EFEKTIVITAS TEKNIK ASSERTIVE TRAINING (AT) UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF SISWA : Studi Kuasi Eksperimen terhadap Perilaku Asertif Siswa SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………....i
LEMBAR PENGESAHAN………...ii
LEMBAR PERNYATAAN………iii
KATA PENGANTAR………...iv
UCAPAN TERIMA KASIH………v
ABSTRAK………...vii
DAFTAR ISI………..viii
DAFTAR TABEL……… x
DAFTAR GAMBAR………..xii
DAFTAR LAMPIRAN……….xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Assetive Training ... 13
B. Perilaku Asertif ... 20
C. Hipotesis ... 41
D. Penelitian Terdahulu ... 42
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian ... 46
B. Pendekatan dan Desain Penelitian ... 47
C. Variabel Penelitian dan Devinisi Operasional Variabel ... 50
D. Pengembangan Instrumen ... 55
E. Teknik Pengumpulan Data ... 65
F. Teknik Analisi Data ... 6
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 67
B. Pembahasan……….109
C. Keterbatasan Penelitian………...127
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan……….128
B. Rekomendasi………..129 DAFTAR PUSTAKA
(2)
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan dari pelaporan penelitian yang membahas tentang latar belakang penelitian yang dilakukan, adapun yang menjadi fokus garapan dalam penelitian ini adalah masalah siswa yang tidak mampu untuk berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif Training. Kemudian bab ini juga mambahas tentang rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
A. Latar Belakang Penelitian
Assertive Training (pelatihan asertif) sebagai strategi dan teknik yang ada dalam pendekatan behavioral mulai semakin banyak mendapat perhatian dari para ahli dan praktisi dalam profesi konseling. Bahkan dalam pendekatan behavioral, Assertive Training merupakan teknik yang mencapai popularitas yang didalamnya merupakan satu bentuk dari keterampilan bersosialisasi (Corey,1995: 429). Pada dasarnya Assertive Training merupakan suatu strategi yang digunakan untuk mengembangkan perilaku asertif.
Teknik Assertive Training merupakan sarana atau alat untuk memperbaiki dalam hubungan interpersonal kehidupan sehari-hari, teknik ini memungkinkan kita untuk meningkatkan hidup menjadi lebih baik dan efektif secara pribadi dan berinteraksi dengan lingkungan. Assertive Training menunjukkan bagaimana hubungan sosial dapat dicapai. Bersikap tegas adalah tentang siapa kita sebenarnya dan juga tentang pengakuan dan menghormati cara pandang orang lain. Assertive Training menunjukkan bagaimana untuk berhubungan dengan apa yang kita inginkan, bagaimana mengubah pola pemikiran negative kita,
(3)
bagaimana menghargai pendapat kita sendiri, bagaimana menyampaikan penolakan dan kritik dan bagaimana membangun harga diri dan kepercayaan diri (Shan Rees dan Roderick S. Graham 1991: ii). Adapun tujuan dari assertive training ini adalah mengajarkan secara langsung kepada siswa seni untuk berkomunikasi secara lebih mendalam dengan orang lain, yang merupakan suatu pendekatan aktif terhadap kehidupan dan penguasaan diri (Festerhaim dan Jean Baer 1980: 11). Maksudnya dalam teknik assertive training ini memiliki tujuan untuk memudahkan siswa dalam melakukan komunikasi dengan orang lain dengan baik dan menyenangkan sehingga dengan komunikasi yang efektif ini kita sudah belajar untuk melakukan pengusaan terhadap diri sendiri.
Teknik AT bukan hanya digunakan untuk meningkatkan perilaku asertif saja, beberapa penelitian di bidang bimbingan dan konseling yang menggunakan teknik AT seperti dilaporkan oleh: Ida Hendrayani (2011) dengan judul penelitian “Penggunaan teknik Asertif Training dalam mereduksi overconvormity terhadap kelompok teman sebaya pada siswa SMA”, penelitian tindakan terhadap siswa SMA Negeri 7 Bandung 2010/2011, berpendapat bahwa teknik Asertif Training efektif untuk mereduksi overconvormity terhadap kelompok teman sebaya pada SMA.
Pani Siti Haniah (2011) dalam penelitiannya tentang “Asertif Training untuk mencegah perilaku penyalahgunaan NAPZA pada remaja”, berpendapaat bahwa Asertif Training efektif untuk meningkatkan perilaku asertif remaja dalam mencegah perilaku penyalahgunaan NAPZA pada remaja.
(4)
Siti Maryam Y.A (2010) dalam penelitiannya tentang “ keefektivan teknik latihan asertif untuk mengembangkan lokus kendali internal remaja”. Dalam penelitian ini siswa yang menganggap bahwa segala sesuatu peristiwa kehidupan yang terjadi berada di luar kontrol diri dan tanggung jawabnya, akan dirubah persepsinya melalui latihan asertif, kegunaan latihan asertif ini adalah untuk membuat siswa memiliki keyakinan akan kemampuan diri sendiri, sehingga segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya juga merupakan tanggung jawabnya. Dalam penelitian ini di melaporkan bahwa Asertif Training efektif digunakan untuk mengembangkan lokus kendali internal.
Rahmawati Fauziah (2010) dalam penelitiannya yang berjudul tentang “Penggunaan teknik Asertif Training dalam mereduksi perilaku konsumtif remaja”, penelitian pra-eksperimen terhadap siswa kelas XI SMA Pasundan I Bandung. Melaporkan bahwa teknik Asertif Training dapat mereduksi perilaku konsumtif remaja.
Asertif Training merupakan latihan keterampilan-sosial yang diberikan pada individu yang diganggu kecemasan, tidak mampu mempertahankan hak-haknya, terlalu lemah, membiarkan orang lain “menguasai” dirinya, tidak mampu mengekspresikan amarahnya dengan benar dan cepat tersinggung. Karena faktor keunikan siswa baik dari latar belakang keluarga, lingkungan dan suku, seperti yang ada disekolah SMA Kartika Siliwangi yang memang mayoritas siswa terbagi menjadi beberapa suku yaitu: suku sunda, jawa dan lampung. Apakah faktor dari berbedaan suku juga akan mempengaruhi seorang siswa untuk bisa berperilaku asertif?. Berbicara dalam hubungannya dengan konteks budaya, dilaporkan oleh
(5)
Master (1980) bahwa meskipun latar belakang budaya dapat menentukan tingkat perilaku asertif yang diperlukan, AT dapat diberikan dan efektif untuk semua jenis populasi (Nursalim, 2005). Artinya bahwa perbedaan suku dan budaya bisa mempengaruhi siswa dalam berperilaku asertif, dan AT merupakan teknik yang efektif untuk diberikan kepada siswa dengan latar belakang suku yang berbeda. Sementara itu jika di lihat dari kedudukan gender baik laki-laki maupun perempuan, seperti dilaporkan oleh Osipow, Wish, dan Tosi (1984) menyatakan bahwa AT dengan variasi teknik yang berbeda terbukti dengan efektif dapat meningkatkan perilaku asertif subyek laki-laki maupun perempuan dengan variasi problem interpersonal yang berbeda (Nursaling, 2005).
Perilaku asertif merupakan perilaku ungkapan yang secara tegas dan tidak dibuat-buat serta serta tetap menghargai hak kepentingan orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari orang cenderung berprilaku non asertif mereka tidak menyadari dampak dari perilaku yang dia lakukan dengan membiarkan diri tidak berperilaku asertif justru sebenarnya akan merusak hubungan interpersonal diantara individu, karena dengan tidak membiasakan berperilaku asertif membuat kita dirugikan oleh orang lain, sehingga perilaku yang muncul dari individu adalah perilaku yang tidak sesuai dengan keinginan hati nurani individu tersebut.
Perilaku asertif dikatakan sebagai suatu bentuk interaksi sosial-interpersonal yang paling tepat karena ia mendorong hubungan interpersonal yang efektif. Asertif dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyatakan diri dengan tulus, jujur, jelas, tegas, terbuka, sopan, spontan, apa adanya, dan tepat tentang keinginan, pikiran, perasaan dan emosi yang dialami, apakah hal tersebut yang
(6)
dianggap menyenangkan ataupun mengganggu sesuai dengan hak-hak yang dimiliki dirinya tanpa merugikan, melukai, menyinggung, atau mengancam hak-hak, kenyamanan, dan integritas perasaan orang lain. Perilaku asertif tidak dilatarbelakangi maksud-maksud tertentu, seperti untuk memanipulasi, memanfaatkan, memperdaya atau pun mencari keuntungan dari pihak lain.
Pada hakikatnya, perilaku asersif yang merupakan tindakan untuk mempertahankan hak-hak personal yang dimilikinya adalah upaya untuk mencapai kebebasan emosi, yaitu kemampuan untuk menguasai diri, bersikap bebas dan menyenangkan, merespon hal-hal yang disukai atau tidak disukai secara tulus dan wajar, dan mengekspresikan cinta dan kasih sayang pada orang yang sangat berarti dalam hidupnya.
Ketika menjalani aktivitas keseharian tidak semua siswa mampu berperilaku asertif dan justru mereka memilih berperilaku non asertif (pasif), seperti memendam perasaannya, berpura-pura, menahan perbedaan pendapat atau sebaliknya dengan bersikap agresif. Keengganan ini umumnya karena dalam diri individu di isi oleh rasa takut dan khawatir mengecewakan orang lain, takut tidak diterima oleh kelompok sosialnya, takut dianggap tidak sopan, takut melukai perasaan atau menyakiti hati orang lain, takut dapat memutuskan tali hubungan persaudaraan atau persahabatan, dan sebagainya. Padahal, dengan membiarkan diri untuk bersikap non-asertif justru dapat mengancam hubungan yang ada karena salah satu pihak kemudian akan merasa dimanfaatkan oleh pihak lain, tidak menyelesaikan masalah-masalah emosional yang dihadapi, menurunkan harga diri, atau bahkan dapat menjadi “bom waktu” yang sewaktu-waktu dapat
(7)
mengancam kelangsungan hubungan pribadi dan sosial dan kesehatan mental seseorang, yaitu resiko terhadap timbulnya kecemasan dan stress. Perilaku asertif merupakan suatu bentuk penegasan diri yang positif yang mendukung terhadap kepuasan hidup pribadi dan kualitas hubungan sosial-interpersonal.
Jika digambarkan dalam sebuah perilaku disekolah siswa yang tidak mampu berperilaku asertif cenderung dirugikan oleh temannya sehingga yang muncul adalah hubungan yang tidak harmonis pada siswa, siswa yang tidak mampu mengatakan tidak cenderung disepelekan oleh temannya. Banyak siswa yang tidak mampu berperilaku asertif karena merasa takut tidak diakui dalam komunitas anak-anak lainya, disadari atau tidak dengan berperilaku non asertif justru merugikan diri sendiri, misalnya ketika anak di ajak membolos dan dia sebenarnya tidak mau membolos akan tetapi karena ketidakmampuannya untuk mengatakan tidak akhirnya dia pun membolos, dalam hal ini sebenarnya siswa tersebut dirugikan karena sudah tidak bejalar, dan pastinya siswa tersebut akan tertinggal dalam pelajaran dan jika dikaitkan dengan peraturan sekolah siswa akan mendapat suatu masalah karena telah melanggar peraturan sekolah yaitu membolos.
Gambaran yang diungkap di atas menunjukan bahwa terdapat siswa yang tidak bisa berperilaku asertif, untuk itu perlunya bimbingan dan konseling di sekolah untuk membantu para siswa yang mengalami masalah tersebut. Hakekat bimbingan dan konseling adalah bantuan dalam rangka memfasilitasi siswa agar mencapai tugas-tugas perkembangan yang optimal dan memandirikan artinya ketika seorang siswa tidak mampu berperilaku asertif maka bisa dikatan siswa
(8)
tersebut tidak bisa berkembang secara optimal karena berada didalam tekanan dirinya sendiri dan lingkungannya.
Sekolah yang didalamnya menyangkut guru bimbingan dan konseling mempunyai peranan dan tanggung jawab penting dalam membantu para siswa mencapai tugas perkembangannya, dan sekolah seyogyanya berupaya untuk menciptakan iklim yang kondunsif atau kondisi yang dapat memfasilitasi siswa mencapai tugas perkembanganya yang menyangkut aspek-aspek kematangan dalam berinteraksi sosial, dan kematangan personal dalam hidup. Kebutuhan siswa dalam perlakuan sosial disebabkan karena para siswa dituntut untuk berinteraksi dengan orang lain dalam situasi tertentu. Kemampuan siswa dalam membangun hubungan interpersonal yang dinamis dan harmonis dapat membawa siswa mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian sekolah sebagai suatu lingkungan pendidikan harus dapat menerapkan, menciptakan, dan memberikan suasana psikologi yang dapat mendorong perilaku sosial yang memadai sehingga kebutuhan sosial yang diharapkan dapat terpenuhi. Dalam konsep layanan bimbingan dan konseling manusia dipandang sebagai suatu kesatuan. Pengaruh terhadap satu aspek pada seorang individu akan mempengaruhi keseluruhan pribadinya. Perlunya layanan bimbingan dan konseling adalah untuk memfasilitasi pengetahuan dan perubahan perilaku siswa yang tidak asertif menjadi perilaku asertif.
Berdasarkan uraian di atas, perlu kiranya siswa yang memiliki masalah tentang perilaku asertif dibantu memecahkan masalah yang dihadapi. Banyak cara yang dapat dilakukan salah satu diantaranya melalui Assertive Training (pelatihan
(9)
asertif). Penekanan Asertif Training adalah pada ”keterampilan” dan penggunaan keterampilan tersebut dalam tindakan, Alberti 1980, (Nursalim, 2005:130).
Assertive Traning digunakan untuk membantu orang-orang yang : 1. tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung.
2. menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya.
3. memiliki kesulitan untuk mengatakan “TIDAK”.
4. mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respons-respons positif lainnya.
5. merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri. (Corey,2009:213)
Pelatihan asertif pada dasarnya merupakan penerapan latihan bagi perkembangan individu untuk mencapai tujuan yang lebih baik. Pada perilaku asertif, tingkat sensitivitas yang dimiliki cukup tinggi sehingga dapat membaca situasi yang terjadi di sekelilingnya, yang memudahkannya untuk menempatkan diri dan melakukan aktivitasnya secara strategis, terarah, dan terkendali mantap.
Lebih jauh lagi perilaku asertif membuat seseorang merasa bertanggung jawab dan konsekuen untuk melaksanakan keputusannya sendiri. Individu bebas untuk mengemukakan berbagai keinginan, pendapat, gagasan, dan perasaan secara terbuka sambil tetap memperhatikan juga pendapat orang lain.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung, masih ditemukan siswa yang melanggar peraturan sekolah seperti membolos dan merokok di lingkungan sekolah dan juga munculnya fenomena
(10)
seperti masih banyaknya siswa yang dirugikan oleh temannya karena tidak ada keberdayaan untuk “melawan” sehingga yang terjadi adalah timbulnya masalah di sekolah baik secara individu maupun secara berkelompok. Masalah secara individu dimaksudkan seperti timbulnya kecemasan pada diri siswa yang mengakibatkan ketidaknyamanan siswa dalam menjalani aktifitas di sekolah yang berujung pada terganggunya proses belajar siswa tersebut. Kemudian masalah secara berkelompok dalam hal ini dicontohkan seperti membolos secara masal dan merokok dilingkungan sekolah. Masalah-maslah ini muncul karena siswa takut dijauhi oleh temannya jika mengatakan tidak untuk sebuah ajakan.
Sekolah merupakan lembaga formal yang secara khusus dibentuk untuk menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat. Arah pembentukan lembaga ini adalah memberikan arah kemudahan pencapain perkembangan yang optimal terhadap peserta didik, termasuk didalamnya bimbingan dan konseling sebagai bagian intergral dari pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam proses membantu siswa untuk mencapai tahap perkembangan yang optimal, sehingga dengan terbebasnya siswa dalam masalah akan memudahkan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah.
Perilaku yang ditunjukan di atas sehingga menjadi sebuah masalah, perlu kiranya untuk segera diselesaikan oleh para pendidik, terlebih oleh guru bimbingan dan konseling melalui bentuk layanan responsif sehingga masalah itu dapat terselesaikan dan tidak menganggu perkembangan siswa, baik secara akademik mapun secara pribadi-sosial. Masalah-masalah seperti membolos dan merokok di lingkungan sekolah seperti yang di uraikan di atas diindikasi karena
(11)
siswa kurang memiliki keterampilan untuk berperilaku asertif sehingga yang muncul adalah ketidak beranian untuk menolak sesuatu yang memang dia tidak inginkan. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian tentang “Efektivitas Teknik Assertive Training (AT) untuk Meningkatkan Perilaku Asertif Siswa SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung.
B. Rumusan Masalah
Menurut kamus Webster Third International (Fensterheim, 1980: 14) kata kerja assert berarti menyatakan atau bersikap positif, yakni berterus terang, atau tegas. Perilaku aserif adalah suatu perilaku seseorang yang merespon suatu stimulus dari lingkungannya dengan tegas dan menjaga hak dirinya tanpa melanggar hak orang lain. Seperti di gambarkan dalam fenomena di atas, beberapa masalah yang muncul yaitu perilaku membolos dan merokok di lingkungan sekolah, hal ini terjadi mungkin atau diindikasi karena siswa menunjukan perilaku yang tidak bisa berterus terang atau tegas, dalam kata lain siswa kurang memiliki keterampilan untuk berperilaku asertif.
Secara umum penelitian ini difokuskan untuk menjawab “Bagaimana rumusan pedoman Assertive Training untuk meningkatkan perilaku asertif siswa SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung?”. Secara khusus permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini diperinci dalam pertanyaan-pertanyaan berikut.
1. Seperti apa profil asertivitas siswa SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung?
2. Bagaimana teknik Assertive Training yang dapat meningkatkan perilaku asertif pada siswa ?
(12)
3. Bagaimana efektivitas Assertive Training untuk meningkatkan perilaku asertif siswa SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung?
4. Apakah ada perbedaan perilaku asertif antara siswa laki-laki dan siswa perempuan?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah menghasilkan panduan Assertive Training yang digunakan untuk meningkatkan perilaku asertif siswa.
2. Tujuan Khusus
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan khusus penelitian ini adalah: a. Memperoleh data dan gambaran tentang tingkat asertivitas siswa SMA
Kartika Siliwangi 2.
b. Memperoleh program bimbingan dan konseling dengan teknik Assertive Training yang dapat meningkatkan perilaku asertif siswa.
c. Menguji efektivitas Assertive Training untuk meningkatkan perilaku asertif siswa.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat teoretis
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dalam menambah wawasan dan kepustakaan dan memberikan kontribusi nyata
(13)
pada dunia pendidikan khususnya dalam kajian bidang bimbingan dan konseling yang terkait dengan Assertive Training untuk meningkatkan perilaku asertif siswa.
2. Manfaat praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut.
a. Kepala Sekolah
Bagi kepala sekolah hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam mengembangkan kebijakan yang fokusnya pada proses layanan bimbingan dan konseling, utamanya pada kegiatan assertive training.
b. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor
Sebagai rujukan bagi guru bimbingan dan konseling agar dapat melaksanakan kegiatan layanan secara optimal melalui pemahamannya tentang perilaku asertif siswa.
c. Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan terutama bagi yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut yang menyangkut program bimbingan dan konseling dengan teknik Assertif Training untuk meningkatkan perilaku asertif dan mereduksi perilaku agresif pada layanan bimbingan dan konseling.
(14)
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini akan membahas tentang lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, pendekatan dan desain penelitian, definisi operasional variabel, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
A. Lokasi, Populasi dan Sampel penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung, Jl. Pak Gatot Raya No.73 Tlp 2011854 Geger Kalong Bandung.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Kartika Siliwangi 2 kelas X tahun ajaran 2012-2013 dengan jumlah 81 siswa. Adapun alasan pemilihan populasi tersebut adalah: Siswa kelas X masih dalam kategori usia remaja yang masih dalam masa transisi dalam perkembangannya, maka menjadi penting seorang remaja untuk bisa berperilaku asertif, karena apabila seorang remaja tidak memiliki keterampilan untuk berperilaku asertif atau bahkan tidak dapat berperilaku asertif, disadari ataupun tidak, pada masa ini remaja akan kehilangan hak-hak pribadi dan cenderung tidak dapat menjadi individu yang bebas dan akan selalu berada dibawah kekuasaan orang lain.
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang akan diteliti. Subjek yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Kartika Siliwangi 2 tahun ajaran 2012-2013 yang teridentifikasi memiliki tingkat asertivitas rendah, yang dilihat dari hasil pretest yang dilakukan. Penelitian ini menggunakan metode quasi experiment dengan
(15)
teknik yang digunakan Nonprobability dengan metode purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiono, 2010:124)
B. Pendekatan dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu hasil penelitian disajikan dengan menggunakan angka-angka melalui perhitungan statistik. Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang dilakukan guna mendapatkan gambaran secara empirik perilaku asertif siswa sebelum dan sesudah dilaksanakan layanan atau treatment, serta mendapatkan data empirik tingkat efektivitas teknik assertive training dalam meningkatkan perilaku asertif siswa.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experiment dengan desain Nonequivalent Control Group Design, Eksperimen dilakukan dengan memberikan perlakuan dengan pendekatan behaviour melalui assertive training pada kelompok eksperimen dan untuk kelompok kontrol diberikan pendekatan yang lain sesui dengan kebutuhan penelitian.
Dalam penelitian ini yang akan ditingkatkan adalah perilaku asertif siswa. Design penelitian diatas dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 3.1 Desain Penelitian R O1 X O2
O3 - O4
KE KK
Keterangan :
(16)
X = Asertive Training (AT) - = Konvensional
O1,3 = Pretest O2,4 = Posttest
KE = Kelompok Eksperimen KK = Kelompok Kontrol (Sugiono, 2010:112)
Proses penelitian dilakukan dengan beberapa langkah, dari mulai studi pendahuluan tentang masalah yang akan di teliti, proses pelaksanaan penelitian, hingga sampai kesimpulan yang di hasilkan dari penelitian. Secara lebih lengkap maka proses atau alur penelitian di gambarkan pada bagan berikut ini:
(17)
Gambar 3.1
Alur Penelitian Teknik AT untuk Meningkatkan Perilaku Asertif Siswa
Kelompok Eksperimen
Kelompok Kontrol Pretest
Tidak diberikan
Assertive Training
(Posttest) Diberi
Assertive training
Pengolahan dan Analisis data
Pembahasan
Kesimpulan Perumusan Masalah
Studi Literatur: Asertif Training dan Perilaku asertif Studi Pendahuluan
Penyusunan Instrumen Pedoman Angket Perilaku Asertif
Penyusunan Rancangan Pedoman
Pemilihan subjek penelitian Analisis Profil Perilaku Asertif
Validasi, Uji Coba, Revisi
Hasil revisi Revisi Judgement
(18)
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Penelitian
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini terdiri atas empat variabel, yaitu:
a. Assertif Training sebagai variabel bebas, b. Perilaku asertif sebagai variabel terikat, c. Jenis kelamin sebagai variabel moderator, 2. Devinisi Operasional Variabel
Devinisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah : teknik Assertive Training (AT) dan Perilaku Asertif.
a. Assertive Training
Assertive Training merupakan salah satu pendekatan behavioral yang dirancang untuk mambantu siswa yang memiliki perilaku negatif akibat ketidak mampuannya untuk berperilaku asertif. Tujuan dari Assertive Training ini adalah untuk mengajarkan kepada siswa strategi yang tepat untuk bertindak terhadap kebutuhan, hasrat, dan pendapat sendiri dan tetap menghargai orang lain. Corey (1995: 429) menyatakan bahwa asumsi dasar dari Assertive Training adalah setiap orang mempunyai hak untuk mengungkapkan perasaannya, pendapat, apa yang diyakini serta sikapnya terhadap orang lain dengan tetap menghormati dan menghargai hak-hak orang tersebut. Salah satu sasaran dari latihan ini adalah untuk meningkatkan keterampilan behavioral sehingga mereka bisa menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku seperti apa yang diinginkan atau tidak (Corey,1995: 429).
(19)
Menurut Bruno (Nursalim, 2005) AT pada dasarnya merupakan suatu program yang dirancang untuk mengembangkan kompetensi manusia dalam hubungannya dengan orang lain. Shan Ress (1991) midefinisikan bahwa AT adalah perilaku yang memungkinkan seseorang untuk memiliki kesempatan terbaik untuk mendapatkan hasil yang diinginkan sementara tetap mempertahankan diri dan menghormati orang lain. Houston, dkk (1979), mengemukakan bahwa AT merupakan suatu program untuk mengajarkan manusia mengekspresikan perasaan dan pikirannya secara jujur dan tidak membuat orang lain menjadi terancam.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat dilihat kesimpulan dari Assertive Training, yaitu bentuk keterampilan behavioral yang memungkinkan siswa untuk berperilaku seperti yang mereka inginkan dalam mengungkapkan pendapat, perasaan, serta apa yang mereka yakini dengan tetap menghargai hak dan kepentingan orang lain. Kegiatan Assertive Training yang dilakukan peneliti dalam meningkatkan perilaku asertif siswa SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung Kelas X Tahun Ajaran 2012-2013 secara khas menggunakan prosesdur atau tahapan yang dikemukan oleh Corey (2005), adapun sesi terstruktur yang digunakan, sebagai berikut.
1. Sesi pertama, orientasi awal, yang dimulai dengan pembentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol serta pengenalan didaktik tentang kecemasan sosial yang tidak realistis. Tahap ini akan di laksanakan dalam 1 kali pertemuan. dengan asumsi bahwa pada orientasi awal ini hanya proses
(20)
pembentukan kelompok dan pengenalan tentang kecemasan sosial terkait dengan perilaku asertif jadi tidak memerlukan waktu yang cukup lama. 2. Sesi kedua, pengenalan latihan relaksasi, masing-masing anggota menerangkan
tingkahlaku spesifik dalam situasi-situasi interpersonal yang dirasakan menjadi masalah. Para anggota kemudian membuat perjanjian untuk menjalankan tingkah laku menegaskan diri yang semula mereka hindari sebelum memasuki sesi berikutnya. Tahap ini dilakukan dalam 1 kali pertemuan karena lembar kerja siswa dalam pertemuan ini sudah di siapkan oleh peneliti, jadi siswa hanya tinggal mengisi lembar kerja tersebut.
3. Sesi ketiga, kegiatan inti, para anggota menerangkan tentang tingkahlaku menegaskan diri yang telah dijalankan oleh mereka dalam situasi-situasi kehidupan nyata. Pada tahap ini proses bermain peran akan dijalankan sesuai dengan masalah yang ada, kegiatan ini akan dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan. Mengubah perilaku adalah suatu hal yang tidak mudah sehingga perlu treatment yang cukup agar perilaku tersbut dapat berubah sesuai dengan apa yang diharapkan.
4. Sesi keempat, refleksi, mengkaji hasil kegiatan inti, dan memberikan penambahan latihan relaksasi, serta pengulangan perjanjian untuk menjalankan tingkahlaku menegaskan diri. Latihan yang digunakan dalam hal ini adalah teknik modeling yang akan dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan. Teknik ini diberikan dalam pertemuan yang sama dengan tahap inti, karena peneliti ingin melihat kefektivan teknik modeling dibandingkan dengan teknik bermain peran
(21)
5. Sesi kelima, tindak lanjut, siswa membawa perilaku asertif pada kondisi yang sebenarnya atau dalam kehidupan sehari-hari, yang disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan individual, dan mendiskusikan sikap-sikap dan perasaan-perasaan yang telah membuat perilaku menegaskan diri susah dijalankan, serta mendiskusikan pengalaman siswa ketika berperilaku asertif. Tahap ini akan dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan, dengan maksud untuk melihat apakah siswa konsisten dalam menjalankan perilaku asertif dalam kehidupan sehari-hari.
b. Perilaku Asertif
Asertif berasal dari bahasa Inggris, yaitu assert yang berarti menyatakan, menegaskan. Menurut kamus Webster Third International (Fensterheim, 1980: 14) kata kerja assert berarti menyatakan atau bersikap positif, yakni berterus terang, atau tegas. Perilaku asertif adalah perilaku seseorang dalam hubungan antar pribadi yang menyangkut ekspresi emosi yang tepat, jujur, relatif terus terang, dan tanpa perasaan cemas terhadap orang lain. Fensterheim (1980) menyatakan bahwa seseorang dikatakan asertif hanya jika dirinya mampu bersikap tulus dan jujur dalam mengekspresikan perasaan, pikiran dan pandangannya pada pihak lain sehingga tidak merugikan atau mengancam integritas pihak lain. Asertif bukan hanya berarti seseorang dapat bebas berbuat sesuatu seperti yang diinginkannya, juga di dalam perilaku asertif terkandung berbagai pertimbangan positif mengenai baik dan buruknya suatu sikap dan perilaku yang akan dimunculkan.
(22)
Perilaku asertif menurut Alberti dan Emmons (1975) merupakan perilaku menegaskan diri yang positif yang mengusulkan kepuasan hidup pribadi dan meningkatkan kualitas hubungan dengan orang lain. Jakuwboski & Lange (Nursalim, 2005) mendefinisikan perilaku aserif sebagai perilaku yang dapat membela kepentingan pribadi, serta mengekspresikan perasaan dan pikiran baik positif maupun negatif secara jujur dan langsung tanpa mengurangi hak-hak atau kepentingan orang lain. Menurut Supriatna, (2011) menyatakan bahwa Asertif atau menunjukan ketegasan, adalah besikap tegas terhadap diri sendiri maupun orang lain sehingga konsisten dengan maksud, tujuan atau harapan awal berkomunikasi. Lazarus (Fensterheim, 1980), pengertian perilaku asertif mengandung suatu tingkah laku yang penuh ketegasan yang timbul karena adanya kebebasan emosi, dan keadaan efektif yang mendukung yang antara lain meliputi: menyatakan hak-hak pribadi, berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak tersebut, melakukan hal tersebut sebagai usaha untuk mencapai kebebasan emosi.
Berdasarkan beberapa pendapat yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif adalah suatu sikap tulus dan jujur dalam mengekspresikan perasaan, pikiran, dan pandangan serta keterbukaan diri kepada pihak lain, tanpa mengurangi hak atau kepentingan baik pribadi maupun orang lain. Penelitian yang dilakukan dalam upaya meningkatkan perilaku asertif siswa melalui kegiatan assertive training peneliti menggunakan indikator yang dikemukan oleh Fensterheim dan Baer, (1980: 14-15) sebagai berikut :
1. Bebas mengemukakan pikiran dan pendapat.
(23)
3. Mampu menyatakan perasaan, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan dengan cara yang tepat.
4. Memiliki sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan.
5. Menerima keterbatasan yang ada di dalam dirinya dengan tetap berusaha untuk mencapai apa yang diinginkannya sebaik mungkin, sehingga baik berhasil maupun gagal ia akan tetap memiliki harga diri (self esteem) dan kepercayaan diri (self confidence).
D. Pengembangan Instrumen
Berdasarkan jenis data yang dibutuhkan untuk memperoleh data keperluan penelitian, digunakan instrumen yang berupa angket, angket tersebut dikembangkan menggunakan jenis skala sikap model likert dengan 4 alternatif pilihan jawaban yaitu: Tidak Pernah (TP), Kadang-kadang (KK), Sering (SR), dan Selalu (SL). Skala sikap ini digunakan untuk melihat perilaku asertif siswa sebelum dan sesudah diberikan perlakuan (treatment) dengan teknik assertive training. Instrument yang digunakan sebagai alat untuk mengukur perilaku asertif siswa disusun berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat dalam devinisi operasional variabel. Skor setiap pernyataan berkisar antara 1 sampai dengan 4, adapun kriteria penskoran untuk mendapat skor angket perilaku asertif siswa dapat dilihat pada Tabel 3.4.
(24)
Tabel 3.2
Skor Angket Perilaku Asertif Siswa
Pernyataan
Skor Tidak
Pernah (TP)
Kadang-kadang (KK)
Sering (SR)
Selalu (SL)
Positif 1 2 3 4
Perhitungan skor tingkat asertif adalah dengan menjumlahkan seluruh skor dari tiap-tiap pernyataan sehingga didaptkan skor totol perilaku asertif siswa, untuk membagi responden kedalam dua tingkat asertif digunakan kategori total skor tingkat asertif, yaitu tidak asertif dan asertif. Tingkat asertif subyek diwakili dimensi-dimensi, yaitu dari kemampuan mengemukakan fikiran dan pendapat, kemampuan berkomunikasi secara langsung, terbuka, jujur, kemampuan menyatakan perasaan dengan tepat, memiliki sikap serta pandangan yang aktif dalam kehidupan, dan menerima keterbatasan dalam diri. Upaya untuk mengetahui dua tingkat asertif subyek dalam penelitian ini dilakukan konversi skor mentah menjadi skor matang dengan menggunakan batas lulus aktual dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Menghitung skor total masing-masing responden
2) Menentukan Range (R) = nilai terbesar – nilai terkecil 3) Menghitung banyak kelas Ρ= 1 + 3,3 log n
4) Menghitung panjang kelas = range : banyak kelas ( ) 5) Memasukan data siswa kedalam tabel frekuensi
(25)
= + p Keterangan:
= rata-rata terduga, yang dijadikan rata-rata terduga adalah titik tengah kelas interval yang terbanyak frekuensinya atau kelas interval yang berada di tengah-tengah
p = panjang kelas interval
d = selisih titik tengah kelas interval dari dibagi p 7) Mencari simpangan dengan rumus
S = p
8) Mencari batas lulus (BL) = + 0,25 s
9) Mengelompokan data menjadi dua kategori dengan pedoman sebagai berikut: Tabel 3.3
Konversi Skor Mentah menjadi Skor Matang dengan Batas Lulus Aktual Skala Skor Mentah Kategori Skor Kategori Asertif
X + 0,25 s Tinggi Asertif
X + 0,25 s Rendah Tidak asertif
1. Pengembangan kisi-kisi Instrumen
Kisi-kisi instrument yang di rancang dalam penelitian ini adalah jenis angket yang diturunkan dari devinisi operasional variable, yang mengungkap tentang perilaku asertif siswa. Berikut disajikan kisi-kisi intrumen tentang perilaku asertif siswa:
(26)
Tabel 3.4
Kisi-kisi Instrumen Perilaku Asertif Siswa
KOMPONEN INDIKATOR NO ITEM
1 2 3
Bebas mengemukakan pikiran dan pendapat
1. Kemampuan membuat pernyataan 1,2,3,4 4 2. Kemampuan mengungkapkan apa
yang dipikirkan
5,6,7 3
3. Kemampuan mengungkapkan apa yang diinginkan
8,9,10 3
Mampu berkomunikasi secara langsung, terbuka, dan jujur
1. Mampu Berkomunikasi kepada
sahabat atau teman 11,12,13,14
4
2. Mampu Berkomunikasi kepada anggota keluarga
15,16,17 3
3. Mampu Berkomunikasi kepada orang yang lebih dewasa
18,19,20,21 4
4. Mampu Berkomunikasi kepada orang yang belum dikenal
22,23,24 3
5. Kemampuan memulai, melanjutkan, dan mengakhiri Pembicaraan dengan baik
25,26,27,28 4
Mampu untuk
menyatakan perasaan dengan tepat
1. Kemampuan mengungkapkan ketidaksenangan
29,30,31,32 4
2. Kemampuan mengungkapkan apa yang disukai
33,34,35,36 4
3. Kemampuan untuk menolak ajakan orang lain yang tidak beralasan dan cenderung negatif
37,38,39 3
4. Kemampuan mengungkapkan ketidaksetujuan terhadap pendapat orang lain
40,41,42 3
(27)
pandangan yang aktif terhadap kehidupan
diinginkan
2. Menjadi pribadi yang optimis 46,47,48 3 3. Memiliki keyakinan dalam diri 49,50 2
Menerima keterbatasan yang ada di dalam diri
1. Bertindak dengan cara yang
dihormati diri sendiri dan orang lain
51,52,53 3
2. Berusaha mencapai sesuatu dengan cara yang sebaik mungkin
54,55,56,57 4
3. Mampu mengajukan permintaan dan bantuan kepada orang lain
58,59,60 3
4. Mengedepankan harga diri 61,62,63 3
Jumlah 63 item
2. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen a. Uji Validitas Instrumen
Guna melihat perilakun asertif siswa, peneliti menyusun suatu instrumen melalui tahapan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi aspek-aspek dan indikator yang menyangkut perilaku asrertif siswa berdasarkan studi pustaka.
2. Menyusun kisi-kisi instrumen perilaku asertif
3. Merumuskan pernyataan-pernyataan atas dasar aspek dan indikator
4. Melakukan expert judgement terhadap pernyataan-pernyataan item untuk menghasilkan validitas konstruk, isi, dan bahasa. Pernyataan item kemudian disusun dan diteliti oleh dua orang ahli sebagai penimbang.
5. Mengujicoba instrumen kepada responden 6. Menguji validitas item
(28)
Berkaitan dengan pengujian validitas instrumen (Arikunto, 2006: 168) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kedalaman atau kesahehan alat ukuratau instrumen. Jika instrumen dikatan valid berarti menunjukan alat ukur yang digunakan mendapatkan data itu valid sehingga valid berarti apabila instumen tersebut dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat, (Arikunto, 2006: 168). Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa valid itu mengukur apa yang hendak di ukur.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil kuesioner yang diberikan kepada responden yang masuk ke dalam sampel kemudian dilakukan pengujian terhadap kuesioner untuk mengukur tingkat kebaikan kuesioner dengan melakukan analisis validitas dan reliabilitas. Validitas menunjukan sejauh mana relevansi pertanyaan terhadap apa yang di tanyakan dan apa yang ingin di ukur dalam penelitian. Suatu pertanyaan dikatan valid dan dapat mengukur variabel penelitian jika nila koefesien validitasnya lebih dari atau sama dengan 0,30 (Sugiono, 2010:179). Proses pengujian validitas instrumen dilakukan dengan koofesien korelasi product moment dengan rumus sebagai berikut:
2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N rxy Keterangan :rxy = Koefesien indek korelasi product moment N = Jumlah Subyek
(29)
ΣY = Jumlah skor total variabel Y ΣX2
= Jumlah kuadrat skor variabel X ΣY2
= Jumlah kuadrat skor variabel Y (Arikunto, 2006 : 170)
Setelah mendaptkan r hitung, kemudian untuk menguji nilai signifikansi validitas butir soal tersebut, digunakan uji t yaitu dengan menggunakan rumus berikut:
t
Keterangan:
r = Nilai Koefesien Korelasi N = Jumlah sampel
Dasar pengambilan keputusan:
Jika r positif, serta r 0.30 maka item pertanyaan tersebut valid.
Jika r negative, serta r 0.30 maka item pertanyaan tersebut tidak valid. Perhitungan validitas dengan menggunakan rumus koofesien korelasi product moment dilakukan dengan bantuan Software SPSS 17. Adapun hasil perhitungan uji validitas sebagai berikut:
Tabel 3.5
Hasil Uji Validitas Butir Soal No
Pernyataan
r hitung (Pearson Corelation)
Signifikansi Korelasi
Kesimpulan Keterangan
1 0.485 0,000 valid dipakai
2 0.430 0,001 valid dipakai
3 0.437 0,001 valid dipakai
4 0.403 0,002 valid dipakai
5 0.397 0,002 valid dipakai
(30)
7 0.484 0,000 valid dipakai
8 0.495 0,000 valid dipakai
9 0.449 0,001 valid dipakai
10 0.301 0,024 valid dipakai
11 0,172 0,204 Tidak valid dibuang
12 0.484 0,000 valid dipakai
13 0.440 0,001 valid dipakai
14 0.479 0,000 valid dipakai
15 0,196 0,147 Tidak valid dibuang
16 0.406 0,002 valid dipakai
17 0.281 0,036 valid dipakai
18 0.440 0,001 valid dipakai
19 -0,083 0,544 Tidak valid dibuang
20 0.310 0,020 valid dipakai
21 0.430 0,001 valid dipakai
22 0.437 0,001 valid dipakai
23 0,004 0,975 Tidak valid dibuang
24 0.402 0,002 valid dipakai
25 0.397 0,002 valid dipakai
26 0.339 0,011 valid dipakai
27 0.479 0,000 valid dipakai
28 0.485 0,000 valid dipakai
29 0.545 0,000 valid dipakai
30 -0,110 0,418 Tidak valid dibuang
31 0.382 0,004 valid dipakai
32 -0,070 0,608 Tidak valid dibuang
33 0.281 0,036 valid dipakai
34 0.372 0,005 valid dipakai
35 0.437 0,001 valid dipakai
36 0,260 0,053 Tidak valid dibuang
37 0.491 0,000 valid dipakai
38 0.658 0,000 valid dipakai
39 0.319 0,017 valid dipakai
40 0.382 0,004 valid dipakai
41 0.449 0,001 valid dipakai
42 0,006 0,967 Tidak valid dibuang
43 0.437 0,001 valid dipakai
44 0.406 0,002 valid dipakai
45 0.495 0,000 valid dipakai
46 0.409 0,002 valid dipakai
47 0.301 0,024 valid dipakai
48 0.310 0,020 valid dipakai
49 0.484 0,000 valid dipakai
(31)
51 0.309 0,021 valid dipakai
52 0.372 0,005 valid dipakai
53 0.314 0,018 valid dipakai
54 0.495 0,000 valid dipakai
55 0.449 0,001 valid dipakai
56 -0,214 0,113 Tidak valid dibuang
57 0.437 0,001 valid dipakai
58 0.339 0,011 valid dipakai
59 0.440 0,001 valid dipakai
60 0,008 0,952 Tidak valid dibuang
61 0.658 0,000 valid dipakai
62 0,145 0,288 Tidak valid dibuang
63 0.403 0,002 valid dipakai
Dari hasil perhitungan validitas di atas menunjukan bahwa dari total item sebanyak 63 item, yang tidak valid ada 11 item dan yang valid 52 item, kemudian item yang tidak valid dibuang dan item yang valid digunakan sebagai alat ungkap data untuk mengukur perilaku asertif siswa.
b. Uji Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas menunjukan sejauh mana tingkat konsistensi suatu tes. Reliabilitas tes berarti bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang sudah dapat dipercaya atau reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga (Arikunto, 2006:178). Pengujian reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan koefesien reliabilitas Alpha Cronbach, dengan rumus sebagai berikut:
=
(32)
r11 = Reliabilitas tes yang dicari
= Jumlah varians skor tiap-tiap item = Varians total
= Banyaknya soal (Arikunto, 2006:196)
Sedangkan rumus untuk mencari varian semua item adalah:
Keterangan:
= Jumlah skor
= Jumlah kuadrat skor
= Banyaknya sampel
Sebagai titik tolak ukur koefesien reliabilitas, digunakan pedoman koefesien korelasi sebagai berikut:
Tabel 3.6
Pedoman Interpretasi Koefesien Korelasi
Interval Koefesien Tingkat Hubungan
Antara 0,00 sampai dengan 0,199 Antara 0,20 sampai dengan 0,399 Antara 0,40 sampai dengan 0,599 Antara 0,60 sampai dengan 0,799 Antara 0,80 sampai dengan 1,000
Sangat rendah (tak berkorelasi) Rendah
Sedang Kuat
Sangat Kuat (Sugiono, 2010 : 257)
Hasil uji reliabilitas menggunakan rumus alpha cronbach melalui Software SPSS 17. Hasil perhitungan sebagai berikut:
(33)
Tabel 3.7
Klasifikasi Koefesien Reliabilitas Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based
on Standardized
Items N of Items
.885 .887 63
Hasil reliabilitas 0,885 yang menunjukan bahwa alat ukur yang digunakan memiliki reliabilitas sangat tinggi.
E. Teknik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data yang peneliti lakukan adalah dengan menggunakan angket untuk melihat perilaku asertif siswa. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil dari data yang mengukap tentang perilaku asertif siswa yang rendah. Proses pengambilan data dilakukan dengan memberikan instrumen atau angket kepada siswa kelas X SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung dan dengan menelaah dari berbagai literatur yang menunjang dalam penelitian.
F. Teknik Analis Data
Data yang mencakup tentang bentuk-bentuk perilaku asertif yang akan ditingkatkan melalui teknik Assertive Training akan dianalisis dengan cara kuantitatif. Teknik analisis data dalam hal ini dimulai dengan mengukur validitas instrumen yang melibatkan pakar bimbingan dan konseling, dan reliabilitas
(34)
instrumen dengan melibatkan siswa. Dalam hasil analisis data ini peneliti bermaksud untuk mengkaji efektivitas perlakuan (treatment) dalam mengubah suatu perilaku dengan cara membandingkan antara keadaan sebelum dengan keadaan sesudah perlakuan itu diberikan (Furqon,2009:174). Maka dalam hal ini peneliti dalam menganalisis keefektipan Assertive Treaning untuk meningkatkan perilaku asertif siswa SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung dan dalam menganalisis perilaku asertif berdasarkan jenis kelamin menggunakan uji-t. Sebelum melakukan uji-t terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas data.
(35)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka diperoleh kesimpulan dan rekomendasi yang diharapkan menjadi masukan dalam pelaksanaan assertive training untuk meningkatkan perilaku asertif siswa.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Profil perilaku asertif siswa SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung kelas X tahun
pelajaran 2012/2013 menunjukan bahwa tingkat perilaku asertif siswa dalam kategori rendah, artinya bahwa siswa belum memiliki keterampilan untuk berperilaku asertif dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pencapain hasil perilaku asertif siswa dari yang tertinggi sampai yang terendah dilihat dari skor setiap aspeknya yaitu: memiliki sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan, bebas mengemukakan pikiran dan pendapat, mampu untuk menyatakan perasaan dengan tepat, dan mampu berkomunikasi secara langsung, terbuka, dan jujur, serta menerima keterbatasan yang ada di dalam diri.
3. Program intervensi berbasis assertive training efektif digunakan untuk meningkatkan perilaku asertif siswa.
4. Hasil uji perbedaan perilaku asertif berdasarkan jenis kelamin menunjukan bahwa tidak ada perbedaan perilaku asertif antara siswa laki-laki dan perempuan
(36)
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, berikut ini beberapa rekomendasi yang diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi para praktisi dan pemerhati pendidikan seperti kepala sekolah, guru bimbingan dan konseling, serta peneliti selanjutnya dalam upaya mengembangkan perilaku asertif siswa.
1. Kepala Sekolah
Kepala sekolah sebagai top manajemen memiliki peran yang strategis dalam menentukan kebijakan pendidikan di tingkat satuan pendidikan yang dipimpinnya. Proses layanan bimbingan dan konseling akan berjalan secara efektif jika ada dukungan dari lingkungan sekolah dan fasilitas yang menunjang dalam proses kegiatan layanan bimbingan dan konseling, melalui kebijakannya Kepala sekolah seyogyanya membantu mewujudkan suasana yang kondisif dan representatif guna terlaksanakannya program layanan bimbingan dan konseling secara efektif, khusunya dalam menggunakan teknik assertive training untuk meningkatkan perilaku asertif siswa.
2. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor
Menggunakan teknik assertif training sebagai salah satu kerangka kerja dalam proses layanan bimbingan dan konseling dan sebagai reinforcement dalam mengembangkan perilaku asertif siswa.
(37)
3. Peneliti Selanjutnya
Penelitian lanjutan yang dapat dilakukan oleh peneliti selanjutnya berkenaan dengan penelitian tentang teknik assertive training dan perilaku asertif adalah sebagai berikut:
a. Keterampilan perilaku asertif harus dibangun dan dibiasakan sedini mungkin agar siswa terhindar dari masalah-masalah yang dapat mengganggu pencapain tugas perkembangannya, oleh karena itu gunakan teknik pelatihan yang sama tetapi dengan populasi yang berbeda misalnya untuk jenjang SD atau SMP. b. Penelitian ini menguji efektivitas teknik assertive training untuk
meningkatkan perilaku asertif siswa. Peneliti selanjutnya bisa menggunakan teknik yang sama untuk menguji efektivitas variabel lain seperti, self esteem atau kompetensi intrapersonal siswa.
c. Penelitian yang dilakukan melihat perbedaan tentang perilaku asertif antara siswa laki-laki dan perempuan, hasilnya adalah tidak terdapat perbedaan perilaku asertif antara siswa laki-laki dan perempuan. Melalui penelitian yang sama peneliti selanjutnya dapat melihat perbedaan perilaku asertif dilihat dari inteligensi siswa, latar belakang keluarga, faktor budaya dimana tempat siswa tinggal, dan kepribadian siswa.
(38)
DAFTAR PUSTAKA
Alberti, R. E. & Emmons, M. L. (2008). Your perfect right: Assertiveness and equality in your life and relationships (9th ed.). Atascadero, CA: Impact Publishers.
A Mousa Amal-Sanaa-Amira. (2011). “The Effect of an Assertiveness Training Program on Assertiveness Skills and Social Interaction Anxiety of
Individuals with Schizophrenia”. Journal of American Science,
2011;7(12).
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
A.Rezan Cecen-Eroul, Mustafa Zengel. (2009). “Efektifitas Program Asertif Training pada Tingkat Remaja”. Elementary Education Online, 8 (2), 485-492.
Corey,Gerald.(2005).Theory and Practice of Counseling & Psychotherapy. Belmont: Thomson.
________.(2009).Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.Bandung: PT Refika Aditama.
Degleris Nick. (2007). “Assertiveness training as a major component element of a psychoeducational program addressed to psychiatric patients and their
families”. Makalah pada International Congress on Brain and
Behaviour Thessaloniki, Greece.
Fauziah. (2010). Penggunaan Teknik Asertif Training Dalam Mereduksi Perilaku Konsumtif Remaja. Skripsi Bandung: PPB FIP UPI (tidak diterbitkan). Festerheim dan Jean Bear(1980).Jangan Bilang YA Bila Anda akan Mengatakan
TIDAK.Jakarta: Gunung Jati.
Furqon. (2009). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Hendrayani, Ida. (2011). Penggunaan Teknik Asertif Training dalam Mereduksi Overconvormity terhadap Kelompok Teman Sebaya pada Siswa SMA. Skripsi Bandung: PPB FIP UPI (tidak diterbitkan).
Hurlock, Elizabeth B.(1980). Psikologi Perkembangan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga
Ketut, Sukardi, Dewa. (2008). Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
(39)
_________Desak PE. Kusmawati, Nila. (2008). Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.
Latipun,(2004). Psikologi Konseling.Malang: UMM Press.
Maryam. (2010). Keefektivan Teknik Latihan Asertif untuk Mengembangkan Lokus Kendali Internal Remaja. Skripsi Bandung: PPB FIP UPI (tidak diterbitkan).
Mona Makhija, Dr. Promila Singh (2010). “Efektifitas Program Asertif Training untuk Meningkatkan Self-Esteem dan Prestasi Akademik pada
Remaja”. International Research Journal. 1, (11).
Nursalim.(2005). Strategi Konseling. Surabaya: Unesa University Press.
Rachmat, Cece dan Solehuddin. (2006). Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV.Andira
Rees Shan and Roderick S.Graham.(1991). Assertion Training: how to be who you really are- (Strategies for mental health).New York: Routledge. Siti Haniah. (2011). Asertif Training untuk Mencegah Perilaku Penyalahgunaan
NAPZA pada Remaja. Skripsi Bandung: PPB FIP UPI (tidak diterbitkan).
Sugiono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Supriatna, (2011).Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi.Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Syaodih, Sukmadinata, Nana. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek. Bandung: Maestro.
S. Willis, Sofwan. (2004). Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
Tohirin. (2007). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika. (2006). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.
http://imron46.blogspot.com/2010/05/perilaku-asertif.html. Diunduh pada 16 Juli 2012.
(40)
http://lutfifauzan.wordpress.com/2010/01/12/makalah-konseptual-assertive-training/ Diunduh pada 18 Januari 2012.
http://misscounseling.blogspot.com/2011/03/tehnik-konseling-asertif-training.html. Diunduh pada 23 Juli 2012.
http://muhammad-reza.blogspot.com/2010/03/pelatihan-arsetivitas.html Diunduh pada 23 Juli 2012.
http://setiawanswebblog.blogspot.com/2010/03/perilaku-asertif.html. Diunduh pada 24 Juli 2012.
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka diperoleh kesimpulan dan rekomendasi yang diharapkan menjadi masukan dalam pelaksanaan assertive training untuk meningkatkan perilaku asertif siswa.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Profil perilaku asertif siswa SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung kelas X tahun
pelajaran 2012/2013 menunjukan bahwa tingkat perilaku asertif siswa dalam kategori rendah, artinya bahwa siswa belum memiliki keterampilan untuk berperilaku asertif dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pencapain hasil perilaku asertif siswa dari yang tertinggi sampai yang terendah dilihat dari skor setiap aspeknya yaitu: memiliki sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan, bebas mengemukakan pikiran dan pendapat, mampu untuk menyatakan perasaan dengan tepat, dan mampu berkomunikasi secara langsung, terbuka, dan jujur, serta menerima keterbatasan yang ada di dalam diri.
3. Program intervensi berbasis assertive training efektif digunakan untuk meningkatkan perilaku asertif siswa.
4. Hasil uji perbedaan perilaku asertif berdasarkan jenis kelamin menunjukan bahwa tidak ada perbedaan perilaku asertif antara siswa laki-laki dan perempuan
(2)
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, berikut ini beberapa rekomendasi yang diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi para praktisi dan pemerhati pendidikan seperti kepala sekolah, guru bimbingan dan konseling, serta peneliti selanjutnya dalam upaya mengembangkan perilaku asertif siswa.
1. Kepala Sekolah
Kepala sekolah sebagai top manajemen memiliki peran yang strategis dalam menentukan kebijakan pendidikan di tingkat satuan pendidikan yang dipimpinnya. Proses layanan bimbingan dan konseling akan berjalan secara efektif jika ada dukungan dari lingkungan sekolah dan fasilitas yang menunjang dalam proses kegiatan layanan bimbingan dan konseling, melalui kebijakannya Kepala sekolah seyogyanya membantu mewujudkan suasana yang kondisif dan representatif guna terlaksanakannya program layanan bimbingan dan konseling secara efektif, khusunya dalam menggunakan teknik assertive training untuk meningkatkan perilaku asertif siswa.
2. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor
Menggunakan teknik assertif training sebagai salah satu kerangka kerja dalam proses layanan bimbingan dan konseling dan sebagai reinforcement dalam mengembangkan perilaku asertif siswa.
(3)
3. Peneliti Selanjutnya
Penelitian lanjutan yang dapat dilakukan oleh peneliti selanjutnya berkenaan dengan penelitian tentang teknik assertive training dan perilaku asertif adalah sebagai berikut:
a. Keterampilan perilaku asertif harus dibangun dan dibiasakan sedini mungkin agar siswa terhindar dari masalah-masalah yang dapat mengganggu pencapain tugas perkembangannya, oleh karena itu gunakan teknik pelatihan yang sama tetapi dengan populasi yang berbeda misalnya untuk jenjang SD atau SMP. b. Penelitian ini menguji efektivitas teknik assertive training untuk
meningkatkan perilaku asertif siswa. Peneliti selanjutnya bisa menggunakan teknik yang sama untuk menguji efektivitas variabel lain seperti, self esteem
atau kompetensi intrapersonal siswa.
c. Penelitian yang dilakukan melihat perbedaan tentang perilaku asertif antara siswa laki-laki dan perempuan, hasilnya adalah tidak terdapat perbedaan perilaku asertif antara siswa laki-laki dan perempuan. Melalui penelitian yang sama peneliti selanjutnya dapat melihat perbedaan perilaku asertif dilihat dari inteligensi siswa, latar belakang keluarga, faktor budaya dimana tempat siswa tinggal, dan kepribadian siswa.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Alberti, R. E. & Emmons, M. L. (2008). Your perfect right: Assertiveness and equality in your life and relationships (9th ed.). Atascadero, CA: Impact Publishers.
A Mousa Amal-Sanaa-Amira. (2011). “The Effect of an Assertiveness Training Program on Assertiveness Skills and Social Interaction Anxiety of
Individuals with Schizophrenia”. Journal of American Science, 2011;7(12).
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
A.Rezan Cecen-Eroul, Mustafa Zengel. (2009). “Efektifitas Program Asertif Training pada Tingkat Remaja”. Elementary Education Online, 8 (2), 485-492.
Corey,Gerald.(2005).Theory and Practice of Counseling & Psychotherapy. Belmont: Thomson.
________.(2009).Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.Bandung: PT Refika Aditama.
Degleris Nick. (2007). “Assertiveness training as a major component element of a psychoeducational program addressed to psychiatric patients and their
families”. Makalah pada International Congress on Brain and Behaviour Thessaloniki, Greece.
Fauziah. (2010). Penggunaan Teknik Asertif Training Dalam Mereduksi Perilaku Konsumtif Remaja. Skripsi Bandung: PPB FIP UPI (tidak diterbitkan). Festerheim dan Jean Bear(1980).Jangan Bilang YA Bila Anda akan Mengatakan
TIDAK.Jakarta: Gunung Jati.
Furqon. (2009). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Hendrayani, Ida. (2011). Penggunaan Teknik Asertif Training dalam Mereduksi
Overconvormity terhadap Kelompok Teman Sebaya pada Siswa SMA.
Skripsi Bandung: PPB FIP UPI (tidak diterbitkan).
Hurlock, Elizabeth B.(1980). Psikologi Perkembangan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga
Ketut, Sukardi, Dewa. (2008). Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
(5)
_________Desak PE. Kusmawati, Nila. (2008). Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.
Latipun,(2004). Psikologi Konseling.Malang: UMM Press.
Maryam. (2010). Keefektivan Teknik Latihan Asertif untuk Mengembangkan Lokus Kendali Internal Remaja. Skripsi Bandung: PPB FIP UPI (tidak diterbitkan).
Mona Makhija, Dr. Promila Singh (2010). “Efektifitas Program Asertif Training
untuk Meningkatkan Self-Esteem dan Prestasi Akademik pada
Remaja”. International Research Journal. 1, (11).
Nursalim.(2005). Strategi Konseling. Surabaya: Unesa University Press.
Rachmat, Cece dan Solehuddin. (2006). Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV.Andira
Rees Shan and Roderick S.Graham.(1991). Assertion Training: how to be who you really are- (Strategies for mental health).New York: Routledge. Siti Haniah. (2011). Asertif Training untuk Mencegah Perilaku Penyalahgunaan
NAPZA pada Remaja. Skripsi Bandung: PPB FIP UPI (tidak diterbitkan).
Sugiono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Supriatna, (2011).Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi.Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Syaodih, Sukmadinata, Nana. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktek.
Bandung: Maestro.
S. Willis, Sofwan. (2004). Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
Tohirin. (2007). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika. (2006). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.
http://imron46.blogspot.com/2010/05/perilaku-asertif.html. Diunduh pada 16 Juli 2012.
(6)
http://lutfifauzan.wordpress.com/2010/01/12/makalah-konseptual-assertive-training/ Diunduh pada 18 Januari 2012.
http://misscounseling.blogspot.com/2011/03/tehnik-konseling-asertif-training.html. Diunduh pada 23 Juli 2012.
http://muhammad-reza.blogspot.com/2010/03/pelatihan-arsetivitas.html Diunduh pada 23 Juli 2012.
http://setiawanswebblog.blogspot.com/2010/03/perilaku-asertif.html. Diunduh pada 24 Juli 2012.