Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa (Kuasi Eksperimen di SMPN 75 Jakarta)

(1)

PENGARUH PENDEKATAN

REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION

TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Ria Hardiyati

NIM 109017000061

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

RIA HARDIYATI (NIM: 109017000061). Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa (Kuasi Eksperimen di SMPN 75 Jakarta).

Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui bagaimana kemampuan berpikir kreatif siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education dan dengan pendekatan konvensional, (2) untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen dengan rancangan desain penelitian two group randomized subject post test only. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Sampel penelitian yang pertama berjumlah 36 siswa untuk kelas eksperimen dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education. Sampel yang kedua berjumlah 36 siswa untuk kelas kontrol dengan menggunakan pendekatan konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok eksperimen mendapatkan nilai rata-rata

 

Xe =57,83 sedangkan kelompok kontrol mendapatkan nilai rata-rata

 

Xk =40,56, serta diperoleh hasil t-hitung 4,71 dan t-tabel pada taraf signifikasi 5% sebesar 2,00, maka t-hitung>t-tabel. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa yang pembelajarannya diterapkan pendekatan Realistic Mathematics Education lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional, serta terdapat pengaruh positif pengajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa.

Kata kunci: Pendekatan Realistic Mathematics Education, Berpikir Lancar, Berpikir Luwes, Berpikir Orisinil, Berpikir Rinci.


(6)

ABSTRACT

RIA HARDIYATI (NIM: 109017000061). The Effect of Realistic Mathematics Education for Students Creative Thinking Ability (Quasi-Experiments research at SMPN 75 Jakarta).

The purposes of this study are : (1) to find out how students creative thinking abilities who are taught using Realistic Mathematics Education and the conventional approach, (2) to determine whether there is a learning effect by using Realistic Mathematics Education for students creative thinking ability. The methode of study is used a quasi experimental method with the research design by two group randomized subject post test only. Sampling uses a Cluster Random Sampling which is consisting of a control group and an experimental group. The amount of first samples are 36 students for Experimental group uses Realisic Mathematics Eduacation approach and 36 students as second sample for control group uses conventional approach. The results of this study indicates that experimental group obtained the average is

 

Xe =57,833 and control group is

 

Xk =40,556, and then t-test results obtained 4.714 and t-table at 5% significance level of 2.00 , then t-count > t-table. This indicates that student’s creative thinking ability which is using Realistic Mathematics Education approach is better than conventional approach. And there are positive influences of teaching by Realistic Mathematics Education approach for student’s creative thinking ability

Key Words: Realistic Mathematics Education, Fluency, Flexibility, Originality, Elaboration


(7)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan rahmat, hidayat dan hikmah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan yang dialami. Namun, berkat kesungguhan hati, perjuangan, doa, dan semangat dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’I, M.A, Ph.D., Penanggung Jawab Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd., sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., selaku Dosen penasehat Akademik.

5. Ibu Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Firdausi S.Si, M.Pd., selaku Dosen pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

8. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.


(8)

9. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kemudahan dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat.

10.Bapak Drs. H. M. Siddik Tawad, selaku Kepala SMPN 75 Jakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

11.Seluruh dewan guru SMPN 75 Jakarta, khususnya Bapak Drs. Dalari selaku guru mata pelajaran yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Serta siswa dan siswi SMPN 75 Jakarta, khususnya kelas VII.1 dan VII.2.

12.Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta, Ibu Nurbaiti dan Bapak Heri yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis serta bapak dan ibu mertua ku, terimakasih atas dukungannya.

13.Suamiku tercinta, Wahyu Robihun S.S., yang telah memberikan semangat, dukungan, serta menjadi motivasi agar penulis tetap semangat menyelesaikan skripsi.

14.Kakak-kakak ku tercinta, Hari Nurdiansyah, A.Md, Ardiyansyah, Yulie Dwi Rianti, S.Psi, serta keponakan ku tersayang Bayu Rasyid dan Khalishah yang telah memberikan semangat kepada penulis.

15.Teman-teman Jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2009, khususnya Fajria, Bunga, Puji, Ummu, Nurma, Lina, Dila, Beni, Anis, Ega, Ayu, Evin, Rina, Thoyibah, dan seluruh teman-teman kelas B yang tak dapat dituliskan satu persatu, terimakasih atas semangat, dukungan, serta kebersamaannya.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, Mei 2014 Penulis

Ria Hardiyati


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR BAGAN ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR GRAFIK . ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II: KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kajian Teoretik 1. Kajian Teoretik tentang Kemampuan Berpikir Kreatif ... 8

a. Pengertian Kemampuan Berpikir Kreatif ... 8

b. Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif ... 10

2. Kajian Teoretik tentang Pendekatan RME ... 14

a. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ... 14

b. Pendekatan Pembelajaran RME ... 16

c. Tahapan Pembelajaran RME ... 19

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 20

C. Kerangka Berpikir ... 21

D. Hipotesis Penelitian ... 23


(10)

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

B. Metode dan Desain Penelitian ... 24

C. Populasi dan Sampel ... 25

D. Teknik Pengumpulan Data ... 26

E. Instrumen Penelitian ... 26

F. Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 39

1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen ... 39

2. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Kontrol ... 39

B. Pengujian Persyaratan Analisis . ... 41

C. Pembahasan ... 43

1. Proses Pembelajaran di Kelas ... 43

2. Hasil Postes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis……... 49

D. Keterbatasan Penelitian ... 66

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN ... 71 vi


(11)

DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Tahapan Pengujian Hipotesis ... 34


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Siswa Mendiskusikan Permasalahan yang Terdapat pada LKS.. 44

Gambar 4.2 Siswa Mengerjakan Soal Pemahaman yang Terdapat pada LKS 46 Gambar 4.3 Salah Satu Kelompok Mempresentasikan Hasil Diskusinya ... 47

Gambar 4.4 Siswa Kontrol Melakukan Diskusi ... 48

Gambar 4.5 Siswa Kontrol Melakukan Presentasi Hasil Diskusi ... 48

Gambar 4.6 Perbandingan Jawaban Siswa Soal Tes KBKM No. 1 (a) ... 51

Gambar 4.7 Perbandingan Jawaban Siswa Soal Tes KBKM No. 3 (a) ... 53

Gambar 4.8 Perbandingan Jawaban Siswa Soal Tes KBKM No. 2 (a) ... 55

Gambar 4.9 Perbandingan Jawaban Siswa Soal Tes KBKM No. 3 (b) ... 57

Gambar 4.10 Perbandingan Jawaban Siswa Soal Tes KBKM No. 1 (b) ... 59

Gambar 4.11 Perbandingan Jawaban Siswa Soal Tes KBKM No. 3 (c) ... 61

Gambar 4.12 Perbandingan Jawaban Siswa Soal Tes KBKM No. 4 (c) ... 63


(13)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Grafik Perbandingan Skor KBKM Siswa ... 41 Grafik 4.2 Diagram Skor Rata-rata KBKM ... 64


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif ... 10

Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 13

Tabel 2.3 Tahapan Pembelajaran RME ..……….... 20

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 25

Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Validitas Uji Coba Instrumen ... 28

Tabel 3.3 Klasifikasi Interpretasi Taraf Kesukaran ... 30

Tabel 3.4 Rekapitulasi Taraf kesukaran Uji Coba Instrumen ... 31

Tabel 3.5 Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda ... 32

Tabel 3.6 Rekapitulasi Daya Pembeda Uji Coba Instrumen ... 33

Tabel 4.1 Perbandingan KBKM Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 40

Tabel 4.2 Hasil Tes Akhir dari Kelas Sampel ... 41

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data ... 42

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Data ... 42

Tabel 4.5 Hasil Uji Hipotesis ... 43

Tabel 4.6 Tabel Perbandingan Skor Siswa No. 1.a ... 50

Tabel 4.7 Tabel Perbandingan Skor Siswa No. 3.a ... 52

Tabel 4.8 Tabel Perbandingan Skor Siswa No. 2.a ... 54

Tabel 4.9 Tabel Perbandingan Skor Siswa No. 3.b ... 56

Tabel 4.10 Tabel Perbandingan Skor Siswa No. 1.b ... 59

Tabel 4.11 Tabel Perbandingan Skor Siswa No. 3.c ... 61

Tabel 4.12 Tabel Perbandingan Skor Siswa No. 4.c ... 63


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Wawancara Pra Penelitian... 71

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 73

Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 88

Lampiran 4 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 99

Lampiran 5 Kisi-kisi Instrumen ... 116

Lampiran 6 Instrumen Test Uji Coba KBKM ... 118

Lampiran 7 Analisis Validitas Uji Coba Instrumen ... 120

Lampiran 8 Analisis Reliabilitas Uji Coba Instrumen...…..….. 121

Lampiran 9 Analisis Taraf Kesukaran Uji Coba Instrumen ... 122

Lampiran 10 Analisis Daya Pembeda Uji Coba Instrumen ... 123

Lampiran 11 Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 124

Lampiran 12 Kunci Jawaban Instrumen KBKM ... 126

Lampiran 13 Pedoman Penskoran ... 129

Lampiran 14 Tabel Skor dan nilai KBKM ... 130

Lampiran 15 Uji Normalitas KBKM ... 132

Lampiran 16 Uji Homogenitas Data ... 134

Lampiran 17 Uji Hipotesis KBKM ... 135

Lampiran 18 Ukuran Penyebaran Data ... 137

Lampiran 19 Perhitungan Kemiringan dan Ketajaman ... 141

Lampiran 20 Harga Kritis Chi Kuadrat ... 145

Lampiran 21 Uji Referensi ... 146

Lampiran 22 Surat Bimbingan Skripsi ... 148

Lampiran 23 Surat Izin Penelitian ... 149

Lampiran 24 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 150


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu bagian yang penting dalam bidang ilmu pengetahuan. Apabila dilihat dari sudut pengklasifikasian bidang ilmu pengetahuan, matematika termasuk kedalam kelompok ilmu-ilmu eksakta, yang lebih banyak memerlukan pemahaman dari pada hapalan. Untuk dapat memahami suatu pokok bahasan dalam matematika, siswa harus mampu menguasai konsep-konsep matematika dan keterkaitannya serta mampu menerapkan konsep-konsep-konsep-konsep tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.1 Masalah matematika tidak secara otomatis menjadi kontekstual hanya dengan menyusunnya dalam bentuk cerita situasi atau menyajikannya dalam soal terapan dalam pendekatan mekanistis. Hal yang paling penting dari suatu konteks adalah bahwa konteks harus memunculkan proses matematisasi serta mendukung pengembangan pemahaman konseptual siswa dan kemampuan untuk mentransfer pengetahuan ke situasi baru yang relevan.

Dari hasil PISA Matematika tahun 2009, diperoleh hasil bahwa hampir setengah dari siswa Indonesia (yaitu 43.5%) tidak mampu menyelesaikan soal PISA paling sederhana (the most basic PISA tasks). Sekitar sepertiga siswa Indonesia (yaitu 33.1%) hanya bisa mengerjakan soal jika pertanyaan dari soal kontekstual diberikan secara eksplisit serta semua data yang dibutuhkan untuk mengerjakan soal diberikan secara tepat. Hanya 0.1% siswa Indonesia yang mampu mengembangkan dan mengerjakan pemodelan matematika yang menuntut keterampilan berpikir dan penalaran.2 Menurut data PISA di atas siswa Indonesia

1

Lia Kurniawati, Pendekatan Pemecahan Masalah (Problem Solving) dalam Upaya Mengatasi Kesulitan-kesulitan Siswa pada Soal Cerita, (Jakarta: PIC UIN, 2007), Cet. 1, h. 45.

2

Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), Cet. 1, h.1-2.


(17)

dikategorikan pada tingkat 2, yang hanya mampu menafsirkan atau mengenali situasi dalam konteks soal yang diberikan, dan mengerjakan soal menggunakan rumus-rumus umum atau secara algoritmik, sehingga dapat diasumsikan siswa belum mampu mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tingginya.

Dalam undang-undang pendidikan nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa fungsi dari Sistem Pendidikan Nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa tujuan dari Sistem Pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.3 Jika kita perhatikan bahwa pendidikan di Indonesia sudah memperhatikan pengembangan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Untuk mendukung tujuan pendidikan di Indonesia tersebut pembelajaran disekolah hendaknya mampu memenuhi kebutuhan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa dari yang sederhana sampai yang tinggi termasuk didalamnya kemampuan berpikir kreatif.

Berpikir kreatif merupakan salah satu kemampuan yang sangat diperlukan peserta didik dalam menyongsong kehidupan di era global dan informasi yang penuh tantangan dan persaingan. Matematika sebagai salah satu pelajaran yang mengembangkan kemampuan bernalar dan berpikir logis mempunyai peran untuk membekali dan mendorong peserta didik berpikir kreatif. Berpikir kreatif dalam matematika lebih menekankan pada kemampuan siswa berpikir terbuka atau open ended yang tidak hanya sebatas pada materi yang baru saja disampaikan atau hal-hal yang bersifat rutin.

Kemampuan berpikir kreatif matematis yaitu kemampuan untuk menyelesaikan masalah matematika secara kreatif. Unsur-unsur berpikir kreatif yaitu: berpikir lancar, luwes, orisinil, dan elaboratif (rinci). Berpikir lancar

3

Gelar Dwirahayu, Penerapan Contextual Teaching and Learning dalam Pembelajaran Matematika di Madrasah, (Jakarta: PIC UIN, 2007), Cet.1, h. 83.


(18)

diperlukan untuk menemukan banyak ide dan lancar dalam menyelesaikan suatu masalah. Berpikir luwes dalam menghasilkan beragam gagasan untuk menyelesaikan suatu masalah. Berpikir orisinil dalam menganalisis suatu masalah dan berpikir elaboratif dalam mengembangkan gagasan terhadap masalah yang dihadapi.

Kemampuan berpikir matematis sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan formal, dengan kata lain kemampuan berpikir matematis siswa masih tergolong rendah. Pengembangan kemampuan berpikir matematis memerlukan penerapan pada pengetahuan konseptual dan kontekstual4. Hal ini didukung berdasarkan pengalaman Tatag Yuli Eko Siswono ketika memberikan pelatihan (baik nasional maupun lokal) dan ketika supervisi klinis maupun monitoring ke beberapa sekolah, beliau menyatakan dalam bukunya bahwa “Motivasi dan kemampuan guru dalam mengajar untuk mendorong kreativitas atau kemampuan berpikir kreatif siswa masih belum memadai. Kondisi tersebut dikarenakan tidak tersedianya strategi atau model pembelajaran yang sistematis yang berorientasi pada peningkatan kreativitas siswa dalam belajar matematika. Selain itu, terdapat anggapan bahwa mengajarkan berpikir kreatif menuntut siswa menyelesaikan masalah yang kompleks, padahal untuk masalah-masalah yang umum saja tidak semua siswa dapat menyelesaikannya”5.

Untuk mendukung data diatas, penulis melakukan wawancara terhadap salah satu guru matematika kelas VII di SMP Negeri 75 Jakarta. Dari hasil wawancara tersebut penulis memperoleh informasi bahwa guru masih menghadapi beberapa masalah yang perlu dipecahkan, yaitu rata-rata nilai matematika siswa yang masih rendah, penggunaan kurikulum 2013 yang membuat nilai siswa belum maksimal, serta respon siswa yang masih lambat terhadap soal-soal matematika dalam bentuk soal cerita yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

4

Wijaya, op. cit., h. 13.

5

Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, (Surabaya: Unesa University, 2008), h.3.


(19)

Untuk menjawab berbagai kesulitan siswa terhadap pelajaran matematika adalah mengubah sikap kita sebagai guru terhadap pembelajaran matematika yang dilaksanakan di sekolah. Yang semula hanya menerapkan pendekatan konvensional, dimana hanya menekankan pemahaman siswa tanpa melibatkan kemampuan berpikir kreatifnya serta siswa tidak diberi kesempatan menemukan jawaban ataupun cara yang berbeda dari yang sudah diajarkan guru, kini siswa diajak untuk berpikir tingkat tinggi agar siswa dapat mengembangkan kreatifitasnya dalam berpikir serta mengembangkan ide-ide barunya dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata.

Melihat kurangnya perhatian terhadap aspek berpikir dalam pembelajaran matematika, maka perlu dilakukan suatu proses pembelajaran yang dapat membantu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Salah satunya adalah dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang dapat memberikan ruang bagi siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya.

Pendekatan pembelajaran matematika realistik merupakan pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tingginya. Melalui proses pembelajaran “learning by doing”, siswa dapat mengkonstruksi daya berpikirnya untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata. Realistic Mathematics Education mencerminkan suatu pandangan tentang matematika sebagai sebuah subject matter, bagaimana anak belajar matematika, dan bagaimana matematika seharusnya diajarkan6. Pandangan ini terurai dalam enam prinsip RME yang meliputi: Prinsip Aktivitas, Prinsip Realitas, Prinsip Tahap Pemahaman, Prinsip Intertwinement, Prinsip Interaksi, serta Prinsip Bimbingan.

Penggunaan konteks pada pendekatan Realistic Mathematics Education memiliki pengaruh pada pengembangan berpikir kreatif siswa, karena strategi yang dikembangkan siswa dipengaruhi oleh dua komponen utama, yaitu

6

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, (Bandung: PT IMTIMA, 2009), cet.3, h. 177.


(20)

pemahaman atau interpretasi terhadap konteks situasi yang dihadapi serta pengetahuan awal yang sudah dimiliki siswa.

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa ada kesenjangan antara tujuan pembelajaran matematika yang ingin dicapai menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu memiliki kemampuan berpikir kreatif dan kenyataan yang ada dalam proses pembelajaran di kelas yang masih menerapkan soal-soal yang belum mengembangkan kemampuan berpikir siswa yang lebih tinggi. Agar kemampuan berpikir kreatif siswa dapat dikembangkan dengan baik, maka proses pembelajaran yang dilaksanakan harus melibatkan siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri. Salah satu pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif ialah pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education. Pendekatan RME sangat memerhatikan penggunaan soal yang bersifat terbuka. Penggunaan soal yang bersifat terbuka dan dalam bentuk uraian tidak hanya bermanfaat untuk memberikan ruang gerak siswa untuk mengembangkan strategi, tetapi juga bermanfaat bagi guru untuk mengetahui dengan jelas kesulitan yang mungkin dialami siswa atau potensi siswa yang bisa dikembangkan lebih lanjut. Dari uraian di atas, maka penulis ingin meneliti mengenai “Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa”. B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas terdapat beberapa pokok masalah yang dapat dikemukakan antara lain:

1. Pembelajaran yang biasa dilakukan di kelas adalah pembelajaran tradisional yang menekankan penguasaan dan manipulasi isi, dimana siswa dituntut untuk menghafalkan fakta, angka, nama, dan berlatih soal.

2. Pembelajaran matematika yang biasa diterapkan di kelas kurang memberi peluang bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tingginya, yang salah satunya adalah kemampuan berpikir kreatif.

3. Rendahnya kemampuan berpikir kreatif siswa.


(21)

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka masalah yang ada dalam penelitian ini dibatasi pada:

1. Karena rendahnya kemampuan berpikir matematis siswa sangat kompleks, maka penulis membatasi penelitian ini pada peningkatan proses berpikir kreatif matematis siswa dengan indikator: Lancar, Luwes, Orisinil dan Elaboratif (rinci).

2. Penelitian ini menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

3. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas VII degan materi yang disampaikan adalah Persamaan dan Pertidaksamaan Linier Satu Variabel, karena banyak siswa yang merasa kesulitan untuk menyelesaikan soal-soal PLSV dan PtLSV tersebut.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, penulis mencoba merumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kemampuan berpikir kreatif siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education?

2. Apakah terdapat pengaruh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa?

E. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana kemampuan berpikir kreatif siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education dan dengan pendekatan konvensional.


(22)

2. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa.

F. Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan penelitian ini, diharapkan dapat diambil beberapa manfaat, diantaranya:

1. Bagi peneliti

a. Memberikan informasi mengenai bagaimana kemampuan berpikir kreatif siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education dan dengan pendekatan konvensional.

b. Sebagai pembanding bagi peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti terkait hasil penelitian yang diperoleh.

2. Bagi guru

Pendekatan Realistic Mathematics Education dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam memilih variasi pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika khususnya dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa serta menjadikan proses belajar mengajar lebih efektif dan efisien.


(23)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kajian Teoretik

Berikut akan dibahas terlebih dahulu beberapa kajian literatur terkait penelitian, yakni: kemampuan berpikir kreatif dan pendekatan Realistic Mathematics Education. Untuk memahami lebih lanjut mengenai teori-teori tersebut maka dijelaskan pada bahasan berikut ini.

1. Kajian Teoretik tentang Kemampuan Berpikir Kreatif

Perkembangan teknologi dan informasi pada saat ini tidak dapat dipungkiri merupakan buah dari kemampuan berpikir kreatif manusia. Manusia yang dibekali akal, budi, dan karsa menciptakan perubahan-perubahan terhadap pengetahuan yang ada dan mengimplementasikannya untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Upaya mendorong kemampuan berpikir kreatif sebagai bekal hidup menghadapi tuntutan, perubahan, dan perkembangan zaman lazimnya melalui pendidikan yang berkualitas. Semua bidang pendidikan tanpa terkecuali pendidikan matematika harus memulai dan mengarahkan pada tujuan itu. Pendidikan tersebut mengantarkan dan mengarahkan anak didik menjadi pembelajar yang berkualitas dan kreatif. Keluaran akhir dari harapan itu akan terwujud bila proses di kelas melalui pembelajaran memberi kesempatan bagi siswa atau peserta didik mengembangkan potensi-potensinya untuk berpikir kreatif.7

a. Pengertian Kemampuan Berpikir Kreatif

Berbicara tentang kemampuan berpikir kreatif, terlebih dahulu akan dijelaskan tentang definisi dari berpikir. Pengertian berpikir, menurut etimologi yang dikemukakan, memberikan gambaran adanya sesuatu yang berada dalam diri seseorang dan mengenai apa yang menjadi “nya”. Sesuatu yang merupakan tenaga

7

Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, (Surabaya: Unesa University, 2008), h.1.


(24)

yang dibangun oleh unsur-unsur dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas. Seseorang akan melakukan aktivitas, setelah adanya pemicu potensi, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Isi yang terkandung di dalam potensi seseorang bisa berupa subjek aktif dan aktivitas idealisasi atau bisa juga berupa interaksi aktif yang bersifat spontanitas. Oleh karena itu, dalam berpikir terkandung sifat, proses, dan hasil.8

Berpikir kreatif dalam matematika mengacu pada pengertian berpikir kreatif secara umum. Bishop menjelaskan bahwa seseorang memerlukan 2 model berpikir berbeda yang komplementer dalam matematika, yaitu berpikir kreatif yang bersifat intuitif dan berpikir analitik yang bersifat logis. Pandangan ini lebih melihat berpikir kreatif sebagai suatu pemikiran yang intuitif daripada yang logis. Pengertian ini menunjukkan bahwa berpikir kreatif tidak didasarkan pada pemikiran yang logis tetapi lebih sebagai pemikiran yang tiba-tiba muncul, tak terduga, dan diluar kebiasaan.9 Pada umumnya, pemikiran yang intuitif cenderung membantu ketika mereka menemukan gagasan-gagasan orisinil atau ketika ingin membuat lompatan karena belum menemukan jalur logis yang menghubungan fakta atau teori. Model intuitif seringkali digunakan sebagai alat sensor yang bisa diperoleh melalui representasi, manipulasi dari realitas yang konkret. Seperti halnya jika seseorang bermaksud merepresentasikan bilangan-bilangan bulat, 6, 5, 4, 3, 2, 1, 0, -1, -2, dan sebagainya, orang tersebut dapat menggunakan garis bilangan dengan bilangan 0 diletakkan pada titik tertentu pada garis. Contoh lainnya, pada saat seorang guru menjelaskan tentang konsep faktor persekutuan terbesar (FPB),biasanya menggunakan diagram pohon.

Selain itu, Krulik dan Rudnick menjelaskan bahwa berpikir kreatif merupakan pemikiran yang asli, reflektif, dan menghasilkan suatu produk yang kompleks. Berpikir tersebut melibatkan sintesis ide-ide, membangun ide-ide baru

8

Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 2.

9

Siswono, op. cit., h. 20.


(25)

dan menentukan efektivitasnya. Selain itu, juga melibatkan kemampuan untuk membuat keputusan dan menghasilkan produk yang baru.10

Dari uraian yang disampaikan, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif adalah pemikiran yang tiba-tiba muncul, tak terduga, dan diluar kebiasaan, selain itu merupakan kemampuan menemukan dan menyelesaikan soal-soal atau masalah matematika secara langsung dan merupakan hasil asli pemikiran sendiri serta menghasilkan produk baru (keorisinilan). Selain itu, siswa juga memiliki kemampuan untuk mengembangkan ide, menambah atau merinci secara detail suatu objek, ide, atau situasi.

b. Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif

Adapun indikator kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir kreatif menurut Munandar yang indikatornya disajikan pada tabel berikut11:

Tabel 2.1

Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif

10

Siswono, op. cit., h. 21.

11

Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreatifitas Anak Sekolah, (Jakarta: Gramedia, 1999), h.88-90.

Pengertian Perilaku

1. Lancar

- Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, atau pertanyaan - Memberikan banyak

cara atau saran untuk melakukan berbagai hal - Selalu memikirkan lebih

dari satu jawaban

- Mengajukan banyak pertanyaan

- Menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan

- Mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah

- Lancar megungkapkan gagasan-gagasannya

- Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak daripada anak-anak lain

- Dapat dengan cepat melihat kesalahan dan kelemahan dari suatu objek atau situasi


(26)

2. Luwes

- Menghasilkan gagasan, jawaban, atau

pertanyaan yang bervariasi

- Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda

- Mencari banyak

alternatif atau arah yang berbeda-beda

- Mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran

- Memberikan aneka ragam penggunaan yang tak lazim terhadap suatu objek

- Memberikan bermacam-macam penafsiran (interpretasi) terhadap suatu gambar, cerita atau masalah

- Menerapkan suatu konsep atau azas dengan cara yang berbeda-beda

- Memberikan pertimbangan terhadap situasi yang berbeda dari yang diberikan orang lain - Dalam membahas/mendiskusikan suatu

situasi selalu mempunyai posisi yang bertentangan dengan mayoritas kelompok - Jika diberikan suatu masalah biasanya

memikirkan bermacam cara yang berbeda untuk menyelesaikannya

- Menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang berbeda-beda

- Mampu mengubah arah berpikir secara spontan

3. Orisinil

- Mampu melahirkan ungkapan baru dan unik - Memikirkan cara yang

tidak lazim untuk mengungkapkan diri - Mampu membuat

kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur

- Memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak terpikirkan oleh orang lain - Mempertanyakan cara-cara yang lama dan

berusaha memikirkan cara-cara yang baru - Memilih a-simetri dalam menggambar atau

membuat disain

- Memilih cara berpikir yang lain dari pada yang lain

- Mencari pendekatan yang baru dari yang stereotip

- Setelah membaca atau mendengar gagasan-11


(27)

Semua proses pemikiran sebagaimana dikemukakan sebelumnya (berpikir lancar, luwes, dan orisinil) saling berkaitan. Memiliki keterampilan dalam salah satu proses tersebut, misalnya berpikir lancar akan menunjang keterampilan dalam proses pemikiran yang lain, seperti berpikir luwes.12 Oleh karena itu pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa (berpikir lancar, luwes, orisinil, dan rinci) sangat disarankan untuk diterapkan oleh pendidik dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas.

Selain pada aspek kognitif, Munandar menyatakan beberapa karakteristik afektif dari wujud berpikir kreatif yaitu memiliki rasa ingin tahu, bersifat imajinatif, merasa tertantang oleh kemajemukan, sifat berani mengambil resiko

12

Munandar, op. cit., h.94.

gagasan, bekerja untuk menemukan penyelesaian yang baru

- Lebih senang mensintesis daripada menganalisa situasi

4. Elaboratif

- Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk

- Menambahkan atau memperinci detil-detil dari suatu obyek, gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik

- Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci - Mengembangkan atau memperkaya gagasan

orang lain

- Mencoba atau menguji detil-detil untuk melihat arah yang akan ditempuh - Mempunyai rasa keindahan yang kuat

sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong atau sederhana

- Menambahkan garis-garis, warna-warna, dan detil-detil (bagian-bagian) terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain.


(28)

dan saling menghargai13. Sedangkan dalam rancangan penelitian yang penulis akan lakukan lebih khusus mengkaji karakteristik kemampuan berpikir kreatif dari aspek kognitif yang dimodifikasi dari indikator berpikir kreatif menurut munandar dengan pembatasan pada 4 indikator dan 7 sub indikator seperti diuraikan berikut:

Tabel 2.2

Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Pengertian Perilaku

Berpikir Lancar (Fluency) 1. Mencetuskan banyak gagasan,

penyelesaian masalah atau pertanyaan

a. Lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya

b. Dapat dengan cepat melihat kesalahan dan kelemahan dari suatu objek atau situasi Berpikir Luwes (Flexibility)

2.Menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi.

a. Memberikan bermacam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita atau masalah. b. Jika diberikan suatu masalah biasanya

memikirkan bermacam cara yang berbeda untuk menyelesaikannya.

Berpikir Orisinil (Originality) 3.Mampu melahirkan ungkapan

baru dan unik

a. Memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain

b. Lebih senang mensintesa daripada menganalisis sesuatu.

Berpikir Rinci (Elaboration) 4.Mampu memperkaya dan

mengembangkan suatu gagasan atau produk.

a. Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah terperinci.

Indikator-indikator yang diuraikan diharapkan dapat tercapai melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan Realistic Mathematics Education.

13

Munandar, op. cit., h. 91-93.


(29)

2. Kajian Teoretik tentang Pendekatan Realistic Mathematics Education

Pernyataan “matematika merupakan suatu bentuk aktivitas manusia” menunjukkan bahwa Freudenthal tidak menempatkan matematika sebagai suatu produk jadi, melainkan sebagai suatu bentuk aktivitas atau proses. Menurut Fruedenthal matematika sebaiknya tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk jadi yang siap pakai, melainkan sebagai suatu bentuk kegiatan dalam mengkonstruksi konsep matematika. Fruedenthal mengenalkan istilah “guided reinvention” sebagai proses yang dilakukan siswa secara aktif untuk menemukan kembali suatu konsep matematika dengan bimbingan guru.14

a. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Belajar dianggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Hilgard mengungkapkan: “Learning is the process by wich an activity originates or change through training procedurs (wether in the laboratory or in the natural environment) as distinguished from change by factors not atributable to training”. Bagi Hilgard, belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium ataupun dalam lingkungan alamiah.15

Sedangkan, belajar menurut pakar psikologi adalah perilaku sebagai proses psikologi individu dengan lingkungannya secara alami, sedangkan pakar pendidikan melihat belajar atau perilaku belajar sebagai proses psikologis paedagogik yang ditandai dengan adanya interaksi individu dengan lingkungan belajar yang sengaja diciptakan. Menurut Bell Gredler belajar adalah proses yang dilakukan manusia untuk mendapatkan aneka ragam kompetensi/kemampuan, skill/keterampilan, dan attitude/sikap secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat

14

Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012), h. 20 .

15

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), Cet.7, h. 112.


(30)

dengan keterlibatan dalam pendidikan formal (sekolah), informal (kursus) dan non formal (majlis-majlis ilmu).16

Bertolak dari berbagai definisi yang telah diutarakan diatas, secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sehubungan dengan pengertian ini perlu diutarakan sekali lagi bahwa perubahan tingkah laku yang timbul akibat proses kematangan, keadaan gila, mabuk, lelah, dan jenuh tidak dapat dipandang sebagai proses belajar.17

I Nyoman Sudana Degeng mengemukakan bahwa: kalau arti pengajaran membatasi diri pada tatap muka didalam kelas, maka kata pembelajaran mengacu kepada segala kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap proses belajar siswa. Dalam pembelajaran ada interaksi siswa yang tidak dibatasi oleh kehadiran guru secara fisik lahiriah, akan tetapi siswa dapat berinteraksi dan belajar melalui media cetak, elektroik, media kaca dan televisi serta radio. Walaupun demikian rancangan tetap ada pada guru. Pengajaran merupakan suatu bentuk pembelajaran. Dalam suatu definisi pembelajaran dikatakan upaya untuk siswa dalam bentuk kegiatan memilih, menetapkan, dan megembangkan metode dan strategi yang optimal untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan.18

Pembelajaran adalah proses yang sengaja dirancang oleh guru dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan seseorang melaksanakan kegiatan belajar. Dalam hal ini, pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman dalam belajar matematika.

16

Ali Hamzah, Perencanaan Pembelajaran Matematika, Diktat, (Jakarta: Pendidikan Matematika UIN Jakarta, 2011), h. 4. t.d.

17

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet.15, h. 90.

18

Hamzah, op. cit., h. 8. t.d.


(31)

Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara belajar dengan pembelajaran. Dalam belajar yang aktif hanyalah siswa, namun dalam pembelajaran adanya interaksi antara siswa dengan guru ataupun dengan siswa yang lainnya untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan serta terbentuklah perubahan perilaku, pengetahuan, dan keterampilan berpikir siswa.

b. Pendekatan Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME)

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum.19 Tujuan pembelajaran saat ini adalah siswa dituntut aktif dalam proses pembelajaran, yaitu aktif dalam mengemukakan ide, menemukan prinsip, konsep, atau rumus-rumus matematika melalui kegiatan pembelajaran. Selain itu siswa juga dituntut kreatif dalam proses pembelajaran, terutama kreatif dalam berpikir dan menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru. Untuk itu pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan adalah pendekatan pembelajaran realistik atau Realistic Mathematics Education (RME).

Realistic Mathematics Education pertama kali berkembang di Belanda sejak awal tahun 70-an. Adapun orang yang mengembangkannya adalah Freudenthal dan kawan-kawan dari Fruedenthal Institute. Dalam pandangan Fruedenthal, agar matematika memiliki nilai kemanusiaan (human value) maka pembelajarannya harus dikaitkan dengan realita, dekat dengan pengalaman anak serta relevan untuk kehidupan masyarakat. Selain itu Freudenthal juga berpandangan bahwa matematika sebaiknya tidak dipandang sebagai suatu bahan ajar yang harus ditransfer secara langsung sebagai matematika siap pakai, melainkan harus dipandang sebagai suatu aktivitas manusia. Pembelajaran matematika sebaiknya dilakukan dengan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada anak untuk mencoba menemukan sendiri melalui bantuan tertentu dari guru. Dalam istilah Fruedenthal kegiatan seperti ini disebut guided reinvention,

19

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media group, 2008), cet. ke-5, h. 127.


(32)

yakni suatu kegiatan yang mendorong anak untuk menemukan prinsip, konsep, atau rumus-rumus matematika melalui kegiatan pembelajaran yang secara spesifik dirancang oleh guru. Dengan demikian, prinsip utama pembelajaran matematika tidaklah terletak pada matematika sebagai suatu sistem tertutup yang kaku, melainkan pada aktivitasnya yang lebih dikenal sebagai suatu proses matematisasi (process of mathematization).20

Kegiatan RME dalam pembelajaran di kelas, dimulai dari masalah kontekstual dan memberi kebebasan kepada siswa untuk dapat mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyelesaikan masalah kontekstual tersebut dengan caranya sendiri sesuai dengan pengetahuan awal yang dimiliki. Proses penjelajahan, penginterpretasian, dan penemuan kembali dalam RME menggunakan konsep matematisasi horizontal dan vertikal, yang diinspirasi oleh cara-cara pemecahan informal yang digunakan oleh siswa.21

RME mencerminkan suatu pandangan tentang matematika sebagai sebuah subject matter, bagaimana anak belajar matematika, dan bagaimana matematika seharusnya diajarkan. Pandangan ini terurai dalam enam karakteristik RME yang akan diuraikan berikut ini22:

1. Prinsip Aktivitas. Menurut Freudenthal, karena ide proses matematisasi berkaitan erat dengan pandangan bahwa matematika merupakan aktivitas manusia, maka cara terbaik untuk mempelajari matematika adalah melalui doing yakni dengan mengerjakan masalah-masalah yang didesain secara khusus. Anak tidak dipandang sebagai individu yang hanya siap menerima konsep-konsep matematika siap-pakai secara pasif, melainkan harus diperlakukan sebagai partisipan aktif dalam keseluruhan proses pendidikan

20

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Bandung: PT Imperial Bhakti Utama, 2009), cet. 1, h.176.

21

Tri Dyah Prastiti, Pengaruh Pendekatan Pembelajaran RME dan Pengetahuan Awal terhadap Kemampuan Komunikasi dan Pemahaman Matematika Siswa SMP Kelas VII, (Dosen FKIP Universitas Terbuka di UPBJJ Surabaya), h. 201.

22

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, op. cit., h. 177.


(33)

sehingga mereka mampu mengembangkan sejumlah mathematical tools yang kedalaman serta liku-likunya betul-betul dihayati.

2. Prinsip Realitas. Seperti halnya dalam pendekatan pembelajaran matematika pada umumnya, tujuan utama RME adalah agar siswa mampu mengaplikasikan matematika. Dengan demikian tujuan pengajaran matematika yang paling utama adalah agar siswa mampu menggunakan matematika yang mereka pahami untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dalam RME, prinsip realitas ini tidak hanya dikembangkan pada tahap akhir dari suatu proses pembelajaran melainkan dipandang sebagai suatu sumber untuk belajar matematika. Karena matematika tumbuh dari matematisasi realitas, maka selayaknya belajar matematika-pun harus diawali dengan proses matematisasi realitas.

3. Prinsip Tahap Pemahaman. Proses belajar matematika mencakup berbagai tahapan pemahaman mulai dari pengembangan kemampuan menemukan solusi informal yang berkaitan dengan konteks, menemukan rumus dan skema, sampai menemukan prinsip-prinsip keterkaitan. Persyaratan untuk sampai pada tahap pemahaman berikutnya menuntut adanya kemampuan untuk merefleksi aktivitas pengerjaan tugas-tugas matematika yang telah dilakukan.

4. Prinsip Intertwinement. Salah satu karakteristik dari RME dalam kaitannya dengan matematika sebagai bahan ajar, adalah bahwa matematika tidak dipandang sebagai suatu bahan ajar yang terpisah-pisah. Dengan demikian, menyelesaikan suatu masalah matematika yang kaya-konteks mengandung arti bahwa siswa memiliki kesempatan untuk menerapkan berbagai konsep, rumus, prinsip, serta pemahaman secara terpadu dan saling berkaitan.

5. Prinsip Interaksi. Dalam pendekatan RME, proses matematika dipandang sebagai suatu aktivitas sosial. Dengan kata lain siswa diberi kesempatan untuk melakukan tukar pengalaman, strategi penyelesaian, serta temuan lainnya diantara sesama mereka. Dengan mendengarkan apa yang ditemukan orang lain serta mendiskusikannya, siswa dimungkinkan untuk meningkatkan strategi yang mereka temukan sendiri. Dengan demikian, interaksi memungkinkan 18


(34)

siswa untuk melakukan refleksi yang pada akhirnya akan mendorong mereka pada perolehan pemahaman yang lebih tinggi dari sebelumnya.

6. Prinsip Bimbingan. Salah satu prinsip kunci yang diajukan Fruedenthal dalam pembelajaran matematika adalah perlunya bimbingan agar siswa mampu menemukan kembali matematika. Implikasi dari pandangan ini adalah bahwa baik guru maupun program pendidikan memegang peran yang sangat vital dalam proses bagaimana siswa memperoleh pengetahuan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran realistik adalah konsep belajar yang membantu siswa untuk melihat makna dari materi pelajaran yang dipelajarinya dengan cara menkaitkan materi pelajaran dengan dunia nyata serta mendorong siswa untuk aktif dalam menemukan makna dari pelajaran yang dipelajarinya. RME menggunakan prinsip matematisasi realitas yang artinya mengawali belajar matematika dengan proses matematisasi realitas. Dalam pengembangan kemampuan menemukan solusi informal yang berkaitan dengan konsep pada pembelajaran realistik diperlukannya kemampuan berpikir tingkat tinggi serta siswapun memiliki kesempatan untuk menerapkan berbagai konsep, rumus, prinsip, serta pemahaman terpadu dan saling berkaitan. pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) merupakan pendekatan pembelajaran yang mampu membuat siswa menggunakan matematika yang mereka pahami untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi serta mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa yang tak luput dari bimbingan pendidik untuk meluruskan konsep yang dipahami oleh masing-masing siswa.. c. Tahapan Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME)

Untuk mengimplementasikan pendekatan Realistic Mathematics Education di kelas, diawali dengan penyusunan perangkat pembelajaran yang disusun mengacu pada enam karakteristik RME (prinsip aktivitas, prinsip realitas, prinsip tahap pemahaman, prinsip intertwinement, prinsip interaksi, dan prinsip bimbingan) dan secara umum meliputi tujuan, materi, kegiatan belajar di kelas, dan evaluasi. Pada Tabel 2.3 merupakan implementasi pendekatan Realistic Mathematics Education dalam kegiatan belajar mengajar di kelas:


(35)

Tabel 2.3

Tahapan Pembelajaran Realistic Mathematics Education

Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

Guru memberikan siswa masalah kontekstual

Siswa secara sendiri atau kelompok kecil mengerjakan masalah dengan strategi-strategi informal

Guru merespon secara positif jawaban siswa, siswa diberikan kesempatan untuk memikirkan strategi yang paling efektif

Guru mengarahkan siswa pada beberapa masalah kontekstual dan selanjutnya meminta siswa mengerjakan masalah dengan menggunakan pengalaman mereka

Siswa secara sendiri-sendiri atau berkelompok mengerjakan masalah tersebut

Guru mengelilingi siswa sambil memberikan bantuan seperlunya

Beberapa siswa mengerjakan di depan kelas. Melalui diskusi kelas, jawaban siswa dikonfrontasikan

Guru mengenalkan istilah konsep Siswa merumuskan bentuk matematika formal

Guru memberikan tugas dirumah yaitu membuat masalah cerita beserta jawabannya yang sesuai dengan matematika formal

Siswa mengerjakan tugas rumah dan menyerahkannya kepada guru

B. Hasil Penelitian yang Relevan

1) Isneni Fitri (2012). Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa. Meneliti tentang berpikir kreatif matematis siswa di kelas VIII SMP pada materi SPLDV dengan menggunakan pendekatan kontekstual strategi REACT. Hasil analisis peneliatian menunjukkan bahwa rata-rata kelancaran dan keluwesan berpikir siswa yang 20


(36)

pembelajaran matematikanya diterapkan pendekatan kontekstual strategi REACT lebih tinggi daripada rata-rata kelancaran dan keluwesan berpikir siswa yang pembelajaran matematikanya dilakukan secara konvensional. Namun, aspek keorisinilan dan kerincian tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal lain dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengajuan masalah kontekstual dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif, terutama pada aspek kelancaran dan keluwesan.

2) Fathul Muin (2013). Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) terhadap Pemahaman Konsep Siswa dalam Belajar Matematika. Meneliti tentang pengaruh pendekatan RME terhadap pemahaman konsep siswa. Pada penelitiannya, Fathul Muin menggunakan langkah-langkah pendekatan RME menurut Hadi yang diantaranya yaitu pendahuluan, pengembangan, dan penutup/penerapan pada pokok bahasan: garis dan sudut. Hasil analisis penelitiannya menunjukkan bahwa pelaksanaan pendekatan matematika realistik mampu membuat siswa menguasai pemahaman konsep matematika dengan rata-rata pencapaian 75.33.

Dari kedua penelitian tersebut di atas maka penulis menganggap bahwa terdapat hubungan/keterkaitan antara penelitian tersebut dengan penelitian yang penulis akan lakukan. Indikator kemampuan berpikir kreatif yang akan diteliti meliputi lancar, luwes, orisinil, dan elaboratif dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education.

C. Kerangka Berpikir

Pendekatan pembelajaran matematika realistik merupakan pendekatan pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk berpikir lebih tinggi yakni pembelajaran yang awalnya hanya sampai pada tingkat kognitif rendah, bisa ditingkatkan pada proses berpikir matematika tingkat tinggi. Diawali dengan masalah yang berkaitan dengan dunia nyata, mengaitkan konsep matematika yang satu dengan konsep yang lainnya, menerjemahkan masalah dunia nyata kedalam masalah matematika yang representatif, serta menuju kedalam perhitungan matematika yang sebenarnya.


(37)

Berpikir kreatif melibatkan rasa ingin tahu mengapa sebuah konsep berlaku dan mengapa suatu pernyataan harus dipercaya. Setiap siswa memiliki kapasitas untuk menggunakan pikiran dan imajinasi mereka secara konstruktif untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Siswa mampu merumuskan sebuah ide yang baru, baik perkembangan dari yang sudah ada maupun memperkenalkan sesuatu yang benar-benar baru dan unik.

Kemampuan otak untuk menemukan makna dengan membuat hubungan dan berbagai relevansi menjelaskan mengapa siswa didorong menghubungkan tugas-tugas sekolah dengan konteks kehidupan keseharian mereka, yaitu agar siswa mampu menemukan makna pada materi akademik mereka. Hal ini yang membuat pembelajaran menjadi berkesan, diingat dan terus berkembang dalam tahapan berpikir siswa. Pembelajaran yang bermakna mendorong siswa untuk melakukan pengalaman-pengalaman baru dan merangsang otak membuat hubungan-hubungan baru. Munculnya ide-ide baru merupakan wujud perkembangan kemampuan berpikir kreatif siswa.

Pendekatan Realistic Mathematics Education atau yang disingkat RME merupakan pendekatan pembelajaran yang berangkat dari aktivitas manusia. Menuntun siswa dari keadaan yang sangat kongkrit (melalui proses matematisasi horizontal) dengan masalah-masalah kontekstual, menuju ke pemodelan matematika, dan lanjut ke dalam bentuk matematika yang sebenarnya. Melalui proses doing mathematics siswa mengkonstruk pengetahuannya sendiri sehingga berpeluang untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya. Semakin tinggi pengalaman yang dilalui, maka semakin banyak kesempatan bagi siswa menghasilkan ide-ide baru dan unik yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya. Keenam tahapan pendekatan pembelajaran RME diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan masalah kontekstual matematika yang diberikan oleh guru, diantaranya yaitu: 1. Prinsip Aktivitas, prinsip ini mewadahi siswa agar dapat berpikir lancar.

Lancar dalam arti siswa dapat mengungkapkan banyak gagasan terkait konsep yang dipelajari karena masalah yang disajikan dekat dengan kehidupan siswa. Prinsip Realitas, prinsip ini mewadahi siswa agar dapat berpikir fleksibel 22


(38)

(luwes). Keluwesan dalam berpikir terlihat dari beragam ide atau cara yang muncul sesuai dari pengalaman dan pemahaman masing-masing siswa.

2. Prinsip Tahap Pemahaman, prinsip ini mewadahi siswa agar dapat berpikir asli (orisinil), yaitu siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya dengan mengembangkan ide-ide baru serta dapat menghasilkan sesuatu yang unik yang belum pernah terpikirkan sebelumnya.

3. Prinsip Intertwinement, prinsip ini dapat mewadahi kemampuan berpikir kreatif siswa pada indikator keluwesan dan elaboratif (rinci), karena siswa diberikan kesempatan untuk menerapkan berbagai konsep, rumus, prinsip, serta pemahaman secara terpadu dan saling berkaitan.

4. Prinsip Interaksi, prinsip ini dapat mewadahi kemampuan berpikir lancar, luwes dan rinci pada siswa, dengan kata lain siswa diberi kesempatan untuk melakukan tukar pengalaman, strategi penyelesaian, serta temuan lainnya diantara sesama mereka.

5. Prinsip Bimbingan, dari keseluruhan proses belajar matematika siswa di sekolah, maka perlunya bimbingan agar siswa mampu menemukan kembali matematika.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teoretik dan kerangka berpikir yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

“Kemampuan berpikir kreatif siswa yang pembelajaran matematikanya diterapkan pendekatan pembelajaran Realistic Mathematics Education lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kreatif siswa yang pembelajaran matematikanya dilakukan secara konvensional”.


(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 75 Jakarta yang beralamat di Jl.Raya Kebon Jeruk No. 19 Jakarta 11530. Penelitian ini dilakukan terhadap siswa kelas VII pada tahun ajaran 2013-2014 di semester genap, yaitu dimulai pada tanggal 27 Januari sampai tanggal 24 Februari 2014.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen, karena metode ini mempunyai kelompok kontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Dalam penelitian ini sampel dikelompokkan menjadi dua dan diberikan dua perlakuan pembelajaran yaitu kelompok eksperimen dengan menggunakan pendekatan Realistics Mathematics Education dan kelompok kontrol menggunakan pendekatan konvensional dengan menyesuaikan kurikulum 2013.

Adapun rancangan desain penelitian yang digunakan adalah Two Group Randomized Subject Post Test Only. Tanpa Pre Test karena peneliti sebelumnya sudah melakukan wawancara kepada guru matematika terkait, sehingga peneliti sudah mengetahui bahwa terdapat kelemahan dalam kemampuan berpikir kreatif siswa. Desain penelitian ini terdiri atas dua kelompok yang keduanya ditentukan secara acak. Kelompok pertama adalah kelompok eksperimen dan kelompok kedua adalah kelompok kontrol. Siswa pada kelompok eksperimen diajarkan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education. Sedangkan siswa pada kelompok kontrol diajarkan menggunakan pendekatan konvensional dengan menyesuaikan kurikulum 2013.


(40)

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelas Treatment Test

Eksperimen RME (XE) Tes berpikir kreatif (Y) Kontrol Konvensional (Xp) Tes berpikir kreatif (Y)

Keterangan :

XE : Treatment yang dilakukan di kelas eksperimen, yaitu pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Xp : Treatment yang dilakukan pada kelas kontrol, yaitu pendekatan pembelajaran konvensional dengan menyesuaikan kurikulum 2013 Y : Tes akhir berpikir kreatif

Langkah yang dilakukan sebelum memberikan tes kemampuan berpikir kreatif matematis adalah melakukan proses pembelajaran pada kedua kelas tersebut. Perlakuan khusus diberikan pada kelas eksperimen menggunakan Pendekatan Realistic Mathematics Education untuk kemudian dilihat pengaruhnya pada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan unit analisis yang akan diselidiki karakteristik atau ciri-cirinya. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 75 Jakarta di kelas VII.

Adapun sampel penelitian adalah sebagian dari unit-unit yang ada dalam populasi yang ciri-ciri atau karakteristiknya benar-benar diselidiki. Sampel dalam penelitian ini diambil secara acak dengan menggunakan teknik cluster random sampling, yaitu pengambilan dua unit kelas dari enam kelas yang ada. Dari dua kelas tersebut diundi, kelas mana yang akan dijadikan kelas eksperimen dan kontrol.


(41)

D. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan dalam penilitian ini adalah data kuantitatif. Data ini merupakan data utama yang diambil dari instrumen penelitian yang berupa observasi dan tes untuk mendapatkan informasi mengenai variabel yang akan diteliti.

1. Tahap Persiapan

a) Melakukan observasi secara non-partisipatif (nonparticipan observation) serta observasi ke sekolah megenai kemampuan berpikir kreatif siswa. b) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan bahan ajar pada

pokok bahasan yang dipilih. c) Menyusun instrumen penelitian.

d) Melakukan uji coba instrumen penelitian. e) Analisis hasil uji coba instrumen.

f) Pemilihan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol secara acak menggunakan teknik Cluster Random Sampling (Pengambilan sampel menurut kelompok).

2. Tahap Pelaksanaan

a) Menerapkan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) pada kelompok eksperimen, sedangkan pada kelompok kontrol diterapkan pendekatan konvensional dengan jumlah jam pelajaran dan pokok bahasan yang sama.

b) Pemberian tes akhir pada kedua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebagai evaluasi pembelajaran.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen tes akhir (post test) kemampuan berpikir kreatif matematis siswa berbentuk uraian. Tes uraian disusun berdasarkan konsep tes berpikir kreatif yang memenuhi indikator berpikir lancar, luwes, orisinil, dan berpikir rinci.

Agar memperoleh data yang valid, instrumen atau alat mengevaluasi harus valid. Oleh karena itu, sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen hasil 26


(42)

belajar terlebih dahulu diuji cobakan pada tingkat yang lebih tinggi untuk mengukur validitas dan reliabilitasnya.

1. Validitas

Validitas atau kesahihan berasal dari kata validity yang berarti sejauhmana ketetapan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Dengan kata lain, validitas adalah suatu konsep yang berkaitan dengan sejauhmana tes telah mengukur apa yang seharusnya diukur.23 Tes disebut valid apabila memiliki tingkat ketepatan yang tinggi dalam mengungkap aspek yang hendak diukur.

Pengujian validitas pada instrumen dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson dengan rumus24:

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑ Keterangan:

r : Koefisien korelasi antara pendekatan RME dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

n : Banyaknya siswa x : Skor item soal y : Skor total

Untuk mengetahui valid atau tidaknya butir soal , maka harus mengetahui hasil perhitungan rhit, serta membandingkan rhit dengan rtabel Product Moment dimana df=n-2 dengan Jika hasil perhitungan , maka soal tersebut valid. Jika hasil penelitian maka soal tersebut dinyatakan tidak valid (drop).

23

Sudaryono, Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), Cet. 1, h. 138.

24

V. Wiratna Sujarweni, Poly Endrayanto, Statistika untuk Penelitian, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), Cet. 1, h. 177.


(43)

Adapun hasil perhitungan validitas uji coba instrumen sebagai berikut: Tabel 3.2

Hasil Perhitungan Validitas Uji Coba Instrumen

No. Indikator rtabel rhit Keterangan

1a. Fluency 0,355 0,4 Valid

1b. Originality 0,355 0,55 Valid

2a. Flexibility 0,355 0,34 Drop

2b. Flexibility 0,355 0,61 Valid

2c. Flexibility 0,355 0,21 Drop

2d. Flexibility 0,355 0,53 Valid

3a. Fluency 0,355 0,44 Valid

3b. Flexibility 0,355 0,45 Valid

3c. Elaboration 0,355 0,46 Valid

4a. Fluency 0,355 0,62 Valid

4b. Elaboration 0,355 0,45 Valid

4c. Elaboration 0,355 0,49 Valid

Hasil perhitungan uji coba validitas instrumen menunjukkan:

- Fluency (berpikir lancar) yang dinyatakan valid dan dipakai pada soal instrumen sebanyak 3 soal,

- Flexibility (berpikir luwes) yang dinyatakan valid dan dipakai pada soal instrumen sebanyak 3 soal,

- Originality (berpikir orisinil) yang dinyatakan valid dan dipakai pada soal instrumen sebanyak 1 soal, dan

- Elaboration (berpikir rinci) yang dinyatakan valid dan dipakai pada soal instrumen sebanyak 3 soal.


(44)

2. Reliabilitas

Reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya.25 Sebuah tes hasil belajar dapat dikatakan reliabel apabila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut secara berulang kali terhadap subjek yang sama senantiasa menunjukan hasil yang relatif sama atau sifatnya ajeg atau stabil. Uji reliabilitas dapat dilakukan secara bersama-sama terhadap seluruh butir pertanyaan. Jika nilai Alpha > 0,60 maka reliabel26. Cara yang digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan rumus Alpha Cronbach27 yaitu:

                  2 2 1 1 t b k k r   Keterangan :

r : Koefisien reliability instrument k : Banyaknya butir pertanyaan

2

b

: Total varians butir

2

t

 : Total varians

Hasil perhitungan reliabilitas uji coba instrumen diperoleh rhitung sebesar 0,609 , maka dapat dikatakan instrumen yang diberikan reliabel.

3. Taraf Kesukaran

Asumsi yang digunakan untuk memperoleh kualitas soal yang baik, khususnya dalam hal tingkat kesukaran soal adalah adanya keseimbangan di samping memenuhi validitas dan reliabilitas. Keseimbangan yang dimaksudkan adalah adanya soal-soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar secara

25

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. 17, h. 16.

26 Sujarweni, op. cit., h. 186.

27

Ibid.


(45)

proporsional.28 Bilangan yang menunjukkan sukar, sedang, dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Idealnya tingkat kesukaran soal sesuai dengan kemampuan peserta tes, sehingga diperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai alat perbaikan atau peningkatan program pembelajaran.

Menurut Harun Rasyid, Formula yang digunakan untuk mengidentifikasi tingkat kesukaran soal yaitu29:

∑ Keterangan:

: Tingkat kesukaran

∑ : Jumlah skor butir i yang dijawab oleh kelompok atas dan bawah : Skor maksimum

: Jumlah siswa kelompok atas dan bawah

Tolak ukur untuk menginterpretasikan taraf kesukaran tiap butir soal adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3

Klasifikasi Interpretasi Taraf Kesukaran

Nilai Pi Interpretasi

Pi≤ 0,30 Sukar

0,30 < Pi≤ 0,70 Sedang

Pi > 0,70 Mudah

Dari hasil uji coba instrumen yang telah dilakukan kelas VIII.3 SMP Negeri 75 Jakarta, diperoleh soal dengan interpretasi mudah, sedang, dan sukar seperti yang terlihat pada Tabel 3.4:

28 Harun Rasyid, Penilaian Hasil Belajar, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), h. 240 29Ibid, h. 241


(46)

Tabel 3.4

Rekapitulasi Taraf Kesukaran Uji Coba Instrumen

No. Soal Nilai Pi Interpretasi

1 A 0,6 Sedang

B 0,45 Sedang

2

A 0,87 Mudah

B 0,71 Mudah

C 0,58 Sedang

D 0,44 Sedang

3

A 0,65 Sedang

B 0,69 Sedang

C 0,65 Sedang

4

A 0,06 Sukar

B 0,08 Sukar

C 0,07 Sukar

Dari soal yang diujikan, maka diperoleh:

- Soal dengan interpretasi mudah sebanyak 2 soal, yaitu 2.a dan 2.c.

- Soal dengan interpretasi sedang yaitu sebanyak 7 soal, yaitu 1.a, 1.b, 2.b, 2.d, 3.a, 3.b dan 3.c.

- Soal dengan interpretasi sukar yaitu sebanyak tiga soal, yaitu 4.a, 4.b dan 4.c.

4. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara peserta tes yang pandai (prestasi tinggi) dengan peserta tes yang kurang pandai (prestasi rendah). Suryabrata mengatakan, tujuan pokok mencari daya beda ialah untuk menentukan apakah butir soal tersebut memiliki kemampuan membedakan kelompok dalam aspek yang diukur, sesuai dengan perbedaan yang


(47)

ada pada kelompok tersebut.30 Semakin tinggi koefisien daya pembeda suatu butir soal, semakin mampu butir soal tersebut membedakan antara peserta didik yang menguasai kompetensi dengan peserta didik yang kurang menguasai kompetensi. Untuk mengetahui daya pembeda tiap butir soal digunakan rumus:31

∑ ∑ Keterangan:

D : Indeks daya pembeda butir soal

∑ : Jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok atas ∑ : Jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok bawah

: Jumlah peserta tes pada kelompok atas : Jumlah peserta tes pada kelompok bawah

Tolak ukur untuk menginterpretasikan daya pembeda tiap butir soal digunakan kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.5

Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda

Nilai D Interpretasi

Sangat jelek

Jelek

Cukup

Baik

Sangat baik

30

Rasyid, op. cit., h. 245.

31

Ibid., h. 250.

32


(48)

Dari hasil uji coba instrumen, maka diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 3.6

Rekapitulasi Daya Pembeda Uji Coba Instrumen

No. Soal Nilai Dp Interpretasi

1 A 0,319 Cukup

B 0,187 Jelek

2

A 0,162 Jelek

B 0,448 Baik

C 0,258 Cukup

D 0,411 Baik

3

A 0,249 Cukup

B 0,267 Cukup

C 0,249 Cukup

4

A 0,109 Jelek

B 0,067 Jelek

C 0,081 Jelek

Dari soal yang diujikan, maka diperoleh:

- Soal dengan interpretasi daya pembeda jelek sebanyak 5 soal, yaitu 1.b, 2.a, 4.a, 4.b dan 4.c.

- Soal dengan interpretasi daya pembeda cukup yaitu sebanyak 5 soal, yaitu 1.a, 2.c, 3.a, 3.b dan 3.c.

- Soal dengan interpretasi daya pembeda baik yaitu sebanyak 2 soal, yaitu 2.b dan 2.d.

F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif, yaitu suatu teknik analisis yang penganalisisannya dilakukan dengan perhitungan matematis (karena berhubungan dengan angka) yaitu hasil tes kemampuan berpikir kreatif yang diberikan kepada siswa. Data yang telah terkumpul baik dari kelas kontrol


(49)

maupun kelas eksperimen diolah dan dianalisis untuk dapat menunjukkan adanya pengaruh penggunaan pendekatan RME terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa.

Untuk mengetahui adanya pengaruh penggunaan pendekatan RME terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa, maka dilakukan tahapan sebagai berikut:

Bagan 3.1

Tahapan Pengujian Hipotesis

Setelah melakukan tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, maka diperoleh data dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk mengetahui adanya pengaruh pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa, maka dilakukan uji hipotesis menggunakan uji-t. Persyaratan pengujian hipotesis adalah data terlebih dahulu dilakukan pengujian populasi dengan menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas.

DATA

KELAS EKSPERIME

N

KELAS KONTROL

UJI BEDA (UJI-T) PERSYARATAN:

- UJI NORMALITAS - UJI

HOMOGENITAS

NORMAL TIDAK

NORMAL

TERIMA HO TOLAK HO


(50)

1. Uji Normalitas Data

Uji normalitas diperlukan untuk menguji apakah sebaran data berdistribusi normal atau tidak. Apabila sebaran data berdistribusi normal, maka dalam menguji kesamaan dua rata-rata digunakan uji t. Namun, apabila sebaran data tidak berdistribusi normal pengujian hipotesis menggunakan uji non parametrik, dengan hipotesis:

H0 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H1 : Sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal

Langkah-langkah uji hipotesis dengan Chi-Kuadrat sebagai berikut:32

1. Data kedua variabel yang akan diuji hubungannya dibuat terlebih dahulu dalam bentuk Tabel Distribusi Frekuensi Nilai.

2. Mencari mean (nilai rata-rata hitung) dari data yang disajikan. 3. Mencari deviasi standarnya.

4. Memperhitungkan interval nilai sepanjang distribusi data, yang terbagi menjadi 6 SD, yaitu mulai dari Mean -3 SD sampai dengan Mean +3Sd. 5. Menentukan besarnya chi kuadrat tabel, untuk keperluan ini, maka terlebih

dulu harus dihitung db (derajat bebas) dengan rumus db = (b – 1) (k – 1) dimana b = cacah baris dan k = cacah kolom. Selanjutnya nilai χ2(α, db) dapat dilihat pada tabel chi-kuadrat (χ2).

6. Menghitung nilai chi-kuadrat observasi (χ02) dengan menggunakan rumus33:

h h

f f

f0 2

2 0     Dimana:

f0 = Frekuensi observasi fh = Frekuensi harapan

7. Membandingkan nilai (hasil pengamatan) dengan [nilai] dari tabel chi-kuadrat, dengan kriteria pengujian:

32

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010). Cet. 22, h. 383.

33

Ibid., h. 298.


(51)

 Jika 02 ≤

2tabel maka H0 diterima

 Jika o2 >

2tabel maka H0 ditolak 8. Kesimpulan pengujian

H0 ditolak atau H1 diterima, berarti sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal.

H0 diterima atau H1 ditolak, berarti sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah ada data sampel berasal dari populasi yang variansnya sama (homogen). Uji homogenitas yang digunakan adalah Uji Harley34:

2 2 2 1 S S

F  , dengan

) 1 ( ) ( 2 2 2      n n X X n S ,

dengan db= n – 1 Keterangan:

F : Homogenitas

S12 : Varians data pertama (Varians terbesar)

S22 : Varians data kedua (Varians terkecil)

Adapun langkah-langkah pengujian uji homogenitas sebagai berikut: 1. Merumuskan hipotesis, dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Sampel berasal dari populasi yang homogen H1 : Sampel tidak berasal dari populasi yang homogen

2. Membandingkan nilai (hasil pengamatan) dengan nilai dari tabel uji harley, dengan kriteria pengujian:

Terima H0 jika Fhitung ≤ Ftabel Tolak H0 jika Fhitung > Ftabel

34

Agus Irianto, .Statistik: Konsep Dasar, Aplikasi, dan pengembangannya. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), Cet. 7. h. 276.


(52)

3. Kesimpulan pengujian:

H0 ditolak atau H1 diterima, berarti sampel tidak berasal dari populasi yang homogen.

H0 diterima atau H1 ditolak, berarti sampel berasal dari populasi yang homogen.

4. Pengujian Hipotesis

Setelah uji persyaratan analisis dilakukan, apabila ternyata distribusi rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis keseluruhan kelas normal dan memiliki varians yang homogen, maka data di uji kesamaan dua rata-rata, dengan hipotesis:

H0 : Tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel bebas H1 : Ada hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel bebas. Menguji kesamaan dua rata-rata ini menggunakan uji t dengan formula: a. Jika varians populasi homogen, menggunakan rumus:

2 1 2 1 1 1 n n S X X t g hit    Dimana,

) 2 ( 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1       n n S n S n Sg

Dengan db = n –2, taraf signifikansi (α) = 0,05

b. Jika varians populasi bersifat heterogen, maka rumus yang digunakan sebagai berikut: 2 2 2 1 2 1 2 1 n S n S X X thit   

Dengan db = n –2, taraf signifikansi (α) = 0,05 Keterangan:

1

X : Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan pendekatan RME 37


(53)

2

X :Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan pendekatan konvensional

n1 : Jumlah sampel pada kelompok eksperimen

n2 : Jumlah sampel pada kelompok kontrol

S12 : Varians kelompok eksperimen

S22 : Varians kelompok kontrol

Langkah selanjutnya yaitu membandingkan nilai (hasil pengamatan) dengan nilai dari tabel uji-t, dengan kriteria pengujian:

Terima Ho, jika t-hit < t tabel, dan Tolak Ho, jika t-hit ≥ t tabel.

Tahapan akhir yang dilakukan dalam perhitungan pengujian hipotesis adalah melakukan kesimpulan pengujian, adapun rumusan kesimpulan pengujian sebagai berikut:

H0 ditolak atau H1 diterima, berarti da hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel bebas.

H0 diterima atau H1 ditolak, berarti tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel bebas


(54)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 75 Jakarta di kelas VII, yaitu kelas VII.1 sebagai kelas eksperimen dan kelas VII.2 sebagai kelas kontrol. Sampel yang digunakan sebanyak 72 siswa, 36 siswa di kelas eksperimen dan 36 siswa di kelas kontrol. Kelas VII.1 dilakukan pembelajaran matematika dengan pendekatan Realistic Mathematics Education dan kelas VII.2 dilakukan pembelajaran secara konvensional dengan menyesuaikan kurikulum 2013. Materi matematika yang diajarkan adalah Persamaan Linear Satu Variabel (PLSV).

Berikut ini akan disajikan data hasil perhitungan tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa setelah pembelajaran dilaksanakan:

1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen

Nilai rata-rata kelas eksperimen yaitu 57,83, dengan presentase siswa yang mendapatkan nilai diatas atau sama dengan rata-rata yaitu sebanyak 55,56%. Namun rata-rata yang diperoleh kelas eksperimen belum dapat dinyatakan baik, mengingat standar ketuntasan belajar siswa di sekolah adalah 80.

2. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Kontrol

Nilai rata-rata kelas kontrol yaitu 40,56, dengan presentase siswa yang mendapatkan nilai diatas rata-rata yaitu sebanyak 47,22%. Jika skor kedua kelas dibandingkan, yaitu skor rata-rata kelas eksperimen dan skor rata-rata kelas kontrol terlihat nilai siswa kelas kontrol cenderung di bawah rata-rata siswa kelas eksperimen.

Berdasarkan uraian mengenai rata-rata hasil postest kemampuan berpikir kreatif matematis siswa di kelas eksperimen dan siswa di kelas kontrol, ditemukan adanya perbedaan yang disajikan pada tabel berikut ini:


(55)

Tabel 4.1

Perbandingan KBKM Kelas Eksperimen dan Kelas kontrol

Statistika

Kelas

Eksperimen Kontrol

Jumlah Siswa 36 36

Maksimum (Xmaks) 90 83

Minimum (Xmin) 23 10

Rata-rata 57,83 40,56

Median (Me) 60,21 39,39

Modus (Mo) 65,7 21,95

Varians 243,36 260,83

Simpangan Baku (S) 15,6 16,15

Kemiringan -0,5 1,2

Ketajaman 0,224 0,29

Tabel di atas menunjukkan adanya perbedaan perhitungan statistik deskriptif antara kedua kelas. Dari tabel diketahui bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi dari pada nilai rata-rata kelas kontrol dengan selisih 17,27. Jika dilihat dari simpangan baku, skor kemampuan berpikir kreatif matematis kelas kontrol lebih meyebar sedangkan kelas eksperimen lebih merata. Nilai siswa tertinggi dari dua kelas tersebut terdapat pada kelas eksperimen dengan skor total 90, sedangkan nilai terendah terdapat pada kelas kontrol dengan skor total 10. Artinya kemampuan berpikir kreatif matematis perorangan tertinggi terdapat di kelas eksperimen sedangkan kemampuan berpikir kreatif matematis perorangan terendah terdapat di kelas kontrol. Secara visual perbandingan penyebaran data di kedua kelas yaitu kelas yang diterapkan pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education dan kelas yang diterapkan pembelajaran secara konvensional dapat dilihat pada diagram berikut ini:


(56)

Grafik 4.1

Grafik Perbandingan Skor KBKM Siswa di Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

B. Pengujian Persyaratan Analisis

Data penelitian yang dianalisis adalah rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data ini diolah menjadi skor rata-rata, standar deviasi, dan varians seperti pada Tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2

Hasil Tes Akhir dari Kelas Sampel

Kelas N X S S2

Eksperimen 36 57,83 15,6 243,36 Kontrol 36 40,56 16,15 260,83 Keterangan:

N = Jumlah anggota sampel X = Nilai rata-rata

S = Simpangan baku S2 = Varians

Berdasarkan hasil pada Tabel 4.2 telah terlihat bahwa rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis pada kelas eksperimen yang melakukan pembelajaran

0 5 10 15 20 25 30

6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72 78 84 90 96

Kontrol Eksperimen


(57)

dengan pendekatan Realistic Mathematics Education lebih tinggi daripada kelas kontrol yang melakukan pembelajaran secara konvensional. Karena varians populasi tidak diketahui, untuk analisis data dipakai uji kesamaan dua rata-rata dan uji statistik yang digunakan adalah uji-t. Namun sebelum menggunakan uji-t, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas sebagai syarat dapat dilakukan analisis data. Hasil uji normalitas dan homogenitas data dapat diamati pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4.

Tabel 4.3

Hasil Uji Normalitas Data

Kelas N

Keterangan Eksperimen 36 0,05 9,36 11,07 Normal Kontrol 36 0,05 10,01 11,07 Normal

Pada Tabel 4.3 di atas terlihat bahwa data pada kedua kelas memiliki < , berarti data berdistribusi normal. Uji normalitas secara rinci dapat dilihat pada lampiran. Setelah uji normalitas, selanjutnya dilakukan uji homogenitas data. Hasil uji homogenitas kedua sampel terdapat pada Tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4

Hasil Uji Homogenitas Data

Kelas

Fhitung Ftabel Keterangan

Eksperimen

0,05 1,07 1,72

Varians berdistribusi

Homogen Kontrol

Dari tabel terlihat bahwa kedua kelas sampel memiliki F hitung < Ftabel, berarti data yang diperoleh memiliki varians yang homogen. Hasil uji normalitas dan uji homogenitas menunjukkan data berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, sehingga memenuhi persyaratan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada Tabel 4.5.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh metode penemuan terbimbing (guided discovery) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa : penelitian quasi eksperimen terhadap siswa Kelas VIII SMPI Ruhama.

2 21 217

Pengaruh Pendekatan Open Ended Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa (Penelitian Quasi Eksperimen di MTs Annajah Jakarta)

1 14 197

Pendekatan realistic mathematics education untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa kelas VIII SMPIT Ruhama Depok

0 8 199

PENGARUH REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION TERHADAP HASIL BELAJAR DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI Eksperimen Pembelajaran Matematika Berbasis Realistic Mathematics Education Terhadap Hasil Belajar Ditinjau Dari Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Kela

0 2 18

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SEKOLAH DASAR.

1 8 51

PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS PADA SISWA SMP (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa SMP di Kabupaten Bandung).

0 1 36

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION.

0 0 48

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN HABITS OF STRIVING FOR ACCURACY AND PRECISION (HSAP) MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) BERBASIS GAYA KOGNITIF SISWAKELAS VII : Kuasi Eksperimen pada Siswa SMPN 5 Bandung.

0 3 29

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SEKOLAH DASAR - repository UPI T PD 1302985 Title

0 0 3

PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATIon rme

1 0 12