IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN SIKAP TERHADAP MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR :Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi Jawa Barat.

(1)

v

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………. i

KATA PENGANTAR………... ii

DAFTAR ISI……….. v

DAFTAR LAMPIRAN………. x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….... 1

B. Rumusan Masalah ……… 6

C. Tujuan Penelitian ………. 7

D. Manfaat Penelitian ….………... 8

E. Hipotesis Penelitian …. ……….... 8

F. Definisi Operasional ………….. ……….. 9

G. Keterbatasan Penelitian... 10

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Proses Belajar, Belajar Kognitif, dan Pembelajaran ... 11

B. Pembelajaran Matematika Kontekstual... 15

C. Kemampuan Pemahaman Matematika ... 21

D. Penggunaan Konteks dalam Pembelajaran Kontekstual ... 25

E. Sikap terhadap Matematika ... 27

F. Teori-teori Belajar yang Berkaitan dengan Pembelajaran Kontekstual ... 32

G. Penelitian yang relevan ... 41

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 43

B. Subjek Penelitian ... 45

C. Waktu dan Tahapan Penelitian... 46

D. Pengembangan Bahan Ajar ... 47

E. Instrumen Penelitian... 48

F. Teknik Pengolahan Data ... 57

G. Prosedur Penelitian... 62

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 63

B. Pembahasan ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... ………..90


(2)

vi

B. Saran ... 91 DAFTAR PUSTAKA ... 93 LAMPIRAN

A. Silabus dan Rencana Pembelajaran ... B. Instrumen Penelitian... C. Uji Coba Instrumen ... D. Data Hasil Penelitian ... E. Foto Penelitian ... F. Surat Keterangan Penelitian ...


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Sumber daya manusia yang berkualitas akan mampu mengelola sumber daya alam dan memberi layanan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, hampir semua bangsa berusaha meningkatkan kualitas pendidikan yang dimilikinya, termasuk Indonesia.

Namun pada perkembangannya berbagai indikator menunjukkan bahwa mutu pendidikan masih belum meningkat secara signifikan. Segala macam upaya diterapkan supaya menghasilkan manusia yang berkompetensi dan bisa diandalkan, seperti membuat kurikulum yang berdasarkan tingkat satuan pendidikan, standardisasi pendidikan, dan sebagainya.

Salah satu hal menarik untuk dicemati adalah proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar di sekolah seringkali membuat kita kecewa, apalagi bila dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap materi ajar. Mengapa? Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hapalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya. Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan/dimanfaatkan.

Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana kepada mereka biasa diajarkan yaitu dengan menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah.


(4)

Belakangan ini dalam dunia pendidikan ada kecenderungan untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alami. Telah terbukti bahwa pembelajaran yang hanya berorientasi target penguasaan materi hanya mampu dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi tidak berhasil untuk membekali anak memecahkan persoalan kehidupan jangka panjang. Padahal belajar menjadi lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajari, bukan hanya “mengetahui”. Siswa perlu mengerti tentang makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Pada hakikatnya anak-anak perlu menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna bagi kehidupan nanti. Maka mereka dapat memposisikan diri sendiri yang memerlukan pengetahuan sebagai bekal hidupnya.

Sebagaimana tercantum dalam kurikulum matematika sekolah, tujuan pembelajaran matematika yaitu: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasi konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006).


(5)

3

Namun, kenyataan di lapangan, masih banyak ditemui siswa yang belum memahami konsep matematika apalagi sampai kepada sikap menghargai terhadap matematika. Banyak siswa yang menganggap matematika sebagai suatu mata pelajaran yang sulit, membosankan, dan menakutkan sehingga banyak siswa yang berusaha menghindari mata pelajaran tersebut. Hal ini jelas sangat berakibat buruk bagi perkembangan pendidikan matematika ke depan. Matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dan tidak disukai siswa sebagaimana diungkapkan oleh Wahyudin (1999) bahwa matematika susah untuk dipelajari dan diajarkan, karena itu siswa kurang menguasai konsep matematika. Oleh karena itu, perubahan proses pembelajaran matematika yang menyenangkan harus menjadi prioritas utama.

Demikian pula dalam pembelajaran matematika tidak jarang kita temukan siswa yang kesulitan dalam menerima materi yang diajarkan. Penyebabnya tidaklah sederhana karena pendidikan adalah sebuah sistem yang memiliki komponen-komponen yang saling terkait. Perlu dianalisis secara mendalam dari mulai tujuan, pendidik, peserta didik, metode/teknik, sarana dan prasarana, materi, alat pendidikan, sampai alat evaluasi. Beberapa faktor yang umum antara lain faktor internal yaitu: motivasi, intelegensi, minat dan keadaan psikologis siswa. Sering kita temui siswa yang kurang tertarik mengikuti pelajaran matematika bahkan ada pula siswa yang takut dan benci pada pelajaran matematika. Mungkin hal ini merupakan gejala yang disebabkan oleh materi matematika yang dipelajari dan cara penyajiannya yang kurang sesuai dengan kematangan siswa, sehingga kegiatan belajar-mengajar tidak bermakna dan hasilnya pun kurang memuaskan.


(6)

Permasalahan lain yang saat ini dihadapi oleh guru mata pelajaran matematika di sekolah adalah penguasaan siswa terhadap beberapa materi pokok bahasan matematika, terutama dalam mengingat konsep dalam waktu yang terbatas yang telah diajarkan. Walaupun pada akhir pemberian materi terkadang telah menunjukkan ketuntasan belajar namun bila ditinjau dari pencapaian tujuan pembelajaran, hal tersebut jauh dari yang sebenarnya diharapkan. Hal ini ditunjukkan dengan siswa hanya sekadar menguasai prosedur penyelesaian atau pemecahan masalah tanpa mengerti secara pasti mengenai hakikat dari penyelesaian atau pemecahan masalah tersebut. Siswa selama ini hanya terjebak pada sebuah label bahwa matematika adalah pemecahan masalah, jadi ketika masalah yang ada sudah terpecahkan berarti penguasaan matematika mereka sudah baik.

Berbagai cara telah ditempuh karena memang sudah menjadi cap dari masyarakat khususnya siswa bahwa matematika pelajaran yang sulit, kegiatannya menghitung, berisi rumus-rumus yang harus dihafalkan, statis sehingga tidak menarik untuk ditekuni. Siswa menjadi pasif dan tidak kreatif, belajar apa adanya berdasarkan apa yang diperoleh dari guru.

Kondisi tersebut di atas jelas membutuhkan model pembelajaran yang bisa meningkatkan pemahaman dan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika. Dan salah satu model pembelajaran yang diharapkan mampu adalah pembelajaran yang tidak terpusat pada guru tetapi terpusat pada siswa. Dan salah satunya adalah pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi


(7)

5

alamiah dari pengetahuan melalui hubungan di dalam dan di luar ruang kelas, suatu pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam pembelajaran seumur hidup. Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks di mana materi tersebut digunakan, serta hubungan dengan bagaimana seseorang belajar atau cara siswa belajar. Konteks memberikan arti relevansi dan manfaat penuh terhadap belajar (Sanjaya, 2005: 109).

Blanchard (2001) mengatakan bahwa pembelajaran melalui pendekatan kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja. Pendapat yang senada diungkapkan Suryadi (2008), yang menyatakan bahwa pembelajaran melalui pendekatan kontekstual adalah pelajaran yang dimulai dengan menghadapkan siswa ke dalam suatu permasalahan nyata atau disimulasikan dan menantang, agar siswa dapat termotivasi untuk menyelesaikannya.

Permasalahan yang dimunculkan tujuannya adalah untuk memberikan peluang kepada siswa untuk dapat mengaitkan ide matematik dengan dengan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari kemudian dapat menyelesaikanya dengan ide matematika tersebut.

Selanjutnya Nurhadi (2003) mengemukakan filosofi pembelajaran kontekstual yang berakar dari paham progressivism John Dewey yang intinya, siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan


(8)

dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Karena melalui pembelajaran kontekstual materi yang dipelajari merupakan pengembangan dari kemampuan awal siswa dan siswalah sebagai pelaku utama dalam proses pembalajaran.

Dengan pembelajaran kontekstual siswa juga akan terlatih menemukan secara mandiri atau dengan bimbingan guru. Sehingga siswa menyadari apa-apa yang dipelajarinya dan pelajaran yang diperoleh akan menjadi lebih bermakna dalam ingatannya, serta akan menumbuhkan motivasi belajarnya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Ruseffendi (1991) yang menyatakan bahwa ”…menemukan sesuatu oleh sendiri dapat meningkatkan motivasi (termasuk motivasi intrinsik), melakukan pengkajian lebih lanjut, dapat menumbuhkan sikap positif terhadap matematika”. Selanjutnya, dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.

Beberapa hal tersebut di atas mendorong penulis untuk melihat apakah pembelajaran matematika kontekstual memberikan kontribusi yang berbeda terhadap pemhaman dan sikap siswa terhadap matematika, khususnya di siswa sekolah dasar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: “apakah pembelajaran matematika kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar dan sikap positif siswa terhadap matematika? Selanjutnya rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan kembali dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan berikut:


(9)

7

1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran matematika biasa ditinjau dari level sekolah (rendah dan sedang)?

2. Apakah terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor level sekolah terhadap kemampuan pemahaman matematika?

3. Apakah terdapat perbedaan sikap antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran matematika biasa ditinjau dari level sekolah (rendah dan sedang)?

4. Apakah terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor level sekolah terhadap sikap terhadap matematika siswa?

5. Berapakah ukuran efek (effect size) pembelajaran matematika kontekstual terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan sikap siswa ditinjau dari level sekolah (rendah dan sedang)?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengkaji, membandingkan, dan mendeskripsikan kemampuan pemahaman siswa yang mengikuti pembelajaran matematika kontekstual dan pembelajaran matematika biasa.

2. Mengkaji, membandingkan, dan mendeskripsikan sikap siswa yang mengikuti pembelajaran matematika kontekstual dan pembelajaran matematika biasa.


(10)

3. Mengetahui besaran sumbangsih efektif pembelajaran matematika kontekstual terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan sikap siswa.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap peningkatan kualitas pembelajaran matematika, manfaat dan keguanaannya antara lain:

1. Bagi guru matematika model pembelajaran kontekstual dapat dijadikan alternatif pembelajaran, sehingga dapat menumbuhkembangkan motivasi dan minat siswa dalam belajar matematika dan secara tidak langsung akan meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran matematika.

2. Bagi siswa diharapkan melalui pembelajaran kontekstual akan meningkatkan hasil belajar matematika dan sikapnya terhadap pelajaran matematika menjadi lebih baik

E. Hipotesis

Berdasarkan kajian permasalahan yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, maka penelitian ini mengajukan sejumlah hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran matematika biasa ditinjau dari level sekolah (rendah dan sedang)

2. Terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor level sekolah terhadap kemampuan pemahaman matematika


(11)

9

3. Terdapat perbedaan sikap antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran matematika biasa ditinjau dari level sekolah (rendah dan sedang)

4. Terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor level sekolah terhadap sikap terhadap matematika siswa

F. Definisi Operasional

1. Pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual adalah pembelajaran dengan menekankan pada belajar yang lebih bermakna di mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Indikator pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama, yaitu konstruksivisme (contructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian otentik (authentic assesment).

2. Kemampuan Pemahaman matematika adalah kemampuan menyeluruh dan fungsional dalam memahami ide-ide matematika, mampu merumuskan cara mengerjakan atau menyelesaikan suatu butir soal secara algoritmik, penerapan suatu perhitungan sederhana, penggunaan simbol untuk mempresentasikan konsep, dan menunjukkan baik secara lisan maupun tulisan dalam konteks keseharian siswa.

Indikator dari pemahaman konsep adalah mampu menyerap arti dari materi yang dipelajari, menjelaskan suatu konsep dengan kata-kata sendiri, mengenali suatu konsep yang dinyatakan dengan kata-kata yang berbeda


(12)

dengan yang terdapat di buku, menarik kesimpulan tentang suatu konsep, serta mampu menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan konsep.

3. Sikap siswa terhadap matematika adalah kecendrungan seseorang untuk merespon positif atau negatif terhadap matematika yang ditandai dengan kecenderungan percaya diri, tidak merasa cemas, mengetahui kegunaan matematika, dan tertantang untuk berhasil dalam matemetika.

G. Keterbatasan penelitian

Ruang lingkup penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan sebagai berikut: Penelitian ini hanya dilakukan dalam waktu relatif sangat singkat lebih kurang satu bulan, sehingga akan berdampak pada hasil yang dicapai belum maksimal. Sekolah yang digunakan pun baru dua level, yaitu level rendah dan sedang.


(13)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Disain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol non ekivalen. Karenanya subjek yang diambil tidak dikelompokan secara acak, tetapi subjek diterima apa adanya. (Ruseffendi, 2005:52). Pertimbangan utama desain penelitian ini adalah bahwa pembentukan kelas baru akan menyebabkan kacaunya jadwal pelajaran yang telah ada.

Kelompok eksperimen dan kontrol dalam penelitian ini dibagi dalam unit-unit penelitian berdasarkan kategori sekolah, yaitu kategori sedang dan rendah. Tujuan dari pengkategorian ini adalah untuk mengetahui secara mendalam apakah efektivitas pelaksanaan penelitian tergantung pada kategori sekolah atau tidak. Dari tiap unit penelitian diteliti bagaimana pengaruh pembelajaran matematika dengan pendekatan kontesktual terhadap pemahaman dan sikap siswa. Disain penelitian eksperimen yang akan dilakukan digambarkan seperti berikut ini:

O X O

O O

Ket:

O = Pretest dan Postest (tes kemampuan pemahaman dan sikap tehadap matematika)


(14)

Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah:

1. Membagi sampel menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen yaitu kelompok yang mengikuti pembelajaran kontekstual sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran biasa (konvensional).

2. Memberikan penjelasan kepada guru tentang pembelajaran kontekstual, dan membuat kesepakatan bahwa pembelajaran dilaksanakan oleh guru yang bersangkutan, peneliti bertugas sebagai observer dan partner guru, dan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan. 3. Memberikan pretes kemampuan pemahaman dan sikap terhadap matematika

kepada tiap kelompok, kemudian menentukan nilai rata-rata dan standar deviasi dari tiap-tiap kelompok tersebut untuk mengetahui kesamaan tingkat penguasaan kedua kelompok terhadap pemahaman konsep dan Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah:

4. Memberikan perlakuan kepada tiap-tiap kelompok, perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen yaitu pembelajaran kontekstual sedangkan kepada kelompok kontrol diberikan perlakuan dengan pembelajaran konvensional.

5. Memberikan postes/tes kemampuan pemahaman dan sikap matematik kepada setiap kelompok untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep dan sikap terhadap matematika

6. Melakukan wawancara dengan siswa untuk memperoleh gambaran tentang tanggapan siswa terhadap pembelajaran kontekstual.


(15)

45

7. Menggunakan uji ANOVA Dua Jalur untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan sikap terhadap matematika siswa antara yang mengikuti pembelajaran kontekstual dengan yang mengikuti pembelajaran konvensional.

B. Subyek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD di kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi. Alasan pembatasan populasi tersebut terkait dengan efektivitas pelaksanaan penelitian, di mana karakteristik dari penelitian ini sangat tergantung kepada subyek penelitian yang diambil. Selanjutnya subjek penelitian ditetapkan di kelas IV dengan asumsi bahwa pada level ini, kondisi aktivitas siswa cukup stabil, karena sudah ada pada jenjang kelas tinggi di sekolah dasar, dengan demikian para siswa diyakini lebih mampu mengikuti pelajaran yang diajukan dibandingkan dengan kelas-kelas sebelumnya.

Sampel dalam penelitian ini diambil berdasarkan teknik purposive sampling. Yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2005: 54). Sampel yang diambil terdiri dari 4 kelas, yaitu 2 kelas eksperimen dan 2 kelas kontrol. Untuk level sekolah sedang, yang dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah SDN Aren Jaya I Bekasi Timur di mana setiap kelasnya memiliki 2 rombongan belajar. Sedangkan Untuk level sekolah kurang, yang dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah SDN Aren Jaya III Bekasi Timur, yang juga setiap kelasnya memiliki 2 rombongan belajar. Jadi setiap sekolah ada kelas eksperimen dan ada kelas kontrol.


(16)

C. Waktu dan Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada rentang bulan Mei-Juni 2011. Adapun tahapan-tahapan penelitian dalam kurun waktu tersebut meliputi beberapa tahap, yaitu:

1. Tahap Persiapan.

Pada tahap persiapan kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi: studi kepustakaan tentang pembelajaran kontekstual dan sikap siswa, Seminar proposal, perbaikan proposal, penyusunan bahan ajar dan instrumen, dalam rentang April 2009 sampai Desember 2010. Tahap pengujian instrumen, pengumpulan data sekolah dan perizinan dan wawancara, dilaksanakan dalam rentang Januari – April 2011

2. Tahap Pelaksanaan.

Tahap pelaksanaan ini dilakukan Mei s.d. Juni 2011. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:

a. Implementasi pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol b. Memberikan pre test skala sikap dan post test pada kelas kontrol dan kelas

eksperimen

c. Memberikan angket skala sikap sebelum dan sesudah perlakuan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.

d. Melakukan pengumpulan data tambahan berupa observasi proses pembelajaran.


(17)

47

3. Tahap Penulisan Laporan. Pada tahap penulisan laporan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi pengolahan data, analisis data dan penyusunan laporan secara lengkap. Tahap ini dilakukan pada bulan Juni- Juli 2011.

D. Pengembangan Bahan Ajar

Pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual pada kelas eksperimen dan pembelajaran dengan pendekatan konvensional pada kelas kontrol. Pengembangan bahan ajar diawali dengan memperhatikan standar kompetensi dan cakupan materi. Materi yang dikembangkan meliputi 1 pokok bahasan yaitu mengenal bangun ruang sederhana (Kubus dan Balok). Sebelum menentukan materi pokok, dikonsultasikan terlebih dahulu kepada guru di sekolah penelitian tentang materi apa saja yang belum disampaikan. Dari hasil konsultasi didapat materi pokok mengenal bangun ruang sederhana.

Pada setiap pembelajaran guru pada kelas kontrol diberikan RPP dengan pendekatan pembelajaran ekspositori. Sedangkan di kelas eksperimen, guru dibekali RPP dengan pendekatan pembelajaran kontekstual. Siswa pada kelas eksperimen pada setiap pertemuan diberikan lembar aktivitas (LAS). LAS diberikan untuk memfasilitasi siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya eksploratif melalui pertanyaan-pertanyan pengarah dan benda-benda manipulatif yang mengarahkan siswa pada proses pengkonstruksian pengetahuan, membuat siswa beraktivitas, dan berinteraksi sehingga terjadi masyarakat belajar. Setelah siswa dapat menangkap pesan konsep yang termuat dalam LAS, siswa


(18)

diberikan latihan soal atau tugas untuk mengukur sejauh mana siswa memahami konsep yang telah dipelajari.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini meliputi alat yang digunakan untuk memperoleh data/informasi berkaitan dengan variabel-variabel bebas yang telah ditetapkan yang meliputi instrumen tes dan non tes. Instrumen non tes meliputi: lembar observasi dan angket skala sikap. Sedangkan instrumen tes meliputi soal pre tes dan post tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman.. 1. Tes Kemampuan Pemahaman Matematika

Tes kemampuan pemahaman matematik dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data kuantitatif berupa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pemahaman pada materi mengenal bangun ruang sederhan kubus dan balok. Tes yang digunakan berbentuk soal uraian sebanyak 8 soal dari 9 soal yang diujicobakan dengan maksud untuk melihat proses pengerjaan yang dilakukan siswa, agar dapat diketahui sejauh mana siswa mamahami materi pelajaran yang diberikan.

Kriteria pemberian skor baik untuk tes kemampuan pemahaman matematik berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane, dan Jakabacsin (1996b) yang kemudian diadaptasi. Kriteria skor untuk soal tes kemampuan pemahaman matematik dapat dilihat pada Tabel 3.1.


(19)

49

Tabel 3.1.

Kriteria Skor Kemampuan Pemahaman Matematik

Respon siswa Skor

Tidak ada jawaban/ salah menginterpretasikan. 0

Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah 1 Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti) penggunaan algoritma lengkap, namun mengandung perhitungan yang salah

2

Jawaban hampir lengkap (sebagian petunjuk diikuti), penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, namun mengandung sedikit kesalahan.

3

Jawaban lengkap ( hampir semua petunjuk soal diikuti), penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, dan melakukan perhitungan dengan benar

4

Diadaptasi dari Cai et al. (1996b) 2. Skala Sikap Siswa

Angket skala sikap merupakan alat yang memuat pernyataan-pernyataan yang diberikan kepada siswa yang akan menggali informasi mengenai sikap, minat dan pandangan siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan metakognitif. Terhadap pernyataan yang ada dalam angket siswa akan memberikan pilihan sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (R), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Untuk pernyataan positif SS, S, R, TS dan STS masing-masing diberi skor 5, 4, 3, 2, dan 1. sedangkan untuk pernyataan negatif sebaliknya.

3. Lembar Pengamatan

Untuk mengamati keterlaksanaan pembelajaran kontekstual sikap terhadap matematikasiswa, aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran pada kelas


(20)

eksperimen diamati dengan menggunakan lembar Pengamatan. Mengenai yang dilaporkan dalam lembar observasi adalah sesuatu yang ada dalam keadaan wajar (Ruseffendi, 2005).

4. Wawancara

Wawancara pada penelitian ini dilakukan pada siswa kelas eksperimen. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui tanggapan atau sikap siswa terhadap pembelajaran kontekstual dan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan siswa selama pembelajaran dan pernyataan-pernyataannya tidak tercakup dalam skala sikap. 5. Analisis Tes

Untuk mendapatkan soal tes yang baik, maka soal pre tes dan post tes diujicobakan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaranya. Uji coba perangkat tes dilaksanakan pada 30 orang siswa SD kelas V dengan kategori sekolah rendah.

a. Validitas

Freser dan Gilam (Rusmini, 2008: 54) menyatakan bahwa kriteria yang mendasar dari suatu tes yang baik adalah tes mampu mengukur hasil-hasil yang konsisten sesuai dengan tujuan tes itu sendiri. Kekonsistenan inilah yang disebut sebagai validitas dari soal tersebut.

Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal akan memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang


(21)

51

besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi sehingga untuk mendapatkan validitas suatu butir soal digunakan rumus korelasi. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus product moment Pearson. ( )( ) ( )( ) ( ) ( ) ( )  ( )                   ∑ ∑ − ∑ = 2 2 2

2 X N Y Y

X N Y X XY N xy r Keterangan:

N = Jumlah Sampel X = Nilai hasil ujian Y = Nilai rata-rata harian rxy = Koefisien Validitas

Interpretasi besarnya koefisien korelasi dilakukan berdasarkan patokan disesuaikan nilai r menurut Arikunto (2005: 75) yaitu:

Tabel 3.2.

Patokan Koefisien Korelasi

Koefisien Korelasi Interpretasi 0,80 < r ≤ 1,00

0,60 < r ≤ 0,80 0,40 < r ≤ 0,60 0,20 < r ≤ 0,60

r ≤ 0,20

Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah

Signifikansi validitas diuji dengan uji-t dengan rumus berikut:

2 1 2 r N r t − −

= , (Ridwan, 2007: 81)

Keterangan: thitung = Nilai t


(22)

r = Nilai Koefisien Korelasi N = Jumlah Sampel

Uji dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara skor butir soal dan skor total. Hipotesis statistik yang diujikan adalah:

Ho : r = 0 : Tidak terdapat korelasi antara skor butir soal terhadap skor total, H1: r ≠ 0 : Terdapat korelasi antara skor butir soal terhadap skor total.

Untuk taraf signifikansi α = 0,01, Ho diterima jika thitung < ttabel dengan dk (n-2), dan untuk thitung≥ ttabel kesimpulan yang diambil adalah Ho ditolak.

Hasil perhitungan validitas dengan menggunakan anates 4.0 diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3.3.

Hasil Perhitungan Validitas Soal Pemahaman No Butir Asli Korelasi Signifikansi

1 0,890 Sangat Signifikan 2 0,828 Sangat Signifikan 3 0,874 Sangat Signifikan 4 0,754 Sangat Signifikan 5 0,842 Sangat Signifikan 6 0,798 Sangat Signifikan 7 0,797 Sangat Signifikan 8 0,933 Sangat Signifikan


(23)

53

b. Reliabilitas

Reliabilitas merujuk pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabilitas juga merujuk pada tingkat keterandalan sesuatu dan dapat dipercaya (Arikunto, 2006: 178). Untuk melihat reliabilitas tes, diawali dengan membuat sebaran jawaban uji coba tes yang berbentuk tes uraian. Perhitungan reliabilitas tes untuk tes yang berbentuk uraian digunakan rumus alpha, yaitu:        

=

2

2 11 1 1 t b k k r σ σ

, (Arikunto, 2006: 196)

Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

2

b

σ = jumlah varians butir

2 t

σ = varians total

Selanjutnya untuk menginterpretasikan harga koefisien reliabilitas tersebut digunakan kategori Guilford (Ruseffendi, 1991: 197) dengan kriteria sebagai berikut.

Tabel 3.4.

Interpretasi Koefisien Reliabilitas

Nilai r Interpretasi

0,00 < r ≤ 0,20 0,20 < r ≤ 0,40 0,40 < r ≤ 0,70 0,70 < r ≤ 0,90 0,90 < r ≤ 1,00

reliabilitas sangat rendah reliabilitas rendah reliabilitas sedang reliabilitas tinggi reliabilitas sangat tinggi


(24)

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh reliabilitas instrument tes pemahaman konsep secara keseluruhan sebesar r11 = 0,96 (kategori sangat tinggi) dan reliabilitas instrument sikap matematis secara keseluruhan sebesar r11 = 0,976 (kategori sangat tinggi).

c. Daya Pembeda

Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang atau lemah prestasinya. Artinya, bila soal tersebut diberikan kepada anak yang mampu, hasilnya menunjukkan prestasi yang tinggi; dan bila diberikan kepada siswa yang lemah, hasilnya rendah (Sudjana, 2005:141). Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus sebagai berikut:

B B

A A

J B J B

D= − (Arikunto, 2005: 213)

Keterangan:

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan salah JA = Banyaknya peserta kelompok atas

JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasikan dengan klasifikasi menurut Arikunto (2005: 210) yang disajikan pada Tabel 3.5. berikut:


(25)

55

Tabel 3.5

Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Klasifikasi Soal 0,00 < D≤ 0,20

0,20 < D ≤ 0,40 0,40 < D≤ 0,70 0,70 < D ≤ 1,00

Kurang baik Cukup

Baik Sangat baik

Hasil perhitungan daya pembeda pada soal kemampuan pemahaman adalah sebagai berikut:

Tabel 3.6

Daya Pembeda Tes Pemahaman Pemahaman Matematis Nomor Soal Indeks Daya Pembeda % Interpretasi

1 65,00 Baik

2 55,00 Baik

3 80,00 Sangat Baik

4 60,00 Baik

5 40,00 Baik

6 45,00 Baik

7 30,00 Cukup

8 55,00 baik

d. Tingkat Kesukaran

Untuk menganalisis tingkat kesukaran P dari setiap item soal dihitung berdasarkan jawaban seluruh siswa yang mengikuti tes. Skor hasil yang diperoleh siswa diklasifikasikan atas dasar benar dan. Rumus yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran soal adalah:

JS B

P= (Arikunto, 2005: 208) B = Banyaknya siswa yang menjawab benar


(26)

Klasifikasi tingkat kesukaran soal ditentukan menurut Tabel 3.7. berikut: Tabel 3.7.

Kategori Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran Kategori Soal 0.00 < P≤ 0.30

0.30 < P ≤ 0.70 0.70 < P ≤ 1.00

Sukar Sedang Mudah

Dari hasil perhitungan, diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal yang disajikan pada Tabel 3.8 berikut ini.

Tabel 3.8

Tingkat Kesukaran Tes Pemahaman

Berdasarkan hasil uji coba perangkat tes, menunjukkan 8 soal yang dianggap layak digunakan sehingga tidak perlu dirubah kembali ketika digunakan sebagai soal pretes dan postes pada penelitian. Karena semua soal pemahaman konsep menunjukkan tingkat keterandalan atau kepercayaan tinggi, ketepatan untuk digunakan sebagai instrumen penelitian tinggi dan cukup, kemampuan soal

Nomor soal

Tingkat Kesukaran Tes Pemahaman

Interpretasi

1 52,50 Sedang

2 47,50 Sedang

3 55,00 Sedang

4 65,00 Sedang

5 65,00 Sedang

6 57,50 Sedang

7 55,00 Sedang


(27)

57

dalam membedakan siswa memiliki interpretasi baik, dan interpretasi tingkat kesukaran soal yaitu sedang.

6. Angket / Skala Sikap

Angket merupakan alat yang memuat pernyataan-pernyataan yang diberikan kepada siswa yang akan menggali informasi mengenai sikap, minat dan pandangan siswa terhadap pembelajaran matematika secara umum dan pandangan siswa terhadap pembelajaran matematika yang dilakukan dengan metode pembelajaran kontekstual. Komponen yang dijaring melalui angket terdiri dari kepercayaan diri dalam matematika, kecemasan dalam belajar matematika kegunaan matematika, sikap terhadap keberhasilan, dan dorongan untuk berhasil belajar matematika.Terhadap pernyataan yang ada dalam angket, siswa akan melingkari untuk jawaban yang dianggap sesuai dengan pilihannya.

Sebelum angket dibagikan,sebelumnya telah diuji dengan validitas dan reabilitasnya dengan menggunakan program MS. Exel 2007 dan SPSS 11.5. dari hasil perhitungan didapat bahwa soal angket semuanya valid dengan tingkat rebilitas sebesar 0,976. (lihat lampiran hasil perhitungan angket skala sikap)

F. Teknik Pengolahan Data

Dari instrumen penelitian yang disebutkan di atas, maka data yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Selanjutnya data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis sesuai dengan jenisnya.


(28)

1. Analisis data kualitatif

Analisis kualitatif, pada dasarnya untuk memperjelas atau melengkapi hasil analisis kuantitatif. Data hasil observasi dianalisis tiap selesai proses pembelajaran untuk melihat kekurangan yang akan diperbaiki di pertemaun selanjutnya, sedangkan data hasil angket diolah dengan cara menghitung presentase sebaran jawaban siswa.

2. Analisi data kuantitatif

Data-data kuantitatif diperoleh dalam bentuk data hasil pretes dan postes. Data hasil pretes dan postes diolah dengan software SPSS versi 16 for wondows Pengolahan data kuantitatif diarahkan untuk menguji hipotesis penelitian yang telah diungkapkan pada Bab I, yaitu:

a. Peningkatan pemahaman konsep siswa yang belajar dengan metode pembelajaran pembelajaran kontekstual secara signifikan lebih baik dibandingkan siswa yang belajar dengan metode konvensional.

b. Peningkatan sikap matematis siswa yang belajar dengan metode pembelajaran pembelajaran kontekstual secara signifikan lebih baik dibandingkan siswa yang belajar dengan metode konvensional.

c. Ada interaksi antara metode pembelajaran dan kategori sekolah siswa terhadap skor perolehan kemampuan pemahaman konsep siswa.

d. Ada interaksi antara metode pembelajaran dan kategori sekolah siswa terhadap skor perolehan sikap matematik siswa.


(29)

59

Untuk menguji hipotesis-hipotesis di atas, data hasil pre tes dan post tes diolah dengan secara statistik dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Uji normalitas dan homogenitas

Uji normalitas dan homogenitas data dilakukan untuk memenuhi perhitungan statistik parametris. Jika data yang diolah ternyata berdistribusi normal dan homogen, maka uji statistik selanjutnya adalah uji statistik parametris. Sebaliknya, jika data yang diolah tidak memenuhi distribusi normal dan homomogenitas, maka uji statistik selanjutnya adalah uji statistik nonparametris. Pengujian normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov Z pada program SPSS, dimana hipotesis dan kriteria ujinya:

Ho : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Sampel berada dari populasi yang tidak berdistribusi normal Kriteria uji: Tolak Ho jika sig < α

Untuk pengujian homogenitas variansi data dilakukan dengan Levenes Test pada SPSS 16, dimana hipotesis dan kriteria ujinya:

Ho : Variansi kedua populasi homogen H1 : Variansi kedua populasi tidak homogen Kriteria uji: Tolak Ho jika sig < α

(2) Menguji Perbedaan Dua Rata-rata Terhadap Gain Kelas (uji-t)

Uji ini dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan kemampuan pamahaman dan sikap antara siswa yang belajar matematika dengan metode pembelajaran pembelajaran kontekstual bila dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.


(30)

Ho : µe = µk H1 : µe > µk 1. 2. Ho H1 Ho H1 : : : :

Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman konsep antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontesktual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional

Peningkatan kemampuan pemahaman konsep antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontesktual lebih baik dibabndingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

Tidak terdapat perbedaan peningkatan sikap antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontesktual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional

Sikap antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontesktual lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

Kriteria uji: Ho ditolak jika sig < α

(3) Menghitung indeks gain yang ternormalisasi

Jika data memenuhi syarat uji kenormalan dan homogenitas, maka uji statistik hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan uji anova (analysis of variance) satu jalur melalui gain yang ternormalkan dari skor pretes dan postes. Rumus untuk menentukan gain yang ternormalkan adalah sebagai berikut:

Normalized gain =

re pretestsco score re pretestsco re postestsco − − . max


(31)

61

(4) Effect Size

Setelah menguji hipotesis dengan taraf signifikansi uji beda dua rata-rata, maka selanjutnya adalah menghitung effect size. effect size adalah besarnya efek yang ditimbulkan oleh parameter yang diuji di dalam pengujian hipotesis. Dalam hal adalah besarnya efek yang ditimbulkan oleh pembelajaran matematika kontekstual terhadap kemampuan pemahamana matematika dan sikap terhadap matematika.

Rumus Efect size (Joyce, Weil, & Calhoun, 2009) :

ES = Rata-rata kelompok eksperimen – rata-rata kelompok Kontrol Standar deviasi kelompok kontrol

Rumus lain yang digunakan jika kedua standar deviasi di ketahui adalah (Rosnow, R. L., & Rosenthal, R. 1996):

d = M1 - M2 / σpooled dimana

σpooled = √[(σ1² + σ2²) / 2] Ket:

d = effect size

M1 = rata-rata kelompok eksperimen M2 = rata-rata kelompok kontrol

σ1= standar deviasi kelompok eksperimen

σ1 = standar deviasi kelompok kontrol


(32)

Tabel 3.9

Kriteria interpretasi effec size Cohen’s

Effect Size Deskripsi Verbal

0,2 ≤ p < 5 kecil

0,5 ≤ p < 8 Sedang

≥ 0,8 besar

G. Prosedur Penelitian

Untuk memperoleh gambaran langkah-langkah dari penelitian ini, maka prosedur yang dilakukan dapat diperlihatkan pada bagan prosedur penelitian berikut.

Identifikasi masalah dan tujuan penelitian

Penyusunan instrumen penelitian dan bahan ajar

Uji coba instrumen

Analisis hasil uji coba

Perbaikan instrumen Pretes dan angket

Perlakuan pada kelas kontrol (pembelajaran konvensional)

Perlakuan pada kelas eksperimen (pembelajaran matematika kontekstual) Observasi

Postes dan Angket

Analisis data postes dan angket


(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data pada bab terdahulu dapat disimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan masalah penelitian berikut.

1. Terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika menggunakan metode pembelajaran matematika kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran matematika menggunakan pendekatan konvensional.

2. Terdapat perbedaan sikap antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika menggunakan metode pembelajaran matematika kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran matematika menggunakan pendekatan konvensional.

3. Berdasarkan hasil ujin perbedaan rata-rata gain dengan uji t, terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman dan sikap yang signifikan antara rata-rata gain kelas eksperimen dan kelas kontrol baik pada sekolah sedang maupun pada sekolah rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan metode pembelajaran matematika kontekstual memiliki kemampuan pemahaman konsep dan sikap yang lebih baik dari siswa yang pembelajarannya dengan pembelajaran konvensional.


(34)

4. Tidak ada interaksi antara pembelajaran dan kategori sekolah siswa terhadap skor perolehan kemampuan pemahaman konsep dan sikap siswa siswa. 5. Pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan sikap siswa terhadap

pembelajaran matematika.

6. Pembelajaran matematika kontekstual yang diterapkan dalam penelitian ini, secara umum dapat dilaksanakan guru. Siswa merespon secara positif setiap tahapan pembelajaran, baik berupa diskusi kecil, tanya jawab sesama teman, tanya jawab antara guru dan siswa.

7. Metode pembelajaran matematika kontekstual memiliki effect size yang besar dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan sikap siswa terhadap matematika.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Berdasarkan data hasil penelitian, disarankan pembelajaran matematika kontekstual ini dapat menjadi salah pilihan metode bagi guru untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan sikap siswa dalam matematika. 2. Berdasarkan hasil penelitian, Pembelajaran matematika kontekstual dapat

diterapkan dilevel sekolah sedang dan rendah. Akan tetapi pada level sekolah rendah, disarankan guru meberikan perhatian yang lebih.

3. Antara peningkatan pemahaman dan sikap siswa berdasarkan hasil uji interaksi, tidak terjadi interaksi. Ini berarti pembelajaran kontekstual cocok digunakan untuk semua level. Akan tetapi, bila diperhatikan


(35)

angka-72

angkanya, sikap siswa pada kelas rendah mengalami peningkatan yang lebih tinggi dari siswa kelas sedang. Untuk itu, ke depannya diharapkan adala penelitian lebih lanjut mengenai pemahaman dan sikap siswa.

4. Masih sedikit penelitian eksperimen yang meneliti ukuran efek suatu variabel dependen terhadap variabel independen dalam penelitiannya, karena itu disarankan bagi peneliti selanjutnya meneliti juga ukuran efek (effect size) dalam penelitiannya.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Asikin (2003). Pembelajaran Matematika Berdasar Pendekatan Kontruktivisme dan CTL, Makalah dalam Rangka Seminar TOT Guru se Jawa Tengah. Semarang

Budiyono (2007). Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika Melalui

Penilaian Yang Efektif, didownload di http://www.uns.ac.id/

cp/penelitian.php

Cai, J. Lane, S. & Jakabacsin, M.S. (1996a). Assessing Students Mathematical Comunication” Official of the Science and Mathematics. 96 (5) 238-246. Cai, J. Lane, S. & Jakabacsin, M.S. (1996b). “The Role of Open-Ended Task and

Holistic Scoring Rubrics: Assessing Students Mathematical Reasoning and Communication”. Dalam Comunication in Mathematics, K-12 and Beyond. 1996, Year Book. NCTM.

Dahar, W. R. (1996) Teori-Teori Belajar, Jakarta: Erlangga

Dahlan, J.A. (2004) Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Open-Ended (Disertasi), Bandung: UPI Bandung

Dasari, D. (2002). Pengembangan Pembelajaran Matematika Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Proceding Seminar Nasional 5 Agustus 2002.

Gita, I.N. (2007). Implementasi Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Di Sekolah Dasar, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas MIPA Undiksha

Hamzah (2007). Pembelajaran Matematika dengan Teori Belajar Konstruktivisme, tersedia di www.pascasarjanagorontalo.com

Herman, T. (2004). Mengajar dan Belajar Matematika dengan Pemahaman, Jurnal Mimbar Pendidikan No.1 Tahun XXIII, Bandung: University Press UPI

Heruman. (2007). Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: Rosda

Hudojo, H. (1998). Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Konstruktivistik. Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Upaya Meningkatkan Peran Pendidikan Matematika dalam Menghadapi Era Globaliasasi. PPS IKIP Malang: Tidak Diterbitkan..

Hudojo, H. (1998). Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang.


(37)

94

Johnson, E.B. (2010). Contextual Teaching Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan bermakna, Bandung: Kaifa

Joyce et al.(1986) Models of Teaching, New York: Apress

Nasution, S. (1982). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Edisi Pertama. Jakarta: Bumi Aksara.

NCTM. (1989). Curiculum and Evaluation Standards for School Mathematics.

Reston, VA: NCTM

Nurhadi dan Senduk (2003). Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang:

Universitas Negeri Malang

Poedjiadi, A. (1999). Pengantar Filsafat Ilmu bagi Pendidik. Bandung: Yayasan Cendrawasih.

Priatna, N. (2003) Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung, Disertasi, Bandung: UPI Bandung

Puskur (2007). Kurikulum Matematika 2006, tersedia: http://www.puskur.co.id Rosnow, R. L. & Rosenthal, R. (1996). Computing contrasts, effect sizes, and

counternulls on other people's published data: General procedures for research consumers. Pyschological Methods.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA, Bandung: Tarsito

Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya, Bandung: Tarsito

Sabandar, J. (2001). Aspek Kontekstual dalam Soal Matematika dalam Realistik Mathematics Education. Makalah: Disajikan pada Seminar Sehari tentang Realistik Mathematics Education UPI-Bandung

Sanjaya, W. (2005). Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung: Prenada Media Group.

Soedjadi, R. (1994). Memantapkan Matematika Sekolah Sebagai Wahana

Pendidikan dan Pembudayaan Penalaran. Media Pendidikan

Matematika Nasional : IKIP Surabaya.

Sugiono, (2008). Metode PenelitianPendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika untuk Guru dan Calon Guru Matematika. Bandung : Wijayakusumah.


(38)

Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer Common Textbook, Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

Sukayati. (2004). Contoh Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Makalah pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SD Jenjang Lanjut, Yogyakarta.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logis Siswa, Disertasi, Bandung: IKIP Bandung.

Suparno, P. (1997) Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius.

Supinah. (2008). Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Supinah. (2008). Penyusunan Sillabus dan Rencana Pelaksanaan Pembellajaran (RPP) Matematika SD dalam Rangka Pengembangan KTSP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika

Syaban, M. (2009). Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa, tersedia di http://educare.e-fkipunla.net

Shadiq, F. (2007). Empat Objek Langsung Matematika Menurut Gagne, tersedia di www.fadjarp3g.wordpress.com

Shadiq, F. (2007). Penalaran atau Reasoning Mengapa Perlu Dipelajari Oleh Para Siswa di Sekolah tersedia? di www.fadjarp3g.wordpress.com

Trianto. (2007). Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka

Universitas Pendidikan Indonesia. (2007). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : UPI Bandung.

Walle D V. A. Jhon (2007) Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Pengembangan Penagajaran, Jakarta: Erlangga

Wintarti, A. dkk. (2008). Contextual Teaching and Learning Matematika: Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VII Edisi 4, Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data pada bab terdahulu dapat disimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan masalah penelitian berikut.

1. Terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika menggunakan metode pembelajaran matematika kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran matematika menggunakan pendekatan konvensional.

2. Terdapat perbedaan sikap antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika menggunakan metode pembelajaran matematika kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran matematika menggunakan pendekatan konvensional.

3. Berdasarkan hasil ujin perbedaan rata-rata gain dengan uji t, terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman dan sikap yang signifikan antara rata-rata gain kelas eksperimen dan kelas kontrol baik pada sekolah sedang maupun pada sekolah rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan metode pembelajaran matematika kontekstual memiliki kemampuan pemahaman konsep dan sikap yang lebih baik dari siswa yang pembelajarannya dengan pembelajaran konvensional.


(2)

4. Tidak ada interaksi antara pembelajaran dan kategori sekolah siswa terhadap skor perolehan kemampuan pemahaman konsep dan sikap siswa siswa. 5. Pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan sikap siswa terhadap

pembelajaran matematika.

6. Pembelajaran matematika kontekstual yang diterapkan dalam penelitian ini, secara umum dapat dilaksanakan guru. Siswa merespon secara positif setiap tahapan pembelajaran, baik berupa diskusi kecil, tanya jawab sesama teman, tanya jawab antara guru dan siswa.

7. Metode pembelajaran matematika kontekstual memiliki effect size yang besar dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan sikap siswa terhadap matematika.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Berdasarkan data hasil penelitian, disarankan pembelajaran matematika kontekstual ini dapat menjadi salah pilihan metode bagi guru untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan sikap siswa dalam matematika. 2. Berdasarkan hasil penelitian, Pembelajaran matematika kontekstual dapat

diterapkan dilevel sekolah sedang dan rendah. Akan tetapi pada level sekolah rendah, disarankan guru meberikan perhatian yang lebih.

3. Antara peningkatan pemahaman dan sikap siswa berdasarkan hasil uji interaksi, tidak terjadi interaksi. Ini berarti pembelajaran kontekstual cocok digunakan untuk semua level. Akan tetapi, bila diperhatikan


(3)

angka-72

angkanya, sikap siswa pada kelas rendah mengalami peningkatan yang lebih tinggi dari siswa kelas sedang. Untuk itu, ke depannya diharapkan adala penelitian lebih lanjut mengenai pemahaman dan sikap siswa.

4. Masih sedikit penelitian eksperimen yang meneliti ukuran efek suatu variabel dependen terhadap variabel independen dalam penelitiannya, karena itu disarankan bagi peneliti selanjutnya meneliti juga ukuran efek (effect size) dalam penelitiannya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Asikin (2003). Pembelajaran Matematika Berdasar Pendekatan Kontruktivisme dan CTL, Makalah dalam Rangka Seminar TOT Guru se Jawa Tengah. Semarang

Budiyono (2007). Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika Melalui Penilaian Yang Efektif, didownload di http://www.uns.ac.id/ cp/penelitian.php

Cai, J. Lane, S. & Jakabacsin, M.S. (1996a). Assessing Students Mathematical Comunication” Official of the Science and Mathematics. 96 (5) 238-246. Cai, J. Lane, S. & Jakabacsin, M.S. (1996b). “The Role of Open-Ended Task and

Holistic Scoring Rubrics: Assessing Students Mathematical Reasoning and Communication”. Dalam Comunication in Mathematics, K-12 and Beyond. 1996, Year Book. NCTM.

Dahar, W. R. (1996) Teori-Teori Belajar, Jakarta: Erlangga

Dahlan, J.A. (2004) Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Open-Ended (Disertasi), Bandung: UPI Bandung

Dasari, D. (2002). Pengembangan Pembelajaran Matematika Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Proceding Seminar Nasional 5 Agustus 2002.

Gita, I.N. (2007). Implementasi Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Di Sekolah Dasar, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas MIPA Undiksha

Hamzah (2007). Pembelajaran Matematika dengan Teori Belajar Konstruktivisme, tersedia di www.pascasarjanagorontalo.com

Herman, T. (2004). Mengajar dan Belajar Matematika dengan Pemahaman, Jurnal Mimbar Pendidikan No.1 Tahun XXIII, Bandung: University Press UPI

Heruman. (2007). Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: Rosda

Hudojo, H. (1998). Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Konstruktivistik. Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Upaya Meningkatkan Peran Pendidikan Matematika dalam Menghadapi Era Globaliasasi. PPS IKIP Malang: Tidak Diterbitkan..

Hudojo, H. (1998). Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang.


(5)

94

Johnson, E.B. (2010). Contextual Teaching Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan bermakna, Bandung: Kaifa

Joyce et al.(1986) Models of Teaching, New York: Apress

Nasution, S. (1982). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Edisi Pertama. Jakarta: Bumi Aksara.

NCTM. (1989). Curiculum and Evaluation Standards for School Mathematics.

Reston, VA: NCTM

Nurhadi dan Senduk (2003). Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang:

Universitas Negeri Malang

Poedjiadi, A. (1999). Pengantar Filsafat Ilmu bagi Pendidik. Bandung: Yayasan Cendrawasih.

Priatna, N. (2003) Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung, Disertasi, Bandung: UPI Bandung

Puskur (2007). Kurikulum Matematika 2006, tersedia: http://www.puskur.co.id Rosnow, R. L. & Rosenthal, R. (1996). Computing contrasts, effect sizes, and

counternulls on other people's published data: General procedures for research consumers. Pyschological Methods.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA, Bandung: Tarsito

Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya, Bandung: Tarsito

Sabandar, J. (2001). Aspek Kontekstual dalam Soal Matematika dalam Realistik Mathematics Education. Makalah: Disajikan pada Seminar Sehari tentang Realistik Mathematics Education UPI-Bandung

Sanjaya, W. (2005). Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung: Prenada Media Group.

Soedjadi, R. (1994). Memantapkan Matematika Sekolah Sebagai Wahana Pendidikan dan Pembudayaan Penalaran. Media Pendidikan Matematika Nasional : IKIP Surabaya.

Sugiono, (2008). Metode PenelitianPendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika untuk Guru dan Calon Guru Matematika. Bandung : Wijayakusumah.


(6)

Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer Common Textbook, Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

Sukayati. (2004). Contoh Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Makalah pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SD Jenjang Lanjut, Yogyakarta.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logis Siswa, Disertasi, Bandung: IKIP Bandung.

Suparno, P. (1997) Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius.

Supinah. (2008). Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Supinah. (2008). Penyusunan Sillabus dan Rencana Pelaksanaan Pembellajaran (RPP) Matematika SD dalam Rangka Pengembangan KTSP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika

Syaban, M. (2009). Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa, tersedia di http://educare.e-fkipunla.net

Shadiq, F. (2007). Empat Objek Langsung Matematika Menurut Gagne, tersedia di www.fadjarp3g.wordpress.com

Shadiq, F. (2007). Penalaran atau Reasoning Mengapa Perlu Dipelajari Oleh Para Siswa di Sekolah tersedia? di www.fadjarp3g.wordpress.com

Trianto. (2007). Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka

Universitas Pendidikan Indonesia. (2007). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : UPI Bandung.

Walle D V. A. Jhon (2007) Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Pengembangan Penagajaran, Jakarta: Erlangga

Wintarti, A. dkk. (2008). Contextual Teaching and Learning Matematika: Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VII Edisi 4, Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDEKATAN OPEN ENDED DALAM PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KRITIS : Eksperimen Kuasi Pada Kelas II Sekolah Dasar Negeri Harapan Jaya VII Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi Propinsi Jawa Barat.

0 1 52

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN TEKNIK PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR : Studi Eksperimen Kuasi di Kelas V Sekolah Dasar Kecamatan Klari Kabupaten Karawang.

0 2 58

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) PADA SISWA SEKOLAH DASAR : Studi Kuasi Eksperimen pada Kelas III Sekolah Dasar di Kecamatan Sukajadi Kota Bandung Tahun Pe

1 1 68

PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN DIRECT INSTRUCTION TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar di Gugus III Kecamatan Karangsembung Kabupaten Cirebon TahunA

0 0 64

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS KEMAMPUAN OTAK (BRAIN BASED LEARNING) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA : Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Sekolah Dasar di Kota Bandung.

1 2 91

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR : Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat.

0 4 50

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR :Studi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas V SDN di Kota Bandung.

0 0 46

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN INVESTIGATIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas V SD Negeri di Kota Tasikmalaya.

13 54 50

PEMBELAJARAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Eksperimen pada Siswa Kelas IV di SDN Kota Bandung.

0 0 41

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR

0 0 14