Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komodifikasi Agama dalam Fashion Hijab di Blog Brain Beauty Belief T1 362010018 BAB I

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Globalisasi pada hakikatnya telah membawa nuansa budaya dan nilai yang mempengaruhi selera dan gaya hidup masyarakat. Melalui media yang kian terbuka dan terjangkau, masyarakat menerima berbagai informasi tentang peradaban baru yang datang dari seluruh penjuru dunia (Afdjani, 2007)1.Melalui proses globalisasi pula, media semakin berkembang dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap penyebaran informasi. Perkembangan teknologi informasi kemudian melahirkan sebuah media baru yaitu media digital.

Internet memberikan kemudahan bagi penggunanya untuk mengakses segala informasi dari seluruh penjuru dunia. Baik informasi di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dll. Selain mencari dan mendapatkan informasi, internet yang juga memiliki banyak fasilitas yang ditujukan untuk para penggunanya untuk berbagi informasi, cerita bahkan karya melalui dunia maya tersebut. Contohnya adalah keberadaan blog yang merupakan sebuah media bagi seseorang untuk membagikan informasi melalui tulisan mereka. Dalam blog, seseorang bisa menuliskan cerita, informasi, opini, atau fakta tentang suatu hal. Tujuannya adalah untuk membagikan hal itu kepada pembacanya.

Seiring perkembangannya, muncul istilah fashion blog. Sama halnya dengan blog pada umumnya, namun fashion blog lebih mengangkat tentang fashion. Sesuai dengan namanya, fashion blog biasanya digunakan oleh sesorang untuk berbagi informasi tentang fashion. Baik fashion yang mereka kenakan sehari-hari maupun di waktu-waktu tertentu.

1http://www.koranedukasi.com/pengertian-lengkap-globalisasi-menurut-5-ahli/ (diunduh pada 20


(2)

Fashion blogger2 biasanya memuat foto fashion yang mereka kenakan. Biasanya dibagian bawah foto, mereka mendeskripsikan apa saja yang mereka kenakan dan pada saat apa mereka mengenakan fashion tersebut. Tidak hanya itu, terkadang mereka juga bercerita tentang liburan mereka, keluarga, maupun arsitektur sebuah bangunan yang mereka temui bahkan tentang rumah mereka sendiri. Namun dari banyaknya hal yang dimuat di dalam blog, tidak terlepas dari fashion itu sendiri. Melalui fashion blog pula, perkembangan fashion di dunia semakin pesat. Secara tidak langsung, fashion blog menjadi media penyebaran tren fashion di seluruh penjuru dunia.

Fashion dapat didefinisikan sebagai gaya atau kebiasaan paling lazim

dalam berpakaian. Fashion adalah semacam kode berpakaian “makro” yang menetapkan standar gaya menurut usia, gender, kelas sosial, dan seterusnya (Danesi, 2004: 267). Dalam era globalisasi saat ini, fashion seolah sudah menjadi sebuah gaya hidup yang harus dipenuhi oleh masyarakat.

Malcolm Barnard dalam bukunya “Fashion Sebagai Komunikasi”,

memulai pengertiannya mengenai fashion dengan mengacu pada Oxford

English Dictionary (OED). Menurut Malcolm: “Etimologi kata ini terkait dengan bahasa latin, Factio, yang artinya membuat”. Karena itu, arti asli

fashion adalah sesuatu kegiatan yang dilakukan seseorang, tidak seperti dewasa ini yang memaknai fashion sebagai sesuatu yang dikenakan seseorang. Sedangkan makna dari fashion sebagai komunikasi adalah bahwa pakaian dapat menyampaikan pesan artifaktual yang bersifat nonverbal.3

Pakaian sendiri tak bisa dilepaskan dari perkembangan sejarah kehidupan dan budaya manusia. Studi tentang fashion, pakaian, atau busana pun sudah banyak dilakukan dari berbagai perspektif. Di samping itu, pakaian merupakan ekspresi identitas pribadi, oleh karena “memilih pakaian, baik di toko maupun di rumah, berarti mendefinisikan dan menggambarkan diri kita

sendiri” (Lurie, 1992: 5)

2 Fashion blogger adalah sebutan untuk para pengguna atau pemilik akun fashion blog

3http://komunikasi.unsoed.ac.id/sites/default/files/46.Rahmadya%20Putra-umb.pdf (diunduh pada


(3)

Perkembangan fashion yang pesat menggambarkan karakter-karakter yang berbeda yang mewakili zamannya. Begitu juga perkembangan fashion di indonesia yang selalu berubah dari tiap-tiap jamannya. Semuanya mempunyai masa jayanya sendiri, di mana trend tersebut bisa sangat populer dan kemudian di lupakan. Perkembangan fashion Indonesia yang begitu pesat berpengaruh pula terhadap jumlah pelaku fashion yang juga semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya fashion blogger yang muncul di dunia maya. Beberapa fashion blogger Indonesia yang terkenal adalah Diana Rikasari, Sonia Eryka, Clara Devi, dan Evita Nuh4.

Setiap fashion blogger mempunyai ciri khas sendiri tentang gaya berbusana yang mereka kenakan. Diana Rikasari. misalnya, selalu menyuguhkan gaya dan warna-warna yang nyentrik dalam setiap penampilannya. Lalu Clara Devi, menampilkan gaya busana yang terkesan feminin, anggun dengan nuansa vintage. Ciri khas yang dimiliki oleh setiap fashion blogger bisa jadi merupakan gambaran kepribadian mereka sendiri.

Selain fashion blogger yang telah disebutkan diatas, ada beberapa anak muda yang juga merupakan fashion blogger ternama Indonesia. Bedanya, mereka tampil dengan menggunakan hijab dan pakaian muslim. Beberapa fashion blog hijab Indonesia yang terkenal antara lain Dian Pelangi, Ria Miranda, dan Siti Juwariyah. Namun diantara fashion blogger tersebut, Dian Pelangilah yang paling dikenal dan paling berpengaruh dalam tren fashion hijab di Indonesia. Bukan hanya karena postingan-nya di dunia maya, tetapi juga prestasinya yang gemilang.

Dian Pelangi merupakan desainer muda pakaian muslim yang mulai dikenal sejak debutnya pada tahun 2009 lalu. Dian pula yang mendirikan komunitas Hijabers5 yang beranggotakan wanita muslim pengguna hijab. Terkait dengan desain dan cara berpakaian ala Dian Pelangi, banyak masyarakat yang mengaku terinspirasi oleh gaya berhijab Dian yang cantik,

4

http://fashion.allwomenstalk.com/incredibly-fab-style-blogs-from-indonesia (diunduh pada tanggal 23 Desember 2013 pukul 20.03)

5Hijabers adalah sebutan untuk wanita yang menggunakan hijab. Istilah ini diperkenalkan oleh


(4)

anggun, modern dan kreatif dalam memadupadankan pakaian. Dian Pelangi mulai dikenal masyarakat melalui blog yang ia miliki6. Di dalam blognya, Dian selalu memunggah gaya berbusana muslim yang unik dan fashionable. Warna-warna pastel yang ia kenakan menjadi ciri khasnya. Selain itu, pakaian dan kerudung yang ia kenakan juga bervariasi bentuk dan modelnya.

Ciri khas warna pastel dan juga motif yang unik seperti motif songket menjadikan pakaian hasil karyanya mulai dikenal oleh masyarakat. Secara tidak langsung, Dian Pelangi menggunakan blognya untuk mempromosikan busana muslim hasil karyanya sendiri. Tidak hanya itu, sekarang Dian Pelangi juga menggunakan website untuk media promosi7. Dalam website tersebut, terdapat produk-produk hasil karya Dian Pelangi seperti scarf, blazer, skirt, dan lain-lain. Selain itu ada pula gambaran singkat tentang Dian Pelangi dan perusahaannya.

Sisi positif yang dapat diambil dari berkembangnya fashion hijab di Indonesia adalah, saat ini banyak anak muda yang tidak malu mengenakan hijab karena saat ini kesan kuno mulai jauh dari istilah hijab. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya anggota komunitas hijab di beberapa kota. Mereka terlihat kreatif mengenakan pakaian muslim dan pintar memadupadankan dengan accessories yang lain. Namun di sisi lain, muncul pertanyaan tentang faktor yang mendorong mereka untuk berhijab.

Banyak pro dan kontra terkait fenomena hijab di Indonesia. Sisi positif dari perkembangan fashion hijab adalah dengan keanekaragaman kreasi hijab, mendorong masyarakat terutama anak muda untuk menggunakan hijab. Namun seiring dengan perkembangan dunia fashion, banyak kaum hawa tidak paham tentang makna hijab. Saat ini hijab juga telah bermetamorfosis dan telah menjadi budaya di kalangan kaum hawa8.

6http://blog.dianpelangi.com/ 7

http://www.dianpelangi.com/

8http://video.tvonenews.tv/arsip/view/72582/2013/07/19/perkembangan_tren_hijab_di_ka


(5)

Maraknya fenomena hijab tidak terlepas dari media karena dalam hal ini media mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan fashion hijab, baik televisi, surat kabar hingga new media. Popularitas hijab yang dibesarkan melalui media pula yang kemudian menjadikan hijab sebagai objek baru dalam bidang bisnis. Seperti ulasan dalam artikel di sebuah portal berita bisnis fashion hijab akan terus berkembang di tahun 2014. Apalagi dalam era globalisasi seperti saat ini, banyak orang yang memanfaatkan popularitas hijab untuk meraih keuntungan.

“Bisnis Hijab dan kerudung diprediksi akan terus berkembang saat memasuki tahun 2014. Tren pemakaian hijab berhasil mendongkrak bisnis para pemainnya. Omzet mereka pun turut bermekaran, bahkan penjualan mendominasi pemasukan dari bisnis pakaian muslim. Potensi bisnis ini masih besar, karena makin banyak perempuan berhijab dan berkerudung.”9

Membahas mengenai globalisasi juga tidak terlepas dari kepentingan kapitalisme di dalamnya. Karena, seperti yang pernah pula dibahas oleh Yasraf Amir Piliang, kapitalisme tidak hanya mengubah dunia benda, akan tetapi juga mengubah dunia tindakan budaya atau action culture suatu masyarakat (Piliang n.d 1996). Oleh karena itu, ancaman kapitalisme terhadap budaya lokal tidak hanya pada tingkat macro culture seperti keyakinan, paham, dan ideologi saja. Ia juga mengancam hingga ke micro culture yang mencakup cara berpakaian, bertingkah laku, dan sebagainya.

Terlepas dari pro dan kontra mengenai penggunaan hijab yang terjadi di masyarakat Indonesia saat ini, ada hal yang menarik untuk disoroti. Dalam kasus fashion hijab yang semakin beragam ini, telah terjadi proses islamisasi yang mungkin tidak banyak disadari oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan proses islamisasi ini berjalan beriringan dengan globalisasi.

“Istilah islamisasi mengacu pada sebuah proses yang rumit dengan arah beragam, melibatkan berbagai kelompok Muslim yang berbeda yang belum tentu setuju dalam banyak hal, tanpa ada satu pihak pun yang mengendalikan secara penuh proses tersebut.”

(Heryanto 2015: 40)

9


(6)

Dampak yang ditimbulkan dari proses islamisasi dalam era globalisasi seperti sekarang adalah tidak terlihatnya benturan besar antara kapitalisme dan komitmen terhadap ketakwaan agama. Terkait dengan kapitalisme di era globalisasi ini, muncul istilah komodifikasi. Komoditas dan komodifikasi adalah dua hal yang memiliki hubungan obyek dan proses, danmenjadi salah satu indikator kapitalisme global yang kini tengah terjadi. Komodifikasimerupakan bentuk transformasi dari hubungan, yang awalnya terbebas dari hal-hal yangsifatnya diperdagangkan, menjadi hubungan yang sifatnya komersil.

“Adorno dan Horkheimer (1979), mengkritisi bahwa komodifikasi terjadi karena hasil dari perkembangan suatu industri budaya. Dimana produksi benda budaya (musik dan film) pada zaman pra-industri diproduksi secara otonom/murni, tidak ada campur tangan industri dengan segala sistem pasar dalam proses produksinya.”10

Namun dalam era globalisasi dengansistem kapitalisme memunculkan ledakan kebudayaan disegala aspek kehidupan, sehingga memunculkan kebutuhan massa. Dalam hal ini, sebuah industri telah memproduksi berbagai artefak kebudayaan yang seolah telah menjadi kebutuhan massa dan menjadi faktor penentu dalam proses produksinya, sehingga benda budaya yang sebelumnya dipenuhi dengan nilai-nilai tinggi, otentik (authenticity), dan kebenaran (truth), oleh industri budaya diproduksi secara massal menjadi komoditas yang penuh dengan perhitungan laba (profit).

Dalam konteks media massa saat ini, menurut Adorno media telahmemiliki kemampuan untuk menghasilkan industri budaya yaitu budaya yang sudah mengalami komodifikasi karena produk budaya yang dihasilkan pertama, tidak otentik dimana, kebudayaan yang diproduksi secara otonom/murni tidak lagi dihasilkan oleh rakyatatau masyarakat yang memilikinya, akan tetapi ada campur tangan industri dengan segala sistem pasar dalam proses produksinya. Benda budaya, yang dipenuhi dengan nilai-nilaitinggi, otentik dan kebenaran telah mengalami pergeseran makna, diproduksi secara massal berdasarkan selera pasar. Kedua, manipulatif dimana kebudayaan yang diproduksi oleh industri budaya dengan tujuan agar dibeli di


(7)

pasar, bukan lagi pada daya kreativitas sang kreator sehingga telah menghasilkan kebudayaan semu/palsu. Ketiga, terstandarisasi dimana, adanya bentuk penyeragaman yang terjadi dalam mekanisme industri budaya. Semua produk budaya yang dihasilkan telah diseragamkan dengan kriteria-kriteria tertentu untuk mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat atau berdasarakan selera pasar. Hal tersebut disebabkan semua prosedur organisasi produksi diarahkan hanya pada satu tujuan,yaitu keuntungan/laba (profit oriented).

Dalam perspektif kritis ekonomi politik media, wadah terjadinya praktek komodifikasi dilakukan di media massa, di mana terjadi tarik-menarik antara kepentingan ekonomi (pemilik modal) dan politik (permainan kekuasaan) produk media merupakan hasildari konstruksi yang disesuaikan dengan dinamika ekonomi yang sedang berlangsung danstruktur-sturktur dalam institusi yang menyokong berputarnya roda institusi media, dimana kepentingan-kepentingan ekonomi dan politik biasanya datang dari pemilik media dan sistem pasar yang digerakkan oleh paham kapitalisme (Golding dan Murdock 1992: 18).

Dalam kasus ini, hijab yang merupakan sebuah ajaran agama dijadikan sebagai komoditas oleh para kaum kapitalis. Singkatnya, agama menjadi suatu obyek yang dikomersilkan. Dalam proses bertemunya Islam dan kapitalisme, keduanya mengalami perubahan. Pada kondisi tertentu, keduaanya bergabung namun dalam bentuk yang tidak menyeluruh.

Gerakan terbaru yang berkaitan dengan ketakwaan terhadap agama Islam yang sama sekali tidak seragam dan tidak semata-mata dapat dijelaskan sebagai konsumerisme hodenistik dengan tampilan agama dapat dipandang sebagai sebuah komitmen baru terhadap kerja keras, disiplin diri, produktivitas di tempat kerja, dan penghormatan kosmopolitan terhadap orang lain di dunia lain.

(Daromir Rudnyckyj 2009 dalam Heryanto 2014: 39)

Inilah yang menyebabkan islamisasi dan kapitalisme menjadi samar dan tidak banyak orang yang menyadarinya. Yang terlihat adalah ajaran Islam tentang penggunaan hijab mengalami perubahan seiring perkembangan jaman. Sehingga munculnya tren fashion hijab modern dilihat sebagai hal yang wajar. Meskipun dalam fashion hijab modern banyak melupakan aturan agama


(8)

tentang penggunaan hijab, namun masyarakat menerima perubahan tersebut dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan yang terjadi yaitu:

Bagaimana praktek komodifikasi agama dalam blog hijab Dian Pelangi sebagai bentuk kapitalisme yang berjalan beriringan di era globalisasi?

1.3 Tujuan

Menjelaskan praktek komodifikasi agama dalam blog hijab Dian Pelangi sebagai bentuk kapitalisme yang berjalan beriringan di era globalisasi.

1.4.Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan, khususnya ilmu komunikasi yang berkaitan dengan peran new media (fashion blog) terhadap praktek kapitalisme dan islamisasi.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan para pemakai hijab.


(9)

1.5Kerangka Pemikiran

Globalisasi Islamisasi

Kapitalisasi Komodifikasi Agama

Media Digital (Fashion Blog)


(1)

anggun, modern dan kreatif dalam memadupadankan pakaian. Dian Pelangi mulai dikenal masyarakat melalui blog yang ia miliki6. Di dalam blognya, Dian selalu memunggah gaya berbusana muslim yang unik dan fashionable. Warna-warna pastel yang ia kenakan menjadi ciri khasnya. Selain itu, pakaian dan kerudung yang ia kenakan juga bervariasi bentuk dan modelnya.

Ciri khas warna pastel dan juga motif yang unik seperti motif songket menjadikan pakaian hasil karyanya mulai dikenal oleh masyarakat. Secara tidak langsung, Dian Pelangi menggunakan blognya untuk mempromosikan busana muslim hasil karyanya sendiri. Tidak hanya itu, sekarang Dian Pelangi juga menggunakan website untuk media promosi7. Dalam website tersebut, terdapat produk-produk hasil karya Dian Pelangi seperti scarf, blazer, skirt, dan lain-lain. Selain itu ada pula gambaran singkat tentang Dian Pelangi dan perusahaannya.

Sisi positif yang dapat diambil dari berkembangnya fashion hijab di Indonesia adalah, saat ini banyak anak muda yang tidak malu mengenakan hijab karena saat ini kesan kuno mulai jauh dari istilah hijab. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya anggota komunitas hijab di beberapa kota. Mereka terlihat kreatif mengenakan pakaian muslim dan pintar memadupadankan dengan accessories yang lain. Namun di sisi lain, muncul pertanyaan tentang faktor yang mendorong mereka untuk berhijab.

Banyak pro dan kontra terkait fenomena hijab di Indonesia. Sisi positif dari perkembangan fashion hijab adalah dengan keanekaragaman kreasi hijab, mendorong masyarakat terutama anak muda untuk menggunakan hijab. Namun seiring dengan perkembangan dunia fashion, banyak kaum hawa tidak paham tentang makna hijab. Saat ini hijab juga telah bermetamorfosis dan telah menjadi budaya di kalangan kaum hawa8.

6http://blog.dianpelangi.com/ 7

http://www.dianpelangi.com/

8http://video.tvonenews.tv/arsip/view/72582/2013/07/19/perkembangan_tren_hijab_di_ka


(2)

Maraknya fenomena hijab tidak terlepas dari media karena dalam hal ini media mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan fashion hijab, baik televisi, surat kabar hingga new media. Popularitas hijab yang dibesarkan melalui media pula yang kemudian menjadikan hijab sebagai objek baru dalam bidang bisnis. Seperti ulasan dalam artikel di sebuah portal berita bisnis fashion hijab akan terus berkembang di tahun 2014. Apalagi dalam era globalisasi seperti saat ini, banyak orang yang memanfaatkan popularitas hijab untuk meraih keuntungan.

“Bisnis Hijab dan kerudung diprediksi akan terus berkembang saat memasuki tahun

2014. Tren pemakaian hijab berhasil mendongkrak bisnis para pemainnya. Omzet mereka pun turut bermekaran, bahkan penjualan mendominasi pemasukan dari bisnis pakaian muslim. Potensi bisnis ini masih besar, karena makin banyak perempuan berhijab dan

berkerudung.”9

Membahas mengenai globalisasi juga tidak terlepas dari kepentingan kapitalisme di dalamnya. Karena, seperti yang pernah pula dibahas oleh Yasraf Amir Piliang, kapitalisme tidak hanya mengubah dunia benda, akan tetapi juga mengubah dunia tindakan budaya atau action culture suatu masyarakat (Piliang n.d 1996). Oleh karena itu, ancaman kapitalisme terhadap budaya lokal tidak hanya pada tingkat macro culture seperti keyakinan, paham, dan ideologi saja. Ia juga mengancam hingga ke micro culture yang mencakup cara berpakaian, bertingkah laku, dan sebagainya.

Terlepas dari pro dan kontra mengenai penggunaan hijab yang terjadi di masyarakat Indonesia saat ini, ada hal yang menarik untuk disoroti. Dalam kasus fashion hijab yang semakin beragam ini, telah terjadi proses islamisasi yang mungkin tidak banyak disadari oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan proses islamisasi ini berjalan beriringan dengan globalisasi.

“Istilah islamisasi mengacu pada sebuah proses yang rumit dengan arah beragam, melibatkan berbagai kelompok Muslim yang berbeda yang belum tentu setuju dalam banyak hal, tanpa ada satu pihak pun yang mengendalikan secara penuh proses tersebut.”

(Heryanto 2015: 40)

9


(3)

Dampak yang ditimbulkan dari proses islamisasi dalam era globalisasi seperti sekarang adalah tidak terlihatnya benturan besar antara kapitalisme dan komitmen terhadap ketakwaan agama. Terkait dengan kapitalisme di era globalisasi ini, muncul istilah komodifikasi. Komoditas dan komodifikasi adalah dua hal yang memiliki hubungan obyek dan proses, danmenjadi salah satu indikator kapitalisme global yang kini tengah terjadi. Komodifikasimerupakan bentuk transformasi dari hubungan, yang awalnya terbebas dari hal-hal yangsifatnya diperdagangkan, menjadi hubungan yang sifatnya komersil.

“Adorno dan Horkheimer (1979), mengkritisi bahwa komodifikasi terjadi karena

hasil dari perkembangan suatu industri budaya. Dimana produksi benda budaya (musik dan film) pada zaman pra-industri diproduksi secara otonom/murni, tidak ada campur

tangan industri dengan segala sistem pasar dalam proses produksinya.”10

Namun dalam era globalisasi dengansistem kapitalisme memunculkan ledakan kebudayaan disegala aspek kehidupan, sehingga memunculkan kebutuhan massa. Dalam hal ini, sebuah industri telah memproduksi berbagai artefak kebudayaan yang seolah telah menjadi kebutuhan massa dan menjadi faktor penentu dalam proses produksinya, sehingga benda budaya yang sebelumnya dipenuhi dengan nilai-nilai tinggi, otentik (authenticity), dan kebenaran (truth), oleh industri budaya diproduksi secara massal menjadi komoditas yang penuh dengan perhitungan laba (profit).

Dalam konteks media massa saat ini, menurut Adorno media telahmemiliki kemampuan untuk menghasilkan industri budaya yaitu budaya yang sudah mengalami komodifikasi karena produk budaya yang dihasilkan pertama, tidak otentik dimana, kebudayaan yang diproduksi secara otonom/murni tidak lagi dihasilkan oleh rakyatatau masyarakat yang memilikinya, akan tetapi ada campur tangan industri dengan segala sistem pasar dalam proses produksinya. Benda budaya, yang dipenuhi dengan nilai-nilaitinggi, otentik dan kebenaran telah mengalami pergeseran makna, diproduksi secara massal berdasarkan selera pasar. Kedua, manipulatif dimana kebudayaan yang diproduksi oleh industri budaya dengan tujuan agar dibeli di


(4)

pasar, bukan lagi pada daya kreativitas sang kreator sehingga telah menghasilkan kebudayaan semu/palsu. Ketiga, terstandarisasi dimana, adanya bentuk penyeragaman yang terjadi dalam mekanisme industri budaya. Semua produk budaya yang dihasilkan telah diseragamkan dengan kriteria-kriteria tertentu untuk mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat atau berdasarakan selera pasar. Hal tersebut disebabkan semua prosedur organisasi produksi diarahkan hanya pada satu tujuan,yaitu keuntungan/laba (profit oriented).

Dalam perspektif kritis ekonomi politik media, wadah terjadinya praktek komodifikasi dilakukan di media massa, di mana terjadi tarik-menarik antara kepentingan ekonomi (pemilik modal) dan politik (permainan kekuasaan) produk media merupakan hasildari konstruksi yang disesuaikan dengan dinamika ekonomi yang sedang berlangsung danstruktur-sturktur dalam institusi yang menyokong berputarnya roda institusi media, dimana kepentingan-kepentingan ekonomi dan politik biasanya datang dari pemilik media dan sistem pasar yang digerakkan oleh paham kapitalisme (Golding dan Murdock 1992: 18).

Dalam kasus ini, hijab yang merupakan sebuah ajaran agama dijadikan sebagai komoditas oleh para kaum kapitalis. Singkatnya, agama menjadi suatu obyek yang dikomersilkan. Dalam proses bertemunya Islam dan kapitalisme, keduanya mengalami perubahan. Pada kondisi tertentu, keduaanya bergabung namun dalam bentuk yang tidak menyeluruh.

Gerakan terbaru yang berkaitan dengan ketakwaan terhadap agama Islam yang sama sekali tidak seragam dan tidak semata-mata dapat dijelaskan sebagai konsumerisme hodenistik dengan tampilan agama dapat dipandang sebagai sebuah komitmen baru terhadap kerja keras, disiplin diri, produktivitas di tempat kerja, dan penghormatan kosmopolitan terhadap orang lain di dunia lain.

(Daromir Rudnyckyj 2009 dalam Heryanto 2014: 39) Inilah yang menyebabkan islamisasi dan kapitalisme menjadi samar dan tidak banyak orang yang menyadarinya. Yang terlihat adalah ajaran Islam tentang penggunaan hijab mengalami perubahan seiring perkembangan jaman. Sehingga munculnya tren fashion hijab modern dilihat sebagai hal yang wajar. Meskipun dalam fashion hijab modern banyak melupakan aturan agama


(5)

tentang penggunaan hijab, namun masyarakat menerima perubahan tersebut dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan yang terjadi yaitu:

Bagaimana praktek komodifikasi agama dalam blog hijab Dian Pelangi sebagai bentuk kapitalisme yang berjalan beriringan di era globalisasi?

1.3 Tujuan

Menjelaskan praktek komodifikasi agama dalam blog hijab Dian Pelangi sebagai bentuk kapitalisme yang berjalan beriringan di era globalisasi.

1.4.Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan, khususnya ilmu komunikasi yang berkaitan dengan peran new media (fashion blog) terhadap praktek kapitalisme dan islamisasi.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan para pemakai hijab.


(6)

1.5Kerangka Pemikiran

Globalisasi Islamisasi

Kapitalisasi Komodifikasi Agama

Media Digital (Fashion Blog)


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komodifikasi Agama dalam Fashion Hijab di Blog Brain Beauty Belief

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komodifikasi Agama dalam Fashion Hijab di Blog Brain Beauty Belief T1 362010018 BAB II

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komodifikasi Agama dalam Fashion Hijab di Blog Brain Beauty Belief T1 362010018 BAB IV

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komodifikasi Agama dalam Fashion Hijab di Blog Brain Beauty Belief T1 362010018 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Agama-Agama dalam Nation Building Menurut Soekarno T1 712012037 BAB I

0 0 5

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kerajaan Gowa dalam Perniagaan Abad XVII T1 BAB I

0 0 3

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efek Menonton Tutorial Dian Pelangi di Youtube terhadap Minat Menggunakan Hijab Modern pada Komunitas Hijabers Salatiga T1 BAB I

0 0 8

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsep Kesusilaan dalam PerundangUndangan Indonesia T1 BAB I

0 0 16

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengelolaan Parkir di Salatiga T1 BAB I

0 0 6

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Media Beauty Vlogger terhadap Perilaku Konsumtif Siswi SMP di Kota Salatiga T1 BAB I

2 13 7