi dari korelasi pada lima butir soal uraian semuanya dapat digunakan (signifikan).
Selanjutnya, untuk tes pemahaman matematis diperoleh nilai korelasi xy sebesar 0,45 untuk pilihan ganda dan 0,61 untuk uraian. Apabila diinterpretasikan berdasarkan kriteria validitas tes dari Guilford, maka secara keseluruhan tes pemahaman matematis memiliki validitas yang tinggi/baik.
Berikut hasil perhitungan koefisien validitas dan signifikansi butir soal untuk soal kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat pada Tabel 3.4. berikut ini.
Tabel 3.4.
Uji Validitas Tes Komunikasi Matematis soal Pilihan Ganda dan Uraian
PILIHAN GANDA
Nomor Soal Korelasi Interpretasi Validitas Signifikansi
1 0,735 Tinggi (baik) Sangat Signifikan
2 0,568 Sedang (cukup) Signifikan
3 0,552 Sedang (cukup) Signifikan
4 0,566 Sedang (cukup) Signifikan
5 0,505 Sedang (cukup) Signifikan
6 0,649 Sedang (cukup) Signifikan
7 0,595 Sedang (cukup) Signifikan
8 0,360 Rendah (kurang) Signifikan
9 0,287 Rendah (kurang) Revisi
10 0,302 Rendah (kurang) Revisi
11 0,419 Rendah (kurang) Signifikan
(40)
15 0,316 Rendah (kurang) Revisi
URAIAN
Nomor Soal Korelasi Interpretasi Validitas Signifikansi
1 0,666 Sedang (cukup) Signifikan
2 0,677 Sedang (cukup) Signifikan
3 0,741 Tinggi (baik) Sangat Signifikan
4 0,862 Tinggi (baik) Sangat Signifikan
5 0,758 Tinggi (baik) Sangat Signifikan
Dari 15 butir soal untuk pilihan ganda dan 5 butis soal untuk uraian yang digunakan untuk menguji kemampuan komunikasi matematis tersebut berdasarkan kriteria validitas tes, diperoleh bahwa soal pilihan ganda nomor 9, 10, dan 15 harus direvisi karena nilai korelasi rxy rendah.
Secara keseluruhan tes komunikasi matematis mempunyai nilai korelasi xy sebesar 0,65 adalah pilihan ganda sedangkan soal uraian adalah 0,75. Apabila diinterpretasikan berdasarkan kriteria validitas tes dari Guilford, maka secara keseluruhan tes komunikasi matematis memiliki validitas yang sedang atau cukup.
2) Analisis Reliabilitas
Reliabilitas suatu alat ukur dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama (Suherman, 2003 : 131). Sesuai dengan bentuk soal tesnya, maka untuk menghitung koefisien reliabilitasnya menggunakan rumus Alpha (Russefendi, 2005 : 172) . Rumusnya adalah :
22 11 1 1 t b k k r Keterangan :
(41)
k = banyak butir soal
2b
= jumlah variansi butir soal 2
t
= variansi total
Namun di sini penulis langsung menggunakan program Anates Versi 4.0 untuk menghitungnya seperti pada perhitungan validitas butir soal. tingkat reliabilitas dari soal uji coba kemampuan pemahaman dan komunikasi didasarkan pada klasifikasi Guilford (Ruseffendi, 2006 : 189) sebagai berikut di bawah ini:
Tabel 3.5
Klasifikasi Tingkat Reliabilitas
Besarnya r Tingkat Reliabilitas
0,00 – 0,20 Kecil
0,20 – 0,40 Rendah
0,40 – 0,70 Sedang
0,70 – 0,90 Tinggi
0,90 – 1,00 Sangat tinggi
Didalam melakukan uji coba didapatkan hasil reliabilitas butir soal secara keseluruhan untuk tes pemahaman matematis maka diperoleh nilai reliabilitas pilihan ganda sebesar 0,62, dan reliabilitas uraian sebesar 0,76, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa soal tes pemahaman matematis mempunyai reliabilitas yang sedang atau cukup. Sedangkan untuk tes komunikasi matematis diperoleh nilai reliabilitas pilihan ganda sebesar 0,79,
(42)
soal tes komunikasi matematis mempunyai reliabilitas yang juga tinggi atau baik.
3) Analisis Daya Pembeda
Daya pembeda menunjukkan kemampuan soal tersebut membedakan antara siswa yang pandai (termasuk dalam kelompok unggul) dengan siswa yang kurang pandai (termasuk kelompok asor). Suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan antara siswa yang pandai, siswa yang berkemampuan rata-rata (sedang), dan yang kurang pandai karena dalam suatu kelas biasanya terdiri dari tiga kelompok tersebut. Sehingga hasil evaluasinya baik semua atau sebaliknya buruk semua, tetapi haruslah berdistribusi normal, maksudnya siswa yang mendapat nilai baik dan siswa yang mendapat nilai buruk ada (terwakili) meskipun sedikit, bagian terbesar berada pada hasil cukup.
Proses penentuan kelompok unggul dan kelompok asor ini adalah dengan cara terlebih dahulu mengurutkan skor total setiap siswa mulai dari skor tertinggi sampai dengan skor terendah (menggunakan Anates Versi 4.0). Daya pembeda uji coba soal kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis didasarkan pada (Suherman & Purniati, 2008: 15)
Tabel 3.6
Klasifikasi Daya Pembeda
Daya Pembeda Evaluasi Butiran Soal
(43)
20% – 29% agak baik, kemungkinan perlu direvisi
30% – 49% Baik
50% keatas Sangat baik
Hasil perhitungan daya pembeda untuk tes pemahaman matematis disajikan masing-masing antara soal pilihan ganda dan soal uraian dalam Tabel 3.7. berikut dibawah ini:
Tabel 3.7.
Daya Pembeda Tes Pemahaman Matematis
PILIHAN GANDA
Nomor Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi
1 26.67 % Baik
2 58.33 % Sangat Baik
3 50.00 % Sangat Baik
4 66.67 % Sangat Baik
5 41.67 % Baik
6 66.67 % Sangat Baik
7 16.67 % Revisi
8 41.67 % Baik
9 33.33 % Baik
10 41.67 % Baik
11 66.67 % Baik
12 25.00 % Baik
13 41.67 % Baik
14 33.33 % Baik
15 25.00 % Baik
(44)
1 51,19% Sangat baik
2 57,50% Sangat baik
3 35,42% baik
4 31,25% baik
5 25,00% cukup
Berikut hasil analisis perhitungan daya pembeda untuk soal kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat pada Tabel 3.8. berikut dibawah ini.
Tabel 3.8.
Daya Pembeda Tes Komunikasi Matematis
PILIHAN GANDA
Nomor Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi
1 33,33 % Baik
2 66,67 % Sangat Baik
3 58,33 % Sangat Baik
4 57,03 % Sangat Baik
5 58,33 % Sangat Baik
6 75,00 % Sangat baik
7 75,00 % Sangat Baik
8 41,67 % Baik
9 25,00 % Baik
10 50,00 % Baik
11 58,33 % Sangat Baik
12 58,33 % Sangat Baik
13 50,00 % baik
14 41,67 % baik
15 41,67 % Baik
URAIAN
(45)
2 63,89% Sangat Baik
3 50,00% Baik
4 58,33% Sangat Baik
5 43,06% Baik
Dari kedua tabel di atas dapat dilihat bahwa soal tes pemahaman matematis terdiri dari 15 butir soal pilihan ganda dan 5 butir soal uraian, terdapat satu butir soal yang daya pembedanya cukup yaitu soal uraian nomor 5, sedangkan untuk soal komunikasi matematis dengan daya pembeda sangat baik.
4) Analisis Tingkat Kesukaran Soal
Kita perlu menganalisis butir soal pada instrumen untuk mengetahui derajat kesukaran dalam butir soal yang kita buat. Butir-butir soal dikatakan baik, jika butir-butir soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Dengan kata lain derajat kesukarannya sedang atau cukup. Menurut Russefendi (1991 : 199), kesukaran suatu butiran soal ditentukan oleh perbandingan antara banyaknya siswa yang menjawab butiran soal itu.
Kriteria tingkat kesukaran soal yang digunakan dalam uji coba soal kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis didasarkan pada (Suherman & Purniati, 2008: 16), seperti berikut :
Tabel 3.9
Kriteria Tingkat Kesukaran
(46)
16% - 30% Sukar
31% - 70 % Sedang
71% - 85% Mudah
86% - 100% Sangat mudah
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Anates Versi 4.0. diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal pilihan ganda dan soal uraian untuk kemampuan pemahaman matematis yang terangkum dalam Tabel 3.10. berikut ini:
Tabel 3.10.
Tingkat Kesukaran Butir Soal Pemahaman Matematis
PILIHAN GANDA
Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi
1 59,09% Sedang
2 38,64% Sedang
3 61,36% Sedang
4 54,55% Sedang
5 34,09% Sedang
6 36,36% Sedang
7 50,00% Sedang
8 61,36% Sedang
9 54,55% Sedang
10 54,55% Sedang
11 43,18% Sedang
12 56,82% Sedang
13 31,82% Sedang
(47)
URAIAN
Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi
1 49,40 Sedang
2 34,58 Sedang
3 38,54 Sedang
4 42,71 Sedang
5 29,17 Sukar
Berikut hasil analisis perhitungan daya pembeda untuk soal pilihan ganda dan soal uraian untuk kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat pada Tabel 3.11. berikut ini.
Tabel 3.11.
Tingkat Kesukaran Butir Soal Komunikasi Matematis
PILIHAN GANDA
Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi
1 34,09% Sedang
2 56,82% Sedang
3 61,36% Sedang
4 61,36% Sedang
5 75,00% Mudah
6 77,27% Mudah
7 52,27% Sedang
8 54,55% Sedang
9 38,64% Sedang
10 61,36% Sedang
11 38,64% Sedang
12 61,36% Sedang
(48)
15 54,55% Sedang
URAIAN
Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi
1 29,17% Sukar
2 48,61% Sedang
3 28,33% Sekar
4 29,17% Sukar
5 28,47% Sukar
Dari kedua tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk soal tes pemahaman matematis terdiri dari soal pilihan ganda 15 butir dan soal uraian 5 butir, hasil uji dengan bantuan program Anates Versi 4.0 menunjukan bahwa untuk soal pilihan ganda nomor 15 dengan tingkat kesukar adalah sukar sementara soal yang lainnya dengan tingkat kesukaran adalah sedang, demikian pula untuk soal uraian untuk nomor 5 menunjukan tingkat kesukaran adalah sukar, ke-empat soal yang lain adalah sedang. Sedangkan tes kemampuan komunikasi matematis yang terdiri dari 15 butir soal pilihan ganda dan 5 soal uraian, menunjukan bahwa terdapat tiga soal pilihan ganda dengan tingkat kesukaran adalah mudah, yaitu soal nomor 5, 6 dan 13. Sedangkan untuk butir soal uraian terdapat satu soal dengan tingkat kesukaran adalah sedang yaitu soal nomor 2.
(49)
perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi antara siswa yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan realistik dan pendekatan konvensional. Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan dengan mengacu pada tujuan tersebut. Dengan perangkat pembelajaran yang memadai diharapkan proses pembelajaran dapat berlangsung sebagaimana mestinya, sehingga hasil akhir dari semua data yang didapatkan dari hasil belajar dan sikap siswa sesuai dengan yang diharapkan.
Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini disusun dalam bentuk bahan ajar berupa Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Bahan Ajar/LKS tersebut dikembangkan dari topik matematika berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku di Sekolah Dasar kelas III semester genap. Adapun materi yang dipilih adalah berkenaan dengan pokok bahasan Keliling dan luas bangun datar dan Pengunaannya dalam pemecahan masalah. Semua perangkat pembelajaran untuk kelompok eksperimen dikembangkan dengan mengacu pada kelima tahapan dalam pembelajaran dengan pendekatan realistik, yaitu 1) mengajukan masalah, 2) mengajukan dugaan/hipotesis, 3) mengumpulkan data, 4) menguji hipotesis; 5) merumuskan kesimpulan. Sedangkan pada kelas kontrol tidak diberikan LKS, namun diberikan tugas dan latihan yang sama dengan yang diberikan pada kelas eksperimen.
(50)
selama proses pembelajaran berlangsung di kelas eksperiman. Kemampuan siswa yang diamati pada kegiatan pembelajaran realistik adalah keaktifan siswa dalam mengajukan dan menjawab pertanyaan, mengemukakan dan menanggapi pendapat, mencari informasi yang berkenaan dengan tugas, penyelesaian tugas dan keterlibatan anggota dalam kegiatan kelompok.
Sedangkan aktivitas guru yang diamati adalah kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Tujuannya adalah untuk dapat memberikan refleksi pada proses pembelajaran dengan pendekatan realistik, agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik daripada pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Lembar observasi siswa sebagaimana pada lampiran D8 dan lembar observasi guru disajikan dalam lampiran D9.
3. Skala Sikap
Skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika, pembelajaran dengan pendekatan realistik, dan soal-soal pemahaman dan komunikasi. Instrumen skala sikap (lampiran D7) dalam penelitian ini terdiri dari 20 butir pertanyaan dan diberikan kepada siswa kelompok eksperimen setelah semua kegiatan pembelajaran berakhir .
Model skala yang digunakan adalah model skala Likert. Derajat penilaian terhadap suatu pernyataan tersebut terbagi ke dalam 5 kategori, yaitu : sangat
(51)
menganalisis hasil skala sikap, skala kualitatif tersebut ditransfer ke dalam skala kuantitatif. Pemberian nilainya dibedakan antara pernyataan yang bersifat negatif dengan pernyataan yang bersifat positif. Untuk pernyataan tersebut akan diberikan skor, pemberian skornya adalah SS diberi skor 4, S diberi skor 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1.
Langkah pertama dalam menyusun skala sikap adalah membuat kisi-kisi (lampiran D2). Kemudian melakukan uji validitas isi butir pernyataan dengan meminta pertimbangan teman-teman mahasiswa Pascasarjana UPI dan selanjutnya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing, mengenai isi dari skala sikap sehingga skala sikap yang dibuat sesuai dengan indikator-indikator yang telah ditentukan serta dapat memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan.
4. Wawancara
Lembar wawancara disediakan untuk menggali informasi lebih jauh tentang pelaksanaan pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik. Ada dua lembar wawancara yaitu lembar kuesioner untuk guru (lampiran D10) dan wawancara untuk siswa (lampiran D11). Wawancara dengan guru bertujuan untuk mengetahui pendapatnya mengenai pembelajaran dengan pendekatan realistik untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa. Wawancara ini dibuat dalam bentuk lembar wawancara (angket) untuk memudahkan guru dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Guru
(52)
dalam setiap pembelajaran.
Wawancara dengan siswa untuk mengetahui apakah siswa mengalami kesulitan belajar dengan pembelajaran dengan pendekatan realistik serta mengetahui penyebab kesulitan yang dialami siswa. Siswa yang mengisi lembar ini adalah beberapa orang siswa yang dipilih secara acak dan mewakili kemampuan siswa dari kategori baik, cukup dan kuran.
E. Waktu dan Tahaapan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di semester 2 tahun ajaran 2011/2012 yang dimulai pada bulan Januari 2012 sampai dengan bulan Agustus 2012. Dalam kurun waktu tersebut, Penelitian lakukan dalam tiga tahap kegiatan yaitu: tahap persiapan, tahap penelitian dan tahap pengolahan data.
1. Tahap Persiapan Penelitian
Pada tahap ini peneliti melakukan beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka persiapan pelaksanaan penelitian, diantaranya:
a. studi kepustakaan mengenai pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik, kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa;
b. menyusun instrumen penelitian yang disertai dengan proses bimbingan dengan dosen pembimbing;
c. Mengurus surat izin penelitian, baik izin dari Direktur Sekolah Pascasarjana UPI, maupun surat izin lain yang diperlukan.
(53)
dan sekaligus meminta izin untuk melaksanakan penelitian;
e. Melakukan observasi pembelajaran di sekolah dan berkonsultasi dengan guru matematika untuk menentukan waktu, teknis pelaksanaan penelitian, serta meminjam nilai hasil ulangan umum untuk membuat pengelompokkan kelas eksperimen;
f. Mempersiapkan instrument penelitian.
g. Menguji coba instrumen penelitian, dan selanjutnya mengolah data hasil uji coba instrument tersebut.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap ini, kegiatan diawali dengan memberikan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui pengetahuan awal siswa dalam kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis. Setelah pretest dilakukan, maka dilanjutkan dengan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan realistik pada kelas eksperimen dan pembelajaran dengan pendekatan konvensional pada kelas kontrol. Observasi dilakukan oleh peneliti dan satu orang guru pengamat. Untuk membantu pengamatan, peneliti menggunakan angket observasi untuk guru dan siswa.
Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mendapat perlakuan yang sama dalam hal jumlah jam pelajaran, soal-soal latihan dan tugas. Kelas eksperimen menggunakan LKS rancangan peneliti, sedangkan kelas kontrol menggunakan sumber pembelajaran dari buku LKS dan buku paket yang
(54)
masing-masing 6 kali pertemuan dengan masing-masing 2 x 35 menit ditambah 2 kali pertemuan untuk pretes dan postes.
F. Teknik Pengolaha Data
Data-data yang diperoleh dari hasil pretest dan postest dianalisis secara statistik. Sedangkan hasil pengamatan observasi pembelajaran dianalisis secara deskriptif.
Data yang akan dianalisis adalah data kuantitatif berupa hasil tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa dan data kualitatif berupa hasil observasi, angket untuk siswa, dan lembar wawancara berkaitan dengan pandangan guru terhadap pembelajaran yang dikembangkan. Untuk pengolahan data penulis menggunakan bantuan program software SPSS v17 dan Microsoft Excell 2007.
a. Data Hasil Tes Pemahaman dan Komunikasi Matematis
Data yang diperoleh dari hasil tes selanjutnya diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem penskoran yang digunakan
2. Membuat tabel skor pretest/postest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
(55)
dihitung dengan rumus gain ternormalisasi, yaitu:
Gain ternormalisasi (g) =
t skorpretes skorideal
t skorpretes t
skorpostes
(Hake dalam Meltzer,
2002), Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut:
Tabel 3.12 Klasifikasi Gain (g)
Besarnya Gain (g) Interpretasi
g > 0,7 Tinggi
0,3 < g < 0,7 Sedang
g <0,3 Rendah
Untuk menentukan uji statistik yang digunakan, terlebih dahulu ditentukan normalitas data dan homogenitas varians dengan menggunakan SPSS 17.
4. Menguji normalitas data skor tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis menggunakan uji statistik Kolmogorov Smirnov Z. 5. Menguji homogenitas varians tes pemahaman matematis dan komunikasi
matematis menggunakan uji statistik Levene’s Test.
6. Jika sebaran data normal dan homogen, uji signifikansi dengan statistik uji t menggunakan uji statistik Compare Mean Independent Sample Test,
(56)
Burhan Iskandar Alam, 2013
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematika dengan Menggunakan Model Model Univariate Analysis.
b. Data Hasil Observasi
Data hasil observasi yang dianalisis adalah aktifitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung yang dirangkum dalam lembar observasi. Tujuannya adalah untuk membuat refleksi terhadap proses pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik dari pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Selain itu, lembar observasi ini digunakan untuk mendapatkan informasi lebih jauh tentang temuan yang diperoleh secara kuantitatif dan kualitatif.
G. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan terdiri atas beberapa tahapan, diawali dengan tahapan pengkajian teori-teori belajar, sampai dengan tahapan analisis data dan membuat kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan penelitian di bawah ini :
Tabel 3.13 Struktur Alur Penelitian
Studi Kepustakaan Studi Pendahuluan
Mengkaji Kondisi Lapangan
Pengkajian Kurikulum KTSP 2006
(57)
(58)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang model realistic mathematics education (RME) terhadap kemampuan pemahaman dan komunikasi matematika, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan RME berbeda secara signifikan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level Sekolah, dimana siswa pada level sekolah rendah lebih baik dari pada siswa pada sekolah level tinggi dan siswa sekolah level tinggi lebih baik dari pada sekolah level sedang.
2. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa berbeda secara signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan RME dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional, ditinjau dari tingkat kemampuan awal matematika siswa (KAM), dimana tingkat kemampuan baik mengalami peningkatan kemampuan lebih tinggi dari pada siswa dengan tingkat kemampuan cukup, begitu pula siswa dengan tingkat kemampuan cukup memiliki peningkatan lebih tinggi dari pada siswa dengan tingkat kemampuan kurang.
3. Kemampuan komunikasi matematika siswa yang belajar dengan pendekatan RME berbeda secara signifikan dengan siswa yang belajar dengan pendekatan konvensional ditinjau berdasarkan level sekolah, diman siswa pada level
(59)
sekolah sedang lebih baik dari pada siswa sekolah level rendah, sedangkan siswa sekolah level rendah lebih baik dari pada siswa sekolah level tinggi. 4. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan
RME berbeda secara signifikan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional. Dimana siswa dengan tingkat kemampuan baik mengalami peningkatan kemampuan komunikasi matematis lebih tinggi daripada siswa dengan tingkat kemampuan cukup. Dan begitu pula siswa dengan tingkat kemampuan cukup memiliki peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa lebih tinggi dari pada siswa dengan tingkat kemampuan kurang.
5. Terdapat pengaruh interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kategori kemampuan awal matematika (KAM) terhadap peningkatkan kemampuan pemahaman matematika dan komunikasi matematis siswa.
6. Sebagian besar siswa menunjukan sikap positif yaitu mereka menyenangi pelajaran matematika dan sangat antusiasme terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan RME
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian di atas, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Pendekatan pembelajaran matematika realistik sangat baik dalam meningkatkan kemampuan pemahaman matematik dan komunikasi matematik siswa sekolah dasar. Dengan demikian pendekatan realistic mathematics
(1)
Herman, T. (2004). Mengajar dan Belajar Matematika dengan Pemahaman, Jurnal Mimbar Pendidikan No.1 Tahun XXIII. Bandung: University Press UPI.
Hudojo, H. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: UM PRESS.
Isjoni (2007). Coperatif Learning : Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok. Alfabeta Bandung
Izzati, N. (2011). Mengembangkan Kemamdirian Belajar Siswa dalam Matematika
Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP
Siliwangi Bandung, 1, 91 – 96.
Jarmita, N. (2009). Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams
Achievement Divisions) Dalam Meningkatkan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang. Tesis
SPs UPI, Bandung. Tidak diterbitkan
Kahn, P., & Kyle, J. (2002). Effective Learning & Teaching In Mathematics & Its Applications, First published London : Kogan Page Limited 120 Pentonville Road
Kania, F. (2009). Kegiatan Pembelajaran Realistik Mathematics Education (RME)
Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Dasar. Tesis SPs UPI, Bandung. Tidak
diterbitkan.
Kozier, B. Erb, G. (1995). Fundamental of nursing: concepts, process, and practices.5th edition. California: Addisson Wesley Publishing Company, Inc
Meltzer. (2002). The Realtionship Between Mathematic Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics. American Journal of Physics. Vol 70, no 7 Mulyadiana, S. (2000). Kemampuan Berkomunikasi Siswa Madrasrah Aliyah Melalui
Pembelajaran Kooperatif Pada Konsep Sitem Reproduksi Manusia. Tesis
PPs UPI: Tidak dipublikasikan.
National Council of Teacher of Mathematics (NTCM). (1989). Curriculum And
(2)
National Council of Teacher of Mathematics (NTCM). (1996). Communication in
Mathematics. Virginia: Reston
National Council of Teacher of Mathematics (NTCM). (2000). Principles Standards
For School Mathematics. Virginia: Reston
Neria, D., & Amit M. (2004). Student preference of Non-Algabraic Representation in Mathematical Communication. Proceedings of the 28th Conference of International, Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol
3-27, 409-416.
Nirmala (2009). Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Pemecahan Masalah
Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Dasar. Tesis PPs UPI, Bandung. Tidak
diterbitkan
Nur, M., & Wikandari, P, R. (2000). Pengajaran Berpusat Kepada siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pembelajaran. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Nurhadi & Senduk. (2003). Kontekstual dan penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press.
Patmawati, H. (2008). Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Masalah
Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Dasar. Tesis PPs UPI, Bandung. Tidak diterbitkan
Permana, Y. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi, dan
Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Model-Eliciting Activities. Disertasi PPs UPI, Bandung. Tidak diterbitkan
Polya, G. (1973). Competency Based Education. New Jersey. Englewood Cliffs. Polya, G. (1985). How to Solve It. A New Aspect of Mathematical Method. New
Jersey: Princenton University Press
Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran Dan Pemahaman Matematika Siswa
Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri Di Kota Bandung.
(3)
Purnomo, E. S. (2010). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa SMP dan MTs Melalui Pembelajaran Matematika Realistik.
Disertasi SPs UPI Bandung. Tidak diterbitkan
Puggalee, D.A. (2001). Using Communication to Depelop Students’ Mathematical
Literation Journal Research of Mathematical Education. Tersedia: [online] http://www.mynctm.org/ecsources/article.summary.
Romberg, T.A. (1992). Perspective on Scholarship and Research Methods. In D. A Grouws (Ed.), Handbook of research on mathematics teaching and
learning : A Project of the NCTM, (PP. 59-64). New York: Macmillani
Publishing Company.
Ruseffendi, E. T (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya
dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru.
Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan pada Bidang Non
Eksata dan Lainya. Tarsito Bandung.
Ruseffendi, E. T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangakan
Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Bandung: Tarsito.
Sabandar, J. (2001). Aspek Kontekstual dalam Soal Matematika dalam Realistik
Mathematics Education. Makalah: Disajikan pada Seminar Sehari tentang
Realistik Mathematics Education UPI-Bandung
Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajran Berorentasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta. Kencana Media Group
Skemp, R. R. (1976). Relational Understanding and instrumental Understanding. Mathematics Teaching, 77, 20 – 26.
Slavin, R. E. (2009). Cooperative Learning (Teori, Riset dan Praktik). Bandung: Nusa Media.
Sudjana, N.(1989). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
(4)
Sudjana, N. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung. Rosda Karya.
Sudjana, N., & Ibrahim. (2009). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sugiono. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suharta, I. G. P. (2005). “Matematika Realistik: Apa dan Bagaimana”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. (edisi ke-38) [online]. Tersedia : http://www.fadjarp3g.wordpress.com [21 April 2009]
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung : JICA UPI.
Sukardi (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktek. Jakarta : Bumi Aksara
Sukirwan. (2008). Kegiatan Pembelajaran Eksploratif untuk Meningkatkan
Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Dasar.
Tesis. Bandung: PPS UPI. Tidak diterbitkan.
Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar-Mengajar. Disertasi IKIP Bandung. Tidak diterbitkan.
Sumarmo, U. (1997). Analisis Contoh Soal Buku Teks Kalkulus dan Analisis Strategi
Pemecahan Masalah untuk Merumuskan Dasar Pedagogi pemecahan masalah. Bandung: Tidak diterbitkan.
Sumarmo, U. (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika Dalam Penerapan
Kurikulam Berbasis Kompetensi. Makalah Pada Seminar Pendidikan Metematika. FPMIPA UPI. Bandung.
Sumarmo, U. (2003). Daya dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa dan Bagaimana
Dikembangkan pada Siswa Sekolah Dasar dan Menengah. Makalah
disajikan pada Seminar Sehari di Jurusan Matematika ITB, Oktober 2003. Suprijono, A. (2009). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi. Yokyakarta, Pustaka
Belajar
(5)
Syaban, M. (2009). Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa. Bandung: UPI Press.
Tarigan, D. (2006). Pembelajaran Matematika Realistik. Jakarta: Depdiknas.
Teguh, W. (2004). Cara Mudah Melakukan Analisis Statistik Dengan SPSS. Yogyakarta: Gava Media.
Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika. (2001). Strategi Pembelajaran
Kontemporer. Bandung: JICA.
http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/20/pendekatan-pembelajaran-konvensional/
Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cipta Pustaka. Turmudi. (2008). Taktik dan Strategi pembelajaran matematika (berparadigma
eksploratif dan investigatif). Jakarta : Leuser cipta pustaka.
Turmudi. (2009). Students’ responses to the realistic Mathematics teaching approach
in junior Secondary school In Indonesia. Proceedings of IICMA. pp. xx –
xx. Indonesia University of Education
Turmudi. (2010). Pembelajaran Matematika Kini dan Kecenderungan Masa
Mendatang. Dipublikasikan dalam Buku Bunga Rampai Pembelajaran
MIPA, JICA FPMIPA.
Turmudi. (2012). Teachers’ Perception Toward Mathematics Teaching Innovation in Indonesian Junior High School: An Exploratory Factor Analysis. Journal
of Mathematics Education. August 2012, Vol. 5, No. 1, pp. 97-120
Wena, M. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta : Bumi Aksara
Wragg, E. C. (1997). Keterampilan Mengajar di Sekolah Dasar. Jakarta: Grasindo
Zbiek, R. M., & Conner, A. (2006). Beyond Motivation: Eksploring Mathematical Modeling as a Context for Deepening Students’ Understandings of Curriculum Mathematics. Education Studies in Mathematics, 63(1), 89-112.
(6)
Zulkardi. (2000). How To Design Mathematics Lesson Based On The Realistic
Approach. Tersedia:http//www.geocities.com/ratuilma/rme.html. [25 Juni
2003]. [online].
Zulkardi. (2001). Realistic Matematics Education (RME). Teori. Contoh
Pembelajaran dan Taman Belajar di Internet. Makalah: UPI Bandung.
Zulkardi. (2002). Developing a Learning Environment on Realistic Mathematics